asas asas pemerintahan
Post on 07-Aug-2015
247 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
C. AZAS-AZAS KEPEMERINTAHAN YANG SUDAH ADA
A) TIM PENGEMBANGAN KEBIJAKAN NASIONAL TATA
KEPEMERINTAHAN YANG BAIK KEMENTRIAN
PERENCANAAN PEMBANGUNAN/BAPPENAS (2005)
1. Wawasan ke Depan ( Visionary)
Semua kegiatan pemerintahan berupa pelayanan publik dan pembangunan di
berbagai bidang seharusnya didasarkan visi dan misi yang jelas disertai strategi
pelaksanaan yang tepat sasaran. Lembaga-lembaga pemerintahan pusat dan daerah
perlu memiliki rencana strategis sesuai dengan bidang tugas masingmasing
sebagai pegangan dan arah pemerintahan di masa mendatang. Rencana
Pembangunan Nasional, Rencana Pembangunan Daerah, Rencana Kerja
Pemerintah, Rencana Strategis Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat
Daerah merupakan wujud prinsip wawasan ke depan. Tidak adanya visi akan
menyebabkan pelaksanaan pemerintahan berjalan tanpa arah yang jelas.
2. Keterbukaan dan Transparansi ( Openness and Transparency)
Keterbukaan merujuk pada ketersediaan informasi dan kejelasan bagi masyarakat
umum untuk mengetahui proses penyusunan, pelaksanaan, serta hasil yang telah
dicapai melalui sebuah kebijakan publik. Semua urusan tata kepemerintahan
berupa kebijakan-kebijakan publik, baik yang berkenaan dengan pelayanan public
maupun pembangunan di daerah harus diketahui publik. Isi keputusan dan alas an
pengambilan kebijakan publik harus dapat diakses oleh publik. Demikian pula
informasi tentang kegiatan pelaksanaan kebijakan tersebut beserta hasil-hasilnya
harus terbuka dan dapat diakses public. Tidak adanya keterbukaan dan
transparansi dalam urusan pemerintahan akan menyebabkan kesalahpahaman
terhadap berbagai kebijakan publik yang dibuat.
3. Partisipasi Masyarakat ( Participation)
Partisipasi masyarakat merujuk pada keterlibatan aktif masyarakat dalam
pengambilan keputusan yang berhubungan dengan penyelenggaraan
pemerintahan. Partisipasi masyarakat mutlak diperlukan agar penyelenggara
pemerintahan dapat lebih mengenal warganya berikut cara pikir dan kebiasaan
hidupnya, masalah yang dihadapinya, cara atau jalan keluar yang disarankannya,
apa yang dapat disumbangkan dalam memecahkan masalah yang dihadapi, dan
sebagainya. Dengan demikian kepentingan masyarakat dapat tersalurkan di dalam
penyusunan kebijakan sehingga dapat mengakomodasi sebanyak mungkin aspirasi
dan kepentingan masyarakat, serta mendapat dukungan masyarakat luas.
Kehadiran dan keikutsertaan warga masyarakat dalam forum pertemuan publik,
serta keaktifan mereka dalam menyumbangkan pikiran dan saran menunjukkan
bahwa urusan pemerintahan juga menjadi urusan mereka dan bukan semata
urusan birokrat. Kurangnya partisipasi dalam penyelenggaraan pemerintahan akan
menyebabkan kebijakan publik yang diputuskan tidak mampu mengakomodasi
berbagai aspirasi dan kepentingan masyarakat, yang dapat mengakibatkan
kegagalan dalam pencapaian tujuan kebijakan tersebut.
4. Tanggung Gugat (Akuntabilitas atau Accountability)
Akuntabilitas publik adalah suatu ukuran atau standar yang menunjukkan
seberapa besar tingkat kesesuaian penyelenggaraan penyusunan kebijakan public
dengan peraturan hukum dan perundang-undangan yang berlaku untuk organisasi
publik yang bersangkutan. Oleh karena itu, penyusun kebijakan publik harus
dapat mempertanggungjawabkan setiap kebijakan yang diambilnya kepada publik.
Penerapan prinsip akuntabilitas atau tanggung jawab/tanggung gugat dalam
penyelenggaraan pemerintahan diawali pada saat penyusunan program pelayanan
publik dan pembangunan, pembiayaannya, serta pelaksanaan, pemantauan, dan
penilaiannya sehingga program tersebut dapat memberikan hasil atau dampak
optimal sesuai dengan sasaran atau tujuan yang ditetapkan. Dengan penerapan
prinsip akuntabilitas tersebut, diharapkan pertanggungjawaban penyelenggaraan
pemerintah/institusi/unit kerja tidak lagi sekedar laporan kesan-kesan dan
pesanpesan, tetapi menjadi laporan pertanggungjawaban kinerja selama yang
bersangkutan menjabat. Hal ini sejalan dengan kebijakan Anggaran Berbasis
Kinerja.
5. Supremasi Hukum ( Rule of Law)
Dalam pemberian pelayanan publik dan pelaksanaan pembangunan seringkali
terjadi pelanggaran hukum, seperti yang paling populer saat ini yaitu terjadinya
penyalahgunaan kekuasaan dalam bentuk KKN, serta pelanggaran hak
asasimanusia (HAM). Dalam hal ini, siapa saja yang melanggarnya harus diproses
dan ditindak secara hukum atau sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan yang berlaku. Wujud nyata prinsip ini mencakup upaya
pemberdayaan lembaga-lembaga penegak hukum, penuntasan kasus KKN dan
pelanggaran HAM, peningkatan kesadaran HAM, peningkatan kesadaran hukum,
serta pengembangan budaya hukum. Tidak diterapkannya prinsip supremasi
hokum akan menimbulkan ketidakpastian dalam penyelenggaraan pemerintahan.
6. Demokrasi ( Democracy)
Perumusan kebijakan publik dan pembangunan di pusat dan daerah dilakukan
melalui mekanisme demokrasi. Dalam demokrasi, rakyat dapat secara aktif
menyuarakan aspirasinya. Keputusan-keputusan yang diambil, baik oleh lembaga
eksekutif maupun legislatif, dan keputusan kedua lembaga tersebut harus
didasarkan pada konsensus. Kebijakan publik yang diambil sebaiknya benar-benar
merupakan hasil keputusan bersama. Apabila prinsip demokrasi tidak diterapkan
dalam penyelenggaraan pemerintahan, rakyat akan mempunyai rasa memiliki
yang rendah atas berbagai kebijakan publik yang dihasilkan.
7. Profesionalisme dan Kompetensi ( Profesionalism and competency)
Dalam pengelolaan pelayanan publik dan pembangunan dibutuhkan aparatur
pemerintahan yang memiliki kualifikasi dan kemampuan tertentu. Oleh karenanya
dibutuhkan upaya untuk menempatkan aparat secara tepat, dengan memperhatikan
kecocokan antara tuntutan pekerjaan dan kualifikasi atau kemampuan. Tingkat
kemampuan dan profesionalisme aparatur pemerintahan yang ada perlu selalu
dinilai kembali. Berdasarkan penilaian tersebut, dilakukan peningkatan kualitas
sumber daya manusia sesuai tuntutan pekerjaan dan tanggung jawab melalui
pendidikan, pelatihan, lokakarya, dan sebagainya. Tanpa diterapkannya prinsip
profesionalisme dan kompetensi akan menyebabkan pemborosan dalam
penyelengaaraan pemerintahan.
8. Daya Tanggap ( Responsiveness)
Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat atau sekelompok masyarakat tertentu
menghadapi berbagai masalah dan krisis sebagai akibat dari perubahan situasi dan
kondisi. Dalam situasi seperti ini, aparatur pemerintahan tidak sepantasnya
memiliki sikap “masa bodoh”, tetapi harus cepat tanggap dengan mengambil
prakarsa untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut. Aparat juga
harusmengakomodasi aspirasi masyarakat sekaligus menindaklanjutinya dalam
bentuk peraturan/kebijakan, kegiatan, proyek atau program. Tanpa diterapkannya
prinsip daya tanggap, penyelenggaraan pemerintahan akan berjalan lamban.
9. Keefisienan dan Keefektifan ( Efficiency and Effectiveness)
Agar dapat meningkatkan kinerjanya, tata kepemerintahan membutuhkan
dukungan struktur yang tepat. Oleh karena itu, pemerintahan baik pusat maupun
daerah dari waktu ke waktu harus selalu menilai dukungan struktur yang ada,
melakukan perubahan struktural sesuai dengan tuntutan perubahan seperti
menyusun kembali struktur kelembagaan secara keseluruhan serta menyusun
jabatan dan fungsi yang lebih tepat. Di samping itu, pemerintahan yang ada juga
harus selalu berupaya mencapai hasil yang optimal dengan memanfaatkan dana
dan sumber daya lainnya yang tersedia secara efisien. Tidak diterapkannya prinsip
keefisienan dan keefektifan akan menyebabkan pemborosan keuangan dan sumber
daya negara lainnya.
10. Desentralisasi ( Decentralization)
Wujud nyata dari prinsip desentralisasi dalam tata kepemerintahan adalah
pendelegasian urusan pemerintahan disertai sumber daya pendukung kepada
lembaga dan aparat yang ada di bawahnya untuk mengambil keputusan dan
menyelesaikan masalah yang dihadapi. Penerapan prinsip desentralisasi akan
dapat mengurangi beban dan penggunaan sumber daya pada lembaga dan aparat
di tingkat yang lebih atas, serta dapat mendayagunakan sumber daya lembaga dan
aparat pada tataran yang lebih bawah sekaligus dapat mempercepat proses
pengambilan keputusan. Dengan demikian, sumber daya yang ada dapat
digunakan secara proporsional. Sebaliknya tanpa diterapkannya prinsip
desentralisasi akan menyebabkan tidak adanya proporsionalitas dalampenggunaan
sumber daya penyelenggaraan pemerintahan.
11. Kemitraan dengan Dunia Usaha Swasta dan Masyarakat ( Private and
Civil Society Partnership)
Untuk mewujudkan tata kepemerintahan yang baik dan pembangunanmasyarakat
madani, serta khususnya dalam rangka otonomi daerah, peranan swasta dan
masyarakat sangatlah penting. Karena itu, masyarakat dan sektor swasta harus
diberdayakan melalui pembentukan kerjasama atau kemitraan antara pemerintah
dengan dunia usaha swasta, pemerintah dengan masyarakat, dan antara dunia
usaha swasta dengan masyarakat. Kemitraan harus didasarkan pada kebutuhan
yang riil. Sektor swasta seringkali sulit tumbuh karena mengalami hambatan
birokratis seperti sulitnya memperoleh berbagai bentuk izin dan kemudahan-
kemudahan lainnya. Hambatan birokratis seperti ini harus segera diakhiri antara
lain dengan pembentukan pelayanan satu atap, pelayanan terpadu, dan sebagainya.
12. Komitmen pada Pengurangan Kesenjangan ( Commitment to Reduce
Inequality)
Kesenjangan ekonomi yang juga menunjukkan adanya kesenjangan tingkat
kesejahteraan, merupakan isu dan permasalahan penting saat ini. Kesenjangan
ekonomi baik yang meliputi kesenjangan antara pusat dan daerah, antar daerah,
maupun antar golongan pendapatan merupakan salah satu penyebab lambatnya
proses pemulihan ekonomi dewasa ini. Kesenjangan lain adalah kesenjangan
“perlakuan” antara laki-laki dan perempuan, dimana perempuan sering
mendapatkan perlakuan yang berbeda/diskriminatif dalam kehidupan
bermasyarakat. Hal penting untuk diperhatikan adalah kesenjangan dapat memicu
konflik dalam masyarakat yang pada akhirnya dapat menyebabkan disintegrasi
bangsa. Upaya yang dilakukan untuk mengurangi berbagai kesenjangan tersebut
merupakan wujud nyata prinsip komitmen padapengurangan kesenjangan.
13. Komitmen pada Lingkungan Hidup ( Commitment to Environmental
Protection)
Masalah lingkungan dewasa ini telah berkembang menjadi isu yang sangat
penting, baik pada tataran nasional maupun internasional. Hal ini berakar pada
kenyataan bahwa daya dukung lingkungan semakin lama semakin menurun akibat
pemanfaatan yang tidak terkendali. Kewajiban penyusunan analisis mengenai
dampak lingkungan secara konsisten, penegakan hukum lingkungan secara
konsekuen, pengaktifan lembaga-lembaga pengendali dampak lingkungan hidup
serta pengelolaan sumber daya alam secara lestari merupakan contoh untuk
mewujudkan prinsip komitmen pada lingkungan yang berkelanjutan.
14. Komitmen pada Pasar yang Fair ( Commitment to Fair Market)
Pengalaman kebijakan yang tidak berkomitmen pada pasar telah membuktikan
bahwa campur tangan pemerintah dalam kegiatan ekonomi seringkali berlebihan
sehingga akhirnya membebani anggaran belanja dan bahkan merusak pasar.
Bantuan pemerintah untuk mengembangkan perekonomian masyarakat seringkali
tidak diikuti oleh pembangunan atau pemantapan mekanisme pasar. Upaya
pengaitan kegiatan ekonomi masyarakat dengan pasar, baik di dalam daerah
maupun antardaerah merupakan contoh wujud nyata penerapan prinsip komitmen
pada pasar yang fair. Pengembangan perekonomian masyarakat tanpa didukung
oleh kebijakan publik yang tidak mencerminkan komitmen pada pasar akan
menyebabkan rendahnya daya saing perekonomian.
B) KARAKTERISTIK KEPEMERINTAHAN YANG BAIK MENURUT
UNDP (1997)
UNDP mengemukakan bahwa karakteristik atau prinsip-prinsipnya yang harus
dianut dan dikembangkan dalam praktek penyelenggaraan kepemerintahan yang
baik, mencakup:
1. Partisipasi (Participation)
Keikutsertaan amsyarakat dalam proses pembuatan keputusan, kebebasan
berserikatdan berpendapat, serta kebebasan untuk berpartisipasi secara konstruktif
2. Aturan Hukum (rule of law)
Hukum harus adil tanpa pandang bulu, ditegakkan dan dipatuhi secara utuh
(impartially) terutama aturan hukum tentang hak-hak manusia
3. Transparan (Transparency)
adanya kebebasan aliran informasi dalam berbagai proses kelembagaan sehingga
mudah diakses oleh mereka yang membutuhkan. Informasi harus disediakan
secara memadai dan mudah dimengerti, sehingga dapat digunakan sebagai alat
monitoring dan evaluasi
4. Daya Tanggap (Responsiveness)
Setiap institusi prosesnya harus diarahkan pada upaya untuk melayani berbagai
pihak yang berkepentingan (stakeholders)
5. Berorientasi Konsensus (Consensus Orientation)
Bertindak sebagai mediator bagi berbagai kepentingan yang berbeda untuk
mencapai kesepakatan. Jika dimungkinkan, dapat diberlakukan terhadap berbagai
kebijakan dan prosedur yang akan ditetapkan pemerintah
6. Berkeadilan (equity)
Memberikan kesempatan yang sama baik terhadap laki-laki maupun perempuan
dalam upaya meningkatkan dan memelihara kualitas hidupnya
7. Efektivitas dan efisiensi (effectiveness and efficience)
Segala proses dan kelembagaan dirahkan untuk menghasilkan sesuatu yang benar-
benar sesuai dengan kebutuhan melalui pemanfaatan yang sebaik-baiknya
berbagai sumber yang tersedia
8. Akuntabilitas (accountability)
Para pengambil keputusan (pemerintah, swasta dan masyarakat madani) memilik
pertanggung jawaban kepada public sesuai dengan keputusan baik internal
maupun eksternal
9. Bervsisi Strategis (Strategic Vision)
Para pemimpin masyarakat dan memiliki perspektif yang luas dan jangka panjang
dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan manusia dengan
memahami aspek-aspek histories, cultural, dan kompleksitas social yang
mendasari perspektif mereka.
10. Saling Keterkaitan (interrelated)
Adanya saling memperkuat dan terkait (mutually reinforching) dan tidak bisa
berdiri sendiri.
C) UNDANG-UNDANG N0.28 TAHUN 1999 TENTANG
PENYELENGGARAAN NEGARA YANG BERSIH DAN BEBAS
DARI KORUPSI KOLUSI DAN NEPOTISME (PASAL 3)
1. Asas Kepastian Hukum
Yaitu asas dalam Negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan
perundang-undangan, kepatutan dan keadilan dalam setiap kebijakan
penyelenggaraan Negara.
2. Asas Tertib Penyelenggaraan Negara
Adalah asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan
dalam pengendalian penyelenggaraan Negara
3. Asas Kepentingan Umum
Adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif,
akomodatif, dan selektif
4. Asas Keterbukaan
Adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh
informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan
Negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi,
golongan dan rahasia Negara
5. Asas Proporsionalitas
Adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban
penyelenggaraan Negara
6. Asas Profesionalitas
Yaitu asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan
ketentuan peraturan perundnag-undangan yang berlaku
7. Asas Akuntabilitas
Adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir kegiatan
penyelenggaraan Negara harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau
rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi. Negara sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
D) KETETAPAN MPR NOMOR IV/MPR/2001 TENTANG ETIKA
KEHIDUPAN BERBANGSA DAN UU NOMOR 43 TAHUN 1999
SEBAGAI PERUBAHAN UU NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG
KEPEGAWAIAN
Di dalam Ketetapan MPR Nomor VI Tahun 2001 tentang Etika
Kehidupan Berbangsa dirumuskan bahwa Etika Kehidupan Berbangsa adalah
rumusan yang besumber dari ajaran agama, khususnya yang bersifat univesal dan
nilai-nilai luhur budaya bangsa yang tercermin dalam Pancasil sebagai acuan
dasar dalam berpikir, bersikap dan bertingkah laku dalam kehidupan berbangsa.
Pokok-pokok etika kehidupan berbangsa mengedepankan kejujuran, amanah,
keteladanan, sportivitas, disiplin, etos kerja, kemandirian, sikap toleransi, rasa
malu, tanggungjawab, menjaga kehormatan serta martabat diri sebagai warga
bangsa, beretika sosial dan budaya, beretika politik dan pemerintahan, beretika
ekonomi dan bisnis, beretika penegakan hukum yang berkeadilan, beretika
keilmuan, dan beretika lingkungan. Etika ini dapat dijabarkan secara rinci sebagai
berikut:
1. Etika sosial dan budaya (jujur, peduli, saling memahami, menghargai,
mencintai, menolong, dan keteladanan).
2. Etika politik dan pemerintahan (menuju pemerintahan yang bersih, efisien
dan efektif ditandai keterbukaan, tanggungjawab, tanggap, aspiratif,
menghargai perbedaan, jujur dalam persaingan, kesediaan menerima pendapat
orang lain, menjunjung tinggi hak asasi manusia, peduli, siap mundur apabila
dirinya melanggar kaidah dan sistem nilai atau tidak mampu melaksanakan
tugas, mendahulukan kepentingan umum, harus bersikap jujur, amanah,
sportif, siap melayani, berjiwa besar, rendah hati, dan menjadi teladan,
toleransi tinggi, tidak pura-pura, tidak arogan, jauh dari munafik, tidak
melakukan kebohongan publik, tidak manipulatif dan menghindari tindakan
tidak terpuji).
3. Etika ekonomi dan bisnis (berjiwa wirausaha, mendorong berkembangnya
etos kerja ekonomi, mendorong pemberdayaan ekonomi, menghindari KKN,
tidak diskriminasi, dan berusaha mengentaskan kemiskinan, berpandangan
global).
4. Etika penegakan hukum yang berkeadilan (tenang, teratur, taat dan tertib
hukum, kepastian hukum, berusaha bertindak adil dan tidak diskriminatif),
5. Etika keilmuan (menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, berimtaq dan beriptek,
berbudauya kerja produktif, mewujudkan karsa, cipta dan karya yang
tercermin dalam perilaku kreatif, inovatif, inventif, komunikatif, mendorong
budaya baca-tulis-teliti-karya dan berpandangan global).
6. Etika lingkungan (kesadaran menghargai dan melestarikan lingkungn hidup,
penataan ruang, berkelanjutan, berkesinambungan, dan berwawasan
lingkungan (sustainable development).
UU nomor 43 tahun 1999 yang merupakan perubahan UU 8 tahun 1974
tentang Pokok-pokok Kepegawaian, mengatur tentang profesionalitas dan
netralitas PNS serta membangun manajemen kepegawaian berbasis kinerja. Di
dalam manajemen ini dikenal kedudukan, kewajiban, hak, manajemen PNS,
kebijaksanaan manajemen, formasi, penilaian prestasi kerja, perpindahan jabatan,
pengangkatan pemindahan, pemberhentian PNS, jiwa korps, kode etik, pendidikan
dan pelatihan, kompetensi, produktivitas, netralitas, dan kesejahteraan. Unsur-
unsur ini terkandung dalam nilai-nilai dasar budaya kerja aparat negara yang
dikenal sebagai 17 (tujuhbelas) pasang nilai-nilai dasar budaya kerja aparat
negara.
E) DASAR ETIKA: TUJUH BELAS PASANG NILAI-NILAI DASAR
BUDAYA KERJA APARATUR NRGARA (KEPMENPAN NOMOR
25 TAHUN 2002)
1. Komitmen dan Konsisten terhadap Visi, Misi, dan Tujuan Organisasi,
dalam Pelaksanaan Kegiatan Pemerintahan dan Pembangunan:
Keteguhan hati, tekad yang mantap untuk melakukan dan mewujudkan sesuatu
yang diyakini. Ketetapan, kesesuaian, ketaatan, kemantapan dalam bertindak
sesuai visi dan misi.
2. Wewenang dan Tanggungjawab
Hak dan kekuasaan untuk melakukan sesuatu dan tanggungjawab:kesediaan
menanggung sesuatu. Jika salah, wajib memperbaiki atau dapat dituntut/
diperkarakan.
3. Keikhlasan dan Kejujuran
Rela sepenuh hati, dating dari lubuk hati, tidak mengharapkan imbalan atau balas
jasa, semata-mata karena menjalankan tugas/amanah demi Tuhan dan benar dalam
kata dan perbuatan, berani menolak/melawan kebatilan.
4. Integritas dan Profesionalisme/Profesionalitas
Menyatu dengan unit kerja/system yang ada, terampil, andal, kompeten, dan
bertanggungjawab.
5. Kreativitas dan Kepekaan (Sensitivitas) terhadap lingkungan tugas
Ide spontan, iovasi, adopsi, dan difusi, responsif dan proaktif/reaktif.
6. Kepemimpinan dan Keteladanan
Mengarahkan, membimbing, memotivasi, konsisten, dan komunikatif. Tindakan
yang segera memicu/mendorong pihak lain, berbuat/bertindak agar ditiru, antara
lain:iman, taqwa, beriptek, budaya baca-tulis, belajar terus, integritas, adil, arif,
tegas, bertanggungjawab, ramah, rendah hati, toleran, gembira, silih asah-asih-
asuh, sabar, periang dan tersenyum.
7. Kebersamaan dan Dinamika Kelompok Kerja
Suasana hati bersama, untuk kepentingan bersama. Tidak bekerja sendiri, tidak
egois, dan bekerja terintegrasi.
8. Ketepatan (Keakurasian) dan Kecepatan
Mengenai sasaran, mencapai tujuan, teliti, dan bebas kesalahan. Penggunaan
waktu lebih singkat dan pendek.
9. Rasionalitas dan Kecerdasan Emosi
Berpikir cerdas, obyektif, logis, sistematik, ilmiah, dan intelektual. Kecerdasan
Emosi: Spontan, kreatif, inovatif, holistik, integratif, dan kooperatif.
10. Keteguhan dan Ketegasan
Kuat dalam berpegang pada aturan, nilai moral, dan prinsip manajemen. Sifat,
watak, dan tindakan yang jelas dan tidak ragu-ragu.
11. Disiplin dan Keteraturan Bekerja
Taat aturan, norma, dan prinsip. Perilaku konsisten mengikuti ketentuan/prosedur.
12. Keberanian dan Kearifan dalam mengambil Keputusan dan Menangani
Konflik
Berani menanggung resiko atas perbuatan yang dilakuka, menuju pada hal-hal
yang benar/baik.
13. Dedikasi dan Loyalitas
Rela berkorban, mau menyatu dengan lingkungan.Mau dan patuh pada
tindakan/anjuran atasan.
14. Semangat dan Motivasi
Daya/energi yang mendorong perilaku ke tingkat tertingi. Merujuk pada tujuan
untuk memenuhi kebutuhan.
15. Ketekunan dan Kesabaran
Teliti, rajin, konsisten, berkelanjutan, dan tidak cepat ke tingkat tertinggi.
Merujuk pada tujuan untuk memenuhi kebutuhan.
16. Keadilan dan Keterbukaan
Bekerja sesuai tugas, fungsi, dan wewenang, dapat membedakan hak dan
kewajiban, dan tidak memihak. Tidak ada yan ditutupi (pada norma tertentu),
bebas memeroleh informasi dan menyampaikan pendapat.
17. Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Ilmu murni/terapan yang mengajak berbuat obyektif, tidak tahyul, dan menuju
keteraturan.Cara melaksanakan pekerjaan yang efisien dan efektif, cepat-tepat-
pasti, baik dengan cara sederhana maupun canggih.
F) PP NOMOR 1 TAHUN 2000 MENETAPKAN PRINSIP-PRINSIP
KEPEM’ERINTAHAN YG BAIK :
1. Provesionalisme
2. Akuntabilitas
3. Transparansi
4. Pelayanan prima
5. Demokrasi
6. Efisiensi
7. Efektivitas
8. Supremasi hukum
9. Diterima oleh publik
D). KERANGKA MENGENAI ASAS PEMIKIRAN YANG BAIK
Dari apa yang telah diulas pada sub Bab sebelumnya dapat diketahui
bahwa sebenarnya terdapat banyak sekali azas-azas yang perlu menjadi pedoman
bagi pemerintah dalam rangka mewujudkan pemerintah yang baik dan
semestinya. Azas dapat dikatakan adalah sebagai pandangan hidup bagi
pemerintah yang pada hakikatnya merupakan pemegang kekuasaan tertinggi
dalam masyarakat sekaligus sebagai pelayan masyarakat itu sendiri.
Berdasarkan konsep negara hukum kesejahteraan, fungsi utama
pemerintah atau eksekutif adalah untuk menjamin dan mewujudkan kesejahteraan
bagi warga negara. Pemerintah mulai dari presiden, menteri, gubernur, camat
sampai tingkat desa melakukan tugas negara untuk kesejahteraan. Namun seiring
dengan pemberian tugas dan tanggung jawab yang besar itu kepada administrasi
negara, kepadanya juga diberikan wewenang berupa freies
ernessen atau discretionare, yaitu kebebasan untuk bertindak atas inisiatif sendiri
menyelesaikan persoalan-persoalan penting dan mendesak yang muncul secara
tiba-tiba, di mana hukum tidak mengaturnya, serta dapat dipertanggungjawabkan
baik secara hukum maupun secara moral.
Karena dengan freies ernessen memungkinkan munculnya peluang
benturan kepentingan antara pemerintah dan rakyat, yang merupakan bentuk
penyimpangan tindakan pemerintah yang bisa mengakibatkan terampasnya hak
asasi warga negara, maka diperlukan suatu asas-asas sebagai tolak ukur kebenaran
pemerintah dalam bertindak. Asas-asas tersebut biasa dinamakan asas-asas umum
pemerintahan yang baik, asas-asas ini dipertama kali diusulkan oleh Komisi De
Monchy di Belanda pada tahun 1950.
Arti penting dan fungsi asas-asas umum pemerintahan yang layak bagi
administrasi negara adalah sebagai pedoman dalam penafsirkan dan penerapan
terhadap ketentuan perundang-undangan yang sumir, samar atau tidak jelas, juga
untuk membatasi dan menghindari kemungkinan administrasi negara
mempergunakan freies ermessen yang jauh menyimpang dari ketentuan Undang-
Undang. Bagi masyarakat, sebagai pencari keadilan, asas-asas umum
pemerintahan yang layak dapat digunakan sebagai dasar gugatan. Bagi hakim Tata
Usaha Negara, dapat digunakan segabai alat menguji dan membatalkan keputusan
yang dikeluarkan pejabat Tata Usaha Negara dan asas-asas umum pemerintahan
yang layak juga berguna bagi badan legislatif dalam merancang Undang-Undang.
Pelaksanaan sistem pemerintahan di negara kita tentu didasarkan pada asas-asas
umum pemerintahan yang layak. Maka dari itu apabila terjadi akibat hukum yang
merugikan dari adanya penetapan tertulis dari Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara, lebih-lebih bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang
baik, orang atau badan hukum perdata yang kepentingannya dirugikan dapat
mengajukan gugatan ke pengadilan untuk mendapat keputusan.
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka yang
menjadi Permasalahan dalam tulisan ini akan adalah bagaimana arti penting Asas-
asas Umum Pemeritahan yang Baik dalam penyelesaian sengketa Tata Usaha
Negara?
Dengan adanya azas-azas yang telah disepakati, hal tersebut sekaligus akan
menjadi filter bagi pemerintah agar tidak menjadi pemerintah yang super power
dan bertindak di luar kapasitasnya sebagai penentu kebijakan dan pelayan publik.
Dari beberapa sumber penetapan azas-azas diatas, dapat diambil beberapa azas
yang merupakan poin-poin yang dianggap sebagai azas-azas yang baik dan telah
disepakati, yakni:
Azas visionary
Azas transparansi
Azas partisipasi masyarakat
Azas akuntabilitas
Azas supremasi hukum
Azas demokrasi
Azas professionalisme
Azas daya tanggap
Azas efisiensi dan efektivitas
Azas desentralisasi
Azas kepastian hukum
Azas penyelenggaraan negara
Azas kemitraan dengan dunia usaha
Azas pengurangan kesenjangan
Azas kepentingan umum
Azas komitmen pada lingkungan hidup dll.
Selain dari apa yang tertuang pada beberapa asas- asas pemerintahan yang
baik yang sudah ada tersebut, penulis juga memiliki argumen atau saran atas asas
yang perlu diperhitungkan kembali atau di perhatikan guna agar dapat
mewujudkan jalannya pemerintahan yang lebih baik.
Asas-asas tersebut ialah, asas non-kekerabatan, asas normatif, dan asas kebebasan
bertanggung jawab.
Asas non- kekerabatan
Asas ini dapat diartikan sebagai adanya suatu kebijakan dari pemerintah
dimana dalam melakukan suatu kinerja dalam pemerintahan bersifat obyektif atau
tidak memperhitungkan apakah pihak yang menjalani kerjasama dalam
pemerintahan haruslah orang lain, bukan orang dalam ataupun kerabat dari dalam
pemerintahan itu sendiri. Misalnya saja pada penentuan kontraktor proyek
pembangunan negara, dalam hal perekrutan tenaga kerja dalam dinas
pemerintahan serta penempatan jabatan. Dengan diberlakukannya asas non-
kekerabatan dalam pelaksanaan program pemerintah, diharapkan akan
meminimalisir tingkat kecurangan, penyelewengan dana atau KKN.
Asas normatif
Asas ini adalah asas yang perlu diperhitungkan dalam hal realisasi kinerja
pemerintah agar tidak bertolak belakang dengan norma-norma yang sudah
berkembang di dalam masyarakat, baik pada norma agama, kesusilaan,
kesopanan, kebiasaan, dan hukum. Dengan begitu, masyarakat tentu akan
mendukung kebijakan yang fleksibel dan menyesuaikan dalam lingkungan
masyarakat.
Asas kebebasan bertanggung jawab (freis ernessen)
Asas ini adalah asas bagi pemerintah dimana dalam pelaksanaan tugasnya
berhak untuk mengambil keputusan sendiri demi mewujudkan masyarakat yang
sejahtera, adil dan makmur. Hierarkis dalam pemerintahan berhak untuk
menentukan kebijakan apa yang perlu diambil dalam menyesuaikan kondisi yang
ada pada masyarakat, sehingga mempunyai hak tersendiri tanpa perlu
pertimbangan secara mutlak dari lapisan yang lebih tinggi selama keputusan yang
diambil demi kemanfaatan bagi masyarakat dan dapat dipertanggungjawabkan.
Dari apa yang sudah dikemukakan dari azas-azas tersebut, maka perlu
adanya keterkaitan antara azas yang satu dengan azas lainnya, dengan kata lain
pelaksanaan harus sejalan, dan tidak bertentangan agar tidak timbul adanya
pembiasan dalam pelaksanaan azas yang sudah ditetapkan tersebut. Misalnya saja
pada azas partisipasi masyarakat, dimana masyarakat merujuk pada keterlibatan
aktif masyarakat dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan
penyelenggaraan pemerintahan. Partisipasi masyarakat mutlak diperlukan agar
penyelenggara pemerintahan dapat lebih mengenal warganya berikut cara pikir
dan kebiasaan hidupnya, masalah yang dihadapinya, cara atau jalan keluar yang
disarankannya, apa yang dapat disumbangkan dalam memecahkan masalah yang
dihadapi, dan sebagainya. Dengan demikian kepentingan masyarakat dapat
tersalurkan di dalam penyusunan kebijakan sehingga dapat mengakomodasi
sebanyak mungkin aspirasi dan kepentingan masyarakat, serta mendapat
dukungan masyarakat luas. Kehadiran dan keikutsertaan warga masyarakat dalam
forum pertemuan publik, serta keaktifan mereka dalam menyumbangkan pikiran
dan saran menunjukkan bahwa urusan pemerintahan juga menjadi urusan mereka
dan bukan semata urusan birokrat. Kurangnya partisipasi dalam penyelenggaraan
pemerintahan akan menyebabkan kebijakan publik yang diputuskan tidak mampu
mengakomodasi berbagai aspirasi dan kepentingan masyarakat, yang dapat
mengakibatkan kegagalan dalam pencapaian tujuan kebijakan tersebut. Pada azas
ini, pemerintah juga perlu mempertimbangkan pada aspek asas lainnya,
akuntabiltas misalnya. Partisipasi masyarakat yang terlalu melebihi batas, tentu
akan berdampak pada kisruhnya pelaksaan pemerintahan yang baik karena banyak
pihak yang memanfaatkan keadaan untuk kepentingan golongannya sendiri.
Selain itu asas-asas yang menjadi pedoman pemerintah tesebut haruslah
bersifat implementatif atau dapat dilaksanakan. Asas pemerintahan yang baik juga
harus memperhitungkan aspek sosial yang ada di masyarakat agar dapat diterima
dan sesuai dengan harapan
top related