bab i pendahuluan 1.1. latar...
Post on 21-Mar-2019
216 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Ilmu tentang bencana semakin berkembang dari tahun ke tahun seiring
semakin banyaknya kejadian bencana. Berawal dengan kegiatan penanggulangan
bencana mulai berkembang menjadi pengurangan risiko bencana. Kegiatan mitigasi
bencana mulai dikembangkan dengan berbagai cara dan berbagai pendekatan.
Kejadian bencana yang semakin meningkat memaksa pemerintah untuk melakukan
tindakan dalam mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat suatu bencana.
Bencana merupakan suatu kejadian alam yang menganggu aktivitas manusia
dan dapat menimbulkan kerugian baik berupa kehilangan harta, benda, jiwa dan
menimbulkan kerusakan bencana. Bencana ialah peristiwa atau rangkaian peristiwa
yang mengancam dan menganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan, baik oleh faktor alam dan/ atau faktor non alam maupun faktor manusia
sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis (UU No. 24 Tahun 2004 Tentang
penanggulangan Bencana). Beberapa bencana yang sering melanda wilayah Indonesia
adalah: gempabumi, letusan gunung berapi, tsunami, angin ribut, banjir dan tanah
longsor.
Bencana tanah longsor, menjadi salah satu bencana yang sering melanda
wilayah Indonesia. Kondisi geografis Indonesia yang terletak diantara 3 lempeng
2
tektonik yang aktif menyebabkan rentan terhadap getaran seismik maupun getaran
vulkanik. Getaran-getaran tersebut dapat menjadi pemicu timbulnya kejadian tanah
longsor. Tanah longsor merupakan suatu proses gerakan masa material kehancuran
tanah atau batuan menuruni lereng di bawah pengaruh langsung gaya gravitasi
(Sutikno, 1997).
Bencana tanah longsor dapat mengancam daerah yang memiliki kemiringan
lereng lebih 25 % dan memiliki durasi hujan 2-7 Hari berturut-turut (Sunarto dkk,
2004). Berdasarkan data PVMBG, bencana tanah longsor di Indonesia semakin
meningkat. Sejak tahun 2005 hingga tahun 2011 tercatat terjadi tanah longsor di 809
lokasi titik longsor yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Data jumlah kejadian
tanah longsor di indonesia dapat dilihat pada Gambar 1.1.
Gambar 1.1. Jumlah kejadian tanah longsor Di Indonesia tahun 2005-2011
(Sumber: PVMBG (2011, dalam Yukni,2011)
Tanah longsor selain menimbulkan dampak terhadap infrastruktur juga pada
jiwa manusia. Sejak tahun 2005 sampai tahun 2011 kejadian tanah longsor tersebut
51
101139
161199
75
2005 2006 2007 2008 2009 2010
Jumlah Kejadian
menewaskan sebanyak 2484 orang
longsor setiap tahun dapat dilihat
Gambar 1.2. Jumlah korban meninggal dunia akibat t
Kejadian bencana tanah longsor di Pulau Jawa menimbulkan dampak
kerusakan yang relatif tinggi. Tercatat mulai tahun 1990
ekonomi sebesar 18.040.450
menunjukkan kerusakan tertinggi berada pada sektor jalan
Gambar 1.3. Grafik Dampak Bencana Tanah Longsor Di Jawa Tahun 1990
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
rumah rusak berat
menewaskan sebanyak 2484 orang. Data jumlah korban meninggal akibat tanah
r setiap tahun dapat dilihat pada Gambar 1.2.
Gambar 1.2. Jumlah korban meninggal dunia akibat tanah longsor Di Indonesia Tahun 2005-2011
(Sumber: PVMBG (2011, dalam Yukni,2011)
Kejadian bencana tanah longsor di Pulau Jawa menimbulkan dampak
kerusakan yang relatif tinggi. Tercatat mulai tahun 1990-2005 perkiraan keru
ekonomi sebesar 18.040.450 € atau sekitar Rp.234.525.850.000. Gambar 1.3.
erusakan tertinggi berada pada sektor jalan (Hadmoko, 2010).
Gambar 1.3. Grafik Dampak Bencana Tanah Longsor Di Jawa Tahun 1990(Sumber: Hadmoko, 2010)
rumah rusak berat rumah rusak ringan area pertanian jalan
243
603
312
88
659
470
109
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Jumlah
3
. Data jumlah korban meninggal akibat tanah
anah longsor Di
Kejadian bencana tanah longsor di Pulau Jawa menimbulkan dampak
2005 perkiraan kerugian
Rp.234.525.850.000. Gambar 1.3.
(Hadmoko, 2010).
Gambar 1.3. Grafik Dampak Bencana Tanah Longsor Di Jawa Tahun 1990-2005
jalan
4
Area Gunung Tengger mempunyai sudut lereng terjal, jenis tanah bertekstur
halus dengan ketebalan lebih dari 1 meter. Kondisi curah hujan yang cukup tinggi dan
daerah dengan penutup vegetasi yang jarang atau gundul dapat berpotensi terjadinya
gerakan tanah atau tanah longsor. Daerah tersebut tidak disarankan untuk lokasi
pemukiman namun yang terjadi adalah permukiman berkembang pesat di area ini.
Peristiwa tanah longsor yang terjadi di lereng Gunung Argopura Kecamatan Panti,
Balung, dan Sukorambi Kabupaten Jember, Jawa Timur pada awal tahun 2006
mengakibatkan korban yang cukup besar selain kerugian harta benda dan ekonomi
seperti infrastruktur, bangunan rumah, sekolah.
Lereng Gunung Tengger menjadi ikon pariwisata internasional di Provinsi
Jawa Timur. Terdapat berbagai macam tempat pariwisata yang menarik, beberapa di
antaranya adalah: Kawah Bromo, Padang Pasir Bromo, Padang savana, Telaga, dan
beberapa air terjun di sekitar lereng ini. Terdapat wisata budaya pada beberapa desa
di Lereng Gunung Bromo. Adanya wisata tersebut seharusnya menjadi daya
pengembangan ekonomi yang baik bagi warga masyarakat di sekitarnya, namun hal
tersebut tidak berlaku di wilayah ini. Lereng Tengger merupakan area Taman
Nasional yang dikelola oleh Balai Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, sehingga
tidak semua lahan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk mendukung
kegiatan perekonomian.
Kondisi geografis lereng Gunungapi Tengger kurang mendukung kegiatan
pariwisata. Kondisi lereng yang terjal menyebabkan aksesibilitas menjadi cukup sulit.
Jalan-jalan banyak dibangun dengan memotong lereng, sehingga rentan terhadap
5
tanah longsor. Gambar 1.4. menunjukkan jalan yang dibangun dengan cara
memotong lereng secara tegak lurus. Jalan yang ini rentan terhadap bahaya tanah
longsor. Data dinas ESDM Provinsi Jawa Timur menunjukan area Bromo Tengger
Semeru ini memiliki tingkat kerentanan kejadian tanah longsor dari kelas menengah
sampai kelas tinggi.
Gambar 1.4. Bekas Kejadian tanah longsor di Koridor Desa Ngadas, Kab. Malang
(Sumber: Peneliti, 2012)
Desa Ngadas, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang menjadi koridor
utama dari Kabupaten Malang untuk mengakses dua kegiatan pariwisata, Wisata
Kawah Bromo dan Wisata pendakian Gunung Semeru. Kondisi jalan di desa ini
relatif buruk, dilihat dari kondisi fisik jalan. Jalan tidak dibangun sebagaimana
mestinya, hanya dibuat dari susunan batu, Gambar 1.5 menunjukkan lokasi daerah
penelitian secara umum dan kondisi koridor jalan.
Gambar 1. 5. Area PenelitianGambar 1. 5. Area Penelitian (Sumber: TNBTS, 2012)
Area yang rentan
gerakan tanah
6
7
Desa Ngadas memiliki kondisi kelerengan yang cukup curam. Kondisi lereng
tersebut menyebabkan jalan utama menuju desa dan tempat wisata rentan terdampak
kejadian tanah longsor. Apabila terjadi tanah longsor di jalan tersebut, maka tidak
tertutup kemungkinan desa ini terisolasi. Desa Ngadas tidak memiliki jalan
penghubung lain yang mudah diakses. Aksesibilitas Desa Ngadas sangat terbatas
karena berbatasan langsung dengan area Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
(TN-BTS). Desa-desa yang berbatasan atau berada di sekitar daerah konservasi
disebut dengan desa enklaf atau desa penyangga.
TN-BTS memiliki kebijakan dalam pengelolaan daerah konservasi. Kebijakan
tersebut adalah daerah yang masuk ke dalam area konservasi tidak boleh atau
dilakukan pembatasan kegiatan pembangunan fisik-perekonomian. Hal tersebut
dilakukan dengan tujuan agar area konservasi tetap terjaga. Kondisi demikian
menjadi dasar perlunya dilakukan suatu penelitian tentang bagaimana masyarakat di
dalam desa penyangga tersebut untuk mengatasi potensi bahaya yang ada di wilayah
mereka.
1.2. Permasalahan Penelitian
Lereng Gunung Tengger merupakan derah perbukitan yang sering mengalami
tanah longsor. Tanah Longsor yang terjadi relatif cukup intensif. Tanah longsor yang
terjadi berada di sekitar jalan. Koridor jalan di Desa Ngadas menjadi satu-satunya
akses menuju desa.
8
Lereng Gunung Tengger merupakan daerah dengan potensi wisata yang cukup
baik, sehingga dengan kondisi ancaman bencana longsor yang cukup tinggi dapat
berakibat negatif terhadap potensi wisata tersebut. Pengelolaan wilayah Lereng
Gunung Tengger diakomodasi oleh Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Desa
Ngadas masuk ke dalam area TN-BTS, yang sering disebut dengan desa penyangga
atau desa enklaf. Terdapat suatu kebijakan bahwa desa penyangga atau desa enklaf
tidak boleh dibangun secara fisik agar kondisi hutan tetap terjaga. Atas dasar tersebut
muncul permasalahan-permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana sebaran spasial tanah longsor dan pengaruh paremeter
bentuklahan terhadap tanah longsor di Desa Ngadas?
2. Bagaimana dampak kejadian tanah longsor dikoridor jalan bagi warga di
Desa Ngadas?
3. Tindakan apa yang dilakukan oleh masyarakat desa dan pemerintah untuk
menanggulangi bahaya tanah longsor di sekitar jalan?
1.3. Keaslian Penelitian
Penelitian tentang tanah longsor telah banyak dilakukan dalam berbagai
aspek, baik dari aspek fisik, sosial dan ekonomi. Beberapa penelitian terdahulu belum
ada yang melakukan kajian penelitan di suatu wilayah konservasi yang dihuni oleh
masyarakat. Terdapat suatu kebijakan bahwa derah konservasi tidak boleh dihuni oleh
masyarakat dan aksesibilitasnya tidak boleh diperbaiki, agar daerah konservasi
9
tersebut dapat tetap pada kondisinya. Hal ini diatur dalam undang-undang
pemanfaatan hutan.
Penelitian yang ada sejumlah 4 penelitian, semua penelitian tersebut adalah
tesis. Penelitian sebelumnya menekankan kepada risiko bahaya tanah longsor. Aspek
manajemen bencana belum ditekankan, terutama pada saat kondisi darurat dimana
suatu wilayah tidak memiliki aksesibilitas jika wilayah mereka terisolasi.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah pendekatan
analisis yang dipergunakan. Analisis penelitian ini ditekankan pada aspek
geomorfologi daerah penelitian yang mempengaruhi kejadian tanah longsor di jalan.
Karakteristik bentuklahan akan berbeda sehingga dapat diketahui faktor geomorfologi
yang mempengaruhi kejadian tanah longsor di sekitar jalan. Satuan analisis yang
dipergunakan dalam penelitian ini adalah bentuklahan.
Metode penelitian yang dipergunakan juga berbeda. Penelitian ini
menggabungkan antara metode kualitatif dan kuantitatif, untuk menjawab masing-
masing tujuan penelitian. Perbedaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian ini
secara terperinci dapat dilihat pada Tabel 1.1.
10
Tabel 1.1. Keaslian penelitian
No Peneliti Tahun Judul Tujuan Metode Hasil
1 Elna Multi Astuti(Thesis)
2011 Analisis Risiko Tanah Longsor Desa Tieng Kecamatan Kejajar Wonosobo
Menganalisis bahaya tanah longsor, kerentanan, dan risiko tanah longsor
Analisis Risiko
Peta Bahaya Tanah Longsor, Peta Kerentanan, Peta Risiko Tanah Longsor skala 1: 20.000
2 Eko Setyo Nugroho(Thesis)
2012 Analyzing and Estimating Landslide Risk Impact to Road, A case Study in Samigaluh district, Kulonprogo Regency
Menganalisis dan mengestimasi dampak tanah longsor terhadap jalan
Analisis Spasial
Peta bahaya tanah longsor langsung dan tidak langsung
3 Maria Yasinta(Thesis)
2009 Tingkat Kerentanan dan Kapasitas Masyarakat Lokal Terhadap Bencana Tanah Longsor di Kecamatan Kokap, Kab. Kulonpropgo
Melakukan analisis tingkat kerentanan dan kapasitas masyarakat terhadap bencana tanah longsor
Metode Penelitian Survei
Tingkat kerentanan dan persepsi dan kapasitas masyarakat
4 Ranto Parlindungan Rajagukguk(Thesis)
2008 Mitigasi Berbasis Masyarakat Pada Daerah Rawan Longsor di Desa Kalitlaga, Kecamatan Pangetan. Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah
1. Mengetahui dan mengidentifikasi tipe dan arah pergerakan tanah
2. Mengetahui parameter-parameter yang menjadi penyebab dan pemicu pergerakan tanah
3. Memberikan rekomendasi mitigasi bencana dan
Field study, interpretasi data sekunder, wawancara
Arahan pergerakan tanah, mitigasi berbasis masyarakat lebih tepat digunakan daripada mitigasiberbasis teknologi
11
No Peneliti Tahun Judul Tujuan Metode Hasil
penanggulangganya4. Memperkenalkan sistem
peringatan dini berbasis masyarakat yang sederhana
5 Evi Dwi Lestari 2012 Kajian Bahaya tanah Longsor dan Upaya Mitigasi oleh Masyarakat Gunungapi Tengger(Desa Ngadas, Kecamatan. Poncokusumo, KabupatenMalang.)
1. Mengetahui sebaran spasial kejadian tanah longsor dan pengaruh parameter bentuklahan terhadap titik longsor di suatu wilayah
2. Menemukenali dampak kejadian tanah longsor di koridor jalan bagi masyarakat Desa Ngadas
3. Menganalisis tindakan mitigasi yang telah dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah untuk menanggulangi bahaya tanah longsor di lokasi penelitian
Observasi dan pengukuran di lapangan, Wawancara terstruktur dan Indepth Interview
Peta Bahaya Tanah longsor di jalandampak kejadian tanah longsor di sekitar jalan bagi masyarakatTindakan mitigasi oleh masayarakat dan pemerintah di Desa Ngadas
Sumber: Hasil studi pustaka perpustakaan Pascasarjana UGM, 2012
12
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. mengetahui sebaran spasial kejadian tanah longsor di suatu wilayah
dan pengaruh parameter bentuklahan terhadap titik longsor
2. mempelajari dampak kejadian tanah longsor (fisik dan sosial ekonomi)
di koridor jalan bagi masyarakat Desa Ngadas
3. menganalisis tindakan mitigasi yang telah dilakukan oleh masyarakat
dan pemerintah untuk menanggulangi bahaya tanah longsor di lokasi
penelitian.
1.5. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut:
1. dapat digunakan sebagai salah satu masukan bagi penanggulangan
bencana tanah longsor di kawasan lereng Gunung Tengger.
2. sebagai masukan untuk Balai Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
dalam pengelolaan tanah longsor di desa enklaf dan koordinasi antar
lembaga dalam penanggulangan bencana tanah longsor
3. sebagai informasi dan acuan bagi pengembangan penelitian yang sama
selanjutnya.
top related