bab i pendahuluan a. latar...
Post on 28-Dec-2020
3 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam negara hukum, negara mengakui dan melindungi hak asasi
manusia setiap individu tanpa membedakan latar belakangnya. Semua orang
memiliki hak diperlakukan sama di hadapan hukum (equality before the law).
Persamaan di hadapan hukum harus diartikan secara dinamis dan tidak
diartikan secara statis. Artinya, kalau ada permasalahan di hadapan hukum
bagi semua orang harus diimbangi juga dengan persamaan perlakuan (equal
treatment) bagi semua orang.1 Persamaan dihadapan hukum yang diartikan
secara dinamis itu dipercayai akan memberikan jaminan adanya akses
memperoleh keadilan bagi semua orang. Menurut Aristoteles, keadilan harus
dibagikan oleh negara kepada semua orang, dan hukum yang mempunyai
tugas menjaganya agar keadilan sampai kepada semua orang tanpa kecuali.2
Persamaan di hadapan hukum tersebut dapat terwujud di dalam suatu
perbuatan hukum, baik orang mampu maupun fakir miskin memiliki hak
konstitusional untuk di perlakukan sama di hadapan hukum. Pasal 34 ayat (1)
Undang-undang Dasar 1945 menegaskan “Fakir miskin dan anak-anak yang
terlantar dipelihara oleh negara”.3 Hal ini secara ekstensif dapat ditafsirkan
bahwa negara bertanggung jawab memberikan perlindungan dan pengakuan
1Aditya Johan Ramadan. Konsep Negara Hukum. dalam http://www.google.
com/Artikelbantuanhukum/htm.diakses 09 Maret 2017. 2Ibid. 3Ibid.
2
terhadap hak-hak fakir miskin. Artinya Negara sebagai tolak pangkalnya.
Bahwa kemudian notaris mempunyai tanggungjawab sosial untuk
mengalokasikan waktu dan juga sumber daya yang dimilikinya untuk orang
miskin adalah yang ideal. Tapi tahapan normatifnya tentu tidak seabsolut yang
dibebankan Undang-undang Dasar 1945 kepada Negara. Hak-hak fakir miskin
ini meliputi hak ekonomi, sosial, budaya, sipil, dan politik dari fakir miskin.
Melihat pada ketentuan Pasal 27 ayat (1) yang dihubungkan dengan pasal 34
ayat (1) Undang-undang Dasar 1945, negara berkewajiban menjamin fakir
miskin untuk memperoleh pembelaan baik dari Notaris maupun pembela
umum melalui suatu program bantuan hukum. Dengan demikian dapat
dikatakan jasa hukum hukum kenotarisatan yang di berikan oleh notaris
merupakan hak konstitusional bagi fakir miskin yang harus dijamin
perolehannya oleh negara. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan
negara hukum. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban, dan
perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kedudukan
manusia dalam hukum sangat erat hubungannya dengan hak asasi yang
dimiliki oleh manusia itu sendiri.
Hak asasi manusia merupakan hak dasar yang dimiliki dan melekat
dalam diri setiap individu manusia dalam suatu negara. Dalam Undang-
Undang No 39 tahun 1999 tantang hak asasi manusia, disebutkan bahwa hak
asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi oleh Negara, hukum,
3
Pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan
martabat manusia4. Artinya, dengan adanya ketentuan mengenai Hak Asasi
Manusia tersebut, Negara wajib hadir untuk melindungi setiap hak individu
warga negaranya, sehingga dapat secara bebas untuk memperoleh kehidupan
yang layak, mengembangkan diri, mengekspresikan gagasan dan
kreativitasnya, serta mengoptimalkan peran dan sumbangsihnya terhadap
kesejahteraan hidup manusia secara luas.
Dalam UUD 1945 pasal 28 huruf I ayat (1) juga disebutkan bahwa
perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi adalah
tanggungjawab Negara, terutama pemerintah. Demikian juga bunyi pasal 8
UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Bunyi pasal-pasal tersebut
kemudian dipertegas lagi dalam pasal 71 dan pasal 72 Undang-Undang No. 39
tahun 1999, yang menyatakan bahwa Pemerintah wajib dan bertanggungjawab
menghormati, melindungi, menegakan, dan nmemajukan hak lain, dan hukum
Internasional tentang hak asasi manusia yang diterima oleh Negara Republik
Indonesia.
Notaris merupakan salah satu jabatan profesi yang mempunyai peranan
yang sangat besar dalam mengakomodasi perbuatan hukum yang dilakukan
masyarakat sesuai dengan tuntutan zaman. Hal ini sejalan dengan lahirnya
jabatan notaris itu dikarenakan masyarakat membutuhkannya, bukan suatu
jabatan yang sengaja diciptakan kemudian baru disosialisasikan kepada
khalayak. Perkembangan kehidupan bermasyarakat telah meningkatkan
4Pasal 1 butir 1 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
Manusia.
4
intensitas dan kompleksitas hubungan hukum yang harus mendapatkan
perlindungan dan kepastian berdasarkan alat bukti yang menentukan dengan
jelas hak dan kewajiban setiap subjek hukum. Sudah dijelaskan bahwa
masyarakat harus mendapatkan perindungan dan kepastian hukum, tetapi
masih banyak masyarakat yang tidak dapat menikmati jasa notaris karena
terhalang ekonomi. Di indonesia masih banyak masyarakat yang taraf
perekonomiannya menengah ke bawah, hal tersebut sudah diatur dalam
undang-undang jabatan notarisa bahwa masyarakat tidak mampu dapat
menikmati jasa notaris dengan cuma-cumayang termaktub dalam pasal 37 ayat
(1) UUJN, berbunyi “Notaris wajib memberikan jasa hukum dibidang
kenotariatan secara Cuma-cuma kepada orang yang tidak mampu”. Senada
dengan hal tersebut Kie berpendapat:
“Setiap masyarakat membutuhkan seseorang (figuur) yang keterangan-
keterangannya dapat diandalkan, dapat dipercaya, yang tanda
tangannya serta segelnya (capnya) memberi jaminan dan bukti kuat,
seseorang ahli yang tidak memihak dan penasehat yang tidak ada
cacatnya (onkreukbaaratau unimpeachable), yang tutup mulut, dan
membuat suatu perjanjian yang dapat melindunginya di hari-hari yang
akan datang. Kalau seorang advokat membela hak-hak seseorang
ketika timbul suatu kesulitan, maka seorang notaris harus berusaha
mencegah terjadinya kesulitan itu”.5
Berdasarkan pemaparan Kie di atas, dapatlah dikatakan kedudukan
seorang notaris sebagai suatu fungsionaris dalam masyarakat hingga sekarang
dirasakan masih disegani. Seorang notaris adalah sebagai seorang pejabat
umum tempat seseorang dapat memperoleh nasehat yang boleh diandalkan,
5 Tan Thong Kie. 2000.Buku I Studi Notariat dan Serba-Serbi Praktek Notaris.
Jakarta. Icthiar Baru Van Hoeve. Hal. 162.
5
segala sesuatu yang ditulis serta ditetapkan oleh notaris (konstatir) adalah
benar, oleh karena itu seorang notaris adalah pembuat dokumen yang kuat
dalam suatu proses hukum. Hal serupa juga di katakan Asshiddiqie selaku
Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia sebagai berikut:
“Notaris sebagai pejabat publik, tugas dan wewenang yang diberikan
oleh negara harus dilaksanakan oleh notaris dengan sebaik-baiknya
dan setepat-tepatnya. Kekeliruan dan penyalahgunaan yang dilakukan
oleh notaris dapat menumbulkan terganggunya kepastian hukum, dan
kerugian-kerugian lainnya. Oleh karena itu, diperlukan upaya
pembinaan, pengembangan, dan pengawasan secara terus menerus
sehingga semua notaris semakin meningkatkan kualitas pelayanan
publik”.6
Berdasarkan apa yang disampaikan Asshiddiqie di atas sangat jelas
bahwa peranan notaris itu sangat dominan pada proses kepastian hukum dalam
gerak pembangunan hukum nasional. Oleh karenanya tugas dan wewenang
yang dimiliki notaris itu sendiri merupakan delegasi dari negara untuk
pelayanan kepada masyarakat Indonesia.
Fungsi dan peranan notaris dalam gerak pembangunan nasional yang
semakin kompleks dewasa ini tentunya semakin luas dan semakin
berkembang. Kelancaran dan kepastian hukum merupakan segenap usaha
yang dijalankan oleh seluruh pihak tanpak semakin banyak dan meluas. Hal
ini tentunya tidak lepas dari pelayanan dan produk hukum yang dihasilkan
oleh notaris. Pemerintah yang memberikan sebagian wewenangnya kepada
notaris, dan juga masyarakat yang menggunakan jasa notaris tentu mempunyai
6 Habib Adjie. 2008. Hukum Notaris Indonesia. Bandung. Rafika Aditama. Hal.
16.
6
harapan agar pelayanan jasa yang diberikan oleh notaris benar-benar memiliki
nilai dan bobot yang dapat diandalkan.
Jabatan notaris selain menggeluti masalah-masalah teknis hukum harus
turut berpartisipasi aktif dalam pembangunan hukum nasional. Oleh karena
itu, seorang notaris harus senantiasa mengikuti perkembangan hukum nasional
sehingga akhirnya mampu melaksanakan profesinya secara proporsional.
Keseimbangan ini baik ditujukan kepada masyarakat yang mampu maupun
kepada masyarakat yang tidak mampu memberikan honorarium (fee) atas jasa
yang diberikan. Oleh karena itu, notaris selaku pejabat umum dapat juga
dikatakan sebagai pegawai pemerintah. Sebagaimana yang dikatakan Lubis
sebagai berikut:
“Notaris sebagai pejabat umum diangkat oleh negara, bekerja juga
untuk kepentingan negara, namun demikian Notaris bukanlah sebagai
pegawai sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1974 tentang Pokok-pokok kepegawaian, sebab dia tidak
menerima gaji, dia hanya menerima honorarium atau fee dari klien.
Dan dapat dikatakan bahwa notaris, adalah pegawai pemerintah tanpa
menerima suatu gaji dari pihak pemerintah, notaris dipensiunkan oleh
pemerintah, akan tetapi tidak menerima pensiun dari pemerintah”.7
Berdasarkan pemaparan Lubis di atas dapat disimpulkan bahwa,
notaris adalah pejabat umum yang diangkat dan diberhentikan oleh negara,
bekerja untuk kepentingan negara dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat dan menerima honorarium atau fee atas jasa yang telah diberikan
kepada kliennya. Akta notaris sebagai produk intelektual Notaris, harus diberi
penghargaan sebagai implementasi dari keilmuan seorang notaris, dan juga
7 Suhrawardi K. Lubis, S.H. 1994. Etika Profesi Hukum. Jakarta. Sinar Grafika.
Hal. 34.
7
notaris bukan tukang membuat akta. Setiap akta notaris mempunyai nilai
sentuhan tersendiri dari notaris yang bersangkutan dan memerlukan
kecermatan, sehingga atas hal itu, Notaris dapat menentukan honornya sendiri
sesuai dengan kesepakatan para pihak/penghadap yang memerlukan jasa
notaris, dengan parameter tingkat kesulitan membuat akta yang diminta oleh
para pihak/penghadap, sehingga nilai akta tidak perlu didasarkan pada nilai
ekonomis atau sosiologis dari suatu akta, karena tidak ada ukuran yang tepat
untuk mengukur nilai ekonomis dan sosiologis suatu akta, akta notaris harus
tetap dinilai sebagai alat bukti yang mempunyai kekuatan pembuktian yang
sempurna”.8
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, notaris selama menjalankan
tugas jabatannya, meskipun diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah,
tetapi tidak mendapat gaji dari pemerintah atau uang pensiun dari pemerintah.
Sehingga dapat dikatakan honorarium/fee yang diterima oleh notaris sebagai
pendapatan pribadi notaris yang bersangkutan. Honorarium notaris merupakan
hak, dalam artian orang yang telah menggunakan jasa notaris wajib membayar
honorarium atas notaris tersebut. Meskipun demikian notaris berkewajiban
membantu secara cuma-cuma untuk mereka yang tidak mampu memberikan
honorarium/fee kepada notaris. Jasa hukum untuk mereka yang mampu
membayar honorarium notaris atau diberikan secara cuma-cuma oleh notaris
karena ketidakmampuannya wajib diberikan tindakan hukum yang sama oleh
notaris, karena akta yang dibuat oleh notaris yang bersangkutan tidak akan ada
8Op. cit. Hal. 108.
8
bedanya baik bagi yang mampu membayar honorarium notaris maupun bagi
yang tidak mampu atau diberikan secara cuma-cuma.
Globalisasi menerjang semua negara tanpa pandang bulu, krisis
keuangan global yang menjadi (Hot Issue) di belahan dunia saat ini dirasakan
juga oleh lembaga profesi di Indonesia, khususnya ketika berbicara mengenai
idealisme dan martabat profesi jabatan notaris. Idealisme seakan menjadi
barang baru dan aneh di tengah maraknya pragmatisme yang menjadi faham
baru di tengah masyarakat. Notaris sebagai bagian dari individu dalam
masyarakat menghadapi tantangan yang serupa. Di satu sisi notaris diminta
menjaga idealismenya sebagai pejabat umum, untuk memberikan jasa hukum
secara cuma-cuma sebagaimana yang diamanatkan di dalam pasal 37 ayat (1)
UUJN yang berbunyi bahwa “Notaris wajib memberikan jasa hukum dibidang
kenotariatan secara cuma-cuma kepada orang yang tidak mampu” , namun di
sisi lain notaris dihimpit oleh kehidupan materialisme untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, punulis terilhami ingin melakukan
suatu penelitian dengan judul: “Implementasi Pemberian Jasa Hukum Di
Bidang Kenotariatan Secara Cuma-cuma Bagi Masyarakat Tidak Mampu Oleh
Notaris Ditinjau dari Pasal 37 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang
Jabatan Notaris di Wilayah Hukum Kota Malang”.
9
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana implementasi pemberian jasa hukum di bidang kenotariatan
secara cuma-cuma bagi masyarakat tidak mampu oleh notaris ditinjau dari
pasal 37 undang-undang nomor 2 tahun 2014 tentang jabatan notaris di
wilayah hukum Kota Malang?
2. Apa faktor yang menjadi penyebab pemberian jasa hukum di bidang
kenotariatan secara cuma-cuma bagi masyarakat tidak mampu oleh notaris
di wilayah hukum Kota Malang tidak optimal?
3. Bagaimana upaya meningkatkan efektivitas pemberian jasa secara cuma-
cuma bagi masyarakat tidak mampu oleh notaris ditinjau dari pasal 37
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang jabatan notaris di wilayah
hukum Kota Malang?
C. Tujuan Penelitian
Mengacu pada pokok pikiran sebagaimana yang telah di sebutkan di
atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dan menganalisa implementasi pemberian jasa hukum
di bidang kenotariatan secara cuma-cumabagi masyarakat tidak mampu
oleh notaris ditinjau dari pasal 37 undang-undang nomor 2 tahun 2014
tentang jabatan notarisdi wilayah hukum Kota Malang.
2. Untuk mengidentifikasi dan menganalisa faktor dan aktor apa saja yang
menjadi penyebab pemberian jasa hukum di bidang kenotariatan secara
10
cuma-cuma bagi masyarakat tidak mampu oleh notaris tidak dapat berjalan
optimal.
3. Untuk merumuskan upaya optimalisasi pemberian jasa secara cuma-cuma
bagi masyarakat tidak mampu oleh notaris ditinjau dari pasal 37 Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang jabatan notarisdi wilayah hukum
Kota Malang.
D. Manfaat Penelitian
Penulis mengharapkan hasil penelitian ini dapat berfaedah dalam
menambah semaraknya wacana dan wawasan hukum di Indonesia khususnya
di bidang kenotariatan secar ilmiah maupun secara praktis, oleh karena itu
penelitian iniususny diharapkan bermanfaat untuk:
1. Secara teoritis: bermanfaat bagi ilmu pengetahuan hukum, khususnya
tenang implementasi pemberian jasa hukum di bidang kenotariatan secara
cuma-cumabagi masyarakat tidak mampu oleh notaris ditinjau dari pasal
37 undang-undang nomor 2 tahun 2014 tentang jabatan notarisdi wilayah
hukum Kota Malang.
2. Secara praktis: hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam
memperkaya pengetahuan masyarakat, para praktisi hukum, serta rekan-
rekan mahasiswa khususnya dalam hal pemberian jasa hukum di bidang
kenotariatan secara cuma-cuma oleh notaris Kota Malang.
11
E. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan bagi notaris
Penelitian ini dapat berguna bagi notaris sebagaipenambah penambah
pengetahuan mengenai pemberian jasa hukum di bidang kenotariaan
secara cuma-cuma bagi masyarakat tidak mampu, sesuai pasal 37 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris.
2. Manfaat bagi masyarkat tidak mampu
Agar masyarakat mengetahui bahwa ada pemberian jasa kenotariatan
secara cuma-cuma untuk masyarakat tidak mampu sehingga semua
masyarakat tanpa terkecuali dapat menikmati jasa notaris.
3. Manfaat bagi penulis
Agar penulis mengetahui bagaimana implementasi, faktor dan actor serta
upaya untuk mengoptimalkan pemberian jasa hukum di bidang
kenotariatan secara cuma-cuma bagi masyarakat tidak mampu sesuai
dengan pasaal 37 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang
Jabatan Notaris di wilayah hukum Kota Malang.
F. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah suatu kerangka pengetahuan, dan teknik
tentang cara dan bagaimana sesuatu yang diperoleh dan dianalisa serta
mendapatkan hasil dari analisa itu:
12
1. Metode Pendekatan
Metode pendekatan dengan menggunakan yuridis empiris yakni
dilakukan dengan melihat kenyataan yang ada dalam praktek di lapangan.
Dengan kata lain pendekatan ini melihat fakta fakta secara langsung di
lokasi penelitian, serta mencari keterangan dari pihak yang bersangkutan
atau yang mengetahui kejadian atau masalah yang sedang diteliti tersebut,
juga melalui observasi/ pengalaman yang Penulis ketahui langsung
kemudian dikaitkan dengan aspek hukum yang berlaku. Terkait dengan isu
yang yang diangkat oleh penulis ialah implementasi pemberian jasa
hukum di bidang kenotariatan secara cuma-cuma bagi masyarakat tidak
mampu oleh notaris ditinjau dari pasal 37 undang-undang nomor 2 tahun
2014 tentang jabatan notaris di wilayah hukum Kota Malang
2. Pemilihan Obyek Penelitian
Sehubungan dengan permasalahan yang diangkat oleh penulis,
maka penulis memilih 10 (sepuluh) kantor Notaris di wilayah hukum Kota
Malang. Metode pengambilan sempel menggunakan purposive sampling
dimana penulis menggunakan indikator Notaris merupakan seorang notaris
yang berada di wilayah hukum kota malang.
3. Jenis Data
a. Data Primer
Data primer dalam penelitian ini diperoleh secara langsung dari
narasumber pertama, yaitu diperoleh melalui wawancara (interview)
13
langsung dengan responden atau narasumber yang berhubungan
dengan penelitian ini diantaranya adalah 10 notaris di Kota Malang.
b. Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh melalui
kepustakaan dengan jalan membaca, mengkaji dan mempelajari pasal
37 undang-undang jabatan notaris no 2 tahun 2014 serta buku-buku
yang relevan dengan obyek yang diteliti. Penelitian ini dilengkapi
dengan library research tentang teori-teori yang mendukung analisis
prolematika yang diajukan, maupun hukum positif berupa peraturan
perundang-undangan yang terkaitdengan pemberian jasa hukum
kenotariatan secara cuma-cuma oleh notaris. Pendapat para ahli di
bidang hukum, sosial-budaya, ekonomi dan kebijakan (melalui
berbagai media informasi) juga akan dijadikan rujukan untuk
mendukung data empirik yang diperoleh.
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan-bahan hukum yang memberikan petunjuk atau
penjelasan bahan-bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus
besar bahasa Indonesia, kamus hukum, ensiklopedia, dan lain-lain
mengenai pemberian jasa hukum kenotariatan secara cuma-cuma.
14
4. Teknik Pengumpulan Data Penelitian
a. Wawancara
Yaitu perolehan data dari hasil wawancara langsung dengan responden
atau narasumber yang berhubungan dengan penelitian ini yakni dengan
10 Notaris di Kota Malang.
b. Dokumentasi
Yaitu pengumpulan data-data yang dimiliki oleh pihak terkait serta
ditambah dengan penulusuran peraturan perundang-undangan,
pengumpulan berita-berita dari sumber terpercaya dalam hal berkenaan
dengan proses penelitian ini.
c. Studi Kepustakaan
Yaitu dengan melakukan penelusuran dan pencarian bahan-bahan
kepustakaan dari berbagai literatur atau buku-buku ataupun jurnal.
d. Internet
Yaitu dengan melakukan penelusuran dan pencarian bahan-bahan
melalui internet atau website untuk melengkapi bahan hukum lainnya.
5. Teknik Analisa Data
Analisa dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif yakni
analisa data-data terkait yang didapatkan/dikumpulkan penulis yang
kemudian dikaji berdasarkan perbandingan teori dan asas-asas hukum,
norma,dan pasal-pasal dalam undang-undang serta peraturan mengenai
undang-undang jabatan notaris terutama pada pelaksanaan kewajiban
notaris dalam memberikan jasa cuma-cuma kepada orang tidak mampu.
15
Selanjutnya penulis akan membuat kesimpulanserta solusi permasalahan
yang diangkat dalam penelitian ini berdasarkan data yang diperoleh yang
kemudian di olah serta di sajikan dalam bentuk deskriptif.
G. Sistematika Penulisan
Sebagai penelitan ilmiah, syarat sistematika merupakan hal yang harus
dipenuhi, dalam penulisan skripsi ini sistematika penulisannya sebagai
berikut:
Bab I Pendahuluan
Bab ini akan menguraikan latar belakang, yakni memuat landasan
yang bersifat ideal das sollen dan kenyataan das sein yang melatar
belakangi suatu masalah yang hendak dikaji lebih mendalam.
Rumusan masalah yang diturunkan dari latar belakang memuat
suatu masalah yang akan diangkat dan dibahas. Adapun
selanjutnya tujuan penelitian, manfaat penelitian, kegunaan,
metode dan sistematika penelitian untuk mempermudah
penyusunan penulisan hukum ini.
Bab II Tinjauan Pustaka
Dalam bab ini berisi tentang pemaparan kajian-kajian teoritik yang
berkaitan dengan permasalahan yang akan ditulis, yang mana nanti
akan dijadikan landasan analisis hukum penulisan di bab
selanjutnya yakni Bab III pembahasan, dalam hal ini penulis
memilih kerangka teori mengenai: (1) tinjauan umum tentang
16
konsep negara hukum (rule of law); (2) tinjauan umum tentang
masyarakat tidak mampu; (3) tinjauan umum tentang notaris; (4)
tinjauan umum tentang pemberian jasa hukum secara cuma-cuma
oleh notaris; (5) tinjauan umum tentang efektivitas hukum.
Bab III Hasil Penelitian
Bab III ini akan memaparkan apa yang menjadi pokok bahasan
sebagai obyek kajian dalan penulisan, fokus permasalahan yang
dikaji dalam bab ini mengenai implementasi, faktor-faktor ketidak
optimalan serta upaya optimalisasi pemberian jasa hukum di
bidang kenotariatan secara cuma-cumabagi masyarakat tidak
mampu oleh notaris ditinjau dari undang-undang nomor 2 tahun
2014 tentang jabatan notaris di wilayah hukum Kota Malang,
Kemudian akan diuraikan dengan sistematika penulisan serta
penggunaan bahan hukum yang telah disebutkan diatas, sehingga
dapat ditemukan jawaban dari permasalahan tersebut.
Bab IV Penutup
Bab ini berisi tentang kesimpulan dari pembahasan yang telah
diuraikan pada bab-bab sebelumnya dan berisi saran-saran yang
perlu disampaikan sebagai usaha untuk penelitian selanjutnya
tentang pemberian jasa hukum di bidang kenotariatan secara cuma-
cuma bagi masyarakat tidak mampu oleh notaris.
top related