bab ii kajian pustaka 2.1. signalling theory
Post on 15-Oct-2021
1 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Signalling Theory
Signalling theory atau teori sinyal menjelaskan mengapa perusahaan
mempunyai dorongan untuk memberikan informasi laporan keuangan pada pihak
eksternal. Dorongan perusahaan untuk memberikan informasi karena terdapat
asimetri informasi antara perusahaan dan pihak luar karena perusahaan mengetahui
lebih banyak mengenai perusahaan dan prospek yang akan datang daripada pihak
luar (investor, kreditor). Salah satu cara untuk mengurangi informasi asimetri
adalah dengan memberikan sinyal pada pihak luar, salah satunya berupa informasi
keuangan yang dapat dipercaya dan akan mengurangi ketidakpastian mengenai
prospek perusahaan yang akan datang.
Menurut Brigham dan Houston (2001) isyarat atau sinyal adalah suatu
tindakan yang diambil manajemen perusahaan yang memberi petunjuk bagi
investor tentang bagaimana manajemen memandang prospek perusahaan.
Selanjutnya perusahaan dengan prospek yang menguntungkan akan mencoba
menghindari penjualan saham dan mengusahakan modal baru dengan cara-cara lain
seperti dengan menggunakan utang. Perusahaan dengan prospek yang kurang
menguntungkan akan cenderung untuk menjual sahamnya. Teori sinyal
menjelaskan mengapa manajer suatu entitas mempunyai insentif secara sukarela
(voluntary) melaporkan informasi-informasi kepada pasar modal walaupun tidak
ada ketentuan yang mengharuskan.
Teori sinyal mengemukakan tentang pentingnya informasi yang dikeluarkan
oleh perusahaan terhadap keputusan investasi. Informasi merupakan unsur penting
bagi investor dan pelaku bisnis karena informasi menyajikan keterangan catatan
dan gambaran masa lalu, saat ini maupun masa yang akan datang bagi perusahaan
dan pasar modal. Informasi yang lengkap dan relevan serta akurat dan tepat waktu
diperlukan investor pasar modal sebagai alat untuk menganalisis sebelum
mengambil keputusan untuk berinvetasi. Informasi yang dipublikasikan sebagai
suatu pengumuman akan memberikan sinyal bagi investor dalam pengambilan
keputusan investasi. Jika pengumuman tersebut mengandung nilai positif maka
diharapkan pasar akan bereaksi pada waktu pengumuman diterima oleh pasar. Pada
saat informasi diumumkan dan pelaku pasar sudah menerima informasi tersebut,
pelaku pasar terlebih dahulu mengiterprestasikan dan menganalisa informasi
tersebut sebagai sinyal baik ataupun sinyal buruk. Jika pengumuman yang
diumumkan sebagai sinyal baik bagi investor maka akan terjadi perubahan volume
dalam perdagangan saham (Jogiyanto, 2013:392).
Salah satu jenis informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan yang dapat
menjadi signal bagi pihak di luar perusahaan, terutama bagi pihak investor adalah
laporan tahunan. Informasi yang diungkapkan dalam laporan tahunan dapat berupa
informasi akuntansi yaitu informasi yang berkaitan dengan laporan keuangan dan
informasi non-akuntansi yaitu informasi yang tidak berkaitan dengan laporan
keuangan. Laporan tahunan hendaknya memuat informasi yang relevan dan
mengungkapkan informasi yang dianggap penting untuk diketahui oleh pengguna
laporan baik pihak dalam maupun pihak luar.
2.2. Teori Penilaian Saham
Terdapat dua pendekatan yang digunakan investor untuk menganalisis dan
menilai harga satuan saham, yaitu analisis teknikal dan analisis fundamental.
Analisis teknikal lebih menekankan pada pola penggerakan harga berdasarkan data
pasar masa lalu, sedangkan analisis fundamental menekankan analisisnya pada
variabel ekonomi, industri dan perusahaan (Gitman, 2010:273).
2.2.1 Analisis Teknikal
Analisis ini beranggapan bahwa harga suatu saham akan ditentukan oleh
permintaan dan penawaran terhadap harga tersebut, sehingga asumsi yang
mendasari analisis teknikal, antara lain (Tandelilin, 2010:248):
1) Nilai pasar barang dan jasa ditentukan oleh interaksi permintaan dan
penawaran.
2) Interaksi permintaan dan penawaran ditentukan oleh berbagai faktor, baik
faktor rasional maupun faktor yang tidak rasional. Faktor-faktor tersebut
meliputi berbagai variabel makroekonomi dan variabel fundamental serta
faktor seperti opini yang beredar, mood investor dan ramalan-ramalan
investor.
3) Harga-harga sekuritas secara individu dan nilai pasar secara keseluruhan
cenderung bergerak mengikuti suatu tren selama jangka waktu yang relatif
panjang.
4) Tren perubahan harga dan nilai pasar dapat berubah karena perubahan
permintaan dan penawaran. Hubungan-hubungan tersebut akan dideteksi
dengan melihat diagram reaksi pasar yang terjadi.
Analisis teknikal secara umum memfokuskan perhatian pada chart dari harga
pasar sekuritas. Dow theory menyatakan bahwa pergerakan harga saham dibedakan
menjadi tiga komponen, yaitu fluktuasi harian, pergerakan secara bulanan dan
primary trend.
2.2.2 Analisis Fundamental
Analisis fundamental merupakan analisis mengenai ekonomi, industri dan
kondisi perusahaan untuk memperhitungkan nilai dari saham perusahaan. Analisis
fundamental mencoba memperkirakan harga saham dimasa yang akan datang
dengan mengestimasi nilai faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi harga
saham dimasa yang akan datang dan menerapkan hubungan variabel-variabel
sehingga diperoleh taksiran harga saham (Husnan, 2010:315).
Menurut Tandelilin (2010:338), analisis fundamental dapat dilakukan secara
top down approach melalui tiga tahapan, yaitu:
1) Analisis Ekonomi
Analisis ekonomi bertujuan untuk mengetahui jenis prospek bisnis
suatu perusahaan. Analisis ekonomi merupakan analisis terhadap faktor-
faktor eksternal dan bersifat makro berupa peristiwa-peristiwa yang terjadi
di luar perusahaan dan mempengaruhi semua perusahaan, sehingga tidak
dapat dikendalikan oleh perusahaan. Analisis kondisi ekonomi merupakan
langkah awal yang penting sebelum melakukan investasi karena pergerakan
arah ekonomi mempengaruhi pergerakan pasar modal yang berguna bagi
pengembangan keputusan para investor. Para investor menjadikan kondisi
ekonomi yang stabil sebagai kabar baik sehingga berpengaruh positif bagi
pasar modal.
Lingkungan ekonomi makro adalah lingkungan yang mempengaruhi
operasi perusahaan sehari-hari. Kemampuan investor dalam memahami dan
meramalkan kondisi makro dimasa yang akan datang akan sangat berguna
dalam membuat keputusan investasi yang menguntungkan sehingga harus
memperhatikan beberapa indikator makroekonomi yang bisa membantu
mereka dalam memahami dan meramalkan kondisi ekonomi makro
(Tandelilin, 2010:342).
a) Produk Domestik Bruto
Produk Domestik Bruto (PDB) adalah ukuran produksi barang dan jasa
total suatu negara. Pertumbuhan PDB yang cepat merupakan indikasi
terjadinya pertumbuhan ekonomi. Jika pertumbuhan ekonomi membaik,
maka daya beli masyarakat akan meningkatkan dan ini merupakan
kesempatan bagi perusahaan-perusahaan untuk meningkatkan
penjualannya. Dengan meningkatnya penjualan perusahaan maka
kesempatan perusahaan memperoleh keuntungan juga akan semakin
meningkat (Tandelilin, 2010:342).
b) Inflasi
Inflasi adalah kondisi di mana tingkat harga umum meningkat.
Tingginya tingkat inflasi sering dikaitkan dengan ekonomi yang tidak
efisien, yaitu ekonomi dimana permintaan barang dan jasa melebihi
kapasitas produktif, yang mengarah ke atas tekanan pada harga (Bodie
et al, 2010). Inflasi yang tinggi tingkatnya tidak akan menggalakkan
perkembangan ekonomi. Biaya yang terus menerus naik menyebabkan
kegiatan produktif sangat tidak menguntungkan. Maka pemilik modal
biasanya lebih suka menggunakan uangnya untuk tujuan spekulasi.
Antara lain tujuan ini dicapai dengan membeli harta-harta tetap seperti
tanah, rumah dan bangunan. Oleh karena pengusaha lebih suka
menjalankan kegiatan investasi yang bersifat seperti ini, investasi
produktif akan berkurang dan tingkat kegiatan ekonomi akan menurun.
Sebagai akibatnya akan lebih banyak pengangguran. Kenaikan harga-
harga menimbulkan efek yang buruk pula ke perdagangan. Kenaikan
harga menyebabkan barang-barang negara itu tidak dapat bersaing di
pasar internasional, maka ekspor akan menurun. Sebaliknya, harga-
harga produksi dalam negeri akan semakin tinggi sebagai akibat dari
inflasi menyebabkan barang-barang impor menjadi relatif murah, maka
lebih banyak impor dilakukan. Ekspor yang menurun dan diikuti pula
oleh impor yang bertambah menyebabkan ketidakseimbangan dalam
aliran mata uang asing. Kedudukan neraca pembayaran akan memburuk
(Sukirno, 2010:39).
Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi,
kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada (atau mengakibatkan
kenaikan) sebagian besar dari harga barang-barang lain. Syarat adanya
kecenderungan menaik yang terus-menerus perlu diingat. Kenaikan
harga-harga karena misalnya musiman, menjelang hari-hari besar, atau
yang terjadi sekali saja (dan tidak mempunyai pengaruh lanjutan) tidak
disebut inflasi. Kenaikan harga semacam ini tidak dianggap sebagai
masalah atau “penyakit” ekonomi dan tidak memerlukan kebijaksanaan
khusus untuk menanggulanginya. Jika melihat skala penilaian inflasi,
banyak pihak (khususnya investor dan pihak manajemen perusahaan)
menginginkan berada dalam kategori jenis inflasi ringan. Hal yang
ditakuti adalah berada dalam hiperinflasi. Hal ini disebabkan karena
dalam keadaan hiperinflasi banyak rencana yang tidak bisa dijalankan,
bahkan kebijakan pengubahan dan pengalihan keputusan asset harus
dilakukan. Dalam kejadian hiperinflasi, dengan kenaikan harga sebesar
100% atau lebih dalam satu tahun, ada kecenderungan orang-orang akan
lebih menyukai aset keras daripada aset keuangan (Fahmi, 2012:69).
Teori permintaan uang yang dikembangkan atas dasar pemikiran aliran
klasik atau lebih dikenal dengan Teori Kuantitas Uang. Teori ini
berpandangan bahwa terdapat hubungan langsung antara pertumbuhan
jumlah uang beredar dengan kenaikan harga-harga umum (inflasi) dan
pertumbuhan jumlah uang beredar merupakan penyebab utama inflasi.
c) Suku Bunga
Tingkat bunga yang tinggi merupakan sinyal negatif terhadap harga
saham. Tingkat suku bunga yang meningkat akan meningkatkan suku
bunga yang diisyaratkan atas investasi pada suatu saham. Di samping
itu, tingkat suku bunga yang meningkat bisa juga menyebabkan investor
menarik investasinya pada saham dan memindahkannya pada investasi
berupa tabungan ataupun deposito (Kewal, 2012:58). Tingkat bunga
yang terlalu tinggi akan mempengaruhi nilai sekarang (present value)
aliran kas perusahaan sehingga kesempatan-kesempatan investasi yang
ada tidak akan menarik lagi. Tingkat bunga yang tinggi juga akan
meningkatkan biaya modal yang harus ditanggung perusahaan.
Disamping itu tingkat bunga yang tinggi juga akan menyebabkan return
yang disyaratkan investor dari suatu investasi akan meningkat.
d) Kurs Valuta Asing
Kurs valuta asing dapat juga didefinisikan sebagai jumlah uang
domestik yang dibutuhkan, yaitu banyaknya rupiah yang dibutuhkan
untuk memperoleh satu unit mata uang asing. Kurs valuta di antara dua
negara seringkali berbeda diantara suatu masa dengan masa yang
lainnya (Sukirno 2010:397).
e) Defisit Anggaran
Defisit Anggaran akan mendorong konsumsi dan investasi pemerintah
sehingga dapat meningkatkan permintaan terhadap produk perusahaan.
Akan tetapi defisit anggaran di sisi lain justru akan meningkatkan
jumlah uang beredar dan akibatnya akan mendorong inflasi. Anggaran
yang defisit merupakan sinyal positif bagi ekonomi yang sedang
mengalami resesi, tetapi merupakan sinyal yang negatif bagi ekonomi
yang mengalami inflasi (Tandelilin, 2010:344).
f) Sentimen
Konsumen dan produsen optimis atau pesimis mengenai ekonomi
merupakan faktor penentu pentingnya dari kinerja ekonomi. Jika
konsumen memiliki kepercayaan terhadap tingkat pendapatan masa
depan mereka, misalnya mereka akan bersedia untuk menghabiskan
pendapatannya. Demikian pula, bisnis akan meningkatkan produksi dan
persediaan untuk mengantisipasi permintaan yang lebih tinggi untuk
produk mereka. Dengan cara ini, keyakinan mempengaruhi berapa
banyak konsumsi dan investasi akan di produksi dan mempengaruhi
permintaan agregat terhadap barang dan jasa (Bodie et al, 2010:545).
2) Analisis Industri
Analisi industri diperlukan untuk mengetahui kelemahan dan kekuatan
jenis industri perusahaan yang bersangkutan. Hal-hal penting yang perlu
dipertimbangkan pemodal dan analis saham misalnya seperti penjualan dan
laba perusahaan, sikap dan kebijakan pemerintah terhadap industri, kondisi
persaingan dan harga saham perusahaan sejenis.
3) Analisis Perusahaan
Analisis perusahaan digunakan untuk mengetahui kinerja perusahaan.
Para penanam modal memerlukan informasi tentang perusahaan yang
relevan sebagai dasar pembuatan kepuusan investasi. Informasi tersebut
baik informasi internal dan eksternal perusahaan. Informasi tersebut antara
lain tentang informasi laporan keuangan periode tertentu. Rasio keuangan
dan resiko yang dapat digunakan antara lain:
a) Rasio likuiditas
Rasio likuiditas adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan
memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Ada 2 macam rasio likuiditas
yaitu dengan menggunakan rasio lancar (current ratio) dan quick ratio.
b) Rasio solvabilitas
Rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam
memenuhi kewajiban jangka panjang. Rasio solvabilitas dapat
menggunakan debt ratio, debt to equity ratio (DER) dan ratio time
interest earned (TIE ratio).
c) Rasio aktivitas
Rasio aktivitas adalah rasio untuk melihat tingkat aktivitas tertentu
dalam kegiatan tertentu. Terdapat beberapa macam rasio aktivitas
diantaranya yaitu rasio rata-rata umur piutang, rasio rata-rata umur
persediaan, rasio perputaran aktiva tetap dan rasio perputaran total
aktiva.
d) Rasio profitabilitas
Rasio profitabilitas adalah rasio yang digunakan untuk mengukur
kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan
(profitabilitas) pada tingkat penjualan aset dan modal saham tertentu.
Rasio profitabilitas biasa disebut juga sebagai Rasio Rentabilitas. Dalam
penelitian ini menggunakan rasio profitabilitas yang diproksikan dengan
Return on Assets (ROA). Istilah lain dari Return on Assets (ROA) adalah
Return On Investment (ROI). Gitman (2003: 65) menyatakan bahwa
“Return on Total Assets (ROA) measures the overall effectiveness of
management in generating profit with its available assets; also called
the return on investment (ROI)”. Berdasarkan definisi tersebut bahwa
return on total assets istilah lain dari return on investment yang
mengukur tingkat efektivitas manajemen dalam menghasilkan laba
dengan pemanfaatan dari aktiva yang dimiliki perusahaan. Sedangkan
menurut Tandelilin (2010:40) return on assets menggambarkan sejauh
mana kemampuan aset-aset yang dimiliki perusahaan bisa
menghasilkan laba. Return on total assets menunjukkan seberapa
banyak laba bersih yang bisa diperoleh dari seluruh kekayaan yang
dimiliki perusahaan, karena itu dipergunakan angka laba setelah pajak
dan (rata-rata) kekayaan perusahaan. Rasio return on assets dinyatakan
sebagai berikut:
𝑅𝑒𝑡𝑢𝑟𝑛 𝑂𝑛 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠 = Laba bersih setelah pajak
Total aktiva x 100 %................(1)
e) Rasio pasar
Rasio yang mengukur harga pasar relatif terhadap nilai buku. Ada
beberapa rasio pasar diantaranya yaitu, earning per share (EPS), price
earning ratio (PE ratio), dividen payout ratio (DPR), book value per
share (BVS ratio),price to book ratio (PBV ratio).
2.3 Konsep Risk-Return Tradeoff
Konsep tersebut menjadi tulang punggung teori investasi dan juga teori
keuangan. Karena itu Markowitz dikenal sebagai bapak teori portofolio. Dan karena
jasanya, Ia memperoleh hadiah Nobel bidang ekonomi pada tahun 1990. Secara
definisi konsep risk-return tradeoff merupakan hubungan antara risiko dan return
yang biasanya dipegang, dalam mana seseorang akan menerima risiko yang lebih
besar bila ingin memperoleh return yang lebih besar. Dalam hal ini, seorang
investor harus memutuskan antara keinginan untuk menerima risiko rendah dan
return tinggi, karena level yang rendah dari ketidakpastian (risiko) dihubungkan
dengan return potensial yang rendah, sementara level yang tinggi dari
ketidakpastian dihubungkan dengan return potensial yang tinggi. Dengan kata lain,
secara prinsip return potensial meningkat dengan meningkatnya risiko. Bila dua
alternatif investasi memberikan imbalan yang sama, maka kebanyakan individu
akan memilih investasi yang risikonya lebih rendah.
Bila dipandang dari sisi preferensi investor, Risk averse investors akan
mensyaratkan tingkat imbalan yang diharapkan (expected rates of return) yang
lebih tinggi sebagai kompensasi terhadap pengambilan level risiko yang lebih
tinggi. Suatu kesalahan konsepsi yang umum terjadi mengenai Risk-return tradeoff
adalah bahwa risiko yang lebih tinggi sama dengan return yang lebih besar. Konsep
Risk-return tradeoff mengatakan kepada kita bahwa risiko yang lebih tinggi
memberi kita kemungkinan return yang lebih besar. Tidak ada garansi bahwa hal
tersebut pasti terjadi, konsep ini hanya bermaksud untuk menyatakan bahwa return
potensial yang lebih tinggi, berarti kerugian potensial juga lebih tinggi.
Kebanyakan investor mempertimbangkan konsep ini sebelum melakukan investasi
mereka. Seorang investor yang mencari return lebih tinggi secara umum akan
memberanikan diri investasi di pasar modal, sementara investor yang mencari
kestabilan dan kepastian return akan memilih investasi pada sekuritas
berpendapatan tetap.
2.3.1 Risiko Sistematis
Investor selalu menghadapi dua masalah dalam berinvestasi yaitu return dan
risiko mempunyai dua komponen yang tidak dapat dihindari dari investasi. Return
dan risiko mempunyai hubungan yang positif (Jogiyanto, 2013). Semakin tinggi
risiko, maka semakin tinggi pula expected returnnya, begitu pula sebaliknya. Oleh
sebab itu dalam membuat investasi, investor akan selalu mencari portofolio
optimum yang menawarkan expected return maksimal pada tingkat risiko tertentu
dengan risiko yang maksimum..
Risiko sering kali disinonimkan dengan ketidakpastian karena risiko sering
mengacu pada adanya variasi nilai antara yang diperkirakan dengan nilai yang
diobservasi. Risiko dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu:
1. Risiko sistematis (Systematic Risk)
Adalah risiko selalu ada dan tidak bisa dihilangkan dengan diversifikasi.
Systematic Risk sering disebut dengan market risk karena fluktuasi risiko ini
disebabkan oleh karena faktor kondisi perekonomian, kebijakan pajak dan
kondisi sosial politik.
2. Risiko tidak sistematis (Unsystematic Risk)
Adalah risiko yang dapat dihilangkan dengan diversifikasi. Unsystematic
Risk dapat dihindari dengan cara melakukan diversifikasi atas portofolio
yang dimiliki oleh investor.
Risiko sistematis dan risiko tidak sistematis dijumlahkan disebut sebagai risiko
total dan menjadi dasar pertimbangan manajer investasi dalam mengambil
keputusan investasi. Risiko tidak sistematis (Unsystematic Risk) adalah risiko yang
dapat dihilangkan dengan diversifikasi. Unsystematic Risk dapat dihindari dengan
cara melakukan diversifikasi atas portofolio yang dimiliki oleh investor. Berbeda
dengan risiko tidak sistematis, risiko sistematis sulit dihindari karena risiko ini
sangat berkaitan dengan risiko pasar secara umum yang berdampak pada hampir
semua perusahaan. Meskipun demikian risiko pasar yang sangat dipengaruhi
karakteristik pasar ini sangat sensitif terhadap faktor fundamental perusahaan.
Dapat digambarkan apabila di suatu negara terjadi pertumbuhan ekonomi sehingga
menyebabkan peningkatan penjualan terhadap masing-masing perusahaan yang
mana pengaruh terhadap tiap-tiap perusahaan berbeda tergantung fundamentalnya
sehingga akan mempengaruhi tinggi rendahnya risiko sistematik perusahaan
tersebut.
2.3.1.1 Jenis Risiko
Adapun beberapa jenis risiko sistematis dilihat dari sumber penyebabnya
yang dapat digolongkan menjadi 8 jenis risiko sistematis menurut Mamduh (2010)
dapat digolongkan menjadi:
1) Risiko suku bunga merupakan variabilitas pendapatan saham yang
disebabkan karena adanya perubahan tingkat suku bunga. Risiko suku
bunga cenderung naik turun secara bersamaan yang berpengaruh terhadap
nilai aktiva secara umum. Harga saham akan bergerak berlawanan dengan
perubahan suku bunga.
2) Risiko pasar merupakan variabilitas pendapatan saham yang disebabkan
fluktuasi kondisi pasar secara keseluruhan meliputi resesi, perang,
perubahan struktur ekonomi, dan perubahan preferensi konsumen.
3) Risiko inflasi merupakan faktor yang mempengaruhi daya beli atau
kemungkinan menurunnya daya beli dana yang diinvestasikan. Risiko ini
berhubungan dengan risiko suku bunga karena kenaikan suku bunga
menyebabkan kenaikan inflasi.
4) Risiko bisnis adalah risiko dalam menjalankan bisnis pada suatu industri
atau lingkungan industri.
5) Risiko keuangan adalah risiko yang timbul karena pemakaian hutang oleh
perusahaan. Semakin besar hutang semakin besar pula risiko.
6) Risiko likuiditas adalah risiko yang berhubungan dengan pasar sekunder
dimana saham diperdagangkan. Semakin mudah atau cepat saham
diperjualbelikan semakin kecil risiko likuiditasnya.
7) Risiko nilai tukar adalah variabilitas pendapatan saham yang disebabkan
karena fluktuasi nilai tukar.
8) Risiko negara merupakan variabilitas pendapatan saham yang disebabkan
perubahan situasi politik suatu negara.
2.3.1.2 Menghitung Risiko
Menurut Jogiyanto (2013:344) beta merupakan pengukur risiko sistematik dari
suatu sekuritas relatif terhadap risiko pasar. Beta suatu sekuritas dapat dihitung
dengan teknik estimasi yang menggunakan data historis. Beta yang dihitung
berdasarkan historis ini selanjutnya dapat digunakan untuk mengestimasikan beta
masa datang. Jogiyanto (2013:357) menyatakan beta digunakan di model CAPM
untuk menghitung return ekspektasi. Beta merupakan suatu pengukur volatilitas
(volatility) return suatu sekuritas terhadap return pasar. Beta sekuritas ke-i
mengukur volatilitas return sekuritas ke-i dengan return pasar. Dengan demikian
beta merupakan pengukur risiko sistematik (systematic risk) dari suatu sekuritas
relatif terhadap risiko pasar. Volatilitas dapat didefinisikan sebagai fluktuasi dari
return-return suatu sekuritas dalam suatu periode waktu tertentu. Jika fluktuasi
return sekuritas secara statistik mengikuti fluktuasi dari return-return pasar, maka
beta dari sekuritas tersebut dikatakan bernilai 1 (satu). Karena fluktuasi juga
sebagai pengukur dari risiko (ingat bahwa varian return sebagai pengukur risiko
merupakan pengukur fluktuasi dari return-return terhadap return ekspektasinya),
maka beta bernilai 1 menunjukkan bahwa risiko sistematik suatu sekuritas sama
dengan risiko pasar
Dengan demikian, beta pasar menjadi patokan suatu risiko saham. Besarnya
suatu risiko sistematik (beta) suatu saham dapat dikemukakan dengan patokan
sebagai berikut :
βi < 1 : berarti di bawah rata-rata dari risiko pasar;
βi = 1 : berarti sama dengan risiko pasar;
βi > 1 : berarti di atas rata-rata dari risiko pasar
Bila suatu sekuritas dapat dihitung dengan teknik estimasi yang menggunakan
data historis. Beta yang dihitung berdasarkan data historis ini selanjutnya dapat
digunakan untuk mengestimasi beta masa datang. Beta historis dapat dihitung
dengan menggunakan data historis berupa data pasar (return-return sekuritas dan
return pasar), data akuntansi (laba-laba perusahaan dan laba indeks pasar) atau data
fundamental (menggunakan variabel-variabel fundamental). Beta yang dihitung
dengan data pasar disebut dengan beta pasar. Beta yang dihitung dengan data
akuntansi disebut dengan beta akuntansi dan beta yang dihitung dengan data
fundamental disebut dengan beta fundamental.
2.3.2 Return Saham
Menurut Mishkin dan Eakins (2009:259). “Investor can earn a return from stock
in one of two ways. Either the price of the stock rises over time or the firm pays the
stockholder devidends”. Ketika orang membeli aset finansial, keuntungan atau
kerugian dari investasi ini disebut return atas investasi. Total return atas investasi
umumnya mempunyai dua komponen. Pertama, tunai apapun yang diterima ketika
mempunyai investasi. Untuk saham, pembayaran tunai dari perusahaan kepada
pemegang saham adalah deviden. Kedua, nilai aset yang dibeli mungkin berubah,
yang berarti ada capital gain atau capital loss. Untuk saham, harganya bisa
mengalami peningkatan sehingga pemegangnya dikatakan memperoleh capital
gain atau juga bisa mengalami penurunan yang disebut capital loss (Tandelilin.
2010:26).
Menurut Jogiyanto (2013: 205) return dibagi menjadi dua macam, yaitu:
1. Return realisasi (realized return)
Return realisasi (realized return) merupakan return yang telah terjadi.
Return realisasi dihitung dengan menggunakan data historis. Return
realisasi penting karena digunakan sebagai salah satu pengukur kinerja dari
perusahaan. Return realisasi atau return historis ini juga berguna sebagai
dasar penentuan return ekspektasi (expected return) dan risiko dimasa
datang.
2. Return ekspektasi (expected return)
Return ekspektasi (expected return) adalah return yang diharapkan akan
diperoleh investor dimasa mendatang. Berbeda dengan return realisasi yang
sifatnya sudah terjadi, return ekspektasi sifatnya belum terjadi.
2.4 Hubungan Inflasi terhadap Return Saham
Tingkat inflasi yang tinggi dapat merugikan perekonomian secara keseluruhan,
banyak perusahaan akan mengalami kebangkrutan. Inflasi yang tinggi dapat
menurunkan harga saham di pasar, sedangkan tingkat inflasi yang sangat rendah
akan mengakibatkan pertumbuhan ekonomi bergerak lamban, sehingga pergerakan
harga saham juga sangat lamban. Suatu pekerjaan yang sulit untuk menciptakan
tingkat inflasi yang mampu mendorong pergerakan usaha, sehingga perusahaan
akan mampu memperoleh keuntungan yang maksimal dan harga saham dapat
bergerak normal. Menurut teori kuantitas harga barang berbanding lurus dengan
jumlah uang yang beredar. Teori ini menyatakan bahwa terjadinya inflasi
disebabkan oleh satu faktor yaitu kenaikan uang yang beredar. Inflasi akan
cenderung meningkatkan biaya produksi dari perusahaan. Artinya, margin
keuntungan dari perusahaan menjadi lebih rendah dan dampak lebih lanjut
menjadikan harga sahamnya di bursa efek menjadi menurun. Tingginya inflasi akan
mengurangi nilai keuntungan dan juga mengurangi daya beli modal investasinya.
Dengan demikian jika angka inflasi naik, maka harga saham akan menurun. Hal ini
akan diikuti oleh penurunan return saham (Tatik, 2013).
Hubungan mengenai Inflasi dan Return Saham dalam penelitian yang dilakukan
oleh Kuwornu (2012), Kudryavtsev (2014), Adusei (2014) menyatakan bahwa
inflasi berpengaruh negatif terhadap return saham. Hasil penelitian tersebut
berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Oshaibat menyatakan bahwa
inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham. Sementara
penelitian yang dilakukan oleh Purnomo dan Widyawati (2013), Mahilo dan
Parengkuan (2013) dan Komariah dkk (2011) mendapatkan hasil bahwa inflasi
tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham.
2.5 Hubungan Risiko Sistematis Terhadap Return Saham
Konsep risk-return tradeoff merupakan hubungan antara risiko dan return
yang biasanya dipegang, dimana seseorang akan menerima risiko yang lebih besar
bila ingin memperoleh return yang lebih besar. Risiko merupakan faktor utama
yang menentukan besar kecilnya nilai pengembalian. Return biasanya berbanding
lurus dengan risiko, yaitu semakin tinggi tingkat risiko yang dihadapi maka
semakin tinggi return dari investasi tersebut, demikian sebaliknya. Oleh karena
itu, sebelum investasi dilakukan, perlu pemahaman yang cukup atas investasi,
sehingga risiko yang mungkin timbul di masa yang akan datang dapat diantisipasi,
dan tingkat return dapat dioptimalkan (Nugroho dan Triyonowati, 2013).
Hubungan risiko sistematis terhadap return saham dalam penelitian yang
dilakukan oleh Chen (2013) menyatakan bahwa risiko sistematis memiliki
pengaruh yang positif dan signifikan terhadap return saham, semakin tinggi risiko
maka akan meningkatkan return saham yang akan diterima.
2.6 Hubungan Profitabilitas Terhadap Return Saham
Rasio Keuangan yang digunakan pada penelitian ini adalah rasio profitabilitas
yang diproksikan dengan Return on Asset (ROA). Return on Asset (ROA)
mengukur kemampuan mengasilkan laba dari total aktiva yang digunakan
(Wiagustini, 2010:81). Semakin besar ROA maka menunjukkan kinerja
perusahaan yang semakin baik karena tingkat kembalian (return) semakin besar.
Rasio ini merupakan rasio terpenting diantara rasio profitabilitas yang lainnya
Prastowo (2005:91).
Hubungan profitabilitas terhadap return saham dalam penelitian yang
dilakukan oleh Gunadi dan Kesuma (2015), Widyastuti (2007) menyatakan ROA
berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham yang mengindikasikan
semakin tinggi profitabilitas suatu perusahaan maka return yang dihasilkan
meningkat.
2.7 Hubungan Inflasi Terhadap Risiko Sistematis
Inflasi merupakan kenaikan harga-harga secara umum dan terus menerus
untuk periode waktu tertentu. Inflasi adalah variabel makroekonomi yang dapat
sekaligus menguntungkan dan merugikan suatu perusahaan. Pada dasarnya inflasi
tinggi tidak disukai oleh pelaku pasar modal karena akan meningkatkan biaya
produksi berdampak buruk pada harga produk yang dijual dan pendapatan. Namun
disisi lain inflasi juga akan meningkatkan harga jual produk perusahaan tersebut.
Jika margin pendapatan lebih tinggi daripada margin biaya maka perusahaan akan
memperoleh keuntungan dari inflasi tetapi hal sebaliknya yang lebih sering terjadi.
Menurunnya kinerja perusahaan karena dampak inflasi akan dirasakan oleh seluruh
perusahaan yang ada dalam industri. Kondisi ini akan berpengaruh pada kinerja
pasar modal, karena banyak perusahaan tidak dapat beroperasi secara maksimal,
akibatnya pasar modal menghadapi ketidakpastian yang tinggi
Hubungan antara inflasi dan risiko sistematis terdapat dalam penelitian yang
dilakukan oleh Suparno (2013) mendapatkan hasil bahwa inflasi berpengaruh
positif signifikan terhadap Risiko Sistematis yang mengindikasikan semakin tinggi
tingkat inflasi maka investor akan mengahadapi ketidakpastian yang tinggi.
2.8 Hubungan Inflasi Terhadap Profitabilitas
Inflasi adalah kondisi di mana tingkat harga umum meningkat. Tingginya
tingkat inflasi sering dikaitkan dengan ekonomi yang tidak efisien, yaitu ekonomi
dimana permintaan barang dan jasa melebihi kapasitas produktif, yang mengarah
ke atas tekanan pada harga (Bodie et al, 2010).
Inflasi yang tinggi akan mengakibatkan daya beli masyarakat menurun dan
kenaikan tingkat bunga. Besar kecilnya laju inflasi akan mempengaruhi suku
bunga dan kinerja keuangan perusahaan khususnya dari sisi profitabilitas. Inflasi
yang terlalu tinggi akan menurunkan profitabilitas yang diperoleh oleh perusahaan
begitu juga sebaliknya.
Hubungan inflasi terhadap profitabilitas terdapat dalam penelitian yang
dilakukan oleh Kalengkongan (2013), Malik et al. (2015), Vejzagic dan Zarafat
(2014), Lee (2014) menyatakan inflasi memiliki pengaruh yang negatif dan
signifikan terhadap ROA karena inflasi yang tinggi akan menurunkan profitabilitas
perusahaan.
top related