analisis komparasi kinerja keuangan atas …
Post on 18-Nov-2021
7 Views
Preview:
TRANSCRIPT
ANALISIS KOMPARASI KINERJA KEUANGAN ATAS
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN TAX AMNESTY
(Studi Kasus pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk)
Gitta Wahyu Retnani
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Brawijaya
Malang
E-mail : gittawahyuretnani@yahoo.com
ABSTRACT
Tax amnesty is the government’s policy to stimulate state revenue from tax sector
for accelerating national development. Tax amnesty funds, especially repatriation funds,
are submitted by the third party to the banks appointed as perception banks. This
research aims to compare the financial performance before and after the implementation
of tax amnesty policy phase II and the repatriation fund projection, as well as to relate
the financial performance and earnings by the end of tax amnesty policy phase III
implementation. The study is administered at PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk,
one of the perception banks in Indonesia. The data are analyzed by means of Wilcoxon
test toward the financial performance ratio calculation, which consist of LDR, NPL,
CAR, ROA, BOPO and NIM. Besides, the projection is examined by least square trend,
regression, and expected value analysis. The result of the study shows that bank financial
performance has improved during the implementation of tax amnesty. When the estimated
third party fund from repatriation to BRI can be obtained optimally and is likely to
improve bank financial performance, the earnings can also be maximally gained.
Keywords: Tax Amnesty, Repatriation Fund, Third Party Fund, Bank Financial
Performance, Earnings.
ABSTRAK
Tax amnesty merupakan kebijakan pemerintah untuk memacu penerimaan negara
dari sektor perpajakan untuk mempercepat pembangunan nasional. Dana tax amnesty,
khususnya dana repatriasi, masuk sebagai dana pihak ketiga ke sektor perbankan yang
ditunjuk sebagai bank persepsi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan
kinerja keuangan sebelum dan setelah kebijakan tax amnesty diimplementasikan hingga
tahap II serta proyeksi perolehan dana repatriasi yang dikaitkan dengan kinerja keuangan
dan perolehan laba bank setelah kebijakan tax amnesty yang berakhir pada tahap III
diimplementasikan. Objek penelitian ini adalah PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero),
Tbk (BRI), salah satu bank persepsi di Indonesia. Analisis data dilakukan dengan
melakukan uji Wilcoxon pada beberapa rasio kinerja keuangan yang terdiri dari LDR,
NPL, CAR, ROA, BOPO, dan NIM. Adapun proyeksi menggunakan analisis tren least
square, regresi, dan expected value. Hasil penelitan menunjukkan bahwa kinerja
keuangan BRI kian membaik seiring implementasi kebijakan tax amnesty dan apabila
perkiraan tambahan dana pihak ketiga dari dana repatriasi dapat diperoleh secara optimal
dan mampu memperbaiki kinerja keuangan bank maka laba pun dapat diperoleh secara
maksimal.
Kata Kunci : Tax Amnesty, Dana Repatriasi, Dana Pihak Ketiga, Kinerja Keuangan
Bank, Laba.
A. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kondisi perekonomian global yang tidak stabil berdampak cukup
signifikan terhadap laju pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal ini ditunjukkan
dengan neraca perdagangan dan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN)
nasional mengalami defisit serta tingkat pengangguran, kemiskinan, dan
kesenjangan sosial meningkat. Negara harus segera menemukan sumber
pertumbuhan ekonomi baru mengingat pada pemerintahan Joko Widodo – Jusuf
Kalla begitu mengedepankan pembangunan khususnya infrastruktur diberbagai
bidang guna memberikan multiplier effect berkelanjutan terhadap perekonomian
nasional dan mempercepat pemerataan pembangunan di seluruh wilayah
Indonesia. Tentunya dapat dipastikan bahwa Indonesia sedang membutuhkan
sejumlah dana yang sangat besar untuk melaksanakan pembangunan tersebut.
Pada tahun 2016, anggaran infrastruktur dalam APBN mencapai Rp 313,5
triliun. Angka ini menunjukkan kenaikan yang signifikan dibandingkan tahun
sebelumnya yang hanya mencapai Rp 290,3 triliun (Rasbin, 2016). Hal ini
menjadi masalah karena sejak tahun 2012 sumber penerimaan negara yang sekitar
75% berasal dari pajak tidak tercapai realisasinya bahkan mengalami tren
penurunan. Penurunan penerimaan pajak tersebut tampaknya tidak lepas dari
akibat kondisi perpajakan di Indonesia yang mengalami banyak persoalan
sehingga menyebabkan Warga Negara Indonesia (WNI) lebih tertarik untuk
melarikan aset/hartanya ke luar negeri, terutama di negara yang memiliki tarif
pajak rendah bahkan bebas pajak yang dikenal dengan istilah tax haven country.
Melihat besarnya potensi dana WNI di luar negeri, pemerintah
mengeluarkan terobosan baru yaitu kebijakan pengampunan pajak atau dikenal
dengan istilah tax amnesty dan memberlakukan Undang-Undang (UU)
Pengampunan Pajak guna menarik kembali dana tersebut ke tanah air sebagai
sumber pendanaan. Program kebijakan tersebut akan dimulai dari awal Juli 2016
hingga akhir Maret 2017 dan dibagi menjadi tiga tahap. Terkait penarikan dan
penempatan dana dari program tax amnesty, pemerintah melibatkan beberapa
perbankan nasional (dikenal dengan istilah bank persepsi) sebagai Gateway, pintu
masuknya dana pengampunan pajak. Dana tax amnesty yang masuk ke bank
terdiri dari dua jenis, yaitu uang tebusan dan dana repatriasi. Mengingat dana tax
amnesty yang masuk dalam jumlah besar, adapun target penerimaan tax amnesty
di Indonesia ditetapkan sebesar Rp 165 triliun untuk uang tebusan dan Rp 1.000
triliun untuk dana repatriasi (Liputan 6.com, 12 Desember 2016). Jumlah bank
persepsi yang ditunjuk sebagai Gateway program tax amnesty ada 77 bank, terdiri
dari 73 bank swasta nasional dan 4 bank BUMN.
Diantara keempat bank BUMN tersebut, PT. Bank Rakyat Indonesia
(Persero), Tbk atau yang lebih dikenal dengan BRI memiliki jaringan kerja yang
sangat luas sehingga diharapkan mampu memperoleh peluang yang besar untuk
mendapatkan limpahan Dana Pihak Ketiga (DPK) dari repatriasi maupun
pendapatan fee penerimaan jasa penyetoran penebusan. Disamping itu, sampai
dengan posisi 31 Desember 2016, BRI juga merupakan bank dengan perolehan
laba tertinggi dan mempunyai systemic risk tertinggi diantara bank BUMN
diharapkan mampu memanfaatkan peluang tersebut guna mempertahankan posisi
yang diraihnya tersebut. Dengan adanya kebijakan pengampunan pajak, potensi
dana yang masuk ke BRI bisa mencapai ratusan triliun rupiah, baik dana wajib
pajak yang berada di dalam negeri maupun yang berada di luar negeri dalam
bentuk multicurrency atau beragam mata uang (dana repatriasi). Yang artinya,
BRI akan mendapatkan bantuan berupa tambahan likuiditas yang cukup besar
sehingga diharapkan mampu memperbaiki kinerja keuangannya dan
meningkatkan keuntungannya. Adapun target perolehan dana tax amnesty
khususnya dana repatriasi yang dibidiknya yaitu sebesar Rp 50 triliun, sedangkan
untuk uang tebusan tidak dibidik target karena hanya sebagai payment point.
Dalam menjalankan mandatnya, bank persepsi tak lepas dari tuntutannya
untuk mampu bersaing demi mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan
melalui perbaikan kinerja keuangannya sehingga memperoleh keuntungan.
Kinerja keuangan perbankan dapat diukur oleh beberapa indikator atau rasio
berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/24/DPNP tanggal 25
Oktober 2011 yang nantinya dapat dikaitkan dengan masuknya dana tax amnesty
khususnya dana repatriasi yang merupakan DPK pada bank antara lain Loan to
Deposit Ratio (LDR), Non Performing Loan (NPL), Capital Adequency Ratio
(CAR), Return On Asset (ROA), Beban Operasional Pendapatan Operasional
(BOPO) dan Net Interest Margin (NIM). Adanya tambahan dana repatriasi
tersebut akan dikelola oleh BRI dan dianalisis dengan memperhatikan sisi
indikator utama perbankan seperti aset, kredit, laba (bersih), dan DPK itu sendiri
sebagai dasar untuk mengetahui perbandingan kondisi kinerja keuangannya
sebelum dan setelah kebijakan tax amnesty diimplementasikan.
Mengingat kebijakan tersebut berakhir pada akhir Maret 2017 (tahap III)
mendatang dan begitu besarnya potensi DPK yang tumbuh akibat tambahan dana
repatriasi dari program tersebut apabila dapat disalurkan dengan baik oleh industri
perbankan sehingga dapat diproyeksikan potensinya guna memaksimalkan kinerja
keuangan yang diukur dengan rasio terkait dan diperoleh seberapa besar potensi
perolehan labanya. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
sejauh mana bank menangkap peluang sumber dana tersebut untuk dialokasikan
kepada aset yang produktif dan pada akhirnya bank dapat memperbaiki kinerja
keuangannya dan memperoleh keuntungan yang tinggi dengan judul : “Analisis
Komparasi Kinerja Keuangan Atas Implementasi Kebijakan Tax Amnesty”
dengan studi kasus pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian beberapa masalah yang dipaparkan dalam latar
belakang, maka peneliti mengambil rumusan masalah :
1. Bagaimana perbandingan kondisi kinerja keuangan BRI dan perbankan
nasional sebelum kebijakan tax amnesty diimplementasikan ?
2. Bagaimana perbandingan kondisi kinerja keuangan BRI sebelum dan setelah
kebijakan tax amnesty hingga tahap II diimplementasikan ?
3. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan atas kondisi kinerja keuangan
BRI sebelum dan setelah kebijakan tax amnesty hingga tahap II
diimplementasikan ?
4. Bagaimana hasil proyeksi perolehan DPK BRI dari adanya tambahan dana
repatriasi yang dikaitkan dengan kinerja keuangan terutama perolehan laba
setelah kebijakan tax amnesty yang berakhir pada tahap III
diimplementasikan ?
Tujuan Penelitian
Berikut ini adalah tujuan dari dilakukannya penelitian ini :
1. Mengetahui perbandingan kinerja keuangan BRI dan perbankan nasional
sebelum kebijakan tax amnesty diimplementasikan (kondisi sampai dengan
30 Juni 2016).
2. Mengetahui perbandingan kondisi kinerja keuangan BRI sebelum dan setelah
kebijakan tax amnesty hingga tahap II diimplementasikan.
3. Mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan atas kondisi kinerja
keuangan Bank BRI sebelum dan setelah kebijakan tax amnesty hingga tahap
II diimplementasikan.
4. Mengetahui hasil proyeksi perolehan DPK Bank BRI dari adanya tambahan
dana repatriasi yang dikaitkan dengan kinerja keuangan terutama perolehan
laba setelah kebijakan tax amnesty yang berakhir pada tahap III
diimplementasikan.
B. LANDASAN TEORI
Tax Amnesty (Pengampunan Pajak)
Menurut Pasal 1 UU No 11/2016 tentang Definisi Pengampunan Pajak,
Harta, dan Uang Tebusan, Pengampunan Pajak adalah penghapusan pajak yang
seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi
pidana di bidang perpajakan, dengan cara mengungkap Harta dan membayar Uang
Tebusan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak.
Sementara yang dimaksud dengan Harta yaitu akumulasi tambahan kemampuan
ekonomis berupa seluruh kekayaan, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik
bergerak maupun tidak bergerak, baik yang digunakan untuk usaha maupun bukan
untuk usaha, yang berada didalam dan/atau diluar wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Sementara itu, pengertian Uang Tebusan adalah sejumlah
uang yang dibayarkan ke kas negara untuk mendapatkan Pengampunan Pajak.
Tarif dan Cara Menghitung Uang Tebusan
Berikut ini merupakan tabel tarif pengampunan pajak beserta periode
pelaksanaan kebijakan tax amnesty di Indonesia berdasarkan Pasal 4 Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak:
Tabel 1
Tarif Pengampunan Pajak
No
Periode
Tarif Uang Tebusan
Harta di
dalam negeri/
harta yang
dialihkan ke
dalam negeri
Harta yang di
luar negeri yang
tidak dialihkan
ke dalam negeri
WajibPajak yang peredaran
usahanya sampai dengan 4,8 M
Nilai harta
sampai
dengan
Rp 10 M
Nilai harta
lebh dari
Rp 10 M
1 1 Juli 2016 s.d 30
September 2016
2 % 4 % 0.5 % 2 %
2 1 Oktober 2016 s.d 31
Desember 2016
3 % 6 %
3 1 Januari 2017 s.d 31
Maret 2017
5 % 10 %
Sumber : Buku Panduan Praktis Amnesti Pajak (Suharno, 2016)
Tata cara penghitungan Uang Tebusan telah diatur dalam Pasal 5 UU
Nomor 11/2016, Pasal 9/PMK 118/ PMK.03/2016 mengenai Cara Menghitung
Uang Tebusan. Dasar pengenaan Uang Tebusan dihitung berdasarkan nilai Harta
bersih yang belum atau belum seluruhnya dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir.
Sedangkan yang dimaksud dengan Nilai Harta bersih adalah Harta tambahan yang
belum pernah dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir dikurangi dengan Utang terkait
dengan perolehan Harta tambahan tersebut. Kemudian, besarnya Uang Tebusan
dihitung dengan cara mengalikan tarif yang sesuai, dengan dasar pengenaan Uang
Tebusan.
Gateway Penempatan dan Pengelolaan Dana Pengampunan Pajak
Pengelola Harta Wajib Pajak yang berperan sebagai pintu masuk
(Gateway) pengalihan Harta Wajib Pajak disebut Gateway. Bank (Persepsi),
Manajer Investasi, dan Perantara Pedagang Efek yang ditunjuk oleh Menteri
sebagai Gateway untuk penempatan dan pengelolaan dana Wajib Pajak pada
instrumen investasi dalam rangka Pengampunan Pajak.
Dana yang telah dialihkan dan ditempatkan pada Rekening Khusus dalam
rangka amnesti pajak dapat diinvestasikan pada instrumen investasi. Investasi atas
dana yang dialihkan tersebut dilakukan dalam bentuk : SBN Republik Indonesia;
Obligasi Badan Usaha Milik Negara; Obligasi lembaga pembiayaan yang dimiliki
oleh pemerintah; Investasi keuangan pada Bank Persepsi; Obligasi perusahaan
swasta yang perdagangannya diawasi oleh OJK; Investasi infrastruktur melalui
kerja sama pemerintah dengan badan usaha; Investor sektor riil berdasarkan
prioritas yang ditentukan oleh pemerintah; dan Bentuk investasi lainnya yang sah
sesuai dengam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bentuk investasi ditempatkan pada instrumen investasi sebagai berikut :
Efek bersifat utang, termasuk Medium Term Notes, Sukuk; Saham; Unit
penyertaan reksa dana; Efek beragun aset; Unit penyertan dana investasi real
estate; Deposito, Tabungan; Giro; dan/atau Instrumen investasi pasar keuangan
lainnya (asuransi, perusahaan pembiayaan, dana pensiun, atau modal ventura).
Bank Persepsi
Berdasarkan Pasal 1 UU Pengampunan Pajak No. 14/2016, Bank Persepsi
adalah bank umum yang ditunjuk oleh Menteri untuk menerima setoran
penerimaan negara dan berdasarkan Undang-Undang, ditunjuk untuk menerima
setoran Uang Tebusan atau dana yang dialihkan ke dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia dalam rangka pelaksanaan Pengampunan Pajak.
Atas jasa pelayanan penerimaan setoran penerimaan negara tersebut Bank
Persepsi memperoleh imbalan dari Kementrian Keuangan melalui Direktorat
Jenderal Perbendaharaan. Besarnya imbalan jasa pelayanan penerimaan Negara
tersebut ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. Bank umum yang ingin
menjadi Bank Persepsi harus mengajukan izin kepada Menteri Keuangan untuk
dapat ditunjuk menjadi Bank Persepsi.
Tata Cara Pengalihan Harta ke Dalam Wilayah NKRI melalui Bank Persepsi
Dalam Harta berupa dana yang diungkapkan berada di luar wilayah NKRI
dialihkan ke wilayah NKRI, Harta tersebut harus diinvestasikan oleh Wajib Pajak
di dalam wilayah NKRI. Investasi di dalam wilayah NKRI tersebut dilakukn
paling singkat selama jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak dana dialihkan
oleh Wajib Pajak ke Rekening Khusus melalui Bank Persepsi yang ditunjuk oleh
Menteri sebagai Gateway dalam rangka Pengampunan Pajak. Pembukaan
Rekening Khusus dilakukan setelah Wajib Pajak menerima Surat Keterangan dan
dilakukan sesuai dengan peraturan dan/atau ketentuan otoritas terkait.
Pengalihan dana oleh Wajib Pajak dilakukan melalui Bank Persepsi yang
berada di dalam wilayah NKRI atau cabang dari Bank Persepsi yang dimaksud
yang berada di luar wilayah NKRI. Cabang dari Bank Persepsi yang berada di luar
wilayah NKRI tersebut harus memindahkan dana Wajib Pajak ke Bank Persepsi di
wilayah NKRI dalam jangka waktu paling lambat pada hari kerja berikutnya.
Kemudian, Bank Persepsi harus menyampaikan laporan kepada Direktorat
Jenderal Pajak atas pembukaan Rekening Khusus dan pengalihan dana oleh Wajib
Pajak ke Bank Persepsi terkait.
Dana Pihak Ketiga (DPK)
Dana Pihak Ketiga (DPK) merupakan sumber dana terpenting bagi
kegiatan operasional bank dan merupakan tolak ukur keberhasilan bank jika
mampu membiayai kegiatan operasionalnya. Pencarian dana pihak ketiga relatif
mudah jika dibandingkan dengan sumber dana yang lain. Sumber dana dari
masyarakat luas dalam bentuk Giro, Tabungan, dan Deposito (Kasmir, 2011).
Dendawijaya (2009:49) mengungkapkan dana-dana pihak ketiga yang
dihimpun dari masyarakat merupakan sumber dana terbesar yang paling
diandalkan oleh bank (mencapai 80%-90% dari seluruh dana yang dikelola oleh
bank). Pengukuran dana pihak ketiga dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
Kinerja Keuangan
Menurut Kusumawati (2012:11), Kinerja keuangan adalah suatu teknik analisis
yang diguanakan untuk menilai aktivitas perbankan apakah kegiatan yang
dilakukan telah berjalan dengan baik dan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Adapun Fahmi (2013:239) menyatakan pengukuran tingkat kinerja keuangan
perbankan memiliki tujuan untuk mengukur dan menilai tingkat keefektifan dan
keefisienan perbankan dalam melakukan aktivitas-aktivitas operasionalnya.
Analisis Rasio Keuangan
Salah satu metode yang dilakukan untuk melakukan analisis terhadap
laporan keuangan yaitu dengan analisis rasio. Menurut Irawati (2005:22), rasio
keuangan merupakan teknik analisis dalam bidang manajemen keuangan yang
dimanfaatkan sebagai alat ukur kondisi keuangan suatu perusahaan pada satu
periode tertentu dengan jalan membandingkan dua buah variabel yang diambil
dari laporan keuangan perusahaan, baik daftar neraca maupun laba rugi.
Perbankan merupakan bisnis jasa yang tergolong dalam industri
kepercayaan dan memiliki beberapa rasio keuangan yang khas sebagai tolak ukur
kinerjanya. Berikut ini merupakan indikator utama yang digunakan dalam
penelitian ini untuk menganalisis kinerja keuangannya dan diatur dalam Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 13/24/DPNP tanggal 25 Oktober 2011 :
1. Loan to Deposit Ratio (LDR)
Dendawijaya (2005:116) mendefinisikan Loan to Deposit Ratio
(LDR) adalah ukuran seberapa jauh kemampuan bank dalam membiayai
kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit
yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Kredit merupakan total kredit yang
diberikan kepada pihak ketiga. Dana pihak ketiga mencakup giro, tabungan, dan
deposito. Semakin tinggi rasio ini semakin rendah pula kemampuan likuiditasnya.
Berdasarkan PBI Nomor 15/7/PBI/2013 Tentang Giro Wajib Minimum Bank
Umum Dalam Rupiah dan Valuta Asing Bagi Bank Umum Konvensional,
besarnya LDR maksimum adalah 92% dengan batas minimum 78%. Adapun
berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No. 13/30 Tahun 2011, LDR dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut:
(
)
2. Non Performing Loan Rasio (NPL) Non Performing Loan (NPL) merupakan rasio yang dipergunakan untuk
mengukur kemampuan bank dalam meng-cover risiko kegagalan pengembalian
kredit oleh debitur (Darmawan, 2004). NPL mencerminkan risiko kredit. Semakin
kecil NPL maka semakin kecil pula risiko kredit yang ditanggung. Standar NPL
menurut Peraturan Bank yaitu ≤5%. Adapun berdasarkan Surat Edaran Bank
Indonesia No. 13/30 Tahun 2011, NPL dapat dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut :
(
) %
3. Capital Adequacy Ratio (CAR)
Menurut Dendawijaya (2005:12), Capital Adequency Ratio (CAR) adalah
rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung
risiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari
dana modal sendiri bank, di samping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber
di luar bank, seperti dana masyarakat, pinjaman (utang) dan lain-lain. Berdasarkan
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/24/DPNP/2011, ketentuan CAR bank
adalah ≥ 8%. Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No. 13/30 Tahun 2011,
untuk menghitung CAR, rumusnya adalah sebagai berikut :
(
)
4. Return On Assets (ROA)
Return On Assets (ROA) adalah rasio keuangan perusahaan yang
berhubungan dengan aspek earning atau profitabilitas. Sebagaimana menurut
Taswan (2010:165), ROA merupakan rasio untuk mengukur kemampuan bank
menghasilkan laba dengan menggunakan asetnya. Semakin besar ROA yang
dimiliki oleh sebuah perusahaan maka semakin efisien penggunaan aktiva (aset)
sehingga akan memperbesar laba. Adapun batas ketentuan ROA menurut Bank
Indonesia adalah sebesar ≥1,5%. Berikut ini merupakan rumus untuk menghitung
ROA :
(
)
Untuk menghitung ROA pada triwulanan, laba sebelum pajak perlu disetahunkan
terlebih dahulu.
5. Rasio Beban Operasional dan Pendapatan Operasional (BOPO) dan
Net Interest Margin (NIM)
Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/26/PBI/2012 tentang Kegiatan Usaha
dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank, Bank Indonesia menetapkan
bahwa pencapaian tingkat efisiensi Bank antara lain diukur melalui rasio Biaya
Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) dan rasio Net Interest
Margin (NIM) atau rasio Net Operating Margin (NOM).
Beban Operasional dan Pendapatan Operasional (BOPO) adalah rasio
perbandingan antara biaya operasi dengan pendapatan operasi, semakin rendah
tingkat rasio BOPO berarti semakin baik kinerja manajemen bank tersebut karena
lebih efisien dalam menggunakan sumber daya yang ada diperusahaan (Riyadi,
2006:159). Sedangkan Net Interest Margin (NIM) merupakan rasio yang
digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam menghasilkan pendapatan
bunga bersih atas pengolahan besar aktiva produktif (PBI No. 13/1/PBI/2011).
Infobank no.399/Juni 2012/Vol.XXXIV menggunakan angka patokan
untuk NIM minimal sebesar 6%, sedangkan untuk BOPO maksimal sebesar 92%.
Semakin besar BOPO suatu bank tentunya menunjukkan semakin tidak efisien-
nya bank tersebut dalam beroperasi. Sedangkan untuk NIM berlaku sebaliknya
dimana semakin besar NIM yang diperoleh menunjukkan tingkat efisiensi yang
semakin tinggi.
Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No. 13/30 Tahun 2011,
BOPO dan NIM dapat dihitung dengan rumus :
(
)
(
)
Untuk menghitung NIM pada triwulanan, pendapatan bunga bersih perlu
disetahunkan terlebih dahulu. Aktiva produktif yang diperhitungkan merupakan
aktiva yang menghasilkan bunga.
Analisis Tren Least Square
Tren adalah suatu gerakan kecenderungan naik atau turun dalam jangka
panjang yang diperoleh dari rata-rata perubahan dari waktu ke waktu dan nilainya
cukup rata atau mulus (smooth). Tren data berkala bisa berbentuk tren yang
meningkat (positif) dan tren yang menurun (negatif). Salah satu cara yang
digunakan untuk melakukan forecasting (peramalan) dengan analisis tren yaitu
dengan metode kuadrat terkecil atau least square’s method (Suharyadi, 2009:176).
Analisis Regresi
Menurut Suharyadi dan Purwanto (2013:168), analisis regresi adalah suatu
teknik yang digunakan untuk membangun suatu persamaan yang menghubungkan
antara variabel tidak bebas (Y) dengan variabel bebas (X) dan sekaligus untuk
menentukkan nilai ramalan atau dugaannya. Sekilas bentuk persamaan tren dan
regresi adalah sama dan dapat digunakan untuk melakukan peramalan, namun
memiliki konteks yang berbeda. Persamaan tren mengamati kecenderungan naik
turunnya suatu variabel dari waktu ke waktu, sedangkan persamaan regresi
mengamati kecenderungan perubahan variabel tertentu sebagai bentuk hubungan
dengan variabel lainnya.
Analisis Expected Value
Dalam kehidupan sehari-hari kita akan menghadapi suatu ketidakpastian
dan harus mengambil suatu keputusan dengan mempertimbangkan apapun itu
risiko dan kemungkinan terjadinya. Dengan mengantisipasi segala kemungkinan
yang dapat terjadi ini berarti bahwa tidak hanya sebuah hasil masa depan
(outcome) yang akan diantisipasi, tetapi perlu diantisipasi beberapa hasil masa
depan dengan kemungkinan probabilitas terjadinya. Berurusan dengan
uncertainty, berarti distribusi probabilitas dari hasil-hasil masa depan perlu
diketahui (Jogiyanto, 2014:252).
Dalam statistika, terdapat metode yang dapat digunakan untuk menghitung
nilai yang diharapkan dengan mempertimbangkan kondisi yang mungkin terjadi
yaitu dikenal dengan Expected Value. Menurut Suharyadi dan Purwanto
(2009:292), expected value sendiri merupakan rata-rata tertimbang dari
hasil/payoff untuk setiap alternatif dengan probabilitas setiap peristiwa.
Kerangka Pemikiran
Gambar 1
Kerangka Pemikiran
Defisit APBN
Sumber Dana
Tax Amnesty
Uang Tebusan Dana Repatriasi
Tahap I
Tahap II
Tahap III
Bank Persepsi
(BRI)
Kinerja Keuangan Bank
(LDR, NPL, CAR, ROA, BOPO, dan NIM)
1. Perbandingan dengan
perbankan nasional
2. Perbandingan sebelum dan
setelah kebijakan tax amnesty
hingga tahap II
diimplementasikan
3. Uji wilcoxon Sebelum dan
Setelah Implementasi kebijakan
tax amnesty
Proyeksi Akhir Tax Amnesty (31
Maret 2017) dengan asumsi
perolehan dana repatriasi apabila
tercapai 25%, tercapai 50% dan
tercapai 100%
Dana Pihak Ketiga
Sebelum Tax Amnesty
Periode yang berakhir 30 Juni 2016
Setelah Tax Amnesty
(Tahap I dan II)
1 September 2016 – 31 Desember 2016
Laporan Keuangan Triwulan
2009 - 2016
Dengan Metode :
1. Tren Least Square
2. Analisis Regresi
3. Expercted Value
Proyeksi Kinerja
Keuangan dan Perolehan
Laba
C. METODE PENELITIAN
Pendekatan Penelitian
Penelitian mengenai analisis komparasi kinerja keuangan atas
implementasi kebijakan tax amnesty dengan studi kasus pada PT. Bank Rakyat
Indonesia (Persero), Tbk menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif
deskriptif.
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dari penelitian ini adalah laporan keuangan time series BRI yang
diperoleh penulis baik dari sumber internal maupun eksternal (publikasi). Dari
populasi yang ada, sampel pada penelitian ini yakni 30 laporan keuangan time
series secara triwulanan pada BRI yang diambil secara quota sampling terkait
periode sebelum dan setelah implementasi kebijakan tax amnesty mengingat
ukuran sampel yang layak dalam penelitian adalah antara 30 sampai dengan 500
(Sugiyono, 2012).
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam
penelitian untuk memperoleh data yang dibutuhkan. Penelitian ini menggunakan
metode pengumpulan data sebagai berikut :
1. Survei pendahuluan
2. Survei lapangan (meliputi wawancara dan dokumenter)
3. Studi kepustakaan
4. Pengolahan Data
Teknik Analisis Data
Berikut ini merupakan beberapa teknik yang digunakan penulis untuk
menganalisis data :
1. Mengumpulkan data yang relevan dengan tujuan meliputi berita/fenomena
mengenai dampak tax amnesty terhadap perbankan, laporan perolehan dana
tax amnesty pada perbankan, dan laporan keuangan publikasi BRI.
2. Melakukan perhitungan rasio keuangan bank untuk menganalisis kinerja
keuangan bank pada saat sebelum yang didukung dengan data kinerja
perbankan nasional dan sesudah adanya tambahan dana tax amnesty berupa
dana repatriasi yang dikategorikan sebagai dana pihak ketiga bank hingga
tahap II.
3. Melakukan analisis komparasi atas hasil perhitungan rasio yang
menggambarkan kinerja keuangan BRI pada saat sebelum yang didukung
dengan data kinerja perbankan nasional dan sesudah adanya tambahan dana
tax amnesty hingga tahap II.
4. Melakukan uji beda dengan Wilcoxon Signed Ranked Test (atau disebut
dengan Wilcoxon). Menurut Utama (2011:20), Wilcoxon Signed Ranked Test
digunakan untuk menggarap data yang pada dasarnya merupakan ranking dan
mengevaluasi perlakuan tertentu pada dua pengamatan antara sebelum dan
sesudah adanya perlakuan tertentu, dengan kriteria pengujian sebagai berikut:
a. Taraf nyata yang digunakan adalah α = 5% (0.05)
b. Jika nilai Asymp. Sig. (2-tailed) kurang dari 0.05, maka terdapat
perbedaan yang signifikan
c. Jika nilai Asymp. Sig. (2-tailed) lebih dari 0.05, maka tidak terdapat
perbedaan yang signifikan.
5. Melakukan proyeksi terhadap dana pihak ketiga bank yang dikaitkan dengan
kinerja keuangan setelah kebijakan tax amnesty yang berakhir pada tahap III
diimplementasikan menggunakan metode statistik tren least square, analisis
regresi, dan pendekatan expected value yang didukung oleh asumsi berbagai
kondisi berdasarkan hasil wawancara dengan internal BRI dan disesuaikan
dengan target perolehan dana yang ditetapkan bank tersebut.
6. Menarik kesimpulan terhadap hasil analisis perhitungan rasio keuangan dan
proyeksi perolehan DPK Bank BRI dari adanya tambahan dana repatriasi
yang dikaitkan dengan kinerja keuangan terutama perolehan laba khususnya
laba sebelum pajak setelah kebijakan tax amnesty yang berakhir pada tahap
III diimplementasikan.
D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Kinerja Keuangan BRI Sebelum Kebijakan Tax Amnesty Diimplementasikan
Dalam menganalisis kinerja keuangan Bank BRI pada saat sebelum tax
amnesty diimplementasikan, peneliti menganalisis beberapa indikator kinerja
keuangan bank yang berakhir pada triwulan II/2016 (30 Juni 2016) secara year on
year (yoy) selama tiga tahun terakhir. Berikut ini adalah hasil dan pembahasan
mengenai kondisi kinerja keuangan Bank BRI yang juga dibandingkan dengan
kondisi kinerja keuangan perbankan nasional :
Tabel 2
Indikator Kinerja Keuangan BRI Triwulan II/2014 -2016
Indikator Utama Juni
2014
Juni
2015
Juni
2016
Growth
Juni
2015
(yoy)
Growth
Juni
2016
(yoy)
Kriteria/
Ketentuan
BI
Aset (Rp Triliun) 621.98 747.48 872.97 20.18% 16.79% -
Kredit (Rp Triliun) 459.13 503.61 590.70 9.69% 17.30% -
DPK (Rp Triliun) 488.45 573.12 656.12 17.33% 14.48% -
Laba (Rp Triliun) 11.68 11.86 12.05 1.59% 1.57% -
LDR (%) 94.00 87.87 90.03 ↓ ↑ 78% - 92%
NPL Gross (%) 1.97 2.33 2.31 ↑ ↓ ≤ 5%
CAR (%) 18.10 20.41 22.10 ↑ ↑ ≥ 8%
ROA (%) 4.89 3.91 3.68 ↓ ↓ ≥ 1.5%
BOPO (%) 63.77 69.26 72.40 ↑ ↑ ≤ 92%
NIM (%) 8.93 7.88 8.43 ↓ ↑ ≥ 6%
Sumber : Laporan keuangan publikasi - triwulan, data diolah.
Tabel 3
Indikator Kinerja Keuangan Perbankan Nasional
Triwulan II/2014-2016
Indikator
Utama
Juni
2014
Juni
2015
Juni
2016
Growth
Juni
2015
(yoy)
Growth
Juni
2016
(yoy)
Kriteria/
Ketentuan
BI
Aset (Rp Triliun) 5,198.01 5,933.20 6,362.71 14.14% 7.24 -
Kredit (Rp Triliun) 3,468.16 3,828.04 4,168.31 10.38% 8.89 -
DPK (Rp Triliun) 3,834.41 4,319.75 4,574.67 12.66% 5.90 -
Laba (Rp Triliun) 58.43 50.84 54.62 -12.98% 7.43 -
LDR (%) 90.25 88.46 91.19 ↓ ↑ 78% - 92%
NPL Gross (%) 2.16 2.56 3.05 ↑ ↑ ≤ 5%
CAR (%) 19.45 20.28 22.56 ↑ ↑ ≥ 8%
ROA (%) 3.02 2.29 2.31 ↓ ↑ ≥ 1.5%
BOPO (%) 75.45 81.40 82.23 ↑ ↑ ≤ 92%
NIM (%) 4.22 5.32 5.59 ↑ ↑ ≥ 6%
Sumber : ojk.co.id, data diolah.
Ditengah tertekannya kondisi perekonomian nasional, sebagian besar
indikator kinerja nominal BRI sampai triwulan II 2016 secara year on year (yoy)
menunjukkan penurunan pertumbuhan, kecuali bagian kredit. Beda halnya dengan
indikator kinerja nominal perbankan nasional yang menunjukkan penurunan
pertumbuhan kecuali bagian laba pada saat itu. Namun, penurunan pertumbuhan
BRI masih lebih baik dibandingkan perbankan nasional. Adapun indikator kinerja
perbankan lainnya yang tercatat masih berada di atas perbankan nasional pada
2016 yaitu NPL, ROA, BOPO, dan NIM. Sedangkan untuk LDR dan CAR, BRI
menunjukkan kondisi yang masing-masing lebih longgar likuditasnya dan lebih
rendah dibandingkan perbankan nasional.
Jadi, kesimpulan kinerja keuangan BRI yang berakhir pada Juni 2016
secara year on year selama tiga tahun terakhir, dapat dikatakan membaik.
Sebagaimana dapat terlihat pada peningkatan CAR dan NIM serta penurunan
NPL. Walaupun kondisi ROA dan BOPO-nya masih menunjukkan peningkatan.
Adapun kondisi likuiditas yang diukur dengan LDR menunjukkan kondisi yang
mengetat namun masih dalam batas ketentuan Bank Indonesia. Sedangkan apabila
dibandingkan dengan perbankan nasional, maka dapat terlihat bahwa keseluruhan
kinerja BRI lebih baik.
Perolehan Dana Atas Implementasi Kebijakan Tax Amnesty Pada BRI Kebijakan tax amnesty di Indonesia dilaksanakan dalam tiga tahap.
Mengingat implementasi kebijakan tax amnesty baru berakhir pada tahap II, pada
sub bab ini akan diawali dengan hasil dan pembahasan mengenai perolehan dana
tax amnesty pada perbankan nasional dan BRI itu sendiri.
Perolehan Dana Tax Amnesty Tahap I
Berikut ini merupakan hasil dan pembahasan perhitungan perolehan dana
pada akhir tahap I (1 Juli 2016 Sampai 30 September 2016) kebijakan tax amnesty
yang diimplementasikan pada perbankan nasional terlebih dahulu :
Tabel 4
Perolehan Dana Tax Amnesty Nasional Tahap I
Sumber : Laporan perolehan dana amnesti pajak himbara.
Pelaksanaan tax amnesty tahap I telah berakhir Berdasarkan target
pernerimaan dana tax amnesty nasional, tercantum target sebesar Rp 165 triliun
untuk dana tebusan dan Rp 1,000 triliun untuk dana repatriasi hingga 31 Maret
2017. Yang berarti, pencapaian perolehan nasional untuk masing-masing uang
tebusan dan dana repatriasi pada implementasi tax amnesty tahap I masih sebesar
sebesar 54.61 % dan 13.10% dari target.
Sedangkan hasil dan pembahasan perhitungan perolehan dana tax amnesty
yang diterima BRI pada saat setelah kebijakan tax amnesty tahap I
diimplementasikan adalah sebagai berikut:
Tabel 5
Perolehan Dana Tax Amnesty BRI Tahap I
Sumber : Laporan perolehan dana amnesti pajak himbara.
Pada implementasi pertama kebijakan tersebut, BRI mampu mengantongi
dana tax amnesty berupa uang tebusan sebesar Rp 1,93 triliun dan dana repatriasi
sebesar sebesar Rp 1,46 triliun. Jadi, total seluruh perolehan dana tax amnesty
pada tahap I yaitu sebesar Rp 3,39 triliun. Jika dilihat dari prediksi realisasi
penerimaan dana tax amnesty khususnya dana repatriasi BRI pada akhir Maret
2017 sebesar Rp 50 triliun, perolehan BRI hanya mampu mengantongi dana
repatriasi tax amnesty sebesar Rp 1,46 triliun atau masih sebesar 2.92% dari
target. Adapun menurut Wawan Ruswanto selaku Vice President of Corporate
Development and Strategy Division BRI menyatakan bahwa BRI akan terus
berusaha untuk meperoleh dana sebanyak-banyaknya dari program tax amnesty
dengan menyiapkan jaringan kerja disertai fasilitas bank yang tersebar diberbagai
kota di seluruh Indonesia untuk melayani keperluan wajib pajak yang juga ingin
memperoleh manfaat dari kebijakan tax amnesty tersebut. BRI juga telah
menyediakan berbagai instrumen degan tingkat imbal hasil yang kompetitif dan
konsep layanan one stop financial service solution seperti deposito berjangka,
medium term notes, dan lain sebagainya.
Data Nasional
Dalam Jutaan Rupiah
Segmen
Uang Tebusan Dana Masuk Repatriasi
Jumlah
Transaksi Jumlah Uang
Jumlah
Transaksi Jumlah Uang
Total 287,039 90,109,670 N/A 131,000,000
Bank BRI
Dalam Jutaan Rupiah
Segmen
Uang Tebusan Dana Masuk Repatriasi
Jumlah
Transaksi
Jumlah
Uang
Jumlah
Transaksi
Jumlah
Uang
Non UMKM 3,205 1,729,351 56 1,455,280
UMKM 21,843 204,019 - -
Total 25,048 1,933,370 56 1,455,280
BRI BNI Mandiri BTN
Repatriasi dan Tebusan 3,388,650 7,478,375 14,514,975 320,023
Dana Repatriasi 1,455,280 309,551 1,328,387 -
Uang Tebusan 1,933,370 7,168,824 13,186,588 320,023
-
5,000,000
10,000,000
15,000,000
20,000,000
25,000,000
30,000,000
35,000,000
(da
lam
ju
taa
n r
up
iah
)
Berikut ini merupakan grafik perolehan dana tax amnesty BRI pada tahap I
jika dibandingkan dengan Bank BUMN lainnya yang ditunjuk sebagai bank
persepsi :
Gambar 2
Perolehan Dana Tax Amnesty Bank Negara (BUMN) Tahap I
Sumber : Laporan perolehan dana amnesti pajak himbara, data diolah.
Apabila dibandingkan dengan tiga bank BUMN lainnya, BRI menduduki
posisi teratas untuk jumlah penerimaaan dana repatriasi, walaupun untuk
penerimaan dana tebusan masih kalah dengan Bank BNI dan Bank Mandiri.
Sedangkan untuk total perolehan dana tax amnesty masih menduduki peringkat
ketiga dari 4 bank BUMN. Alasan masih kalahnya jumlah perolehan dana tax
amnesty BRI pada tahap I, sebagaimana di sampaikan oleh Wawan Ruswanto
selaku pihak internal BRI yaitu ada kemungkinan jumlah nasabah yang ingin
melakukan transaksi lebih banyak dan jumlah dana yang disalurkan lebih besar.
Adapun ada kemungkinan bahwa BNI dan Mandiri memiliki produk dan layanan
yang dipromosikan secara besar-besaran sehingga mampu menarik minat nasabah
lebih banyak. Sedangkan dalam hal perolehan tertinggi untuk dana repatriasi, BRI
patut dipertahankan karena semakin banyak dana repatriasi yang masuk ke bank
akan dikelola oleh bank untuk penyaluran kredit. Adapun hal ini ini akan
menjadi evaluasi bagi BRI mengingat kebijakan tax amnesty masih terdapat dua
tahap sehingga BRI akan terus berusaha meningkatkan promosi dan pelayanan
bank terkait pelaksanaan tax amnesty.
Perolehan Dana Tax Amnesty Hingga Tahap II
Implementasi kebijakan tax amnesty di Indonesia pun telah menginjak
akhir tahap II. Berikut ini merupakan hasil dan pembahasan perolehan dana pada
akhir tahap II (1 Oktober 2016 Sampai 31 Desember 2016) kebijakan tax amnesty
yang diimplementasikan pada perbankan nasional terlebih dahulu :
Tabel 6
Perolehan Dana Tax Amnesty Nasional Hingga Tahap II
Sumber : Laporan perolehan dana amnesti pajak himbara.
Program kebijakan tax amnesty tahap II pun telah berakhir. Mengingat
target penerimaan dana tax amnesty oleh pemerintah sebesar Rp 162 triliun untuk
uang tebusan dan Rp 1,000 triliun untuk dana repatriasi, pada saat kebijakan tax
amnesty tahap II ternyata semakin meningkat perolehan dananya pada perbankan
nasional. Sebelumnya, perolehan dana tax amnesty tahap I mencapai Rp 221,11
triliun meningkat menjadi Rp 244,44 triliun atau naik sebesar 10.56% pada akhir
implementasi kebijakan tax amnesty tahap II. Total perolehan dana sebesar Rp
244,44 triliun terdiri dari Rp 103,45 triliun uang tebusan dan Rp 141,00 triliun
dana repatriasi. Yang berarti pencapaian perolehan uang tebusan dan dana
repatriasi masing-masing sebesar 62.70% dan 14,1 % dari target pemerintah.
Sedangkan berikut ini merupakan hasil dan pembahasan perolehan dana
tax amnesty tahap II oleh BRI sebagai salah satu dari perbankan nasional yang
ditunjuk sebagai bank persepsi :
Tabel 7
Perolehan Dana Tax Amnesty BRI Hingga Tahap II
Sumber : Laporan perolehan dana amnesti pajak himbara
Pada akhir kebijakan tax amnesty tahap II diimplementasikan, BRI
memperoleh dana tax amnesty berupa uang tebusan sebesar Rp 2,88 triliun dengan
dan dana repatriasi sebesar Rp 12,29 triliun. Adapun berarti total perolehan dana
tax amnesty pada tahap II yaitu sebesar Rp 15,17 triliun. Jika dibandingkan
dengan perolehan dana tax amnesty yang masuk ke BRI pada tahap I, maka
terdapat peningkatan yang sangat tajam yaitu masing-masing sebesar 48.87%
(dari Rp 1,93 triliun menjadi Rp 2,88 triliun) untuk uang tebusan dan 744% (dari
Rp 1,46 triliun menjadi Rp 12,29 triliun) untuk dana repatriasi. Sedangkan untuk
total keseluruhan perolehan dana tax amnesty mengalami peningkatan sebesar
347,70% (dari Rp 3,39 triliun menjadi Rp 15,17 triliun). Mengingat target
perolehan dana repatriasi BRI sebesar Rp 50 triliun, maka perolehan dana
repatriasi pada akhir implementasi tax amnesty tahap II yakni mencapai 24.58%
dari target. Jumlah ini berarti menunjukkan telah adanya peningkatan perolehan
Data Nasional Dalam Jutaan Rupiah
Segmen Uang Tebusan Dana Masuk Repatriasi
Jumlah
Transaksi
Jumlah
Uang
Jumlah
Transaksi
Jumlah
Uang
Total 698,783 103,448,390 N/A 141,000,000
Bank BRI
Dalam Jutaan Rupiah
Segmen
Uang Tebusan Dana Masuk Repatriasi
Jumlah
Transaksi Jumlah Uang
Jumlah
Transaksi Jumlah Uang
Non UMKM 5,292 2,432,771 179 12,290,236
UMKM 58,740 445,393 - -
Total 64,032 2,878,164 179 12,290,236
dana repatriasi sebagaimana target dari implementasi tahap sebelumnya yaitu dari
2.92% menjadi 24.58%.
Dibawah ini merupakan tabel yang memperlihatkan perolehan dana tax
amnesty BRI dibandingkan Bank-Bank BUMN lainnya :
Gambar 3
Perolehan Dana Tax Amnesty Bank Negara (BUMN) Hingga Tahap II
Sumber : Laporan perolehan dana amnesti pajak himbara, data diolah
Berdasarkan tabel perolehan dana tax amnesty oleh bank negara (BUMN)
hingga tahap II, BRI berada diposisi yang lebih rendah dibandingkan perolehan
uang tebusan oleh BNI dan Mandiri, namun masih lebih tinggi dibandingkan
BTN. Sedangkan untuk dana repatriasi, BRI menduduki posisi kedua tertinggi
setelah perolehan bank Mandiri, kemudian diikuti oleh bank BNI dan BTN.
Sebagaimana telah diketahui, BRI telah menduduki peringkat pertama perolehan
laba bersih perbankan nasional tertinggi hingga 31 Desember 2016 dan memiliki
jaringan kerja yang luas. Walaupun begitu, BRI tidak menduduki peringkat
pertama dalam dalam perolehan dana tax amnesty. Hal tersebut tampaknya masih
disebabkan hal yang sama pada saat perolehan dana tax amnesty tahap I.
Sedangkan untuk perolehan dana repatriasi yang kalah dengan Mandiri, dapat
disebabkan oleh corporate image BRI adalah bank yang ditujukan untuk nasabah
dengan kalangan menengah ke bawah, sedangkan Mandiri lebih kearah korporasi.
Pada umumnya, wajib pajak yang menjadi peserta tax amnesty terutama yang
hendak melakukan repatriasi umumnya merupakan perusahaan-perusahaan besar
atau korporasi sehingga mereka lebih memilih bank tersebut. Adapun ada
kemungkinan usaha BRI dalam memasarkan produk-produk terkait dengan
program tax amnesty tidak seagresif BNI dan Mandiri tersebut sehingga dalam sisi
perolehan dana tax amnesty terutama repatriasi menduduki peringkat yang lebih
rendah dibandingkan kedua bank tersebut sebagaimana yang disampaikan oleh
Wawan Ruswanto selaku Vice President of Corporate Development and Strategy
Division BRI.
Kinerja Keuangan BRI Atas Implementasi Kebijakan Tax Amnesty
Berikut ini merupakan tabel yang memaparkan perkembangan kinerja
keuangan BRI sehingga dapat dibandingkan pada saat sebelum dan setelah
kebijakan tax amnesty hingga tahap II diimplementasikan :
BRI BNI Mandiri BTN
Repatriasi dan Tebusan 15,168,400 19,741,070 41,702,638 1,043,222
Dana Repatriasi 12,290,236 10,964,666 25,546,957 576,504
Uang Tebusan 2,878,164 8,776,404 16,155,681 466,718
- 10,000,000 20,000,000 30,000,000 40,000,000 50,000,000 60,000,000 70,000,000 80,000,000 90,000,000
(da
lam
ju
taa
n r
up
iah
)
Tabel 8
Kinerja Keuangan BRI Sebelum dan Setelah Kebijakan Tax Amnesty
Diimplementasikan
Sumber : Laporan publikasi triwulanan, data diolah
Secara keseluruhan dapat terlihat pada tabel bahwa kinerja keuangan
BRI dapat dikatakan kian membaik seiring dengan adanya tambahan dana tax
amnesty yang masuk sebagai DPK bank setelah implementasi kebijakan tax
amnesty berakhir pada tahap II. Mulai dari peningkatan aset, kredit, DPK itu
sendiri, dan laba serta indikator kinerja keuangan lainnya seperti CAR dan ROA
serta penurunan NPL dan BOPO. Walaupun untuk LDR dan NIM mengalami
penurunan, hal tersebut merupakan dampak dari adanya pelonggaran likuiditas
perbankan dimana jumlah kredit yang disalurkan pada saat itu tidak sebanyak
DPK yang dimilikinya sehingga pendapatan bunga atas kredit menurun.
Signifikasi Perbedaan Kinerja Keuangan BRI Atas Implementasi Kebijakan
Tax Amnesty
Berikut ini merupakan hasil dan pembahasan terkait signifikansi
perbedaan kinerja keuangan sebelum dan setelah implementasi kebijakan tax
amnesty hingga tahap II yang dihitung dengan menggunakan teknik analisis data
uji Wilcoxon dengan aplikasi SPSS 16 :
Tabel 9
Hasil Pengujian Uji Wilcoxon pada Kinerja Keuangan BRI
No. Indikator
Hasil
Pengujian
Asymp. Sig.
(2-tailed)
Keterangan
1 LDR 0.655 >0.05, Tidak ada perbedaan signifikan
2 NPL 0.317 >0.05, Tidak ada perbedaan signifikan
3 CAR 0.180 >0.05, Tidak ada perbedaan signifikan
4 ROA 0.655 >0.05, Tidak ada perbedaan signifikan
5 BOPO 0.655 >0.05, Tidak ada perbedaan signifikan
6 NIM 0.655 >0.05, Tidak ada perbedaan signifikan
Sumber : SPSS 16, data diolah.
Indikator Utama
Sebelum
Tax Amnesty
Setelah Tax Amnesty
(Tahap I dan Tahap II)
Kondisi Kriteria/
Ketentuan
BI Maret
2016
Juni
2016
Rata-
rata
September
2016
Desember
2016
Rata-
rata
Aset (Rp Triliun) 832,09 872,97 852.53 894,36 964,00 929.18 Membaik -
Kredit(Rp Triliun) 561,11 590,70 575.59 603,48 635,00 619.24 Membaik -
DPK (Rp Triliun) 631,78 656,12 643.95 665,53 723.84 694.69 Membaik -
Laba (Rp Triliun) 6,14 12,05 9.10 18,62 25.75 44.37 Membaik -
LDR (%) 88.81 90.03 89.42 90.68 87.77 89.22 Memburuk 78%-92%
NPL Gross (%) 2.22 2.31 2.27 2.22 2.03 2.13 Membaik ≤ 5%
CAR (%) 19.49 22.10 20.80 21.88 22.91 22.40 Membaik ≥ 8%
ROA (%) 3.65 3.68 3.67 3.59 3.84 3.71 Membaik ≥ 1.5%
BOPO (%) 72.10 72.40 72.25 72.41 68.93 70.67 Membaik ≤ 92%
NIM (%) 8.09 8.43 8.26 8.41 8.27 8.34 Memburuk ≥ 6%
Berdasarkan hasil uji Wilcoxon yang dilakukan pada seluruh indikator
kinerja keuangan BRI, dapat disimpulkan bahwa kinerja keuangan BRI tidak
mengalami perbedaan yang signifikan karena periode implementasi tax amnesty
pada saat itu masih terbilang singkat sehingga rasio kinerja keuangan pun juga
tidak mengalami perubahan yang berarti. Walaupun begitu, perubahan kondisi
kinerja keuangan BRI seiring dengan implementasi kebijakan tax amnesty dapat
terlihat semakin memabaik dan tetap berada dalam ketentuan yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia.
Analisis Proyeksi Sebagai Implikasi Kebijakan Tax Amnesty pada Kinerja
Keuangan dan Perolehan Laba BRI
Mengingat kebijakan tax amnesty akan berakhir diimplementasikan pada
akhir Maret 2017, maka peneliti bermaksud untuk melakukan proyeksi perolehan
dana tax amnesty yang dikaitkan dengan kinerja keuangan yang diukur dengan
menggunakan indikator yang meliputi LDR, NPL, CAR, ROA, BOPO dan NIM.
Berhubung terdapat indikator ROA yang melibatkan komponen laba sebelum
pajak maka nantinya juga dapat diproyeksikan perolehannya setelah implementasi
kebijakan tax amnesty berakhir. Adapun alat analisis yang digunakan untuk
mempermudah perhitungan proyeksi, antara lain metode tren least square dan
regresi linier yang didukung dengan pendekatan expected value.
Perhitungan Proyeksi Perolehan Dana Pihak Ketiga BRI dengan Metode
Tren Least Square
Dari data perkembangan DPK BRI yang berhasil dikumpulkan penulis
dapat dilakukan analisis tren dengan tujuan untuk melakukan
forecasting/peramalan berapa posisi DPK BRI saat kebijakan tax amnesty belum
diimplementasikan, yaitu data DPK bank dari posisi Maret 2009 sampai dengan
Juni 2016 secara triwulanan. Berdasarkan perhitungan untuk memperoleh
persamaan tren DPK, maka hasilnya adalah sebagai berikut :
Y = 411,677,291 + 16,199,074 X
Persamaan tren jumlah DPK termasuk jenis tren yang positif, sehingga
apabila nilai X yaitu nilai periode meningkat, maka nilai Y yaitu DPK juga
meningkat. Setelah memperoleh persamaan tren jumlah DPK, maka dapat
dilakukan proyeksi peramalan posisi DPK dalam jutaan rupiah terkait dengan
periode implementasi kebijakan tax amnesty dan periode yang dibutuhkan lainnya
sebagai berikut :
Dengan begitu, maka perolehan hasil proyeksi tersebut dapat digambarkan
dalam bentuk grafik sehingga dapat diketahui kondisi DPK BRI yang diasumsikan
-
100,000,000
200,000,000
300,000,000
400,000,000
500,000,000
600,000,000
700,000,000
800,000,000
900,000,000
Mar
-09
Au
g-0
9
Jan
-10
Jun
-10
No
v-1
0
Ap
r-1
1
Sep
-11
Feb
-12
Jul-
12
De
c-1
2
May
-13
Oct
-13
Mar
-14
Au
g-1
4
Jan
-15
Jun
-15
No
v-1
5
Ap
r-1
6
Sep
-16
Feb
-17
Jul-
17
De
c-1
7
May
-18
Tren DPK BRI
DPK
Proyeksi dengan
Tax Amnesty
Proyeksi Tanpa
Tax Amnesty
Data
Aktual
Data
Proyeksi
tanpa adanya tambahan dana dari tax amnesty pada akhir implementasi
kebijakan tersebut yaitu 31 Maret 2017 dan proyeksi apabila adanya tambahan
dana repatriasi dari tax amnesty sebagai berikut :
Gambar 4
Grafik Tren DPK PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk
Sumber : Data sekunder, diolah.
Dikarenakan persamaan tren jumlah DPK termasuk jenis tren yang
positif, dimana apabila nilai X meningkat, maka nilai Y yaitu DPK juga
meningkat, maka grafik terus menunjukkan peningkatan. Peningkatan grafik tren
awalnya belum ditambahkan dengan adanya tambahan dana repatriasi yang
dikategorikan sebagai DPK bank, maka seharusnya apabila terdapat tambahan
dana tax amnesty khususnya repatriasi, jumlah DPK-nya lebih tinggi. Oleh karena
itu, pada grafik peneliti memperkirakan garis tren dengan adanya tambahan dana
tax amnesty dapat lebih tinggi (diperkirakan dengan garis putus-putus).
Proyeksi Perolehan Dana Pihak Ketiga BRI yang Dikaitkan dengan Kinerja
Keuangan Menggunakan Persamaan Regresi dan Pendekatan Expected
Value Sebagaimana dijelaskan dalam kerangka pikiran bahwa untuk mengetahui
pola pertumbuhan dan proyeksi DPK BRI yang dikaitkan dengan kinerja
keuangan terutama perolehan laba, penulis menggunakan beberapa indikator yaitu
LDR, NPL, CAR, ROA, BOPO, dan NIM. Adapun penulis melakukan
perhitungan dengan pendekatan regresi yang didukung dengan pendekatan
expected value agar dapat membedakan antara kinerja bisnis BRI dan perolehan
laba sebelum dan setelah adanya tambahan perolehan dana tax amnesty khususnya
dana repatriasi setelah kebijakan tax amnesty berakhir pada tahap III
diimplementasikan.
Selanjutnya untuk memperoleh model dasar proyeksi hubungan DPK (X)
dengan indikator kinerja keuangan bank lainnya (Y), penulis melakukan
perhitungan persamaan regresi dengan bantuan aplikasi Statistik SPSS dengan
hasil sebagaimana tabulasi berikut :
Tabel 10
Persamaan Regresi Untuk Menghubungkan DPK dengan
Kinerja Keuangan Lainnya
No. Indikator A B Persamaan
1 LDR 84.126 4.374E-09 Y = 84.126 + 4.374E-09 X
2 NPL 4.510 -4.551E-09 Y = 4.510 - 4.551E-09X
3 CAR 10.533 1.563E-08 Y =10.533+1.563E-08 X
4 ROA 3.996 8.188E-10 Y = 3.996 + 8.188E-10 X
5 BOPO 73.798 -1.438E-08 Y = 73.798 - 1.438E-08 X
6 NIM 10.287 -3.508E-09 Y = 10.287 - 3.508E-09 X
7 Total Aset -2.88E+07 1.340 Y = -2.879E+07 + 1.340 X
8 Rata-rata Aset -3.02E+07 1.264 Y = -3.017E+07 + 1.264 X
Sumber SPSS 16, data diolah.
Keterangan :
Dalam SPSS, , sedangkan
, n = angka setelahnya.
Dengan hasil proyeksi melalui analisis tren least square dan persamaan
regresi tersebut diatas, maka pertumbuhan DPK BRI secara normal (sebelum
adanya tambahan dana dari kebijakan tax amnesty) dan hubungannya dengan
indikator kinerja keuangan bank lainnya dapat disajikan sebagai berikut :
Tabel 11
Rekapitulasi Perhitungan Proyeksi DPK dan Kinerja Keuangan BRI
Sebelum Implementasi Tax Amnesty Dalam Jutaan Rupiah
Sumber : Data sekunder, diolah.
Dari tabel diatas dapat diketahui proyeksi posisi DPK dan kinerja
keuangan BRI tanpa adanya tambahan dana dari tax amnesty setelah akhir
periode implementasinya yaitu pada 31 Maret 2017. Adapun indikator yang
berkaitan dengan perolehan laba khususnya laba sebelum pajak yaitu ROA, maka
Periode DPK(X) Proyeksi Sebelum Tax Amnesty (Tanpa adanya tambahan dana)
Total Aset
Rata-Rata
Aset
Laba Sebelum
Pajak
(Disetahunkan)
Laba
Posisi LDR
(%)
NPL
(%)
CAR
(%)
ROA
(%)
BOPO
(%)
NIM
(%)
Sep-16
662,762,938
87.02
1.49
20.89
4.54
64.27
7.96
859,312,336
807,562,353
36,663,331
27,497,498
Dec-16
678,962,012
87.10
1.42
21.15
4.55
64.03
7.91
881,019,095
828,037,983
37,675,728
37,675,728
Mar-17
695,161,086
87.17
1.35
21.40
4.57
63.80
7.85
902,725,855
848,513,612
38,777,072
9,694,268
Jun-17
711,360,160
87.24
1.27
21.65
4.58
63.57
7.79
924,432,614
868,989,242
39,799,707
19,899,854
Sep-17
727,559,233
87.31
1.20
21.90
4.59
63.34
7.73
946,139,373
889,464,871
40,826,438
30,619,828
Dec-17
743,758,307
87.38
1.13
22.16
4.60
63.10
7.68
967,846,132
909,940,501
41,857,263
41,857,263
Mar-18
759,957,381
87.45
1.05
22.41
4.62
62.87
7.62
989,552,891
930,416,130
42,985,225
10,746,306
Jun-18
776,156,455
87.52
0.98
22.66
4.63
62.64
7.56
1,011,259,650
950,891,760
44,026,288
22,013,144
peneliti juga melakukan perhitungan persamaan regresi pada rata-rata total aset
dengan mempertimbangkan total aset terlebih dahulu karena terdapat asumsi
bahwa apabila DPK bank meningkat maka penyaluran kredit yang merupakan aset
bank meningkat. Setelah memperoleh hasil proyeksi ROA dan rata-rata aset serta
mengingat rumus ROA adalah perkalian antara laba sebelum pajak dengan rata-
rata total aset, maka dapat diperoleh jumlah laba sebelum pajak pada Maret 2017
dengan mengalikan proyeksi rata-rata aset dengan ROA.
Mengingat target BRI dalam memperoleh dana repatriasi dari program tax
amnesty yaitu sebesar Rp 50 triliun atau Rp 50,000,000 juta, maka berikut ini
merupakan rekapitulasi perhitungan perolehan DPK BRI yang diharapkan dengan
menggunakan pendekatan expected value :
Tabel 12
Rekapitulasi Perhitungan DPK BRI Yang Diharapkan
Pada Maret 2017 Dengan Pendekatan Expected Value Dalam Jutaan Rupiah
Kondisi
Bobot Hasil atau Payoff Probabilitas DPK yang
Diharapkan
Tejadinya
Pesimistis 25% 12,500,000 55% 6,875,000
Moderat 50% 25,000,000 30% 7,500,000
Optimis 100% 50,000,000 15% 7,500,000
100% 21,875,000
Sumber : Data primer, diolah.
Jadi, berdasarkan asumsi kondisi pesimistis, moderat dan optimistis serta
probabilitas terjadinya (pencapaian target) yang ditentukan BRI dari hasil diskusi
dengan manajemen BRI, maka jumlah DPK yang diharapkan sebesar
Rp 21,875,000 juta tersebut menurut peneliti cukup realistis. Hal tersebut
mengingat perolehan DPK dari repatriasi tax amnesty sampai dengan tahap II
adalah sebesar Rp 12,290,236 juta, sedangkan program tersebut masih berjalan
sampai dengan tahap III yang berakhir pada 31 Maret 2017 mendatang.
Dengan begitu, hasil perkiraan tambahan DPK yang diperoleh BRI akan
menambah total posisi DPK pada saat setelah implementasi kebijakan tax amnesty
berakhir. Dan apabila dimasukkan ke persamaan regresi sebelumnya yang
menghubungkan antara DPK dengan indikator keuangan lainnya dan perolehan
laba khususnya laba sebelum pajak, maka hasilnya akan mengalami perubahan
sebagai berikut :
Tabel 13
Perubahan Kinerja BRI dan Laba Setelah Implementasi Tax Amnesty (TA)
Berakhir Pada 31 Maret 2017 Dalam Jutaan Rupiah
Hasil Perhitungan Proyeksi
DPK
LDR
(%)
NPL
(%)
CAR
(%)
ROA
(%)
BOPO
(%)
NIM
(%)
Total
Aset
Rata-Rata
Aset
Laba Sebelum
Pajak
(Disetahunkan)
Laba
Posisi
Proyeksi
Tanpa TA
695,161,086
87.17
1.35
21.40
4.57
63.80
7.85
902,725,855
848,513,612
38,777,072
9,694,268
Proyeksi Dengan TA
717,036,086
87.26
1.25
21.74
4.58
63.49
7.77
932,038,355
876,163,612
40,128,293
10,032,073
Selisih
21,875,000
0.09
(0.10)
0.34
0.02
(0.31)
(0.08)
29,312,500
27,650,000
1,351,221
337,805
Sumber : SPSS 16, data diolah.
Perkiraan dari sisi likuiditas yang diukur dengan LDR menunjukkan
adanya pengetatan likuiditas bank karena dengan adanya tambahan DPK dari tax
amnesty pastinya akan diikuti dengan gencarnya penyaluran kredit oleh bank.
Apabila dilihat dari risiko kredit yang disalurkan bank menggunakan indikator
NPL, maka dapat dilihat dengan adanya tambahan dana tersebut akan mengurangi
risiko kredit pada bank tersebut. Adapun dilihat dari sisi permodalan yang diukur
dengan indikator CAR juga diperkirakan akan mengalami peningkatan dengan
adanya tambahan dana tax amnesty. Dengan adanya tambahan dana tax amnesty,
maka tak menutup kemungkinan bahwa modal bank akan meningkat karena pasti
ada investor yang memang tertarik untuk menambah modal bank dengan
menyalurkan dana melalui program tax amnesty. Kondisi profitabilitas bank yang
diukur dengan ROA BRI pun diperkirakan akan menunjukkan peningkatan
dengan adanya tambahan dana tax amnesty. Walaupun selisihnya tidak banyak,
namun dapat berdampak pada besarnya perolehan laba bank khususnya laba
sebelum pajak. BOPO yang juga merupakan indikator untuk mengukur
profitabilitas bank dari sisi efisiensi beban operasional terhadap pendapatan
operasional diperkirakan akan membaik. Hal ini juga mengindikasikan bahwa
dengan adanya tambahan dana tersebut, kemampuan bank dalam mengelola beban
operasional dibanding pendapatan operasionalnya efisien. Program tax amnesty
diperkirakan membuat NIM menjadi turun. Hal ini disebabkan karena
pelonggaran likuiditas perbankan biasanya membuat tekanan terhadap lending
rate (suku bunga kredit) karena bank akan melakukan ekspansi kredit dan
bersaing untuk memperebutkan para debiturnya.
Kemudian tambahan dana tersebut ternyata dapat meningkatkan aset.
Naiknya jumlah aset dapat disebabkan karena kredit yang merupakan bagian dari
aset juga diperkirakan naik akibat DPK yang juga terus meningkat. Adapun
jumlah rata-rata aset meningkat seiring dengan meningkatnya aset bank tersebut.
Mengingat indikator untuk mengukur profitabilitas dalam penelitian ini
menggunakan ROA, maka selanjutnya dapat diketahui proyeksi perolehan laba
khususnya laba sebelum pajak setelah adanya tambahan perolehan dana tax
amnesty. Apabila perkiraan tambahan DPK sebesar Rp 21,875,000 juta diatas
dapat terealisir, perolehan laba bersih sebelum pajak (disetahunkan) dapat
meningkat sebesar Rp 1,351,221 juta sedangkan untuk laba sebelum pajak posisi
Maret 2017 akan meningkat pula sebesar Rp 337,805 juta. Jumlah tersebut
diperoleh dari selisih hasil perkalian rata-rata aset dengan ROA masing-masing
proyeksi sebelum dan sesudah adanya tambahan dana tax amnesty.
Dengan mengetahui perkiraan perolehan laba khususnya laba bersih dari
adanya kebijakan tax amnesty terhadap BRI, ada baiknya bank mampu
memanfaatkanya untuk perbaikan kinerja bank secara keseluruhan. Sebagaimana
telah disampaikan oleh Wawan Ruswanto selaku Vice President of Corporate
Development and Strategy Division. berapapun perolehan laba (keuntungan) yang
diperoleh oleh bank dari adanya tambahan dana tax amnesty tentunya akan
bermanfaat dan diharapkan mampu menjadikan kinerja keuangan bank menjadi
lebih baik seperti menginvestasikan kembali laba tersebut dan memperkuat posisi
permodalan bank karena laba merupakan sumber dana yang digunakan untuk
meningkatkan aset bank sesuai dengan risk appetite bank tersebut seperti
peningkatan penyaluran kredit dan kemungkinan akuisisi anak perusahaan. Agar
dapat mempertahankan posisinya sebagai bank dengan perolehan laba bersih
tertinggi di kancah industri perbankan nasional, BRI disarankan untuk membuat
program kerja yang lebih menarik minat nasabah agar perolehan DPK dari tax
amnesty pemerintah tersebut dapat diperoleh dan dimanfaatkan semaksimal
mungkin karena nantinya juga dana repatriasi yang di lock selamaa tiga tahun di
BRI akan dikonversi ke produk perbankan yang diinginkan nasabah tersebut
setelah adanya pemberian instruksi dari Direktorat Jendral Pajak (DJP).
E. PENUTUP
Kesimpulan
Indikator kinerja nominal BRI secara year on year (yoy) selama tiga tahun
terakhir sebelum kebijakan tax amnesty diimplementasikan, yaitu sampai triwulan
II 2016, menunjukkan penurunan pertumbuhan, kecuali bagian kredit. Beda
halnya dengan indikator kinerja nominal perbankan nasional yang menunjukkan
penurunan pertumbuhan kecuali bagian laba pada saat itu. Namun, penurunan
pertumbuhan kinerja BRI secara nominal masih lebih baik dibandingkan
perbankan nasional. Adapun indikator kinerja perbankan lainnya yang tercatat
masih berada di atas perbankan nasional pada 2016 yaitu NPL, ROA, BOPO, dan
NIM. Sedangkan untuk LDR dan CAR, BRI menunjukkan kondisi yang masing-
masing lebih longgar likuditasnya lebih rendah dibandingkan perbankan nasional.
Perolehan dana tebusan dan repatriasi nasional kian meningkat sama
halnya dengan BRI. Sampai pada tahap kedua, perolehan dana tax amnesty
perbankan nasional telah mencapai Rp 103,45 triliun untuk uang tebusan dan Rp
141,00 triliun untuk dana repatriasi. Yang berarti, pencapaian perolehan dana tax
amnesty pada tahap II untuk masing-masing uang tebusan dan dana repatriasi baru
62.70% dan 14,1 % dari target pemerintah. Sedangkan BRI memperoleh uang
tebusan sebesar Rp 2,88 triliun dan dana repatriasi sebesar Rp 12,29 triliun atau
mencapai 24.58% dari target BRI. Perolehan ini menyebabkan BRI berada
diposisi yang lebih rendah dibandingkan perolehan uang tebusan oleh BNI dan
Mandiri, namun masih lebih tinggi dibandingkan BTN. Sedangkan untuk dana
repatriasi, BRI menduduki posisi kedua tertinggi setelah perolehan bank Mandiri,
BNI dan BTN. Namun, untuk penerimaan dana tax amnesty secara keseluruhan
BRI masih menduduki peringkat tiga dari empat Bank BUMN.
Secara keseluruhan kinerja BRI dapat dikatakan kian membaik seiring
dengan adanya tambahan dana tax amnesty khususnya dana repatriasi yang masuk
sebagai DPK bank setelah implementasi kebijakan tax amnesty berakhir pada
tahap II. Namun, berdasarkan hasil uji wilcoxon yang dilakukan pada indikator
kinerja keuangan BRI meliputi LDR, NPL, CAR, ROA, BOPO dan NIM dapat
disimpulkan bahwa kinerja keuangan BRI tidak mengalami perbedaan yang
signifikan karena periode implementasi tax amnesty pada saat itu masih terbilang
singkat sehingga rasio kinerja keuangan pun juga tidak mengalami perubahan
yang berarti. Untuk proyeksi perolehan DPK BRI dari adanya tambahan dana reptatriasi
yang dikaitkan dengan kinerja keuangan dan perolehan laba mengingat program
tax amnesty masih berakhir pada 31 Maret 2017, hasilnya menunjukkan bahwa
jumlah DPK bank diperkirakan lebih tinggi jumlahnya dan kinerja keuangannya
juga menunjukkan peningkatan yang lebih baik. Adapun perolehan laba
khususnya laba sebelum pajaknya sebagaimana juga telah diproyeksikan nantinya
diharapkan semakin mampu memperbaiki kinerja keuangan bank tersebut.
Saran
Saran yang ditujukan untuk peneliti selanjutnya yaitu adanya penggunaan
metode penelitian serupa dengan objek berbeda sebagai bentuk pengembangan
dari penelitian ini. Adapun data yang digunakan lebih memadai dan metode
analisisnya dapat dikembangkan agar pengambilan keputusan terhadap penilaian
kinerja keuangan perusahaan dapat lebih meyakinkan dan tujuan yang diinginkan
dalam penelitian dapat tercapai. Sedangkan saran yang ditujukan untuk
perusahaan yaitu BRI harus memiliki strategi agar perolehan dana tax amnesty
mampu dicapai setinggi-tingginya, seperti sosialisasi dan kerja sama dengan KPP,
perusahaan korporasi, perusahaan multinasional, dan bank-bank internasional.
Selain itu, BRI harus mampu melakukan alokasi sumber dana yang diperolehnya
ke sektor-sektor produktif dan melakukan upaya penyaluran kredit disertai dengan
pola pemetaan sektor-sektor ekonomi mana saja yang hingga saat ini masih
dianggap tahan terhadap kelesuan ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Faizal. 2005. Manajemen Perbankan (Teknik Analisis Kinerja
Keuangan Bank). Malang: UMM Press.
Alper, D. dan Anbar, A. 2011. Bank Specific and Macroeconomic Determinants
of Commercial Bank Profitability: Empirical Evidence from Turkey.
Business and Economics Research Journal, Vol. 2, pp. 139-152.
Arisanti, Dede Risa. 2010. Pengaruh Dana Pihak Ketiga Terhadap Profitabilitas
Bank Syariah. (Skripsi, Universitas Komputer Indonesia, Bandung).
Artyka, Nur. 2015. Penilaian Kesehatan Bank Dengan Metode RGEC Pada PT.
Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk Periode 2011 – 2013. (Skripsi,
Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta).
Bank Indonesia. 2011. Surat Edaran BI No. 13/24/DPNP Perihal Penilaian
Tingkat Kesehatan Bank Umum. Bank Indonesia: Jakarta.
Bank Indonesia. 2011. Peraturan BI No. 13/1/PBI/2011 Tentang Sistem Penilaian
Tingkat Kesehatan Bank Umum. Bank Indonesia: Jakarta.
Bank Indonesia. 2011. Peraturan BI No. 15/1/PBI/2011. Perubahan Kedua Atas
Peraturan Kedua Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/19/PBI/2010
Tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam
Rupiah dan Valuta Asing. Bank Indonesia: Jakarta.
Bank Rakyat Indonesia. 2009 – 2016. Laporan Keuangan Triwulan Bank Negara
Indonesia. Diakses dari http://bri.co.id/.
Bank Rakyat Indonesia. 2009 – 2016. Laporan Keuangan Tahunan Bank Negara
Indonesia. http://bri.co.id/.
Boedijoewono, Noegroho. 2007. Pengantar Statistika Ekonomi dan Bisnis.
Yogyakarta: STIM YKPN.
Darmawi, Herman. 2012. Manajemen Perbankan. Jakarta : Bumi Aksara.
Darmawan, Komang. 2004. Analisis Rasio-Rasio Bank. Info Bank, Juli 2004, hlm.
18-21.
Dendawijaya, L. 2005. Manajemen Perbankan. Jakarta : Ghalia Indonesia.
Deny, Septian. 2016. Jokowi : Pengampunan Pajak Berikan Manfaat Besar Buat
Ekonomi RI. Liputan6. Diakses dari
http://bisnis.liputan6.com/read/2554095/jokowi-pengampunan-pajak-
berikan-manfaat-besar-buat-ekonomi-ri.
Direktorat Jendral Pajak. 2016. Sosialisasi Tax Amnesty. http://pajak.go.id./.
Hartono, Jogiyanto. 2014. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Yogyakarta :
BPFE-Yogyakarta.
Infobank. 2012. Rumus Terbaru Rating 120 Bank, No.399/Juni 2012/Vol.XXXIV.
Irawati, Susan. 2006. Manajemen Keuangan. Bandung : Pustaka.
Iryani, L., Herlina. 2015. Analisis Rasio Likuiditas, Solvabilitas, dan Profitabilitas
Dalam Mendukung Pembiayaan Pada PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk.
Jurnal Ilmiah Akuntansi Fakultas Ekonomi (JIAFE) Vol. 1 No. 2 Tahun
2015, Hal 32-40.
Ismail. 2010. Akuntansi Bank. Jakarta : Kencana.
J. Supranoto. 2000. Statistika : Teori dan Aplikasi Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Kartikasari, Meidita. 2014. Penilaian Kinerja Keuangan Menggunakan Analisis
Rasio pada Bank Mandiri di BEI. Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 3
No. 11 (2014). Diakses dari
https://ejournal.stiesia.ac.id/jirm/article/view/662/633.
Kasmir. 2008. Analisis Laporan Keuangan. Jakarta : Rajawali Pers.
Mahardian, P. 2008. Analisis Pengaruh Rasio CAR, BOPO, NPL, NIM, dan LDR
Terhadap Kinerja Keuangan Perbankan (Studi kasus perusahaan
perbankan yang tercatat di BEI periode Juni 2002- Juni 2007). (Tesis.
Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Semarang).
Martha, Lidya. 2014. Analisis Kinerja Keuangan PT. Bank Rakyat Indonesia
(Persero), Tbk, Jurnal KBP Vol 2 No 2 Juni 2014. Diakses dari
http://akbpstie.ac.id/cmsz/medias/file/5.%20lidya%20martha.pdf
Ningsih, Renny Suprapti. 2015. Analisis Rasio Profitabilitas Terhadap Laporan
Keuangan PT. Bank Tabungan Negara (Persero), Tbk. E-Journal Ilmu
Administrasi Bisnis, 2015, 3 (2) : 519-530. ISSN 2355-5408. Diakses dari
http://ejournal.adbisnis.fisip-unmul.ac.id/site/?p=1125.
Otoritas Jasa Keuangan. 2014 – 2016. Laporan Kinerja Keuangan Perbankan
Nasional. http://www.ojk.go.id/.
Prasetiyo, Bagus. 2016. Rp 11.400 Triliun Uang Indonesia ‘Menginap’ di Luar
Negeri. Tempo.co. Diakses dari
https://m.tempo.co/read/news/2016/04/05/090759950/rp-11-400-triliun-
uang-indonesia-menginap-di-luar-negeri.
Rasbin. 2016. Tax Amnesty, Potensi Dana Repatriasi, Dan Pembangunan Di
Indonesia. Majalah Info Singkat Ekonomi dan Kebijakan Publik :
Vol.VIII, No. 08/II/P3DI/April/2016. Diakses dari
http://berkas.dpr.go.id/puslit/files/info_singkat/Info%20Singkat-VIII-8-II-
P3DI-April-2016-65.pdf.
Riyadi, Selamet. 2006. Banking Assets and Liability Management. Jakarta:
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Rosyida, Putri. 2014. Analisis Pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK), Capital
Adequency Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL) Dan Return On
Assets (ROA) Terhadap Penyaluran Kredit Perbankan. (Skripsi,
Universitas Diponegoro, Semarang).
Santoso, Adi. 2016. Peningkatan Profitabilitas Pada Industri Perbankan Go -
Publik Di Indonesia. Media Trend vo 11 No. 1 Maret 2016, hal 99-112.
Diakses dari
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=433521&val=7694&t
itle=PENINGKATAN%20PROFITABILITAS%20%20PADA%20INDU
STRI%20PERBANKAN%20GO-PUBLIK%20DI%20INDONESIA.
Sugiyono. 2003. Metode Penelitian Bisnis Edisi 1. Bandung : Alfabeta.
Sugiyono, 2012. Metode Penelitian Kombinasi. Yogyakarta : Alfabeta.
Suharno, 2016. Panduan Praktis Amnesti Pajak Indonesia. Jakarta : Buku
Kompas.
Suharyadi dan Purwanto. 2009. Statistika : Untuk Ekonomi dan Keuangan
Modern, Edisi 2, Buku 1. Jakarta : Salemba Empat.
Suharyadi dan Purwanto. 2013. Statistika : Untuk Ekonomi dan Keuangan
Modern, Edisi 2, Buku 2. Jakarta : Salemba Empat.
Sho’imah, L., Darminto, Nuzula, N. 2015. Analisis Keuangan Perbankan Sebagai
Alat Untuk Mengevaluasi Kinerja Keuangan Bank (Studi pada PT. Bank
Tabungan Negara (Persero), Tbk.). Jurnal Administrasi Bisnis (JAB) Vol.
25 No. 2 Agustus 2015.
Siamat, Dahlan. 2005. Manajemen Lembaga Keuangan. Jakarta : Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Taswan. 2006. Manajemen Perbankan. Yogyakarta : UPP STIM YKPN.
Taswan. 2010. Manajemen Perbankan. Yogyakarta : UPP STIM YKPN.
Undang–Undang. 1998. No.10 Tahun 1998 Tentang Perbankan.
Zuhriah, Nurul. 2007. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Teori
Aplikasi. Jakarta : Bumi Aksara.
top related