azas filsafat hukum
Post on 15-Jul-2016
69 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
berkat rahmat beserta hidayah-Nya Saya dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Asas-asas dasar Filsafat Hukum Islam dan Aliran-aliran Filsafat
lainnya” ini.
Makalah ini dibuat dengan maksud dan tujuan agar para pembaca
mengetahui secara jelas tentang Asas-asas dasar Filsafat Hukum Islam dan Aliran-
aliran Filsafat lainnya. Terimakasih saya ucapkan kepada semua pihak yang turut
membantu serta mendukung saya dalam proses pembuatan makalah ini.
Saya menyadari bahwasanya makalah ini masih sangat sederhana dan jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saya senantiasa mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah
ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan kontribusi positif dan bermakna
bagi kita semua khususnya dalam mata kuliah Filsafat Hukum Islam.
Ujung Gading, Februari 2016
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................... i
DAFTAR ISI..................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang.......................................................................... 1
1. 2 Rumusan Masalah..................................................................... 1
1. 3 Tujuan....................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
2. 1 Asas-asas Hukum Islam............................................................ 2
2. 2 Aliran-Aliran Filsafat Hukum Lainnya..................................... 7
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan................................................................................ 13
3.2 Saran.......................................................................................... 13
DAFTAR KEPUSTAKAAN
ii
BAB IIPENDAHULUAN
Perbuatan masyarakat islam yang terdapat dalam perbuatan pidana, perdata yang mekiputi perkawinan, muamalah, perkawinan diatur dalam setiap hukum yang meliputi asas itu sendiri.
Sesuatu hal yang paling mendasar dari tiap hukum tercantum dari asas itu sendiri, sehingga kita perllu mengetahui pengertian asas itu terlebih dahulu agar diketahui kejelasnnya.
Asas dalam hukum islam terbagi menjadi dua, yaitu asas umum yang mencantum segala ketentuan semua hukum dalam islam itu sendiri. Dan asas khusus yang meliputi asas dalam hukum pidana, muamalah, kewarisan. Pernikahan, dan kewarisan. Asas umum itu sendiri meliputi asas keadilan yang selalu ditegaskan dalam islam untuk selalu ditegakkan dalam kehidupan masyarakat. Asas kepastian hukum dan asas kemanfaatan juga terdapat didalamnya.
Asas khusus itu sendiri seperti asas legalitas dalam hukum pidana, asas suka sama suka dalam hukum muamalah, asas individual dalam hukum kewarisan, dan asas kekeluargan dalam hukum perkawinan, dan masih banyak lagi asas khusus itu sendiri. Karena itulah dalam hal ini akan dijelaskan lebih lanjut dalam bab-bab selanjutnya dalam makalah ini
1.2 Rumusan Masalah
Masalah-masalah yang mendorong penulisan makalah ini, bila dirumuskan
dengan pertanyaan adalah sebagai berikut:
1. Apa saja Asas-asas dasar Filsafat Hukum Islam?
2. Apa saja Aliran Filsafat lainnya?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui Asas-asas dasar Filsafat Hukum Islam?
2. Mengetahui Apa saja Aliran Filsafat lainnya?
1
BAB IIPEMBAHASAN
2.1 ASAS-ASAS HUKUM ISLAM1. Pengertian
Asas berasal dari kta asasun yang artinya dasar, basis, pondasi. Secara terminologi asas adalah landasan berpikir yang sangat mendasar. Jika dihubungkan dengan hukum, asas adalah kebenaran yang digunakan sebagai tumpuan berpikir dan alasan berpendapat, terutama dalam penegakan dan pelaksanaan hukum. Asas hukum berfungsi sebagai rujukan untuk mengembalikan segala masalah yang berkenaan dengan hukum.
2. Beberapa Asas Hukum IslamMenurut Tim Pengkajian Hukum Islam Badan Pembinaan
Hukum Nasional Departemen Kehakiman bahwa asas hukum islam terdi-ri dari (1) bersifat umum, (2)lapangan hukum pidana, (3) lapangan hukum perdata. Mengenai asas-asas hukum yang lain seperti lapangan tata negara, internasional dan lain-lain tidak disebutkan dalam laporan mereka.
1) Asas-asas umum
a. Asas keadilan
Dalam al quran, kata ini disebut 1000 kali. term keadilan pada umumnya berkonotasi dalam penetapan hukum atau kebijakan pemwrintah. Konsep keadilan meliputi berbagai hubungan, misalanya; hubungan individu dengan dirinya sendiri, hubungan antara individu dan yang berpekara serta hubungan-hubungan dengan berbagai pihak yang terkait. Keadilan dalam hukum
2
islam berarti keseimbangan antara kewajiban dan harus dipenuhi oleh manusia dengan kemammpuan manusia untuk menuanaikan kewajiban itu.
Etika keadilan; berlaku adil dlam menjatuhi hukuman, menjauhi suap dan hadiah, keburukan tyergesa-gesa dalam menjatuhi hukuman, keputusan hukum bersandar pada apa yang nampak, kewajiban menggunakan hukum agama.
b. Asas kepastian hukum
Dalam syariat Islam asas ini disebut قب==ل ورود النص الحكم artinya sebelum ada nas, tidak ada hukum bagi ألفعال العقاالءperbuatan orang-orang yang berakal sehat. Bahwa pada dasarnya semua perbuatan dan perkara diperbolehkan. Jadi selama belum ada nas yang melarang, maka tidak ada tuntutan ataupun hukuman atas pelakunya. Dasar hukumnya asas ini ialah QS Al Isro' 15 ;
ى نبعث رسوال ا معذبين حت وما كن
"…. Dan kami tidak akan menyiksa sebelum kami mengutus seorang rasul."
c. Asas kemanfatan
Asas kemanfaatan adalah asas yang mengiringi keadilan dan kepastian hukum tersebut diatas. Dalam melaksanakan asas keadilan dan kepastiann hukum hendaknya memperhatikan manfaat bagi terpidana atau masyarakat umum. Contoh hukuman mati, ketika dalam pertimbangan hukuman mati lebih bermanfaat bagi masyarakat, misal efek jera, maka hukuman itu dijatuhkan. Jika hukuman itu bermanfaat bagi terpidana, maka hukuman mati itu dapat diganti dgengan denda.
3
2) Asas-asas hukum pidana
a. Asas legalitas
Asas legalitas maksudnya tidak ada hukum bagi tindakan manusia sebelum ada aturan. Asas legalitas ini mengenal ini juga asas teritorial dan non teritorial. Asas teritorial menyatakan bahwa hukum pidana islam hanya berlaku di wilayah di mana hukum islam diberlakukan.
b. Tidak berlaku surut
Hukum pidana Islam tidak menganut sistem berlaku surut ( عدم (رجعي==ة العقوبة artinya sebelum adanya nas yang melarang perbuatan maka tindakan seorang tidak bisa dianggap suatu jarimah, sehingga ia tidak dapat dijatuhi hukuman. Dasar hukum dari asas ini ialah { ه عما سلف ذين كفروا إن } ، { عفا الل قللللف {ينته==وا يغف==ر لهم م==ا ق==د س== bahwasannya Allah SWT mengampuni perbuatan yang telah lalu, Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu: "Jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni mereka tentang dosa-dosa mereka yang sudah lalu; dan jika mereka kembali lagi sesungguhnya akan berlaku (kepada mereka) sunnah (Allah tenhadap) orang-orang dahulu ."
Tetapi ada pengecualian tidak berlaku surut, karena pada jarimah-jarimah yang berat dan sangat berbahaya apabila tidak diterapkan berlaku surut. seperti halnya; jarimah qozf, jarimah hirabah (perampokan, terorisme). Jika kedua jarimah berlaku hukum tidak berlaku surut, maka banyak kekacauan dan fitnah pada masyarakat.
c. Bersifat pribadi ( خصوصية العقوبة )
4
Dalam syariah Islam hukuman dapat dijatuhkan hanya kepada orang yang melakukan perbuatan jinayah dan orang lain ataupun kerabatnya tidak dapat menggantikan hukuman pelaku jinayah. Al quran telah menjelaskan dalam QS al an'am 164 ;
==ل نفس ا وهو رب كل شيء وال تكسب ك ه أبغي رب قل أغير اللكم م===رجعكم ===زر وازرة وزر أخ===رى ثم إلى رب إال عليه===ا وال تئكم بما كنتم فيه تختلفون فينب
. Katakanlah: "Apakah Aku akan mencari Tuhan selain Allah, padahal dia adalah Tuhan bagi segala sesuatu. dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakan-Nya kepadamu apa yang kamu perselisihkan."
d. Hukum bersifat umum
Hukuman harus berlaku umum maksudnya setiap orang itu sama dihadapan hukum (equal before the law) walaupun budak, tuan, kaya, miskin, pria, wanita, tua, muda, suku berbeda. Contoh ketika masa Rasulullah ada seorang wanita yang didakwa mencuri, kemudian keluarganya meminta Rasulullah membebaskan dari hukuman. Rasulullah dengan tegas menolak perantaraan itu dengan menyatakan "seandainya Fatimah Binti Muhammad mencuri, ikatan keluarganya tidak dapat menyelamatkannya dari hukuman hadd".
e. Hukuman tidak sah karena keraguan
Keraguan di sini berarti segala yang kelihatan seperti sesuatu yang terbukti, padahal dalam kenyataannya tidak terbukti. Atau segala hal yang menurut hukum yang mungkin secara konkrit
5
muncul, padahal tidak ada ketentuan untuk itu dan tidak ada dalam kenyataan itu sendiri. Putusan untuk menjatuhkan hukuman harus dilakukan dengan keyakinan, tanpa adanya keraguan. Sebuah hadis menerangkan "hindarkan hudud dalam keadaan ragu, lebih baik salah dalam membebaskan daripada salah dalam menghukum".
Seperti halnya kasus yang dicontohkan Abdul Qodir Audah dalam kasus pencurian, misalnya kecurigaan mengenai kepemilikan dalam pencurian harta bersama. Jika seorang mencuri sesuatu yang dia miliki bersama orang lain, hukuman hadd bagi pencuri menjadi tidak valid, karena dalam kasus harta itu tidak secara khusus dimiliki orang, tetapi melibatkan persangkaan adanya kepemilikan juga dari pelaku perbuatan itu.
3) Asas-asas mmuamalat
a. Asas taba,dulul mana'fi'
Asas taba,dulul mana'fi' berrti bahwa segala bentuk kegitan muamalat harus memberikan keuntungan dan manfaat bersama bagi pihak-pihak yang terlibat. Asas ini merupakan kelanjutan dari prinsip atta'awun sehingga asas ini bertujuan menciptakan kerjasama antar individu atau pihak-pihak dalam masyarakat dalam rangka saling memenuhi keperluanya masing-masing dalam rangka kesejahteraaan bersama.
b. Asas pemerataanAsas pemerataan adalah penerapan prinsip keadilan dalam bidang muamalat yang menjhendaki agar harta tidak diuasai oleh segelintir orang sehingga harta itu harus terdistribusikan
6
secara merata di antara masyarakat, baik kaya maupun miskin. Oleh karena itu dibuat hukum zakat, shodaqoh, infaq, dsb. Selain itu islam juga menghalalkan bentuk-bentuk pemindahan pemilikan harta dengan cara yang sah seperti jual beli, sewa menyewa dsb.c. Asas suka sama sukaAsas ini menyatakan bahwa segala jenis bentuk muamalat antar individu atau antar pihak harus berdasarkan kerelaan masing-masing. Kerelaan disiini dapat berarti kerelaan melakukan suatu bentuk muamalat, maupun kerelaan dalam menerima atu menyerahkan harta yang dijadikan obyek perikatan dan bentuk muamalat lainya.d. Asas adamul gururAsas adamul gurur berarti bahwa setiap bentuk muamalat tidak boleh ada gurur, yaitu tipu daya atau sesuatu yang menyebabkan salah satu pihak merasa dirugikan oleh pihak lainya sehingga mengakibatkan hilangnya unsur kerelaan salah satu pihak dalam melakukan suatu transaksi atau perikatan.e. Asas al-birri wa al-taqwaAsas ini menekankan bentuk muamalat yang termasuk dalam kategori suka sama suka ialah sepanjang bentuk muamlat dan pertukaran manfaat itu dalam rangka pelaksanaan saling menolong antar sesama manusia untuk al-birr wa taqwa, yakin kebajikan danm ketqwaan dalam berbagai bentuknya.f. Asas musyarokahAsas musyarakah, yakni kerjasama antar pihak yang saling menguntungkan bukan saja bagi pihak yang terlibat melainkan juga bagi keseluruhan masyarakat manusia.1
1 http://dokumen.tips/download/link/185995010-makalah-filsafat-hukum-islam-docx, diakses tanggal 27/02/2016 jam 10.45
7
2.2 ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT HUKUM LAINNYA
Sejarah perkembangan filsafat memberikan sumbangsih dalam
menjamurnya aliran-aliran filsafat berdasarkan tahapan periode perkembangan
filsafat itu sendiri. Aliran-aliran filsafat hukum yang dimaksud meliputi: (1)
Aliran Hukum Alam; (2) Positivisme Hukum; (3) Utilitirianisme; (4) Mazhab
Sejarah; (5) Sociological Jurisprudence; (6) Realisme Hukum; (7)
Freirechtslehre. Berikut merupakan penjabarannya masing-masing secara singkat.
(1) Aliran Hukum Alam
Perkembangan aliran hukum alam dimulai sejak 2.500 tahun yang lalu, yang
berangkat pada pencarian cita-cita pada tingkatan yang lebih tinggi. Dalam
konteks lintas sejarah, Friedman2, menyatakan bahwa aliran ini lahir karena
kegagalan umat manusia dalam mencari keadilan yang absolut. Hukum alam ini
dipandang sebagai hukum yang berlaku universal dan abadi. Aliran hukum alam
pada dasarnya dibedakan menjadi dua macam: (1) aliran hukum alam irrasional,
yang berpandangan bahwa segala bentuk hukum yang berbentuk universal dan
abadi bersumber Tuhan secara langsung, dan (2) aliran hukum alam rasional,
yang berpendapat bahwa sumber dari hukum yang universal dan abadi itu adalah
rasio manusia.
Diskursus tentang hukum alam irrasional dengan hukum alam rasional pada
dasarnya tetap berada pada satu jalur yang sama, dimana hakikat alam menjadi
tema sentral dalam menemukan hakikat hukum alam itu sendiri. Friedman
mencoba mengkonstruksi hukum ala mini dengan memandang dari sudut fungsi
yang dimilikinya. Menurutnya3, hukum alam memiliki sifat jamak, yakni:
1. Sebagai instrumen utama dalam transformasi dari hukum sipil kuno pada
zaman Romawi ke suatu sistem yang luas dan kosmopolitan
2. Sebagai senjata oleh kedua belah pihak dalam pertikaian antara gereja pada
Abad Pertengahan dan para Kaisar Jerman
2 Friedman, 1990, Teori dan Filsafat Hukum, Rajawali, Jakarta, hlm. 47.3 Ibid, hlm. 147
8
3. Sebagai latar belakang pemikiran untuk mendukung berlakunya hukum
internasional dan menuntut kebebasan individu terhadap absolutisme
4. Sebagai dasar bagi para hakim Amerika (yang berhak untuk menafsirkan
konstitusi) dalam menentang usaha-usaha perundang-undangan negara unutk
memodifikasi dan mengurangi kebebasan mutlak individu dalam bidang
ekonomi dengan menerapkan prinsip-prinsip hukum alam.
Berikut merupakan para tokoh yang mengawal perkembangan aliran hukum alam,
yaitu: Untuk Hukum Alam Klasik Irrasional, Thomas Aquinas, John Salisbury
(1115-1180), Dante Alighieri (1269-1321), Piere Dubois, Marsilius Padua (1270-
1340), William Occam (1280-1317), Jhon Wyclife (1320-1384), dan Johannes
Huss (1369-1415), sedangkan untuk Hukum Alam Klasik Rasional,
tokohnyaadalah Hugo de Groot alias Grotius (1583-1645), Samuel van Pufendorf
(1632-1694), Christian Thomasius (1655-1728), dan Immanuel Kant (1724-1804).
(2) Positivisme Hukum
positivism sebagai sistem filsafat muncul pada kisaran abad ke-19. Sistem ini
didasarkan pada beberapa prinsip bahwa sesuatu dipandang benar apabila ia
tampil dalam bentuk pengalaman, atau apabila ia sungguh-sungguh dapat
dipastikan sebagai kenyataan, atau apabila ia ditentukan melalui ilmu-ilmu
pengetahuan apakah sesuatu yang dialami merupakan sungguh-sungguh suatu
kenyataan.4 Dalam kaitannya dengan positivisme ini, maka dipandang perlu ada
pemisahan secara tegas antara hukum dan moral (antara hukum yang berlaku dan
hukum yang seterusnya, antara das sein dan das sollen).
o Aliran Positivisme Sosiologis : John Austin (1790-1859)
Hukum adalah perintah dari penguasa negara. Begitulah kira-kira yang
digambarkan Austin, hukum dipandang sebagai sesuatu sistem yang tetap, logis,
dan tertutup. Austin juga membedakan hukum dalam dua jenis: (1) Hukum dari
Tuhan untuk manusia (The Divine Laws) dan (2) Hukum yang dibuat oleh
manusia. Berikutnya dia membagi lagi hukum yang dibuat oleh manusia dalam
dua bagian, yaitu: 1. Hukum yang sebenarnya dan 2. Hukum yang tidak
4 Theo Huijbers, 1982, Filasafat Hukum dalam Lintas Sejarah, Kanisius, Jakarta, hlm. 122
9
sebenarnya. Dimana hukum yang sebenarnya yang lebih kita kenal dengan hukum
positif. Dimana hukum yang sebenarnya memiliki empat unsure, yaitu: perintah
(command), sanksi (sanction), kewajiban (duty), dan kedaulatan (sovereighnty)
o Aliran Positivisme Yuridis : Hans Kelsen (1881-1973)
Menurut Kelsen, hukum hatus dibersihakan dari anasir-anasir yang non-yuridis,
seperti unsur sosiologis, politis, historis, bahkan etis. Pemikiran inilah yanh
kemudian dikenal dengan Teori Hukum Murni (Reine Rechtlehre) dari Kelsen.
Jadi, hukum adalah suatu Sollenskategorie (kategori keharusan/ideal), bukan Seins
Kategorie (kategori faktual).
Baginya, hukum adalah suatu keharusan yang mengatur tingkah laku manusia
sebagai makhluk rasional. Dalam hal ini yang dipersoalkan oleh hukum bukanlah
“bagaimana hukum itu seharusnya” (what the law ought to be). Tetapi “apa
hukumnya itu” Sollenkategorie, yang dipakai adalah hukum positif (ius
consitusium), bukan yang dicita-citakan (ius constituendum).
(3) Utilitarianisme
Utilitarianisme atau utilism lahir sebagai reaksi terhadap ciri-ciri metafisis dan
abstark dari filsafat hukum dan politik pada abad ke-18. Aliran ini adalah aliran
yang meletakkan kemanfaatan sebagai tujuan hukum. Kemanfaatan disini
diartikan sebagai kebahagiaan (happiness). Jadi baik buruknya hukum itu
bergantung kepada apakah hukum itu memberikan kebahagiaan kepada manusia
atau tidak.
Paham ini pada akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa tujuan hukum adalah
menciptakan ketertiban masyarakat, disamping untuk memberikan manfaat yang
sebesar-besarnya kepada jumlah orang yang terbanyak. Ini berarti hukum
merupakan pencerminan perintah penguasa juga, bukan pencerminan dari rasio
saja. Beberapa tokoh yang mengawal perkembangan aliran ini adalah Jeremy
Bentham (1748-1832), John Stuart Mill (1806-1873), dan Rudolf von Jhering.
10
(4) Mashab Sejarah
Mashab Sejarah (Historische Rechtsschule) merupakan reaksi terhadap tiga hal,
yaitu:5
1. Rasinalisme abad ke-18 yang didasarkan atas hukum alam, kekuatan akal,
dan prinsip-prinsip dasar yang semuanya berperan pada filsafat hukum,
dengan terutama mengandalkan jalan pikiran deduktif tanpa
memperhatikan fakta sejarah, kekhususan dan kondisi nasional
2. Semangat Revolusi Prancis yang menentang wewenang tradisi dengan
misi kosmopolitannya (kepercayaan kepada rasio dan daya kekuatan tekad
manusia untuk mengatasi lingkungannya), seruannya ke segala penjuru
dunia6
3. Pendapat yang berkembang saat itu yang melarang hakim menafsirkan
hukum karean undang-undang dianggap dapat memecahkan semua
masalah hukum. Code civil dinyatakan sebagai kehendak legislatif dan
harus dianggap sebagai suatu yang suci karena berasal dari alasan-alasan
yang murni.
Mazhab sejarah muncul untuk menentang universalisme, selain itu juga timbul
sejalan dengan gerakan nasionalisme di Eropa. Jika sebelumnya para ahli hukum
memfokuskan perhatiannya pada individu, penganut Mazhab Sejarah sudah
mengarah pada bangsa, tepatnya jiwa dan bangsa (Volksgeist)7. Beberapa tokoh
aliran ini antara lain adalah Friedrich Karl von Savigny (1770-1861), Puchta
(1798-1846), dan Henry Summer (1822-1888)
(5) Sociological Jurisprudence
Perbedaan yang mendasar antara Sociological Jurisprudence dan sosiologi hukum
menurut Lili Rasjidi8 adalah , pertama, Sociological Jurisprudence adalah nama
aliran dalam filsafat hukum, sedangkan sosiologi hukum adalah nama cabang dari
5 Basuki, 1989, “Mashab Sejarah dan Pengaruhnya Terhadap Pembentukan Hukum Nasional Indonesia,” dalam: Lili Rasjidi & B. Arief Idharta (Eds.). Filasafat Hukum, Mazhab dan Refleksinya, Remadja Karya, Bandung, hlm.332.
6 Soekanto, 1979, Pengantar Sejarah Hukum, Rajawali, Jakarta, hlm. 267 Paton, 1951, hlm. 158 Rasjidi, 1990, hlm. 48-49
11
soskiologi. Kedua, walaupun obyek yang dipelajari keduanya adalah tentang
pengaruh timbal balik antara hukum dan masyarakat, namun pendekatannya
berbeda. Sociological Jurisprudence menggunakan pendekatan hukum ke
masyarakat, sedangkan sosiologi hukum memilih pendekatan dari masyarakat ke
hukum.
Menurut aliran Sociological Jurisprudence ini, hukum yang baik haruslah hukum
yang sesuai dengan hukum yang hidup di masyarakat. Aliran ini memisahkan
secara tegas antara hukum positif (the living law). Aliran ini timbul dari proses
dialektika anatar (tesis) Positivisme hukum dan (antitesis) Mazhab Sejarah.
Beberapa tokohnya antara lain adalah Eugen Ehrlich (1862-1922) dan Roscoe
Pound (1870-1964).
(6) Realisme Hukum
Dalam pandangan penganut Realisme (para realis), hukum adalah hasildari
kekuatan-kekuatan sosial dan alat kontrol sosial. Karena itu, program ilmu hukum
realis hamper tidak terbatas, kepribadian manusiam lingkungan sosial, keadaan
ekonomi, kepentingan bisnis, gagasan yang berlaku, emosi-emosi yang umum,
semua ini adalah pembentuk hukum dan hasil hukum dalam kehidupan.
Dalam realisme hukum dikenal pula dua aliran lainnya yaitu Realisme Amerika
dengan tokoh-tokohnya, Charles Sanders Peirce, Johan Chipman Gray, Oliver
Wendell Holmes, Jr., William James, John Dwey, Benjamin Nathan Cardozo
Jerome Frank. Berikutnya adalah Realisme Skandinavia dengan tokohnya yaitu
Axel Hagerstom, Alf Ross, H.L.A. Hart, Julius Stone, dan John Rawls.
(7) Freirechtslehre
Freirechtslehre (Ajaran Hukum Bebas) merupakan penentang paling keras
Positivisme Hukum itu, Freirechtslehre sejalan dengan kaum Realis di Amerika.
Aliran ini berbendapat bahwa hakim mempunyai tugas menciptakan hukum.
Penemu hukuman yang bebas tugasnya bukanlah menerapkan undang-undang,
tetapi menciptakan penyelesaian yang tepat untuk peristiwa kongkret, sehingga
peristiwa-peristiwa berikutnya dapat dipecahkan menurut norma yang telah
12
diciptakan oleh hakim. Tidak mustahil penggunaan metode lainnya. Ini adalah
masalah titik tolak cara pendekatan problematik. Seorang yang menggunakan
penemuan hukum bebas tidak akan berpendirian: “saya harus memutuskan
demikian karena bunyai undang-undang demikian.” Ia harus berdasrkan pada
berbagai argumen, antara lain undang-undang.9
9 Sukarno Aburaera dkk, 2010, Filsafat Hukum, Refleksi, Makassar, hlm.159
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Asas dalam hukum islam terbagi menjadi dua, yaitu asas umum yang mencantum segala ketentuan semua hukum dalam islam itu sendiri. Dan asas khusus yang meliputi asas dalam hukum pidana, muamalah, kewarisan. Pernikahan, dan kewarisan. Asas umum itu sendiri meliputi asas keadilan yang selalu ditegaskan dalam islam untuk selalu ditegakkan dalam kehidupan masyarakat. Asas kepastian hukum dan asas kemanfaatan juga terdapat didalamnya.
3.2 SaranSebagai paripurna dari makalah ini, penulis memohon maaf atas segala
kesalahan dan khilaf berupa tulisan, penyampaian ataupun ketidaktepatan dalam
penggunaan bahasa makalah. Tidak lupa saran dan kritik yang konstruktif sangat
kami harapkan.
14
DAFTAR PUSTAKA
Friedman, 1990, Teori dan Filsafat Hukum, Jakarta :Rajawali
Theo Huijbers, 1982, Filasafat Hukum dalam Lintas Sejarah, Jakarta:Kanisius
Basuki, 1989, “Mashab Sejarah dan Pengaruhnya Terhadap Pembentukan Hukum Nasional Indonesia,” dalam: Lili Rasjidi & B. Arief Idharta (Eds.). Filasafat Hukum, Mazhab dan Refleksinya, Bandung : Remadja Karya
Soekanto, 1979, Pengantar Sejarah Hukum, Jakarta : RajawaliRasjidi, 1990.
Sukarno, Aburaera dkk, 2010, Filsafat Hukum, Makassar : Refleksi
http://dokumen.tips/download/link/resume-aliran-filsafat-hukum
http://dokumen.tips/download/link/185995010-makalah-filsafat-hukum-islam-docx, diakses tanggal 27/02/2016 jam 10.45
15
top related