bab ii landasan teori 2.1 dasar teori umum 2.1.1...
Post on 18-Apr-2021
12 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Dasar Teori Umum
2.1.1 Mikrokontroler ATMEGA16
Mikrokontroler adalah sebuah sistem komputer lengkap dalam satu serpih (chip).
Mikrokontroler lebih dari sekedar sebuah mikroprosesor karena sudah terdapat atau berisikan
ROM (Read-Only Memory), RAM (Read-Write Memory), beberapa bandar masukan maupun
keluaran, dan beberapa peripheral seperti pencacah/pewaktu, ADC (Analog to Digital
converter), DAC (Digital to Analog converter) dan serial komunikasi. Salah satu mikrokontroler
yang banyak digunakan saat ini yaitu mikrokontroler AVR. AVR adalah mikrokontroler RISC
(Reduce Instuction Set Compute) 8 bit berdasarkan arsitektur Harvard. Secara umum
mikrokontroler AVR dapat dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu keluarga AT90Sxx,
ATMega dan ATtiny. Pada dasarnya yang membedakan masing-masing kelas adalah memori,
peripheral, dan fiturnya. Seperti mikroprosesor pada umumnya, secara internal mikrokontroler
ATMega16 terdiri atas unit-unit fungsionalnya Arithmetic and Logical Unit (ALU), himpunan
register kerja, register dan dekoder instruksi, dan pewaktu beserta komponen kendali lainnya.
Berbeda dengan mikroprosesor, mikrokontroler menyediakan memori dalam serpih yang sama
dengen prosesornya (in chip).
2.1.2 Arsitektur ATMEGA16
Mikrokontroler ini menggunakan arsitektur Harvard yang memisahkan memori program
dari memori data, baik bus alamat maupun bus data, sehingga pengaksesan program dan data
dapat dilakukan secara bersamaan (concurrent).
Secara garis besar mikrokontroler ATMega16 terdiri dari :
1. Arsitektur RISC dengan throughput mencapai 16 MIPS pada frekuensi 16Mhz.
2. Memiliki kapasitas Flash memori 16Kbyte, EEPROM 512 Byte, dan SRAM 1Kbyte
3. Saluran I/O 32 buah, yaitu Port A, Port B, Port C, dan Port D.
4. CPU yang terdiri dari 32 buah register.
5. User interupsi internal dan eksternal
6. Port antarmuka SPI dan Port USART sebagai komunikasi serial
7. Fitur Peripheral
8. Dua buah 8-bit timer/counter dengan prescaler terpisah dan mode compare.
9. Satu buah 16-bit timer/counter dengan prescaler terpisah, mode compare, dan mode
capture
10. Real time counter dengan osilator tersendiri
11. Empat kanal PWM dan Antarmuka komparator analog
12. 8 kanal, 10 bit ADC
13. Byte-oriented Two-wire Serial Interface
14. Watchdog timer dengan osilator internal
Gambar 2.1 Diagram Blok ATMega16 [6]
2.1.3 KONFIGURASI PIN ATMEGA16
Konfigurasi pin mikrokontroler Atmega16 dengan kemasan 40 pin dapat dilihat pada
Gambar 2.2. Dari gambar tersebut dapat terlihat ATMega16 memiliki 8 pin untuk masing-
masing port A, port B, port C , dan port D.
Gambar 2.2 Pin-pin Atmega16 [6]
2.1.4 DESKRIPSI MIKROKONTROLER ATMEGA16
Port A (PA7..PA0)
Port A berfungsi sebagai masukan analog ke ADC internal pada mikrokontroler
ATMega16, selain itu juga berfungsi sebagai port I/O dwi-arah 8-bit, jika ADC-nya tidak
digunakan. Masing-masing pin menyediakan resistor pull-up internal yang bisa diaktifkan untuk
masing-masing bit.
Port B (PB7..PB0)
Port B berfungsi sebagai sebagai port I/O dwi-arah 8-bit.Masing-masing pin
menyediakan resistor pull-up internal yang bisa diaktifkan untuk masing-masing bit. Port B juga
memiliki berbagai macam fungsi alternatif, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 2-1.
Tabel 2-1. Alternatif fungsi Port B
PORT Pin Alternatif Functions
PB7 SCK (SPI Bus Serial Clock)
PB6 MISO (SPI Bus Master Input /Slave Output)
PB5 MOSI (SPI Bus Master Output/Slave Input)
PB4 SS (SPI Slave Select Input)
PB3 AIN1 (Analog Comparator Negatif Input)
OC0 (Timer/Counter0 Output Compare Match Output)
PB2 AIN0 (Analog Comparator Positif Input)
INT2 (External Interrupt 2 Input)
PB1 T1 (Timer/Counter1 Eksternal Counter Input)
PB0 T0 (Timer/Counter0 Eksternal Counter Input)
XCK (USART Eksternal Clock Input/Output)
Port C (PC7..PC0)
Port C berfungsi sebagai sebagai port I/O dwi-arah 8-bit. Masing-masing pin
menyediakan resistor pull-up internal yang bisa diaktifkan untuk masing-masing bit. Port C juga
digunakan sebagai antarmuka JTAG, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 2-2.
Tabel 2-2. Alternatif fungsi Port C
PORT Pin Alternatif Functions
PC7 TOSC2 (timer Oscillator Pin 2)
PC6 TOSC1 (timer Oscillator Pin 1)
PC5 TDI (JTAG Test data In)
PC4 TDO (JTAG Test data Output)
PC3 TMS (JTAG Test Mode Select)
PC2 TCK (JTAG Test Clock)
PC1 SDA (Two-wire Serial Bus Data Input/Output Line)
PC0 SCL (Two-wire Serial Bus Clock Line)
Port D (PD7..PD0)
Port D berfungsi sebagai sebagai port I/O dwi-arah 8-bit. Masing-masing pin
menyediakan resistor pull-up internal yang bisa diaktifkan untuk masing-masing bit. Port D juga
memiliki berbagai macam fungsi alternatif, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 2-3.
Tabel 2-3. Alternatif fungsi Port D
PORT Pin Alternatif Functions
PD7 OC2 (Timer/Counter2 Output Compare Match Output)
PD6 ICP1 (Timer/Counter1 Input Capture Pin)
PD5 OC1A (Output Compare A Match Output)
PD4 OC1B (Output Compare B Match Output)
PD3 INT1 (External Interrupt 1 Input)
PD2 INT0 (External Interrupt 0 Input)
PD1 TXD (USART Output Pin)
PD0 RXD (USART Input Pin)
RESET :Masukan Reset. Level rendah pada pin ini selama lebih dari lama waktu
minimum yang ditentukan akan menyebabkan reset, walaupun clock tidak
dijalankan.
XTAL1 :Masukan ke penguat osilator terbalik (inverting) dan masukan rangkaian clock
internal.
XTAL2 :Luaran dari penguat osilator terbalik
AVCC :Merupakan masukan tegangan catu daya untuk Port A sebagai ADC, biasanya
dihubungkan ke Vcc, walaupun ADC-nya tidak digunakan. Jika ADC digunakan
sebaiknya dihubungkan ke Vcc melalui tapis lolos-bawah (low-pass filter).
AREF : Merupakan tegangan referensi untuk ADC
2.1.4 Peta Memori ATMega16
a) Memori Program
Arsitektur ATMega16 mempunyai dua memori utama, yaitu memori data
dan memori program. Selain itu, ATMega16 memiliki memori EEPROM untuk menyimpan
data. ATMega16 memiliki 16K byte On-chip In-System
Reprogrammable Flash Memory untuk menyimpan program. Memori flash dibagi kedalam dua
bagian, yaitu bagian program boot dan aplikasi seperti terlihat pada Gambar 2.3. Bootloader
adalah program kecil yang bekerja pada saat sistem dimulai yang dapat memasukkan seluruh
program aplikasi ke dalam memori prosesor.
Gambar 2.3 Peta Memori ATMega16 [6]
b) Memori Data (SRAM)
Memori data AVR ATMega16 terbagi menjadi 3 bagian, yaitu 32 register umum, 64
buah register I/O dan 1 Kbyte SRAM internal. General purpose register menempati alamat data
terbawah, yaitu $00 sampai $1F. Sedangkan memori I/O menempati 64 alamat berikutnya mulai
dari $20 hingga $5F. Memori I/O merupakan register yang khusus digunakan untuk mengatur
fungsi terhadap berbagai fitur mikrokontroler seperti kontrol register, timer/counter, fungsi-
fungsi I/O, dan sebagainya. 1024 alamat berikutnya mulai dari $60 hingga $45F digunakan untuk
SRAM internal.
c) Memori Data EEPROM
ATMega16 terdiri dari 512 byte memori data EEPROM 8 bit, data dapat ditulis/dibaca
dari memori ini, ketika catu daya dimatikan, data terakhir yang ditulis pada memori EEPROM
masih tersimpan pada memori ini, atau dengan kata lain memori EEPROM bersifat nonvolatile.
Alamat EEPROM mulai dari $000 sampai $1FF.
2.1.5 Analog To Digital Converter
Mikrokontroller ATMega16 telah memiliki fasilitas Analog to Digital Converter yang
sudah built-in dalam chip. Atmega16 memiliki resolusi ADC 10-bit dengan 8 channel input.
Rangkaian internal ADC ini memiliki catu daya tersendiri yaitu pin AVCC. Tegangan AVCC
harus sama dengan VCC +- 0.3volt. Data hasil konversi ADC dirumuskan sebagai berikut:
ADC = (Vin * 1023)/Vref : Untuk adc 10bit
ADC = (Vin * 255)/Vref : Untuk adc 8bit
2.2 LED (Light Emitting Dioda)
LED (Light Emitting Dioda) adalah dioda yang dapat memancarkan cahaya pada saat
mendapat arus bias maju (forward bias). LED (Light Emitting Dioda) dapat memancarkan
cahaya karena menggunakan dopping galium, arsenic dan phosporus. Jenis doping yang berbeda
diatas dapat menghasilkan cahaya dengan warna yang berbeda. LED (Light Emitting Dioda)
merupakann salah satu jenis dioda, sehingga hanya akan mengalirkan arus listrik satu arah saja.
LED akan memancarkan cahaya apabil diberikan tegangan listrik dengan konfigurasi forward
bias.
Berbeda dengan dioda pada umumnya, kemampuan mengalirkan arus pada LED (Light
Emitting Dioda) cukup rendah yaitu maksimal 20 mA. Apabila LED (Light Emitting Dioda)
dialiri arus lebih besar dari 20 mA maka LED akan rusak, sehingga pada rangkaian LED
dipasang sebuah resistor sebgai pembatas arus. Simbol dan bentuk fisik dari LED (Light Emitting
Dioda) dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 2.4 LED
2.3 Loadcell
Loadcell merupakan komponen utama pada sistem timbangan digital. Bahkan tingkat ke-
akurasian suatu timbangan digital tergantung dari jenis dan tipe Load Cell yang dipakai. Setiap
timbangan harus lulus legalisasi oleh badan Direktorat Metrologi. Load Cell merupakan sensor
berat, apabila Load cell diberi beban pada inti besinya maka nilai resitansi di strain gauge akan
berubah. Umumnya Load cell terdiri dari 4 buah kabel, dimana dua kabel sebagai eksitasi dan
dua kabel lainnya sebagai sinyal keluaran. Load Cell adalah alat elektromekanik yang biasa
disebut Transducer, yaitu gaya yang bekerja berdasarkan prinsip deformasi sebuah material
akibat adanya tegangan mekanis yang bekerja, kemudian merubah gaya mekanik menjadi sinyal
listrik. Untuk menentukan tegangan mekanis didasarkan pada hasil penemuan Robert Hooke,
bahwa hubungan antara tegangan mekanis dan deformasi yang diakibatkan disebut regangan.
Regangan ini terjadi pada lapisan kulit dari material sehingga menungkinkan untuk diukur
menggunakan sensor regangan atau Strain Gauge.
Gambar 2.5 Loadcell
Selama proses penimbangan, beban yang diberikan mengakibatkan reaksi terhadap
elemen logam pada load cell yang mengakibatkan perubahan bentuk secara elastis. Gaya yang
ditimbulkan oleh regangan ini (positif dan negatif) di konversikan kedalam sinyal listrik oleh
strain gauge (pengukur regangan) yang terpasang pada spring element.
Load cell yang paling sederhana adalah load cell yang terdiri dari bending beam dan
strain gauge. Sering kali komponen tersebut dilengkapi dengan elemen tambahan (housing,
sealing, dll) untuk melindungi elemen strain gauge. Strain gauge merupakan konduktor yang
diatur dalam pola zigzag pada permukaan sebuah membrane. Strain Gauge merupakan sensor
yang digunakan untuk mengukur berat atau beban dari suatu benda dalam ukuran besar.
Sensor strain gauge ini banyak diaplikasikan pada jembatan timbang mobil/truk atau alat
ukur berat dalam skala besar. Sensor strain gauge adalah grid metal foil tipis yang dilekatkan
pada permukaan dari Load Cell. Apabila Load cell di beri beban, maka terjadi strain dan
kemudian ditransmisikan ke foil grid. Tahanan foil grid berubah sebanding dengan strain gauge
intruksi beban. Tahanan gauge standar adalah 120 mm dan 350Ω, bahkan untuk keperluan
khusus gauge ada juga yang tersedia dengan tahanan 500Ω, 1000Ω dan 10kΩ.
Gambar 2.6 Menunjukan Jembatan Wheatstone di Dalam Loadcell [7]
2.3.1 Spesifikasi Teknis Load Cell
Tabel 2-4. Spesifikasi Load Cell
Name:ZA-106
Model:80*12.7*12.7 2M4*2M5
2.4 Jembatan Wheatstone
Jembatan Wheatstone adalah alat ukur yang ditemukan oleh Samuel Hunter Christie pada
1833 dan meningkat kemudian dipopulerkan oleh Sir Charles Wheatstone pada tahun 1843. Ini
digunakan untuk mengukur suatu yang tidak diketahui hambatan listrik dengan menyeimbangkan
dua kali dari rangkaian jembatan, satu kaki yang mencakup komponen diketahui kerjanya mirip
dengan aslinya potensiometer. Jembatan Wheatstone adalah suatu alat pengukur, alat ini
dipergunakan untuk memperoleh ketelitian dalam melaksanakan pengukuran terhadap suatu
tahanan yang nilainya relatif kecil sekali umpamanya saja suatu kebocoran dari kabel tanah/
kartsluiting dan sebagainya. Jembatan Wheatstone adalah alat yang paling umum digunakan
untuk pengukuran tahanan yang teliti dalam daerah 1 sampai 100.000 Ω. Jembatan Wheatstone
terdiri dari tahanan R1, R2, R3, dimana tahanan tersebut merupakan tahanan yang diketahui
nilainya dengan teliti dan dapat diatur. Metode Jembatan Wheatstone adalah susunan komponen-
komponen elektronika yang berupa resistor dan catu daya seperti tampak pada gambar berikut:
Gambar 2.7 Jembatan Wheatsone [8]
Hasil kali antara hambatan hambatan berhadapan yang satu akan sama dengan hasil kai
hambatan hambatan berhadapan lainnya jika beda potensial antara c dan d bernilai nol.
Persamaan R1 . R3 = R2 . R4 dapat diturunkan dengan menerapkan Hukum Kirchoff dalam
rangkaian tersebut. Hambatan listrik suatu penghantar merupakan karakteristik dari suatu bahan
penghantar tersebut yang
2.4.2 Prinsip Kerja Jembatan Wheatstone, yaitu:
a) Hubungan antara resitivitas dan hambatan, yang berarti setiap penghantar memiliki besar
hambatan tertentu. Dan juga menentukan hambatan sebagai fungsi dari perubahan suhu.
b) Hukum Ohm yang menjelaskan tentang hubungan antara hambatan, tegangan dan arus
listrik. Yang mana besar arus yang mengalir pada galvanometer diakibatkan oleh adanya
suatu hambatan.
c) Hukum Kirchoff 1 dan 2, yang mana sesuai dari hukum ini menjelaskan jembatan dalam
keadaan seimbang karena besar arus pada ke-2 ujung galvanometer sama besar sehingga
saling meniadakan
2.5 Liquid Crystal Display (LCD)
Liquid Crystal Display (LCD) adalah suatu jenis media tampil yang menggunakan kristal
cair sebagai penampil utama. LCD sudah digunakan di berbagai bidang misalnya alat–alat
elektronik seperti televisi, kalkulator ataupun layar komputer.
Tipe LCD dot matrik dengan jumlah karakter 16*2. LCD sangat berfungsi sebagai
penampil yang nantinya akan digunakan untuk menampilkan status kerja alat. Bentuk LCD 16*2
dapat dilihat pada gambar 2.10
Gambar 2.8 Bentuk LCD 16*2
2.6 Buzzer
Buzzer adalah sebuah komponen elektronika yang berfungsi untuk mengubah getaran
listrik menjadi getaran suara. Buzzer terdiri dari kumparan yang terpasang pada diafragma dan
kemudian kumparan tersebut dialiri arus sehingga menjadi elektromagnet, kumparan tadi akan
tertarik ke dalam atau keluar, tergantung dari arah arus dan polaritas magnetnya, karena
kumparan dipasang pada diafragma maka setiap gerakan kumparan akan menggerakkan
diafragma secara bolak-balik sehingga membuat udara bergetar yang akan menghasilkan suara.
Buzzer biasa digunakan sebagai indikator bahwa proses telah selesai atau terjadi suatu kesalahan
pada sebuah alat (alarm)
Gambar 2.9 Bentuk Buzzer
2.7 Relay
Relay merupakan peralatan kontorl elektromagnetik yang dapat mengaktifkan dan
mematikan kontaktor. Relay sendiri meruapakan kontaktor elektronik, karena terdapat
koil/kumparan yang akan menggerakan kontak membuka atau menutup bila kumparannya diberi
aliran arus listrik.
Gambar 2.10 Relay
2.8 Op Amp (Operating Amplifier)
2.8.1 Penguat Inverting
Keluaran sensor dan tranduser pada umumnya mempunyai tegangan yang sangat kecil
hingga mikro volt, sehingga diperlukan penguat dengan impedansi masukan rendah. Rangkaian
penguat inverting merupakan rangkaian penguat pembalik dengan impedansi masukan sangat
rendah. Rangkaian penguat inverting akan menerima arus atau tegangan dari tranduser sangat
kecil dan akan membangkitkan arus atau tegangan yang lebih besar. Rangkaian dasar penguat
inverting adalah seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.14, dimana sinyal masukannya dibuat
melalui input inverting. Rangkaian ini adalah pengubah dari arus menjadi tegangan dan
digerakkan oleh sumber tegangan dan bukan sumber arus. Tahanan sumber R1, bagian umpan
baliknya berubah dan beberapa sifat umpan balik juga berubah.
Gambar 2.11 Rangkaian penguat pembalik
Input non-inverting pada rangkaian ini dihubungkan ke ground, atau v+ = 0. Karena v+
dan v- nilainya = 0 namun tidak terhubung langsung ke ground, input op-amp v- pada rangkaian
ini dinamakan virtual ground. Dengan fakta ini, dapat dihitung arus pada hambatan resistor R1
dan arus pada hambatan resistor R2 adalah
2
0
R
VI out
out
………………………………………………………………….(2.1)
1
0
R
VI in
in
……………………………………………………………………(2.2)
Arus yang masuk dalam op-amp adalah nol, 0i_ makab
outin II 0i_ …………………………………………………………...(2.3)
Masukan persamaan 1 dan 2 ke persamaan 3
2
0
1
0
R
Vout
R
Vin
……………………………………………………………..(2.4)
Selanjutnya
21 R
V
R
V outin ……………………………………………………………………(2.5)
inout xVR
RV
1
2 ………………………………………………………………(2.6)
Jika penguatan G didefenisikan sebagai perbandingan tegangan keluaran terhadap tegangan
masukan, maka dapat ditulis
1
2
R
R
V
VG
in
out
Impedansi rangkaian inverting didefenisikan sebagai impedansi input dari sinyal masukan
terhadap ground. Karena input inverting (-) pada rangkaian ini diketahui adalah 0 (virtual
ground) maka impendasi rangkaian ini tentu saja adalah Zin = R1.
2.8.2 Penguat Non Inverting
Banyak rangkaian elektronika yang memerlukan penguatan tegangan atau arus yang
tinggi tanpa terjadi pembalikan (inversion) isyarat. Peguat op-amp tak-membalik (noninverting
op-amp) didesain untuk keperluan ini. Rangkain ini dapat digunakan untuk memperkuat isyarat
AC maupun DC dengan keluaran yang tetap sefase dengan masukan. Impedansi masukan dari
rangkaian ini berharg
dikenakan pada terminal masukan noninverting, besarnya penguatan tegangan tergantung pada
harga in R dan F R yang dipasang. Isyarat keluaran penguat ini diambil dari resistor L R
(biasanya berharga sekitar 35-
Penguat non inverting ini memiliki masukan yang dibuat melalui input non-inverting.
Dengan demikian tegangan keluaran rangkaian ini akan satu fasa dengan tegangan inputnya.
Untuk menganalisa rangkaian penguat op-amp non inverting, caranya sama seperti menganalisa
rangkaian inverting.
Gambar 2.12 Penguat Non-Inverter
Dengan menggunakan analisa konsep bumi semu:
vin = v+21 R
V
R
V outin …………………………………………………… ...……(2.7)
v+ v- =vin21 R
V
R
V outin ………………………………………………….... ……(2.8)
Dari sini ketahui arus pada hambatan R2 dan arus pada hambatan R1 adalah
iR1=vin/R121 R
V
R
V outin ……………………………………………………...…(2.9)
iout=(voutvin)/R221 R
V
R
V outin …………………………………………….…(2.10)
Hukum kirchkof pada titik input inverting merupakan fakta yang mengatakan bahwa :
iout+i()=iR121 R
V
R
V outin …………………………………………………..…(2.11)
Jika penguatan G adalah perbandingan tegangan keluaran terhadap tegangan masukan, maka
didapat penguatan op-amp non-inverting :
2.8.3 Penguat Diferensial
Penguat ini mampu memperkuat sinyal kecil yang berada dalam sinyal yang jauh lebih
besar. Keluaran dari penguat ini sebanding dengan perbedaan tegangan kedua masukannya.
Rangkaian penguat ini digambarkan dan dirumuskan sebagai berikut :
2.13 Rangkain Pengut Differential
2.8.3 Pengikut Tegangan
Pengikut tegangan biasanya didefinisikan sebagai rangkaian dengan penguatan satu.
Diantara masukan dan keluaran terdapat isolasi impedansi. Keluaran dari op amp terhubung pada
masukan inverting dan tegangan masukan dihubungkan pada masukan non inverting. Hambatan
umpan balik sama dengan nol sehingga besarnya penguatan adalah
11
01
inin
f
RR
RA
Dengan masukan non inverting, rangkaian ini memiliki impedansi masukan yang amat tinggi
serta impedansi keluaran yang amat rendah. Keuntungan ini menjadi sangat ideal untuk
penyangga.
Gambar 2.14 Gambar Penyangga Positif
Penyangga negative sering diperlukan dalam pemakaian khusus. Rangkaian penyangga
fase terbalik ditunjukan pada Gambar xxx. Karena Rin sama dengan Rf maka rumus penguatan
sebagai berikut:
11
01
inin
f
RR
RA
Kelemahan dari rangkaian ini adalah amat berkurangnya impedansi masukan.
Gambar 2.15 Gambar Penyangga Negatif
2.8.4 Buffer
Rangkaian buffer adalah rangkaian yang inputnya sama dengan hasil outputnya. Dalam
hal ini seperti rangkaian common colektor yaitu berpenguatan ( = 1). Rangkaiannya seperti pada
gambar berikut ini. Nilai R yang terpasang gunanya untuk membatasi arus yang di keluarkan.
Besar nilainya tergantung dari indikasi dari komponennya, biasanya tidak dipasang alias arus
dimaksimalkan sesuai dengan kemampuan op-ampnya.
Vo
1R
R f Vxy
Gambar 2.16 Pengurangan 3 Op Amp dengan Buffer
2.9 Selenoid
Solenoid adalah alat yang digunakan untuk mengubah sinyal listrik atau arus listrik
menjadi gerakan mekanis linier. Solenoid disusun dari kumparan dengan inti besi yang dapat
bergerak. Apabila kumparan diberi tenaga, inti atau jangkar akan ditarik ke dalam kumparan .
besarnya gaya tarikan atau dorongan yang dihasilkan, ditentukan dengan jumlah lilitan kawat
dan besar arus yang mengalir melalui kumparan.
Gambar 2.17 Selenoid
2.9 Dasar Teori Software
2.9.1 CodeVision AVR
Penggunaan mikrokontroler sekarang ini telah umum. Mulai dari penggunaan untuk
kontrol sederhana sampai kontrol yang cukup kompleks, mikrokontroler dapat berfungsi jika
telah diisi sebuah program, pengisian program ini dapat dilakukan menggunakan compiler yang
selanjutnya didownload ke dalam mikrokontroler menggunakan downloader. Salah satu
compiler program yang umum digunakan sekarang ini adalah CodeVision AVR yang
menggunakan bahasa pemrograman C.
CodeVision AVR mempunyai suatu keunggulan dari compiler lain, yaitu adanya
codewizard, fasilitas ini memudahkan kita dalam inisialisasi mikrokontroler yang akan kita
gunakan, codevision telah menyediakan konfigurasi yang bisa diatur pada masing-masing chip
mikrokontroler yang akan kita gunakan, sehingga kita tidak perlu melihat datasheet untuk
sekedar mengonfigurasi mikrokontroler.
Gambar 2.18 CodeVision AVR
top related