bab i pendahuluan - unjani
Post on 01-Oct-2021
17 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hubungan internasional didefinisikan sebagai studi tentang interaksi
antar beberapa aktor yang berpartisipasi dalam politik internasional, yang
meliputi negara-negara, organisasi internasional, organisasi non-pemerintah,
kesatuan sub nasional seperti birokrasi dan pemerintah domestik serta
individu-individu. Tujuan dasar studi hubungan internasional adalah
mempelajari perilaku internasional, yaitu perilaku para aktor negara maupun
non-negara, di dalam arena transaksi internasional. Perilaku ini bisa
berwujud kerjasama, pembentukan aliansi, perang, konflik serta interaksi
dalam organisasi internasional.1
Dalam kajiannya, hubungan internasional merupakan suatu studi
tentang hubungan antar aktor yang melewati batas-batas negara.
Berakhirnya perang dingin yang ditandai dengan berakhirnya persaingan
ideologi antara Amerika Serikat dan Uni Soviet telah memberikan
perubahan terhadap isu-isu hubungan internasional. Seperti yang kita
ketahui bahwa pada era Perang Dingin, isu-isu hubungan internasional lebih
terfokus pada masalah internasional yang lebih bersifat tradisional atau
militer yang biasa sering disebut isu-isu high politics seperti isu politik dan
keamanan, namun paradigma tersebut mengalami perubahan pasca Perang
1 Mochtar Mas’oed, Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi (Jakarta : LP3ES,1994) 28.
1
2
Dingin menjadi ancaman yang bersifat non-militer atau low politics,
meliputi : masalah hak asasi manusia, masalah terorisme, masalah
lingkungan hidup, masalah interdependensi ekonomi, hadirnya organisasi-
organisasi internasional baru, masalah gender, migrasi, perdagangan obat-
obatan terlarang, penangkapan ikan secara ilegal yang biasa sering disebut
illegal fishing, serta masih banyak ancaman-ancaman lainnya dengan ruang
lingkup yang telah melewati batas negara.
Era globalisasi membuat tatanan politik internasional diikuti
perubahan interaksi hubungan internasional, seperti adanya kerjasama suatu
negara dengan negara lain yang dapat memberikan kesejahteraan bagi suatu
negara, selain itu arus globalisasi juga menimbulkan suatu masalah bagi
suatu negara yaitu mendorong lahirnya kejahatan lintas batas negara di
seluruh dunia internasional. Perkembangan global telah mengubah
karakteristik kejahatan yang semula dalam ruang lingkup domestik kini
bergeser menjadi lintas batas negara dengan mendukungnya kemajuan
teknologi transportasi, informasi dan komunikasi yang canggih.
Berkaitan dengan kejahatan transnasional, Indonesia merupakan
salah satu negara kepulauan (archipelagic state) yang tingkat kejahatan
transnasionalnya relatif tinggi dikarenakan letak geografis Indonesia yang
strategis dan sistem pengawasan keamanan maritim yang lemah membuat
para pelaku kejahatan transnasional bisa dengan sangat mudah keluar-masuk
di perairan Indonesia. Faktor inilah yang melatarbelakangi tingginya tingkat
transnational crime sehingga menjadi ancaman di perairan Indonesia. Salah
3
satu permasalahan keamanan maritim yang menjadi ancaman bagi Indonesia
adalah penangkapan ikan secara ilegal (illegal fishing). Hal ini terkait
dengan pencurian sumber daya yang dilakukan khususnya oleh penangkap
ikan/nelayan yang berasal dari negara lain.
Letak Indonesia yang strategis dibawah garis khatulistiwa, berada
diantara dua benua dan dua samudera, sehingga laut Indonesia dijadikan
sebagai laboratorium laut terlengkap. Secara demografis Indonesia adalah
negara kepulauan yang terdiri dari 17.504 pulau. Panjang garis pantai lebih
dari 81.000 km, luas laut teritorial 5,8 juta km². Konfigurasi Pulau yang
sedemikian banyak tersebut, merupakan sebagian besar pulau-pulau kecil
yang diperkirakan lebih dari 10.000 buah.2
Indonesia dijadikan sebagai laboratorium laut terlengkap
dikarenakan memiliki sumber daya perikanan yang banyak di perairannya.
Sumber daya pada sektor perikanan merupakan salah satu sumber data yang
penting bagi hajat hidup masyarakat dan memiliki potensi dijadikan sebagai
penggerak utama (Prime mover) ekonomi nasional.3 Hal ini didasari pada
kenyataan bahwa pertama, Indonesia memiliki sumber daya perikanan yang
besar baik ditinjau dari kuantitas maupun diversitas. Kedua, industri di
sektor perikanan memiliki keterkaitan dengan sektor-sektor lainnya. Ketiga,
industri perikanan berbasis sumber daya nasional atau dikenal dengan istilah
national resources based industries, dan keempat Indonesia memiliki
2 Andi Iqbal Burhanuddin, dkk, Membangun Sumber Daya Kelautan Indonesia, (Gagasan danPemikiran Guru Besar Universitas Hasanuddin, Bogor : PT Percetakan IPB, 2013) 308.3 Arief Daryanto,” Dari Klaster Menuju Peningkatan Daya Saing Industri Perikanan,” BuletinCraby & Starky Januari 2007.
4
keunggulan (comparative advantage) yang tinggi di sektor perikanan
sebagaimana dicerminkan dari potensi sumber daya yang ada.4
Seharusnya dengan melihat kekayaan sumber daya pada sektor
perikanan, Indonesia dapat memanfaatkan sumber daya pada sektor
perikanan di perairannya dengan baik, namun sampai saat ini Indonesia
belum dapat memanfaatkan sumber daya perikanan di perairannya dengan
baik dikarenakan sering terjadinya permasalahan illegal fishing yang selalu
merugikan negara.
Illegal fishing merupakan sebuah kegiatan penangkapan ikan yang
tidak sesuai aturan perundang-undangan, tidak memiliki izin, dokumen
palsu, jumlah tangkapan ikan yang melebihi batas, menggunakan alat
terlarang, tidak melaporkan hasil penangkapan dan merusak ekosistem laut.
Para pelaku illegal fishing umumnya hanya mengejar keuntungan semata,
tanpa mempedulikan kelangsungan ekosistem laut yang berkelanjutan.5
Adapun hak penangkapan ikan tradisional di perairan Indonesia yang
dilakukan oleh nelayan-negara tetangga yang menggunakan perahu kecil dan
alat penangkapan ikan berupa alat tradisional yaitu alat pemancing ikan
tidak disebut illegal fishing karena hak penangkapan ikan tradisional sudah
diatur dalam hukum internasional bab 4 pasal 51 ayat (1) UNCLOS 1982.
Perairan Indonesia sudah menjadi daya tarik tersendiri bagi pihak-
pihak tertentu, termasuk negara asing, untuk melakukan penangkapan ikan
secara ilegal (illegal fishing). Perairan Indonesia yang rawan dari illegal
4 Bernhard Limbong, Poros Maritim (Jakarta Selatan : Margaretha Pustaka, 2015) 113.5 Hartati HI. Arsyad,” Peluang dan Tantangan Kerjasama Indonesia-Filipina Dalam MenanganiIllegal Fishing”, skripsi., Universitas Hasanuddin, 2015, 4.
5
fishing tersebut menyebar mulai dari perairan utara Aceh, Laut Natuna, Laut
Sulawesi, Samudera Hindia bagian selatan, Laut Aru (Maluku), hingga Laut
Arafura di sekitar Papua. Berbagai cara ilegal dilakukan oleh nelayan lokal
maupun asing untuk mengeksplorasi sumber daya perikanan Indonesia
ditengah keterbatasan pengawasan aparat dan armada kapal patroli
Indonesia.6
Berdasarkan catatan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP),
illegal fishing di perairan Indonesia, cukup tinggi, sebagaimana
diilustrasikan pada gambar 1.1 dan gambar 1.2.
Gambar 1.1 Peta Zona Kerawanan Pelanggaran Sumberdaya Kelautan Dan
Perikanan
Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan
Dalam Gambar 1.1 terlihat bahwa tingkat kerawanan illegal fishing
di bagian barat terjadi di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 711 (Laut
China Selatan) dan 571 (Selat Malaka). illegal fishing diduga banyak
6 Bernhard Limbong, op. cit.96.
6
dilakukan oleh kapal Thailand, Vietnam dan China. Perairan lainnya yang
kerap menjadi ladang terjadinya illegal fishing adalah di WPP 715 (Teluk
Tomini-Laut Seram) dan 717 (Samudera Pasifik) yang diduga banyak
dilakukan oleh nelayan-nelayan dari Filipina. Sedangkan yang paling sering
terjadi yaitu di WPP 718 (Laut Arafura-Laut Timur) yang diduga banyak
dilakukan oleh kapal-kapal Thailand dan China. Asal kapal-kapal yang
melakukan illegal fishing dapat dilihat pada gambar 1.2 berikut7:
Tabel 1.1 Jumlah Kapal Ikan yang Ditangkap oleh Kapal Pengawas
Berdasarkan Kebangsaan, Tahun 2007-2014
NO KEBANGSAANKAPAL
TAHUN
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 20141 MALAYSIA 8 12 9 22 11 5 14 -2 VIETNAM 45 74 76 115 42 40 17 93 THAILAND 31 23 27 7 3 8 4 74 RRC/CHINA 1 15 8 7 0 0 0 05 HONGKONG 0 0 1 0 1 0 0 06 TAIWAN 0 0 0 0 6 0 0 07 FILIPINA 5 0 4 8 13 17 9 0
TOTAL 186 243 203 183 106 112 68 38Sumber: Direktorat Jenderal Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan
Dari tabel di atas, bahwa selama 6 (enam) tahun terakhir, telah terjadi
penurunan jumlah kapal ikan yang ditangkap oleh Direktorat Jenderal
Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan(Ditjen PSDKP). Hal ini
dapat memiliki dua arti, yang pertama bahwa terjadi peningkatan ketaatan
oleh kapal perikanan yang beroperasi di wilayah pengelolaan perikanan
7 Kementerian PPN/BAPPENAS, “Konsep Mainstreaming Ocean Policy kedalam RencanaPembangunan Nasional,”Kedeputian Sumber daya alam dan Lingkungan Hidup Badanperencanaan Pembangunan Nasional, 2014, 233-234.
7
Negara Indonesia. Dan yang kedua, hal ini bisa berarti bahwa kinerja dari
Ditjen PSDKP menurun.8
Illegal fishing ini, membuat Indonesia terus merugi dari tahun ke
tahun. Indonesia bukan hanya merugi dari segi ekonomi saja, tetapi
Indonesia juga merugi dari segi politik dan lingkungan akibat illegal fishing
ini. Menurut perhitungan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti
kerugian Indonesia terhadap illegal fishing pertahun terhadap negara
mencapai US$ 20 miliar atau Rp 240 triliun pada tahun 2014. Hal ini
menjadikan illegal fishing di Indonesia adalah yang terbesar di dunia.9
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya illegal fishing di
perairan Indonesia. Salah satunya yaitu celah hukum yang terdapat dalam
ketentuan Pasal 29 Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang perikanan.
Dalam ketentuan Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang No. 31 Tahun 2004
tentang perikanan disebutkan bahwa orang atau badan hukum asing itu dapat
masuk ke wilayah perairan Indonesia untuk melakukan usaha penangkapan
ikan berdasarkan persetujuan internasional atau ketentuan hukum
internasional yang berlaku.10
Ketentuan Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang No. 31 Tahun 2004
tentang perikanan seakan-akan memberikan peluang bagi nelayan atau
badan hukum asing untuk masuk ke perairan Indonesia dan kemudian
mengeksplorasi serta mengeksploitasi kekayaan hayati di wilayah perairan
8 Nurfaika Ishak,” Pengawasan Penangkapan Ikan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia,”JurnalPanggung Hukum. Vol. 01 No.2 (2015) 46.9 Wiji Nurhayat,”Menteri Susi : Kerugian Akibat Illegal Fishing Rp 240 Triliun”, Detik FinanceOnline (01 Desember 2014) internet, 22 September 2015, www.detikfinance.com10 Lihat lebih lanjut pada ketentuan Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang No. 31 Tahun 2004tentang Perikanan.
8
Indonesia. Namun hal itu tidak dapat disalahkan karena merupakan salah
satu bentuk penerapan aturan yang telah ditentukan dalam Konvensi Hukum
Laut Tahun 1982 yang merupakan salah satu konvensi internasional yang
telah diratifikasi oleh Indonesia melalui Undang-Undang No. 17 Tahun
1985.11 Dalam ketentuan Pasal 62 ayat (3) dan (4) Konvensi Hukum Laut
Tahun 1982 mengharuskan negara pantai untuk memberikan hak akses
kepada negara lain untuk mengeksploitasi kekayaan hayati di wilayah
perairan negara pantai apabila terjadi surplus dalam hal pemanfaatan sumber
daya hayati oleh negara pantai.
Kapal-kapal ikan asing yang mempunyai hak akses pada perairan
suatu negara pantai harus menaati peraturan perundang-undangan negara
pantai yang bersangkutan, yang dapat berisikan kewajiban-kewajiban dan
persyaratan-persyaratan mengenai berbagai macam hal, seperti perizinan,
imbalan keuangan, kuota, tindakan-tindakan konservasi, informasi, riset,
peninjau, pendaratan tangkapan, persetujuan-persetujuan kerja sama, dan
lain sebagainya.12
Melihat dari permasalahan illegal fishing yang selalu saja tumpang
tindih dari berbagai sektor, yaitu ekonomi, politik dan lingkungan maka
sudah jelas bahwa illegal fishing penting sekali untuk diteliti. Hal ini penting
untuk diteliti dari berbagai segi, salah satunya yaitu sistem pengawasan
aparat dan armada kapal patroli yang lemah dari Indonesia dan penegakan
11 Lihat lebih lanjut pada Direktorat Perkapalan dan Kepelautan,”Undang-undang No. 17 Tahun1985 Tentang : Pengesahan United Nations Convention On The Law Of The Sea (KonvensiPerserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Laut”, Departeman Perhubungan RepublikIndonesia, (31 Desember 1985) internet, 23 September 2015, www.ditkapel.dephub.go.id12 Albert W. Koers,”Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Laut”, GadjahMada University Press, (Yogyakarta : 1994) 36.
9
hukum kelautan di perairan Indonesia. Padahal, jika Indonesia benar-benar
memperhatikan dan memerangi illegal fishing serta menggunakan sistem
pengawasan aparat dan kapal patroli yang kuat, maka Indonesia akan
mendapatkan keuntungan besar yaitu salah satunya bisa memanfaatkan
sumber daya perikanan di perairannya dan dapat digunakan untuk
mensejahterakan masyarakat sekitar.
Perairan Indonesia merupakan perairan yang kaya akan sumber daya
perikanannya dan menjadi zona daerah penangkapan ikan (fishing ground)
yang masih potensial di dunia. Segala yang terkandung didalamnya
seharusnya dapat mensejahterakan masyarakat di sekitar perairan Indonesia
dan juga dapat menjadi ujung tombak ekonomi maritim dan kekuatan politik
Indonesia. Namun pada kenyataannya, perairan Indonesia masih belum bisa
mensejahterakan masyarakat sekitar perairannya, dan juga berbagai
permasalahan seringkali terjadi diperairannya, salah satunya yaitu illegal
fishing yang selalu saja terjadi dan sampai sekarang pun belum dapat
terselesaikan disebabkan juga karena belum maksimalnya upaya dan
kebijakan luar negeri Indonesia dalam penanggulangan illegal fishing di
perairan Indonesia. Pengawasan di seluruh perairan Indonesia yang
dilakukan oleh pemerintah Indonesia masih kekurangan dalam hal kapal
pengawas dan juga jumlah hari operasi.
Berdasarkan dengan fenomena dan latar belakang masalah yang telah
dipaparkan diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih
mendalam terutama terkait dengan bagaimana kebijakan luar negeri
10
Indonesia dalam penanggulangan illegal fishing diperairan Indonesia.
Ketertarikan peneliti diwujudkan dengan mengambil judul penelitian:
“Kebijakan Luar Negeri Indonesia Dalam Penanggulangan Illegal
Fishing Di Perairan Indonesia”.
1.2 Fokus Masalah
Mengingat luasnya permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini,
maka penelitiannya akan terfokus pada bidang kebijakan luar negeri,
sehingga skripsi ini dibatasi dalam masalah kebijakan luar negeri Indonesia
dalam penanggulangan illegal fishing di perairan Indonesia. Untuk
pembatasan waktu, peneliti membatasi pada periode waktu yang akan dilihat
dari tahun 2014-2015. Dipilih pada waktu tersebut karena pada tahun
kepemimpinan awal Presiden Joko Widodo ini Indonesia fokus dalam
penanggulanganisu illegal fishing untuk membangun poros maritim
Indonesia.
Dan untuk tempat penelitian, peneliti membataskan pada perairan
Indonesia karena illegal fishing seringkali melanggar kedaulatan teritorial
Indonesia dan juga minimnya pengawasan petugas serta alat-alat
pengawasan yang kurang canggih, sehingga para pelaku illegal fishing
secara leluasa bisa mengambil kekayaan alam di perairan Indonesia. Adapun
pembatasan negara yang melakukan illegal fishing di perairan Indonesia,
peneliti membatasi beberapa negara-negara anggota Association of South
East Asia Nations (ASEAN) yaitu : Malaysia, Vietnam, Thailand, dan
Filipina. Dipilih dari beberapa negara-negara anggota ASEAN dikarenakan
11
beberapa negara-negara ASEAN yang peneliti sebutkan diatas seringkali
melakukan illegal fishing di perairan Indonesia.
1.3 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas maka peneliti
merumuskan pertanyaan yang dijadikan bagian dari rumusan masalah dalam
Penelitian ini. Pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut :
”Bagaimana Kebijakan Luar Negeri Indonesia Dalam Penanggulangan
Illegal Fishing Di Perairan Indonesia?”
1.4 Tinjauan Pustaka
Tinjauan / Studi Pustaka pada dasarnya berkaitan dengan kajian
teoritis dan referensi lain yang relevan dengan penelitian yang sedang
dilakukan. Tinjauan pustaka merupakan hasil penelusuran tentang pustaka
atau literatur yang mengupas topik yang relevan dengan penelitian yang
sedang dilakukan, baik yang mendukung maupun yang bertentangan dengan
pendapat peneliti. Dalam penelitian ini, ada beberapa literatur yang peneliti
gunakan sebagai referensi dari topik yang peneliti ambil. Salah satu literatur
yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah :
1.4.1 Strategi Keamanan Maritim Indonesia Dalam Menanggulangi
Ancaman Non-Traditional Security, Studi Kasus : Illegal Fishing
Periode Tahun 2005-2010.13
13 Richarunia Wenny Ikhtiari,”Strategi Keamanan Maritim Indonesia Dalam MenanggulangiAncaman Non-TraditionalSecurity, Studi Kasus : Illegal Fishing Periode Tahun 2005-2010,”Tesis.,Universitas Indonesia,2011.
12
Dalam penulisan tesis ini membahas mengenai strategi
keamanan maritim Indonesia dalam menanggulangi ancaman non-
traditionalsecurity, studi kasus : illegal fishing periode tahun 2005-
2010. Letak geografis perairan Indonesia yang strategis, menjadikan
perairan Indonesia banyak sekali dilintasi oleh kapal asing sehingga
memunculkan berbagai macam ancaman dari pihak asing yang
memanfaatkan kelemahan di kawasan perbatasan perairan. Isu
ancaman yang diangkat oleh Richarunia yaitu illegal fishing.Secara umum penulisan tesis ini juga menjelaskan mengenai
ancaman keamanan laut di wilayah kedaulatan perairan Indonesia.
Illegal fishing di perairan Indonesia selalu mengalami peningkatan
hingga tahun 2010. Peningkatan illegal fishing tersebut disebabkan
oleh lemahnya pengawasan dan pemberdayaan sumber daya alam
Indonesia, Belum optimalnya lembaga formal mengendalikan
ketimpangan dalam penegakan hukum. Masih tingginya kejahatan
transnasional. Hasil analisa dari Penelitian tesis ini yaitu adanya lembaga-
lembaga yang bertanggung jawab atas pengamanan dan pengelolaan
laut, ternyata tidak menjamin berkurangnya aktifitas ancaman laut.
Maka dalam pembangunan ekonomi berbasis maritim serta
mengatasi keamanan laut Indonesia, sangat dibutuhkan membaiknya
peran law enforcement yang lebih efektif dan efisien dalam
mengatasi isu illegal fishing secara tegas dan tepat.Dari penulisan tesis ini, peneliti mengambil kesimpulan
bahwa untuk mengatasi illegal fishing diperlukan adanya kesiapan
13
hukum yang tegas dan jelas, melalui koordinasi yang tepat dan
terarah dapat menghasilkan satu outcome yang maksimal. Sehingga
bisa menjadikan kekuatan politik bagi Indonesia dalam menjaga
kedaulatan perairan negaranya.Penulisan tesis ini menggunakan metode penelitian deskriptif,
dimana teknik pengumpulan datanya berdasarkan hasil wawancara
dengan pihak yang terkait dan Richarunia juga mengakumulasikan
data dari data literatur yang peneliti dapat pada tempat penelitian,
seperti buku, tulisan-tulisan ilmiah, jurnal, situs internet, makalah
ilmiah, dan surat kabar. Metode penelitian tesis yang digunakan oleh
Richarunia sama dengan metode penelitian yang peneliti gunakan
dalam penelitian peneliti.Persamaan dari isu permasalahan dalam penelitian tesis ini
dengan penelitian peneliti yaitu permasalahan illegal fishing di
perairan Indonesia. Perbedaan dari penelitian Richarunia dengan
penelitian peneliti yaitu terletak pada variabel penelitiannya,
Richarunia membahas tentang strategi kemanan maritim Indonesia
dalam menanggulangi ancaman Non-Traditional Security sedangkan
peneliti dalam penelitiannya akan membahas tentang kebijakan luar
negeri Indonesia dalam penanggulangan illegal fishing di perairan
Indonesia. Penulisan tesis ini memberikan gambaran kepada peneliti
mengenai illegal fishing di perairan Indonesia serta memberikan
informasi kepada peneliti tentang strategi-strategi Indonesia dalam
menanggulangi illegal fishing di Indonesia sehingga hasil penelitian
14
tesis ini dapat menjadi data literatur dalam penelitian peneliti yang
akan membahas mengenai kebijakan luar negeri Indonesia dalam
penanggulangan illegal fishing di perairan Indonesia.
1.4.2 Illegal Unreported and Unregulated (IUU) Fishing: Upaya
Mencegah dan Memberantas Illegal Fishing dalam Membangun
Poros Maritim Indonesia.14
Jurnal ilmiah ini membahas mengenai Illegal Unreported and
Unregulated (IUU) Fishing: Upaya mencegah dan memberantas
Illegal Fishing dalam membangun poros maritim Indonesia.
Indonesia mempunyai beberapa peraturan perundang-undangan
sebagai dasar hukum yang menjadi landasan untuk mencegah dan
memberantasi isu illegal fishing di Indonesia. Pencegahan dan
pemberantasan illegal fishing merupakan upaya Indonesia dalam
membangun poros maritim yang menjadi sebuah terobosan yang
sudah lama diagungkan.
Kerugian-kerugian akibat illegal fishing adalah kerusakan
habitat dan ekosistem laut, merugikan ekonomi negara, merusak
lingkungan laut, illegal fishing melanggar kedaulatan Indonesia.
Hasil penulisan jurnal ini yaitu upaya mencegah dan memberantas
illegal fishing dalam membangun poros maritim Indonesia perlu di
14 Abdul Qodir Jaelani dan Udiyo Basuki,” Illegal Unreported and Unregulated (IUU) Fishing:Upaya Mencegah dan Memberantas Illegal Fishing dalam Membangun Poros Maritim Indonesia,”Supremasi Hukum. Vol. 3 No.1 (2014).
15
wujudkannya penegakan hukum yang tegas dan konsisten sehingga
bisa menjaga kedaulatan perairan Indonesia dengan baik.
Jurnal ilmiah ini memiliki keterkaitan dengan penelitian yang
akan peneliti teliti yaitu mengenai upaya mencegah dan memberantas
illegal fishing sehingga jurnal ilmiah ini dapat membantu peneliti
dalam melakukan penelitian untuk dijadikan data sekunder bagi
peneliti.
Jurnal ini juga membahas tentang faktor-faktor penyebab
terjadinya illegal fishing yang selalu mengalami peningkatan tiap
tahunnya, sehingga selalu merugikan ekonomi Indonesia berbasis
maritim. Jurnal ilmiah ini sangat mendukung dan menjadi data
literatur penelitian peneliti yang penelitiannya menggunakan metode
penelitian deskriptif dengan teknik pengumpulan data bersumber dari
buku, Jurnal ilmiah, surat kabar, makalah ilmiah, dan wawancara,
Sehingga peneliti bisa mengakumulasikan datanya dalam penelitian
peneliti.
1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.5.1 Tujuan Penelitian
1. Untuk mendeskripsikan atau menggambarkan bentuk-bentuk
illegal fishing di perairan Indonesia serta menjelaskan kerugian-
kerugian dari illegal fishing di perairan Indonesia.
16
2. Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana kebijakan luar
negeri Indonesia dalam penanggulangan illegal fishing diperairan
Indonesia.
1.5.2 Manfaat Penelitian
Hasil Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi setiap orang
yang tertarik terhadap permasalahan kebijakan luar negeri Indonesia
dalam penanggulangan illegal fishing di perairan Indonesia. Selain
itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi yang
positif. Adapun manfaat penelitian ini adalah:
1. Untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar
kesarjanaan strata-1 (S-1) Hubungan Internasional.
2. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan hubungan
internasional terlebih menyangkut kebijakan luar negeri suatu
negara dalam penanggulangan illegal fishing.
1.6 Kerangka Teoritis
Dalam menganalisis sebuah permasalahan, maka diperlukan
kerangka teoritis yang sangat penting sebagai perangkat untuk membedah,
membahas, dan menelaah setiap gejala, kejadian, peristiwa dan fenomena
dalam hubungan internasional. Dan untuk mempermudah penulis dalam
menjawab fenomena dari research question tersebut, maka peneliti
menggunakan beberapa konsep dan pendekatan atau teori dari para pakar
studi hubungan internasional yang sesuai dengan permasalahan diatas.
17
Pendekatan dalam arti sederhana adalah suatu cara untuk melihat dan
kemudian menjelaskan sebuah fenomena tersebut.15
1.6.1 Pendekatan Neorealis
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan
neorealis, karena peneliti melihat hubungan internasional selalu
terkait dengan interaksi yang melintas batas negara-bangsa dengan
negara yang menjadi aktor hubungan internasional yang paling
dominan.
Berbicara tentang neorealisme tentu saja tidak akan bisa
dipisahkan dari akar pemikirannya yaitu paradigma realisme yang
berpusat pada konsep power dan security. Munculnya neorealisme
pada dasarnya merupakan bentuk respon terhadap perkembangan
dunia internasional yang memunculkan fenomena dimana peran
aktor negara semakin berkurang tergantikan oleh peran aktor non
negara. atau dengan kata lain, neorealisme mengkritik pendapat
realisme yang menganggap negara adalah satu-satunya aktor dalam
studi hubungan internasional.
Negara adalah aktor utama dalam hubungan internasional yang
bersifat rasional dan monolith, jadi bisa memperhitungkan cost and
benefit dari setiap tindakannya demi kepentingan keamanan nasional
sehingga fokus dari penganut realis adalah struggle for power atau
realpolitik. Kemudian realis berpendapat bahwa sifat dasar interaksi
dalam sistem internasional yakni anarki, kompetitif, kerap kali
15 J.C Johaari, Internasional Relations and Politics (New Delhi : Streling Publisher, 1985)
18
konflik, dan kerjasama dibangun hanya untuk kepentingan jangka
pendek.16
Selain Waltz, tokoh lain yang berperan besar dalam
pengembangan neorealisme adalah Barry Buzan. Di dalam buku
Barry Buzan yang berjudul “People, States and Fear” sebagaimana
tercantum dalam buku Aktor Isu dan Metodologi karya Yulius P.
Hermawan, Buzan membagi sektor keamanan ke dalam 5 bidang:
militer, politik, lingkungan, ekonomi dan sosial. Menurut pendekatan
ini sektor militer hanya merupakan salah satu aspek penting dalam
konsep kemanan, keamanan yang lebih luas akan dipengaruhi oleh
sektor politik, ekonomi, sosial dan lingkungan baik dari peringkat
individu, nasional, regional, dan global.17
Kelima sektor ini adalah sektor yang pada dasarnya dilihat oleh
Buzan sebagai faktor penggerak suatu negara bertindak. Terkait
dengan aspek militer, Buzan menyatakan bahwa militer merupakan
aspek yang tidak akan pernah bisa terlepaskan dalam hubungan yang
dibangun dalam negara, hanya saja kajian realisme terlalu berfokus
pada hal ini. Buzan melihat bahwa militer tidak hanya satu-satunya
aspek yang dapat dilihat. Dia menambahkan empat sektor lainnya
yaitu politik, lingkungan, ekonomi dan sosial ke dalam asumsinya.18
16 Anak Agung Banyu Perwita & Yanyan Mochamad Yani, Pengantar Ilmu HubunganInternasional (Bandung : Ghalia Indonesia, 2005) 25.17 Barry Buzan dalam makalah Ramadhani Eko Putranto,”Kerangka Pemikiran MetodologiPenelitian Hubungan Internasional,”Makalah., Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah,2013, 4.18 Ibid.
19
Terkait dengan sektor politik, Buzan berargumen bahwa
struktur internasional dipengaruhi oleh politik yang saling
berkorelasi dalam hubungan negara-negara. Buzan berusaha
mengungkapkan bahwa faktor politik mempengaruhi negara dalam
bertindak di sistem internasional dan begitu pula sistem internasional
itu sendiri. Sektor lingkungan dan sosial juga berperan dalam
pembentukkan sikap negara di sistem internasional di mana
lingkungan dan sosial lambat laun mendorong negara untuk
bertindak atas dasar kepentingannya dan upayanya mencapai
power.19
Negara adalah aktor rasional yang memilih strategi
memaksimalkan keuntungan dan meminimalkan kerugian masalah
terpenting dari kondisi sistem anarki adalah survival dan negara
melihat seluruh negara lainnya sebagai musuh potensial dan dapat
menjadi ancaman bagi keamanan nasionalnya, sehingga
menyebabkan dilemma keamanan yang mempengaruhi kebijakan
luar negeri masing-masing negara.
Neorealisme mengasumsikan bahwa sistem internasional yang
anarki memberikan pengaruh terhadap perilaku negara, dengan
berpandangan bahwa dimungkinkan adanya kerjasama didalam
sistem yang anarki namun relative gain sebagai tujuan dari negara-
negara yang terlibat di dalamnya bukan absolute gain. Karena dalam
suatu kerjasama dalam sistem anarki tidak ada badan supranasional
19Ibid., 5.
20
yang bisa memberikan jaminan bahwa anggotanya tidak melakukan
kecurangan satu dengan yang lainnya, maka dengan demikian negara
yang terlibat dalam kerjasama tersebut tidak akan rela apabila negara
lain mengambil keuntungan yang lebih besar dari apa yang ia
dapatkan, terutama bagi negara-negara yang memiliki power kuat,
dia akan mempertahankan kondisi anarki dan kerja sama yang
demikian, karena ia diuntungkan.
Seperti apa yang telah di uraikan di atas, pendekatan neorealis
adalah pendekatan yang mengakui adanya non state actor tetapi
negara tetap sebagai aktor utama dalam melakukan hubungan
internasional dan berpandangan bahwa dimungkinkan adanya
kerjasama didalam sistem yang anarki serta isu dari pendekatan
neorealis yaitu lebih menekankan kepada isu keamanan non
tradisional, dalam penelitian ini keamanan non tradisional yang akan
diteliti yaitu keamanan maritim seperti yang terkait dengan objek
yang perlu diamankan dari ancaman yang muncul dalam penelitian
ini yaitu isu illegal fishing.
Maka dari itu, pendekatan neorealis sangat dibutuhkan dalam
penelitian yang akan peneliti teliti karena neorealisme mengakui
adanya aktor non-negara (non state actor) yang juga perlu
diperhatikan dengan saksama dalam hubungan internasional yaitu
keberadaan Transnational Organized Crime (TOC) tetapi
neorealisme tetap memandang aktor utamanya yaitu negara. Dalam
21
kasus yang di angkat peneliti, pendekatan neorealis dianggap sebagai
pendekatan yang pantas bagi Indonesia, dimana Indonesia
mengeluarkan salah satu kebijakan luar negeri nya berupa melakukan
kerjasamadengan beberapa negara dan organisasi internasional yang
terkait untuk penanggulangan illegal fishing, serta Indonesia sebagai
aktor utama dalam melakukan kerjasama, dan juga aktor-aktor
negara lain yang terdapat dalam kerjasama.
1.6.2 Kerangka Konsep
Kerangka konseptual pada prinsipnya bertujuan untuk
membantu peneliti menentukan tujuan dan arah penulisan serta
memilih pendekatan atau teori dan konsep untuk menyusun asumsi.
Untuk dapat menjawab permasalahan yang akan penulis teliti, maka
akan digunakan pendekatan neorealis, kebijakan luar negeri,
keamanan maritim, transnational Organized crime, dan illegal
fishing sebagai kerangka dasar pemikiran.
1.6.2.1 Kebijakan Luar Negeri
Dalam penelitian ini Peneliti menggunakan konsep
kebijakan luar negeri. Kebijakan luar negeri merupakan
strategi atau rencana tindakan yang dibuat oleh para
pembuat keputusan negara dalam menghadapi negara lain
atau unit politik internasional lainnya, dan dikendalikan
22
untuk mencapai tujuan nasional spesifik yang dituangkan
dalam terminologi kepentingan nasional. Kebijakan luar
negeri yang dijalankan oleh pemerintah suatu negara
memang bertujuan untuk mencapai kepentingan nasional
masyarakat yang diperintahnya meskipun kepentingan
nasional.20
Suatu bangsa pada waktu itu ditentukan oleh siapa
yang berkuasa pada waktu itu. Untuk memenuhi
kepentingan nasionalnya, negara-negara maupun aktor dari
negara tersebut melakukan berbagai macam kerjasama
diantaranya adalah kerjasama bilateral, trilateral, regional
dan multilateral.21
Kebijakan luar negeri mempunyai tiga konsep untuk
menjelaskan hubungan suatu negara dengan kejadian dan
situasi diluar negaranya, yaitu :
1. Kebijakan luar negeri sebagai sekumpulan orientasi
(as a cluster of orientation). Politik luar negeri
sebagai sekumpulan orientasi merupakan pedoman
bagi para pembuat keputusan untuk menghadapi
kondisi-kondisi eksternal yang menuntut pembuatan
keputusan dan tindakan berdasarkan orientasi
20 Jack C. Plano dan Roy Olton, Kamus Hubungan Internasional (Bandung: Abardin, 1999) 5.21 Mochtar Mas’oed, Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi (Jakarta: LP3ES,1994) 184.
23
tersebut. Orientasi ini terdiri dari sikap, persepsi, dan
nilai-nilai yang dijabarkan dari pengalaman sejarah,
dan keadaan strategis yang menentukan posisi negara
dalam politik internasional. Karena itu politik luar
negeri yang dipandang sebagai sekumpulan orientasi
mengacu pada prinsip-prinsip dan tendensi umum
yang mendasari tindakan negara di dalam dunia
internasional.2. Politik luar negeri sebagai seperangkat komitmen
dan rencana untuk bertindak (as a set of
commitments to and a plan for action). Dalam hal ini
kebijakan luar negeri berupa rencana dan komitmen
konkret yang dikembangkan oleh para pembuat
keputusan untuk membina dan mempertahankan
situasi lingkungan eksternal yang konsisten dengan
orientasi kebijakan luar negeri. Rencana tindakan ini
termasuk tujuan yang spesifik serta alat atau cara
untuk mencapainya yang dianggap cukup memadai
untuk menjawab peluang atau tantangan dari luar
negeri. Rencana tindakan ini termasuk tujuan yang
spesifik serta alat atau cara untuk mencapainya yang
dianggap cukup memadai untuk menjawab peluang
dan tantangan dari luar negeri. Dalam kenyataannya,
rencana tindakan ini merupakan penerjemahan dari
24
orientasi umum dan reaksi terhadap keadaan yang
konkret (immediate context).3. Kebijakan luar negeri sebagai bentuk perilaku atau
aksi (as a form of behaviour). Pada tingkat ini
kebijakan luar negeri berada dalam tingkat yang
lebih empiris, yaitu berupa langkah-langkah nyata
yang diambil oleh parapembuat keputusan yang
berhubungan dengan kejadian serta situasi
dilingkungan eksternal.22
Langkah-langkah tersebut dilakukan berdasarkan
orientasi umum yang dianut serta dikembangkan
berdasarkan komitmen dan sasaran yang lebih spesifik.23
Coulombis dan Wolfe, membagi kebijakan luar negeri
berdasarkan beberapa kategori, yaitu:1. Keputusan yang bersifat kritis, penting dan rutin.2. Berdasarkan kategori isu: isu militer, politik, ekonomi,
lingkungan dan lain-lain.3. Berdasarkan kategori geografis: hubungan Timur-Barat,
Utara-Selatan, Barat-Barat, selatan-selatan.4. Keputusan yang bersifat :
a. Pragmatis (terencana) adalah keputusan besar yang
mempunyai konsekuensi jangka panjang, membuat
studi lanjutan, pertimbangan evaluasi yag mendalam
mengenai seluruh opsi alternatif
22 Anak Agung Banyu Perwita dan Yantan Mochamad Yani, Op Cit, 53-55.23 James N. Rosenau, Gavin Boyd, Kenneth W. Thompson. World Politics: An Introduction(New York: The Free Press, 1976) 16-17.
25
b. Krisis adalah keputusan yang dibuat selama masa-
masa terancam berat; waktu untuk menanggapinya
terbatas; dan ada elemen yang mengejutkan yang
membutuhkan respon yang telah direncanakan
sebelumnya.
c. Taktis adalah keputusan penting yang biasanya
bersifat pragmatis; memerlukan revaluasi, revisi dan
pembalikan.24
Kebijakan luar negeri identik di tujukan kepada segala
sesuatu yang berada di luar suatu negara. Selain
memperhitungkan kondisi internal suatu negara,
penyusunan kebijakan luar negeri juga perlu
mempertimbangkan kondisi eksternal negara yaitu sistem
global atau sistem internasional. Kebijakan luar negeri
dapat berupa reaksi dari apa yang terjadi dalam sistem
internasional.25
Peneliti menggunakan konsep kebijakan luar negeri
dengan tujuan untuk menjelaskan strategi dan upaya politik
luar negeri Indonesia sebagai negara yang diteliti serta
akanmeneliti kebijakan luar negeri Indonesia dalam
penanggulangan illegal fishing di perairan Indonesia
24 Coulumbis & Wolfe. Pengantar Hubungan Internasional (Bandung: Abardin, 1992).25 R. Soeprapto, Ilmu Hubungan Internasional : sistem, Interaksi dan Perilaku. (PT raja:Grafindo Persada, 1997)
26
dengan menggunakan terminologi dalam mencapai
kepentingan nasional dengan hal-hal yang bersifat negosiasi
dan persuasif serta melakukan kerjasama yang bersifat
relative gain..
1.6.2.2 Keamanan Maritim Konsepsi keamanan menjadi sangat meluas terkait
dengan berkembangnya konsepsi serta ranah ancaman yang
muncul dalam berbagai tataran kehidupan manusia yang
pada akhirnya memerlukan penanganan untuk
mengeliminasi ancaman tersebut dengan tujuan
menciptakan keamanan pada tataran tertentu. Keamanan
maritim menjadi salah satu konsepsi yang berkembang
seiring dengan perluasan dari konsepsi keamanan itu
sendiri.26
Dalam mendefinisikan konsepsi dari keamanan
maritim merujuk kepada konteks yang ada dalam
pendefinisian tersebut. Pendefinisian keamanan maritim ini
tergantung kepada siapa yang menggunakan terminologi
tersebut dan konteks yang digunakan. Dari perspektif
militer keamanan maritim secara tradisional merujuk
kepada perhatian keamanan nasional dalam arti melindungi
integritas teritorial dari sebuah negara dari ancaman
angkatan bersenjata atau penggunaan kekuatan bersenjata
26 Angga Nurdin Rachmat, Keamanan Global Transformasi Isu Keamanan Pasca PerangDingin (Bandung : Penerbit Alfabeta, 2015) 173.
27
dan melindungi kepentingan nasional negara dimanapun
berada (di wilayah lautan).27
Dalam definisi ini tujuan yang ingin dicapai
diciptakan adalah menjamin kebebasan navigasi, aktivitas
pelayaran, dan melindungi sumber daya yang ada di lautan
sebagaimana mengamankan kawasan lautan dari ancaman
negara lain, terorisme, perdagangan obat terlarang, dan
kejahatan transnasional, perompakan, kerusakan
lingkungan dan masuknya imigran gelap melalui laut.28
Menurut Barry Buzan dan kawan-kawan (dkk),
konsep keamanan maritim adalah sebuah pendekatan dalam
penanganan dan penegakan hukum kemaritiman pada suatu
aspek tertentu, diantaranya termasuk aspek kedaulatan,
teritorial, identitas negara, hingga politik dan ekonomi.29
Keamanan maritim dalam penelitian ini akan
digunakan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana cara
suatu negara menjaga keamanan maritimnya dari ancaman
negara lain dan upaya melindungi berbagai aktivitas di
lautan dari kegiatan melanggar hukum dan kebebasan.
Menurut Barry Buzan, ada lima tipe dari ancaman yang
dibagi atas aspek-aspek militer, politik, sosial, ekonomi dan
27 Chris Rahman dalam buku Angga Nurdin Rachmat, Keamanan Global, 2015, 174.28 Angga Nurdin, op.cit.174-175.29 Barry Buzan dkk (1998) dalam power point presentasi Riandi Gunawan,”TantanganKeamanan Non Tradisional di Kawasan Maritim”, (10 Desember 2014) internet, 10 September2015, www.prezi.com
28
ekologi. Dalam penelitian ini, isu illegal fishing telah
menjadi ancaman bagi kedaulatan teritorial Indonesia.1.6.2.3 Transnational Organized crime
Kejahatan lintas batas negara merupakan isu yang
bukan hanya terjadi secara nasional namun sudah menjadi
perhatian internasional karena merupakan pelanggaran
terhadap hak asasi manusia. Tidak jarang masalah kejahatan
ini menimbulkan trauma terhadap korbannya. Salah satu
bentuk kejahatan, yaitu kejahatan yang dilakukan secara
terorganisir oleh suatu kelompok yang bergerak di suatu
negara bahkan lebih dari suatu negara.
Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) telah mensahkan
United Nations Convention Against Transnational
Organized Crime (UNCATOC) atau yang dikenal dengan
sebutan Palermo Convention pada pertemuan ke-62 tanggal
15 November 2000.
“Transnational Organized Crime (TOC) adalahkejahatan lintas negara yang dilakukan oleh suatukelompok yang terstruktur yang terdiri dari tiga orangatau lebih, yang telah ada dalam kurun waktu tertentudan bertindak secara tertata dengan tujuan untukmelakukan satu atau lebih kejahatan serius dalamrangka memperoleh secara langsung, keuntunganfinancial atau material lainnya.”30
30 Protocol to prevent, Suppress and punish trafficking in Persons, especially Woman andChildren, supplementing the United Nations Convention Against Transnational Organized Crime,United Nations, Internet (2000) 18 Januari 2016, www.uncjin.org
29
Menurut Harikrisnowo31, suatu kejahatan disebut
sebagai Organized Crime,Jika:
1. Dilakukan oleh lebih dari satu orang dalam suatu
kegiatan yang terorganisasi dengan baik.
2. Dibangun untuk beroperasi menurut suatu pola
yang sudah mapan.
3. Mendasarkan kegiatannya pada hubungan-
hubungan yang lebih sering permanen daripada
tidaknya.
4. Memperoleh keuntungan dari kegiatan kejahatan.
5. Tidak ragu untuk merusak lingkungan,
menggunakan paksaan, kekerasan, atau upaya
koruptif untuk memperoleh kekebalan.
6. Didukung oleh sejumlah orang yang professional.
Pada tahun 1995, PBB mengidentifikasi 18 jenis
kejahatan transnasional yang terorganisir, yaitu pencucian
uang, terorisme, pencurian benda seni dan budaya,
pencurian kekayaan intelektual, perdagangan senjata gelap,
pembajakan pesawat, pembajakan laut, penipuan asuransi,
kejahatan komputer, kejahatan lingkungan, perdagangan
orang, perdagangan bagian tubuh manusia, perdagangan
31 Harikrisnowo dalam skripsi Rio Andri,”Tinjauan Kriminologi terhadap pencurian ikan (illegalfishing) di Wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia oleh Kapal Asing Dalam Perkarano.319/PID/B/2006/PN.Dumai,”Skripsi,Universitas Islam Riau, 2010, 66.
30
narkoba, penipuan kepailitan, infiltrasi bisnis, korupsi, dan
penyuapan pejabat publik atau pihak tertentu.32
Menurut Victor PH Nikijuluw, Berdasarkan ciri-ciri
organized crime diatas dapat dikatakan bahwa illegal
fishing merupakan suatu kejahatan organized crime, dengan
alasan bahwa illegal fishing pasti dilakukan lebih dari satu
orang, secara terorganisasi diatas kapal maupun di darat
melalui jaringan pemasokan dan pengadaan faktor-faktor
produksi serta jaringan pemasaran ikan hasil tangkapan.33
1.6.2.4 Illegal FishingDari berbagai literatur mengenai Illegal fishing, dapat
dipahami Illegal fishing sebagai kegiatan perikanan yang
tidak sah, kegiatan perikanan yang tidak diatur oleh
peraturan yang ada, segala aktivitasnya tidak dilaporkan
kepada suatu institusi atau lembaga pengelola perikanan
yang tersedia. Illegal fishing dapat terjadi disemua kegiatan
perikanan tanpa batas wilayah, jenis sumber dayakelautan,
jenis alat tangkap perikanan yang digunakan dan intensitas
eksploitasi dilaut, dengan berbagai tipe perikanan baik
dalam skala kecil maupun industri yang beraktifitas dalam
hal penangkapan hasil sumber daya perikanan dan kelautan
32 M.Nur,”Transnational Organized Crime,” Buletin kesaksian No.III Tahun 2012, internet, 31Januari 2016, www.lpsk.go.id33 Victor PH Nikijuluw, Blue Water Crime (Jakarta : Cidesindo, 2008) 14-27.
31
diwilayah yuridiksi nasional maupun internasional seperti
high seas.34
Menurut Divera Wicaksono sebagaimana dikutip
Lambok Silalahi bahwa illegal fishing adalah memakai
Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) palsu, tidak dilengkapi
dengan SIPI, isi dokumen izin tidak sesuai dengan kapal
dan jenis alat tangkapnya, menangkap ikan dengan jenis
dan ukuran yang dilarang.35
Sementara selain kegiatan penangkapan ikan ilegal,
terdapat kategori lain yakni penangkapan ikan yang tidak
dilaporkan (Unreported Fishing) yang didefinisikan sebagai
penangkapan ikan yang tidak dilaporkan atau memanipulasi
laporan kepada otoritas nasional atau Regional Fisheries
Management Organization (RFMO) dan kapal asing yang
menyembunyikan kegiatannya di dalam Zona Ekonomi
Eksklusif atau kapal yang berasal dari negara yang
merupakan pihak dalam konvensi atau yang bekerjasama
dengan RFMO .Selain itu kegiatan lain adalah penangkapan ikan yang
tidak terkontrol (Unregulated Fishing) yang merupakan
aktivitas yang dilakukan oleh kapal tanpa bendera dari
negara asalnya atau negara yang merupakan bagian dari
34 Direktorat Jenderal Pengawasan dan Pengendalian Sumberdaya Kelautan dan Perikanan(PS2DKP),“Kebijakan Pengawasan dalam Penanggulangan Illegal, Unreported and Unregulated(IUU)Fishing”, (Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan, 2005) 7.35 Lambok Silalahi,” Tindak Pidana Pencurian Ikan (Illegal Fishing) di Perairan Pantai TimurSumatera Utara”, Tesis, Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara, (Medan : USU 2006) 58.
32
RFMO dan yang melakukan kegiatannya penangkapan
ikannya tanpa mengindahkan aturan.36 Dimana secara
singkat masalah yang terkait dengan pencurian sumber
daya ikan ini dikenal dengan terminologi Illegal,
Unreported, Unregulated (IUU Fishing).37
Hak Penangkapan Ikan Tradisional (Traditional
Fishing Rights) merupakan hak yang diberikan kepada
nelayan-nelayan tradisional negara tetangga untuk
melakukan penangkapan ikan secara tradisional di perairan
kepulauan tertentu berdasarkan perjanjian bilateral.38
Pengakuan terhadap hak tersebut diakomodir di dalam
Bab 4 Pasal51 ayat (1) UNCLOS 1982 yang menyebutkan:“An archipelagic State shall respect existingagreements with other States andshall recognizetraditional fishing rights and other legitimate activitiesof theimmediately adjacent neighbouring States incertain areas falling withinarchipelagic waters. Theterms and conditions for the exercise of such rightsandactivities, including the nature, the extent and the areasto which theyapply, shall, at the request of any of theStates concerned, be regulated bybilateral agreementsbetween them.”39
(terjemahan bebas: ...Negara Kepulauan harus menghormati
perjanjian yang ada dengan negara lain dan harus mengakui
hak penangkapan ikan tradisional dan kegiatan lain yang
36 Organization for economic Co-Operation and Development, Why Fish Piracy Persist: TheEkonomic of Illegal, Unreported and Unregulated Fishing (OECD Publishing: Paris, 2005) 23.37 Angga Nurdin Rachmat, op. cit. 192-193.38 Departemen Kelautan dan Perikanan, Analisis Kebijakan tentang Pembentukan Badan Hukum,Keamanan dan Keselamatan Laut (Jakarta: DKP, 2008) hlm. 7.39 United Nations, The Law of the Sea, Official Text of the United Nations Convention on theLaw of the Sea (New York: United Nations, 1983) Pasal 51 ayat (1).
33
sah negara tetangga yang langsung berdampingan dalam
daerah tertentu yang berada dalam perairan kepulauan.
Syarat dan ketentuan bagi pelaksanaan hak dan kegiatan
demikian, termasuk sifatnya, ruang lingkup dan daerah di
mana hak dan kegiatan demikian berlaku, atas permintaan
salah satu negara yang bersangkutan harus diatur dengan
perjanjian bilateral antara mereka)
Hal ini berarti hak penangkapan ikan secara
tradisional diakui memiliki hak untuk menangkap ikan di
laut lepas dan penangkapan ikan secara tradisional tidak
termasuk dalam kategori illegal fishing di karena kan
penangkapan ikan secara tradisional tidak pernah
melakukan penangkapan ikan dengan menggunakan alat-
alat terlarang seperti pukat harimau melainkan hanya
menggunakan alat tradisional seperti pancingan yang hanya
dapat memperoleh ikan tidak melebihi 100 ekor yang dapat
membuat suatu negara mengalami kerugian seperti yang
dilakukan para nelayan yang melakukan illegal fishing
dengan menggunakan alat-alat modern setiap tahunnya
selalu merugikan suatu negara.
34
Secara umum illegal fishing yang terjadi di perairan
Indonesia, antara lain :40
1. Penangkapan ikan tanpa izin; 2. Penangkapan ikan dengan menggunakan izin
palsu; 3. Penangkapan ikan dengan menggunakan alat
tangkap terlarang; dan 4. Penangkapan ikan dengan jenis (species) yang
tidak sesuai dengan izin.Menurut Dr. Aji Sularso, Illegal Fishing adalah
kejahatan luar biasa dan terorganisasi (extraordinary and
organized crime)Illegal fishing oleh kapal asing dan eks asing dilihat
dari prespektifnya maka dapat dikategorikan sebagai
berikut :1. Merupakan kejahatan lintas negara terorganisasi
(transnational organized crime)2. Sangat menganggu kedaulatan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.3. Mematikan industri pengelolahan ikan di Indonesia
dan sebaliknya menumbuh kembangkan industri
pengelolahan di negara lain.4. Merusak kelestarian sumber daya ikan.5. Menyebabkan overfishing dan overcapacity.41
40 Direktorat Jenderal Pengawasan dan Pengendalian Sumber Daya Kelautan dan PerikananDepartemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, 2006, Kebijakan Pengawasan dalamPenanggulangan Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing, Departemen Kelautan danPerikanan, Jakarta, hal. 8.
41 Aji Sularso, Overfishing, Over Capacity Dan Illegal Fishing (studi kasus laut Arafura)(Jakarta, Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2009) 51.
35
Illegal fishing dalam penelitian yang akan peneliti
teliti merupakan suatu isu keamanan non tradisional, lebih
spesifiknya permasalahan keamanan maritim, dimana
illegal fishing telah menjadi ancaman bagi suatu negara.
Illegal fishing atau Illegal, Unreported, Unregulated (IUU
fishing) ini menjadi salah satu permasalahan yang sangat
pelik bagi berbagai negara, khususnya bagi negara yang
memiliki wilayah laut dengan kekayaan ikan yang
melimpah. Hal ini akan menjadi magnet yang menarik
banyak pencuri ikan untuk melancarkan aksinya di wilayah
negara tersebut.42
1.7 Asumsi
Berdasarkan kerangka konseptual yang telah diuraikan diatas, maka
dapat dirumuskan asumsi sebagai berikut :
1. Sektor militer, politik, sosial, ekonomi, dan lingkungan yang
memberikan pengaruh terhadap perilaku suatu negara bertindak.
2. Adanya kerjasama didalam sistem yang anarki namun relative gain
bukan absolute gain.
3. Kebijakan luar negeri Indonesia dalam menanggulangi illegal fishing di
perairan Indonesia dilakukan dengan mengintensifkan kerjasama
bilateral, multilateral, dan internasional.
42 Ibid., 193.
36
4. Penenggelaman kapal asing merupakan bentuk penanganan dan
penegakan hukum kemaritiman dengan tujuan mengamankan perairan
Indonesia dari ancaman illegal fishing.
5. Illegal fishing merupakan suatu kejahatan lintas negara yang dilakukan
oleh suatu kelompok yang terstruktur diatas kapal maupun di darat yang
telah melanggar kedaulatan teritorial Indonesia yang terdiri dari tiga
orang atau lebih melalui jaringan pemasokan dan pengadan faktor-
faktor produksi serta jaringan pemasaran ikan hasil tangkapan.
1.8 Alur Pemikiran
Illegal fishing dari kapal nelayan :
1. Malaysia2. Vietnam3. Thailand4. Filipina
Perairan Indonesia
37
1.9 Metode Penelitian
Berdasarkan dengan tujuan penelitian yang bertujuan untuk
mendeskripsikan, mengetahui dan menganalisa bagaimana kebijakan luar
Kerugian akibat illegal fishing bagiIndonesia
Kebijakan luar negeri Indonesia dalampenanggulangan illegal fishing di perairan
Indonesia
Faktor-faktor penyebab illegal fishing di perairan Indonesia :
1. Tingkat konsumsi ikan global yang semakin meningkat2. Laut Indonesia sangat luas, terbuka dan memiliki sumber daya
ikan yang banyak3. Sumber daya ikan di negara lain semakin berkurang4. Lemahnya pengawasan aparat dan penegakan hukum di
Laut Indonesia
Kerjasama Maritim melaluidiplomasi
Memanfaatkankerangka
kerjasama dalamsidang komisi
PBB untuk AsiaPasifik
Mensosialisasikankebijakan
penenggelamankapal asing
KerjasamaBilateral
-KerjasamaIndonesia-Australia
-KerjasamaIndonesia-Papua
Nugini
Kerjasama Regional
-Memanfaatkankerangka kerjasama
dalam ASEAN RegionalForum
-Memanfaatkankerangka kerjasama
regional inisiatifmelalui Regional Plan
of Action-Illegal,Unreported,
Unregulated (RPOA-IUU fishing)
KerjasamaInternasional
38
negeri Indonesia dalam penanggulangan illegal fishing diperairan Indonesia,
dengan tujuan penelitian tersebut maka peneliti memilih untuk
menggunakan metode penelitian kualitatif, karena metode kualitatif
menyajikan secara langsung hakikat hubungan antar peneliti dan informan.
Dan menurut pendekatan kualitatif Bagdan & Taylor, penelitian kualitatif
adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata
tertulis ataupun lisan dari orang-orang dan pelaku yang dapat diamati.43
1.9.1 Tipe Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan Tipe penelitian
dalam metode deskriptif, dimana data yang dikumpulkan berupa
kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka.
Penelitian deskriptif merupakan metode penelitian yang
berusaha menggambarkan objek atau subjek yang diteliti sesuai
dengan apa adanya, dengan tujuan menggambarkan secara sistematis
fakta dan karakeristik objek yang di teliti secara tepat.44
Dari batasan di atas diketahui bahwa dalam penelitian
deskriptif, ketersediaan data secara detail merupakan hal yang vital.
Sebab, sesuai dengan karakteristik penelitian ini yang bersifat
memaparkan, maka penelitian ini akan mengutamakan pemaparan
informasi sejelas mungkin. Oleh sebab itu, tidak jarang dalam
penelitian deskriptif dijumpai banyak ilustrasi menggunakan gambar,
43 Lexi J Moeleona, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2004) 24.44 Nasution, Metode Research (Bandung: Jemmars,1992) 39.
39
grafik dan ilustrasi lain yang bertujuan untuk mendukung penjelasan
yang diberikan terhadap obyek yang dikaji.45
1.9.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Untuk mendapatkan sumber infomasi yang relevan dengan
penelitian ini, peneliti melakukan penelitian pada lokasi berikut ini:
1. Perpustakaan Pusat Universitas Jenderal Achmad Yani
Jl. Terusan Jenderal Sudirman PO. BOX 148 Cimahi.
2. Perpustakaan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
(FISIP) Universitas Jenderal Achmad Yani Jl. Terusan
Jenderal Sudirman PO.BOX 148 Cimahi.3. Perpustakaan Ali Alatas Kementerian Luar Negeri4. Kementerian Luar Negeri : Jl. Taman Pejambon, No.
6,Central Jakarta, DKI Jakarta, 10110.5. Kementerian Kelautan dan Perikanan : Jl. Medan
Merdeka Timur No.16, Geung Mina Bahari I Lantai 5,
DKI, 10110.
Untuk waktu penelitiannya, peneliti membutuhkan waktu
penelitian direncanakan selama 5 bulan, dimulai dari Oktober 2015
sampai dengan Maret 2016. Untuk lebih jelasnya, jadwal penelitian
disajikan kedalam bentuk tabel seperti dibawah ini:
Tabel 1.2 Waktu Penelitian
No KegiatanTahun 2015 Tahun 2016Sept Okt Nov Des Jan Feb Mar April
1 Pengajuanjudul
45 Sudyana Nana dan Ibrahim, Penelitian dan Penilaian pendidikan (Bandung : Penerbit SinarBaru, 1998) 52.
40
penelitian
2
Pencarian dataawal danpenjajakanmasalahpenelitian
3
Bimbingan danpenyusunanusulanpenelitian
4 Analisis data
5Seminarusulanpenelitian
6Revisi usulanpenelitian
7Penyusunandraft skripsi
8Seminar draftskripsi
9Revisi draftskripsi
10 Sidang skripsi
1.9.3 Teknik Pengumpulan Data
Menurut Sugiyono, teknik pengumpulan data merupakan
langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama
dari penelitian adalah mendapatkan data.46 Dalam melakukan
penelitian ini, peneliti menggunakan dua macam teknik
pengumpulan data yaitu sebagai berikut:
1. studi kepustakaan, yaitu salah satu teknik pengumpulan data
dengan usaha mencari bahan-bahan yang berhubungan dengan
data sekunder, terutama dari buku-buku, jurnal ilmiah, artikel-
artikel yang terdapat dalam media massa, dan usaha tersebut
46 Prof.Dr.Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D (Bandung : PenerbitAlfabeta, 2013) 224.
41
merupakan suatu proses yang komplek yang disengaja dan
dilakukan secara sistematis terencana, terarah pada suatu tujuan
dengan mengamati dan mencakup fenomena satu atau
sekelompok orang dalam kompleks kehidupan sehari-hari untuk
mendapatkan informasi yang dibutuhkan dan untuk melanjutkan
penelitian.
2. Wawancara atau interview menurut Esterberg dalam buku Prof
Dr. Sugiyono merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar
informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat
dikontruksikan makna dalam suatu topik tertentu.47
Tabel 1.3 Narasumber
Nama Jabatan InstansiAhmad Fidaus Pelaksana Sub bagian
kerjasama programKementerian Kelautan danPerikanan
47 Ibid., 231.
42
Saiful Umam Ketua Subbagianprnyusunan program dananggaran Direktur JenderalPengawasan SumberdayaKelautan dan Perikanan
Kementerian Kelautan danPerikanan
Dara Yusilawati Kasi Kerjasama KeamananMaritim
Kementerian Luar Negeri
Risha Jilian Chaniago Kepala Seksi KerjasamaLembaga Regional ASEAN
Kemeneterian Luar Negeri
SukawarsiniDjelantik
Dosen HubunganInternasional
Universitas Parahyangan
1.9.4 Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara
sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan
lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami,
dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain.Analisis data
dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkannya ke
dalam unit – unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola,
memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat
kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain.48 Teknik
analisis data tersebut, yaitu :
1.9.4.1 Reduksi Data Mereduksi data artinya merangkum, memilih hal – hal
yang pokok, memfokuskan pada hal – hal yang penting,
dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu.
48 Ibid.,244.
43
Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan
gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk
melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya
bila dibutuhkan. 1.9.4.2 Penyajian Data
Yang paling sering digunakan untuk menyajikan data
dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat
naratif. Dengan menyajikan data, maka akan memudahkan
untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja
selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.1.9.4.3 Verifikasi Data
Langkah ketiga dalam kualitatif adalah penarikan
kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan dalam penelitian
kualitatif mungkin dapat menjawab pertanyaan rumusan
masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga
tidak, karena masalah dan dalam rumusan masalah dalam
kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang
setelah penelitian dilakukan.
1.9.5 Uji Keabsahan Data
Pada uji keabsahan data dilakukan pemeriksaan pada data-
data yang dikumpulkan dalam menunjang penelitian. Pada penelitian
ini, teknik pengujian kredibilitas lebih diutamakan. Hal ini dilakukan
dengan cara:
44
1. Penggunaan Bahan Referensi.49
Penggunaan bahan referensi ialah upaya yang dilakukan
peneliti untuk membuktikan kebenaran pengumpulan data.
Dalam penelitian yang nanti akan dilaksanakan, peneliti
menggunakan buku referensi, referensi dari penelitian
sebelumnya, internet, data tentang interaksi manusia atau
gambaran suatu keadaan perlu didukung oleh foto-foto serta
arahan dari dosen pembimbing agar data yang peneliti gunakan
dapat di percaya.
2. Penggunaan member check.50
Penggunaan member check adalah mengkonfirmasikan
kembali data yang telah didapat pada pemberi data. Dan dalam
penelitian ini, peneliti juga mengkaji atau memeriksa ulang
tentang kevalidan data yang telah di dapat dengan cara
melakukan konfirmasi kepada pemberi data.
3. Diskusi dengan teman sejawat.51
Diskusi dengan teman sejawata dalah sebuah proses yang
membutuhkan peneliti untuk bekerja sama dengan satu atau
beberapa rekan-rekan yang memiliki pandangan yang sama dan
berimbang tentang penelitian.
1.10 Sistematika Penulisan
49 Moh.Natsir, Metode Penelitian (Ghalia Indonesia, Jakarta 1999) 11.50 Ibid.51 Lexi J Moeleona, Op. cit. 332.
45
Penyusunan skripsi ini terbagi dalam lima bab, masing-masing bab
akan menjelaskan variabel-variabel yang ada. Adapun sistematika
penulisannya adalah sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini merupakan pendahuluan yang melandasi penyusunan
penulisan yang berisi antara lain : Latar Belakang Penelitian, Fokus
Masalah, Tujuan Penelitian, Perumusan Masalah, Tinjauan Pustaka
merupakan manfaat kajian atau litelatur review yang membahas masalah
yang sama, Asumsi, Alur Pemikiran, kerangka teoritis yaitu dengan
menggunakan teori atau pendekatan dan konsep yang relevan dengan
penelitian, Dalam penelitian ini peneliti menggunakan Pendekatan
Neorealis, dan Kebijakan Luar Negeri, Keamanan Maritim, Transnational
Organized Crime, dan Illegal fishing, Metode Penelitian, dan Sistematika
Penulisan.
BAB II : GAMBARAN UMUM PERAIRAN INDONESIA
Bab ini berisi tentang gambaran umum perairan Indonesia, kondisi
geografis, potensi kelautan Indonesia di bidang perikanan, serta sejarah
Indonesia sebagai negara kepulauan.
BAB III : ILLEGAL FISHING DI PERAIRAN INDONESIA DAN
KEBIJAKAN DOMESTIK
Bab ini menjelaskan faktor penyebab kegiatan illegal fishing di
perairan Indonesia, illegal fishing di perairan Indonesia pada tahun 2010
sampai tahun 2014 dan membahas kerugian-kerugian akibat illegal fishing
46
serta kebijakan domestik Indonesia dalam menanggulangi illegal fishing di
perairan Indonesia.
BAB IV : KEBIJAKAN LUAR NEGERI INDONESIA DALAM
PENANGGULANGAN ILLEGAL FISHING DI PERAIRAN
INDONESIA
Bab ini akan menjelaskan dan menjawab dari perumusan masalah
yang telah peneliti rumuskan tentang bagaimana kebijakan luar negeri
Indonesia terkait dalam penanggulangan illegal fishing yang terjadi di
perairan Indonesia pada tahun 2014 sampai dengan tahun 2015.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan penelitian
yang dilakukan, meliputi jawaban perumusan masalah yang telah
dirumuskan sebelumnya serta saran-saran bagi peneliti selanjutnya yang
berminat mengamati objek penelitian yang serupa dan saran untuk
pemerintahan Indonesia dalam pengambilan keputusan kebijakan luar
negeri di bidang kelautan untuk tahun-tahun selanjutnya.
top related