bab 2 landasan teori 2.1 sistem informasi akuntansi 2.1.1...
Post on 12-Mar-2019
221 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Sistem Informasi Akuntansi
2.1.1 Pengertian Sistem
Kata sistem sering kali dihubungkan dengan penggunaan
komputer, namun pengertian sistem tidak hanya sebatas itu. Kata sistem
telah digunakan sebelum komputer sendiri diciptakan, tidak hanya dalam
bidang teknologi, tetapi juga di bidang lainnya, seperti astronomi, sosial,
hukum, dan lain sebagainya. Tetapi apa yang dimaksud dengan
pengertian sistem itu sendiri? Banyak ahli telah mengemukakan
pendapatnya mengenai pengertian sistem.
James O’Brien, seperti yang tertulis di dalam terjemahan bukunya
yang berjudul ‘Pengantar Sistem Informasi’ (2005, h29), mendefinisikan
sebuah sistem sebagai sekelompok komponen yang saling berhubungan,
bekerja bersama untuk mencapai tujuan bersama dengan menerima input
serta menghasilkan output dalam proses transformasi yang teratur.
Sementara itu, Mathiassen (2000, p9) mendefinisikan sistem dengan lebih
sederhana, “System is collection of components that implement modeling
requirements, functions, and interfaces“ (sistem adalah kumpulan
komponen yang menerapkan model kebutuhan, fungsi, dan tampilan).
berdasarkan dua definisi di atas, sistem dapat disimpulkan sebagai
2
serangkaian komponen yang saling berhubungan yang bekerja sama
untuk mencapai sebuah tujuan.
2.1.2 Pengertian Informasi
Informasi mempunyai manfaat dan peranan yang sangat dominan
dalam suatu organisasi/perusahaan. Tanpa adanya suatu informasi dalam
suatu organisasi, para manajer tidak dapat bekerja dengan efisien dan
efektif. Tanpa tersedianya informasi pun para manajer tidak dapat
mengambil keputusan dengan cepat dan mencapai tujuan dengan efektif
dan efisien. Sehingga bisa dibilang bahwa informasi merupakan sebuah
keterangan yang bermanfaat untuk para pengambil keputusan dalam
rangka mencapai tujuan organisasi yang sudah ditetapkan sebelumnya.
Pemberian informasi pada manajer paling efektif bila informasi tersebut
berhubungan serta mendukung fungsi dan peranan yang mereka miliki.
Sederhananya, informasi dapat diartikan sebagai data yang telah
diolah. Beberapa ahli sendiri mencoba menguraikan pengertian informasi
menurut versinya masing-masing, di antaranya:
• James O’Brien (2005, h38)
“Informasi adalah data yang ditempatkan dalam konteks yang
berarti dan berguna untuk pemakai akhir.”
3
• Romney dan Steinbart (2006, p5)
“Information is data that have been organized and processed to
provide meaning to a user” (informasi adalah data yang telah diatur
dan diproses untuk memberikan arti).
• McLeod dan Schell (2007, h9)
“Informasi adalah data yang diolah menjadi bentuk yang berguna
bagi pemakainya. Biasanya informasi memberitahu user apa yang
belum diketahui sebelumnya.”
Dari pengertian-pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
informasi adalah data yang telah diproses sehingga memiliki arti dan
berguna untuk pemakai akhir.
Untuk menjadi informasi yang bermanfaat bagi penggunanya,
maka informasi tersebut harus memiliki beberapa karakteristik. Para ahli
menyebutkan beberapa sifat yang harus dimiliki oleh informasi, salah
satunya adalah Romney dan Steinbeart (2006, p6). Mereka menyebutkan
bahwa ada tujuh karakteristik yang menentukan apakah informasi tersebut
berguna atau tidak. Hal tersebut meliputi :
a. Relevant (Relevan)
“Information is relevant if it reduces uncertainty, improves
decisionmakers’ ability to make predictions, or confirms or corrects
their prior expectations” (informasi dinilai relevan apabila ia dapat
mengurangi ketidakpastian, meningkatkan kemampuan pengambil
keputusan untuk memprediksi, atau memperbaiki harapan).
4
b. Reliable (Akurat)
“Information is reliable if it is free from error or bias and
accurately represents the events or activities of the organization”
(informasi dinilai akurat apabila informasi tersebut terbebas dari
kesalahan atau bias, serta mewakili aktivitas perusahaan secara
tepat).
c. Complete (Lengkap)
“Information is complete if it does not omit important aspects of the
underlying events or activities that it measures” (informasi dinilai
lengkap apabila tidak mengabaikan aspek penting dari aktivitas
yang sedang diukur).
d. Timely (Tepat waktu)
“Information is timely if it is provided in time for decision makers
to make decisions” (informasi dinilai tepat waktu apabila informasi
tersebut dihasilkan tepat pada saat dibutuhkan).
e. Understandable (Dapat dimengerti)
“Information is understandable if it is presented in a useful and
intelligible format” (informasi dinilai dapat dimengerti apabila
disajikan dalam bentuk yang dapat digunakan oleh pemakainya).
f. Verifiable (Dapat diverifikasi)
“Information is verifiable if two knowledgeable people acting
independently would each produce the same information” (apabila
dua orang yang memiliki pengetahuan yang sama secara terpisah
5
menghasilkan informasi yang sama, maka berarti informasi tersebut
dinilai dapat diverifikasi).
g. Accessible (Dapat diakses)
“Information is accessible if it is available to users when they need
it and in a format they can use” (informasi harus dapat diakses pada
saat dibutuhkan dan dalam bentuk yang dapat digunakan).
2.1.3 Pengertian Sistem Informasi
Sistem informasi merupakan sistem konseptual (conceptual
system) yang memungkinkan manajemen untuk mengontrol operasional
sistem fisik (physical system) perusahaan. Sistem informasi menyediakan
informasi bagi semua tingkatan dalam organisasi tersebut kapanpun
diperlukan.
Seperti yang dipaparkan oleh James O’Brien (2005, h5), sistem
informasi dapat merupakan kombinasi teratur apapun dari orang-orang,
hardware, sofware, jaringan komunikasi, dan sumber daya data yang
mengumpulkan, mengubah, dan menyebarkan informasi dalam sebuah
organisasi. Orang tergantung pada sistem informasi untuk berkomunikasi
antara satu sama lain dengan menggunakan berbagai jenis alat fisik
(hardware), perintah dan prosedur pemrosesan informasi (software),
saluran komunikasi (jaringan), dan data yang disimpan (sumber daya
data) sejak permulaan peradaban.
6
Sedangkan menurut Laudon dan Laudon (2006, p14), sistem
informasi secara teknikal dapat didefinisikan sebagai serangkaian
komponen yang saling berhubungan untuk mengumpulkan, memproses
dan menyebarkan informasi untuk mendukung pengambilan keputusan
dan mengendalikan organisasi. Jadi dapat dikatakan sistem informasi
sebagai serangkaian komponen yang terdiri dari orang-orang, hardware,
sofware, jaringan komunikasi, dan sumber daya data, yang saling
berhubungan untuk mengumpulkan, memproses dan menyebarkan
informasi untuk mendukung pengambilan keputusan.
2.1.4 Pengertian Sistem Informasi Akuntansi
Sistem Informasi Akuntasi digunakan untuk mengolah data. Data
yang diolah sistem informasi akuntansi adalah data yang bersifat
keuangan. Sistem informasi akuntansi hanya terbatas pada pengolahan
data yang bersifat keuangan saja, sehingga informasi yang dihasilkan oleh
sistem informasi akuntansi perusahaan hanya informasi keuangan saja.
Dikutip dari Jones dan Rama (2006, p5), “The accounting
information system is a subsystem of an MIS that provides accounting
and financial information, as well as other information obtained in the
routine processing of accounting transactions” (sistem informasi
akuntansi adalah sebuah subsistem dari sistem informasi manajemen yang
menyediakan informasi akuntansi dan keuangan, bersama informasi
lainnya yang diperoleh dalam proses transaksi akuntansi yang rutin). Di
7
sisi lain, Romney dan Steinbart (2006, p6) mendefinisikan sistem
informasi akuntansi, sebagai berikut: “An accounting information system
(AIS) is a system that collects, records, stores, and processes data to
produce information for decision makers” (sistem informasi akuntansi
adalah sistem yang mengumpulkan, mencatat, menyimpan, dan
memproses data menjadi informasi untuk pengambilan keputusan). Dua
pengertian di atas dapat disimpulkan menjadi sistem informasi akuntansi
adalah salah satu subsistem dari sistem informasi manajemen yang
berfungsi untuk mengumpulkan, mencatat, menyimpan dan mengolah
data-data dalam proses transaksi akuntansi yang rutin untuk menghasilkan
informasi akuntansi dan keuangan yang berguna bagi manajemen dalam
pengambilan keputusan.
Romney dan Steinbart (2006, p6-7) menyatakan komponen-
komponen yang ada di dalam SIA:
“There are six components of an AIS: a. The people who operate the system and perform various
functions. b. The procedures and instructions, both manual and automated,
involved in collecting, processing, and storing data about the organization’s activities.
c. The data about the organization and its business processes. d. The software used to process the organization’s data. e. The information technology infrastructure, including
computers, peripheral devices, and transmit data and information.
f. The internal controls and security measures that safeguard the data in the AIS.”
8
Adapun arti dari kutipan di atas adalah:
a. Orang, yang mengoperasikan sistem dan melakukan berbagai
fungsi.
b. Prosedur, baik yang manual maupun otomatis termasuk dalam
kegiatan pengumpulan, pemrosesan, dan penyimpanan data tentang
kegiatan organisasi.
c. Data, tentang kegiatan/proses bisnis organisasi.
d. Perangkat lunak, digunakan untuk memproses data organisasi.
e. Infrastruktur teknologi, termasuk di dalamnya komputer, dan
peralatan komunikasi jaringan.
f. Pengendalian internal dan langkah-langkah keamanan yang
menjaga data dalam SIA.
2.1.5 Tujuan dan Kegunaan Sistem Informasi Akuntansi
Tujuan sistem informasi akuntansi menurut James Hall (2008,
p44) adalah sebagai berikut:
• Mendukung operasional harian perusahaan
Sistem informasi menyediakan informasi bagi personel operasi
untuk membantu mereka melakukan tugas mereka setiap hari
dengan efisien dan efektif.
• Mendukung fungsi kepengurusan manajemen
Kepengurusan merujuk ke tanggung jawab manajemen untuk
mengatur sumber daya perusahaan secara benar. Sistem informasi
9
menyediakan informasi tentang kegunaan sumber daya ke pemakai
eksternal melalui laporan keuangan tradisional dan laporan-laporan
yang diminta lainnya. Secara eksternal, pihak manajemen menerima
informasi kepengurusan dari berbagai laporan pertanggungjawaban.
• Mendukung proses pengambilan keputusan manajemen
Sistem informasi memberikan informasi yang diperlukan para
manajer untuk melakukan tanggung jawab pengambilan keputusan.
Sedangkan kegunaan sistem informasi akuntansi sendiri, seperti
yang dipaparkan Rama dan Jones (2006, p6-7), adalah sebagai berikut:
• Mendukung perencanaan dan pengendalian
Di mana informasi yang berkenaan dengan anggaran dan biaya
standar disimpan dalam sistem informasi, kemudian laporan
dirancang untuk menbandingkan antara anggaran dengam aktual. Di
sinilah peran sistem informasi untuk aktivitas perencanaan dan
pengendalian.
• Menerapkan pengendalian internal
Pengendalian internal termasuk kebijakan perusahaan, prosedur,
dan sistem informasi yang digunakan untuk melindungi aset-aset
perusahaan dari kerugian atau kehilangan, dan untuk memelihara
keakuratan data financial. Tujuan ini dapat dicapai dengan
membangun sebuah sistem informasi akuntansi yang
terkomputerisasi.
10
• Menghasilkan laporan eksternal
Para pelaku bisnis menggunakan sistem informasi akuntansi untuk
menghasilkan laporan khusus untuk memenuhi kebutuhan informasi
pihak-pihak yang berkepentingan, seperti investor, kreditor,
pemerintah, dan lain sebagainya.
• Mendukung aktivitas rutin
Para manajer membutuhkan sistem informasi akuntansi untuk
menangani aktivitas operasi rutin selama siklus operasi perusahaan
berjalan, seperti menerima pesanan pelanggan, mengantar barang
dan jasa, menagih pelanggan, dan menerima kas.
• Mendukung pengambilan keputusan
Informasi juga dibutuhkan untuk mendukung pengambil keputusan
non-rutin pada semua tingkatan organisasi, seperti informasi
mengenai produk apa yang paling banyak terjual atau pelanggan
mana yang membeli dengan kuantitas terbanyak.
2.1.6 Subsistem Sistem Informasi Akuntansi
Dalam penerapannya, SIA dibagi menjadi beberapa subsistem.
Hal ini dikarenakan SIA merupakan sistem yang cukup kompleks
sehingga dibagi menjadi beberapa subsistem untuk memudahkan
pengimplementasiannya. Subsistem sistem informasi akuntansi
memproses berbagai transaksi keuangan dan transaksi nonkeuangan yang
secara langsung mempengaruhi pemrosesan transaksi keuangan.
11
Menurut pendapat Romney dan Steinbart (2006, p29) siklus
pemrosesan transaksi pada sistem adalah suatu rangkaian aktivitas yang
dilakukan perusahaan dalam melakukan bisnisnya, mulai dari proses
pembelian, produksi, hingga penjualan barang dan jasa. Siklus transaksi
pada perusahaan dapat dibagi ke dalam lima subsistem, yaitu:
a. Revenue cycle, yang terjadi dari transaksi penjualan dan penerimaan
kas.
b. Expenditure cycle, yang terdiri dari peristiwa pembelian dan
pengeluaran kas.
c. Human Resource/ Payroll cycle, yang terdiri dari peristiwa yang
berhubungan dengan perekrutan dan pembayaran atas tenaga kerja.
d. Production cycle, yang terdiri dari peristiwa yang berhubungan
dengan pengubahan bahan mentah menjadi produk/ jasa yang siap
dipasarkan.
e. Financing cycle, yang terdiri dari peristiwa yang berhubungan
dengan penerimaan modal dari investor dan kreditor.
2.2 Sistem Informasi Akuntansi Expenditure Cycle (Siklus Pengeluaran)
Siklus pengeluaran merupakan salah satu siklus yang penting di dalam
perusahaan karena perannya dalam penyediaan barang dan jasa yang dibutuhkan
oleh perusahaan. Seperti yang dikatakan Romney dan Steinbart (2006, p410),
“Expenditure cycle is a recurring set of business activities and related data
processing operations associated with the purchase of and payment for goods
12
and services” (siklus pengeluaran adalah seperangkat aktivitas bisnis yang
berulang dan operasi pemrosesan data terkait yang berhubungan dengan
pembelian dan pembayaran untuk barang dan jasa). Terdapat tiga aktivitas bisnis
utama dalam expenditure cycle:
1) Memesan barang, peralatan, dan jasa
2) Menerima dan menyimpan barang, peralatan, dan jasa
3) Membayar untuk barang, peralatan, dan jasa
2.2.1 Definisi Pembelian
Pembelian merupakan salah satu kegiatan dari tiga kegiatan utama
dalam siklus pengeluaran. Menurut Gelinas dan Dull (2008, p420), proses
pembelian adalah struktur interaksi antara orang-orang, peralatan,
metode-metode, dan pengendalian yang didesain untuk mencapai fungsi-
fungsi utama sebagai berikut:
• Menangani rutinitas pekerjaan yang berulang-ulang dari
departemen pembelian dan departemen penerimaan.
• Mendukung kebutuhan pengambilan keputusan dari orang-orang
yang mengatur departemen pembelian dan departemen
penerimaan.
• Membantu dalam penyiapan laporan internal dan laporan
eksternal.
Assauri (2008, h224) menyatakan bahwa pembelian adalah
merupakan fungsi staf, yaitu staf pembelian yang kedudukannya setingkat
13
dengan jabatan-jabatan senior lainnya seperti controller dan manajer
penjualan, karena mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap
keuangan dan kelancaran operasi perusahaan.
2.2.2 Definisi Hutang Usaha
Hutang usaha merupakan salah satu cara pembayaran yang dapat
dilakukan oleh perusahaan. Bodnar dan Hopwood (2004, p334)
menyatakan bahwa utang usaha adalah tanggung jawab untuk memenuhi
pembayaran kepada vendor. Sedangkan Brigham dan Houston (2006,
h207) hutang usaha adalah hutang yang muncul akibat penjualan kredit
dan dicatat sebagai piutang oleh pihak penjual dan hutang oleh pihak
pembeli. Berdasarkan kedua pernyataan tersebut, dapat disimpulkan
bahwa hutang usaha adalah tanggung jawab yang dimiliki oleh
perusahaan untuk barang, peralatan, atau jasa yang dibeli pada saldo
normal.
2.2.3 Definisi Pengeluaran Kas
Pengeluaran kas adalah sebuah proses mengeluarkan atau
memberikan kas kepada pihak eksternal maupun internal perusahaan,
yang mengurangi saldo kas perusahaan. Menurut Standar Akuntansi
Keuangan (2007), “kas adalah alat pembayaran yang siap dan bebas
dipergunakan secara bebas untuk membiayai kegiatan perusahaan.”
(PSAK No. 2). Jadi, pengeluaran kas disini digunakan sebagai
14
pembayaran kewajiban yang dimiliki perusahaan karena melakukan
kegiatan perusahaan secara umum. Bentuk dari pengeluaran kas atau uang
dapat dibagi atas pengeluaran dalam bentuk tunai dan pengeluaran dalam
bentuk cek/giro.
2.2.4 Dokumen-dokumen yang Digunakan Dalam Siklus Pengeluaran
Menurut Wilkinson, et al. (2000, p472), dokumen yang digunakan
dalam sistem informasi akuntansi pembelian adalah :
- Purchase requisition
Merupakan dokumen pertama dalam siklus pembelian yang
mengotorisasi pemesanan barang atau jasa.
- Purchase order
Merupakan dokumen yang berbentuk formal dan berangkap yang
dipersiapkan setelah adanya purchase requisition yang mengikat
bagi perusahaan pembeli.
- Receiving report
Merupakan dokumen yang mencatat penerimaan barang.
- Supplier’s ( vendor’s) invoice
Merupakan dokumen penagihan dari supplier yang menyediakan
barang dan jasa bagi perusahaan.
- Disbursement voucher
Merupakan dokumen dalam sistem voucher yang mengakumulasi
invoice dari supplier untuk keperluan pembayaran.
15
- Disbursement check
Merupakan dokumen yang menyediakan pembayaran kepada
supplier atas barang atau jasa.
- Debit memorandum
Merupakan dokumen yang mengotorisasi retur pembelian.
- New supplier ( vendor ) form
Merupakan dokumen yang digunakan dalam pemilihan supplier
baru, yang menunjukkan data seperti harga, tipe barang, atau jasa
yang disediakan, pengalaman, status kredit, dan referensi pihak lain.
- Request for proposal ( atau quotation )
Merupakan dokumen yang digunakan dalam prosedur penawaran di
antara para supplier yang bersaing, yang menunjukkan barang atau
jasa yang dibutuhkan dan perbandingan harga, syarat dan
sebagainya.
2.2.5 Proses Bisnis Pembelian
Jones dan Rama (2006, p356) memaparkan bahwa proses
pembelian setiap jenis perusahaan hampir sama dan biasanya meliputi
beberapa atau seluruh kegiatan berikut ini:
1) Konsultasi dengan supplier
16
Sebelum melakukan pembelian, sebuah perusahaan dapat
menghubungi beberapa supplier untuk mendapatkan pemahaman
mengenai ketersediaan kuantitas dan harga dari barang dan jasa.
2) Memproses permintaan barang
Dokumen permintaan barang atau jasa pertama-tama disiapkan oleh
karyawan dan disetujui oleh supervisor. Permintaan ini kemudian
digunakan oleh departemen pembelian untuk memesan barang.
3) Mengadakan perjanjian dengan supplier untuk pembelian barang
atau jasa di masa yang akan datang
Perjanjian dengan supplier meliputi pesanan-pesanan pembelian
(pesanan yang sebenarnya dikirim ke supplier) dan kontrak dengan
supplier.
4) Penerimaan barang atau jasa dari supplier
Perusahaan harus memastikan bahwa barang yang diterima adalah
sesuai dengan barang dipesan dan berada dalam kondisi yang baik.
Pada perusahaan-perusahaan besar, terdapat unit penerimaan yang
terpisah yang akan bertanggung jawab dalam menerima barang.
Departemen penerimaan barang akan menerima barang dan
menyampaikan ke departemen permintaan barang.
5) Pengakuan kewajiban atas barang dan jasa yang diterima
Setelah barang-barang diterima, supplier akan mengirim invoice.
Jika tagihan tersebut akurat, departemen utang akan mencatat
invoice tersebut.
17
6) Pemilihan invoice yang akan dibayar
Banyak perusahaan memilih invoice untuk pembayaran berdasarkan
jadwal dan seringkali secara mingguan.
7) Penulisan cek
Setelah memilih invoice yang akan dibayar, lalu dilakukan
penulisan, penandatanganan, dan pengiriman cek kepada supplier.
2.3 Sistem Informasi Akuntansi Persediaan
2.3.1 Definisi Persediaan
Persediaan dalam suatu perusahaan adalah faktor pendukung
penting dalam menjalankan operasi perusahaan. Standar Akuntansi
Keuangan (2004, SAK No. 14.1) menyatakan persediaan adalah “aktiva
tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal; dalam proses produksi
dan atau dalam perjalanan; atau dalam bentuk bahan atau perlengkapan
(supplies) untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa.
…Persediaan meliputi barang yang dibeli dan disimpan untuk dijual
kembali. … Persediaan juga mencakupi barang jadi yang telah
diproduksi, atau barang dalam penyelesaian yang sedang diproduksi
perusahaan, dan termasuk bahan serta perlengkapan yang digunakan
dalam proses produksi.”
Menurut Horngren, et al. (2002, p167), persediaan mencakup
semua barang yang dimiliki oleh perusahaan dan yang diharapkan untuk
terjual dalam operasi normal perusahaan
18
2.3.2 Manfaat Persediaan
Mengacu kepada pendapat Ma’arif (2003, h227), persediaan yang
dilakukan oleh perusahaan memiliki beberapa kegunaan, antara lain:
1. Menghilangkan risiko keterlambatan datangnya barang.
Jika barang yang dipesan terlambat datang, sedangkan proses
produksi berjalan terus, maka persediaan akan dikeluarkan dan
dipakai untuk keperluan produksi. Hal ini akan terus berlangsung
sampai barang yang dipesan datang. Untuk pemasok yang nakal,
dalam arti tidak menepati waktu pengiriman pesanan barang, maka
dapat digunakan taktik “memperpanjang masa perkiraan datangnya
barang” sehingga persediaan yang dilakukan lebih besar daripada
yang dilakukan terhadap pemasok yang baik.
2. Menghilangkan risiko dari material yang dipesan tidak baik.
Jika barang yang dipesan cacat, rusak, atau ditolak (reject), maka
persediaan dapat digunakan sambil menunggu barang yang baik
dikirimkan. Barang yang dipesan hendaknya mencapai kualitas
yang diinginkan. Jika tidak sesuai dengan kualitas yang disepakati,
maka perusahaan dapat me-reject barang dengan alasan tidak sesuai
dengan spesifikasi yang ada dalam kontrak.
3. Untuk menumpuk barang-barang yang dihasilkan secara musiman.
19
Ini berlaku bagi produk-produk pertanian. Karena sifatnya
musiman, maka ketika musim panen, persediaan dilakukan dalam
jumlah besar. Sedangkan jika tidak musim, maka persediaan yang
besar tadi dikeluarkan.
4. Mempertahankan stabilitas operasi perusahaan.
Pada akhirnya, persediaan memiliki kegunaan untuk
mempertahankan agar produksi terus berjalan. Jika produksi
berhenti, maka stabilitas operasi perusahaan akan terganggu.
5. Mencapai penggunaan mesin yang optimal.
Persediaan pun diperlukan untuk mencapai penggunaan mesin agar
optimal. karena jika tidak ada barang, maka mesin akan idle. Dalam
kondisi tidak ada barang yang masuk, maka persediaan menjadi
wajib hukumnya untuk dikeluarkan.
6. Memberikan jaminan tetap tersedianya barang jadi.
Jaminan ini menjadi penting, disebabkan karena image konsumen
terhadap perusahaan. Jika tidak ada jaminan barag jadi selalu
tersedia, maka konsumen tidak akan pernah loyal dengan barang
kita tersebut.
2.3.3 Jenis-jenis Persediaan
Handoko (2001, h334) memaparkan bahwa sistem persediaan
adalah serangkaian kebijaksanaan dan pengendalian yang memonitor
20
tingkat persediaan yang bertujuan untuk meminimumkan biaya total.
Menurut jenisnya dapat dibedakan menjadi:
1. Persediaan bahan mentah, yaitu persediaan barang berwujud yang
digunakan dalam proses produksi.
2. Persediaan komponen-komponen rakitan, yaitu persediaan barang-
barang yang terdiri dari komponen-komponen yang diperoleh dari
perusahaan lain, di mana secara langsung dapat dirakit menjadi
suatu produk.
3. Persediaan bahan baku, yaitu persediaan barang-barang yang
diperlukan dalam proses produksi, tetapi tidak merupakan bagian
barang jadi.
4. Persediaan barang dalam proses, yaitu persediaan barang yang
merupakan keluaran dari tiap-tiap bagian dalam proses produksi
atau yang diolah menjadi suatu bentuk.
5. Persediaan barang jadi, yaitu persediaan barang-barang yang telah
selesai diproses atau diolah.
Menurut Assuari (2008, h170-172), persediaan dapat dibedakan
atau dikelompokkan:
a. Dilihat dari fungsinya, persedian dapat dibedakan atas:
1. Batch Stock atau Lot Size Innventory
Yaitu persediaan yang diadakan karena kita membeli atau
membuat bahan-bahan atau barang-barang dalam jumlah yang
lebih besar daripada jumlah yang dibutuhkan saat itu.
21
2. Fluctuation Stock
Adalah persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi
permintaan konsumen yang tidak dapat diramalkan. Dalam
hal ini, perusahaan mengadakan persediaan untuk dapat
memenuhi permintaan konsumen, apabila tingkat permintaan
tidak dapat diramalkan terlebih dahulu.
3. Anticipation Stock
Yaitu persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi
permintaan yang dapat diramalkan, berdasarkan pola
musiman yang terdapat dalam satu tahun dan untuk
menghadapi penggunaan atau penjualan yang meningkat. Di
samping itu, anticipation stock juga dimaksudkan untuk
menjaga kemungkinan sukarnya diperoleh bahan-bahan
sehingga tidak menggangu jalannya produk atau untuk
menghindari kemacetan produksi.
b. Menurut jenis dan posisi barang tersebut di dalam urutan
pengerjaan produk yaitu :
1. Persediaan bahan baku (Raw Materials Stock)
Yaitu persediaan dari barang-barang berwujud yang
digunakan dalam proses produksi, di mana dapat diperoleh
dari sumber-sumber alam maupun dibeli dari supplier atau
22
perusahaan yang menghasilkan bahan baku bagi perusahaan
pabrik yang menggunakannya.
2. Persediaan bagian produk atau parts yang dibeli (Purchased
Parts/Komponen Stok)
Yaitu persedian barang-barang yang terdiri dari parts yang
diterima dari perusahaan lain, yang dapat secara langsung di-
assembling dengan parts lain tanpa melalui proses produksi
sebelumnya. Jadi bentuk barang yang merupakan parts ini
tidak mengalami perubahan dalam operasi.
3. Persediaan bahan-bahan pembantu atau barang-barang
perlengkapan (Supplies Stock)
Yaitu persediaan barang-barang atau bahan-bahan yang
diperlukan dalam proses produksi untuk membantu
berhasilnya produksi atau digunakannya dalam kerja suatu
perusahaan, tetapi tidak merupakan bagian atau komponen
dari barang jadi.
4. Persediaan barang setengah jadi atau barang dalam proses
(Work in Process/Progress Stock)
Yaitu persediaan barang–barang yang keluar dari tiap-tiap
bagian dalam satu pabrik atau bahan-bahan yang telah diolah
menjadi suatu bentuk, tetapi masih perlu diproses kembali
untuk menjadi barang jadi.
23
5. Persediaan barang jadi (Finished Goods)
Yaitu persediaan barang jadi yang telah selesai diproses atau
diolah dalam pabrik dan siap dijual kepada pelanggan atau
perusahaan lain.
2.3.4 Dokumen-dokumen Persediaan
Assauri (2008, h283) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan
pencatatan dalam pengawasan persediaan adalah semua pencatatan atau
pembukuan mengenai penerimaan, persediaan di gudang, dan
pengeluaran bahan baku dan bahan-bahan lainnya, serta hasil produksi
dalam suatu perusahaan. Pencatatan-pencatatan tersebut diperlukan untuk
menjamin bahan-bahan atau barang-barang yang terdapat dalam
persediaan dipergunakan secara efisien dan perusahaan dapat mengikuti
perkembangan persediaannya dengan baik.
Menurut Assauri (2008, h284), pada dasarnya terdapat lima buah
catatan yang paling penting dalam sistem persediaan:
1. Permintaan untuk Dibeli (Purchase Requisition)
Dokumen ini merupakan permintaan dari sebagian persediaan
kepada bagian pembelian untuk membeli bahan-bahan atau barang-
barang yang sesuai dengan jenis dan jumlah tertentu, seperti yang
dinyatakan dalam surat permintaan itu. Permintaan itu diadakan
24
untuk menjamin adanya persediaan yang cukup dari bahan-bahan
atau barang-barang tersebut atau mengisi kembali persediaan bila
persediaan bahan-bahan tertentu yang ada akan mendekati titik
yang terendah atau minimum yang telah ditentukan lebih dahulu.
Biasanya daftar atau form ini dibuat rangkap tiga oleh bagian
persediaan. Rangkap aslinya dikirm kepada bagian pembelian untuk
memungkinkan bagian ini memperoleh wewenang untuk membeli
bahan-bahan tersebut, rangkap dua digunakan oleh bagian
pembelian untuk menggambarkan pesanan dan menyelesaikannya,
and rangkap ketiga dipegang oleh bagian pemesanan (order)
sebagai catatan untuk menggambarkan permintaannya akan bahan-
bahan ini.
2. Laporan Penerimaan (Receiving Report)
Dokumen ini penting karena satu copy atau rangkap dari laporan ini
akan memberikan informasi bahwa penjaga gudang telah menerima
bahan-bahan yang dipesan ini di pabrik. Apabila bahan-bahan perlu
digunakan segera, maka bahan-bahan itu dapat dengan segera
diinspeksi, walaupun ada ketentuan-ketentuan yang harus diikuti.
Pada waktu penerimaan bahan-bahan di gudang, copy atau rangkap
laporan penerimaan yang menyertai bahan-bahan itu terinci dan
akan memberikan rincian bahan-bahan tersebut dan jika telah
disetujui oleh petugas yang melakukan inspeksi, maka berarti
bahan-bahan tersebut telah sesuai dengan standar dan spesifikasi
25
yang diperlukan. Dengan demikian, maka petugas atau penjaga
gudang dapat mengisi kembali bahan-bahan tersebut untuk
menggantikan bahan-bahan yang sama yang telah dikeluarkan dari
persediaan.
3. Daftar Persediaan (Balances of Stores Forms)
Dokumen ini merupakan catatan yang paling penting dalam
pengawasan persediaan. Dokumen atau daftar ini merupakan dasar
atau titik pangkal dari pelaksanaan sistem pengawasan persediaan
dan memberikan informasi, baik bagi pabrik maupun bagi bagian
accounting. Daftar ini sering kali dipergunakan dengan nama yang
berbeda, seperti: perpetual inventory card, stock record card,
storage ledger sheet, balance of stores form, stores balance sheet,
dan material ledger sheet. Dengan balance of stores card ini
manajemen mungkin dapat mencapai tujuan untuk mempunyai
bahan-bahan yang tepat dan tempat yang tepat, serta investasi yang
minimum. Daftar ini juga membantu pimpinan produksi untuk
menentukan delivery schedule yang dibutuhkan.
Informasi atau bahan-bahan keterangan yang terdapat dalam
balance of stores card berbeda-beda tergantung dari perusahaan
pabrik yang menggunakannya. Akan tetapi data-data minimum
yang biasanya terdapat dalam daftar ini adalah:
a. Gambaran atau deskripsi lengkap dari bahan-bahan tersebut.
26
b. Jumlah dari bahan-bahan yang tersedia di gudang, yang
dipesan, dan yang dialokasikan untuk produksi.
c. Jumlah bahan-bahan yang akan atau harus dibeli bila
waktunya telah tiba untuk mengadakan pemesanan baru.
d. Harga bahan-bahan itu perunit.
e. Jumlah yang dipakai selama suatu periode atau jangka waktu
tertentu.
f. Nilai dari persediaan yang ada.
4. Daftar Permintaan Bahan (Material Requisition Form)
Formulir yang dibuat oleh petugas gudang untuk dipergunakan oleh
bagian pembelian dalam mengadakan pesanan. Daftar ini juga
penting dalam pengawasan persediaan karena dapat menunjukkan
bahan-bahan yang perlu segera dibeli untuk pengisian kembali
persediaan gudang.
5. Perkiraan Pengawasan (Control Accounting)
Material control accounting umumnya untuk menjaga supaya
perkiraan (general ledger) yang dibuat oleh bagian akuntansi tetap
merupakan alat yang penting dalam sistem pengawasan yang
efektif. Semua pembelian akan didebet dan semua pemakaian akan
dikredit dalam perkiraan ini sehingga saldonya harus sama dengan
saldo yang terdapat pada perpetual inventory cards. Tidak
sesuainya saldo antara keduanya mengharuskan diadakannya
penyelidikan selanjutnya. Di sini letak pengawasan (control) yang
27
penting dari material control account karena merupakan “system of
check and balance”. Perbedaan-perbedaan yang terdapat di antara
general ledger control account balance dan perkiraan dari balances
on the perpetual inventory card diteliti atau diperiksa. Pemeriksaan
itu harus menemukan sebab-sebab perbedaan atau ketidaksesuaian
ini. Dalam hal ini, sistem pengecekan dan neraca (balance)
dibutuhkan oleh suatu sistem pengawasan persediaan yang efektif.
2.4 Sistem Pengendalian Internal
2.4.1 Definisi Sistem Pengendalian Internal
Menurut Horngren (2002, p365), pengendalian internal pada
persediaan penting karena persediaan merupakan aktiva yang penting
bagi perusahaan.
Elemen-elemen pengendalian persediaan yang penting meliputi:
a. Perhitungan pengendalian secara fisik, sedikitnya sekali setiap
tahun
b. Penyimpanan persediaan untuk melindungi terhadap pencurian,
kerusakan, dan kekurangan ataupun keusangan
c. Pemberian akses hanya kepada personil yang tidak memiliki akses
terhadap catatan-catatan akuntansi
d. Tidak mencadangkan (stockpiling) terlalu banyak persediaan, ini
menghindari kemacatan uang dalam item yang tidak diperlukan.
28
Jones dan Rama (2006, p103) mendefinisikan pengendalian
internal sebagai sebuah proses, yang dipengaruhi oleh dewan direksi,
manajemen, dan personal lainnya, yang dirancang untuk menjamin
pencapaian tujuan sebagai berikut : efektivitas dan efisiensi dari kegiatan
operasional, pelaporan keuangan yang dapat diandalkan, dan kepatuhan
terhadap hukum dan peraturan.
2.4.2 Tujuan Pengendalian Internal
Romney dan Steinbart (2006, p96) berpendapat bahwa tujuan
pengendalian internal adalah sebagai berikut:
1. Menjaga asset, termasuk mencegah atau mendeteksi perolehan,
penggunaan, atau pembuangan material yang tidak terotorisasi dari
asset perubahan.
2. Memelihara catatan dalam detail yang cukup untuk secara akurat
dan sesuai menggambarkan asset perusahaan.
3. Menyediakan informasi yang akurat dan dapat dipercaya.
4. Menyediakan kepastian yang masuk akal bahwa pelaporan
keuangan dipersiapkan sesuai dengan GAAP (generally Accepted
Accounting Principles).
5. Mempromosikan dan meningkatkan efisiensi operasional, termasuk
memastikan penerimaan dan pengeluaran perusahaan dibuat sesuai
dengan otorisasi manajer dan direktur.
29
6. Menggalakkan keterikatan pada kebijakan manajerial yang telah
dirumuskan.
7. Menyesuaikan dengan hukum dan peraturan yang ditetapkan.
2.4.3 Komponen Sistem Pengendalian Internal
Seperti yang dipaparkan Jones dan Rama (2006, p105),
berdasarkan Committee of Sponsoring Organization (COSO), terdapat
lima komponen dari pengendalian internal yang memiliki dampak dalam
kemampuan untuk mencapai sasaran pengendalian internal :
1. Control environment, merujuk kepada banyak faktor yang mengatur
irama dari sebuah organisasi dan mempengaruhi kesadaran
pengendalian dari para karyawannya. Faktor-faktor ini meliputi
integritas, kode etik, dan filosofi manajemen serta gaya operasi.
Selain itu, termasuk juga cara manajemen melaksanakan otoritas dan
tanggung jawabnya, mengatur dan mengembangkan sumber daya
manusia, serta perhatian dan arahan dari dewan direksi.
2. Risk assessment adalah identifikasi dan analisis resiko yang
bertentangan dengan pencapaian tujuan dari pengendalian internal.
3. Control activities adalah kebijakan dan prosedur yang dikembangkan
oleh organisasi untuk menghindari resiko. Control activities terdiri
atas :
30
a. Performance reviews, adalah aktivitas yang melibatkan analisis
dari kinerja, misalnya dengan membandingkan hasil actual
dengan anggaran, standards forecast, dan prior-period data.
b. Segregation of duties melibatkan pemberian tanggung jawab
untuk mengotorisasi, mengeksekusi, mencatat transaksi dan
memelihara assets pada karyawan yang berbeda.
c. Application controls, diterapkan kepada individual yang
menggunakan aplikasi Sistem Informasi Akuntansi (contoh
mencatat pesanan dan hutang).
d. General controls adalah sekumpulan pengendalian yang
berhubungan dengan banyak aplikasi. Contohnya pengendalian
yang membatasi akses pada komputer perusahaan, software dan
data merupakan general controls. General controls juga
meliputi pengendalian melalui proses pengembangan dan
pemeliharaan aplikasi perangkat lunak.
4. Information and communication : Sistem informasi sebuah
perusahaan adalah sekumpulan prosedur (otomatisasi dan manual)
dan mencatat perkembangan untuk memulai, mencatat, mengolah,
dan melaporkan setiap kejadian dalam proses entitas.
5. Monitoring : Manajemen sebaiknya mengawasi pengendalian internal
untuk memastikan bahwa pengendalian organisasi sudah berfungsi
sesuai yang dikehendaki.
31
2.5 Metode Analisis Data dan Desain Berorientasi Objek
2.5.1 Pengertian Analisis dan Perancangan Sistem Berbasis Objek
Menurut Mathiassen et al. (2000, p12), analisis dan perancangan
berorientasi objek merupakan kumpulan dari petunjuk-petunjuk umum
untuk menyelesaikan analisis dan perancangan.
Mathiassen et al. (2000, p14) menyatakan analisis dan
perancangan berorientasi objek meliputi empat perspektif melalui empat
aktivitas utama yaitu analisis problem domain, analisis application
domain, architectural design, dan component design.
Gambar 2.1 Aktivitas Utama dan Hasil-hasil dari Analisis dan Perancangan Berorientasi Objek
(Sumber: Mathiassen et al. (2000, p15))
2.5.2 Pengertian Objek
Mathiassen et al. (2000, p4-5) mendefinisikan objek sebagai suatu
entitas yang memiliki identity, state, dan behavior. Objek merupakan
32
dasar dalam Object Oriented Analysis and Design (OOA&D). Setiap
objek digambarkan secara terkelompok (kumpulan) karena ada beberapa
objek yang memiliki sifat atau fungsi yang sama yang dikenal dengan
istilah class. Sedangkan class adalah suatu deskripsi atas kumpulan objek
yang saling menggunakan struktur, pola tingkah laku, dan atribut secara
bersama-sama.
2.5.3 System Definition
Seperti yang dijelaskan oleh Mathiassen et al. (2000, p24), system
definition adalah deksripsi singkat dari sebuah sistem yang
terkomputerisasi yang digambarkan dalam bahasa yang wajar. System
definition menggambarkan konteks dari sistem, informasi yang harus
terkandung dalam sistem, fungsi-fungsi yang harus tersedia dalam sistem,
lingkungan di mana sistem akan digunakan, dan kondisi pengembangan
yang digunakan.
Dalam pembuatan system definition, maka perlu diperhatikan
FACTOR criterion. Masing-masing huruf dari kata “FACTOR” tersebut
mengacu pada elemen kunci dari dari system definition. Menurut
Mathiassen et al. (2000, p40), FACTOR criterion terdiri atas enam
elemen :
a. Functionality: fungsi-fungsi sistem yang mendukung tugas-tugas dari
application domain.
33
b. Application domain: bagian-bagian dari organisasi yang mengatur,
mengawasi, atau mengendalikan sebuah problem domain.
c. Conditions: kondisi-kondisi di mana sistem akan dikembangkan dan
digunakan.
d. Technology: teknologi yang digunakan untuk mengembangkan
sistem dan teknologi di mana sistem akan dijalankan.
e. Objects: objek-objek utama di dalam problem domain.
f. Responsibility: tanggung jawab sistem secara keseluruhan dalam
kaitannya dengan konteks.
2.5.4 Rich Picture
Mathiassen (2000, p26) mendefinisikan rich picture sebagai
berikut :
”Rich picture is an informal drawing that presents the illustraor’s
understanding of a situation” (rich picture adalah sebuah gambaran
informal yang digunakan oleh pengembang sistem untuk menyatakan
pemahaman mereka terhadap situasi dari sistem yang sedang
berlangsung). Rich picture akan memberikan deskripsi yang luas atas
situasi tersebut yang memungkinkan beberapa interpretasi alternatif.
2.5.5 Analisis Problem Domain
34
Menurut Mathiassen et al. (2000, p6), problem domain adalah
analisa terhadap sistem bisnis dalam dunia nyata yang dapat diatur,
dimonitor, atau dikendalikan oleh sistem.
Menurut Mathiassen et al. (2000, p45-47), analisis problem
domain memiliki fokus pada informasi yang akan terlibat dalam sistem.
Hal ini penting karena model dari problem domain inilah yang
menyediakan sebuah bahasa untuk menggambarkan kebutuhan-kebutuhan
pada sistem.
Gambar 2.2 Aktivitas dalam Pembuatan Model Problem Domain (Sumber : Mathiassen et al. (2000, p46))
Analisis problem domain dibagi ke dalam tiga aktivitas. Pertama,
memilih objek-objek, class-class, dan event-event yang akan menjadi
elemen dari model problem domain. Kemudian, membangun model
35
dengan fokus kepada hubungan-hubungan struktural di antara class-class
dan objek-objek yang telah dipilih. Terakhir, fokus pada property
dinamik dari objek.
2.5.5.1 Class
Menurut Mathiassen et al. (2000, p53), class adalah
deskripsi dari sebuah kumpulan objek-objek yang berbagi
struktur, behavioral pattern, dan atribut. Class akan digunakan
untuk mengidentifikasi semua objek dan event yang akan
menjadi bagian dari model problem domain yang relevan.
Menurut Mathiassen et al. (2000, p51), event adalah suatu
kejadian seketika yang melibatkan satu atau lebih objek.
Untuk memilih class dan event untuk model problem
domain, maka harus diidentifikasi terlebih dahulu kandidat-
kandidat class dan event yang secara potensial relevan dengan
model problem domain. Kemudian, kandidat-kandidat tersebut
dievaluasi secara sistematis dan dipilih beberapa kandidat yang
paling relevan untuk menjadi class dan event dari model problem
domain.
36
Hasil dari aktivitas classes adalah sebuah event table
yang berisi classes yang telah dipilih dan events yang
berhubungan dengan class tersebut.
Tabel 2.1 Contoh Event Table
Events Classes
Customer Assistant Apprentice Appoint- ment
Plan
Reserved Cancelled Treated
Employed Resigned
Graduated Agreed
(Sumber : Mathiassen, et al.(2000, p50))
2.5.5.2 Structure
Menurut Mathiassen et al. (2000, p69), aktivitas
pembuatan structure menitikberatkan pada hubungan antara
class-class dan objek-objek. Tujuan dari aktivitas pembuatan
structure ini adalah untuk menggambarkan hubungan struktural
antara class-class dan objek-objek dalam problem domain. Hasil
dari aktivitas pembuatan structure ini adalah sebuah class
37
diagram. Class diagram menyediakan suatu gambaran yang
koheren atas problem domain dengan menggambarkan semua
hubungan struktural di antara class-class dan objek-objek di
dalam model.
Menurut Mathiassen et al. (2000, p72-77), terdapat empat
jenis structure yang dapat digunakan dalam pembuatan model
problem domain, yaitu :
a. Generalisasi
Generalisasi mengumpulkan property-property dan behavior
pattern yang umum dari class-class yang berbeda ke dalam
class-class yang lebih umum. Generalisasi adalah hubungan
di mana sebuah class umum mengambarkan property-
property umum dari sekumpulan class-class khusus. Contoh
dari generalisasi dapat dilihat pada gambar 2.3.
Gambar 2.3 Contoh Generalisasi
(Sumber: Mathiassen et al. (2000, p73))
b. Cluster
38
Cluster adalah sebuah kumpulan dari class-class yang saling
berhubungan. Notasi grafik untuk menggabarkan cluster
adalah gambar file folder yang di dalamnya terdiri atas -
class-class. Class-class yang berada dalam cluster biasanya
terhubung melalui structure generalisasi dan agregasi.
Contoh dari cluster dapat dilihat pada gambar 2.4.
Gambar 2.4 Contoh Cluster (Sumber: Mathiassen et al. (2000, p75))
c. Agregasi
Agregasi merupakan hubungan antara dua atau lebih objek
di mana objek yang superior (keseluruhan) terdiri atas
beberapa objek yang inferior (bagian). Agregasi
digambarkan sebagai sebuah garis di antara class-class yang
bersifat superior dan inferior, di mana pada salah satu ujung
garis diberi tanda belah ketupat untuk menandakan bahwa
39
class yang berada pada ujung garis tersebut merupakan class
yang superior. Dalam bentuk kalimat, agregasi
diekspresikan dengan hubungan “memiliki sebuah”, “bagian
dari”, atau “dimiliki oleh”. Contoh dari agregasi dapat
dilihat pada gambar 2.5.
Gambar 2.5 Contoh Agregasi 1
(Sumber: Mathiassen et al. (2000, p76))
d. Asosiasi
Asosiasi adalah sebuah hubungan yang memilik arti di
antara beberapa objek. Agregasi digambarkan sebagai
sebuah garis sederhana di antara class-class yang relevan.
Contoh dari asosiasi dapat dilihat pada gambar 2.6.
Gambar 2.6 Contoh Agregasi 2 (Sumber: Mathiassen et al. (2000, p76))
Car Person 0..* 1..*
40
2.5.5.3 Behavior
Menurut Mathiassen et al. (2000, p90), behavior hanya
dianggap sebagai kumpulan event-event yang tidak berurutan
yang melibatkan sebuah objek di dalam aktivitas pembuatan
class. Dalam aktivitas penentuan behavior, behavior
digambarkan secara lebih tepat dengan menambahkan unsur
waktu pada event-event tersebut. Sebuah behavior milik objek
didefinisikan dengan sebuah event trace. Event trace adalah
sebuah urutan dari event-event yang melibatkan sebuah objek
yang spesifik. Sebuah deksripsi mengenai beberapa event trace
yang mungkin untuk semua objek di dalam sebuah class disebut
behavioral pattern. Behavioral pattern akan digambarkan dalam
statechart diagram.
Gambar 2.7 Contoh Statechart Diagram untuk Class Customer (Sumber: Mathiassen et al. (2000, p90))
Menurut Mathiassen et al. (2000, p93), behavioral
pattern memiliki struktur kontrol sebagai berikut :
41
• Sequence adalah events yang terjadi satu per satu.
Notasinya: “+”.
• Selection adalah sebuah event yang terjadi dari suatu set
events. Notasinya: “|”.
• Iteration adalah sebuah event yang terjadi sebanyak nol
atau berulang kali. Notasinya : “*”.
2.5.6 Analisis Application Domain
Menurut Mathiassen et al. (2000, p115-117), application domain
adalah sebuah organisasi yang mengatur, mengawasi, atau mengendalikan
problem domain. Hasil dari analisis appication domain adalah sebuah
daftar lengkap mengenai kebutuhan usage dari sistem secara keseluruhan.
Application domain terdiri dari tiga bagian utama, yaitu usage, function,
dan interface.
42
Gambar 2.8 Analysis Application Domain (Sumber: Mathiassen et al. (2000, p90))
2.5.6.1 Usage
Menurut Mathiassen et al. (2000, p117-118), usage
adalah bagian dari application domain yang berinteraksi dengan
orang dan sistem-sistem lain di dalam konteks. Mathiassen et al.
(2000, p119) menjelaskan bahwa sebuah sistem harus sesuai
dengan application domain. Hal ini dapat dapat ditentukan
dengan merancang use case dan actor. Actor adalah sebuah
abstraksi dari pengguna atau sistem lain yang berinteraksi
dengan sistem target, sedangkan use case adalah sebuah pola
untuk interaksi antara sistem dan actor-actor dalam application
domain. Hubungan antara actor-actor dan use case-use case
dapat digambarkan dengan use case diagram. Contoh dari use
case diagram dapat dilihat pada gambar 2.9.
43
Gambar 2.9 Contoh Use Case Diagram (Sumber: Mathiassen et al. (2000, p129))
2.5.6.2 Sequence
Menurut Bennet et al. (2006, p232-233), sebuah sequence
diagram menunjukkan interaksi antar objek-objek yang disusun
dalam urutan waktu. Sequence diagram dapat digambarkan pada
tingkatan rincian yang berbeda dan untuk mencapai tujuan-
tujuan yang berbeda pada beberapa tahap dalam siklus
pengembangan. Dimensi vertikal memperlihatkan waktu dan
semua object, dimana setiap object tersebut ditunjukkan dengan
lifeline. Sedangkan dimensi horizontal menunjukkan interaksi
antar object.
2.5.6.3 Functions
Menurut Mathiassen et al. (2000, p138), function adalah
sebuah fasilitas untuk membuat sebuah model menjadi berguna
bagi para actor. Terdapat empat tipe function, yaitu :
a. Update function adalah function yang diaktifkan oleh sebuah
event dari problem domain dan menghasilkan sebuah
perubahan di dalam state dari model.
44
b. Signal function adalah function yang diaktifkan melalui
perubahan state dari model dan mengakibatkan reaksi di
dalam konteks.
c. Read function adalah function yang diaktifkan melalui
kebutuhan informasi di dalam pekerjaan actor dan berakhir
pada sistem menambilkan bagian-bagian model yang
relevan.
d. Compute function adalah function yang diaktifkan melalui
kebutuhan informasi dalam pekerjaan actor dan terdiri atas
perhitungan yang melibatkan informasi yang disediakan
oleh actor atau model dan hasilnya adalah tampilan dari
hasil perhitungan tersebut.
Menurut Mathiassen et al. (2000, p144), hasil dari
aktivitas analisis function adalah sebuah daftar dari kebutuhan
function dari sistem atau lebih dikenal dengan function list.
2.5.6.4 Interface
Menurut Mathiassen et al. (2000, p151-152), interface
adalah fasilitas-fasilitas yang membuat sebuah model sistem dan
function-function tersedia bagi actor. Terdapat dua tipe interface,
yaitu :
45
a. User interface, yaitu sebuah interface untuk para pengguna.
Terdapat empat jenis pola dialog yang penting dalam
menentukan interface pengguna, yang terdiri dari:
• Pola menu-selection, yang terdiri dari daftar pilihan
yang mungkin dalam interface pengguna.
• Pola fill-in, merupakan pola klasik untuk entry data.
• Pola command-language, di mana user memasukkan
dan memulai format perintah sendiri.
• Pola direct manipulation, di mana user dapat memilih
objek dan melaksanakan function atas objek dan melihat
hasil dari interaksi mereka tersebut dengan segera.
b. System interface, yaitu sebuah interface untuk sistem-sistem
lain. Sistem lain tersebut dapat berupa external device
(misalnya sensor, switch, dll) dan sistem komputer yang
kompleks sehingga dibutuhkan suatu protokol komunikasi.
System interface dispesifikasikan sebagai class diagram dari
external device dan sebagai protokol dalam berinteraksi
dengan sistem lain.
2.5.7 Architectural Design
Menurut Mathiassen et al (2000, p.173), architectural design
mempunyai tujuan untuk membuat struktur sistem yang terkomputerisasi.
Hasil dari architectural design adalah struktur untuk proses dan
46
component dari sistem yang dibangun. Gambar 2.10 menggambarkan
aktivitas-aktivitas yang dilakukan dalam architectural design.
Gambar 2.10 Aktivitas-aktivitas dalam Architectural Design (Sumber: Mathiassen et al. (2000, p176))
2.5.7.1 Criteria
Menurut Mathiassen et al (2000, p.178), criteria adalah
penentuan property yang dinginkan dari suatu arsitektur,
sedangkan conditions adalah peluang dan keterbatasan dari
manusia, organisasi, dan teknis yang terlibat dalam menjalankan
tugas. Criteria yang perlu dipertimbangkan dalam membangun
software yang berkualitas dapat dilihat pada tabel 2.2.
Tabel 2.2. Kriteria Umum bagi Kualitas Software Criteria Ukurannya
Usable Sistem mampu untuk beradaptasi dengan organisasi, hubungan kerja dan konteks secara teknis.
Secure Tindakan pencegahan akses dari pihak yang tidak berkepentingan terhadap data dan fasilitas.
47
Efficient Eksploitasi secara ekonomis dari fasilitas technical platform.
Correct Pemenuhan terhadap kebutuhan-kebutuhan. Reliable Pemenuhan atas ketepatan yang diperlukan dalam
pengeksekusian function. Maintanable Biaya untuk penempatan dan perbaikan sistem
yang rusak. Testable Biaya untuk memastikan bahwa sistem yang
disebarkan menunjukkan function yang diharapkan.
Flexible Biaya untuk memodifikasi sistem yang diluncurkan.
Comprehensible Usaha yang dibutuhkan untuk memperoleh pemahaman tentang sistem.
Reusable Kemampuan untuk menggunakan bagian sistem dengan sistem lain yang berhubungan.
Portable Biaya untuk memindahkan sistem ke technical platform lainnya.
Interoperable Biaya untuk menggabungkan sistem dengan sistem lainnya.
(Sumber : Mathiassen et al. (2000, p178))
2.5.7.2 Component Architecture
Menurut Mathiassen et al. (2000, p190-197), component
architecture adalah sebuah struktur sistem yang terdiri dari
component-component yang saling berhubungan, sedangkan
component adalah sebuah kumpulan dari bagian-bagian program
yang membentuk suatu keseluruhan dan mempunyai sejumlah
responsibility yang jelas. Component terbagi menjadi empat tipe,
yaitu model component, function component, user interface
component, dan system interface component.
Terdapat tiga pola (pattern) yang dapat digunakan untuk
merancang arsitektur komponen, yaitu:
48
a. Layered Architecture Pattern
Pola ini sangat klasik di dalam membangun sebuah piranti
lunak. Dalam bentuknya yang paling sederhana, arsitektur
berlapis (layered architecture) terdiri atas beberapa
komponen, yang dirancang sebagai layer-layer. Perancangan
masing-masing component menjelaskan tanggung jawab
masing-masing component dan hubungan ke atas dan ke
bawah. Hubungan ke bawah menggambarkan operasi-
operasi yang dapat diakses oleh component pada layer yang
ada di bawah. Hubungan ke atas menggambarkan operasi-
operasi dibuat oleh component agar tersedia bagi layer yang
berada di atas. Hubungan ini digambarkan dengan tanda
panah yang juga menandakan ketergantungan. Secara
umum, ketergantungan mengimplikasikan bahwa perubahan
yang terjadi pada satu component (yang ditunjuk oleh tanda
panah) dapat mempengaruhi komponen lain (yang tidak
ditunjuk oleh tanda panah). Arsitektur berlapis merupakan
pola yang sangat berguna untuk membagi sistem menjadi
beberapa component. Gambar 2.11 menggambarkan layered
architecture pattern.
49
Gambar 2.11 Layered Architecture Pattern (Sumber : Mathiassen et al. (2000, p193))
b. Generic Architecture Pattern
Pola ini digunakan untuk membagi sistem dasar yang
meliputi interface, function dan model component. Model
component, yang berisi model dari object pada sistem, dapat
menjadi layer yang paling bawah, kemudian dilanjutkan
dengan layer untuk system function dan layer paling atas
adalah interface component. Interface juga dapat dibagi
menjadi user interface dan system interface. Gambar 2.12
menggambarkan generic architecture pattern.
50
Gambar 2.12 Generic Architecture Pattern untuk Sebuah Sistem (Sumber : Mathiassen et al. (2000, p196))
c. Client-Server Architecture Pattern
Arsitektur client-server sebenarnya dikembangkan untuk
membantu distribusi sebuah sistem di antara beberapa
processor yang tersebar secara geografis. Arsitektur ini
sudah digunakan secara luas dalam industri piranti lunak.
Komponen pada arsitektur ini adalah sebuah server dan
beberapa client. Server memiliki kumpulan operasi yang
diperlukan oleh client. Server bertanggungjawab
menyediakan hal-hal yang umum (database dan sumber
daya lain) bagi semua client. Server akan lebih banyak
51
menyediakan operasinya kepada client-client melalui sebuah
jaringan. Sedangkan, kewajiban client adalah menyediakan
local interface untuk para penggunanya. Gambar 2.13
menunjukkan client-server architecture pattern.
Gambar 2.13 Client-server Architecture Pattern (Sumber : Mathiassen et al. (2000, p197))
Terdapat lima tipe pendistribusian pada client-server
architecture seperti yang ditunjukkan pada tabel 2.3.
Tabel 2.3 Tipe Distribusi pada Client-server Architecture Client Server Architecture
U U+F+M Distributed presentation U F+M Local presentation
U+F F+M Distributed functionality U+F M Centralized data
U+F+M M Distributed data (Sumber : Mathiassen et al. (2000, p200))
2.5.7.3 Process Architecture
Menurut Mathiassen et al. (2000, p209), process
architecture adalah sebuah struktur eksekusi sistem yang terdiri
52
dari proses-proses yang saling tergantung satu sama lain.
Processor adalah sebuah alat yang akan menjalankan program.
Program component adalah modul fisik dari kode program,
sedangkan active object adalah sebuah object yang telah
ditugaskan pada sebuah proses. Tujuan dari process architecture
adalah untuk mendefinisikan struktur fisik dari sebuah sistem.
Hasil dari process architecture adalah sebuah deployment
diagram yang menunjukkan processor-processor dengan
program component dan active object yang telah ditugaskan.
Mathiassen et al. (2000, p215-219) menjelaskan
bahwa terdapat tiga pola distribusi dalam process architecture,
yaitu :
a. Centralized Pattern
Pada pola ini, semua data disimpan dalam sebuah server
pusat dan hanya terdapat user interface pada client.
b. Distributed Pattern
Pada pola ini, semua component didistribusikan pada client
dan server dibutuhkan hanya untuk menyebarkan update
dari model di antara client-client.
c. Decentralized Pattern
Pada pola ini, masing-masing client memiliki data mereka
sendiri sehingga server hanya menampung data-data yang
sifatnya umum bagi client. Hal ini mengakibatkan rancangan
53
struktur untuk client dan server menjadi sama, hanya saja
server menampung model yang umum dan function yang
berada pada model tersebut.
2.5.8 Component Design
Menurut Mathiassen et al. (2000, p231), tujuan dari component
design adalah untuk menentukan sebuah implementasi dari kebutuhan-
kebutuhan dalam sebuah kerangka arsitektur.
2.5.8.1 Model Component
Menurut Mathiassen et al. (2000, p235), model component
adalah bagian dari sistem yang mengimplementasikan model
problem domain. Perancangan model component didasarkan pada
model berorientasi objek yang didapatkan dari aktivitas analisis.
Model ini menggambarkan problem domain dengan menggunakan
class-class, objek-objek, structure, dan behavior. Tugas utama
dalam perancangan model component adalah untuk
merepresentasikan event-event dengan menggunakan mekanisme-
mekanisme yang tersedia dalam bahasa pemrograman berorientasi
objek.
54
2.5.8.2 Function Component
Menurut Mathiassen et al (2000, p251), function
component adalah bagian dari sebuah sistem yang
mengimplementasi kebutuhan fungsional. Operation adalah
sebuah proses yang ditetapkan pada sebuah class dan diaktifkan
melalui objek dari class tersebut. Terdapat empat tipe function,
yaitu update, read, compute, dan signal.
Mathiassen et al. (2000, p260-262) menjelaskan bahwa
terdapat dua cara penempatan penempatan function, yaitu
ditempatkan di dalam model-class atau ditempatkan di function-
class. Untuk function-function yang hanya melibatkan satu model-
class saja, maka cukup ditempatkan di model-class sebagai
operation. Sedangkan untuk function yang melibatkan beberapa
model-class sekaligus perlu ditempatkan di function-class untuk
kemudian dihubungkan ke model-class yang trelibat.
Menurut Mathiassen et al. (2000, p264), semua function
yang complex perlu didefinisikan (dibuat spesifikasinya) agar
tidak terjadi ketidakpastian dalam proses perancangan function
component.
top related