bab ii kajian teorirepository.upi.edu/35126/3/d_bk_1502982_chapter2.pdf · kajian teori menggunakan...
Post on 24-Dec-2019
8 Views
Preview:
TRANSCRIPT
13 Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
BAB II
KAJIAN TEORI
Bab ini memaparkan konsep dasar konseling kekuatan diri untuk
mengembangkan harapan sukses akademik pada mahasiswa. Pembahasan
meliputi konsep harapan dan konsep Strength Based Counseling. Paparan
mengenai konsep harapan menggunakan perspektif teori dari CR Snyder
sementara itu kajian mengenai konsep Konseling Kekuatan Diri (Strength Based
Counseling) menggunakan teori yang dikembangkan oleh Elsie J Smith. Paparan
kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat
ini berkembang dan terkait dengan kekuatan karakter pada diri individu
(character strength). Urutan kajian pada bab II ini meliputi kajian mengenai
sejarah dan definisi harapan, kajian filosofi dan urgensi, dinamika dan konsep
asesmen harapan, konsep psikologis terkait harapan, dan pendekatan yang
digunakan untuk pengembangan harapan. Pada bagian Konseling Kekuatan Diri
(Strength Based Counseling) didahului dengan pembahasan mengenai strength
(karakteristik, zona dan tahapan perkembangan) dan diakhiri dengan pembahasan
mengenai pendekatan Konseling Kekuatan Diri.
A. KAJIAN TEORI TENTANG HARAPAN
1. Kajian Sejarah dan Definisi Harapan
Menurut Snyder (1994) ilustrasi pertama yang muncul terkait
dengan harapan berasal dari Yunani yang dikenal dengan dongeng kotak
Pandora. Cerita bermula pada saat Prometheus yang mencuri api dari
dewa, hal ini menyebabkan kemarahan dari Zeus. Selanjutnya Zeus
membalas dendam dengan mengirimkan gadis bernama Pandora ke bumi
dengan membawa kotak yang telah diisi dengan wabah untuk
memusnahkan manusia selamanya. Seperti yang diharapkan dalam
rencana Zeus, Pandora tidak menaati aturan untuk tidak membuka kotak
setelah tiba di bumi, pada akhirnya kekuatan jahat yang dimasukkan oleh
Zeus keluar dari kotak untuk memangsa tubuh dan pikiran manusia.
14
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
Namun, menyadari hal tersebut Pandora kemudian bergegas untuk
menutup kotak, dan satu-satunya kekuatan yang tersisa dari Pandora
itulah yang kemudian dikenal dengan harapan. Kisah tersebut pada
akhirnya menjadi gambaran dari perdebatan filosofis dan ilmiah
mengenai konsep harapan.
Dalam perspektif Islam harapan dikenal dengan rooja’. Secara
bahasa rooja’ dimaknai sebagai harapan/ cita-cita yang dimiliki oleh
seorang makhluk, sedangkan menurut istilah dimaknai sebagai
bergantungnya hati dalam meraih sesuatu pada masa yang akan datang.
Kata rooja’ tidak akan mencapai tingkatan tertinggi apabila tidak disertai
dengan amalan atau tindakan serta perbuatan yang baik secara nilai,
terpuji dan dapat memberikan kebaikan bagi lingkungannya (Al
Utsaimin; Muhammad bin Salih, 2002).
Konsep rooja’ diketahui berbeda dengan tamanny (berangan-
angan), bahwa berangan-angan lebih condong pada sesuatu yang
dominan disertai dengan kemalasan, individu yang dengan tamanny tidak
pernah bersungguh-sungguh dan berusaha. Sedangkan rooja’ (harapan)
secara konsep akan diikuti dengan usaha dan berserah diri pada Allah.
Munculnya harapan pada diri individu dapat disertai dengan khouf yang
bermakna rasa takut. Khouf artinya perasaan takut yang muncul terhadap
sesuatu, peristiwa, keadaan atau pribadi yang mencelakakan, berbahaya
atau mengganggu. Konsep rooja` senantiasa disandingkan dengan khouf,
karena dengan rasa takut akan membantu individu untuk tidak keluar dari
jalan menuju pencapaian yang ditetapkan, dan rasa harap akan menjadi
pemacu dalam pencapaiannya. Manusia yang kurang atau tidak memiliki
harapan dapat dinyatakan sebagai individu yang disbelief atau lemah
iman. Untuk dapat mencapai berbagai harapan yang dimiliki maka harus
disertai dengan tindakan dan doa. Karena individu yang memiliki
keinginan kuat akan senantiasa memohon kepada Tuhan adalah ciri orang
yang memiliki harapan yang tinggi.
Terdapat silang pendapat dari para ulama mengenai kedudukan
dari keduanya, apakah harus mendahulukan rooja’ atau khouf.
15
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
Setidaknya terdapat tiga pendapat utama yang banyak diikuti yaitu;
pertama harapan dan rasa takut harus seimbang, kedua harapan yang
harus lebih dominan dan ketiga rasa takut merupakan hal yang harus
lebih ditonjolkan. Berdasarkan pada pendapat dan telaah yang dilakukan,
maka dapat dipahami bahwa rooja’ dan khouf merupakan hal yang dapat
dipertukarkan dan digunakan sesuai dengan keadaan, kondisi dan tujuan
dari setiap individu (Al Utsaimin; Muhammad bin Salih, 2002).
Harapan sebagai konsep dalam psikologi telah mulai dikenal dan
dikembangkan pada tahun 1950. Rangkaian pengembangan konsep
harapan menurut C.R Synder dan Shane J Lopez (2002) diawali oleh para
psikolog dan psikiater diantaranya: Schachtel pada tahun 1959, lalu
dilanjutkan oleh, Schachtel dan Menninger tahun 1959; Mowrer, 1960,
Cantril pada tahun 1964, Farber pada tahun 1968, Melges & Bowlby,
Stotland pada tahun 1969, kemudian oleh Frank tahun 1975 serta Frankl
pada tahun 1992. Seluruh tokoh tersebut pada awal pengembangan
konsep setuju pada premis bahwa harapan didasarkan pada positive
expectations for goal attainmen (ekspektasi positif bagi pencapaian
tujuan).
Pada pertengahan 1970-an perkembangan konsep harapan
dipengaruhi oleh berbagai macam penelitian psikologis yang berkaitan
dengan dengan stres, coping, dan penyakit. Penelitian mulai
menunjukkan bahwa pikiran dan perasaan negatif yang terkait dengan
kesehatan yang buruk, coping, dan pemulihan kesehatan. Menurut
Snyder (2000) mencatat bahwa tahun 1970an dan 1980an menjadi
periode yang paling maju dalam pengembangan konsep harapan karena
diteliti oleh berbagai disiplin ilmu (keperawatan untuk psikologi).
Berikut ini disajikan berbagai definisi menganai harapan yang ditinjau
dari berbagai perspektif untuk mendapatkan pemahaman yang
komprehensif. Definisi yang dipaparkan akan disusun berdasarkan tahun
dimana definsi tersusun. Menurut Mowrer (dalam Lopez & Snyder,
2004) memberikan konsep harapan sebagai sesuatu yang lebih
didasarkan pada sudut pandang perilaku, dimana harapan merupakan
16
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
bagian dari domain afektif dan bentuk lain dari reinforcement. Hal ini
didasarkan pada percobaan yang dilakukan terhadap hewan. Melalui
paradigma stimulus dan respon harapan dikaitkan dengan prinsip
kenikmatan/ kepuasan.
Erikson (Lopez & Snyder, 2004) mendefinisikan harapan sebagai
“the enduring belief in the attainability of fervent wishes, in spite of the
dark urges and rages which mark the beginning of existence”. Hal
tersebut dapat dimaknai bahwa harapan adalah pikiran atau kepercayaan
yang menopang individu menuju tujuan yang dicapai. Erikson
meletakkan definisi harapan pada konteks perkembangan, dimana
harapan sudah muncul sejak lahir. Erikson juga memamaparkan bahwa
konflik internal pada individu dimungkinkan terjadi karena ada harapan.
Sementara itu, Stotland (dalam Lopez & Snyder, 2003, hlm. 00)
membuat konsep harapan sebagai “an expectation greater than zero of
achieving a goal”. Konsep tersebut dapat dimaknai sebagai ekspektasi
terhadap sesuatu yang besar untuk mencapai kerhasilan atas suatu tujuan.
Berbeda dengan pandangan di atas, Gottschalk (dalam Lopez &
Snyder, 2004) melihat harapan sebagai ekspektasi positif, secara lengkap
didefinisikan sebagai jumlah dari rasa optimisme untuk mencapai suatu
hasil dan biasanya akan dapat terjadi. Lebih lanjut Gottschalk
menambahkan bahwa harapan adalah fenomena kosmis dan peristiwa
imajiner dan mengarah pada peristiwa spiritual. Harapan juga menjadi
cara bagi indvidu untuk dapat keluar dari belenggu masalah psikologis
yang dialami.
Breznitz (dalam Lopez dan Snyder, 2004) memiliki pandangan
bahwa harapan lebih condong pada domain kognitif. Harapan
berhubungan dengan pemikiran sekilas atau pernyatan yang merupakan
deskripsi kognitif. Harapan dapat memiliki pengaruh pada individu
apabila dimunculkan dari kekuatan dan ketekunan yang cukup untuk
menginduksi tanggapan fisiologis. Dalam hal ini, pikiran sesaat yang
muncul dalam pernyataan yang dapat menenangkan diri sendiri seperti
kata “Aku akan baik-baik saja”, merupakan jenis respon awal dari
17
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
munculnya harapan pada seorang individu. Harapan dan berharap
menurut Breznitz dapat dibedakan, bahwa berharap merupakan proses
aktif yang harus disertai dengan pengalaman nyata, dan hal tersebut
menjadi esensi dari harapan.
Menurut pandangan ahli lain, Staats (dalam Lopez dan Snyder,
2004) harapan didefinsikan sebagai interaksi antara keinginan dan
ekspektasi. Staats mendefinisikan harapan dalam sudut pandang afektif
sejajar dengan aspek kognitif sehingga dia menyebut harapan sebagai the
affective cognition (Staats & Stassen, 1985). Pada sisi afektif Staats
mendefinisikan harapan sebagai perbedaan antara keinginan yang positif
dan keinginan yang negatif. Sementara pada aspek kognitif harapan
sebagai komunikasi antara keinginan dan hasrat.
Menurut Averill dkk (dalam Lopez dan Snyder, 2004) Harapan
didefinisikan sebagai domain emosi yang diatur atau diarahkan oleh
kognisi. Melalui definisi yang dibuat oleh para peneliti yang melihat
harapan sebagai sesuatu yang tepat ketika tujuan merupakan sesuatu yang
layak untuk dicapai, dapat dikontrol, serta dilihat sebagai hal penting
bagi individu dan dapat diterima oleh tingkatan sosial dan moral.
Harapan menurut Averil hanya dapat dipahami pada konteks sosial dan
budaya. Pendapat lain yang lebih diikuti dan menjadi rujukan adalah
“...hope is defined as goal-directed thinking in which people perceive that
they can produce routes to desired goals (pathways thinking) and the
requisite motivation to use those routes (agency thinking)” (Snyder,
Irving, & Anderson, 1991).
Berdasarkan berbagai pendapat dan ahli mengenai konsep
harapan maka peneliti lebih condong mengikuti pendapat dari CR
Snyder. Menurut Snyder (2000) harapan adalah pernyataan motivasional
yang didapatkan dari hasil keinginan untuk sukses yang meliputi dua hal,
yaitu: (1) agency (energi untuk mencapai tujuan) dan (2) pathways
(rencana untuk mencapai tujuan). Definisi dan kajian yang digagas oleh
Snyder ini dikenal sebagai model kognitif-motivasional. Teori ini
diketahui telah digunakan selama lebih dari dua dekade. Penggunaan
18
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
teori dari Snyder telah menyebar tidak hanya di Eropa dan Amerika
namun di belahan dunia lain seperti Asia dan Australia. Teori ini
dianggap yang lebih komprehensif apabila dibandingkan dengan berbagai
teori lain terdahulu. Pengembangan teori ini juga lebih mampu
mengungkap berbagai aspek lebih mampu mengungkap berbagai aspek
rasional untuk dikembangkan karena condong pada domain kognitif,
sehingga pengembangan yang dilakukan dapat lebih terukur dan
terstruktur pada diri individu.
2. Kajian Filosofi dan Urgensi Harapan
Kajian filosofi mengenai harapan telah dulu muncul dan
didiskusikan oleh para filusuf. Harapan menjadi salah satu yang dikaji
dalam filsafat kuno diantaranya oleh filosof ternama Aristoteles (Curtis,
1993) yang menyatakan bahwa “Hope is a waking dream” (harapan
adalah mimpi yang terbangun. Pada era filsafat modern minimal terdapat
tiga filusuf yang secara khusus membahas mengenai harapan, yaitu:
Immanuel Kant, Ernst Bloch, and Gabriel Marcel. Mereka merupakan
tiga tokoh yang telah memaparkan diskusi yang substansial tentang
harapan. Harapan dalam konsep dan paparan ketiga tokoh tersebut turut
dikaitkan dengan agama, dan ketidakpercayaan atau kepercayaan pada
Tuhan. Pada perkembangan era filsafat, lebih banyak ditemukan pokok
pikiran dan ide dari Bloch dan Kant, sehingga kedua tokoh tersebut yang
menjadi rujukan dalam melakukan kajian filosofis dan urgensi harapan.
Harapan menurut Kant (Peters, 1993) sesungguhnya memiliki
perspektif teori yang sangat individualistik, tetapi melalui kajian dan
telaah filsafat sejarah yang dilakukan Kant mengembangkan analog
sosial untuk teori harapan. Harapan menurut Kant lebih berorientasi pada
umat manusia dan bukan individu sebagai subjek. Kant memaparkan
mengenai sifat dasar dari harapan pada manusia. Harapan dasar manusia
menurut Kant adalah memperoleh kepuasan atas hasrat yang dimiliki.
Setiap manusia adalah makluk yang mencari kenikmatan secara rasional
dan moral. Sebagai makhluk yang mencari kenikmatan, individu akan
mengupayakan yang bersifat kekal dan penuh dengan hasrat akan
19
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
kepuasan. Teori dari Kant secara khusus ditandai dengan interpretasi
yang holistik pada diri individu. Menurut Kant manusia adalah makhluk
yang sedang menjadi rasional. Rasionalitas yang dimaksud adalah
kapasitas untuk mengadopsi dan mengejar tujuan sendiri, untuk
mengetahui hukum moral, dan bertindak sesuai dengan dan karena
tatanan moral dan hukum yang ada. Harapan mengarahkan individu
dalam mencapai hasrat untuk memperoleh kepuasan yang utuh.
Menurut Kant (dalam Peters, 1993, hlm.142) tidak terdapat
persyaratan dalam hasrat untuk memperoleh kepuasan, karena hal
tersebut terjadi secara alami. Namun secara praktik terdapat prasyarat
pada ekpektasi dari kebahagiaan, yaitu kebaikan (virtue). Hal tersebut
kemudian menjadi dasar dari pemikiran dari Kant bahwa persyaratan
dimilikinya harapan adalah kebaikan (virtue). Individu yang memiliki
kebaikan dalam dirinya akan memiliki harapan yang memadai, sebaiknya
individu yang tidak memiliki kebaikan maka dapat dipastikan kurang
atau bahkan tidak memiliki harapan sama sekali. Melalui paparan
tersebut dapat diketahui bahwa terdapat keterkaitan yang kuat antara
hope dan virtue pada setiap individu. Pemahaman ini yang kemudian
banyak dikembangkan dalam berbagai literature terkait dengan harapan
dan kebaikan dalam bidang psikologi dan pendidikan. Individu yang
memiliki harapan pada tahapan lanjut akan memiliki kebaikan untuk diri
dan lingkungan.
Konten dari harapan menurut Kant (dalam Peters, 1993, hlm.
144) terkait dengan ide pokok yang dikenal dengan summum bonum
(kebaikan tertinggi). Secara alami harapan pada manusia diarahkan pada
kebahagiaan dan kepuasan akan hasrat yang dimiliki. Pemikiran
mengenai harapan dan kebaikan tertinggi dalam kehidupan ini sangat erat
terkait dengan konsep Tuhan. Pemikiran tentang summum bonum dari
Kant juga terkait dengan ide tentang dunia moral, dimana semua hal akan
dapat dicapai melalui kebaikan. Harapan sebagai analogi sosial menurut
Kant akan berkembang dan menjadikan manusa hidup dalam damai dan
harmoni.
20
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
Harapan menjadi tujuan yang penting dalam kehidupan menurut
Kant. Harapan dapat menunjukkan arah dalam bertindak dan dalam
menjalani kehidupan. Harapan selanjutnya menjadi dorongan yang kuat
dalam berbuat kebaikan. Lebih lanjut dijelaskan oleh Kant (dalam Peters,
1996, hlm. 147) bahwa harapan akan membantu individu dalam
melanjutkan perjuangan kehidupan dan kebaikan meskipun ditemui
berbagai macam rintangan dan kegagalan. Selain itu, harapan membantu
menjaga kekuatan moral dan mendorong manusia dalam menghadapi
kesengsaraan yang dihadapi.
Pembahasan lain yang muncul dalam kajian filosofis dari Kant
terkait harapan adalah mengenai identifikasi atau ciri dari indivdu yang
memiliki harapan. Individu sebagai makhluk yang mencari kepuasan dan
sekaligus rasional/ moral being merupakan salah satu identifikasi dari
manusia memiliki harapan. Individu senantiasa memiliki hasrat untuk
mendapatkan kepuasan, dan kemudian akan menentukan bagaimana cara
untuk mendapatkan atau melakukan hal tersebut.
Tokoh lain yang menulis dan memaparkan konsep harapan dalam
perspektif filosofis adalah Ernest Bloch. Bloch merupakan seorang
filosof yang terlahir di Jerman dan kemudian mengembangkan berbagai
macam kajian dan tulisan filsafat. Tulisan mengenai harapan telah mulai
dikembangkan pada tahun 1923 dan kemudian mulai dipublikasikan pada
1930. Tulisan tersebut kemudian semakin menguat dan dikenal pasca
Bloch berpindah ke Amerika pada tahun 1950. Pada tahun tersebut Bloch
terpaksa harus pindah ke Amerika pasca kekuasaan NAZI. Pemikiran
dari Bloch dipengaruhi oleh para filosof dari Jerman pada saat itu.
Menurut Bloch (1996, hlm. 7) harapan berkorelasi positif dan
menjadi faktor yang determinan dari eksistensi manusia sebagai individu,
tidak karena terjadi dalam sejarah ilmu pengetahuan, baik sebagai entitas
psikologis atau sebagai kosmis dari semua ketidakmungkinan, namun
harapan condong pada kemungkinan-kemungkinan yang baru.
Ekspektasi, harapan dan perhatian terhadap kemungkinan yang belum
terjadi, bukan hanya menjadi dasar dari kesadaran manusia namun
21
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
merupakan penentu dasar dari realitas obyek secara menyeluruh. Tanpa
harapan tidak akan ilmu pengetahun baru yang akan didapatkan seorang
individu. Harapan merupakan bagian dari emosi yang positif dan
membantu manusia dan harapan sebagai salah satu emosi yang paling
tepat atas setiap suasana hati, karena tidak berubah-ubah, tetapi sangat
khas. Pada diri individu harapan sering dan akan muncul bersamaan
dengan kecemasan.
Telaah terhadap sejumlah literatur mengidentifikasi dua puluh
enam teori tentang harapan dan lima puluh empat definisi (Lopez dkk.,
2018). Memaknai hubungan antara harapan dengan pendidikan cukup
mudah untuk dilakukan, namun untuk melihat karakteristik harapan
dalam konteks yang dinamis merupakan hal yang sulit dilakukan.
Kesulitan tersebut terlihat ketika diajukan pertanyaan sederhana tentang
apakah harapan?
Is it an emotion (Lazarus, 1999), a cognitive process
(Waterworth, 2004), an existential stance (Crapanzano, 2003), a
state of being (Fromm, 1968), a disposition (Day, 1969), an
attitude (Dauenhauer, 2005), a state of mind (Pettit, 2004), an
emotion which resembles a state of mind (Bar-Tal, 2001), an
instinct (Mandel, 2002), an impulse (Ricoeur, 1970), an intuition
(Polkinghorne, 2002), a sociohormone (Tiger, 1979) or a
subliminal ‘sense’ (Taussig, 2002)? Is it a biologically-based
reaction shaped by natural selection (Maier and Watkins 2000)
or a socially constructed pattern of behaviour (Averill et al.
1990).
Harapan merupakan sebuah proses antropologis yang terjadi
sedemikian rupa sehingga manusia tidak mampu tidak berharap
(Schumacher, 2003, hlm. 147) atau seseorang telah belajar pola fikir
dimana terdapat manusia yang sanggup tidak berharap karena mereka
tidak diajarkan untuk berpikir cara ini (Snyder, 2000). Harapan dapat
dipahami sebagai mediasi sosial dalam kapasitas sebagai manusia dengan
berbagai dimensi afektif, kognitif dan perilaku. Harapan dapat dipahami
disisi lain sebagai sesuatu yang sulit, nilai-nilai yang tidak dapat diubah
dan kekhususan antropologis (Mandel, 2002, hlm. 247), tetapi mode
dimana harapan yang dialami pada waktu, budaya dan kelompok tertentu,
22
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
adalah hasil dari proses yang kompleks dari mediasi sosial. Hal ini berarti
bahwa individu yang berbeda dari kelas sosial, sejarah, menyebabkan
terjadinya hubungan sosial yang berbeda, kesempatan yang berbeda dan
berbagai kendala, serta akan menjadikan harapan dalam bentuk yang
berbeda antara yang satu dengan yang lainnya.
Harapan menurut Petit (dalam Webb, 2013) adalah bagian positif
dari mental regulasi diri, sebuah proses dimana kita secara aktif
mengadopsi sikap dan mengkonstruk gambaran yang seimbang dan
supportif dalam mengorganisasi perasaan atau tindakan. Harapan adalah
keinginan dan tekad kognitif yang memungkinkan orang untuk memiliki
keyakinan dalam mencapai dan mengatur perasaan serta bertindak sesuai
dengan asumsi yang ingin dicapai. Mode harapan ini disebut dengan
‘resolute hope’. Henry Giroux (2002) yang memberikan definisi harapan
sebagai “a belief that different futures are possible” (kepercayaan bahwa
masa depan sangat mungkin berubah dan berbeda).
Paparan secara filosofis menunjukkan bahwa harapan merupakan
aspek yang penting dalam kehidupan. Harapan pada dasarnya menjadi
inti untuk menjadikan manusa hidup dalam damai dan harmoni. Arti
penting harapan tidak hanya terbatas pada saat ini dan diri sendiri, namun
memiliki dimensi yang terarah pada masa depan dan pada orang di
sekitar diri individu (masyarakat). Harapan sebagai faktor determinan
dan berkorelasi dengan keadaan berbagai variabel lain dalam kehidupan
individu. Tanpa harapan niscaya seorang individu dapat menghadapi
berbagai tangan dan keadaan di masa yang akan datang. Harapan sebagai
penentu dasar dari realitas obyek secara menyeluruh akan terus
mendorong kesadaran dan keseimbangan hidup manusia. Individu yang
terus menerus diliputi ketakutan namun tidak memiliki harapan dapat
terjebak pada berbagai masalah yang mendorong pada kehancuran
ketidakbermaknaan.
Harapan tidak hanya dibutuhkan oleh individu pada masa kanak-
kanak, harapan dibutuhkan oleh setiap individu sepanjang hayat. Harapan
yang berkembang sejak masa bayi menjadi semakin dibutuhkan pada saat
23
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
individu dituntut peran yang lebih tinggi dan kompleks. Harapan akan
membantu individu dalam kesuksesan karir dan pencapaian berbagai
tugas perkembangan yang dituntut oleh masyarakat. Perkembangan
individu pada tahap perkembangan remaja dan dewasa lebih menuntut
peran dan kontribusi harapan dalam pencapaian berbagai tujuan hidup.
Oleh karena itu, penekanan dan perhatian perlu lebih diberikan pada
tahap perkembangan remaja dan dewasa untuk mengembangkan
harapan.
3. Dinamika Perkembangan Dan Konsep Asesmen Harapan
a. Dinamika Perkembangan Harapan
Banyak ahli telah melakukan penelitian pada perkembangan
harapan sebagai sarana untuk mendapatkan pengetahuan lebih luas
tentang mekanisme dan dampak yang terjadi secara lebih mendalam.
Para peneliti setuju bahwa perkembangan harapan terjadi lebih awal
(Averill dkk., 1990; Erikson, 1964; Snyder, 1994, 2000, 2002; Shorey
dkk., 2003). Beberapa penulis berpendapat bahwa perkembangan
kognitif bayi sangat mempengaruhi perkembangan harapan sementara
yang lain menambahkan bahwa hubungan interpersonal, penggunaan
bahasa, pengalaman dalam pencarian tujuan, dan lingkungan akademis
memiliki dampak yang mendalam (Averill et al., 1990; Erikson, 1964;
Snyder, 1994, 2000).
Snyder (1994, 2000) mengemukakan bahwa "eksplorasi
lingkungan pada bayi saat lahir memungkinkan pemrosesan dan
pengkodean informasi sensorik baru. Sensasi dan makna baru yang
diberikan kepada mereka, dapat memunculkan persepsi serta pada
akhirnya memberi bayi skema awal tentang dunia di sekitar mereka.
Dengan memperhatikan hubungan skematis antara tujuan dan perilaku,
bayi dan balita mulai memahami kronologi kejadian (Snyder, 1994,
2000). Pada saat bayi berusia 3 bulan, dan 12 bulan, pikiran dan
keterkaitan antisipatif berkembang menjadi penunjuk, serta ungkapan
awal dalam mengidentifikasi tujuan (Snyder, 2000). Dengan
24
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
perkembangan korteks prefrontal yang berlanjut, balita menjadi lebih
mahir dalam mempertahankan perhatian, yang mempertahankan
representasi tujuan meskipun ada gangguan, dan perencanaan, yang
memfasilitasi imajinasi berbagai jalur pencarian tujuan (Snyder, 2000).
Dengan demikian, pemikiran berkembang saat bayi membentuk skema
dan persepsi tentang lingkungan sekitar mereka. Bayi mendapatkan
pemahaman kronologis tentang kejadian, mempelajari asosiasi
berikutnya antara kejadian dan sasaran, dan mengalami kemajuan
kognitif dalam perhatian dan perencanaan (Snyder, 1994, 2000).
Dimensi agency berkembang setelah patways karena
mengharuskan bayi untuk memiliki pengetahuan tentang kedirian dan
wawasan tentang diri sebagai instigator (Snyder, 2000). Namun, Kaplan
(1978) menunjukkan bahwa balita mengenali diri mereka di cermin
sekitar 12-21 bulan dan menggunakan kata ganti "saya" pada usia 18-21
bulan. Dalam 2 tahun pertama, pengembangan kedirian (ke-AKU-an)
menyebabkan pengakuan bahwa seseorang bergerak menuju tujuan yang
diinginkan yang membentuk dasar pemikiran agensi (Snyder, 2000).
Model pengembangan epigenetik Erikson (1964; Snyder, 2000)
menawarkan penjelasan tambahan tentang pengembangan harapan.
Menurut Erikson, pertanyaan yang menjadi perhatian utama anak pada
usia pasca kelahiran sampai usia 2 tahun, adalah apakah dia
mempercayai dunia atau tidak. Harapan akan menghasilkan rasa percaya
dan bukan ketidakpercayaan selama tahap kritis ini. Akibatnya, harapan
bergantung pada perasaan seseorang terhubung dengan alam semesta.
Sementara itu, teori pembelajaran sosial Bandura (1977) menunjukkan
bahwa individu belajar melalui pengamatan terhadap individu lain
"perilaku, sikap, dan hasil dari perilaku tersebut; dengan demikian,
hubungan interpersonal yang memodelkan agency dan pathways, serta
perilaku berikutnya, pada akhirnya akan mengembangkan harapan
kepada anak (Snyder, 1994). Meskipun sebagian besar penelitian di
bidang ini bersifat teoritis, Shorey dkk.,. (2003) memberikan dukungan
empiris pada sebuah model di mana pengasuhan anak berkontribusi pada
25
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
pembentukan gaya keterikatan, sehingga memudahkan pengembangan
harapan. Keterikatan yang aman dapat memunculkan tingkat pemikiran
agency dan pathways, sementara keterikatan yang disertai dengan
kecemasan dan penghindaran menyebabkan tingkat harapan yang lebih
rendah (Shorey dkk., 2003). Selain itu, keterikatan pada pengasuh dengan
tingkat harapan tinggi meningkatkan kemungkinan anak tersebut akan
membentuk keterikatan yang kuat dengan orang lain, dan pencapaian
tujuan yang melibatkan orang lain (Snyder, Cheavens & Sympson, 1997;
Snyder, 2000).
Hubungan interpersonal sangat penting untuk mengembangkan
harapan saat berhadapan dengan hambatan (Shorey dkk., 2003; Snyder,
1994). Impedimen pada tujuan pencarian menghasilkan emosi negatif,
terutama jika hambatan yang ditemui cukup besar (Snyder, 1993, 1994).
Hubungan sosial dengan pengasuh memberikan sumber daya bagi anak-
anak dalam situasi ini untuk belajar toleransi dalal situasi frustrasi dan
membantu menemukan rute alternatif untuk menghindari hambatan dan
mencapai tujuan (Shorey dkk., 2003; Snyder, 2000). Sebaliknya,
keberhasilan mengejar tujuan menghasilkan emosi positif, terutama jika
hambatan telah dapat diatasi (Snyder, 1993, 1994). Emosi positif ini
meningkatkan dimensi agensi, terutama bila diperkuat oleh hubungan
interpersonal (Snyder, 2000).
Bahasa memainkan peran penting dalam pengembangan agency
dan pathways, seperti interaksi interpersonal. Bahasa memberi anak-anak
kesempatan untuk meningkatkan referensi kapasitansi dan kehendak
mereka; Pada gilirannya, rumusan anak-anak tentang penyelesaian tujuan
yang berhasil membangun pemikiran agensi (Snyder, 2000c).
Selanjutnya, bahasa menyediakan sistem simbol untuk membangun peta
mental dunia, yang meningkatkan pathways. Semakin banyak
pemahaman yang dimiliki anak untuk berbagai situasi, semakin siap
mereka mencapai tujuan mereka dalam beragam situasi (Snyder, 1994).
Pelajaran di sekolah, terutama di Sekolah Dasar dan Menengah,
memberikan mekanisme untuk memajukan perkembangan harapan
26
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
(Snyder, 1994). Membaca memperluas informasi faktual seseorang,
memberikan landasan untuk harapan dan tujuan harapan (Snyder, 1994,
2000c). Kedua, kegiatan pencarian tujuan yang menghasilkan fakta-fakta
mendorong pada munculnya pathways (Snyder, 2000a). Matematika
memfasilitasi pengembangan harapan karena terminologi matematika
mirip dengan terminologi harapan (Snyder, 1994). Berikut disajikan
gambar tentang perkembangan harapan dari individu.
Gambar 2.1 Model Tahap Perkembangan Harapan Snyder (2000)
Seiring waktu yang terus berjalan, pemikiran anak-anak tentang
diri mereka dan tujuan pencarian mereka menjadi lebih halus dan
kompleks (Snyder, 2000). Teori harapan menegaskan bahwa pada akhir
masa remaja, rasa identitas pribadi yang lebih koheren menawarkan
sebuah model pemikiran yang terarah dan harapan harapan yang stabil
(Snyder 1994, 2000). Awal pengembangan dan stabilisasi harapan pada
akhir masa remaja memungkinkan individu memperoleh manfaat dari
efek positif harapan. Kenyataannya, dampak positif dari harapan yang
berkembang sepenuhnya ditunjukkan pada pencapaian prestasi akademik,
kasus putus sekolah (drop out), kesehatan mental, dan kesehatan fisik.
Model perkembangan harapan dalam teori Snyder lebih dominan
menggunakan teori dari Erikson (1964). Pasca usia 18 tahun
perkembangan harapan individu lebih banyak dipengaruhi oleh
pengalaman hidup. Keberhasilan awal dan berkelanjutan dalam mencapai
tujuan atau memecahkan masalah sulit merupakan dasar rasa percaya diri
27
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
dan kemampuan untuk mengatasi kesulitan masa depan dapat mendorong
perkembangan harapan individu. Hal yang sebaliknya akan terjadi
apabila individu mengalami kegagalan dan kesulitan dalam mengatasi
hambatan atau permasalahan hidup. Regulasi diri serta pengalaman
spiritual dapat mempengaruhi kekuatan harapan pada diri individu.
Hubungan dengan individu lain, keluarga, pekerjaan dan kesehatan lebih
mempengaruhi perkembangan harapan pada usia dewasa (Snyder, 1994).
Pada model tahapan harapan Snyder semakin menekankan arti penting
harapan dan tidak menutup kemungkinan harapan pada diri individu
tidak lagi berkembang atau mati. Perkembangan harapan pada remaja
akhir akan memberikan dampak yang positif dan pada akhirnya mampu
membantu individu dalam meraih prestasi akademik, mencegah droup
out dari sekolah, menciptakan mental yang sehat serta kesehatan fisik
yang baik.
b. Asesmen/ Pengukuran Harapan
Harapan telah didefinisikan dengan sangat beragam dan dilakukan
oleh banyak ahli. Definisi yang beragam dari banyak peneliti dan
ilmuwan menghasilkan gambaran yang beragam tentang konstruksi teori
pada saat ini. Pada saat bersamaan, hal itu menyebabkan kebingungan
dan ambiguitas. Meskipun beberapa pencetus teori berhati-hati dalam
memberikan definisi yang operasional pada harapan, yang lain justru
memunculkan teori yang terkesan samar, semakin mengacaukan
pemahaman tentang konsep harapan.
Harapan sebagai konstruksi universal telah dikenal orang
sepanjang masa dan memainkan peran penting dalam kehidupan
manusia. Definisi harapan, bervariasi pada setiap budaya, dan asumsi
bahwa harapan merupakan hal yang sama di semua kelompok dapat
menimbulkan permasalahan. Sehingga perbedaan budaya perlu
dipertimbangkan dalam pengukuran konsep harapan.
Pada saat ini konsep asesmen harapan telah bergerak menuju
model baru yang menawarkan kombinasi atau penggabungan komponen
kognitif dan afektif. Salah satu model yang kemudian berkembang dalam
28
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
melakukan asesmen harapan adalah hasil pengembangan dari Snyder
(2000) yang melihat kompleksitas konsep dasar harapan. Stotland (1969;
Snyder, 2004) mengemukakan bahwa memberikan pertanyaan secara
langsung (wawancara) tidak akan memunculkan jawaban dari individu
pada jawaban yang diinginkan, sedangkan teori dari Gottschalk (1974;
Snyder, 2004) cenderung mengukur harapan melalui observasi. Peneliti
lain (Staats, 1989; Snyder, 2004) menggunakan lebih dari satu
pengukuran untuk mengetahui harapan. Staats mencoba untuk melihat
dalam perpektif afektif dan kognitif dari harapan pada saat pengukuran.
Selain itu, diskresi beberapa teori yang hanya mengakui teori tunggal,
berupa model kognitif atau afektif murni dapat membatasi kemajuan
dalam pengukuran.
Pengembangan instrument untuk melakukan penelitian harapan
terus berkembang dan mengarah pada pengembangan instrument yang
bersifat skala pelaporan diri (self report scale). Pengukuran yang bersifat
self report ini yang digunakan oleh banyak peneliti dalam
mengembangkan harapan. Berbagai laporan dan kajian mengenai
instrument yang digunakan dalam pengukuran harapan didapatkan pada
Positive Psychological Assessment: A Handbook Of Models And
Measures (Snyder & Lopez, 2007). Model dan asesmen yang telah
dikembangkan khusus bagi anak-anak, remaja dan bagi dewasa.
Beberapa skala tersebut adalah Snyder’s Hope Scales, The Children’s
Hope Scale, dan terdapat Adult State Hope Scale. Berikut ini disajikan
tabel berbagai instrumen yang digunakan dalam pengukuran harapan.
Tabel 2.1
Instrumen Pengukuran Harapan N
o
Nama indeks/
instrumen
harapan
Target
usia
Jumlah
item
Waktu
pengisian
(menit)
Reliabilitas
internal
Validitas
konstruk
1 Hope Scale 15-100 12a 2-5 .70-.80 Excellent
2 Domain Specific
Hope Scale
15-100 48 7-15 .93 Strong
3 Children's Hope Scale
7-16 6 2-5 .72-.86 Excellent
4 Young Children's
Hope Scale
5-7 6 2-5 .88 Some support
5 State Hope Scale 15-100 6 2-5 .90s Strong
6 Hope Scale- 15-100 8 2-5 ______ ______
29
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
Observer
7 CHS-Observer 7-16 6 2-5 ______
Some support
8 YCHS-Observer 5-7 6 2-5 ______
Some support
Berdasarkan hasil riset tentang validasai dan penggunaan
Instrumen untuk mengukur harapan maka dalam penelitian ini digunakan
Hope Scale yang dikembangkan oleh CR. Snyder (1991). Penggunaan
Hope Scale (Skala Harapan) terbukti telah digunakan pada subyek
mahasiswa di Perguruan Tinggi (rentang usia 15 -100 tahun) dan
memiliki tingkat reliabilitas yang sangat memadai dan validitas yang baik
sekali. Penggunaan Hope Scale telah diujicobakan di negara-negara Barat
(Eropa dan Amerika) dan Negara-negara di kawasan Asia. Hal ini
semakin menunjukkan Skala Harapan sebagai instrumen yang dapat
digunakan pada berbagai negara di Asia, Australia dan New Zealand.
Penggunaan waktu dalam pengisian yang singkat, jumlah item yang
sedikit menjadikan skala harapan sebagai instrumen yang dapat
digunakan dalam asesmen harapan pada individu.
4. Harapan dan Konsep-Konsep Psikologis Terkait
Harapan menjadi salah satu konsep psikologis yang sering
dianggap rancu dan dipertukarkan dengan konsep lain. Harapan
merupakan salah satu konsep psikologi yang dianggap masuk dalam
temuan baru Psikologi Positif dan disebut sebagai anggota psikologi
positif. Konsep harapan pada akhirnya telah diakui sebagai salah satu
kekuatan karakter pada individu (character strength). Untuk dapat
memperjelas posisi dan membedakan konsep harapan berikut ini
dipaparkan tentang konsep-konsep psikologis yang terkait dengan harapan.
Harapan pada penelitian ini dimaknai sebagai kognitif-motivasional model
dimana domain psikologis terletak pada kognitif. Paparan ini menjadi
penting agar tidak terdapat keraguan bahwa harapan merupakan konsep
psikologis yang terukur dan unik serta dapat terus berkembang.
a. Harapan dan Ekspektasi Positif
30
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
Harapan telah banyak didefinisikan sebagai harapan positif
untuk meraih atau berhasil hasil masa depan. Istilah harapan bagi
konseli mengacu pada keuntungan atau kebermaknaan terapi dan
harapan konseli mungkin terkait dengan prosedur psikoterapi, peran
konselor, dan lama dari proses konseling (Garfield, 1994). Istilah hope
(harapan) dan expectancy (ekspektasi) sering digunakan secara
bergantian (interchangeably) dalam literatur psikoterapi. Ekspektasi
positif konseli mengenai hasil dari terapi/ konseling merupakan
refleksi dari kepercayaan individu mengenai perubahan, namun tidak
melibatkan kontrol personal atau keterlibatan aktif dalam proses yang
dilakukan, dimana hal tersebut merupakan aspek yang signifikan
dalam harapan. Meskipun nampak sama dan terlihat identik namun
ekspektasi positif dan harapan merupakan dua hal yang berbeda.
Arnkoff dkk (dalam Chamodraka, 2008) meninjau 24
penelitian yang meneliti hubungan antara ekspektasi positif konseli
untuk perubahan dan hasil terapi mengungkapkan temuan yang
bertentangan. Secara khusus, setengah dari mereka menunjukkan
hubungan yang signifikan, sedangkan sisanya menunjukkan bahwa
terdapat temuan yang saling terkait atau tidak ada hubungan.
Ekspektasi positif menurut Galassi, dkk. 1992; Giurelli, 2000; Van
Audenhove & Vertommen, 2000 (dalam Chamodraka, 2008)
dimaknai sebagai preferensi atau sinonim yang mengacu pada
antisipasi konseli tentang apa yang akan terjadi dalam terapi/
konseling dan mencerminkan apa yang ingin mereka terima atau
dapatkan dari apa yang mereka lakukan. Orientasi dari ekspektasi
positif adalah lebih dominan pada proses antisipasi.
b. Harapan dan Motivasi
Variabel psikoterapi lain yang berkaitan dengan harapan
adalah motivasi. Deskripsi awal motivasi dalam psikoterapi
disampaikan oleh Sifneos (dalam Chamodraka, 2008), yang diuraikan
sebagai sejumlah komponen: "kecenderungan untuk memberikan
jawaban atau cerita yang jujur dan benar dan disertai dengan
31
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
introspeksi, kesediaan untuk berpartisipasi aktif dalam perawatan dan
untuk mengubah, mengeksplorasi, dan bereksperimen , rasa ingin tahu
dan kemauan untuk memahami diri sendiri, memiliki harapan yang
realistis dari hasil terapi, dan membuat pengorbanan yang wajar ".
Menurut Klinger & Cox (dalam Chamodraka, 2008) definisi
motivasi yang lebih lengkap mengenai motivasi adalah "pernyataan
internal dari organisme (individu) yang menyebabkan dorongan,
ketekunan, energi, dan arah perilaku menuju tujuan". Harapan
menurut Loewenstein dkk (2001; Mellers: 2000; Chamodraka: 2008)
(dalam Chamodraka, 2008) dapat dilihat sebagai penentu penting dari
motivasi konseli atau dapat dimaknai sebagai tingkat komitmen
terhadap proses dalam mengejar tujuan. Seperti dalam penelitian
terkait dengan ekspektasi positif, temuan tentang peran motivasi
dalam hasil terapi terlihat samar-samar. Garfield (1994; Snyder, 2004)
menyimpulkan bahwa tidak ada bukti kuat yang menunjukkan
terdapat hubungan positif antara motivasi konseli dan hasil dari
treatmen atau terapi dan konseling yang diberikan.
c. Harapan dan Rasa Iba (Compassion)
Goetz dkk (dalam Howell & Larsen, 2015) compassion atau
rasa iba adalah perasaan yang muncul pada saat menyaksikan
penderitaan orang lain dan yang memotivasi keinginan berikutnya
untuk membantu. Seperti emosi lainnya, compassion dapat dinyatakan
berguna dalam membimbing pikiran dan tindakan dalam kaitannya
dengan tujuan seorang individu. Compassion berhubungan dengan
tujuan antarpribadi di alam, seperti tujuan keadilan atau tujuan yang
diarahkan bagi kesejahteraan orang lain. Secara keseluruhan,
compassion dikaitkan dengan upaya mengurangi kekhawatiran
terhadap kebutuhan sendiri, dan meningkatkan kepedulian terhadap
yang lain. Rasa iba juga dapat melibatkan identifikasi dengan
penderita (Cassell, 2002; Howell & Larsen, 2015) dan tidak
mementingkan diri sendiri (Dambrun & Ricard, 2011; Howell &
Larsen, 2015).
32
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
Compassion berbeda dari berbagai konsep lain yang terkait
dengan harapan. Compassion akan muncul dan membersamai situasi
yang melibatkan serta membahayakan orang lain, terutama bahaya
yang muncul tidak pada tempatnya (Goetz dkk., 2010; Howell &
Larsen, 2015). Pada pembahasan lain diketahui bahwa compassion
dan harapan dapat dibedakan dari penjelasan bahwa compassion
adalah pernyataan yang berorientasi saat ini, sedangkan harapan
berorientasi pada masa depan. Sebagai contoh, sedangkan kita merasa
kasihan pada saat melihat seorang anak yang cedera, harapan
tercermin dalam keinginan yang berkelanjutan bagi anak untuk
berkembang di masa depan, lama setelah kekhawatiran dirasakan.
d. Harapan dan Altruisme
Harapan sering kali dikaitkan dengan konsep altruistik.
Contohnya penyebutan istilah disebut harapan altruistik oleh Averill
dkk (dalam Howell& Larsen, 2015). Penner dan Orom (dalam
Howell& Larsen, 2015) mendefinisikan perilaku altruistik sebagai "...
perilaku dimana satu-satunya motivasi untuk tindakan yang dilakukan
adalah untuk meningkatkan kesejahteraan orang lain, karena tidak ada
harapan atau imbalan yang nyata atau bahkan tidak berwujud ".
Definisi harapan sebagai kepercayaan yang berorientasi masa depan,
keinginan, dan penghargaan dari orang lain, dan belum ditemukan
penelitian yang secara definitif menunjukkan bahwa contoh harapan
mencerminkan motivasi altruistik.
e. Harapan dan optimisme
Optimisme menurut Snyder (1994) merupakan kekuatan mental
untuk melepaskan atau membiarkan dampak dan potensi kegagalan
yang mungkin dapat terjadi pada individu di masa depan. Pada
konteks ini optimisme dapat dikaitkan pada tiga dimensi. Pertama
dikatikan dengan situasi yang tidak baik atau buruk di luar dari diri
individu, kedua dalam terdapat proses mengevaluasi kegagalan
dengan perkiraan apakah kegagalan tersebut akan terjadi lagi di masa
depan, dan ketiga bahwa dalam perspektif optimis, kegagalan hanya
33
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
akan terjadi pada suatu keadaan atau peristiwa saja dan tidak akan
mungkin terjadi pada situasi atau keadaan yang sama.
34
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
f. Harapan dan empati
Empati lazim dikonsepsikan sebagai kemampuan untuk
mengambil perspektif atas apa yang diperlukan atau dirasakan oleh
orang yang lain Batson dkk., (dalam Howell & Larsen, 2015).
Perbedaan yang paling mencolok antara empati dengan harapan
adalah pada respon yang terjadi. Empati merespon suatu peristiwa
yang terjadi pada individu yang lain pada saat keadaan sedang
berlangsung, sementara harapan lebih terfokus pada kesejahteraan
atau kebaikan pada individu yang lain serta memikirkan hasil untuk
masa yang akan datang.
g. Harapan dan Cinta
Cinta dan harapan dilihat sebagai dua hal yang berbeda namun
saling terkait (interconnected), beberapa ahli memaparkan terjadinya
overlap antara cinta dan harapan. Bovens (dalam Howell & Larsen,
2015) berargumen bahwa terdapat hubungan antara harapan dengan
cinta, dalam cinta seseorang memiliki harapan atas apa yang dicintai.
Munculnya cinta mendorong individu dalam mencapai tujuan dan
keinginan. Harapan merupakan bentuk dari aktivitas psikologis yang
merefleksikan kecintaan individu pada orang lain. Perbedaan antara
harapan dan cinta adalah penekanan pada bentuk dan pilihan hasil
yang akan didapatkan individu di masa depan, dan antisipasi yang
akan didapatkan atasnya. Cinta lebih sarat akan perspektif emosional,
sementara harapan dipandang lebih dominan perspektif kognitif.
Namun, perbedaan ini bersifat relatif dan keduanya melibatkan elemen
kognitif dan emosional.
h. Harapan dan kecemasan (worry)
Harapan dapat dimaknai sebagai hasrat dan upaya untuk
mengurangi kecemasan dan masalah yang dihadapi individu sehingga
sebagai hasil dari pemahaman tersebut maka harapan dan kecemasan
(worry) tidak secara keseluruhan (utuh) dipisahkan dalam konsepnya.
Kecemasan sendiri dapat dimaknai sebagai perkataan atau pernyataan
verbal yang muncul atas suatu aktivitas. Ketika kita cemas, kita akan
35
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
berbicara pada diri kita sendiri tentang hal-hal yang negatif,
kebanyakan yang muncul dalam perkataan adalah ketakutan pada
kejadian di masa depan Borkovec, dkk. (dalam Howell & Larsen,
2015).
i. Harapan dan Peduli (care)
Peduli merupakan konsep lain yang sering dipersandingkan dan
tumpang tindih dengan harapan. Dalam perspektif fenomenologis, van
Manen (dalam Howell & Larsen, 2015) memberikan contoh peduli
dalam hubungan antara orang tua dengan anak. Bentuk hubungan
orang tua dapat dilihat antara peduli dan cemas, dalam hubungannya
melibatkan kemungkinan-kemungkinan positif dan dalam hal ini
biasanya sering terjadi tumpang tindih antara harapan dan peduli.
Barilan (dalam Howell & Larsen, 2015) membedakan secara formal
antara harapan dan peduli. Dalam perspektif psikologi, Hall (dalam
Howell & Larsen, 2015) menyatakan bahwa peduli lebih terarah pada
aspek fisik atau mental disability, sementara harapan lebih
menekankan pada proses merekognisi kekebalan atau kekuatan
(vulnerability) pada individu yang lain, melibatkan kesehatan diri.
5. Berbagai Pendekatan Konseling yang Digunakan Untuk Penguatan
Harapan
Pengembangan harapan pada individu telah dilakukan melalui
berbagai cara dan pendekatan. Harapan dikembangkan melalui setting
yang beragam, yaitu: rumah, komunitas, masyarakat maupun sekolah.
Pengembangan harapan didasarkan pada premis “hope is learned”
(Snyder, 1994). Pada perkembangan teori dan penelitian untuk
mengembangkan harapan akhirnya lebih banyak dilakukan melalui
intervensi di sekolah. Pengembangan harapan melalui proses intervensi
berdasar hasil kajian literatur dan riset diketahui banyak dilakukan
melalui konseling. Berbagai pendekatan konseling telah dicoba
dikembangkan dan terus menerus dikembangkan. Pendekatan konseling
yang digunakan oleh para peneliti dalam mengembangkan harapan
36
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
didasarkan pada telaah filosifi, urgensi yang menjadi latar belakang
permasalahan yang dihadapi. Berbagai pendekatan tersebut perlu
dipaparkan untuk memahami pemilihan pendekatan yang digunakan
dalam penelitian ini.
a. Choice Based Reality Therapy
Pencetus teori Choice Based Reality Therapy (CBRT) adalah
Glasser pada 1965 dan disempurnakan pada tahun 1998. Dia
menciptakan teori realitas berbasis pilihan dan mengemukakan teori
bahwa seorang manusia memiliki lima kebutuhan dasar yang harus
dipenuhi, yaitu kelangsungan hidup, cinta, kekuatan, kesenangan, dan
kebebasan. Kebutuhan untuk bertahan hidup mengacu pada pencarian
makanan, tempat tinggal, dan pakaian; Kebutuhan akan cinta mengacu
pada mencari milik dan kepedulian; Kebutuhan akan kekuasaan mengacu
pada mencari pengakuan dan kelayakan; Kebutuhan untuk bersenang-
senang mengacu pada kenikmatan dan kesenangan; Kebutuhan akan
kebebasan mengacu pada otonomi dan pilihan. Selanjutnya, Glasser
menunjukkan bahwa setiap orang mulai menciptakan visi tentang dunia
yang berkualitas saat dia lahir dan berlanjut sepanjang hidup.
Teori realitas berbasis pilihan mengusulkan bahwa perilaku
manusia terdiri dari tindakan, pemikiran, perasaan, dan fisiologi, dan
agregat disebut sebagai perilaku total. Dalam teori pilihan, mobil sering
digunakan untuk menggambarkan perilaku total, dengan dua roda depan
diidentifikasi sebagai tindakan dan pemikiran dan dua roda belakang
sebagai perasaan dan fisiologi. Sama seperti pada kebanyakan mobil,
arah penggerak dikendalikan oleh roda depan, manusia lebih cenderung
membuat pilihan melalui tindakan dan pemikiran daripada melalui
perasaan dan fisiologi (Corey, 2013; Wubbolding & Brickell, 2009).
Untuk membantu individu yang dalam menemukan harapan, terapi
realitas berbasis pilihan dirancang dengan fokus pada pengajaran bagi
individu untuk memahami apa kebutuhan mereka dan bagaimana
memenuhi kebutuhan tersebut melalui pilihan yang tepat (Mottern,
2002), bertanggung jawab atas pilihan mereka sendiri (Glasser, 1965,
37
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
1998; Moore, 2001; Wubbolding, 2011), dan untuk menetapkan prioritas
di antara kebutuhan mereka melalui sistem evaluasi WDEP
(Wubbolding, 2000, 2011). Selanjutnya, terapis bertanya kepada individu
di mana pilihan mereka saat ini untuk mengevaluasi apakah pilihan
mereka saat ini membawa mereka ke tujuan yang mereka inginkan dan
membantu mereka mendapatkan energi untuk mengejar tujuan melalui
peningkatan kemampuan pengendalian diri.
Akhirnya, konselor pada model konseling ini meminta individu
membuat rencana yang efektif untuk memenuhi keinginan mereka serta
membantu mereka dalam mendapatkan kepercayaan diri dalam
perencanaan pathways mereka (Glasser, 1990; Law & Guo, 2014, 2015;
Wubbolding, 1990).
b. Narrative Therapy
Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak-anak berusia 6 atau 7
tahun dapat menyusun narasi tentang kehidupan mereka dan yang paling
mampu menulis tentang mereka. Orang tua dapat secara aktif terlibat
dengan mendorong anak-anak mereka untuk menulis tentang diri mereka
sendiri dan juga dengan menunjukkan hubungan antara kejadian. Akan
sangat penting, untuk memberikan kebebasan pada anak-anak dan privasi
untuk membangun narasi mereka sesuai keinginan mereka.
Konseptualisasi naratif tentang diri sendiri selalu melibatkan cerita,
reauthoring (menceritakan kembali), dan voicing (menyuarakan), jadi
narasi pada anak-anak mungkin tidak sesuai dengan pandangan orang
tua. Identitas, yang dibentuk melalui narasi, merupakan kisah hidup yang
terinternalisasi, terdiri dari setting, karakter, dan plot, yang diceritakan
kepada diri sendiri, dan akhirnya dipresentasikan kepada orang lain
(McAdams, Diamond, St. Aubins, & Mansfield, 1997 ).
Menulis tentang diri, terutama dalam konteks penetapan tujuan dan
pemecahan masalah, merupakan cara terbaik untuk menemukan harapan
seseorang dan untuk meneliti proses untuk meningkatkannya
(McDermott & Snyder, 2000). Meminta anak untuk menulis narasi
harapan bisa memberi petunjuk penting mengenai tingkat harapan anak.
38
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
c. Feminist Therapy
Hubungan antara konselor dengan konseli dianggap sebagai
komponen terapi yang paling penting pada hampir semua orientasi
pendekatan teoretis (Strupp, 1999; Strupp, dkk., 1969; Snyder, 2000).
Kegagalan membentuk hubungan dengan konseli, diprediksi dapat
menciptakan kegagalan dalam intervensi. Penelitian yang ada
menunjukkan bahwa ketika konseli dapat mengandalkan dan
mempercayai terapis maka akan diperoleh psikoterapi yang sukses
(Frank & Frank, 1991; Horvath & Greenberg, 1989; Strupp, dkk., 1969,
Snyder, 2000). Hubungan emosional antara konselor dengan konseli
berfungsi untuk meningkatkan agensi konseli sehingga mereka dapat
membuat perubahan positif (Strong, 1991, Snyder, 2000).
Dalam terapi feminis, hubungan ini memiliki kualitas khusus
yang membedakan dengan pendekatan lain dalam proses treatmen. Ciri
khas hubungan tersebut bersifat egaliter. Konselor dalam pendekatan
feminis menghindari model hierarki tradisional dimana dokter sebagai
ahli dan pasien diposisikan pasif dan tidak tahu apa-apa. Mereka yang
mencari pertolongan dari konselor feminis cenderung disebut sebagai
konseli (Bandura, 1969; Snyder, 2000).
Melihat pengalaman konseli dalam konteks masyarakat patriarki,
dan reaksinya sesuai dengan tuntutan eksternal dan bukan sebagai tanda-
tanda patologi, membantunya untuk merasa dimengerti dan terbantu.
Dalam model konseling feminis, konseli dianggap sebagai ahli bagi diri
sendiri terkait pengalaman dan perasaan (Brown, 1994; Enns, 1997,
Snyder, 2000). Teori harapan menunjukkan bahwa terapis adalah
penolong yang membantu konseli dalam merumuskan tujuan yang
penting bagi individu. Peran utama konselor adalah membantu konseli
memahami bagaimana menikmati mengejar dan mencapai tujuan yang
ditetapkan (Snyder, 2000).
Teori terapi feminis dan terapi harapan sama-sama mendorong
konseli untuk mempercayai sifat aliansi, sekaligus meningkatkan
39
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
kompetensi dan agensi untuk perubahan. Pendekatan feminis diketahui
sesuai dengan teori harapan. Kedua pendekatan berusaha membantu
konseli dalam mengenali apa tujuan individu, mendorong individu untuk
mengembangkan dan menerapkan strategi realistis, dan memberi nuansa
pada agensi dan tekad individu. Teori harapan memberdayakan individu
dengan meningkatkan tingkat harapan. Konseli datang untuk menghargai
kebutuhan dan mengakui kebutuhan mereka sendiri serta harapan sebagai
hal penting dalam kehidupan mereka (Brown, 1994, Snyder, 2000).
d. Hope Therapy
Melalui teori harapan dan ilmu pengetahuan yang terkait, peneliti
telah menemukan hubungan antara harapan dan indeks coping (Snyder,
Cheavens, & Michael, 1999; Snyder, 2000). Kajian literatur terkait
harapan menunjukkan bahwa peningkatan harapan dapat dicapai dengan
mengintegrasikan intervensi yang berfokus pada solusi, naratif, dan
intervensi kognitif, dan harapan dengan menggabungkan versi teknik
yang disingkat ini. Dengan demikian, terapi/ konseling harapan
dirancang untuk membantu konseli dalam mengkonseptualisasikan
tujuan yang lebih jelas, menghasilkan banyak pathways menuju
pencapaian, menggunakan energi mental untuk mempertahankan tujuan,
dan membingkai kembali rintangan yang tidak dapat diatasi sebagai
tantangan yang harus diatasi. Hubungan terapeutik berbasis harapan
memfasilitasi komponen harapan individu. Perubahan harapan tidak akan
terjadi hanya di permukaan atau tingkat perilaku.
Pengembangan hope therapy (terapi harapan) dilakukan
berdasarkan sembilan prinsip yang telah disusun Snyder (2000). Asumsi
ini yang menjadi dasar dari prinsip terapi harapan. Prinsip (1) Terapi
harapan didasarkan pada konseptualisasi teoretis harapan dari Snyder.
Prinsip (2) Terapi harapan adalah terapi singkat yang terstruktur dimana
fokusnya adalah pada klarifikasi dan pencapaian tujuan sekarang. Terapis
mengikuti pola historis pemikiran penuh harapan dan perubahan kognitif,
perilaku, dan emosional yang diinginkan. Prinsip (3) Keyakinan self-
referential konseli ditingkatkan dengan berfokus pada tujuan,
40
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
kemungkinan, dan kesuksesan masa lalu daripada masalah atau
kegagalan. Prinsip (4) Aliansi terapeutik yang baik, percaya, dan positif
terbentuk untuk memfasilitasi partisipasi aktif konseli. Prinsip (5)
Terapis/ konselor harus aktif dan direktif dalam membantu konseli
mengembangkan kerangka kerja baru untuk perubahan, dengan tetap
menghargai konseli sebagai individu yang paling situasi mereka. Prinsip
(6) Terapi harapan adalah proses edukatif yang bertujuan untuk
mengajarkan konseli dalam menangani kesulitan pada saat mencapai
tujuan mereka sendiri. Prinsip (7) Terapi/ konseling harapan
mencerminkan proses pengembangan harapan. Konseli dibantu dalam
mengembangkan pathways menuju tujuan terapi positif yang diinginkan
dan dalam menghilangkan hambatan yang mungkin muncul. Prinsip (8)
Dalam terapi harapan, perubahan dimulai pada tingkat kognitif, dengan
fokus pada peningkatan perilaku self-referential agentik dan pathways
yang diarahkan pada tujuan. Prinsip (9) Dengan memasukkan faktor
terapeutik dan teknik naratif, terapi terfokus, dan kognitif, hope therapy
berkembang menjadi sistem terapeutik baru dengan sendirinya.
e. Problem-Solving Therapy
Problem Solving Therapy dan teori harapan, memiliki beberapa
persamaan yang berkaitan dengan orientasi umum; terapis/ konselor yang
menggunakan teknik Problem Solving Therapy secara implisit
mendukung teori tentang agency dan pathways dan, dengan demikian,
mengakui arti penting dari harapan. Para pendukung Problem Solving
Therapy dan teori harapan juga mengenali peran perilaku dan emosi
namun tetap meletakkan fungsi kognitif dalam proses terapi. Terapis
dalam kedua pendekatan tersebut mengajarkan pemikiran yang diarahkan
pada tujuan dan mendorong konseli untuk melakukan pendekatan
sistematis dan aktif terhadap masalah mereka (Marx, Williams, &
Claridge, 1994; Snyder, Harris, dkk., 1991). Selain itu, harapan dan
keterampilan pemecahan masalah dapat digambarkan sebagai aditif dan
iteratif. Peningkatan dalam agency dan pathways mengarah pada
peningkatan harapan dan pencapaian tujuan, yang pada gilirannya
41
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
mempromosikan pemikiran agency dan pathways berikutnya (Snyder,
Harris, dkk., 1991). Demikian pula, dengan menghubungkan pencapaian
tujuan melalui peningkatan keterampilan memecahkan masalah,
kepercayaan pada kemampuan seseorang untuk memecahkan masalah di
masa depan dapat ditingkatkan. Seseorang dengan kemampuan
memecahkan masalah yang baik dapat menjadi semakin efektif di masa
yang akan datang. Peneliti telah menunjukkan bahwa individu dengan
harapan tinggi adalah pemecah masalah yang kreatif dan efektif (Snyder,
Harris, dkk., 1991; Snyder, Irving, & Anderson, 1991) dan memiliki
persepsi positif tentang kompetensi untuk pemecahan masalah di banyak
wilayah (Snyder, Hoza, dkk., 1997).
Melalui restrukturisasi kognitif, konseli didorong untuk melihat
masalah sebagai tantangan, untuk menerima kontrol pribadi atas suatu
hasil, dan menginvestasikan waktu dan usaha yang diperlukan untuk
menerapkan solusi (D'Zurilla, 1988; Snyder, 2000). Intinya, dari proses
ini adalah konseli diajarkan mengenai arti penting pemikiran agensi
dalam pemecahan masalah. Dengan agensi yang diperkuat, konseli dapat
mulai menghasilkan solusi atau jalur yang bisa diterapkan. Konseli yang
terlibat dalam penggunaan Problem-Solving Therapy diperkenalkan pada
sejumlah proses kognitif yang penting untuk solusi yang efektif. Konseli
didorong untuk mengembangkan kepekaan terhadap masalah dengan
mengenali kapan masalah ada dan harus ditangani. Konseli
mempraktikkan pemikiran alternatif atau menghasilkan berbagai solusi
potensial. Mereka belajar pemikiran yang memungkinkan mereka
mengenali arah yang relevan untuk mencapai tujuan. Akhirnya, konseli
belajar berpikir konsekuensial atau kemampuan untuk meramalkan
konsekuensi yang terkait dengan pilihan tertentu (D'Zurilla, 1988;
Snyder, 2000).
f. Solution Focused Therapy
Terdapat sejumlah kesamaan konseptual antara Solution-Focused
Therapy dan Hope Theory. Untuk menggambarkan hal ini, kita akan
membahas Solution-Focused Therapy dalam bingkai teori harapan. Salah
42
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
satu kesamaan konseptual terpenting antara Solution-Focused Therapy
dan harapan teori adalah perspektif berorientasi pada kekuatan. Banyak
teori psikologi sebelumnya memiliki perspektif patologis, dengan orang-
orang ditilik dalam perspektif kelemahan dan masalah mereka dan bukan
pada kekuatan dan kemampuan mereka. Teori harapan adalah bagian dari
gerakan psikologi positif yang lebih baru untuk melihat orang-orang
melalui perspektif kekuatan dan kemampuan yang dimiliki (Snyder,
2000). Demikian pula, Terapi Berfokus pada Solusi berorientasi pada
penemuan apa yang dilakukan konseli dengan baik dan bagaimana
perilaku konseli dengan cara yang melakukan pengecualian terhadap
serangkaian perilaku bermasalah (de Shazer, 1985; Snyder, 2000).
Perspektif ini berasal dari teori Erickson (1954; Snyder, 2000),
yang percaya bahwa psikoterapis harus menggunakan kekuatan dan
keterampilan yang dimiliki konseli pada terapi untuk membantu mereka
mewujudkan tujuan kehidupan yang lebih memuaskan. Perspektif
berorientasi solusi tidak berfokus pada keterbatasan dan kurangnya
kemampuan untuk memecahkan masalah. Terapi ini lebih condong
menggunakan model kesehatan dan bukan berorientasi pada penyakit
(Friedman, 1992 Snyder, 2000). Terapi berfokus-pada solusi dan teori
harapan merupakan pendekatan yang berorientasi pada masa depan.
Salah satu tugas pertama dalam Solution-Focused Therapy adalah
membantu konseli membangun visi masa depan dimana keluhan tidak
lagi menjadi masalah. Konseli memandang masa depan karena memiliki
banyak kemungkinan untuk hal-hal baik yang terjadi, dengan konseli
tersebut menjadi penulis atas hasil yang diinginkan. Konseli kemudian
menjadi lebih penuh harapan.
Melalui penggunaan teknik terapi berfokus pada solusi, konseli
belajar untuk mengatur ulang harapan mereka. Konseli mulai
memberlakukan perilaku baru mempertahankan harapan positif, yang
berarti bahwa mereka melakukan perilaku yang lebih konstruktif dan
dapat memfasilitasi pemeliharaan harapan baru. Individu yang penuh
harapan melihat masa depan secara positif dan melihat masalah di masa
43
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
depan sebagai sesuatu yang dapat dipecahkan. Terapi berfokus solusi,
secara inheren, merupakan pendekatan yang berorientasi pada tujuan (de
Shazer, 1985; Nunnally, 1993). Salah satu tujuan terapis yang berfokus
pada solusi adalah membantu konseli memilih tujuan. Terapis terkadang
menganggap terapi selesai ketika salah satu tujuan ini tercapai atau
konseli telah menghasilkan kemajuan yang cukup dan merasa nyaman
melanjutkan prosesnya sendiri. Banyak konseli mengikuti konseling
dengan tujuan yang tidak jelas. Seringkali, mereka tidak bisa
mengkonseptualisasikan hidup mereka tanpa masalah mereka. Konseli
diketahui hanya memiliki perasaan samar (tidak jelas) tentang perubahan
yang diperlukan untuk kehidupan yang lebih konstruktif.
g. Cognitive Behaviour Therapy
Sebelum memeriksa hubungan spesifik antara teori harapan dan
beragam terapi perilaku kognitif, penting untuk menyoroti fungsi teori
harapan sebagai kerangka menyeluruh yang menyatukan semua terapi.
Teori harapan adalah metatori atau cetak biru bagi penggunaan CBT dan
psikoterapi lain. Agar harapan bisa hadir, baik agency maupun pathways
harus ada. Menurut teori harapan, tak satu pun dari individu-individu
dapat memliki pengharapan yang tinggi pada semua aspek, karena
terdapat rendah dalam salah satu komponen. Individu dengan harapan
rendah cenderung menghasilkan lebih sedikit tujuan hidup (Snyder,
1994). Temuan-temuan akhir ini dapat diartikan sebagai pendukung teori
harapan yang mendalilkan bahwa pengaruh positif (termasuk rasa
kesejahteraan) adalah hasil dari pencarian tujuan yang berhasil dan
dampak negatif tersebut dihasilkan dari pencapaian tujuan yang tidak
berhasil (seringkali terdapat hambatan dalam mencapai tujuan (Snyder,
1994; Snyder, 2000).
Psikoterapis yang beroperasi dalam kerangka teori harapan dapat
membantu konseli melepaskan tujuan yang tidak terjangkau dan
menggantikan yang baru. Selanjutnya, Beck menggambarkan terapi
kognitif yang berfokus pada masalah saat ini dan tujuan masa depan.
Sehubungan dengan tujuan tersebut, dalam teori harapan, dikemukakan
44
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
bahwa, terlepas dari kebutuhan terapeutik yang spesifik dari beragam
konseli, psikoterapi yang sukses selalu akan berlanjut kepada tujuan atau
rangkaian tujuan yang telah ditetapkan dengan baik. Protokol perlakuan
CBT, mengandung karakteristik spesifik CBT menjadi sumber pathways,
dan hubungan terapeutik menjadi katalisator bagi agensi. Hal ini
menguatkan CBT dapat digunakan dalam mengembangkan harapan.
B. KONSEP DASAR KEKUATAN (STRENGTH) DAN KONSELING
KEKUATAN DIRI (STRENGTH BASED COUNSELING)
Pembahasan pada sub bab ini menjadi jembatan dalam memahami
pendekatan yang akan digunakan dalam mengembangkan harapan
akademik pada mahasiswa. Pendekatan Strength Based Counseling dapat
dipahami dengan pengetahuan mengenai konsep strength terlebih dahulu.
Konsep tentang kekuatan (strength) menjadi inti dari pengembangan
pendekatan konseling yang digunakan dalam penelitian ini. Pembahasan
dilakukan dengan melakukan telaah tentang definisi, karakteristik, konsep
zona kekuatan dan tahapan perkembangan kekuatan. Pasca pemahaman
mengenai konsep strength dipaparkan tentang konsep pendekatan
konseling yang digunakan dalam penelitian ini. Pembahasan pendekatan
Konseling Strength Based Counseling diawali dengan definisi, kontribusi
teori dan pendekatan konseling lain, tinjauan filosofi dan asumsi dasar,
peran konselor dan konseli, proposisi dan diakhiri dengan pembahasan
tentang langkah atau tahapan dalam Strength Based Counseling
1. Definisi Kekuatan (Strength)
Berbagai literature menunjukkan tidak mudah untuk memberikan
definisi dari strength (kekuatan). Kerumitan dalam memberikan definisi
ini diantaranya disampaikan oleh Aspinwall dan Satudinger (dalam Smith,
2013). Meski sulit namun terdapat beberapa ahli yang kemudian memandu
dalam menemukan definisi kekuatan (strength) yang tepat dan sesuai.
Kajian mengenai strength bidang psikologi baru dimulai pada tahun 2001.
Tokoh yang dianggap menjadi pioneer dalam membahas strength adalah
45
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
Donald Clifton dari Amerika. Atas berbagai penelitian dan tulisan Clifton
tentang strength oleh American Psychological Association dia
mendapatkan penghargaan Presidential Commendation dan dinobatkan
sebagai the father of strength – based psychology dan the grand father of
positive psychology.
Pasca pengembangan yang dilakukan oleh Donald O Clifton
selanjutnya diperoleh beberapa definisi dari strength yang sampai saat ini
terus berkembang. Menurut (Clifton, 2006; Smith, 2013) strength adalah
kemampuan untuk terus konsisten, serta menghadirkan kinerja sempurna
dalam kegiatan tertentu. Sementara itu menurut (Linley & Harrington,
2007) strength adalah sebuah kapasitas untuk merasa, berpikir, dan
berperilaku dengan cara yang memungkinkan dan berfungsi optimal dalam
mengejar hasil yang berharga (Linley & Harrington, 2007).
Sedikit berbeda dengan pendapat tersebut menurut (Buckingham &
Clifton, 2014) strength dapat dimaknai sebagai kombinasi bakat (pola
alami yang terjadi secara berulang dari pikiran, perasaan dan perilaku),
pengetahuan (fakta dan pelajaran), dan keterampilan (langkah-langkah dari
suatu kegiatan). Pedapat tersebut dikembangkan oleh Peterson & Seligman
(2004) yang menyatakan strength adalah kombinasi dari unsur-unsur
psikologis pada manusia meliputi proses atau mekanisme yang
mengarahkan pada virtues (kebaikan/ kebajikan) moral yang dihargai
Sementara itu, definisi termutakhir yang berhasil didapatkan dari Smith
(2013) menyatakan strength sebagai sesuatu yang membantu seseorang
untuk menghadapi kehidupan atau yang membuat hidup lebih memuaskan
untuk diri sendiri atau orang lain.
Definisi yang berbeda antara satu ahli dengan yang lain tersebut
semuanya masih tetap memiliki akar yang kuat dengan teori sifat
kepribadian klasik. Dalam pandangan strengths psychology semua strength
merupakan genetik dan atau aspek evolusi ‘alami’ yang dapat
menunjukkan serta prediksi dari perbedaan individu. Linley (2008; Smith,
2013), misalnya, mendukung perspektif evolusi di mana keadaan
lingkungan, dari waktu ke waktu dapat membentuk strengths. Sementara
46
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
itu, Buckingham dan Clifton (2001; Smith, 2013) menekankan peran
koneksi sinaptik alami dalam manifestasi bakat, yang mereka anggap
sebagai aspek integral dari strengths.
Clifton dan Harter (2003; Smith, 2013) mengakui peran teori
kepribadian sebagai dasar pendekatan mereka dan dalam memahami dan
mendalami konsep strengths. Dalam paparan yang diberikan diketahui
bahwa strength merupakan komposisi dari genetik serta bagaimana
seorang individu dapat tumbuh dan berkembang secara dinamis dan
berkenaan dengan siapa individu memulai kehidupannya. Seorang individu
dapat mengubah atau berubah (kepuasan, subjective well-being,
engagement, dan kinerja), tetapi kebanyakan akan memiliki strength yang
efisien, melalui siapa mereka untuk memulai/ berinteraksi serta bakat
dimiliki individu. Pemahaman mengenai strength ini konsisten dengan
penelitian pada topik diantaranya yang dilakukan oleh Steger, Hicks,
Kashdan, Krueger, dan Bouchard (2007) yang menggunakan sampel
individu yang kembar untuk menguji kontribusi faktor genetik pada
strength dan menemukan pola yang konsisten dari kontribusi genetik,
dengan melihat dampak dari berbagai macam kasus. Demikian pula, dalam
sampel dari ratusan anggota masyarakat yang masuk dalam kategori
dewasa, Linley (2010; Smith, 2013) menemukan korelasi kuat antara
strength dan faktor kepribadian dan diketahui ditentukan oleh kontribusi
genetik.
Penggunaan istilah strength atau kekuatan secara global pada
akhirnya semakin meningkatkan arti pengetahuan dan manfaat dalam
bidang psikologi (Peterson & Seligman, 2004). Individu dapat
menyesuaikan perilaku mereka untuk mendapatkan hasil terbaik dalam
situasi tertentu dan dapat belajar untuk membangun kehidupan di mana
kekuatan/ strength yang lebih mudah digunakan ini termasuk
menggunakan strength dalam berbagai upaya yang dilakukan untuk
mencapai tujuan yang selaras dengan nilai-nilai sentral yang dimiliki
individu (Hayes, Luoma, Bond, Masuda, & Lillis, 2006). Selain berfokus
pada konsep strength sebagai kapasitas internal yang ada sepanjang waktu
47
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
dan situasi (pendekatan sifat kontemporer), teori yang saat ini banyak
dikembangkan telah mengadopsi pendekatan kepribadian dan pribadi yang
dinamis. Pendekatan yang saat ini dikembangkan dalam konsep strength
merupakan perpaduan atau interaksi dari individu (person) dan lingkungan
(behaviour). Berdasarkan pemahaman konsep tersebut, maka perilaku
dapat didefinisikan sebagai struktur berbasis strength dalam kepribadian
seorang individu.
Strength atau kekuatan seringkali dimaknai sebagai keberanian
atau keteguhan hati. Pemaknaan ini merupakan representasi dari sebuah
keadaan yang bertujuan untuk membantu orang lain yang tidak dapat
melindungi diri. Terdapat unsur ekspektasi dan keyakinan bahwa ketika
nanti dilakukan terdapat kemungkinan tujuan yang diinginkan akan
tercapai. Untuk dapat memahami makna strength atau kekuatan secara
lebih terbuka, maka perlu mempertimbangkan konteks. Pemahaman
strength perlu dilakukan secara lebih terbuka dikarenakan beberapa
individu akan menunjukkan perilaku yang bervariasi, dalam cara yang
dapat diprediksi secara khas sesuai dengan karakter individu. Jika strength
atau kekuatan hanya didefinisikan sebagai sesuatu yang muncul, hadir dan
ada di setiap waktu serta setting, kita akan gagal untuk memahami makna
kekuatan. Strength merupakan sesuatu yang menuntut adanya tanggapan
atau reaksi yang berbeda pada setiap situasi yang berbeda (situational
contingencies).
Kesepakatan yang muncul pada pendapat dari ahli dan pendekatan
secara konvensional dalam menggambarkan kekuatan individu yang
melintas batas waktu dan ruang, akan mengarahkan pemaknaan condong
kepada hal yang tidak penting dan pada akhirnya akan menciptakan
pemaknaan yang negatif dan cenderung keliru.
Pada akhirnya kegagalan dari pemaknaan kekuatan individu akan
menyebabkan rendahnya keberhasilan dalam intervensi. Hal tersebut
dikarenakan minimnya pengakuan terhadap strength seorang individu,
(Seligman, dkk., 2014). Pemahaman yang semakin meningkat tentang
strength dan arti penting kekuatan pada diri individu mendorong
48
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
munculnya teori psikologi positif dan kekuatan karakter. Sehingga temuan
baru mengenai strength bukan dianggap sebagai penawaran teori baru
kepribadian, sebaliknya justru dapat dimaknai sebagai adaptasi dari teori
modern untuk penelitian, penilaian, dan intervensi dengan kekuatan.
2. Karakteristik Strength
Strength memiliki sejumlah karakteristik yang tergolong internal
maupun eksternal, dapat dilihat secara intrinsik atau ekstrinsik, sesuai
dengan konteks, berorientasi sepanjang hayat dan culturally bound.
Kekuatan diketahui memiliki karakteristik yang melibatkan daya adaptasi,
dan functionally. Kekuatan terkait dengan kualitas yang normatif karena
terkait dengan orang lain dan masyarakat dan memungkinan seorang
individu berpindah dari satu tingkatan kepada tingkatan yang lain.
Kekuatan memiliki karakteristik yang berkaitan dengan kualitas
transenden dari individu. Kekuatan pada akhirnya dapat membangun
polaritas dan berhubungan dengan kualitas kehidupan yang lebih baik. Di
bawah ini disajikan tentang beberapa karakteristik dari kekuatan
(Strength).
a. Culturally bound strenghts (Kekuatan terikat dengan budaya)
Kekuatan hampir pasti diekspresikan secara kultural. Karakteristik
yang dianggap sebagai kekuatan dalam satu budaya dapat dipandang
sebagai kelemahan dalam budaya lain (Smith, 2013). Kelompok
masyarakat dapat dikatakan memiliki kekuatan budaya tertentu (Chang,
2001; Smith, 2013). Kekuatan pada satu budaya seringkali ditemukan
dan muncul dari keluarga, di mana kekuatan budaya mungkin menjadi
kemampuan untuk menyelamatkan dan menjadi hal yang menguntungkan
bagi individu. Pentingnya kekuatan dimaknai berbeda antar budaya.
Misalnya, dalam budaya yang diberi label sebagai individualistik,
otonomi sangat dihargai (Smith, 2013). Sebaliknya, budaya dalam
perspektif kekuatan digambarkan sebagai kolektivis, keterampilan
relasional yang dapat ditekankan kepada lebih banyak individu. Konselor
dihadapkan pada tantangan untuk belajar dan memahami kekuatan
individu dan budaya sehingga bisa memenuhi kebutuhan keberagaman
49
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
konseli. Kekuatan berbasis kontekstual. Kekuatan manusia memiliki
ketergantungan kontekstual (Aspinwall & Staudinger, 2003) karena
melibatkan interaksi dengan lingkungan material atau dengan konteks
manusia (Staudinger, Marsiske, & Baltes, 1995; Staudinger & Pasupathi,
2000).
Kekuatan dikembangkan dalam situasi tertentu yang mengandung
karakteristik kontekstual tertentu yang dapat mempromosikan atau
menghambat kekuatan manusia. Selama perang, misalnya, kekuatan
karakter tertentu dapat muncul, seperti keberanian atau perasaan
pengecut. Konselor harus mempertimbangkan situasi kontekstual yang
dihadapi konseli. Perilaku konseli dapat dianggap sebagai kekuatan
dalam satu setting dan tanggung jawab dalam konteks sosial yang
berbeda. Misalnya, hasil penelitian telah menunjukkan bahwa konseli
yang memiliki keyakinan pengendalian internal dan problem-focused
coping mungkin menjadi sangat tidak berfungsi pada saat individu
menghadapi kondisi atau kendala yang tinggi, seperti kesehatan yang
buruk (Staudinger, Freund, Linden, & Maas, 1999). Selain itu, pada
beberapa budaya non-Barat (Chang, 2001 Smith, 2013), pesimisme
bersifat adaptif karena meningkatkan usaha pemecahan masalah secara
aktif.
b. Developmental and lifespan-oriented strengths
Kekuatan memiliki perspektif yang berorientasi pengembangan dan
sepanjang hayat. Kekuatan berkembang bersamaan dengan tingkat
kedewasaan kognitif, fisik, dan emosional tertentu atau perkembangan
pengalaman (Lyons, Uziel-Miller, Reyes, & Sokol, 2000; Masten &
Reed, 2002). Kekuatan berhubungan dengan usia karena tindakan anak
dan remaja tidak dapat ditafsirkan dalam hal kekuatan seperti keberanian
(Benson, 1997). Kekuatan keduanya dapat dibentuk dan dapat diganti.
Mereka dapat dipelajari atau diajarkan. Kekuatan individu dapat
berkembang atau berkembang sepanjang usia (Benson, Galbraith, &
Espeland, 1995). Kekuatan juga bersifat incremental, sehingga satu
kekuatan memberikan fondasi untuk mencapai yang lain.
50
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
c. Adaptability and functionality
Kekuatan sangat berkaitan dengan kemampuan individu dalam
beradaptasi dan keberfungsian. Kemampuan seseorang untuk
menerapkan sebanyak mungkin sumber daya dan keterampilan yang
berbeda untuk memecahkan masalah atau untuk mencapai suatu tujuan
dapat dianggap sebagai kekuatan manusia. Charles Darwin telah
melakukan penelitian dan menyatakan tentang asal mula spesies serta
menyoroti pentingnya kemampuan seseorang untuk beradaptasi terhadap
perubahan. Darwin menyatakan bahwa kemampuan individu untuk
beradaptasi terhadap perubahan sama dengan peluang bertahan hidup
mereka. Kekuatan dapat dikonseptualisasikan sebagai bagian dari sistem
adaptasi manusia (Masten & Reed, 2002). Dari perspektif ini, orang
secara biologis dipersiapkan untuk mengembangkan kekuatan (Watson &
Ecken, 2003). Para peneliti telah menetapkan karakteristik kekuatan
manusia sebagai keterampilan bertahan yang penting dan memungkinkan
orang mengoreksi diri mereka sendiri (Masten & Coatsworth, 1998).
Kekuatan berkembang saat individu bergerak menuju adaptasi eksternal.
Manusia adalah organisme self-righting yang terlibat dalam proses
adaptasi lingkungan (Bronfenbrenner, 1974; Masten & Coatsworth,
1998).
Para psikolog beberapa tahun terakhir mulai mempelajari arti penting
kemampuan seseorang untuk menerapkan secara fleksibel sebanyak
mungkin sumber daya dan keterampilan yang berbeda yang diperlukan
untuk memecahkan masalah atau bekerja menuju suatu tujuan
(Staudinger, dkk., 1995; Staudinger & Pasupathi, 2000). Para peneliti
telah menemukan bahwa kekuatan adaptasi seringkali muncul bersama
dengan penggunaan kemampuan diskriminatif yang mengharuskan
individu menggunakan mekanisme peraturan optimal pada saat-saat
terakhir untuk memecahkan masalah atau menyelesaikan tugas tertentu
(Frederic & Lowenstein, 1999; Staudinger, 2000). Sebagai contoh,
beberapa peneliti telah memandang kebijaksanaan sebagai penyeimbang
51
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
kesejahteraan seseorang dan kesejahteraan orang lain (Baltes &
Staudinger, 2000; Sternberg, 1998).
d. Normative quality and enabling environments
Karakteristik dari kekuatan yang lain adalah berkenaan dengan
kualitas normatif dan lingkungan yang mendukung. Kekuatan juga
memiliki kualitas normatif karena mereka ada dibandingkan dengan
suatu keadaan lain, yang seringkali kurang berkembang. Misalnya,
kekuatan keberanian berbeda dengan rasa takut dan pengecut. Setiap
masyarakat mengembangkan norma mengenai apa yang dianggap
sebagai kekuatan manusia. Pelanggaran individu terhadap norma-norma
yang diakui sebagai kekuatan dapat menyebabkan sanksi dan teguran
masyarakat. Apalagi, setiap budaya atau lingkungan memiliki kondisi
yang memungkinkan dan membatasi yang membantu atau menghalangi
individu dalam kemajuan mereka di sepanjang hirarki kekuatan (Smith,
2013). Struktur kelas sosial dapat mencegah individu mencapai kekuatan
tertentu (McCubbin, McCubbin, & Thompson, 1993).
Setiap masyarakat cenderung membangun situasi, kejadian, atau
struktur untuk membantu individu berpindah dari satu tingkat kekuatan
ke tingkat yang lain. Budaya memberikan teladan dan perumpamaan
yang menunjukkan kekuatan yang diinginkan (misalnya dalam contoh
individu di Amerika menggambarkan, Jackie Robinson, mewakili
kekuatan kesabaran dan keterampilan; sedangkan George Washington,
mewakili kukuatan kebenaran dan kejujuran). Budaya membangun
institusi dan ritual untuk menumbuhkan kekuatan. Beberapa budaya Asia
memiliki tingkat kepercayaan, keimanan dan kekuatan seperti contohnya
dalam kepercayaan Buddha yang menggambarkan tingkatan kekuatan
untuk kebijaksanaan, keahlian. Setiap lingkungan memiliki atribut fisik
dan sosial yang mempengaruhi kesejahteraan. Lingkungan sosial,
budaya, ekonomi, dan politik memberikan efek negatif pada
pengembangan kekuatan individu, sementara yang lain memiliki
pengaruh positif. Studi telah menemukan bahwa beberapa lingkungan
52
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
memiliki kualitas restoratif (rasa menjauh), yang meningkatkan relaksasi
dan mereda (Kaplan, 1995; Korpela & Hartig, 1996; Ulrich, 1984).
Beberapa lingkungan atau tempat menggunakan dan menjiwai
penggunaan simbol. Pemaknaan terhadap simbol sering digunakan dalam
menggambarkan identitas pribadi atau kelompok seseorang
(Csikszentmihalyi & Rochberg-Halton, 1981). Lingkungan yang
dipenuhi dengan keadaan kemiskinan cenderung membatasi kekuatan
individu dan seluruh masyarakat (Putnam, 2000; Sarbin, 1970). Oleh
karena itu, pengembangan kekuatan adalah proses yang dipengaruhi oleh
faktor keturunan, lingkungan, dan interaksi kedua kekuatan ini. Atribut
sosial dan ekonomi lingkungan dapat membangun kekuatan jika mereka
memiliki efek positif terhadap individu.
e. Transcendence
Kekuatan manusia juga memiliki dimensi dan berkaitan dengan
kualitas transendensi, karena bisa digunakan untuk melawan kekuatan
atau serangan, baik mental maupun fisik (Aspinwall, 2001). Banyak
penelitian tentang resiliensi menekankan arti penting kemampuan
individu untuk melampaui permasalahan dan keadaan kehidupan.
Kekuatan membantu seseorang melampaui dan meningkatkan
kepribadian (misalnya, secara kekurangan fisik), dan keadaan masyarakat
(misal kemiskinan atau kondisi kehidupan dimana orang tua memiliki
masalah dengan kecanduan zat atau penyakit jiwa) (Affleck & Tennen,
1996; Isen, 2002). Kekuatan dapat berkembang dari kebutuhan untuk
menemukan makna dan tujuan dalam kehidupan kita sehingga kita
mencari orang, tempat, dan pengalaman transformasional yang
membantu kita merasakan keterhubungan dengan dunia.
f. Polarities
Kekuatan sering berkembang dari polaritas. Keberadaan manusia
ditandai oleh polaritas seperti kebahagiaan/ duka cita, otonomi/
ketergantungan, dan kesehatan/ penyakit (Riegel, 1976; Smith, 2013).
Kekuatan manusia dapat berkembang dari aktivasi keadaan negatif dan
positif manusia. Misalnya pada remaja, berkaitan dengan kecakapan
53
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
fisik. Dengan demikian, remaja bekerja keras untuk bersaing secara
atletis, meskipun hal tersebut tidak bijaksana. Pergeseran polaritas terjadi
saat individu menua, sehingga usia dikaitkan dengan kehilangan dalam
fungsi fisik tapi terjadi penambahan dalam hal kearifan. Kekurangan dan
ketidaktercapaian perkembangan menghasilkan upaya kompensasi yang
menyebabkan kekuatan. Konsep inti dari konseling kekuatan diri adalah
memberikan landasan untuk membangun kategori kekuatan dan alasan
untuk intervensi konseling. Kategori kekuatan menyarankan beberapa
atribut yang berkontribusi pada fungsi sosial dan emosional positif atau
negatif (Aspinwall & Staudinger, 2003). Kategori kekuatan diperlukan
karena membantu konselor mengenali atribut positif konseli, fokus pada
apa yang berjalan baik dalam kehidupan seseorang, dan menempatkan
kekuatan semacam itu dalam kerangka kerja menyeluruh dari fungsi
psikologis dan sosial konseli (Peterson & Seligman, 2004). Selain itu,
begitu karakteristik kekuatan dipahami, konselor dapat lebih
memperjelas peran kekuatan konseli dalam psikoterapi (Peterson &
Seligman, 2004).
3. Konsep Zona Strength
Para peneliti yang tergabung dalam proyek yang bernama Values in
Action (VIA) di University of Pennsylvania telah mengembangkan
diagnostik manual pada kekuatan dari individu (Peterson & Seligman,
2004), kategori klasifikasi yang dicantumkan adalah sebagai berikut; (a)
kekuatan kebijaksanaan dan pengetahuan, (b) Kekuatan keberanian, (c)
kekuatan kemanusiaan dan cinta, (d) kekuatan keadilan, (e) kekuatan
kesederhanaan, dan (f) kekuatan transendensi. Manual diagnostik berbasis
kekuatan merupakan tantangan yang menarik bagi peneliti dan ahli yang
berkaitan dengan proses membantu individu yang lain. Psikolog berada
pada tahap awal untuk mendefinisikan, mengisolasi, dan mengkategorikan
kekuatan manusia yang melintasi budaya. Di antara kekuatan yang dibahas
dalam psikoterapi adalah keberanian, komunikasi interpersonal, wawasan,
optimisme, ketekunan, menempatkan masalah dalam perspektif, dan
menemukan tujuan hidup (Peterson & Seligman, 2004).
54
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
Hasil kajian literatur menyatakan bahwa terdapat sepuluh kategori
kekuatan yang dikenal dan ada pada individu. Sepuluh kategori kekuatan
tersebut selanjutnya dikenal sebagai zona dari strength (kekuatan).
Sepuluh kategori kekuatan yang telah muncul dari literatur yang dijelaskan
secara singkat di bawah ini. Selama berabad-abad, kebanyakan budaya
menghargai kebijaksanaan dan kekuatan spiritual, dan oleh karena itu,
kebijaksanaan dipresentasikan sebagai kekuatan manusia yang diakui
secara universal (Baltes & Staudinger, 2000; Sternberg, 1998). Oleh
karenanya zona pertama dari strength (kekuatan) adalah kebijaksanaan.
Kebijaksanaan sering dikaitkan dan berhubungan dengan usia, karena
orang tua dianggap bijak sementara orang muda dianggap sebagai individu
yang bodoh. G. Stanley Hall, presiden APA pertama, berusaha
mengembangkan model kebijaksanaan pada tahun 1922, namun penelitian
dan kajian tentang hal tersebut tidak berkembang. Hanya sedikit penelitian
tambahan telah dilakukan mengenai topik ini sampai saat ini.
Zona atau kategori kedua adalah kekuatan emosional, seperti insight,
optimisme, ketekunan, menempatkan masalah dalam perspektif,
menemukan tujuan dalam hidup, dan memiliki kemampuan untuk
bertahan. Harapan, optimisme, iman, dan cinta akan kehidupan juga
merupakan kekuatan emosional. Menurut Goleman (1995), kekuatan
emosional kita seringkali lebih penting daripada kekuatan intelektual kita.
Para peneliti telah mempelajari kekuatan optimisme (Carver & Scheier,
1990; Scheier & Carver, 1985; Seligman, 1991) dan menyatakan bahwa
optimisme terkait dengan kesehatan mental.
Zona ketiga adalah kekuatan karakter (character strengths) dan
mencakup perilaku seperti integritas, kejujuran, disiplin, keberanian, dan
ketekunan. Universitas Pennsylvania telah mengidentifikasi 24 kekuatan
karakter melalui kegiatan Signature Strengths Survey. Proyek VIA adalah
strategi penelitian berbasis Internet dengan situs Web yang memungkinkan
survei diselesaikan lebih cepat dan melintas batas ruang dan waktu.
Responden berasal dari individu yang telah masuk dalam kategori dewasa
menjawab pertanyaan, dan selanjutnya hasil jawaban disimpan secara
55
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
otomatis, dinilai, dan dapat digunakan oleh peneliti psikologi positif
(Peterson & Seligman, 2004). Sejumlah karakter dan deskripsi dalam
kekuatan karakter dapat dipelajari dan diketahui pada buku dari Character
Strengths and Virtues: A Handbook and Classification (Peterson &
Seligman, 2004). Selain kekuatan karakter kearifan dan pengetahuan,
penulis mencantumkan kekuatan kognitif yang melibatkan perolehan dan
penggunaan pengetahuan, seperti kreativitas (yaitu, pemikiran baru dan
produktif), keingintahuan (yaitu, minat, pencarian baru, dan keterbukaan
terhadap pengalaman), dan cinta belajar .
Zona keempat adalah kekuatan kreatif, seperti kemampuan untuk
menghargai seni dan kemampuan untuk mengekspresikan diri secara
tertulis, suara, dan bentuk seni lainnya. Sepanjang sejarah, orang telah
mengenali kontribusi music, misalnya Haydn and Beethoven, seni visual,
misalnya, Michelangelo, Van Gogh, dan Picasso, dan literature, misalnya,
Shakespeare dan Robert Frost terhadap penguatan dan pengayaan
kehidupan manusia. Elsie Jones Smith (2014) memiliki pendapat yang
berbeda dengan Peterson dan Seligman (2004), dimana Smith
mempertahankan bahwa kekuatan kreatif harus dikelompokkan secara
terpisah dari kebijaksanaan dan pengetahuan. Kreativitas melibatkan seni
dan melampaui pemikiran baru dan produktif.
Zona atau kategori kekuatan kelima mencakup kekuatan relasional dan
pengasuhan. Kekuatan relasional dan pengasuhan menjadi gambaran dari
kemampuan individu untuk membentuk hubungan yang berarti dengan
orang lain, kemampuan untuk berkomunikasi, dan kapasitas untuk
memelihara (pengasuhan) kepada orang lain (Peterson & Seligman, 2004).
Individu mengembangkan kekuatan relasional dan pengasuhan mereka
dari need for belonging (Maslow, 1954, 1971; Smith, 2013). Kekuatan
relasional seperti kasih sayang, kerja sama, toleransi, pengampunan, dan
empati telah dapat dikonseptualisasikan. Peterson dan Seligman (2004)
menempatkan kekuatan pengasuhan di bawah kategori kemanusiaan, yang
mencakup kekuatan karakter seperti cinta, kebaikan, dan kecerdasan
56
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
sosial. Kekuatan relasional yang dimiliki individu diprediksi dapat
berinteraksi dengan kategori kekuatan lainnya.
Zona keenam adalah kekuatan pendidikan (educational strengths) yang
meliputi faktor-faktor seperti tingkat akademis, tingkat pencapaian
pendidikan, dan pendidikan informal. Kategori kekuatan ketujuh adalah
kekuatan analisis dan kognitif individu, seperti kekuatan pemecahan
masalah dan pengambilan keputusan dan kemampuan berpikir dan
menjawab serta memberikan alasan. Kekuatan yang terkait dengan
pekerjaan dan kemampuan individu dalam berpenghasilan merupakan
kategori kekuatan kedelapan, yang mencakup kemampuan untuk
mendapatkan pekerjaan, untuk memberi nafkah keluarga mereka, dan
untuk menghasilkan kekayaan.
Zona kekuatan kesembilan mengacu pada kemampuan individu untuk
menciptakan rasa aman atau memanfaatkan dukungan sosial serta
kekuatan masyarakat secara baik. Sementara itu, keterampilan survival
(bertahan) merupakan zona kekuatan kesepuluh, mencakup kemampuan
untuk menghindari rasa sakit dan mempertahankan kelangsungan hidup
fisik dalam budaya atau masyarakat. Kekuatan survival dapat membantu
orang untuk memenuhi kebutuhan fisiologis dan keamanan dasar mereka,
dan kelangsungan hidup dengan mengacu pada kondisi kesehatan (Masten
& Coatsworth, 1998; Masten & Reed, 2002). Individu mungkin memiliki
kekuatan dalam beberapa kategori secara bersamaan. Beberapa individu
lain memiliki kekuatan di semua kategori, hanya karena masing-masing
individu memiliki keterbatasan dan kelemahan. Peneliti berteori bahwa
beberapa faktor dapat menyebabkan individu berpindah dari satu kategori
kekuatan ke tingkat yang lain, termasuk gender, tahap perkembangan
kehidupan, pengalaman hidup, keberlangsungan hidup dan kemampuan
bertahan, serta kemampuan untuk merenungkan pengalaman hidup.
4. Tahapan Perkembangan Strength (Stages of Strength Development)
Perkembangan kekuatan merupakan proses sepanjang hayat (lifelong
process) yang melibatkan kondisi dinamis dari dorongan, pathways,
instruksi, proses belajar melalui observasi, dan budaya. Kekuatan
57
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
merupakan gambaran dari pola dominan seorang individu terkait dengan
pikiran, perasaan yang digunakan dalam cara produktif untuk mencapai
tujuan. Perkembangan kekuatan melibatkan proses self examination
(pemeriksaan terhadap diri sendiri), refleksi dan self discovery (pencarian
diri). Perkembangan kekuatan menuruty Smith (2014) merupakan proses
intensional atau disengaja. Upaya untuk menumbuhkan kekuatan
dilakukan melalui latihan yang berulang-ulang, dan repetisi. Proses
intesional meliputi penggunaan energi pada salah satu dari area kekuatan
terkuat yang dimiliki individu.
Perkembangan kekuatan merupakan proses yang melibatkan sejumlah
tahapan. Tahap pertama dari perkembangan kekuatan terkait dengan otak.
Terdapat tiga tingkatan dalam perkembangan berkaitan dengan otak.
Pertama ini faktor genetik memiliki peran yang kuat, ditambah dengan
terjadi perubahan susunan hubungan sinapsis dalam otak. Tingkatan kedua
pada tahap perkembangan otak terkait dengan pengaruh dari lingkungan
yang ada di luar rahim. Secara spesifik pada tingkatan kedua terkait
dengan interkasi dengan orang tua, saudara kandung, dan anggota keluarga
lain. Bayi pada tingkatan ini akan kembali menguatkan sinaptik pada otak.
Pada saat salah satu kekuatan melemah maka kekuatan lain akan menguat
sebagai contoh individu akan menjadi semakin bijaksana pada saat
kekuatan fisik yang dimiliki melemah. Tingkatan ketiga perkembangan
otak pada tahap perkembangan kekuatan adalah repetisi dan penggunaan
secara berulang-ulang hubungan sinaptik yang telah terbentuk di otak
manusia. Penggunaan ini lebih dominan terjadi pada saat masih kanak-
kanak. Sejumlah pengetahuan dan keterampilan biasanya lebih matang
diperoleh dibandingkan dengan bakat dan kekuatan individu.
Tahap kedua adalah perkembangan kesadaran dan kempuan
identifikasi (strength awareness and identification). Tahap ini meliputi
identifikasi dari bakat seseorang atau sesuatu yang dilakukan sesorang
secara sempurna. Individu melihat kekuatan pribadi mereka sebagai hasil
dari proses evaluasi tentang hasil (sebaik apa) mereka melakukan suatu
aktifitas atau tugas. Isu utama pada tahap kedua ini adalah bahwa
58
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
indetifikasi kekuatan seringkali disertai dengan proses reflektif. Proses
reflektif ini terarah pada sebaik apa individu dapat melakukan atau
mengerjakan sesuatu. Kekuatan identifikasi selalu melibatkan proses
noticing dan attention. Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat
diketahui bahwa identifikasi terhadap kekuatan individu dilakukan melalui
noticing (mengingat), attention (memperhatikan) dan awareness
(menyadari/ kesadaran).
Tahap ketiga adalah strength engagement, tahap ini dapat dipahami
sebagai proses penamaan dan klaim bakat dari individu sebagai titik
kekuatan. Aspek pengembangan kekuatan pada tahap ini terjadi ketika
seseorang benar-benar menggunakan atau melibatkan kekuatan dalam
beberapa situasi yang berbeda. Pasca melakukan hal tersebut, individu
pada tahap ini kemudian membuat pengakuan atau melakukan konfirmasi
bahwa ia memiliki domain dari kekuatan tertentu.
Tahap keempat strength refinement, practise (perbaikan dan latihan).
Tahap ini terjadi pada saat individu melatih kekuatan sehingga individu ia
menjadi lebih baik dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki. Tahap ini
melibatkan penggunaan sinapsis neurologis. Tahap kelima dari
perkembangan kekuatan adalah stength integration (integrasi kekuatan).
Meliputi kesadaran, penggunaan, dan perbaikan kekuatan individu. Tahap
kelima ini merupakan penggabungan dari kekuatan dan pada menjadi
konsep diri individu. Tahap keenam adalah aplikasi dari kekuatan pada
berbagai macam setting yang berbeda. Dan terakhir tahap ketujuh yaitu
penggunaan dari kekuatan seorang individu dalam mengelola kelemahan
yang dimiliki.
5. Definisi Konseling Kekuatan Diri (Strength Based Counseling)
Konseling kekuatan diri merupakan pergeseran yang baru dengan
paradigma yang luar biasa dalam psikologi, dari model medis yang
berfokus pada patologi ke model yang menekankan pengembangan
modalitas/ asset dari seorang individu (Seligman, 1991, 1998, 1999;
Walsh, 2004). Pendekatan ini berusaha memahami kebajikan manusia dan
menjawab pertanyaan kekuatan apa yang dimiliki seseorang untuk
59
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
menghadapi kehidupan secara efektif. Dan Apa kekuatan fundamental
umat manusia?. Konseling kekuatan diri menyediakan kerangka teoretis
dan praktik yang dirancang untuk melibatkan konselor dan psikolog dalam
membangun dan mengembangkan kapasitas serta modalitas/ aset diseluruh
rentang kehidupan seseorang (Benson, Galbraith, & Espeland, 1995).
Konseling kekuatan diri dapat dimaknai sebagai proses membantu
individu lain dimana konselor mempelajari kekuatan dan hal baru
mengenai kualitas manusia dalam perspektif positif yang seringkali tidak
dikenali, tidak disebutkan namanya, dan tidak diketahui, baik dalam proses
terapeutik maupun di sekolah (Benard, 1991; Benson, 1997; Rutter, 1985a,
1985b; Wolin & Wolin, 1993). Perpektif baru ini membantu keluarga dan
sekolah mencari dan menemukan kekuatan pada remaja. Terlebih lagi,
remaja diajarkan untuk mengidentifikasi kekuatan mereka sendiri dan
untuk mengarahkan mereka dalam menghadapi kesulitan. Bahasa dengan
bingkai kekuatan ini membantu orang tua, guru, dan profesi lain terkait
dalam memodifikasi dan membingkai kembali bagaimana melihat dan
menilai serta memahami remaja dan individu muda (Connell, Spencer, &
Aber, 1994). Melalui konseling kekuatan diri konselor dituntut untuk
melakukan perubahan perspektif layanan dari hanya melihat risiko
individu atau remaja kepada perspektif ketahanan dan kekuatan yang luar
biasa dari individu (Albee, 1994; Garbarino, 1991, 1994; Wolin & Wolin,
1993). Konsep inti dari konseling kekuatan diri adalah penggunaan
kategori kekuatan sebagai fondasi atau landasan dalam membangun dan
menggunakan intervensi konseling yang rasional. Kategori kekuatan
menyarankan beberapa atribut yang berkontribusi terhadap fungsi sosial
dan emosional positif atau negatif (Aspinwall & Staudinger, 2003).
Kategori kekuatan diperlukan untuk membantu konselor dalam
mengidentifikasi atribut positif konseli, fokus pada kebaikan dalam
kehidupan seseorang, dan menempatkan kekuatan dalam kerangka
keseluruhan fungsi psikologis dan sosial konseli (Peterson & Seligman,
2004). Selain itu, melalui pemahaman karakteristik kekuatan dari konseli,
60
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
konselor dapat lebih memperjelas peran kekuatan konseli dalam konseling
dan psikoterapi (Peterson & Seligman, 2004).
6. Kontribusi Teori dan Pendekatan Konseling dalam Strength Based
Counseling
a. Psikologi Positif
Dalam studinya tentang optimisme, Seligman (2004)
menemukan bahwa pesimis merupakan respon dari ketidakberdayaan;
individu yang pesimis akan cenderung menyerah lebih awal daripada
yang tekun untuk berusaha. Sebaliknya optimisme akan mendorong
seorang individu dalam berusaha. Optimis akan berguna pada saat
individu dihadapkan pada masalah kehidupan atau kemunduran. Gaya
berpikir optimis membantu seorang individu dalam mempertahankan
harapan, meningkatkan resiliensi seseorang, dan meningkatkan
peluang seseorang untuk meraih kesuksesan. Seligman pada tahun
1998 sebagai presiden APA mengartikulasikan visinya dengan
memperkenalkan dan melakukan kajian serta penelitian yang dikenal
dengan psikologi positif dengan menggunakan pijakan dua tokoh yang
juga merupakan presiden APA sebelumnya yaitu Carl Rogers pada
tahun 1961 dan 1964 serta Abraham Maslow pada tahun 1962 dan
1971.
Maslow pertama kali menggunakan istilah psikologi positif
dalam buku yang ditulis berjudul Motivation and Personality pada
tahun 1954, khusus pada bab terakhir berjudul Toward a Positive
Psychology. Pandangan Maslow untuk psikologi positif menekankan
konsep tentang harga diri positif di kalangan pemuda, pengalaman
puncak, dan aktualisasi diri. Seligman (2004) menantang psikolog
untuk lebih memahami pengaruh optimisme dan pemikiran positif
dalam pengembangan dan pembangunan sumber daya manusia.
Beberapa pertanyaan yang sering diungkapkan dalam menjembatani
konsep psikologi positif diantaranya: Apakah seorang individu yang
berpikir positif dapat belajar lebih baik di sekolah? Sampai sejauh
61
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
mana seorang individu bisa belajar optimisme atau pesimisme dan
kemudian mempengaruhi perkembangan seseorang melalui tahap
perkembangan anak-anak dan remaja? Bisakah psikologi positif
mempengaruhi tingkat bunuh diri remaja dengan mengajarkan remaja
untuk menjadi orang yang terpelajar? Apakah seorang individu yang
berpikir positif mengalami sedikit depresi atau kecemasan? Psikologi
positif lebih menekankan kesejahteraan individu, kenikmatan indra,
dan rasa kebahagiaan saat ini dan membantu konseli untuk
membangun kognisi positif tentang masa depan melalui optimisme,
harapan, dan keyakinan (Gillham & Seligman, 1999; Seligman, 2002).
Di tingkat individu, psikologi positif berusaha mengembangkan ciri-
ciri pribadi seperti kemampuan dalam hal cinta, keberanian,
ketekunan, pengampunan (pemberian maaf), dan kebijaksanaan. Pada
tingkat kelompok, psikologi positif menekankan tanggung jawab dan
altruisme (Seligman & Csikszentmihalyi, 2000).
b. Narrative Therapy
Michael White dan David Epston, merupakan dua tokoh
terapis keluarga yang memperkenalkan terapi naratif untuk membantu
konseli yang sedang menghadapi masalah. Kedua terapis ini
mengamati bagaimana konseli mereka terpengaruh oleh makna yang
mereka anggap berasal dari trauma hidup dan rangkaian peristiwa
kehidupan yang membuat individu tertekan. Permasalahan konseli
biasanya melibatkan deskripsi diri mereka sebagai korban daripada
sebagai survivor.
Soon, White dan Epston (1990) mendorong konseli mereka
untuk menceritakan kembali kisah-kisah pribadi mereka tentang rasa
sakit dan penolakan dengan cara-cara baru yang membebaskan dan
memberdayakan mereka. Terapis naratif membantu konseli
menceritakan kembali kisah mereka secara tertulis sehingga konseli
mengingat kekuatan mereka dalam mengatasi masalah dan bukan
kelemahan mereka. Demikian pula, konseling kekuatan diri meminta
konseli untuk menceritakan kembali kisah mereka, melalui
62
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
penekankan kekuatan yang dimiliki individu. Kontribusi terapis
naratif menjadi bagian dalam tahapan konseling bebasis kekuatan di
mana konseli diminta untuk menceritakan kisah hidup mereka dari
perspektif kekuatan yang dimiliki.
c. Preventive Research
Preventif research (penelitian pencegahan) telah mulai
dikembangkan pada tahun 1960an ketika para peneliti tertarik untuk
belajar bagaimana membangun rasa percaya diri dan kemampuan dari
remaja dalam melawan penyalahgunaan narkoba dan kecanduan
alkohol (Dryfoos, 1990). Pada tahun 1976, National Institute of
Mental Health America mengadakan pertemuan dengan para peneliti
dan praktisi terkemuka yang menegaskan bahwa pencegahan
merupakan cara terbaik dalam menangani masalah kesehatan mental
bagi orang Amerika (Klein & Goldston, 1977).
Selama tahun 1980an, APA membentuk satuan tugas untuk
pencegahan, promosi, dan alternatif intervensi dalam psikologi yang
memulai usaha besar untuk mengidentifikasi program pencegahan
berbasis penelitian (Price, Cowen, Lorion, & RamosMcKay, 1988).
Sejak tahun 1988, standar yang ketat telah ditetapkan dalam
melakukan penelitian pencegahan (Weissberg, Kumpfer, & Seligman,
2003). Pada tahun 1998, Seligman menunjuk sebuah gugus tugas
presiden APA yang diberi nama Prevention: Promoting Strength,
Resilience, and Health in Young People. Gerakan pencegahan dan
Penelitian pencegahan telah berkontribusi pada pemahaman kita
tentang remaja berisiko dan perspektif strength/ kekuatan. Gerakan
pencegahan telah menjadi satu bidang dalam psikologi yang telah
secara konsisten dikenal dan digunakan dalam mengatasi kondisi
pemuda/ remaja secara keseluruhan di Amerika Serikat.
Gerakan tersebut menyoroti tentang perlunya perubahan, dan
kondisi negatif di mana anak-anak Amerika dibesarkan. Misalnya,
para peneliti mencatat tingkat perceraian yang tinggi, frekuensi wanita
yang melahirkan sebelum menikah dan membesarkan anak-anak, dan
63
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
hilangnya struktur keluarga tradisional (sebagai contoh salah satu
orang tua di rumah dan yang lainn bekerja; Weissberg, Walberg,
O'Brien , & Kuster, 2003).
d. Psikologi Konseling
Sejarah profesional psikologi konseling berkaitan erat dengan
gerakan vocational guidance di Amerika Serikat, kembalinya para
veteran setelah Perang Dunia II, dan kebutuhan akan konseling dalam
mencari perkejaan dan penempatan kerja (Meara & Myers, 1999).
Konseling psikolog menekankan pola perkembangan normal, meski
mereka juga dilatih untuk mengenali pola abnormalitas dan patologi
(Brown & Lent, 2000). Tujuan utama psikologi konseling adalah
untuk memfasilitasi anak-anak dengan berfokus pada pola hidup
individu.
Menurut Gelso dan Fretz (1992), psikologi konseling secara
tradisional mengadopsi peran pencegahan, mendidik dan
perkembangan, serta proses remedial. Selanjutnya, Gelso dan Fretz
mengidentifikasi lima hal yang menjadi fokus dari pendapat mengenai
psikologi konseling antara lain; (a) kepribadian yang utuh, (b) aset dan
kekuatan yang dimiliki individu, (c) intervensi yang relatif singkat, (d)
interaksi antar individu-lingkungan, dan (e) pendidikan Dan
pengembangan karir dan lingkungan. Sumbangan psikologi konseling
terhadap layanan konseling dengan perspektif kekuatan terdiri atas
tiga bagian. Pertama, secara historis psikologi konseling berfokus
pada aset dan kekuatan individu (Brown & Lent, 2000). Kedua, ini
lebih menekankan arti penting keragaman budaya dan dampak budaya
terhadap ekspresi kekuatan individu. Psikologi konseling secara
tradisional berfokus pada kaum muda dan kekuatan budaya kelompok
etnis (Brown & Lent, 2000; Gelso & Woodhouse, 2004).
Beberapa tahun terakhir, Maton dkk. (2004) meminta orang
Amerika untuk memberikan perhatian (berinvestasi) pada anak-anak,
remaja, keluarga, dan masyarakat. Ketiga, psikologi konseling secara
tradisional berada di garis depan dalam mempromosikan perubahan
64
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
sosial (Brown & Lent, 2000; Walsh, 2004). Para peneliti diketahui
pada saat ini berfokus pada isu-isu konseling untuk kesehatan manusia
secara menyeluruh, fungsi manusia yang optimal, dan pengembangan
kekuatan manusia melalui keragaman (Bingham & Saponaro, 2003;
Leong & Blustein, 2000). Salah satu peran psikologi konseling yang
paling penting adalah membantu orang Amerika menghargai kekuatan
keragaman dalam masyarakat (Bingham & Saponaro, 2003).
Pendekatan konseling kekuatan diri (Strength Based
Counseling) berpendapat bahwa masyarakat dengan identitas etnik
dan ikatan yang kuat diantara anggotanya melindungi kaum muda dari
banyak faktor risiko (seperti penyalahgunaan narkoba dan kekerasan)
akan lebih mampu menghadapi masalah (Smith, 2013). Pendekatan ini
menekankan pentingnya menggunakan pertimbangan unsur etnis dan
budaya untuk memberikan konteks layanan bagi individu.
e. Positive Youth Development
Dalam dekade terakhir, para psikolog di Amerika Serikat
mulai fokus pada positive youth development (Larson, 2000). Gerakan
ini menegaskan bahwa meskipun orang-orang berusia di bawah 18
tahun hanya berjumlah 25% dari populasi A.S., namun Amerika
mempercayai bahwa 100% masa depan Amerika Serikat ada di tangan
para pemuda. Data nasional menunjukkan bahwa sebagian besar
remaja A.S. sampai dewasa tidak siap untuk menjadi warga negara
yang produktif, orang tua yang efektif, atau bahkan warga negara yang
bertanggung jawab (Children's Defense Fund, 2001).
Sebagai gambaran mengenai permasalahan pada remaja atau
anak-anak muda di Amerika Serikat berikut disarikan keadaan yang
ada. Pemuda berusia di bawah 18 tahun diidentifikasi sebagai
kelompok yang paling miskin, dengan satu dari lima orang hidup
dalam kemiskinan. Anak-anak minoritas memiliki tingkat persentase
kemiskinan hampir dua kali lebih tinggi (Biro Sensus, 1997, 2001). Di
Amerika Serikat, orang tua tunggal meningkat dari satu menuju empat
keluarga. Sekitar 8 juta anak di bawah usia 14 tahun menghabiskan
65
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
waktu dengan pengawasan orang dewasa secara teratur. Sebanyak 11
juta lainnya tidak memiliki asuransi kesehatan, walaupun satu dari
sembilan anak memiliki orang tua yang bekerja (Bureau of the
Sensent, 1997, 2001).
Gerakan Positive Youth Movement adalah paradigma baru
yang dirancang untuk mendukung dan memperkuat keluarga dalam
membantu pemenuhan kebutuhan anak-anak (Larson, 2000).
Paradigma ini berfokus pada membantu kaum muda untuk menyadari
aset dan kebutuhan pembangunan mereka (Benson, 1997).
f. Solution Focused Therapy
Penekanan utama terapi terfokus pada solusi adalah mencari
solusi untuk masalah konseli daripada berfokus pada masalah mereka.
Teori berfokus pada solusi dipelopori oleh usaha dari Steve de Shazer
(1985, 1988, 1994), Insoo Berg (1994) dkk, yang melihat adanya
perubahan dramatis dalam fungsi keluarga ketika mereka
menyampaikan pertanyaan berikut ini. Apa yang terjadi dalam
kehidupan Anda, dan yang anda inginkan terus terjadi? Praktisi
mengamati bahwa memusatkan perhatian pada masalah dan
menemukan solusi tidak harus terhubung. Prosesnya lebih efektif jika
praktisi menekankan solusi yang diinginkan keluarga daripada terapi
yang memusatkan perhatian pada berbagai masalah dalam keluarga.
Terapi yang berfokus pada solusi berpendapat bahwa cara terbaik
untuk merancang sebuah solusi adalah konselor harus mendapatkan
deskripsi akurat tentang apa yang akan dilakukan oleh konseli secara
berbeda pada saat masalah sedang dihadapi menggunakan miracle
question dan menentukan bagaimana kehidupan konseli akan berubah
ketika masalah dipecahkan.
Tahapan untuk membangun solusi yaitu; (a) menjelaskan
masalah, (b) mengembangkan tujuan yang terbentuk, (c)
mengeksplorasi pengecualian, (d) berpartisipasi dalam umpan balik
pada sesi akhir, dan (e) mengevaluasi kemajuan konseli (DeJong &
Berg , 2002). Dua teknik pada model konseling kekuatan diri yang
66
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
dipinjam dari terapi terfokus pada solusi adalah pertanyaan keajaiban
(miracle question) dan situasi pengecualian (exception situation).
Terapis menggunakan pertanyaan ajaib (miracle question) saat mereka
meminta anggota keluarga yang tertekan untuk membayangkan bahwa
semua masalah mereka dipecahkan secara ajaib. Seorang terapi
keluarga mungkin bertanya pada keajaiban tersebut dengan
mengajukan serangkaian pertanyaan, misalnya Anda tidur malam ini,
dan saat Anda sedang tidur, sebuah keajaiban terjadi, dan semua
masalah Anda terpecahkan. Saat Anda bangun, bagaimana masing-
masing Anda bisa mengatakan bahwa keajaiban ini benar-benar
terjadi? Apa yang akan berbeda dengan keluarga? Bagaimana situasi
individu Anda berubah?
Konseli didorong untuk memiliki mimpi (bermimpi) sebagai
metode untuk mengidentifikasi jenis perubahan yang paling mereka
inginkan. Konseli mulai mempertimbangkan jenis kehidupan yang
berbeda yang tidak didominasi oleh masalah tertentu. Pertanyaan
pengecualian (exception situation) didasarkan pada keyakinan bahwa
dalam kehidupan konseli dimungkinkan terdapat masalah yang tidak
jelas. Terapis yang berfokus pada solusi mengajukan pertanyaan
pengecualian untuk memusatkan perhatian konseli pada saat-saat
dimana tidak terdapat masalah. Pertanyaan pengecualian mewakili
pengalaman dimana konseli mungkin menduga bahwa masalahnya
akan terjadi, namun entah bagaimana pada akhirnya tidak terjadi (de
Shazer, 1985). Terapis yang berfokus pada solusi akan bertanya
kepada konseli tentang apa yang harus dilakukan agar pengecualian
ini dapat terjadi dan lebih sering muncul.
g. Social Work
Profesi pekerjaan sosial telah memberi banyak kontribusi pada
konseling berperspektif kekuatan. Dalam artikel yang ditulis oleh
Weick, Rapp, Sullivan, dan Kisthardt (1989) telah menggunakan
istilah perspektif kekuatan. Saleebey (1992) mengidentifikasi asumsi
dasar dari perspektif kekuatan untuk pekerja sosial dan praktisi yang
67
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
tertantang untuk mengubah cara mereka bekerja dengan konseli
sehingga mereka berfokus untuk belajar bagaimana individu tersebut
bertahan. Dari sudut pandang yang dipaparkan Saleebey, anggota
helping professions harus tahu apa yang telah dilakukan konseli,
bagaimana mereka melakukannya, apa yang mereka pelajari dari
pengalaman mereka, dan sumber daya apa yang mereka gunakan
dalam perjuangan apa yang telah dan akan mereka lakukan untuk
mengatasi kesulitan.
Pekerja sosial lain (Maluccio, 1981; Rappaport, 1990; Weick,
dkk., 1989) menegaskan bahwa jika praktisi memusatkan perhatian
pada gangguan mental konseli atau diagnosisnya, konseli mungkin
merasa kecil hati dan merasa mereka adalah korban atas penyakit
dimana mereka memiliki. Tujuan membantu adalah memberdayakan
konseli untuk menemukan kekuatan individu dan kekuatan dari
keluarga mereka sendiri (Lee, 2001; Simons & Aigner, 1985).
7. Tinjauan Filosofi dan Asumsi Dasar Strength Based Counseling
Secara filosofis konseling kekuatan diri menegaskan bahwa kita
adalah pahlawan dalam hidup kita sendiri. Konseli dalam konseling
kekuatan diri menjalani perjalanan atau pencarian seperti seorang
pahlawan dalam cerita mitologi. Konseli yang akan memutuskan
apakah mereka akan menjalani petualangan atau menolak
menaklukkan badai masalah yang mengganggu hidup mereka. Hidup
menghadirkan ujian atau kesepakatan yang sangat berbeda bagi setiap
individu. Konselor yang menggunakan pendekatan berbasis kekuatan
tidak menolak atau meminimalkan arti diagnosis dan keterampilan
diagnosis. Konseling kekuatan diri menekankan arti penting
keseimbangan penggunaan diagnosis. Terdapat tiga hal yang secara
filosofis harus menjadi petimbangan bagi konselor yang akan
menggunakan pendekatan berbasis kekuatan, yaitu; Pertama konseling
kekuatan diri berfokus pada apa yang bekerja pada konseli
dibandingkan pada apa yang tidak bekerja. Kedua konseling kekuatan
diri menonjolkan apa yang konseli miliki dan bukan pada apa yang
68
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
tidak dimiliki. Ketiga konseling kekuatan diri menekankan pada
kekuatan dalam perjuangan yang dilakukan konseli.
Konseling kekuatan diri memiliki sejumlah asumsi dasar dalam
membantu individu pada proses layanan. Asumsi dasar dibangun
dengan tetap menempatkan budaya sebagai bangunan dasar dari
kekuatan yang dimiliki individu. Perbedaan budaya memungkinkan
perbedaan dalam kekuatan yang dimiliki individu. Berikut ini
dipaparkan empat belas asumsi dasar dari konseling kekuatan diri.
a. Ruang terbesar dalam pertumbuhan setiap individu terletak pada
kekuatan atau zona kekuatan
b. Setiap individu memiliki luka atau masalah, namun individu tetap
memiliki kekuatan yang nampak pada kegemaran (passion)
pribadi
c. Treatmen psikologi merupakan upaya membangun kompetensi
individu, serta membantu konseli untuk memulai proses
penyembuhan mereka sendiri
d. Psikoterapi harus harus berkaitan dengan instalasi harapan
(Snyder, Ilardi, Michael, & Cheavens, 2000)
e. Menggunakan perspektif kekuatan berarti percaya bahwa konseli
memiliki kekuatan dan sumber daya yang diperlukan untuk
menyelesaikan situasi sulit dan memiliki kemampuan untuk
memobilisasi lingkungan
f. Konseling kekuatan diri berfokus pada apa yang konseli lakukan
dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah dibandingkan
pada masalah itu sendiri – sehingga konseli tidak terlalu larut
dalam masalah
g. Konseling kekuatan diri mengenali masalah konseli dengan
memusatkan perhatian pada kekuatan, keterampilan, minat dan
sistem pendukung yang dimiliki, yang diprediksi dapat
memberikan landasan bagi konseli dalam menyelesaikan masalah
yang muncul.
69
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
h. Konseling kekuatan diri berfokus pada bagaimana individu dapat
survive dari masalah hidup dan sumber daya yang dapat
membangun resiliensi
i. Konseling kekuatan diri menekankan faktor protektif yang dapat
meningkatkan resolusi positif bagi konseli dalam menyelesaikan
masalah yang muncul.
j. Konselor kekuatan diri tidak menyangkal bahwa konseli mungkin
memiliki gejala dan masalah. Mereka menekankan bahwa
penderitaan, masalah, dan tekanan mental memang ada untuk
beberapa konseli tapi ini tidak membentuk keseluruhan kisah
kehidupan konseli.
k. Konseling yang menggunakan perspektif tradisional seringkali
melihat akar masalah dan menghabiskan banyak waktu untuk
melakukan pemeriksaan terhadap masa lalu konseli, Konseling
kekuatan diri lebih menekankan pada keadaan saat ini dan masa
depan- 6 bulan dari sekarang
l. Konselor tidak berusaha melibatkan konseli untuk membuat
narasi secara berulang-ulang tentang penderitaan yang dialami
m. Konseling kekuatan diri berkaitan dengan mempromosikan
efikasi diri konseli, membantu individu untuk mempercayai
kekuatan yang dimiliki, dan mengambil alih tujuan yang lebih
disukai dan akan dicapai.
n. Konseli didorong untuk mengaitkan kelangsungan hidup mereka
dan memperbaiki kekuatan, serta kemampuan sehingga dapat
meningkatkan efikasi diri
8. Peran Konselor dan Konseli Dalam Strength Based Counseling
Proses terapeutik yang terjadi pada Konseling kekuatan diri
berfokus pada kompetensi dan kekuatan yang dimiliki konseli.
Konselor menekankan kekuatan dari konseli selama proses intervensi
berlangsung. Pada saat kekuatan menjadi fokus dalam intervensi
konseli cenderung memliki motivasi, keterlibatan, kepuasan hidup,
produktivitas dan performansi serta pemahaman terhadap diri sendiri
70
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
dan orang lain yang lebih tinggi, Clifton & Anderson, 2002;
McQuaide & Ehrenreich, 1997 (dalam Smith, 2014).
Perbandingan peran konselor pada pendekatan berbasis kekuatan
dengan konselor tradisional, disajikan dalam tabel 2.2.
Tabel 2.2
Perbandingan Peran Konselor Pada Pendekatan Berbasis
Kekuatan dengan Konselor Tradisional
No Konselor Berbasis Kekuatan Konselor Tradisional
1 Berpikir dalam perspektif solusi
dan kesehatan mental konseli
sebagai keadaan yang relatif
daripada kesempurnaan mutlak
Condong melakukan
konseptualisasi dalam hal
masalah dan mental illness
konseli
2 Menggunakan bahasa dan
metaphor dari konseli
Menggunakan jargon teknis dari
profesi (konselor)
3 Menghindari patologisasi konseli.
Konselor fokus pada apa yang
benar dari konseli dan
menempatakan perilaku konseli
sebagai rangkaian fungsi
kesehatan mental
Melihat hal yang patologis dari
konseli: fokus pada apa yang
salah dari konseli
4 Konselor dan konseli bersama-
sama mengkonstruk tujuan
sebagai kolaborator
Konselor tidak sejajar dalam
menyusun sejumlah tujuan
dalam konseling
5 Konseling berfokus pada
kekuatan, survival dan coping
skills dalam membantu konseli
keinginan/ hasrat hidup
Konselor berfokus pada
menghilangkan patologi konseli
6 Konselor menerima definisi
masalah yang diberikan oleh
konseli
Konselor mendefinisikan
masalah yang akan ditangani
dalam terapi
Konseli dalam pendekatan konseling kekuatan diri merupakan
pahlawan bagi diri mereka sendiri. Mereka yang akan memutuskan
apakah mereka akan atau tidak akan memulai jalan yang mereka rintis
sendiri. Terdapat sejumlah peran dan hak yang dimiliki oleh konseli
dalam pendekatan konseling kekuatan diri. Peran dan hak tersebut
adalah sebagai berikut.
a. Konseli memiliki hak untuk diperlakukan secara terhormat dan
bermartabat
71
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
b. Konseli memiliki hak untuk mendapatkan privasi dan
kerahasiaan
c. Konseli memiliki hak untuk dilihat sebagai individu yang mampu
untuk berubah, tumbuh dan menjadi lebih positif terhadap
lingkungan (tetangga) dan komunitas
d. Konseli memiliki hak untuk mendapatkan pasangan yang secara
kolaboratif membantu proses konseling
e. Konseli memiliki hak untuk memperoleh layanan sesuai kekuatan
yang dimiliki dan bagaimana mengatasi kelemahan
f. Konseli dapat menggunakan memiliki budaya dan sebagai
kekuatan dan untuk meminta layanan yang menghormati dan
mempertimbangkan kepercayaan budaya yang dimiliki
g. Konseli dapat bertanya tentang asesmen klinis termasuk kekuatan
yang sesuai dengan kebutuhan, keterbatasan dan tantangan
h. Konseli berhak untuk menentukan sendiri tujuan dari treatmen
daripada hanya menerima pemberian tujuan treatmen dari orang
lain
i. Konseli dapat belajar dari kesalahan yang dilakukan di masa lalu
dan tidak hanya dilihat dari sejumlah kesalahan yang telah
dilakukan
j. Konseli berhak untuk mendapatkan pesan yang berisi harapan
selama proses layanan konseling dilakukan
k. Konseli berhak untuk mendapatkan konselor yang mengetahui
bagaiman cara membantu sesuai dengan kekuatan dan kompetensi
yang dimiliki.
9. Proposisi Strength Based Counseling
Dua belas proposisi yang ditawarkan yang menguraikan prinsip-
prinsip dasar Konseling kekuatan diri Strength Based Counseling.
Proposisi didasarkan pada konsep inti dan dasar teoritis untuk Strength
Based Counseling disajikan sebagai berikut. Konsep inti dalam
Konseling kekuatan diri diri (Strength Based Counseling) belum
banyak dibahas, karena merupakan sebuah pendekatan baru yang
72
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
masih memerlukan replikasi dan perluasan dalam implementasi.
Namun berbagai kajian dan penelitian empiris telah dilakukan untuk
menguji validitas dari prinsip-prinsip yang dilaksanakan dalam
pendekatan ini.
Proposisi 1) manusia adalah organisme yang dapat memperbaiki
diri secara terus-menerus dalam pola berkelanjutan melalui adaptasi
dengan lingkungan mereka, pola yang mungkin sehat atau tidak sehat
(Benard, 1991; Bronfenbrenner, 1979, 1989; Darwin, 1859/1995;
Smith, 2013). Kekuatan (strength) berkembang seiring usaha dari
individu dalam beradaptasi dengan lingkungan mereka (Masten &
Coatsworth, 1998). Semua individu terlibat dalam mekanisme self-
righting, meskipun beberapa lebih efektif daripada yang lain.
Mekanisme self-righting memungkinkan individu untuk
mengembangkan kekuatan untuk bertahan hidup, yang mungkin
merupakan pola dasar dan hasil kode dalam genetik seorang individu.
Proposisi 2) individu mengembangkan kekuatan (strength) sebagai
akibat dan bentuk dari kekuatan internal dan eksternal dan sebagai
bagian dari kekuatan pendorong manusia untuk memenuhi kebutuhan
psikologis dasar (misalnya, keamanan, rasa atau hasrat memiliki,
otonomi, makna dan tujuan hidup) (Carver & Scheier, 1990 ; Frankl,
1963; Maslow, 1954, 1971). Misalnya, kekuatan kompetensi sosial
seorang individu, termasuk pengasuhan (nurturing) dan kekuatan
relasional, merupakan upaya manusia untuk memenuhi kebutuhan
psikologis untuk memiliki dan kebutuhan individu untuk dapat
menjalin hubungan interelasional (Maslow, 1954). Kebutuhan individu
untuk memperoleh kekuatan dan prestasi adalah fungsi dari sistem
motivasi yang utama dari individu (Bandura, 1997).
Proposisi 3) setiap individu memiliki kapasitas untuk
mengembangkan kekuatan dan untuk pertumbuhan dan perubahan
(Maslow, 1971; Rogers, 1964). Pengembangan kekuatan adalah proses
sepanjang hayat (seumur hidup) yang dipengaruhi oleh interaksi dari
faktor keturunan individu dan lingkungan budaya, sosial, ekonomi, dan
73
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
politik di mana mereka menemukan diri mereka. Individu
mengembangkan kekuatan melalui resiliensi. Kekuatan resiliensi
merupakan keterampilan bertahan hidup yang penting dan muncul
karena dorongan biologis namun diekspresikan secara budaya. Upaya
untuk memperoleh keterampilan bertahan hidup selanjutnya akan
mendorong individu dalam mengembangkan kekuatan yang sehat.
Semua individu pada dasarnya memiliki pengetahuan akan
kekuatan, beberapa di antaranya tidak menggunakannya atau belum
mampu memanfaatkannya dan di sisi lain ada individu yang belum
mengeksplore dan belum mengenali (Cowger, 1992; Dryfoos, 1990;
Epstein, 1998; Epstein & Sharma, 1998; Saleebey, 1992, 1996).
Individu dapat mengembangkan kekuatan diri ketika masyarakat
memberikan kesempatan untuk mengeksplor perkembangan mereka
(Benson, 1997; Clark, 1999; Comer, 1996). Kekuatan bisa dipelajari
atau diajarkan. Semua orang juga memiliki dorongan alami untuk
perkembangan yang positif dan kecenderungan alami untuk mencari
realisasi dan atau mengekspresikan kekuatan dan kompetensi yang
dimiliki (Maluccio, 1981; Maslow, 1954, 1971; Rogers, 1961, 1964;
Weick & Chamberlain, 2002). Konselor yang menerapkan pendekatan
kekuatan diri akan memberikan dukungan dan terlibat secara alami
ketika mereka membantu konseli dalam mengidentifikasi kekuatan
selama proses konseling.
Proposisi 4) kekuatan individu sangat bervariasi, mulai dari
kontinum rendah hingga ke tinggi (Epstein, 1998; Epstein & Sharma,
1998). Tingkat kekuatan dari masing-masing individu dipengaruhi oleh
beberapa faktor kontekstual, termasuk lingkungan di mana mereka
dibesarkan, orang-orang yang ada di sekitarnya, pengalaman dalam
kehidupan nyata serta panutan dalam kehidupan mereka (Bradley &
Corwyn, 2002; Bronfenbrenner, 1979, 1989; Goodman, 1999; Hewlett,
1991). Individu yang dibesarkan di lingkungan yang mengalami
depriasi menunjukkan bukti kekuatan yang berbeda daripada individu
yang dibesarkan di lingkungan yang kaya dalam masyarakat, keluarga,
74
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
dan sumber daya yang dimiliki. Kekuatan yang dimiliki akan sangat
bervariasi, meskipun berada dalam satu keluarga, hal ini dikarenakan
terdapat kontak individu dengan sumber daya dan orang yang berbeda.
Proposisi 5) kekuatan adalah produk akhir dari proses dialektik
yang melibatkan perjuangan seorang individu dalam menghadapi
kesulitan. Riegel (1976) menegaskan bahwa keberadaan manusia
tampaknya dipengaruhi oleh dialektika dasar (diantaranya kebahagiaan
dan kesedihan, otonomi dan ketergantungan). Pertumbuhan mungkin
tergantung pada kerugian/ kehilangan yang dialami individu selama
hidup (Baltes, Lindenberger, & Staudinger, 1998). Dalam menanggapi
kehilangan atau masalah fisik yang dialami seorang individu pada
masa pertengahan dan usia tua, salah satu cara yang dikembangkan
adalah melakukan kompensasi. Dengan demikian, salah satu tujuan
konseling adalah untuk melakukan intervensi sedemikian rupa
sehingga konselor membantu konseli untuk mencapai keseimbangan
optimal antara pasangan dialektis (misalnya, kebahagiaan dan
kesedihan) sehubungan dengan suatu keadaan tertentu.
Konselor membantu konseli dalam mengeksplorasi aspek-aspek
positif dari peristiwa kehidupan yang negatif. Konselor yang
menggunakan pendekatan berbasis kekuatan diri membantu konseli
untuk memahami bahwa kekuatan dikembangkan dari kehilangan/
kerugian. Tujuannya adalah untuk membantu konseli memahami
paradoks kesulitan, seperti kesulitan yang dihadapi konseli pada masa
lalu atau pada saat sekarang (Desetta & Wolin, 2000; Garbarino, 1991,
1994). Konselor mengakui bahwa semua kekuatan dikondisikan oleh
budaya (Affleck & Tennen, 1996).
Proposisi 6) kekuatan manusia bertindak sebagai penahan atau
penyangga terhadap penyakit mental (Seligman, 1991; Seligman, dkk.,
1999; Vailant, 2000). Melalui proses pembangunan resiliansi, individu
menjadi sadar bahwa mereka memiliki sumber daya internal yang
memungkinkan mereka untuk mengatasi atau mengurangi hambatan.
Model konseling kekuatan diri diri didasarkan pada premis bahwa
75
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
semua individu memiliki potensi untuk menderita gangguan mental.
Penyakit mental terjadi ketika individu tidak memiliki kekuatan yang
cukup dalam menghadapi ancaman terhadap well being. Model
konseling kekuatan diri diri (Strength Based Counseling) menyatakan
bahwa dengan mengidentifikasi dan berfokus pada sejumlah kekuatan
individu dapat melawan gangguan mental, individu selanjutnya dapat
melakukan pencegahan yang efektif (Beck, Rush, Shaw, & Emery,
1979; Peterson, 2000; Seligman, dkk., 1995). Untuk mengembalikan
individu pada keadaan keseimbangan mental, treatmen psikologis
harus berfokus pada upaya membangun kembali kekuatan yang
dimiliki individu. Kekuatan yang dimiliki indvidu akan membantu
dalam mencegah atau menangani masalah gangguan mental.
Proposisi 7) orang-orang termotivasi untuk berubah selama
konseling dimana konselor berfokus pada kekuatan individu bukan
pada kekurangan dan kelemahan serta masalah mereka (Saleebey,
1992, 1996). Seorang psikolog yang berfokus pada kekuatan konseli,
dia memberikan reward verbal dan relasional eksternal (Weick, dkk.,
1989). Baik dan efektifnya proses psikoterapi dapat membangun
kekuatan. Kekuatan yang dibangun selama psikoterapi mungkin
termasuk keberanian, optimisme, tanggung jawab pribadi,
keterampilan interpersonal, ketekunan, dan tujuan. Membangun
kekuatan selama psikoterapi telah terbukti memberikan dampak positif
bagi konseli dalam penyembuhan.
Proposisi 8) dorongan adalah sumber kunci dan bentuk positif yang
konselor sengaja berikan untuk memperoleh efek perubahan perilaku
pada konseli. Dalam psikoterapi, fungsi dorongan merupakan titik
tumpu dalam memperoleh untuk perubahan. Ini menyediakan landasan
bagi konseli untuk bersedia atau untuk mencoba serta
mempertimbangkan perubahan perilaku dan perolehan kemandirian.
Konselor berbasis kekuatan harus memiliki banyak teknik dalam
memberikan dorongan, termasuk pujian (De Jong & Berg, 2002;
Rogers, 1961).
76
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
Proposisi 9) dalam konseling kekuatan diri diri, konselor secara
sadar dan sengaja serta terencana menghormati upaya konseli dan
berupaya untuk menangani masalah yang dihadapi atau memaparkan
isu yang dimiliki (Rogers, 1961, 1964). Konselor yang menganut
perspektif filosofis ini dapat menciptakan suasana yang menghargai
dan menghormati konseli (Goldstein, 1990; Rapp, 1998). Konseli yang
merasa mereka telah sengaja divalidasi dalam mencapai tujuan
konseling diketahui memiliki keberhasilan yang lebih tinggi daripada
mereka yang merasa belum divalidasi oleh konselornya (Weick &
Chamberlain, 2002).
Proposisi 10) konselor dengan model kekuatan diri memahami
bahwa individu termotivasi untuk mengubah perilaku disfungsional
atau diri sendiri karena mereka berharap bahwa hal tersebut akan
mempengaruhi perubahan hidup yang diinginkan dan mengharapkan
penghargaan. Harapan memobilisasi individu (Snyder, 2000). Fungsi
harapan adalah untuk membuat konseli memiliki antisipasi atau
perkiraan serta penguatan positif untuk perubahan perilaku atau sikap
mereka. Harapan akan kehidupan atau masa depan yang lebih baik
dapat menopang partisipasi positif konseli atau keterlibatan dalam
proses konseling. Konseli yang memeiliki harapan yang tinggi dapat
mencapai tujuan konseling yang lebih baik daripada individu yang
memiliki pesimisme (Snyder, McDermott, Cook, & Rapoff, 1994).
Konseli yang mendapatkan layanan konseling kekuatan diri diri ini
menunjukkan kecemasan dan tingkat depresi yang lebih rendah
dibandingkan yang menggunakan konseling dengan pendekatan
Problem Centered Counseling.
Proposisi 11) konselor dengan model konseling kekuatan diri
memahami proses penyembuhan dari rasa sakit dan kesulitan
(Goldstein, 1990) dan merancang sesi konseling untuk membantu
konseli agar dapat mengatasi dan sembuh dari rasa sakit mereka
(Janoff-Bulman, 1992). Konselor berbasis kekuatan dapat membantu
77
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
proses penyembuhan dengan membantu konseli mengidentifikasi
keyakinan penyembuhan dalam budaya mereka.
Proposisi 12) konselor pada konseling kekuatan diri diri
mengasumsikan bahwa ras, kelas, dan gender merupakan elemen yang
mengorganisir setiap interaksi konseling (Albee, 1994; APA, 2003a;
Baines, 2000; Betancourt & Lopez, 1993; Wrenn, 1962). Psikolog
menganalisis cara dimana struktur-struktur sosial yang lebih
mempengaruhi konseli dan sumber daya yang tersedia bagi individu
dalam proses konseling, Katz, 1997; Kozol, 1998 (dalam Smith, 2003).
Konselor harus mempertimbangkan bahwa peluang konseli, harapan,
dan pilihan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti ras, jenis
kelamin, dan tingkatan sosial di masyarakat (Albee, 1994).
10. Tahapan Strength Based Counseling
Pendekatan dalam membantu manusia saat ini telah mengalami
perubahan (Seligman, 1998, 1999). Psikologi dan helping professions
telah merubah perspektif layanan dari yang berfokus pada masalah, dan
kekurangan serta kelemahan menuju pada perspektif strength atau
kekuatan yang mengedepankan kemampuan dan sumber daya yang
dimiliki dalam diri individu (Cohler, 1987; Rapp, 1998). Meskipun
demikian, temuan dari berbagai literatur konseling dan layanan pada
manusia menunjukkan beberapa kebingungan tentang apa yang dimaksud
dengan istilah berbasis kekuatan (strength-based.) Melalui perspektif
strength/ kekuatan psikolog diharuskan untuk belajar bahwa terlepas dari
kekurangan, ketertindasan, atau sakit yang dialami oleh konseli, individu
diketahui tetap bertahan, dan dalam beberapa kasus individu tetap mampu
berkembang, bahkan terkadang dalam situasi terburuk (Saleebey, 2001).
Melalui perspektif baru ini, para psikolog dan profesi lain yang
memberikan layanan bantuan lebih berfokus pada mencari apa yang
dimiliki orang daripada apa yang tidak mereka miliki, berfokus pada apa
yang dapat dilakukan orang daripada apa yang tidak dapat mereka
lakukan, dan bagaimana mereka berhasil daripada bagaimana mereka telah
gagal.
78
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
Konseling kekuatan diri tidak hanya berfokus pada hal positif dan
mengesampingkan atau mengabaikan kekhawatiran atau
ketidaksempurnaan dari diri dan keluarga individu. Sebaliknya, konseling
kekuatan diri berarti menemukan bagaimana mengenali dan membantu
individu mengidentifikasi kekuatan yang dimiliki serta pada akhirnya
dapat membangun kompetensi yang ada (Norman, 2000). Selain itu,
konseling kekuatan diri membantu konseli mengidentifikasi resiliensi
(ketahanan) di dalam diri individu, keluarga, atau kelompok, sesuai
dengan konteks masalah yang spesifik terjadi pada diri mereka.
Program konseling kekuatan diri mempercayai dan menekankan
pemahaman bahwa konseli memiliki sumber daya untuk mempelajari
keterampilan baru dan memecahkan masalah yang dihadapi (Masten &
Coatsworth, 1998). Sepuluh tahap konseling kekuatan diri yang diperoleh
dari psikologi konseling dan profesi bantuan lainnya diuraikan untuk
menggambarkan bagaimana pendekatan ini dapat diterapkan. Tahapan ini
telah muncul dari berbagai alur literatur konseling dan psikoterapi.
Corsini (2001) telah mencatat dan kemudian membuat daftar 250
sistem psikoterapi dan konseling yang berbeda, dan Corsini & Wedding
(2005) baru-baru ini menyatakan bahwa lebih dari 400 sistem atau
pendekatan dan konseling telah ada sejauh ini. Seperti diketahui, sebagian
besar psikoterapi, kebanyakan teori konseling yang ada berfokus pada
tujuan terapeutik, fungsi dan peran terapis, hubungan antara terapis dan
konseli, mekanisme perubahan konseli, dan teknik dan evaluasi terapi.
Demikian pula pada pendekatan Konseling kekuatan diri ini model yang
digunakan mengacu pada model-model yang telah ada dengan berbagai
macam penyesuaian. Berikut ini dipaparkan 10 langkah yang digunakan
dalam pendekatan Strength Based Counseling.
Langkah 1. Creating The Therapeutic Alliance
Selama tahap pertama, konselor berbasis kekuatan membangun
hubungan dengan konseli dengan membantu mereka mengidentifikasi dan
mengumpulkan strength/ kekuatan dan kompetensi untuk menghadapi
tantangan dan kesulitan. Penekanan pada kekuatan konseli dilakukan
79
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
dengan menciptakan rasa aman dalam hubungan konseling. Penciptaan
rasa aman dilakukan dengan mengupayakan perasaan pada konseli bahwa
mereka akan dihormati dan tidak dinilai secara negatif (Cowger, 1992; De
Jong & Berg, 2002; Goldstein, 1990). Kekuatan konseli dikuatkan dengan
cara yang positif dimana konselor melihat konseli sebagai manusia yang
berharga (Desetta & Wolin, 2000; Rogers, 1961, 1964; Simon, 1990).
Psikolog atau konselor dapat menjalin hubungan dengan konseli dengan
memberikan rasa hormat terhadap perjuangan mereka dalam menghadapi
dan menyelesaikan masalah. Tahapan ini dapat dimaknai sebagai tahap
awal untuk membangun hubungan pada proses konseling dan membangun
kepercayaan. Pada berbagai tahap pendekatan konseling sering dimaknai
sebagai tahap awal. Tahapan ini harus diikuti dengan proses identifikasi
kekuatan dimana pada pendekatan lain yang dilakukan adalah
mengidentifikasi dan menganalisis masalah gejala masalah atau
kekurangan serta kelemahan dari individu.
Langkah 2: Identifying Strengths
Psikolog dan konselor dengan pendekatan berbasis kekuatan
mengajarkan konseli untuk menceritakan kisah hidup mereka dalam
perspektif kekuatan. Menceritakan kisah hidup seseorang, akan membantu
individu dalam memahami kehidupan, dan memandang diri individu
sebagai seorang survivor (bukan sebagai individu atau orang tua yang
buruk, keluarga miskin, dan lain-lain) hal tersebut memiliki efek yang kuat
selama psikoterapi. Sesi pertemuan terapi mungkin merupakan
kesempatan yang pertama bagi seorang individu untuk menceritakan kisah
hidup yang dilalui. Oleh karena itu, psikoterapi dengan pendekatan
berbasis kekuatan yang kompeten harus didasarkan pada narasi kisah
hidup konseli. Konselor harus dilatih untuk membantu konseli dalam
menarasikan tentang kisah/ pengalaman hidup mereka.
Pada saat memberikan layanan pada korban trauma, White dan
Epston (1990) mengobservasi bahwa individu sering mendefinisikan diri
mereka sendiri dalam perspektif kejadian traumatis. Terapis keluarga ini
mulai membantu konseli mereka menceritakan kembali kisah mereka
80
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
dengan cara yang menyoroti keberanian mereka daripada
ketidakberdayaan mereka dan yang menjauhkan konseli dari masalah
tertentu. Pada saat memberikan layanan dengan narasi kepada konseli,
psikolog atau konselor dapat membandingkan dengan mencari bahan atau
subteks yang lain, karena psikolog atau konselor kemudian mengadopsi
strategi narasi mereka sendiri (Dyche & Zayas, 1995). Brower (1996)
mengemukakan bahwa narasi dapat digunakan dalam konseling kelompok
dengan meminta setiap anggota kelompok menyimpan tanggapan pribadi
mereka kepada kelompok tersebut dan kemudian membacanya pada saat
dilaksanakan pertemuan kelompok. Narasi seperti itu membantu individu
dalam memberi pengalaman koherensi, latar belakang, aturan, dan makna
kelompok mereka.
Cerita naratif membantu konseli mengeksternalisasikan dan
menjauhkan diri dari masalah mereka (White, 1989). Selanjutnya, konseli
didorong untuk mencari pengecualian (exceptions), yang berarti pada saat
individu berada dalam kendali atas masalah mereka. Proses ini dikenal
sebagai finding exceptions (menemukan pengecualian). Tidak seperti
perspektif psikoanalitik, Konseling kekuatan diri berpendapat bahwa
masalah seharusnya tidak mendefinisikan identitas total seorang individu
(Bretton, 1993; Goldstein, 1990; Rapp, l998). Identitas seorang individu
lebih condong digambarkan dalam hal bakat dan aset yang mereka miliki.
Konseling kekuatan diri berupaya untuk menggeser fokus hanya pada
masalah (problem) kepada aset untuk mengatasi keadaan yang merugikan.
Menemukan kekuatan konseli mungkin tidak mudah karena konselor
mungkin tidak mencari apa yang sedang bekerja dan karena kekuatan
dapat dikaburkan oleh gejala atau keadaan yang membuat individu
tertekan (Bretton, 1993).
Psikolog membantu konseli menemukan kekuatan pada aspek
biologis, psikologis, sosial, budaya, lingkungan, ekonomi, material, dan
politik (De Jong & Miller, 1995). Kekuatan biologis bisa meliputi
istirahat, nutrisi, kepatuhan terhadap pengobatan, status kesehatan,
olahraga, dan waktu senggang yang memadai. Kekuatan psikologis
81
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
mungkin terbagi dalam kategori seperti kognitif (misalnya kecerdasan,
kemampuan memecahkan masalah, dan pengetahuan), emosional
(misalnya, harga diri, kestabilan emosi, optimisme, keterampilan
mengatasi masalah, kemandirian, dan disiplin diri), Kekuatan sosial
(misalnya, rasa memiliki dan dukungan, teman, keluarga, dan mentor),
kekuatan budaya (misalnya, kepercayaan, nilai, tradisi, cerita, identitas
etnik yang kuat, rasa komunitas, dan identitas budaya), kekuatan ekonomi
diantaranya (memiliki uang yang cukup dan perumahan yang layak), dan
kekuatan politik (misalnya, kesempatan yang sama dan memiliki hal
dalam menyampaikan pendapat).
Konselor membantu mengidentifikasi kekuatan konseli dengan
meminta konseli untuk menggambarkan hal positif yang ingin mereka
lanjutkan dalam hubungan mereka (Durrant & Owalski, 1992; Saleebey,
1992; Schumm, 1985). Untuk membantu memperjelas kekuatan konseli,
psikolog atau konselor dapat mengajukan pertanyaan seperti; Bagaimana
Anda berhasil bertahan? Apa yang kamu lakukan dengan baik? Apa yang
orang lain lihat dari Anda? Apa kualitas luar biasa Anda? Bagaimana dan
dengan siapa Anda membangun aliansi? Bagaimana Anda bisa beradaptasi
dengan perubahan? Apa karakteristik khusus atau bakat yang membedakan
Anda dari orang lain?
Pasca melakukan identifikasi kekuatan individu, maka konselor
perlu untuk melakukan asesment masalah yang dihadapi oleh konseli, dan
untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif dalam mengupayakan
pemberian layanan.
Langkah 3: Assessing Presenting Problems
Asesmen berbasis kekuatan (strength based assessment) telah
didefinisikan sebagai pengukuran keterampilan dan kompetensi emosional,
perilaku, dan karakteristik yang menciptakan rasa pencapaian pribadi;
berkontribusi untuk memuaskan hubungan dengan anggota keluarga,
teman sebaya, dan orang dewasa; meningkatkan kemampuan seseorang
untuk mengatasi kesulitan dan stres; dan mempromosikan pengembangan
pribadi, sosial, dan akademis seseorang, (Epstein & Sharma, 1998, hlm.
82
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
3). Meskipun konselor berbasis kekuatan fokus untuk menemukan solusi,
mereka juga harus meluangkan waktu untuk sampai pada pemahaman
yang jelas tentang persepsi konseli tentang masalah mereka selama tahap
penilaian (Cowger, 1992).
Jika konselor tidak meluangkan waktu untuk mengeksplorasi
pandangan konseli atas masalah yang terjadi dan jika mereka mengedit
atau mengabaikan masalah konseli – maka akan didapati cerita jenuh
terlalu dini dalam konseling, sehingga menyebabkan solusi yang
dihasilkan tidak mungkin dilakukan atau berhasil (Selekman, 1997). Oleh
karena itu, terapis harus membantu konseli dalam mengungkapkan apa
yang mereka anggap sebagai masalah mereka, mengapa mereka percaya
bahwa ada masalah, perilaku/ situasi apa yang menyebabkan mereka
mendapatkan masalah yang paling banyak, dan konsekuensi dari masalah
tersebut. Selekman (1997) menawarkan beberapa contoh pertanyaan lain
tentang menemukan masalah kritis yang harus disampaikan para konselor
dengan pendekatan berbasis kekuatan, yaitu: Jika ada satu pertanyaan yang
ingin Anda tanyakan kepada saya tentang masalah Anda, pertanyaan apa
itu? Bagaimana saya bisa sangat membantu Anda? Apa teori Anda tentang
mengapa Anda memiliki masalah ini? Jika ada satu pertanyaan tentang
harapan Anda, saya akan bertanya kepada Anda, pertanyaan apa itu?
Langkah 4: Encouraging And Instilling Hope
Konseling kekuatan diri dapat dikonseptualisasikan sebagai
konseling yang mendorong individu dan didasarkan pada prinsip perilaku
yang mengandung muatan penguatan positif. Dorongan telah didefinisikan
sebagai umpan balik yang menekankan upaya atau peningkatan individu
daripada hasil dari usaha yang dilakukan. Psikolog atau konselor dalam
konseling secara positif memperkuat konseli untuk datang ke terapi, baik
secara sukarela atau tanpa disengaja, dengan menekankan kekuatan
mereka (Dreikurs, 1971). Menurut psikologi Adlerian, dorongan adalah
proses pengembangan sumber daya batin anak dan memberinya
keberanian untuk membuat pilihan positif (Adler, 1931; Dinkmeyer &
83
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
Losoncy, 1996). Anak-anak berperilaku buruk karena mereka kurang
mendapat dorongan.
Konselor menggunakan dorongan saat mereka mengakui dan
menerima seorang anak dan ketika mereka memiliki kepercayaan kepada
anak untuk bergerak maju ke arah yang positif (Evans, 1996). Konseli
yang merasa konselor memberi cukup dorongan memiliki tingkat
preterminasi yang lebih rendah daripada mereka yang merasa tidak diberi
dorongan (Adler, 1931; Dinkmeyer & Losoncy, 1996). Dorongan
bukanlah pujian atau penghargaan eksternal yang digunakan untuk
mendapatkan kepatuhan di kelas atau dalam konseling (Dreikurs, 1971).
Pujian biasanya bersifat menghakimi, berorientasi pada ekstrinsik,
dan mengendalikan, sehingga membentuk hubungan superior/ inferior di
mana anak-anak harus bekerja untuk menyenangkan guru atau konselor
dan membuktikan diri mereka layak diperhatikan. Pujian condong
diberikan hanya jika seorang individu telah mencapai tujuan yang
diinginkan, sedangkan dorongan dapat diberikan kepada individu bahkan
ketika hal-hal tidak berjalan dengan baik. Seorang konselor yang
memberikan dorongan adalah orang yang menyampaikan kepada remaja
bahwa partisipasi, kontribusi, dan kerja sama mereka dihargai. Selama
proses terapeutik, konselor yang memberikan mendorong adalah mereka
yang mendengarkan tanpa menyela sebelum anak menyelesaikan cerita
atau kejadian yang dialami. Seorang konselor juga dapat mengaktifkan
dorongan selama konseling dengan memuji konseli atau dengan membuat
pernyataan yang berkontribusi pada rasa harga diri dan rasa memiliki
konseli (Evans, 1996). Konseli bertahan tetap dalam konseling karena
mereka berharap perubahan yang baik akan terjadi (Snyder & Lopez,
2004). Selama tahap ini, konselor berbasis kekuatan berusaha membantu
konseli mengubah perspektif mereka atas kesulitan yang dialami dan
mengilhami perasaan bahwa konseli memiliki kemungkinan untuk
berubah atau menyelesaikan masalah. Konselor menggunakan strategi
naratif sehingga konseli dapat menceritakan kembali kisah hidup mereka
untuk menggambarkan diri mereka sebagai survivor daripada korban.
84
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
Mereka menggunakan pujian untuk mengarahkan konseli menuju
perubahan dan harapan akan suatu pilihan dalam situasi yang sebelumnya
tampak tidak dapat diubah (Wall, Kleckner, Amendt, & Bryant, 1989
Smith, 2013).
Harapan dari konselor, rasa hormat, dan optimisme mulai
ditransfer kepada konseli dan berfungsi sebagai permulaan untuk
membangun dan menjalin hubungan saling percaya dan pencapaian
perubahan konseli (Cowger, 1992; Goldstein, 1990). Memahami arti
penting kekuatan konseli akan memberi rasa aman serta nyaman dalam
hubungan konseling, hal tersebut akan memunculkan perasaan bahwa
konseli dihormati dan tidak dinilai secara negatif (De Jong & Berg, 2002
Smith, 2013).
Psikolog menjalin hubungan dengan konseli dengan
menyampaikan rasa hormat atas perjuangan atau tindakan yang dilakukan
dalam kehidupan mereka. Terapis secara aktif membantu menemukan
bukti bahwa konseli menghadapi tantangan hidup di masa lalu dan mereka
dapat melakukannya lagi sehingga konseli dapat mematahkan pandangan
bahwa mereka adalah korban (mentalitas korban). Konselor berbasis
kekuatan memahami konsep kebanggaan konseli sebagai individu yang
orang survive (Desetta & Wolin, 2000), yang mengacu pada perasaan
konseli yang berlaku karena kesulitan atau situasi yang sulit. Konseli
mengakui rasa sakit dan penderitaan yang mereka alami, namun mereka
juga melaporkan rasa bangga karena bisa melewati, menghindari, atau
mengalami kesulitan. Kebanggaan sebagai seorang survivor membawa
sesuatu dari pesan bahwa "Saya masih mampu berdiri."
Harapan adalah landasan (cornerstone) dalam layanan Konseling
kekuatan diri karena harapan adalah penyangga dalam melawan dan
menghindari penyakit jiwa (Seligman, 2004). Individu-individu memiliki
tingkat harapan yang berbeda mulai dari tinggi sampai rendah, terkait
untuk diri mereka sendiri dan masa depan mereka. Mereka yang memiliki
harapan tinggi memiliki tujuan dan arah untuk mencapai tujuan mereka
(Snyder & Lopez, 2004). Biasanya, orang yang memiliki harapan telah
85
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
berhasil memenuhi tugas perkembangan mereka (Seligman, dkk., 2004).
Sebaliknya, individu yang mengalami kesulitan dalam mencapai
perkembangan sering kehilangan harapan dan kemampuan mereka untuk
mencapai tujuan (Seligman, dkk., 2004). Konselor berbasis kekuatan
bekerja untuk mendorong konseli menghidupkan kembali harapan dengan
bertanya tentang bagaimana mereka merasa berharap tentang kehidupan
dan keadaan hidup seperti apa yang membuat mereka merasa penuh
harapan. Pertanyaan yang dirancang untuk menghidupkan kembali
harapan konseli termasuk kapan terakhir kali Anda merasa penuh harapan
tentang kehidupan dan keadaan Anda? Dan Apa yang terjadi dalam
hidupmu yang membuatmu merasa penuh harapan?.
Teknik untuk menanamkan harapan saat konseling adalah
menciptakan “a hope chest” (peti harapan). Konselor mendorong konseli
untuk membayangkan peti harapan yang memungkinkan semua masalah
mereka hilang. Konselor berpendapat bahwa tiga keinginan mungkin bisa
diberikan dari peti harapan dengan syarat bahwa perubahan harus
dilakukan untuk memastikan kelanjutannya. Konseli kemudian diminta
untuk menjelaskan tiga harapan yang akan mereka ambil dari peti harapan
dan bagaimana harapan ini akan mengubah situasi mereka saat ini.
Misalnya, konselor berbasis kekuatan mungkin menyusun wawancara
dengan pertanyaan-pertanyaan berikut: Misalkan Anda bisa menciptakan
peti harapan yang memungkinkan semua masalah Anda hilang. Anda bisa
membuat tiga permintaan untuk diambil dari peti harapan itu. Meski tiga
harapan akan dikabulkan, Anda harus melakukan perubahan untuk
memastikan kelanjutannya. Apa tiga harapan yang akan Anda keluarkan
dari peti harapan Anda? Bagaimana pemberian harapan ini mengubah
situasi Anda saat ini? Apa yang harus Anda lakukan agar harapan Anda
tetap hidup? Kekuatan apa yang Anda miliki sebagai individu untuk
mempertahankan tiga harapan Anda? Pertanyaan harapan mengungkapkan
apa yang ingin diubah konseli tentang kehidupan mereka dan apa yang
bersedia mereka lakukan untuk mempertahankan perubahan tersebut.
86
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
Langkah 5: Framing Solutions
Konselor yang menggunakan Konseling kekuatan diri memahami
bahwa individu tidak harus memecahkan masalah serta mencari jalan
keluar untuk situasi yang mengganggu (Walter & Peller, 1992). Teknik
konseling yang berguna untuk tahap ini adalah pertanyaan pengecualian
(exception question). Psikolog secara aktif mencari pengecualian terhadap
masalah yang terjadi dan memperbesar bantuan kepada konseli dalam
menemukan solusi praktis terhadap isu inti atau isu yang sedang dihadapi.
Solusi praktis mungkin mengadopsi jadwal yang berbeda atau menemukan
kepercayaan individu (Berg & De Jong, 1996). Konselor berbasis kekuatan
terlibat dalam percakapan untuk membangun solusi dengan konseli
mereka (de Shazer, 1985, 1994).
Konselor berbasis kekuatan membantu mengidentifikasi dan
mengevaluasi cara mengatasi masa lalu konseli dan sumber dukungan
terkini untuk menghadapi masalah (Durrant & Kowalski, 1992). Psikolog
mencari informasi tentang apa yang dikerjakan dan telah bekerja dalam
kehidupan konseli dan mungkin mengajukan pertanyaan seperti
Bagaimana Anda mencoba memecahkan masalah yang dihadapi? Apakah
hal tersebut bekerja untuk Anda, walau untuk sementara? Apakah pernah
ada waktu yang Anda ingat (berkesan) saat masalah tidak ada? Apa yang
terjadi dalam hidup Anda ketika masalah itu tidak ada? Pertanyaan
semacam itu mengarahkan konseli menuju solusi yang mungkin untuk
mengatasi kesulitan yang dihadapi (Clark, 1999; Friedman, 1992; Wolin &
Wolin, 1993).
Suasana yang terfokus pada solusi dalam konseling diprediksi
dapat menanamkan optimisme dan kepercayaan diri individu (de Shazer,
1988). Psikolog bekerja sama dengan konseli untuk menghasilkan solusi.
Bersama-sama mereka menyusun rencana aksi realistis yang akan
membantu konseli mewujudkan tujuannya. Teknik lain dalam Konseling
kekuatan diri adalah teknik memaafkan (forgiveness technique), yang
mendorong konseli melepaskan diri dan orang lain dari masa lalu.
Pengampunan (forgiveness) adalah bagian penting dari penyembuhan
87
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
(Brown, 2004; Brown & Phillips, 2005; Holeman, 2004). Seringkali,
konseli dihinggapi oleh kemarahan, kepahitan, pengkhianatan, dan
keputusasaan - emosi yang mungkin melemahkan. Untuk membantu
konseli membebaskan diri dari emosi negatif ini, konselor harus
mendorong dan melatih konseli untuk memaafkan orang yang mereka
anggap sebagai pelaku kejahatan atau orang-orang yang bertanggung
jawab atas masalah atau rasa sakit mereka. Kebanyakan orang harus
menghadapi perasaan memaafkan/ pengampunan selama hidup mereka
(Brown, 2004; Holeman, 2004).
Konseling kekuatan diri membantu konseli merumuskan definisi
memaafkan/ pengampunan selama proses terapeutik. Ini membantu
konseli menghadapi kesalahpahaman mereka tentang pengampunan dan
mengenali rintangan untuk mendapatkan pengampunan/ memaafkan.
Konselor mencatat bahwa memaafkan adalah sebuah proses yang dapat
membantu konseli memahami motivasi mereka untuk mendapatkan
pengampunan dan langkah-langkah untuk mencapai pengampunan.
Konselor dapat memberikan saran agar konseli memaafkan mereka yang
telah membantu menciptakan masalah yang dihadapi saat ini (Brown,
2004; Holeman, 2004). Konseli didorong untuk menciptakan lingkaran
pengampunan, yang mencakup orang-orang yang membantu menciptakan
rasa sakit atau situasi dan diri mereka sendiri. Sebagai konseli memaafkan
diri mereka sendiri dan orang lain, mereka diminta melepaskan energi
yang terperangkap dalam kekurangan dalam memberikan pengampunan
(Holeman, 2004).
Langkah 6: Building Strength And Competence
Orang membutuhkan kompetensi dan kekuatan untuk
perkembangan sepanjang kehidupan. Kekuatan yang mungkin dibangun
selama psikoterapi meliputi keberanian, wawasan, optimisme, ketekunan,
menempatkan masalah dalam perspektif, dan menemukan tujuan (Walsh,
1998). Selama tahap pengembangan kompetensi, terapis membantu
konseli menyadari bahwa mereka tidak berdaya untuk mengubah
perubahan dalam kehidupan mereka. Pengakuan ini berkontribusi pada
88
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
rasa otonomi karena konseli mengetahui bahwa mereka dapat menemukan
solusi (Dana, 2002; Wall, dkk., 1989).
Meskipun membangun kompetensi merupakan hal penting
sepanjang usia, ini lebih penting bagi kaum muda. Lembaga Penelusuran
di Minneapolis (Benson, 1997) mengidentifikasi 40 aset pengembangan
yang dianggap sebagai tiang bangunan bagi pengembangan pemuda yang
sehat atau positif. Benson (1997) membagi aset menjadi dua kategori
umum yaitu eksternal dan internal. Aset eksternal adalah pengalaman
positif yang dialami pemuda dari orang-orang di Lingkungan mereka.
Konselor atau psikolog berbasis kekuatan mengembangkan program dan
praktik konseling yang menggabungkan aset eksternal antara lain; (a)
dukungan, perawatan, dan cinta dari keluarga, masyarakat, dan guru
mereka; (b) pemberdayaan agar kaum muda merasa dihargai oleh
masyarakatnya, memiliki kesempatan untuk berkontribusi, dan merasa
aman dan aman di rumah mereka; (c) batasan dan harapan agar kaum
muda tahu apa yang diharapkan dari mereka dan kegiatan dan perilaku apa
yang dapat diterima; dan (d) penggunaan waktu yang konstruktif karena
kaum muda membutuhkan kesempatan membangun dan membangun yang
konstruktif untuk pertumbuhan melalui kegiatan kreatif, program pemuda,
keterlibatan spiritual, dan waktu berkualitas di rumah. Aset internal
memerlukan pemeliharaan fokus, tujuan, dan pemusatan.
Konselor sekolah atau psikolog berbasis kekuatan membantu kaum
muda untuk membangun aset internal sebagai berikut. (a) komitmen untuk
belajar; (b) nilai positif yang membimbing pilihan mereka; (c) kompetensi
sosial yang membantu mereka membuat pilihan positif, membangun
hubungan, dan berhasil dalam kehidupan; dan (d) identitas positif untuk
mempromosikan rasa kuat dari kekuatan mereka sendiri, self-efficacy,
tujuan hidup, harga diri, dan janji untuk diri sendiri (Benson, 1997).
Langkah 7: Empowering
Praktisi menggunakan konsep pemberdayaan untuk merujuk pada
praktik pengembangan kerangka kerja di mana mereka dapat
mengidentifikasi keadaan individu dan kelompok di masyarakat (Bretton,
89
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
1993; Comer, 1996; Rappaport, 1990; Resnick dkk., 1993). Kerangka
kerja tersebut merupakan upaya untuk melakukan interkoneksi antara
realitas pribadi dan politik dengan mengalihkan kekuasaan kepada konseli.
Pemberdayaan adalah proses mengenali dan mempromosikan fungsi
kompeten konseli melalui kolaborasi antara konselor dan konseli selama
proses konseling dilakukan (Dunst, Trivette, & Deal, 1988; Lee, 2001;
Simon, 1990).
Selama proses pemberdayaan dilakukan, praktisi bekerja untuk
mengembangkan kesadaran kritis tentang interkoneksi dalam realitas
kehidupan sosiopolitik konseli (Lee, 2001; Simon, 1990). Praktisi
mengembangkan apa yang dikenal dengan konsep “conscientization”
(Bretton, 1993), yaitu sebuah konsep yang menyatakan keadaan
ketidakterpisahan masalah pribadi dan masalah publik yang dialami
individu. Pemberdayaan yang dilakukan oleh konselor dilakukan dengan
mengeksplorasi asal usul sosial tindakan konseli, dan mereka berfokus
pada konteks di mana masalah konseli terjadi. Konselor menyadari bahwa
masalah tidak harus berada dalam diri seseorang dan bahwa konseli
kemungkinan besar mencoba solusi untuk setiap masalah, dengan tingkat
keberhasilan dan kegagalan yang berbeda-beda. Konselor dalam proses
konseling membantu konseli mengaktifkan sumber daya di dalam diri dan
komunitas mereka (Lee, 2005).
Langkah 8: Changing
Konselor berbasis kekuatan memahami bahwa perubahan adalah
sebuah proses, bukan kejadian yang terisolasi. Kekuatan konseli
dipandang sebagai dasar untuk melakukan perubahan yang diinginkan
(Friedman, 1992; Simons & Aigner, 1985). Sepanjang konseling, psikolog
berbicara mengenai perubahan bersama konseli mereka (Selekman, 1997).
Perubahan terdiri atas dialog produktif yang membantu konseli menyadari
perubahan apa yang harus mereka lakukan untuk memperbaiki kehidupan
mereka dan untuk menggambarkan kekuatan atau sumber daya apa yang
harus mereka gunakan untuk mengubahnya. Konseli didorong untuk
melihat kesalahan sebagai kesempatan untuk belajar (Watzlawick,
90
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
Weakland, & Fisch, 1974). Konselor membantu konseli fokus pada apa
yang mereka lakukan dengan benar mengenai situasi yang dihadapi.
Akibatnya, konseli dapat mulai melihat bahwa semua peristiwa dan usaha
bukan merupakan hal yang sia-sia. Membantu konseli untuk menetapkan
tujuan juga merupakan bagian dari dialog tentang perubahan dan proses
perubahan. Sasaran harus eksplisit dan operasional, realistis dan dapat
dicapai, diskrit dan memiliki waktu yang terbatas, dapat diamati dan dapat
diukur (Siporin, 1975). Konselor membantu dan memberikan dorongan
kepada konseli dalam mengidentifikasi langkah-langkah kecil menuju
pencapaian tujuan mereka, dan membantu konseli mengenali hambatan
yang menghalangi jalan dalam mencapai tujuan/ sasaran.
Selain menetapkan tujuan, konselor membantu konseli dengan
membantu mereka mengubah makna yang mereka berikan pada peristiwa
atau keadaan kehidupan tertentu. Konselor yang menggunakan pendekatan
berbasis kekuatan bekerja sama dengan konseli untuk mengubah makna
yang mereka anggap berasal dari situasi, tekanan, trauma, atau rasa sakit
mereka (Thompson, 1985; White & Epston, 1990). Mereka membantu
konseli memahami bahwa mereka dapat memilih bagaimana mereka akan
melihat kesulitan mereka. Seperti dua filsuf kuno, Democritus dan
Epictetus, berpendapat, bukan apa yang terjadi pada kita yang menentukan
betapa bahagianya kita, tapi bagaimana kita menafsirkan apa yang terjadi
pada kita. Individu adalah konstruktivis sosial; Mereka bertindak sesuai
dengan apa yang mereka yakini benar, dan bukan sesuai dengan kebenaran
obyektif.
Janoff-Bulman (1992) telah melakukan penelitian pada korban
peristiwa traumatis untuk menentukan bagaimana individu dapat
mengubah makna keadaan kehidupan. Dia menemukan bahwa individu
yang mengalami dan mengatasi kejadian traumatis sering kali berbicara
tentang pelajaran berharga yang mereka dapatkan dari kesulitan tersebut.
Korban peristiwa traumatis menyatakan bahwa mereka tidak lagi
menganggap hidup sebagai sesuatu yang biasa, bahwa kehidupan telah
menghasilkan makna baru, bahwa mereka telah mengembangkan apresiasi
91
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
yang lebih besar terhadap diri mereka sendiri, dan bahwa mereka sekarang
melihat diri mereka sebagai hasil dari kekuatan batin. Demikian pula,
Frankl (1963) telah memberikan wawasan penting tentang mengubah
makna keadaan kehidupan. Selama berada di sebuah kamp konsentrasi
Nazi, dia menyadari bahwa dia dapat memilih cara untuk melihat
situasinya. Dia menemukan bahwa dia bisa menggunakan kekuatan
pikirannya untuk mendapatkan makna dari keadaannya yang
memungkinkan individu menanggung ketakutan. Frankl berpendapat
bahwa orang memiliki pilihan dalam bagaimana peristiwa negatif mereka
rasakan, hadapi, dan tafsirkan. Mereka bisa menghadapi peristiwa
kehidupan yang paling memalukan dengan tetap memiliki harga diri,
hanya dengan mengubah perspektif mereka.
Reframing (Membingkai ulang). Reframing dapat dimaknai
sebagai memeriksa pengalaman hidup yang sebelumnya dipandang negatif
dan terlihat baru, menjadi gambaran pengalaman sebagai sesuatu yang
positif, fungsional, atau berguna (Watzlawick, dkk., 1974). Pada saat
konseli mengalami kesulitan untuk memaknai perspektif baru atau
berbeda, terapis berbasis kekuatan mencatat aspek positif dari situasinya.
Akibatnya, fitur negatif dari keadaan kehidupan dapat berubah menjadi
kesempatan lebih baik untuk berubah atau berkurang dalam kepentingan
mereka (Walter & Peller, 1992; Smith, 2013). Reframing telah
dikonseptualisasikan sebagai lebih dari sekedar prosedur satu langkah
karena beberapa jenis reaksi emosional dan perilaku konseli tetap
diperlukan. Gerber, Ginsberg, dan Reiff (1990; Smith, 2013)
mengemukakan empat langkah dalam proses reframing untuk orang
dewasa yang tidak mampu belajar: (a) pengakuan, (b) penerimaan, (c)
pengertian, dan (d) tindakan. Smith (2014) menawarkan langkah-langkah
berikut untuk reframing konseli dan konselor: (a) pengakuan, (b)
penerimaan, (c) pengertian, (d) belajar bahwa selalu ada pilihan untuk
suatu kesulitan, (e) mengubah makna yang dianggap berasal dari sebuah
peristiwa, (F) mendapatkan pelajaran dari kejadian yang menyakitkan, (g)
mendefinisikan kembali diri diri kita atas kekuatan dan berbagai talenta,
92
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
dan (h) mengambil tindakan konstruktif terkait identitas dan kekuatan baru
yang dimiliki. Selama tahap pengenalan proses reframing, konselor
mengakui dan memvalidasi penderitaan konseli dan cobaan traumatis.
Konseli tidak hanya mendefinisikan ulang dirinya sendiri selama
reframing, tapi juga mengambil tindakan untuk mencerminkan makna dan
identitas yang berubah dan telah mereka berikan pada peristiwa traumatis
(misalnya, pemerkosaan atau kekerasan seksual).
Langkah 9: Building Resilience
Psikolog berbasis kekuatan secara aktif berusaha membantu
konseli membangun ketahanan (resiliensi) yang akan memperkuat mereka
dari masalah yang berulang dan sama atau untuk melindungi diri dari
masalah yang sama (Dunst, dkk., 1988). Beberapa tujuan ketahanan
(resiliensi) untuk seorang individu mungkin adalah untuk mengembangkan
kompetensi sosial (Maluccio, 1981), untuk memutus siklus masalah
keluarga, untuk mengembangkan keterampilan memecahkan masalah yang
baik, untuk mengembangkan kompetensi sekolah yang penting dan
diperlukan, dan untuk membuktikan keterampilan coping yang baik
(Garmezy, 1993 ; Wang, Haertel, & Walberg, 1997)
Langkah 10: Evaluating And Terminating
Pada fase ini, baik konselor dan konseli menghormati kemajuan
yang telah dibuat (Weick & Chamberlain, 2002). Mereka menentukan
apakah konseli telah mencapai tujuan, apakah perubahan dapat dikaitkan
dengan intervensi, dan kekuatan konseli dan sumber daya lingkungan
mana yang paling penting dalam membantu mereka mencapai tujuan
mereka. Selama tahap terminasi, konselor yang baik berusaha menjawab
pertanyaan seperti apakah konseli menyelesaikan apa yang dia
kontrakkan? Faktor apa yang menyebabkan perubahan konseli? Apakah
situasi saat ini memerlukan konseling lebih lanjut?
Secara garis besar tahapan konseling Strenght Based Counselig
dapat dibagi dalam tiga bagian besar yaitu tahap awal, tahap inti dan tahap
akhir atau penutup. Pada penjelasan di atas, tahap satu sampai dengan tiga
merupakan tahap awal. Pada tahap empat sampai sembilan dapat
93
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
dikategirikan sebagai tahap inti. Sementara tahap ke sepuluh merupakan
tahap akhir atau penutup. Hal ini digunakan untuk mempermudah proses
dan pelaksanaan kegiatan pada saat intervensi dilaksanakan.
Penelitian ini bertujuan merumuskan model konseling kekuatan
diri untuk mengembangkan harapan akademik pada mahasiswa. Desain
penelitian ini lebih mengutamakan bagaimana proses mengkonstruksi teori
dan bukan menguji teori secara empiris. Hal ini berbeda dengan
perkembangan penelitian lain yang cenderung berfokus pada metode untuk
menguji teori, namun belum berfokus pada metode untuk menghasilkan
teori. Metode untuk menguji teori pada akhirnya hanya akan mengarahkan
penelitian pada hasil akhir dan kurang memperhatikan proses penelitian.
Pengembangan model yang selama ini dilakukan lebih berorientasi
pada model matematis dan kausal. Penelitian dengan model matematis dan
kausal condong menggunakan perspektif kuantitatif dan kurang
melibatkan proses kualitatif. Pemilihan model simulasi dilatarbelakangi
oleh upaya peneliti menyesuaikan desain penelitian yang juga
membutuhkan analisis kualitatif dalam proses (emmbedded). Penelitian
dilaksanakan dengan menekankan pada uji efektivitas dan tidak mengarah
pada upaya menghasilkan teori. Oleh karena itu peneliti menggunakan
model simulasi sebagai upaya untuk menggabungkan proses kuantitatif
dan kualitatif dalam bingkai eksperimen laboratorium.
C. Kerangka Pikir
Harapan merupakan aspek penting dan menjadi faktor determinan
dan berkorelasi dengan keadaan berbagai variabel kehidupan individu.
Selain itu, harapan merupakan prediktor yang kuat dalam proses
penyembuhan. Harapan menjadi tumpuan dan tujuan yang penting dalam
kehidupan manusia. Harapan merupakan jantung dan dari berbagai
aktivitas kehidupan manusia tidak kerkecuali aktivitas akademik individu.
Tanpa harapan individu diketahui dan diprediksi akan mengalami berbagai
hambatan akademik yang dijalani.
Berdasarkan paparan teori dan hasil kajian hasil penelitian yang
dilakukan peneliti dapat dipahami bahwa harapan merupakan aspek
94
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
penting dalam perkembangan dan kehidupan individu. Harapan dapat
menunjukkan arah bagi individu dalam bertindak dan menjalani
kehidupan. Hasil kajian sistematis integratif mengenai harapan
menunjukkan korelasi antara harapan dengan kesuksesan akademik pada
individu. Variabel kesuksesan akademik sebagai korelat dalam harapan
merupakan aspek yang sangat dinamis dan unik untuk terus menerus
diteliti. Pengembangan harapan akademik sebagai variabel yang dinamis
dan unik tersebut perlu dilakukan dalam proses pendidikan di perguruan
tinggi (mahasiswa).
Penelitian harapan telah mengalami pergeseran dari yang bersifat
kuantitatif desktiptif, penelitian korelasional kemudian beralih pada
penelitian yang bersifat kualitatif dan kemudian ditindaklanjuti melalui
berbagai penelitian eksperimen hingga saat ini. Berbagai penelitian
eksperimen dilakukan untuk meningkatkan harapan individu dikaitkan
dengan variabel yang lain dalam psikologi. Penelitian dengan pendekatan
eksperimen melibatkan berbagai pendekatan konseling yang mendasarkan
harapan sebagai common faktor dalam proses yang dilakukan. Penggunaan
pendekatan penelitian eksperimen untuk mengembangkan harapan
diarahkan pada dua domain utama yaitu agency dan pathways.
Pengembangan harapan diektahui dilakukan melalui berbagai
pendekatan konseling. Beberapa pendekatan konseling yang dipergunakan
adalah konseling kognitif perilaku, konseling naratif, konseling berfokus
solusi dan konseling feminis. Salah satu pendekatan konseling
dikembangkan untuk mengembangkan harapan adalah Konseling
Kekuatan Diri (Strength Based Counseling). Pasca penggunaan paradigma
psikologi positif menguat maka dikenal pendekatan yang secara asumsi
dan filosofi sesuai. Konseling kekuatan diri sebagai paradigma baru
menekankan pengembangan modalitas dibandingkan patologi individu.
Penggunaan Konseling kekuatan diri dalam mengembangkan harapan
akademik mahasiswa didasari oleh kerangka pikir penempatan harapan
sebagai landasan (cornerstone) dalam layanan konseling.
95
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
Harapan dalam perspektif Strength Based Counseling merupakan
fondasi dalam melawan dan menghindari penyakit jiwa dan
pengembangan kualitas hidup individu. Individu-individu yang memiliki
harapan tinggi lebih memiliki arah dan tujuan dalam menjalani kehidupan
dan berbuat kebaikan. Dampak kuat dari harapan yang berkembang
berkaitan dengan prestasi akademik, kasus putus sekolah (drop out),
kesehatan mental, dan kesehatan fisik. Tujuan akhir dari pengembangan
harapan pada manusia diarahkan pada kepuasan, kebahagiaan dan
kebaikan yang dimiliki individu. Hal tersebut yang mendorong serta
menguatkan peneliti dalam menggunakan Strength Based Counseling
dalam menguatkan harapan akademik mahasiswa.
D. Asumsi dan Hipotesis Penelitian
Penelitian yang berfokus pada Strength Based Counseling untuk
mengembangkan harapan akademik mahasiswa dilandasi pada asumsi
sebagai berikut.
1. Harapan menjadi tujuan yang penting dalam kehidupan manusia.
Harapan dapat menunjukkan arah dalam bertindak dan dalam
menjalani kehidupan. Harapan menjadi dorongan yang kuat dalam
berbuat kebaikan. Harapan akan membantu individu dalam
melanjutkan perjuangan kehidupan dan kebaikan meskipun ditemui
berbagai macam rintangan dan kegagalan (Curtis; 1996, hlm. 147)
2. Harapan merupakan kunci utama kesuksesan dalam konseling dan
psikoterapi, Jerome Frank, 1961; Frank & Frank, 1991 (dalam
Chamodraka, 2008)
3. Harapan dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu: usia dan jenis kelamin
(Maureen Esteves, 2013), pengasuhan (Shorey, dkk., 2003), budaya
(Riele: 2010; Maureen Esteves: 2013) lingkungan akademis (Averill,
dkk., 1990; Erikson, 1964; Snyder 1994, 2000).
4. Individu-individu memiliki tingkat harapan yang berbeda mulai dari
tinggi sampai rendah, terkait untuk diri mereka sendiri dan masa
depan mereka. Mereka yang memiliki harapan tinggi memiliki tujuan
dan arah untuk mencapai tujuan mereka (Snyder & Lopez, 2004).
96
Dody Hartanto, 2019
MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu
Sementara itu, domain harapan terdiri atas: (1) agency atau energi
untuk mencapai tujuan dan (2) pathways atau rencana untuk mencapai
tujuan, (Synder, 2000).
5. Kekuatan (strength) bisa dipelajari atau diajarkan. Semua orang juga
memiliki dorongan alami untuk perkembangan yang positif dan
kecenderungan alami untuk mencari realisasi dan atau
mengekspresikan kekuatan dan kompetensi yang dimiliki (Maluccio,
1981; Maslow, 1954, 1971; Rogers, 1961, 1964; Weick &
Chamberlain, 2002; Smith, 2013).
Rumusan hipotesis penelitian ini disusun sebagai berikut.
1. Konseling Kekuatan Diri (Strength Based Counseling) efektif
untuk menguatkan harapan akademik mahasiswa pada domain
agency dan pathways.
2. Konseling Kekuatan Diri (Strength Based Counseling) efektif
untuk menguatkan harapan akademik mahasiswa jika budaya
mendukung.
3. Konseling Kekuatan Diri (Strength Based Counseling) efektif
untuk menguatkan harapan akademik mahasiswa jika
menggunakan gaya pengasuhan modern dibandingkan tradisional.
4. Efektivitas Strength Based Counseling (Konseling kekuatan diri)
untuk mengembangkan harapan bergantung kepada latar belakang
jenis kelamin.
top related