bab 2 tinjauan pustaka dan landasan teoriabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/i1113025_bab2.pdf ·...
Post on 01-Mar-2019
228 Views
Preview:
TRANSCRIPT
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1. Tinjauan Pustaka
Beton merupakan bahan komposit (campuran) dari beberapa bahan utamanya
yang terdiri dari medium campuran antara semen, agregat halus, agregat kasar, air
serta bahan tambahan lain dengan perbandingan tertentu. Karena beton
merupakan komposit, maka kualitas beton tergantung dari kualitas masing-
masing material pembentuk. Agar dihasilkan kuat desak beton yang sesuai dengan
rencana diperlukan mix design untuk menentukan jumlah masing- masing bahan
susun yang dibutuhkan. Disamping itu, adukan beton harus diusahakan dalam
kondisi yang benar- benar homogen dengan kelecakan tertentu agar tidak terjadi
segregasi. Selain perbandingan bahan susunnya, kekuatan beton ditentukan oleh
padat tidaknya campuran bahan penyusun beton tersebut. Semakin kecil rongga
yang dihasilkan dalam campuran beton, maka semakin tinggi kuat tekan beton
yang dihasilkan.
Beton serat didefinisikan sebagai beton yang dibuat dari campuran semen,
agregat, air, dan sejumlah serat yang disebar secara random. Prinsip penambahan
serat adalah memberi tulangan pada beton yang disebar merata kedalam adukan
beton dengan orientasi random untuk mencegah terjadinya retakan- retakan beton
yang terlalu dini di daerah tarik akibat panas hidrasi maupun akibat pembebanan
(Soroushian dan Bayasi, 1987).
Dalam beberapa tahun terakhir ini, beton serat makin banyak diminati, dan saat ini
ada banyak penelitian tentang beton serat yang sedang dilakukan. Bahan serat
yang digunakan dari baja, plastik, kaca, dan lain-lain. Berbagai eksperimen telah
menunjukkan bahwa penambahan serat seperti ini dalam jumlah yang memadai ke
dalam beton konvensional dapat meningkatkan kuat tarik beton secara signifikan
(Sudarmoko, 1993).
6
Pada penelitian yang dilakukan Sri Raharja pada tahun 2013 yang menggunakan
variasi komposisi abu sekam padi 0% , 2,5% , 5% , 7,5% , 10% dan 15%. Hasil
pengujian menunjukkan bahwa penggunaan abu sekam padi sebagai bahan
pengganti sebagian semen mengakibatkan peningkatan nilai kuat tekan dan
modulus elastisitas. Peningkatan terbesar terjadi pada variasi 10% abu sekam
padi, sedangkan pada variasi 15% nilai kuat tekan dan modulus elastisitas
cenderung menurun. Kontribusi abu sekam padi terhadap kekuatan di dapati
sangat tergantung kepada faktor air semen, jenis semen, dan kualitas abu sekam
padi itu sendiri.
Pada penelitian yang dilakukan oleh A. Pujianto (2010) untuk penambahan abu
sekam padi pada beton yaitu semakin besar kadar abu sekam padi semakin
menurun nilai slumpnya, hal tersebut diakibatkan karena abu sekam padi lebih
banyak menyerap air jika dibandingkan dengan semen, sehingga adukan menjadi
lebih kering yang kemudian mempengaruhi nilai slump beton segar menjadi
semakin rendah sesuai dengan kadar abu sekam padi yang ditambahkan.
Hasil positif dari penggunaan serat bendrat dan abu sekam padi melandasi
pemikiran bagaimana aplikasi yang praktis dan ekonomis, karena serat bendrat
sangat mudah didapatkan, sedangkan abu sekam padi merupakan hasil limbah dan
mudah didapat di indonesia. Salah satu ide yang ingin dikembangkan dalam
penelitian ini adalah bagaimana kontribusi serat bendrat dan abu sekam padi
dalam material beton metode The British Mix Design.
2.2. Dasar Teori
2.2.1. Beton
Beton diperoleh dengan cara mencampurkan semen Portland, air, agregat (dan
kadang-kadang bahan tambah, yang sangat bervariasi mulai dari bahan kimia
tambahan, serat, sampai bahan buangan non-kimia) pada perbandingan tertentu.
Dalam adukan beton, air dan semen membentuk pasta yang disebut pasta semen.
7
Pasta semen ini selain mengisi pori-pori diantara butiran-butiran agregat halus
juga bersifat sebagai perekat atau pengikat dalam proses pengerasan, sehingga
butiran-butiran agregat saling terekat dengan kuat dan terbentuklah suatu massa
yang kompak dan padat (Kardiyono Tjokrodimuljo, 1996).
Beton sering digunakan dalam konstruksi bangunan dikarenakan mempunyai
banyak sekali keuntungan diantaranya adalah:
a. Bahan pembentuk beton mudah didapat dengan harga relatif murah.
b. Beton tahan terhadap aus dan juga api atau kebakaran.
c. Beton segar mudah diangkut maupun dicetak dalam bentuk apapun dengan
ukuran seberapapun sesuai keinginan, cetakan dapat dipakai beberapa kali
sehingga ekonomis dan menjadi lebih murah.
d. Perawatannya mudah dan murah.
e. Beton segar dapat disemprotkan ke permukaan beton lama yang retak maupun
diisikan ke dalam retakan beton dalam proses perbaikan dan dapat
dipompakan sehingga memungkinkan untuk dituang pada tempat-tempat yang
posisinya sulit.
Beton juga mempunyai kelemahan yang perlu ditinjau oleh perencanaan dalam
merencanakan struktur bangunan, antara lain:
a. Beton mempunyai kuat tarik rendah, sehingga mudah retak, oleh karena itu
perlu diberi baja tulangan atau serat.
b. Beton sulit untuk kedap air sempurna, sehingga selalu dapat dimasuki air, air
yang membawa kandungan garam dapat merusak beton.
c. Beton segar mengerut pada saat pengeringan dan beton keras mengembang
jika basah sehingga dilatasi (contraction joint) perlu diadakan pada beton yang
panjang atau lebar untuk memberi tempat bagi susut pengerasan dan
pengembangan beton.
d. Beton bersifat getas (tidak daktail) sehingga harus dihitung dan didetail secara
seksama agar setelah dikompositkan dengan baja tulangan menjadi bersifat
daktail, terutama pada struktur tahan gempa.
8
2.2.2 Bahan Susun Beton
Kualitas beton yang diinginkan dapat ditentukan dengan pemilihan bahan-bahan
pembentuk beton yang baik, hitungan proporsi yang tepat, cara pengerjaan dan
perawatan beton dengan baik, serta pemilihan bahan tambah yang tepat dengan
dosis optimum yang diperlukan. Bahan pembentuk beton adalah semen, agregat,
air, dan biasanya dengan bahan tambah.
2.2.2.1. Semen Portland
Semen berfungsi untuk merekatkan butir-butir agregat agar terjadi suatu massa
yang padat dan juga mengisi rongga-rongga diantara butiran-butiran agregat.
Salah satu jenis semen yang biasa dipakai dalam pembuatan beton ialah semen
portland. Bahan dasar pembentuk semen portland terdiri dari kapur, silika,
alumina dan oksida besi. Oksida tersebut bereaksi membentuk suatu produk
akibat peleburan. Unsur-unsur pembentuk semen dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Susunan Unsur Semen Portland
Oksida Persen (%)
Kapur (CaO)
Silika (SiO2)
Alumina (Al2O3)
Besi (Fe2O3)
Magnesium (MgO)
Sulfur (SO3)
Soda/potash (Na2O+K2O)
60 - 65
17 - 25
3 - 8
0,5 - 6
0,5 - 4
1 - 2
0,5 - 1
Sumber : Kardiyono Tjokrodimuljo (1996)
Pada umumnya semen portland diklasifikasikan menjadi 5 jenis, seperti yang
tercantum pada Tabel 2.2.
9
Tabel 2.2 Jenis-jenis Semen Portland
Jenis Semen Karakteristik Umum
Jenis I Semen Portland untuk penggunaan umum yang tidak
memerlukan persyaratan khusus.
Jenis II Semen Portland yang penggunaannya memerlukan ketahanan
terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang.
Jenis III Semen Portland yang penggunaannya memerlukan persyaratan
kekuatan awal yang tinggi setelah pengikatan.
Jenis IV Semen Portland yang penggunaannya menuntut panas hidrasi
rendah.
Jenis V Semen Portland yang penggunaannya menuntut persyaratan
sangat tahan terhadap sulfat.
Sumber : Kardiyono Tjokrodimuljo (1996 : 11)
Dalam pedoman beton 1989 disyaratkan dalam pembuatan beton harus memenuhi
syarat-syarat SNI 0013-18 “Mutu dan Cara Uji Semen”. Dalam penelitian ini
digunakan semen jenis I yang digunakan untuk tujuan umum.
2.2.2.2. Agregat
Agregat adalah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi
dalam campuran mortar atau beton. Kira-kira 70 % volume mortar atau beton
diisi oleh agregat. Agregat sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat mortar atau
beton, sehingga pemilihan agregat merupakan suatu bagian penting dalam
pembuatan mortar atau beton (Tjokrodimuljo,1996).
Penggunaan agregat bertujuan untuk memberi bentuk pada beton, memberi
kekerasan yang dapat menahan beban, goresan dan cuaca, mengontrol
workability, serta agar lebih ekonomis karena menghemat pemakaian semen.
Agregat yang dipakai campuran beton dibedakan menjadi dua jenis yaitu
agregat halus dan agregat kasar.
10
a. Agregat Halus
Menurut Tjokrodimuljo (1996), agregat halus adalah agregat yang berbutir
kecil (antara 0,15 mm dan 5 mm). Dalam penelitian agregat halus harus benar-
benar memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Karena sangat
berpengaruh pada pengerjaan (workability), kekuatan (strength), dan tingkat
keawetan (durability) dari beton yang dihasilkan. Pasir sebagai pembentuk
mortar bersama semen dan air, berfungsi mengikat agregat menjadi satu
kesatuan yang kuat dan padat.
Untuk memperoleh hasil beton yang seragam, mutu pasir harus dikendalikan.
Pasir sebagai agregat halus harus memenuhi gradasi dan persyaratan yang
ditentukan.
Tabel 2.3. Batasan Susunan Butiran Agregat Halus
Ukuran
Saringan (mm)
Persentase Lolos Saringan
Daerah 1 Daerah 2 Daerah 3 Daerah 4
9,5 100 100 100 100
4,75 90-100 90-100 90-100 95-100
2,36 60-95 75-100 85-100 95-100
1,18 30-70 55-90 75-100 90-100
0,85 15-34 35-59 60-79 80-100
0,3 5-20 8-30 12-40 15-50
0,15 0-10 0-10 0-10 0-15
Sumber : Tjokrodimuljo (1996)
Keterangan :
Daerah 1 : Pasir kasar
Daerah 2 : Pasir agak kasar
Daerah 3 : Pasir agak halus
Daerah 4 : Pasir halus
b. Agregat Kasar
Agregat kasar adalah agregat yang ukuran butirannya lebih dari 5 mm (PBI
1971). Agregat kasar untuk beton dapat berupa kerikil atau batu pecah.
Kerikil adalah bahan yang terjadi sebagai hasil desintegrasi alami
sedangkan batu pecah adalah bahan yang diperoleh dari batu yang digiling
(dipecah) menjadi pecahan-pecahan berukuran 5-70 mm.
11
Tabel 2.4. Batasan Susunan Butiran Agregat Kasar
Ukuran Saringan
(mm)
Persentase Lolos Saringan (%)
40 mm 20 mm
40 95 – 100 100
20 30 – 70 95 – 100
10 10 – 35 25 – 55
4,8 0 - 5 0 – 10
Sumber : Tjokrodimuljo (1996)
2.2.2.3. Air
Dalam pelaksanaan suatu proyek, air adalah bahan yang sangat penting dan vital
yang berfungsi antara lain:
a. Pembuatan adukan beton.
b. Pembuatan adukan untuk spesi.
c. Perawatan beton dan kegiatan penunjang lainnya.
Air diperlukan pada pembuatan beton agar terjadi reaksi kimiawi dengan semen
yang menyebabkan pengikatan dan berlangsungnya pengerasan, untuk membasahi
agregat dan untuk melumasi butir-butir agregat agar dapat mudah dikerjakan dan
dipadatkan. Air yang diperlukan untuk bereaksi dengan semen hanya sekitar 25%
dari berat semen, namun dalam kenyataannya nilai faktor air semen yang dipakai
sulit kurang dari 0,45, karena beton yang mempunyai proporsi air sangat kecil
menjadi kering dan sukar dipadatkan. Tambahan air dibutuhkan untuk menjadi
pelumas campuran agar mudah dikerjakan dan karena seluruh bagian air menguap
ketika beton mengering dengan meninggalkan rongga-rongga, maka penting
dalam hal ini untuk menjaga agar air yang digunakan seminimal mungkin.
Air yang digunakan harus memenuhi syarat-syarat air untuk pengerjaan beton.
Menurut SNI 03-2847-2002 syarat-syarat air yang boleh digunakan antara lain:
12
a. Tidak boleh mengandung minyak, asam, alkali, garam-garam, dan bahan-
bahan kimia (asam alkali), bahan organik yang dapat merusak beton atau baja
tulangan.
b. Sebaiknya dipakai air bersih yang dapat diminum.
c. Air yang dapat dipakai sebaiknya diuji dulu sehingga dapat diketahui jenis
dan kadar mineral yang terkandung didalamnya.
2.2.2.4. Bahan Tambah
Bahan tambah didefinisikan sebagai material selain air, agregat, dan semen yang
dicampurkan ke dalam beton atau mortar yang ditambahkan sebelum atau selama
pengadukan berlangsung. Bahan tambah digunakan untuk memodifikasi sifat dan
karakterisik dari beton atau mortar misalnya untuk dapat dengan mudah
dikerjakan, penghematan, atau untuk tujuan lain (ASTM C.125-1995).
Secara umum bahan tambah dapat dibedakan menjadi dua yaitu bahan tambah
kimia (chemical admixture) dan bahan tambah mineral (additive). Bahan tambah
admixture ditambahkan saat pengadukan atau pada saat dilakukan pengecoran.
Bahan ini biasanya dimaksudkan untuk memperbaiki kinerja beton atau mortar
saat pelaksanaan pekerjaan, sedangkan bahan tambah additive yaitu yang bersifat
lebih mineral yang juga ditambahkan pada saat pengadukan.
Bahan tambah lain yang biasa digunakan di dalam beton yaitu serat. Penambahan
serat ke dalam beton akan meningkatkan kuat tarik beton yang pada umumnya
sangat rendah. Pertambahan kuat tarik akan memperbaiki kinerja komposit beton
serat dengan kualitas yang lebih bagus dibandingkan dengan beton konvesional
(As’ad, 2008).
Beberapa jenis bahan tambahan yang digunakan dalam campuran beton, dipilih
bahan tambah serat bendrat dan abu sekam padi pada penelitian ini, karena selain
dapat menambah kuat tekan beton, bahan tambah tersebut juga mudah didapat.
13
2.2.2.4.1. Bahan Tambah Abu Sekam Padi
Abu sekam padi merupakan hasil dari sisa pembakaran sekam padi. Selama proses
perubahan sekam padi menjadi abu, pembakaran menghilangkan zat-zat organik
dan meninggalkan sisa yang kaya akan silika. Perlakuan panas pada sekam padi
menghasilkan perubahan struktur yang berpengaruh pada dua hal, yaitu tingkat
aktifitas pozzolan dan kehalusan butiran abunya. Komposisi silika yang cukup
besar pada abu sekam padi, membuat abu sekam padi menjadi bersifat pozzolan
yang bila dicampur dengan semen menghasilkan kekuatan yang lebih tinggi
(Sumaryanto D, Satyarno I, Tjokrodimulyo K, 2009). Komposisi kimia pada abu
sekam padi dapat dilihat pada Tabel. 2.5 dibawah ini.
Tabel 2.5. Komposisi Kimia Abu Sekam Padi
Komposisi kimia abu sekam padi % Berat
Karbon (zat arang) 1,33
Hidrogen 1,54
Oksigen 33,64
Silika 16,98
(Sumber: DTC-IPB)
2.2.2.4.2. Bahan Tambah Serat Bendrat
Serat merupakan bahan tambah yang dapat digunakan untuk memperbaiki sifat
atau kekuatan beton. Serat memiliki peranan yang penting dalam komposit karena
menentukan kinerja komposit secara keseluruhan (Balaguru dan Shah, 1992).
Tabel 2.6. Sifat-sifat berbagai macam kawat yang digunakan sebagai fiber
No Jenis Kawat Kuat Tarik
(MPa)
Perpanjangan Pada Saat Putus
(%)
Specific
Gravity
1 Kawat Baja 230 10,5 7,77
2 Kawat Bendrat 38,5 5,5 6,68
3 Kawat Biasa 25 30 7,70
(Sumber: Suhendro, 2000)
14
2.2.3. Beton Serat
Beton serat (fiber reinforced) adalah beton yang tersusun dari bahan semen
hidrolis, agregat halus, agregat kasar dan sejumlah kecil serat sebagai bahan
tambahan yang tersebar secara merata berorientasi random dan dengan proporsi
tertentu. Maksud utama penambahan serat kedalam beton adalah untuk
meningkatkan kuat tarik beton, mengingat beton mempunyai kuat tarik yang
rendah pada beton bertulang bagian yang mengalami tegangan tarik akan retak
terlebih dahulu. Sebelum tulangan baja memberikan dukungan terhadap tarikan
secara optimal yang akibatnya terjadi retak-retak rambut yang secara struktur
tidak berbahaya, tapi apabila ditinjau dari segi keawetan bangunan akan berkurang
(Vian Dhalik Pratama, 2007). Penggunaan serat pada campuran beton pada
intinya memberikan pengaruh yang baik yaitu dapat memperbaiki sifat beton
antara lain dapat memperbaiki daktalitas dan kuat lentur beton serta mengurangi
susut beton.
Serat bendrat dapat berupa potongan-potongan kawat yang dibuat khusus dengan
permukaan halus/rata atau diaform, lurus atau bengkok yang bertujuan untuk
memperbesar lekatan dengan campuran beton. Serat bendrat akan berkarat di
permukaan beton namun akan sangat awet jika didalam beton. Karakteristik serat
bendrat yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai ukuran panjang 70 mm,
diameter 1 mm, berat jenis sekitar 5,56 ton/m2, dengan persentase campuran
0,5%; 1%; 1,5%; dan 2% dari volume adukan beton (Soroushian & Bayasi, 1987).
Beberapa sifat-sifat beton dapat diperbaiki dengan penambahan serat, di
antarannya adalah meningkatnya daktilitas, ketahanan, kuat tarik dan lentur,
ketahanan terhadap kelelahan, ketahanan terhadap pengaruh susutan, ketahanan
terhadap abrasi, ketahanan terhadap pecahan atau fragmentasi, ketahanan terhadap
pengelupasan.
Beton serat didefinisikan sebagai beton yang dibuat dari campuran semen,
agregat, air dan sejumlah serat yang disebar secara random seperti terlihat pada
Gambar 2.1. Prinsip penambahan serat adalah memberi tulangan pada beton yang
15
disebar merata ke dalam adukan beton dengan orientasi random untuk mencegah
terjadinya retakan-retakan beton yang terlalu dini di daerah tarik akibat panas
hidrasi maupun akibat pembebanan (Soroushian dan Bayasi, 1987). Penambahan
serat pada beton ringan diharapkan penambahan tulangan untuk memikul beban
yang sama pada suatu konstruksi yang dipikul oleh beton normal dapat
tergantikan (oleh serat tersebut). Penyebaran serat dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Serat tersebar merata dalam beton
Teori penulangan dalam mekanika retak berdasarkan pada kekuatan dari serat
mencakup:
a. Menitik beratkan lekatan dan penjangkaran
b. Memerlukan serat yang kuat dan kaku
c. Retak sepanjang serat
d. Banyaknya kerusakan matrik beton
2.2.4. Sifat Struktural Beton Serat
Peningkatan sifat struktural yang diperlihatkan oleh beton serat dipengaruhi
beberapa hal, diantaranya sebagai berikut ini:
a. Orientasi penyebaran
Fibre dispersion adalah teknik pencampuran adukan agar serat yang
ditambahkan dapat tersebar merata dengan orientasi random dalam beton.
Arah penyebaran serat yang random dan terdistribusi secara merata dan baik
akan menyebabkan peningkatan sifat struktural yang optimal. Untuk mencapai
16
hal ini, faktor yang perlu diperhatikan adalah metode penyebaran dan
pencampuran serat ke dalam adukan beton, konsentrasi, dan aspek ratio serat.
b. Lekatan pada alur retakan
Ukuran serat yang pendek dan tidak menerus memungkinkan terjadinya alur
retak tidak melewati serat sehingga lekatan antara serat dan partikel penyusun
beton dalam komposit tidak optimal. Apabila lekatan serat yang terjadi pada
massa beton lebih kecil daripada kuat tarik serat maka kekuatan beton serat
akan ditentukan oleh kuat lekat serat (bond strength).
c. Panjang tertanam serat yang tidak teratur (random)
Gaya aksial yang diakibatkan oleh tegangan lekat serat pada pasta semen
merupakan fungsi dari panjang tertanam minimum serat pada bidang retak.
Panjang tertanam serat ini juga tidak teratur.
2.2.5. Konsep Beton Serat
Pemakaian beton serat ada dua istilah yang sering digunakan untuk
memudahkan perencanaan dan pengenalan kuantitas dan kualitas yang dihasilkan
oleh penambahan serat, yaitu:
a. Fiber Volume (Vf)
Fiber Volume adalah prosentase volume serat (fiber) yang ditambahkan pada
setiap volume beton. Dalam kenyataan, prosentase yang digunakan adalah
berat seratnya yang dapat diketahui dari berat jenis serat. Umumnya semakin
besar fiber volume (Vf) akan meninggikan kualitas beton. Selain itu Vf juga
mempengaruhi workabilitas adukan beton serat.
b. Fiber Aspect Ratio ( dl )
Fiber Aspect Ratio merupakan rasio antara panjang serat (l) dan diameter serat
(d). Rasio perbandingan panjang dan diameter juga mempengaruhi kekuatan
beton serat dan workabilitasnya.
17
2.2.6. Mekanisme Kerja Serat
Teori yang dipakai sebagai pendekatan untuk menjelaskan mekanisme kerja serat
yaitu:
a. Spacing Concept
Spacing concept dalam teori ini diartikan dengan mendekatkan jarak antarserat
dalam campuran beton sehingga beton akan lebih mampu membatasi ukuran
retak dan mencegah berkembangnya retak menjadi lebih besar.
b. Composite Material Concept
Composite material concept atau konsep material komposit merupakan salah
satu pendekatan yang cukup populer yang memperkirakan kuat tarik maupun
kuat lentur dari beton serat. Konsep ini dikembangkan untuk memperkirakan
kekuatan material komposit pada saat timbul retak pertama/first crack
strength.
Serat yang digunakan dalam beton serat adalah ukuran pendek/short fiber dan
bukan continous fiber, maka perlu dikoreksi berdasarkan pertimbangan-
pertimbangan berikut:
a. Orientasi dari short fiber yang ramdom akan mengurangi efisiensi penulangan
serat terhadap material komposit
b. Lekatan yang tidak sempurna serta ukuran serat yang pendek dapat
menyebabkan adanya alur retakan yang tidak melewati serat
c. Distribusi alur retakan yang sembarang menyebabkan alur retak tidak selalu
memotong serat tepat di tengah-tengah
d. Efektifitas beton dapat menahan tarik pada saat timbul retak.
Mekanisme kerja serat dalam adukan beton secara bersama-sama adalah sebagai
berikut:
a. Serat bersama pasta beton akan membentuk matriks komposit, dimana serat
akan menahan beban yang ada sesuai dengan modulus elastisitasnya.
18
Gambar 2.2 Serat dalam Beton
b. Pasta beton akan semakin kokoh/stabil dalam menahan beban karena aksi
serat (fiber bridding) yang sangat mengikat di sekelilingnya.
Gambar 2.3 Aksi Serat Bersama Pasta Semen
c. Serat akan melakukan dowel action (aksi pasak) sehingga pasta yang sudah
retak dapat stabil/kokoh menahan beban yang ada.
Gambar 2.4 Aksi Pasak dalam Beton
Pengaruh penambahan serat ke dalam adukan beton tergantung pada hal-hal
berikut:
a) Jenis (ukuran dan bentuk) serat
b) Aspek rasio serat
c) Konsentrasi serat
d
d
P
19
2.2.7. The British Mix Design Methode (DOE)
Rancangan Campuran menggunakan British Standard ini telah lama dikenal di
Eropa. Di Indonesia, cara ini juga dipakai sebagai dasar perencanaan campuran
beton di PBI 1971. Metode ini dikembangkan berdasarkan kandungan semen dan
agregat yang sesuai dengan British Standard. British Standard juga mensyaratkan
material yang harus memenuhi spesifikasi, maka dari itu metode ini juga dapat
digunakan sebagai pijakan untuk memperoleh beton mutu tinggi. Metode ini
banyak digunakan sebagai referensi bagi perancangan campuran beton, karena
mudah disesuaikan dengan kondisi material yang ada di Indonesia.
Metode ini pada mulanya diambil dari Road Note No.4 yang dikeluarkan di
Inggris pada tahun 1950 yang sebenarnya adalah pedoman untuk perancangan
campuran perkerasan beton semen pada jalan raya. Pada tahun 1975, Road Note
No.4 digantikan oleh “Design of Normal Concrete Mixes” yang dikeluarkan oleh
British Department Of Environment atau lebih dikenal dengan istilah DOE. Pada
tahun 1988, “Design of Normal Concrete Mixes” diperbarui lagi demi melihat
perkembangan dan kebutuhan akan rancangan campuran beton.
Tabel 2.6. Kelas dan mutu beton
20
Keterangan:
Fc’ = Kuat tekan karakteristik beton (MPa)
Fcr’ = Kuat tekan beton yang diperoleh dari benda uji (kg/cm2)
S = Deviasi standar
2.2.8. Kuat Tekan Beton (f’c)
Kuat tekan beton adalah kemampuan beton untuk menahan gaya tekan per satuan
luas. Kuat tekan beton mengidentifikasikan mutu dari sebuah struktur. Besarnya
kuat tekan beton dapat dihitung dengan Persamaan 2.1.
f’c = ……………………………………………………………(2.1)
Dengan, f’c = Kuat tekan (N/mm2)
P = beban (N)
A = Luas tampang (mm2)
Nilai kuat tekan didapatkan melalui pengujian standart berdasarkan ASTM C39-
86 dengan benda uji berupa silinder beton. Faktor-faktor yang sangat
mempengaruhi kuat tekan antara lain faktor air semen, umur beton, jenis semen,
jumlah semen dan sifat agregat.
2.2.9. Modulus Of Rupture
Modulus of Rupture merupakan kuat tarik maksimum yang secara teoritis dicapai
pada serat bagian bawah dari sebuah balok uji (Neville, 1997). Nilai dari modulus
of rupture bergantung pada dimensi dari balok uji dan susunan beban. Untuk
memperoleh nilai modulus of rupture digunakan metode third point loading.
Modulus of rupture diukur dengan menguji balok balok beton dengan ukuran 500
mm x 100 mm x 100 mm, dan di bebani di titik-titik sepertiga bentang hingga
21
1/2P 1/2P
O O
1/3 L 1/3 L 1/3 L
P
gagal. Modulus of rupture mempunyai nilai yang lebih tinggi dibanding kuat
belah.
Metode ini menghasilkan momen yang konstan antara titik beban sehingga
sepertiga dari bentang balok ditentukan sebagai tegangan maksimum dimana pada
bagian tersebut retakan terjadi. Besar momen yang dapat mematahkan benda uji
adalah momen akibat beban maksimum dari mesin pembebanan. Besar momen
yang mematahkan balok uji dapat dilihat pada Gambar 2.5. sebagai berikut :
Momen Maksimum
Gambar 2.5. Momen Yang Terjadi Akibat Beban P
Perumusan dari momen maksimum yang terjadi:
Momen Maksimum = 2
1P x
3
1L................................... ( 2.2 )
Dengan:
P = Beban Maksimum
L = Panjang Beban
Secara umum nilai modulus of rupture dapat dihitung dengan rumus:
S
MmaksMOR ............................................................... (2.3 )
22
c
b
c
h
Dengan c
IS
Gambar 2.6. Sketsa Balok Modulus Of Rupture
I
cMmaksMOR
.................................................................... ( 2.4 )
h
hb
LPx
MOR
2
112
13
1
2
1
3
2
6
13
1
2
1
bh
LPx
MOR
2hb
LPMOR
..................................................................... ( 2.5 )
Dengan:
MOR = Modulus Of Rupture (MPa)
Mmaks = Momen Maksimum (Nmm)
S = Modulus Penampang (mm3)
P = Beban maksimum pada balok benda uji (Newton)
L = Panjang bentang (mm)
b = Lebar balok benda uji (mm)
23
h = Tinggi balok benda uji (mm)
c = Setengah tinggi balok uji = ½ h (mm)
Pengujian kuat lentur akan terjadi tiga macam tipe kemungkinan patah pada balok
uji sebagai berikut:
a. Patah pada 3
1 bentang bagian tengah
Gambar 2.7. Letak Patah Balok Tipe I.
Balok uji patah pada bagian tengah (antara B dan C) pada keadaan ini dan
patahnya diakibatkan oleh momen yang paling maksimum. Besarnya modulus of
rupture dapat dihitung berdasarkan rumus:
S
MmaksMOR ............................................................................... ( 2.6 )
22
6
13
1
2
1
bh
PL
bh
LPx
MOR .................................................................... ( 2.7 )
Dengan:
MOR = Modulus of Rupture (MPa)
Mmaks = Momen Maksimum (Nmm)
S = Modulus Penampang (mm3)
P = Beban Maksimum pada balok benda uji (Newton)
L = Panjang Bentang (mm)
24
b = Lebar balok benda uji (mm)
h = Tinggi balok benda uji (mm)
b. Patah pada bentang antara A-B atau C-D.
Gambar 2.8. Letak Patah Balok Tipe II.
Apabila balok patah pada bentang A-B atau C-D dengan jarak letak patah tidak
lebih dari 5% panjang bentang, kondisi ini masih dapat diperhitungkan dan balok
uji dapat dipakai. Modulus of rupture pada kondisi ini dapat dihitung dengan
rumus:
2
2
3
6
12
1
bh
aP
bh
Pax
S
MmaksMOR ..................................................... ( 2.8 )
Dengan:
MOR = Modulus of Rupture (MPa)
Mmaks = Momen Maksimum (Nmm)
S = Modulus Penampang (mm3)
P = Beban Maksimum pada balok benda uji (Newton)
a = Jarak rata-rata letak patah dari perletakan (mm)
L = Panjang Bentang (mm)
25
b = Lebar balok benda uji (mm)
h = Tinggi balok benda uji (mm)
c. Patah pada bentang antara A-B atau C-D.
Gambar 2.9. Letak Patah Balok Tipe III.
Apabila balok uji patah pada bentang A-B atau C-D dengan jarak letak patah dari
B maupun C lebih besar dari 5% panjang bentang, maka kondisi ini tidak dapat
diperhitungkan kembali dan balok uji tidak dapat dipakai.
Adapun langkah-langkah pengujian modulus of rupture dapat diuraikan sebagai
berikut :
a. Menyiapkan benda uji balok beton yang akan diuji.
b. Meletakkan benda uji pada alat uji lentur dengan posisi mendatar.
c. Mengatur jarum penunjuk lendutan (dial) tepat pada titik nol.
d. Melakukan pembebanan dan mencatat lendutan setiap penambahan beban
hingga balok beton patah.
e. Mencatat besarnya beban tertinggi yang telah mematahkan balok uji.
f. Melakukan pengukuran dan pengamatan letak patah balok.
26
2.2.10. Kuat Kejut (Impact)
2.2.10.1. Definisi
Menurut PCA (Portland Cement Association) beban kejut didefinisikan sebagai
energi total yang diperlukan untuk membuat benda uji retak dan patah menjadi
beberapa bagian, yang diketahui dari jumlah pukulan suatu massa yang dijatuhkan
dari ketinggian tertentu.
2.2.10.2. Pendekatan Hitungan Energi Serapan
Menurut Gere dan Timoshenko (2000), beban kejut termasuk ke dalam beban
dinamik, dimana beban diterapkan dan dihilangkan secara tiba-tiba. Pengertian
beban kejut itu sendiri adalah beban yang dihasilkan apabila dua buah benda uji
bertumbukan, atau apabila suatu benda jatuh dan mengenai suatu struktur.
Gambar 2.10. Beban kejut, batang prismatik akibat jatuhnya benda bermassa m.
Keterangan gambar:
A = tinggi tali
B = benda uji
m = massa benda (kg)
h = tinggi jatuh beban (m)
δ = perpanjangan batang (m)
l = panjang total (m)
27
Sebuah benda bermassa m yang mula–mula dalam keadaan diam, dijatuhkan dari
ketinggian h kesayap di ujung bawah batang AB. Batang tersebut apabila
menumbuk sayap maka batang akan mulai memanjang sehingga menimbulkan
tegangan dan regangan aksial pada batang. Pada selang waktu yang sangat
singkat, sayap akan bergerak ke bawah dan mencapai posisi peralihan maksimum.
Batang akan memendek, memanjang, lalu memendek lagi, dengan demikian
berarti batang bergetar secara longitudinal dan ujung batang bergerak atas dan
bawah.
Getaran diatas analog dengan getaran yang terjadi pada suatu pegas yang ditarik
kemudian dilepas. Getaran batang akan berhenti karena efek redaman, dan batang
akan diam dengan benda bermassa m terletak pada sayap. Analisis dimulai dengan
meninjau energi suatu sistem sesaat sebelum massa dilepaskan. Energi potensial
massa terhadap elevasi sayap sama dengan m x g x h. Energi potensial ini akan
dikonversikan menjadi energi kinetik. Pada saat massa menumbuk sayap, energi
potensial terhadap elevasi sayap sama dengan nol dan energi kinetik yang terjadi
sama dengan
dimana √
Setelah tumbukan terjadi, energi kinetik massa ditransformasikan menjadi energi
regangan batang yang meregang. Sebagian energi menjadi panas, atau menjadi
deformasi plastik yang terlokalisasipada massa dan sayap. Sebagian kecil masih
sebagai energi kinetik dari massa yang mungkin bergerak ke bawah lebih jauh lagi
selama masih ada kontak dengan sayap, atau memantul ke atas.
Asumsi–asumsi analisis :
1. Massa dan sayap mempunyai konstruksi sedemikian rupa sehingga massa
“menempel” ke sayap dan bergerak ke bawah bersama–sama (massa tidak
memantul).
2. Energi yang hilang diabaikan dan energi kinetik dari massa yang jatuh
berubah seluruhnya menjadi energi regangan batang.
28
3. Energi pada batang akibat gerakan vertikal elemen batang dan energi
regangan pada batang akibat berat sendiri diabaikan.
4. Tegangan pada batang tetap berada di dalam daerah elastis linier.
5. Distribusi tegangan seluruh batang sama dengan apabila batang tersebut
dibebani secara statik oleh gaya di ujung bawah (tegangan terbagi rata di
seluruh volume batang).
Prinsip konversi energi menyatakan bahwa energi potensial yang hilang pada saat
jatuhnya massa sama dengan energi regangan yang timbul pada batang:
(2.9)
( ) ( )
(2.10)
Persamaan kuadratik di atas dapat dipecahkan untuk mencari akar positif, yaitu:
[(
)
(
)]
(2.11)
Persamaan di atas dapat disederhanakan dengan menggunakan notasi:
(2.12)
dengan δst= panjang batang akibat berat benda yang jatuh pada kondisi
pembebanan statik.
Dengan memasukkan Persamaan 2.5 ke Persamaan 2.4 didapat:
[( ) ( )]
(2.13)
Beban yang diterapkan secara tiba-tiba akan menyebabkan perpanjangan dua kali
lebih besar dari perpanjangan yang disebabkan oleh beban yang diterapkan secara
statik.
29
Perpanjangan untuk kondisi seperti ini diperoleh dari Persamaan 2.6 dengan
menetapkan h sama dengan nol.
(2.14)
Analog dengan teori di atas, maka rumus yang digunakan sebagain pendekatan
perhitungan energi serapan adalah:
dengan :
Emaks = energi serapan (joule)
m = massa beban yang dijatuhkan (kg)
g = gravitasi (m/detik2)
h = tinggi jatuh (m)
n = jumlah pukulan
top related