analisis akad murabahah marjin bertingkat...
Post on 19-Mar-2019
227 Views
Preview:
TRANSCRIPT
ANALISIS AKAD MURABAHAH MARJIN BERTINGKAT DENGAN
PRINSIP-PRINSIP SYARIAH BERDASARKAN FATWA DSN-MUI
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Guna Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
DWI ASTUTI HANDAYANI PUTRI
1110046100040
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014 M/ 1436 H
ii
iii
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu syarat memperoleh gelar strata 1 (S1) di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti hasil karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi
yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 12 November 2014
Dwi Astuti Handayani Putri
v
ABSTRAK
Dwi Astuti Handayani Putri. NIM 1110046100040. ANALISIS AKAD
MURABAHAH MARJIN BERTINGKAT BERDASARKAN FATWA DSN-MUI
NO. 84/DSN-MUI.XII/2012. Konsentrasi Perbankan Syariah, Program Studi
Muamalat, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta 1435 H/
2014 M.
Bank Syariah Mandiri merupakan Bank Umum Syariah yang berfungsi
sebagai lembaga intermediasi dari surplus unit ke defisit unit. Kegiatan usaha yang
dilakukan oleh Bank Syariah Mandiri adalah menghimpun dana, menyalurkan dana
dan jasa. Dalam menyalurkan dana, Bank Syariah Mandiri melakukan kegiatan
pembiayaan yang salah satunya menggunakan akad murabahah marjin bertingkat.
Dengan akad murabahah marjin bertingkat, maka Bank Syariah Mandiri
mendapatkan marjin (keuntungan) dari transaksi tersebut. Aplikasi akad murabahah
marjin bertingkat dalam melakukan jual beli ini harus mematuhi peraturan fatwa
DSN-MUI No. 84/DSN-MUI/XII/2012 tentang Metode Pengakuan Keuntungan al
Tamwil bi al-Murabahah (Pembiayaan Murabahah) Di Lembaga Keuangan Syariah.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Teknik penelitian yang
digunakan adalah content analysis dan metode pendekatan yang digunakan adalah
yuridis normatif. Terdapat dua data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu data
vi
primer dan data sekunder. Data primer dengan melakukakan wawancara, dan data
sekunder yang berdasarkan draft kontrak, fatwa MUI, dan studi kepustakaan. Adapun
objek yang diteliti adalah model penerapan akad murabahah marjin bertingkat dan
kesesuaian akad murabahah marjin bertingkat berdasarkan dengan Fatwa DSN-MUI
No. 84/DSN-MUI/XII/2012 tentang Metode Pengakuan Keuntungan al Tamwil bi al-
Murabahah (Pembiayaan Murabahah) Di Lembaga Keuangan Syariah.
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa isi akad murabahah terdiri atas
pendahuluan, isi, dan penutup. Adapun kesesuaian akad murabahah marjin bertingkat
di BSM pada fatwa adalah terdapat ketentuan yang belum terpenuhi, mengenai
kepemilikan objek akad murabahah marjin bertingkat.
Kata kunci : Akad, Murabahah Marjin Bertingkat, Fatwa DSN-MUI.
Pembimbing : Dr. Muhammad Maksum, M. Ag.
Daftar Bacaan : (1998-2013)
vii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Alhamdulillah, alhamdulillah, alhamdulillahi rabbil ‘aalamin. Segala puji
hanya untuk Sang Pemberi Kehidupan. Segala syukur senantiasa dipanjatkan kepada
Sang Pemberi Nafas, Allahu Rabbi. Atas segala nikmat dan karunia yang tak pernah
henti, selalu tercurah dalam izin-Nya menjalankan kehidupan ini. Atas segala
kebahagian, kasih sayang dan keberkahan dalam setiap tarikan nafas ini.
Alhamdulillah, atas segala izin dan ridho-Nya, peneliti dapat menyelesaikan
penelitian ini.
Shalawat dan salam senantiasa tercurah untuk manusia penyelamat dunia,
Rasulullah SAW. Sang penyelamat dunia dari masa kegelapan dan masa kebodohan,
menjadi masa penuh cinta kasih dan dikelilingi ilmu pengetahuan.
Tak lupa dalam penulisan penelitian ini peneliti mendapatkan begitu banyak
dukungan, doa, bantuan materiil maupun non materiil dari pihak-pihak yang telah
membantu saya dalam menyelesaikan penelitian ini. Dalam kesempatan ini, dengan
segala rasa hormat, ucapan terima kasih penulis ingin disampaikan kepada :
viii
1. Dr. H. JM Muslimin, MA. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
2. H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag, MH dan Abdul Rouf, MA. Ketua dan
sekretaris program studi Muamalat atas waktu, ilmu dan kesempatan menimba
ilmu kepada peneliti.
3. Dr. Muhammad Maksum, M. Ag, MA, sebagai dosen pembimbing peneliti.
Terima kasih atas ilmu, bimbingan, arahan, nasihat, kesabaran dan keikhlasan
hati dalam membimbing peneliti. Semoga Bapak selalu diberikan kesehatan,
selalu diberikan limpahan keberkahan dan perlindungan dari Allah SWT.
4. Segenap staff Perputakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, staff
Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
yang telah memberikan fasilitas untuk mengadakan studi kepustakaan guna
menyelesaikan skripsi ini.
5. Financing Operation Division (FOD) PT. Bank Syariah Mandiri bagian Legal
Division, kepada Pak Agung selaku Kepala Bagian, dan staff beliau, Pak
Muammar dan Pak Mayo. Terima kasih atas kempatan untuk mendapat
bimbingan dan berbagi ilmu dengan peneliti. Semoga segala kebaikan selalu
dilimpahkan kepada Bapak dan keluarga.
6. Segenap dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
khususnya dosen program studi ilmu hukum, yang telah memberikan berbagai
macam disiplin ilmu pengetahuan dengan tulus dan ikhlas, semoga ilmu
pengetahuan yang diajarkan dapat bermanfaat, mendapat rahmat dari Allah
ix
SWT dan menjadikan keberkahan bagi penulis. Semoga Allah SWT
senantiasa membalas jasa-jasa beliau dengan menjadikan semua kebaikan dan
keikhlasan ini sebagai amal jariyah untuk beliau semua.
7. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Sumardji dan Ibunda Menik. Terima
kasih atas semua doa, dukungan materiil dan non materiil, kesabaran dan
keikhlasan sehingga menguatkan dan meyakinkan peneliti untuk
menyelesaikan kewajiban.
8. Kakak tercinta, Siti Solehah Ariani yang selalu jadi teladan peneliti. Terima
kasih atas ilmu keteguhan hati dan mental baja dalam hidup ini. Adik
tercantik, Rayhani Jastika yang selalu menghibur kepenatan.
9. Sahabat hati Naufal el Ramadhian yang selalu setia menemani tiap langkah
penulis untuk menyelesaikan penelitian ini. Terima kasih atas segala doa
waktu, ilmu, dukungan, motivasi, bimbingan dan kesabaran.
10. Sahabat kebanggaan dan tercinta, Janitha Triana yang selalu mendoakan,
memotivasi, mendukung dan menjadi pelipur lara peneliti. Terima kasih
sahabat.
11. Sahabat-sahabat terhebat, acan tersayang, Nazahah Begum Suhaimi Khan,
Gita Regita Dahmaniar, dan Jiehan Faradillah. Terima kasih untuk motivasi,
doa dan kebersamaan kita.
12. Keluarga besar Perbankan Syariah FSH UIN Syahid, khususnya PS E
angkatan 2010. Terima kasih atas waktu kebersamaan dan berbagi ilmu.
Sukses selalu untuk kalian.
x
13. Sahabat seperjuangan, Nisrina Mutiara Dewi, Faridullah, Iqbal Ali Hamzah
dan Annisa Nur Afifah. Terima kasih atas inspirasi dan saling menjaga
keteguhan
14. Seluruh pihak yang telah membantu dalam penulisan penelitian ini yang tidak
dapat peneliti sebutkan namanya satu per satu, namun tidak mengurangi rasa
hormat peneliti. Semoga Allah SWT selalu memberikan kemudahan dan
keberkahan dalam hidup. Amin
Peneliti sadar bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu
besar harapan peneliti agar diberikan saran dan kririk yang membangun agar
terwujudnya ilmu pengetahuan yang lengkap dan sempurna. Semoga hasil penelitian
ini dapat memberikan manfaat untuk literatur khazanah ilmu pengetahuan. Amin
Jakarta, November 2014
Peneliti
xi
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING ii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI iii
LEMBAR PERNYATAAN iv
ABSTRAK v
KATA PENGANTAR vii
DAFTAR ISI xi
DAFTAR LAMPIRAN xv
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Identifikasi Masalah 5
C. Pembatasan Masalah 7
D. Perumusan Masalah 7
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian 8
1. Tujuan Penelitian 8
2. Manfaat Penelitian 8
xii
F. Metode Penelitian 9
1. Pendekatan 9
2. Jenis Penelitian 9
3. Jenis dan Sumber Data 10
4. Teknik Pengumpulan Data 10
5. Subjek-Objek Penelitian 11
6. Metode Analisis 11
G. Sistematika Penelitian 12
BAB II LANDASAN TEORI 15
A. Konsep Akad 15
1. Definisi Akad 15
2. Rukun dan Syarat Akad 17
3. Struktur Akad 20
4. Berakhirnya Akad 28
B. Konsep Murabahah 29
1. Definisi Murabahah 29
2. Sumber Hukum Murabahah 30
3. Rukun dan Syarat Murabahah 32
4. Aplikasi Murabahah Dalam Lembaga Keuangan Syariah 34
xiii
C. Standar Syariah 35
D. Ketetapan Fatwa DSN-MUI 37
BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 40
A. Gambaran Umum Bank Syariah Mandiri 40
1. Sejarah Singkat 40
2. Visi dan misi perusahaan 42
3. Dewan komisaris 42
4. Dewan pengawas syariah 43
5. Direksi 43
6. Profil dan informasi kepemilikan saham 43
7. Produk dan jasa 44
8. Emas 45
9. Haji dan Umrah 45
10. Bagan organisasi 45
11. Penghargaan 45
B. Aplikasi Akad Murabahah Pada PT. Bank Syariah Mandiri 48
1. Klasifikasi akad 48
2. Prosedur proses pembiayaan akad murabahah 49
xiv
BAB IV ANALISA PEMBAHASAN 57
A. Mekanisme Pembiayaan Akad Murabahah Marjin Bertingkat 57
B. Analisis Struktur Akad 58
1. Bagian pembukaan akad 58
2. Bagian isi akad 66
3. Bagian penutup akad 75
C. Analisis akad berdasarkan Fatwa DSN-MUI No. 84/DSN-MUI/XII/2012 76
1. Ketentuan Umum 77
2. Ketentuan Hukum 87
3. Ketentuan khusus 88
BAB V PENUTUP 94
A. Kesimpulan 94
B. Saran 95
DAFTAR PUSTAKA 96
xv
DAFTAR LAMPIRAN
1. Analisis struktur akad murabahah marjin bertingkat
2. Analisis akad murabahah marjin bertingkat dengan fatwa DSN-MUI
3. Fatwa DSN MUI No. 84/DSN-MUI/XII/2012
4. Wawancara pribadi dengan staff PT. Bank Syariah Mandiri
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Praktik murabahah di perbankan syariah menghadapi kendala prinsip
syariah. Hal ini terjadi karena pada tanggal 7 Shafar 1433H atau 21 Desember
2012, Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan
fatwa No. 84/DSN-MUI/XII/2012 tentang metode pengakuan keuntungan al
tamwil bi al-murabahah (pembiayaan murabahah) di lembaga keuangan
syariah. Fatwa ini menetapkan dua metode pengakuan keuntungan
pembiayaan murabahah di lembaga keuangan syariah, yaitu metode
proporsional (thariqah mubasyirah) dan metode anuitas (thariqah al-hisab al-
tanazuliyyah/ thariqah al-tanaqushiyyah). Di dalam ketentuan khusus fatwa
disebutkan bahwa pengakuan keuntungan al-Tamwil bi al-Murabahah dalam
bisnis yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah (LKS) boleh
dilakukan secara proporsional dan secara anuitas1.
Metode keuntungan anuitas merupakan produk dari teori keuangan
konvensional. Anuitas berarti jumlah pembayaran periodik yang tetap
1 Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) No. 84/DSN-
MUI/XII/2012 Tentang Metode Pengakuan Keuntungan Al Tamwil bi Al-Murabahah.
2
besarannya dan di dalamnya sudah terhitung pelunasan hutang dan bunganya.
Sehingga dalam anuitas terdapat dua pihak, dimana salah satu meminjamkan
dana dan pihak lainnya berkewajiban membayar pinjaman atau sering disebut
dengan kreditur dan debitur. Di dalam rumus perhitungan anuitas, terdapat
unsur bunga untuk menghitung besaran angsuran. Hal ini wajar dilakukan
dalam ekonomi konvensional yang menganut sistem bunga, dan yang karena
sistem bunga tersebut menjadikan adanya nilai waktu uang atau yang sering
disebut dengan time value of money,yaitu dimana nilai uang hari ini tidak
akan sama dengan nilai uang dimasa-masa berikutnya, sehingga nilai dan
kemampuan uang terus berubah-ubah2.
Metode keuntungan anuitas yang berbasis bunga tidak dapat
diterapkan pada lembaga keuangan syariah karena beberapa alasan. Pertama,
perbedaan mendasar operasional Bank Syariah dengan Bank Konvensional
adalah sistem pendapatan Bank Syariah tidak berbasis bunga (free interest
based) dalam seluruh kegiatan operasionalnya. Maka dalam mendapatkan
pendapatannya, Bank Syariah memperoleh dari nisbah bagi hasil, marjin jual-
beli dan pendapatan jasa (ujrah). Karena akad murabahah termasuk ke dalam
akad jual-beli, maka bentuk pendapatan yang diterima Bank Syariah berupa
marjin yang telah disebutkan diawal akad dan disetujui oleh nasabah.
2 Time value of money (nilai waktu uang) maksudnya adalah bertambahnya jumlah uang
akibat dari besaran bunga yang dihasilkan. Sehingga, mengakibatkan menurunnya kemampuan atau
daya beli uang.
3
Kedua, selain sistem operasional yang harus terbebas dari unsur
bunga, hubungan antara Bank Syariah dengan nasabah pun berbeda. Akad
murabahah adalah akad jual beli antara Bank Syariah dengan nasabah, maka
tidak ada istilah kreditur atau debitur diantara kedua belah pihak. Sehingga,
Bank Syariah bertindak sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli yang
menyepakati keuntungan yang didapat oleh Bank Syariah. Karena
berdasarkan akad jual beli, maka penjual (Bank Syariah) berhak mendapatkan
keuntungan atas barang yang dijualnya dan nasabah pun tidak memiliki
hutang kepada Bank Syariah karena akadnya berdasarkan akad jual beli.
Berbeda kreditur dan debitur, yaitu kontrak utang-piutang dimana peminjam
berkewajiban untuk mengembalikan pinjamannya dalam waktu tertentu yang
telah disepakati. Karena berbentuk kontrak utang piutang, maka tidak ada
keuntungan atau penambahan dalam kontrak tersebut. Jika terdapat
penambahan dalam utang piutang, Islam menyebutnya dengan riba.
Riba merupakan unsur yang harus benar-benar dihindari oleh Bank
Syariah karena salah satu prinsip syariah yang harus ditaati lembaga keuangan
syariah. Berdasarkan Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah, Bank Syariah dalam melakukan kegiatan operasionalnya, tidak boleh
bertentangan dengan prinsip syariah3. Prinsip-prinsip syariah tersebut menjadi
pedoman kegiatan operasional Bank Syariah agar tidak keluar dari aturan
3 Pasal 2 Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah.
4
syariah dan untuk tetap berada pada jalur yang telah ditetapkan syariah.
Prinsip utama yang harus dianut oleh Bank Syariah dalam menjalankan
kegiatan operasionalnya adalah seluruh kegiatan dipastikan harus terbebas
dari unsur maghrib, yaitu terbebas dari maysir, gharar, haram, dzalim dan
riba. Maka dari itu, Bank Syariah sebagai bank yang harus terbebas dari
bunga atau riba4.
Adanya riba dalam bunga bank konvensional, para fuqaha telah
berselisih pendapat karena praktek bunga bank belum terjadi secara
institusional pada zaman Rasulullah. Akhirnya pada tanggal 16 Desember
2003, Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia mengambil keputusan fatwa
bahwa bunga bank termasuk kedalam riba nasiah, karena terjadi disebabkan
adanya penangguhan dalam pembayaran yang diperjanjikan sebelumnya,
dengan demikian praktek pembungaan uang tersebut termasuk salah satu
bentuk riba dan hukumnya haram. Bahkan bunga pada praktek perbankan
konvensional lebih berat dikarenakan, riba merupakan tambahan yang
dikenakan kepada peminjam karena peminjam tidak dapat mengembalikan
pinjaman tepat waktu atau jatuh tempo, sedangkan bunga bank telah
disebutkan dan disepakati sejak terjadinya transaksi. Maka jelas unsur dzalim
sangat terlihat pada bunga bank.
4 Maysir adalah transaksi untung-untungan (spekulasi). Gharar adalah transaksi yang tidak
jelas atau tidak ada kepastian. Haram merupakan objek transaksi yang dilarang dalam syariah. Dzalim
adalah ketidakadilan bagi pihak lain. Riba adalah penambahan pendapatan secara tidak sah (batil).
5
Selain itu, salah satu perbedaan yang paling mendasar bagi Bank
Syariah dengan Bank Konvensional adalah dimana setiap transaksi yang
dilakukan meyakini adanya pertanggung jawaban berdimensi ganda, yaitu
duniawi dan ukhrawi karena dilandaskan pada hukum Islam. Sehingga untuk
menetapkan sah tidaknya suatu akad atau transaksi tidak hanya berdasarkan
hukum positif, tetapi dikuatkan dengan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan
syariah.
Pada praktik Bank Syariah, Bank yang menggunakan metode
keuntungan anuitas, menyebutnya dengan akad murabahah marjin bertingkat .
Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas, ada hal-hal yang menarik
mengenai metode keuntungan anuitas untuk dikaji. Dari aspek-aspek tersebut
diatas, maka peneliti tertarik untuk membahas masalah ini dari sudut pandang
yang spesifik dengan judul “Analisis Akad Murabahah Marjin Bertingkat
Dengan Prinsip-Prinsip Syariah Berdasarkan Fatwa DSN-MUI”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti mengidentifikasi
permasalahan-permasalahan, yaitu :
1. Sejak kapan pembiayaan murabahah marjin bertingkat mulai
beroperasional?
2. Apakah perbedaan metode keuntungan proporsional dengan metode
keuntungan anuitas?
3. Apakah kekurangan dari metode keuntungan proporsional?
6
4. Apakah perbedaan metode keuntungan anuitas lembaga keuangan syariah
dengan lembaga keuangan konvensional?
5. Apa faktor-faktor yang menyebabkan Bank Syariah mengubah akad
murabahah menjadi akad murabahah marjin bertingkat?
6. Apakah kerugian menjadi faktor utama yang mendasarinya?
7. Bagaimana tingkat keuntungan Bank Syariah setelah diberlakukannya
akad murabahah marjin bertingkat?
8. Bagaimana manajemen resiko pada akad murabahah marjin bertingkat?
9. Apakah akad murabahah marjin bertingkat mengurangi resiko gagal
bayar?
10. Bagaimana akuntansi pada murabahah marjin bertingkat?
11. Bagaimana respon nasabah menyikapi akad murabahah marjin
bertingkat?
12. Apakah akad murabahah marjin bertingkat memberikan win win solution
bagi nasabah dan Bank Syariah?
13. Apa motif nasabah memutuskan memilih akad murabahah marjin
bertingkat?
14. Bagaimana prosedur pembiayaan akad murabahah marjin bertingkat?
15. Apa saja syarat-syarat pembiayaan akad murabahah marjin bertingkat?
16. Siapa saja yang dapat melakukan akad murabahah marjin bertingkat?
17. Bagaimana jika nasabah telat atau tidak membayar angsuran pembiayaan?
18. Apa sanksi yang akan diterima?
7
19. Bagaimana likuiditas bank syariah jika terjadi gagal bayar (fraud) ?
20. Bagaimana jika nasabah pembiayaan meninggal dunia?
21. Bagaimana tentang perlindungan konsumen melindungi hak-hak nasabah?
C. Pembatasan Masalah
Mengingat masalah yang diangkat peneliti begitu luas lingkupannya,
maka peneliti perlu membatasi permasalahan yang akan dibahas agar masalah
lebih terfokus dan spesifik, serta untuk menghindari kemungkinan tumpang
tindih dengan masalah lain diluar penelitian, yaitu tekait dalam aplikasi akad
murabahah dengan marjin bertahap pada Bank Syariah Mandiri berdasarkan
fatwa DSN-MUI No. 84/DSN-MUI/XII/2012 tentang metode pengakuan
keuntungan al tamwil bi al-murabahah (pembiayaan murabahah) di lembaga
keuangan syariah.
D. Perumusan Masalah
Rumusan masalah yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana model penerapan akad murabahah marjin bertingkat pada
Bank Syariah Mandiri?
2. Apakah akad murabahah marjin bertahap sesuai dengan prinsip-prinsip
muamalah berdasarkan fatwa DSN MUI?
8
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan dengan perumusan dan pembatasan masalah yang telah
dijelaskan sebelumnya, maka yang akan menjadi tujuan penelitian ini
dilakukan adalah :
a. Mengetahui dan menganalisa model penerapan akad murabahah
marjin bertingkat pada Bank Syariah Mandiri.
b. Mengetahui dan menganalisa kesesuaian akad murabahah dengan
marjin bertahap dengan prinsip-prinsip muamalah berdasarkan fatwa-
fatwa DSN MUI.
2. Manfaat penelitian
a. Manfaat akademis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan sebagai
pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya, dan khususnya
mengenai struktur atau model penerapan akad dalam akad murabahah
dan kesesuaiannya dengan Fatwa DSN-MUI.
b. Manfaat praktis
Manfaat penelitian ini secara praktis agar dapat digunakan sebagai
informasi dan bahan masukan bagi praktisi Bank Syariah Mandiri
dalam menerapkan struktur atau model penerapan akad-akad syariah,
sehingga Bank Syariah Mandiri dapat terhindar dari hal-hal yang tidak
sesuai dengan prinsip-prinsip syariah
9
F. Metode Penelitian
Pengumpulan data merupakan bagian terpenting di dalam sebuah penelitian,
dalam hal ini sangat dibutuhkan data-data yang akurat serta relevan dalam
persoalan yang akan diteliti. Adapun data yang diperlukan menggunakan metode
sebagai berikut :
1. Pendekatan
Dalam penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis
normatif. Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan hukum dengan
melihat peraturan-peraturan. Baik hukum primer maupun bahan hukum
sekunder atau pendekatan terhadap masalah dengan cara melihat dari segi
peraturan Undang-Undang yang berlaku5. Pada penelitian ini, peneliti
mengacu pada Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia
(DSN-MUI) No. 84/DSN-MUI/XII/2012 tentang metode pengakuan
keuntungan al tamwil bi al-murabahah (pembiayaan murabahah) di
lembaga keuangan syariah.
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Penelitian
kualitatif adalah penelitian yang tidak berdasarkan data-data angka, yang
menghasilkan data deskriptif.
5 Roni Hantijo Soemitro, Metodelogi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Semarang: Ghalia
Indonesia, 1998), h. 11.
10
3. Jenis dan Sumber Data
a. Jenis Data
Penelitian ini menggunakan dua jenis data, yaitu data primer (primary
resources) dan data sekunder (secondary resources).
1) Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari PT. Bank
Syariah Mandiri.
2) Data sekunder (secondary resources) merupakan sumber data
penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui
media perantara karena telah diolah terlebih dahulu oleh pihak-
pihak terkait.
b. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini berdasarkan orang individual dan
studi kepustakaan (library research). Studi kepustakaan (library
research) yaitu dengan mengumpulkan dan menganalisis data dari
berbagai sumber yang relevan dengan analisis yang akan digunakan.
4. Teknik Pengumpulan Data
Adapun instrumen-instrumen yang digunakan dalam rangka penelitian
ini adalah :
a. Wawancara
11
Merupakan salah satu pengambilan data dan informasi dengan
interaksi bahasa yang berlangsung antara dua orang melalui tatap
muka6. Dengan menggunakan instrumen pedoman wawancara.
b. Studi dokumentasi
Studi dokumentasi, yaitu dengan membaca literatur yang relevan
dengan topik masalah dalam penelitian ini. Pengumpulan data
berasal dari dokumen Bank Syariah Mandiri yaitu dokumen berupa
kontrak akad murabahah marjin bertingkat.
c. Riset Kepustakaan
Yaitu dengan membaca jurnal dan mempelajari literatur yang
memuat teori-teori, konsep-konsep dan informasi yang diperoleh
sebagai landasan teori yang berkaitan dengan masalah penelitian.
5. Subjek-Objek Penelitian
Subjek pada penelitian ini adalah PT. Bank Syariah Mandiri (BSM)
sedangkan objek penelitian ini adalah akad murabahah marjin bertingkat
pada Bank Syariah Mandiri (BSM).
6. Metode Analisis
a. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik content analysis.
Teknik conten analysis, untuk menghasilkan inferensi terhadap data
verbal dan simbolik yang dapat diulangi dan valid. Dimana analisis ini
6 Emzir, Metodelogi Penelitian Kualitatif Analisis Data, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 50.
12
berbentuk dokumen dan teks yang berupaya mengkuantifikasikan isi
menurut kategori yang sudah ditetapkan, suatu teknik untuk
mengambil kesimpulan dengan mengidentifikasi berbagai karakteristik
khusus suatu pesan secara objektif, sistematis, dan generalis. Analisis
isi (content analysis) adalah penelitian yang bersifat pembahasan
mendalam terhadap isi suatu informasi tertulis atau tercetak dalam
media masa. Metode yang meliputi semua analisis mengenai isi teks,
tetapi disisi lain analisis isi juga digunakan untuk medeskripsikan
pendekatan analisis yang khusus7
b. Teknik Penulisan Laporan
Teknik penulisan laporan pada penelitian ini mengacu kepada buku
pedoman penulisan skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang diterbitkan pada tahun 2012.
G. Sistematika Penelitian
Untuk memudahkan penulisan skripsi ini, peneliti menetapkan suatu kerangka
dasar penulisan. Secara garis besar dapat memberikan gambaran sebagai
berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan secara garis besar mengenai latar belakang
masalah, identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah,
7 Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), h.
155-156.
13
tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan kajian terdahulu, metode
penelitian, dan sistematika penelitian.
BAB II LANDASAN TEORI
Bab ini menjelaskan mengenai teori-teori berdasarkan tinjauan pustaka
dan literatur yang terkait dengan pembahasan penelitian, standar
syariah, ketetapan Fatwa DSN-MUI serta review studi terdahulu.
BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG BANK SYARIAH MANDIRI
Dalam bab ini akan dijelaskan secara terperinci tentang Bank Syariah
Mandiri mengenai sejarah singkat, visi dan misi perusahaan, dewan
komisaris, dewan pengawas syariah (DPS), direksi, profil dan
kepemilikan saham, produk dan jasa, bagan organisai, penghargaan,
serta proses pra-akad murabahah marjin bertingkat Bank Syariah
Mandiri.
BAB IV ANALISIS AKAD MURABAHAH MARJIN BERTINGKAT
DENGAN PRINSIP-PRINSIP FIQH MUAMALAH BERDASARKAN
FATWA DSN-MUI
Analisis isi akad murabahah dan kesesuaiannya dengan Fatwa No.
84/DSN-MUI/XII/2012 tentang metode pengakuan keuntungan al
tamwil bi al-murabahah (pembiayaan murabahah) di lembaga
keuangan syariah.
14
BAB V PENUTUP
Dalam bab ini akan disimpulkan jawaban dari perumusan masalah
yang ada dan disertai dengan pemberian saran-saran yang tepat
sehubungan dengan adanya permasalahan yang ditemukan selama
penelitian.
15
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Konsep Akad
Saat kekuatan penawaran dan kekuatan permintaan bertemu, maka
terjadilah transaksi antara kedua belah pihak. Namun, sebelum terjadi
transaksi, terdapat akad yang harus dipenuhi untuk terpenuhinya tingkat
kepuasan manusia tersebut. Maka dari itu, akad merupakan bagian terpenting
dalam sebuah transaksi.
1. Definisi Akad
Akad secara istilah berasal dari kata al-„aqdu. Kata al-„aqdu
merupakan bentuk jamak dari „aqada, ya‟qidu, „aqdan yang berarti
meyimpul, membuhul, mengikat atau mengikat janji1.
Secara terminologi, akad memiliki arti umum (al-ma‟na al-am) dan
khusus (al-ma‟na al-khas)2. Adapun arti umum dari akad adalah “segala
sesuatu yang dikehendaki seseorang untuk dikerjakan, baik yang muncul
dari kehendaknya sendiri, seperti kehendak untuk wakaf, membebaskan
hutang, thalak, dan sumpah, maupun yang membutuhkan pada kehendak
1 A. Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, (Jakarta: Gramedia, 2012), h. 129.
2 Azharudin Lathif, Fiqh Muamalat, (Jakarta: UIN Press, 2005), h. 60.
16
dua pihak dalam melakukannya, seperti jual beli, sewa menyewa,
perwakilan, dan gadai/jaminan”. Sedangkan arti khusus akad didefinisikan
dengan3 :
”Pertalian ijab (pernyataan melakukan ikatan) dan Kabul (pernyataan
penerimaan ikatan) sesuai dengan kehendak syariat yang berpengaruh
kepada objek perikatan.”
Menurut Wahbah Zuhaili, akad adalah ikatan antara dua hal, baik
ikatan secara nyata maupun ikatan secara maknawi, dari satu segi maupun
dua segi. Menurut istilah para ahli hukum Islam, aqad diartikan sebagai
hubungan antara ijab dan Kabul sesuai dengan kehendak syariat yang
menetapkan adanya pengaruh (akibat) hukum pada objek perikatan4.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
akad adalah kesepakatan antara para pihak untuk saling mengikatkan diri
dalam suatu perbuatan hukum tertentu sesuai dengan kehendak syariah.
Maka dari itu, setiap akad yang dilakukan harus terbebas dari unsur-unsur
yang telah ditetapkan oleh syar‟i, yaitu Allah SWT dan Rasulullah, seperti
akad yang tidak terdapat unsur riba dan hal-hal yang dilarang lainnya.
3 Abdul Rahman Ghazaly, dkk, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2010), h.51.
4 A. Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, (Jakarta: Gramedia, 2012), h. 129.
17
Akad terbentuk karena adanya ijab dan qabul antara pihak-pihak yang
melakukan kerjasama. Dengan melakukan akad, maka akan timbul akibat
hukum pada objek-objek akad. Jika akad jual-beli, maka akibat hukum
yang timbul pada objek akad adalah perpindahan hak atas kepemilikan
barang. Jika yang disepakati merupakan akad sewa-menyewa, maka akibat
hukum yang timbul pada objek akad adalah perpindahan atas manfaat
barang, bukan berpindah hak atas kepemilikan barang.
2. Rukun dan Syarat Akad
Akad harus memenuhi rukun dan syarat. Rukun adalah unsur-unsur
yang harus ada dan harus dipenuhi ketika akad berlangsung serta
merupakan esensi dari akad tersebut. Sedangkan syarat adalah sifat yang
melekat pada setiap rukun5. Menurut Jumhur Ulama yang termasuk
kepada rukun akad adalah6 :
a. Shighat (formulasi) ijab dapat diwujudkan dengan ucapan lisan,
tulisan, isyarat bagi mereka yang tidak mampu berbicara atau menulis,
sarana komunikasi modern, bahkan dengan perbuatan (bukan ucapan,
tulisan maupun isyarat) yang menunjukkan kerelaan kedua belah pihak
untuk melakukan suatu akad yang umumnya dikenal dengan al-
mu‟athah.
5 Saefuddin Arif dan Azharudin Lathif, Kontrak Bisnis Syariah, (Jakarta: Fakultas Syariah
dan Hukum, 2011), h. 27.
6 Saefuddin Arif dan Azharudin Lathif, Kontrak Bisnis Syariah, h. 28.
18
Ada 3 syarat yang harus dipenuhi agar suatu ijab dan qabul
dipandang sah, yaitu :
1) Ijab dan qabul harus secara jelas menunjukkan maksud kedua
belah pihak.
2) Antara ijab dan qabul harus selaras, dan
3) Antara ijab dan qabul harus muttashil (berkesinambungan), yakni
dilakukan dalam satu majelis „akad (tempat akad).
b. Pelaku akad disyaratkan harus seorang mukallaf („aqil baligh, berakal
sehat dan dewasa atau cakap hukum). Mengenai batasan umur pelaku
untuk keabsahan akad diserahkan kepada „urf atau peraturan
perundang-undangan yang dapat menjamin kemaslahatan para pihak.
c. Objek akad harus memenuhi 4 (empat) syarat :
1) Objek harus sudah ada secara konkret ketika akad dilakukan; atau
diperkirakan akan ada pada masa akan datang dalam akad-akad
tertentu seperti dalam akad salam, ishtishna‟, ijarah dan
mudharabah.
2) Objek harus merupakan sesuatu yang menurut hukum Islam sah
dijadikan objek akad, yaitu harta yang dimiliki serta halal
dimanfaatkan (mutaqawwam).
3) Objek harus dapat diserahkan ketika terjadi akad, namun tidak
berarti harus dapat diserahkan seketika.
19
4) Objek harus jelas (dapat ditentukan, mu‟ayyan) dan diketahui oleh
kedua belah pihak. Ketidakjelasan objek akad-selain ada larangan
Nabi untuk menjadikannya sebagai objek akad- mudah
menimbulkan persengketaan di kemudian hari, dan ini harus
dihindarkan. Mengenai penentuan kejelasan suatu objek akad ini,
adat istiadat („urf) mempunyai peranan yang penting.
Dari syarat pertama ulama mengecualikan empat macam akad :
salam, ishtishna‟, ijarah, dan musaqah. Artinya keempat macam akad
ini tetap dinyatakan sah walaupun objek akad belum ada ketika terjadi
akad.
d. Maudhu „al-„aqd atau tujuan akad merupakan salah satu bagian
penting yang harus ada pada setiap akad. Yang dimaksud dengan
maudhu‟ al-„aqd adalah tujuan utama untuk apa akad itu dilakukan
(al-maqshad al-ashli alladzi syari‟a al-„aqd min ajlih). Menurut
hukum Islam, yang menentukan tujuan hukum akad adalah al-
musyarri‟ (yang menetapkan syariah, yaitu Allah SWT). Dengan kata
lain, akibat hukum suatu akad hanya diketahui melalui syara‟ dan
harus sejalan dengan kehendak syara‟. Atas dasar itu , semua bentuk
akad yang tujuannya bertentangan dengan syara‟ (hukum Islam)
adalah tidak sah dan karena itu tidak menimbulkan akibat hukum;
misalnya menjual barang yang diharamkan seperti minuman kras
20
(khamr). Jika hal itu terjadi, dalam pandangan hukum Islam akibat
hukumnya tidak tercapai. Tegasnya, menurut hukum Islam, jual beli
atas barang yang diharamkan tersebut tidak menyebabkan perpindahan
kepemilikan barang kepada pembeli dan kepemilikan harga barang
kepada penjual.
3. Struktur Akad
Dalam praktik penyusunan akad terdapat berbagai macam model
struktur akad. Akan tetapi, struktur akad atau perjanjian yang lazim
digunakan di Indonesia terdiri dari tiga bagian, yaitu pembukaan,
isi/materi, dan penutup. Pada masing-masing bagian terdiri sub bagian
yang selengkapnya dalah sebagai berikut :
a. Pada bagian pembukaan terdiri dari7 :
1) Tulisan Bismillahirrahmanirrahim dan terjemahannya
Tulisan basmalah dapat ditulis dengan menggunakan huruf arab
maupun latin. Tulisan ini memang tidak bersifat mutlak atau harus
ada (tergantung kebijakan). Akan tetapi, keberadaannya dalam
konteks akad syariah penting untuk mengingatkan para pihak akan
pentingnya memulai sesuatu dengan meluruskan niat hanya
semata-mata karena Allah SWT.
2) Ayat Al-Qur‟an dan atau Hadits dan terjemahannya
7 Azharudin Lathif dan Saefudin Arif, Kontrak Bisnis Syariah, (Jakarta: Fakultas Syariah dan
Hukum, 2011), h. 54.
21
Ayat Al-Qur‟an dan atau Hadits serta terjemahannya yang ditulis
dalam akad adalah yang langsung berkaitan atau menjadi dalil
hukum akad tersebut.
3) Judul
Adalah menunjukkan dan sekaligus memberikan cakupan
pengertian [okok tentang hakekat isi suatu kontrak. Judul ditulis
dengan isi kesepakatan dan ditulis ditengah dengan menggunakan
huruf kapital.
4) Kepala akad
Terdiri atas judul, nomor, jam, hari, tanggal, bulan dan tahun
dibuatnya akad tersebut.
5) Komparisasi
Adalah penyebutan dan penjelasan mengenai identitas para pihak
yang membuat akad/yang berkepentingan. Pada pihak dalam
perjanjian adalah : pihak-pihak yang langsung terlibat, terdiri atas
perorangan atau yang bersifat publik
6) Dasar diadakan akad (premisse)
Salah satu sahnya kontrak adalah bahwa kontrak tersebut dibuat
atas dasar/kausa yang halal. Kausa/dasar dalam suatu kontrak
biasanya dinyatakan sebagai keterangan pendahuluan mengenai
dasar atau sebab dibuatnya kontrak yang bersangkutan.
7) Dasar hukum
22
Dasar hukum diambil dari Al-Qur‟an, As-Sunnah dan Ijtihad
(dalam konteks keindonesiaan adalah fatwa MUI). Di samping itu
juga diambilkan dari perundang-undangan positif di Indonesia baik
yang khusus mengatur hukum Islam maupun yang bersifat umum.
Dasar hukum ini ditulis dalam bagian akhir promise.
b. Menurut Azharudin Lathif dan Saefudin Arif pada bagian isi/materi
terdiri dari8:
1) Klausul definisi
Yaitu setiap kata/kalimat yang akan diatur/dituangkan dalam
kontrak diberikan batasan/arti atau maknanya agar nantinya tidak
menimbulkan salah pengertian dan tidak dapat ditafsirkan lain
serta agar para pihak jelas dan paham benar apa maksudnya.
2) Klausul obyek akad
Yaitu menetukan apa yang dijadikn obyek akad dengan
menyebutkannya secara jelas dan lengkap tentang nama barang,
wujud/jenisnya, letaknya, luas/banyaknya dan bukti yang
mendasari hak atas barang tersebut.
3) Klausul hak dan kewajiban
Yang menetukan hak dan kewajiban para pihak yang harus ditulis
secara tegas dan jelas serta terperinci apa saja yang menjadi hak
8 Azharudin Lathif dan Saefudin Arif, Kontrak Bisnis Syariah, h. 54.
23
masing-masing dan tentang hal-hal apa yang wajib harus dilakukan
masing-masing pihak, secara seimbang dan timbal balik.
4) Klausul sanksi
Yaitu ketentuan yang mengatur pemberian sanksi akibat
pelanggaran dan atau kelalaian salah satu pihak dalam
melaksanakan isi kontrak yang berupa pelanggaran terhadap
kewajibannya.
5) Klausul spesifik
Yaitu pengaturan tentang hal-hal yang spesifik/khusus yang
dikehendaki pihak untuk dituangkan dalam akad.
6) Klausul pemilihan hukum dan domisili
Yaitu menentukkan hukum yang dipilih dalam melaksanakan dan
menyelesaikan perselisihan jikalau timbul serta domisli dimana
penyelesaian tersebut akan diselesaikan apabila terjadi sengketa
dimasa yang akan datang.
7) Klausul jaminan pemilikan
Yaitu untuk menjamin tertibnya pembayaran kembali/ atau
pelunasan Pokok Pembiayaan da margin serta biaya-biaya lainnya
tepat pada waktu yang telah disepakati kedua belah pihak.
24
Menurut A. Wangsawidjaja pada bagian isi/materi terdiri dari9 :
1) Klausul tentang jumlah pembiayaan
Adanya klausul tentang jumlah pembiayaan penting dicantumkan
dalam akad untuk menentukkan objek akad berupa besarnya
maksimum pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah kepada
nasabah penerima fasilitas.
2) Klausul jangka waktu pembiayaan
Dalam suatu akad pembiayaan mutlak harus dicantumkan adanya
jangka waktu pembiayaan atau jatuh tempo pembiayaan untuk
kepastian hukum timbulnya hak Bank untuk menuntut pelunasan
pembiayaan yang telah diberikan kepada nasabah.
3) Klausul tentang imbalan
Klausul tentang imbalan dalam akad pembiayaan merupakan hal
yang penting dan harus dicantumkan secara tegas, kecuali untuk
pinjaman tertentu yang tidak mensyaratkan adanya imbalan,
seperti qardh.
4) Klausul tentang representation and warranties
Keputusan pemberian pembiayaan oleh bank syariah didasarkan
pada analisis terhadap data yang disampaikan oleh nasabah kepada
bank, baik data keuangan maupun non-keuangan. Untuk menjamin
9 A. Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, ( Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2012),
h.172.
25
dan meyakinkan bank bahwa data yang disampaikan oleh nasabah
tersebut betul-betul valid dan benar, maka bank pada umumnya
mensyaratkan adanya klausul tentang jaminan (representation and
warranties).
5) Klausul tentang pre-disbursment atau conditions precedent
Klausul ini mengatur tentang syarat yang harus dipenuhi nasabah
sebelum pembiayaan direalisasikan, misalnya wajib
menyampaikan rician penggunaan dana, telah menandatangani
pengikatan agunan, agunan telah ditutup asuransinya, dan
sebagainya.
6) Klausul tentang affirmative covernant
Klausul ini mengatur tentang kewajiban-kewajiban nasabah
penerima fasilitas untuk melakukan hal-hal tertentu, agar bank
dapat melakukan pengawasan pasif terhadap kegiatan usaha
nasabah dan mengantisipasi risiko selama fasilitas pembiayaan
sebelum lunas.
7) Klausul tentang negative covenant
Klausul ini memuat hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh
nasabah penerima fasilitas yang dapat merugikan dan/atau
menimbulkan kesulitan bagi bank selama perjanjian pembiayaan
berlaku.
8) Klausul tentang event of default atau trigger clause
26
Klausul ini menetukan suatu peristiwa yang apabila terjadi
memberikan hak kepada bank untuk mengakhiri fasilitas
pembiayaan secara sepihak dan untuk seketika dan sekaligus
managih seluruh outstanding pembiayaan.
9) Klausul tentang agunan pembiayaan dan asuransi barang agunan
dengan syarat banker‟s clause
Klausul ini memuat informasi tentang agunan yang diserahkan
oleh nasabah penerima fasilitas kepada bank berikut jenis
pengikatannya, agunan pembiayaan dapat berupa barang tetap atau
barang bergerak. Barang agunan yang insurable wajib ditutup
asuransi dengan syarat banker‟s clause oleh nasabah pada asuransi
syariah yang disetujui oleh bank dan biaya premi asuransi atas
beban nasabah.
10) Klausul tentang pemberian kuasa kepada Bank
Klausul kuasa (wakalah) ini memberikan hak kepada bank untuk
mendebit rekening giro dan/atau rekening nasabah penerima
fasilitas lainnya yang ada pada bank untuk pembayaran kewajiban
nasabah, misalnya imbalan, denda, biaya asuransi dan ongkos-
ongkos lainnya berkenaan dengan pembiayaan.
11) Klausul tentang hak-hak Bank melakukan pengawasan
Klausul ini memberikan kewenangan kepada bank untuk
melakukan pengawasan, baik langsung maupun tidak langsung,
27
terhadap pembiayaan yang diberikan, misalnya meminta laporan,
melakukan pemeriksaan di tempat (on the spot), memasuki
gudang, memeriksa pembukuan debitur, dan sebagainya.
12) Klausul tentang penyelesaian perselisihan
Klausul ini lazimnya menyatakan bahwa apabila terdapat
perselisihan dalam pelaksanaan akad pembiayaan maka akan
diselesaikan secara musyawarah dan mufakat terlebih dahulu.
Apabila tidak tercapai kesepakatan dalam musyawarah tersebut,
maka sengketa akan diselesaikan melalui peradilan umum,
peradilan agama, Badan Arbitrase, atau alternatif penyelesaian
sengketa.
13) Klausul lain-lain (miscellaneous)
Klausul ini memuat ketentuan-ketentuan lain yang disepakati
dalam perjanjian yang dibuat oleh para pihak, misalnya mengenai
alamat surat-menyurat antara nasabah dan bank.
c. Pada bagian penutup terdiri atas :
1) Pernyataan para pihak tentang tiadanya hal-hal yang membatalkan
akad
2) Penandatangan
28
4. Berakhirnya Akad
Dalam konten hukum Islam, perjanjian yang dibuat oleh para pihak
akan berakhir jika dipenuhi tiga hal sebagai berikut10
:
a. Berakhirnya masa berlaku perjanjian atau akad.
Biasanya dalam sebuah perjanjian telah ditentukan saat kapan suatu
perjanjian akan berakhir, sehingga dengan lampaunya waktu maka
secara otomatis perjanjian akan berakhir, kecuali kemudian ditentukan
lain oleh para pihak.
b. Dibatalkan oleh pihak-pihak yang berakad.
Hal ini biasanya terjadi jika ada salah satu pihak yang melanggar
ketentuan perjanjian, atau salah satu pihak mengetahui jika dalam
pembuatan perjanjian terdapat unsur kekhilafan atau penipuan.
Kekhilafan dapat menyangut obyek perjanjian (error in objecto),
maupun mengenai orangnya (error in persona).
c. Salah satu pihak yang berakad meninggal dunia.
Hal ini berlaku pada perikatan untuk berbuat sesuatu, yang
membutuhkan adanya kompetensi khas. Sedangkan jika perjanjian
dibuat dalam hal memberikan sesuatu, katakanlah dalam bentuk
uang/barang maka perjanjian tetap berlaku bagi ahli warisnya. Sebagai
contohnya ketika seseorang yang membuat perjanjian pinjam uang,
10
Abdullah Jayadi, Beberapa Aspek Tentang Perbankan Syariah, (Yogyakarta: Mitra
Pustaka, 2011), h. 23.
29
kemudian meninggal maka kewajiban untuk mengembalikan hutang
menjadi kewajiban ahli waris.
B. Konsep Murabahah
Dalam Islam, begitu banyak transaksi-transaksi ekonomi termasuk
didalamnya adalah akad murabahah. Akad murabahah merupakan salah satu
dari akad tijarah. Akad tijarah adalah akad yang bertujuan mencari
keuntungan akhirat, karena itu bukan merupakan akad bisnis11
. Dengan alasan
itu, maka saat ini lembaga keuangan syariah banyak menggunakan akad
murabahah pada produk-produk lembaga keuangan syariah sebagai produk
unggulan yang dianggap jelas memberikan keuntungan bagi kedua belah
pihak.
1. Definisi Murabahah
Secara etimologi, dalam kamus Al-Muhith Murabahah berarti الربح
yang bermakna kelebihan dan tambahan (keuntungan), yang berarti suatu
penjualan barang seharga barang tersebut ditambah keuntungan yang
disepakati12
.
Secara terminologi, para ulama terdahulu mendefinisikan murabahah
dengan jual beli dengan modal ditambah keuntungan yang diketahui13
.
11
Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan, (Jakarta: Rajawali Press,
2011), h. 70.
12 Isnawati Rais dan Hasanuddin, Fiqh Muamalat Dan Aplikasinya Pada LKS, (Jakarta: UIN
Syarif Hidayatullah, 2011), h. 87.
13 Isnawati Rais dan Hasanuddin, Fiqh Muamalat Dan Aplikasinya Pada LKS, h.87.
30
Menurut Adiwarman A. Karim, murabahah adalah akad jual beli barang
dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (marjin) yang
disepakati oleh penjual dan pembeli14
.
Dalam kodifikasi produk perbankan syariah, akad murabahah adalah
transaksi jual beli suatu barang sebesar harga perolehan barang ditambah
dengan marjin yang disepakati oleh para pihak, dimana penjual
menginformasikan terlebih dahulu harga perolehan kepada pembeli15
.
Sedangkan Undang-Undang Perbankan Syariah memberikan
penjelasan bahwa yang dimaksud dengan akad murabahah adalah akad
pembiayaan suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada
pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai
keuntungan yang disepakati16
.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa murabahah adalah jual beli suatu
barang yang ditegaskan harga perolehan dan keuntungan (marjin) diawal
perjanjian sehingga para pihak mengetahui seluruh informasi dan
disepakati oleh para pihak.
2. Sumber Hukum Murabahah
a. Al-Qur‟an
14
Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan, (Jakarta: Rajawali Press,
2011), h.113.
15 Huruf B Angka III.b Kodifikasi Produk Perbankan Syariah, Lampiran SEBI No.
10/31/DPbs.
16 Penjelasan Pasal 19 ayat (1) huruf d UU Perbankan Syariah.
31
1) Firman Allah Q.S An-Nisa: 29
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu…”
(Q.S An-Nisa: 29)
2) Firman Allah Q.S Al-Baqarah: 275
“... Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba…” (Q.S Al-Baqarah: 275)
b. Hadits
1) Hadits riwayat Baihaqi dan Ibn Majah
32
Dari Abu Saidal Khudri bahwa Rasulullah saw bersabda :
“Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka sama suka”. (HR.
Al- Baihaqi dan Ibn Majah)
2) Hadits riwayat Ibn Majah
والمقار البيع إلى أجل ركثال ث فيهن الب أن النبي صلى اهلل عليه وسلم وسلم قال
Nabi saw bersabda : “Ada tiga hal yang mengandung berkah : (1)
jual beli tidak secara tunai, (2) mukharadah (mudharabah), (3)
mencampur gandum dengan jewawut untuk keperluan rumah tangga,
bukan untuk dijual.” (HR. Ibn Majah dari Suhaib)
3. Rukun dan Syarat Murabahah
Rukun akad murabahah yang disepakati oleh jumhur ulama adalah17
:
a. Ba‟i (penjual)
b. Musytari (pembeli)
c. Mabi‟ (barang/objek)
d. Tsaman (harga)
e. Sighat (ijab dan qabul)
17
Isnawati Rais dan Hasanuddin, Fiqh Muamalat Dan Aplikasinya Pada LKS, (Jakarta: UIN
Syarif Hidayatullah, 2011), h. 89.
33
Selain rukun yang harus dipenuhi dalam melakukan akad murabahah,
beberapa syarat juga harus dipenuhi dalam berlangsungnya akad
murabahah. Syarat-syarat murabahah adalah18
:
a. Harga awal harus diketahui oleh pihak pembeli, karena mengetahui
harga barang adalah salah satu syarat sahnya jual beli.
b. Keuntungan ba‟i murabahah harus diketahui oleh semua pihak yang
terlibat.
c. Modal ba‟i murabahah harus proporsional, seperti takaran, beban dan
jumlahnya.
Selain rukun dan syarat yang harus dipenuhi dalam melakukan jual
beli murabahah, terdapat ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi dalam
jual beli murabahah meliputi hal-hal berikut19
a. Jual beli murabahah harus dilakukan atas barang yang telah
dimiliki/hak kepemilikan telah berada di tangan penjual. Artinya
bahwa keuntungan dan resiko barang tersebut ada pada penjual
sebagai konsekuensi dari kepemilikan yang timbul dari akad yang sah.
b. Adanya kejelasan informasi mengenai besarnya modal (harga
pembelian/kulakan) dan biaya-biaya lain yang lazim dikeluarkan
dalam jual beli (capital outlay) pada suatu komoditi, semuanya harus
18
Isnawati Rais dan Hasanuddin, Fiqh Muamalat Dan Aplikasinya Pada LKS, h. 102.
19 Azharudin Lathif, Fiqh Muamalat, (Jakarta: UIN Press, 2005), h.119.
34
diketahui oleh pembeli saat akad; dan ini merupakan salah satu syarat
sah murabahah.
c. Ada informasi yang jelas tentang keuntungan baik nominal maupun
persentase sehingga diketahui oleh pembeli sebagai salah satu syarat
sah murabahah.
d. Dalam sistem murabahah, penjual boleh menetapkan syarat kepada
pembeli untuk menjamin kerusakan yang tidak tampak pada barang,
tetapi lebih baik syarat seperti itu tidak ditetapkan, karena pengawasan
barang merupakan kewajiban penjual disamping untuk menjaga
kepercayaan.
e. Transaksi pertama (antara penjual dan pembeli pertama) haruslah sah,
jika tidak sah maka tidak boleh jual beli secara murabahah (antara
pembeli pertama yang menjadi penjual kedua dengan pembeli
murabahah), karena murabahah adalah jual beli dengan harga pertama
disertai tambahan keuntungan.
4. Aplikasi Murabahah Dalam Lembaga Keuangan Syariah
Aplikasi akad murabahah pada lembaga keuangan syariah terdapat pada
kegiatan usaha Bank Syariah dalam bentuk penyaluran dana atau pembiayaan.
Pembiayaan murabahah merupakan jenis pembiayaan yang sering
diaplikasikan dalam bank syariah, yang pada umumnya digunakan dalam
transaksi jual beli barang investasi dan barang-barang yang diperlukan oleh
35
individu20
. Dalam pembiayaan berdasarkan akad murabahah, Bank Syariah
bertindak sebagai penyedia dana dalam kegiatan transaksi murabahah dengan
nasabah21
. Bank Syariah dapat membiayai sebagian atau seluruh harga
pembelian barang yang telah ada kesepakatan antara Bank Syariah dan
nasabahnya, dan akad pembiayaan murabahah telah ditandatangani oleh Bank
Syariah dan nasabah, maka Bank Syariah wajib menyediakan dana untuk
merealisasikan penyediaan barang yang dipesan nasabah22
.
C. Standar Syariah
Dalam menjalankan kegiatan usaha produk dan jasa syariah, Bank
Syariah wajib tunduk pada prinsip syariah23
. Prinsip Syariah adalah prinsip
hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan
oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang
syariah24
. Sehingga dalam menjalankan seluruh kegiatan usahanya, Bank
Syariah harus berpedoman kepada fatwa-fatwa yang telah dikeluarkan oleh
lembaga berwenang, dalam hal ini merupakan kewenangan Dewan Syariah
Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Ketentuan tersebut bersifat
memaksa dan tidak dapat menyimpang karena merupakan perintah Undang-
20
Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), h. 140.
21 A. Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, ( Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2012),
h.200.
22 A. Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, h. 201.
23 Pasal 26 Ayat (1) Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah
24 Pasal 1 Ayat (12) Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah
36
Undang25
. Apabila ketentuan tersebut dilanggar, maka akan dikenakan pidana
penjara dan pidana denda sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang26
.
Maka dari itu penting bagi Bank Syariah untuk menjalankan kegiatan
usahanya berpedoman kepada fatwa-fatwa yang telah dikeluarkan oleh DSN-
MUI, agar tetap sesuai dengan ketetapan syariah, karena Fatwa yang
dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia menjadi
indikator sesuai tidaknya produk Bank Syariah dengan prinsip syariah.
Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI)
mengeluarkan Fatwa-Fatwa yang berkenaan dengan produk dan jasa pada
lembaga keuangan syariah. Diantara Fatwa-Fatwa tersebut menetapkan
ketetapan yang berkenaan dengan akad murabahah di lembaga keuangan
syariah khususnya pada Bank Syariah. Fatwa-fatwa yang mengatur tentang
akad murabahah tersebut adalah :
a. Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang
Murabahah.
b. Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 10/DSN-MUI/IV/2000 tentang
Wakalah
c. Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 13/DSN-MUI/IX/2000 tentang Uang
Muka Dalam Murabahah
25
Pasal 2 Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah
26 Pasal 63 Ayat(2) Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah
37
d. Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 16/DSN-MUI/IX/2000 tentang
Diskon Dalam Murabahah
e. Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 23/DSN-MUI/III/2002 tentang
Potongan Pelunasan Dalam Murabahah
f. Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 46/DSN-MUI/II/2005 tentang
Potongan Tagihan Murabahah (khashm fi al-murabahah)
g. Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 47/DSN-MUI/II/2005 tentang
Penyelesaian Piutang Murabahah Bagi Nasabah Tidak Mampu Membayar.
h. Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 48/DSN-MUI/II/2005 tentang
Penjadwalan Kembali Tagihan Murabahah.
i. Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 49/DSN-MUI/II/2005 tentang
Konversi Akad Murabahah.
j. Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 84/DSN-MUI/XII/2012 tentang
Metode Pengakuan Keuntungan al Tamwil bi al-Murabahah (Pembiayaan
Murabahah) Di Lembaga Keuangan Syariah.
D. Ketetapan Fatwa DSN-MUI Mengenai Akad Murabahah Margin
Bertingkat
Ketetapan mengenai akad murabahah marjin bertingkat diatur dalam
Fatwa DSN-MUI No. 84/DSN-MUI/XII/2012 tentang Metode Pengakuan
Keuntungan al-Tamwil bi al-Murabahah (Pembiayaan Murabahah) Di
Lembaga Keuangan Syariah. Dalam Fatwa tersebut terdapat 2 (dua) metode
pengakuan keuntungan murabahah di kalangan lembaga keuangan syariah,
38
yaitu metode pengakuan keuntungan secara proporsional dan metode
pengakuan keuntungan secara anuitas. Metode anuitas dalam praktek
perbankan syariah disebutkan dengan marjin bertingkat, yaitu karena tidak
samanya marjin pada angsuran satu dengan angsuran lainnya.
E. Tinjauan Kajian Terdahulu
Untuk mendukung materi dalam penelitian ini, berikut akan dipaparkan
beberapa penelitian terdahulu yang dilakukan oleh :
1. Skripsi Maisaroh, S1 Perbankan Syariah UIN Syarif Hidayatullah Tahun
2012. Dengan judul skripsi “Kesesuaian Kontrak Murabahah Di Bank
BNI Syariah Dengan Fatwa DSN”. Pada skripsi ini menggunakan
metode penelitian kualitatif dengan pendekatan analisis deskriptif dan
perskriptif. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui mekanisme
murabbahah di Bank BNI Syariah dan mengidentifikasi struktur dan
anatomi kontrak murabahah di Bank BNI Syariah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mekanisme dan substansi
kontrak murabahah pada Bank BNI Syariah sesuai dengan fatwa DSN
MUI No. 04/DSN-MUI/IV/200 dan peraturan Bank Indonesia (PBI).
2. Skripsi Ruri Siti Nurziah, S1 Perbankan Syariah UIN Syarif Hidayatullah
Tahun 2013. Dengan judul skripsi “Kesesuaian Akad Murabahah Di
Tinjau Dari Fatwa DSN-MUI Dan Peraturan Terkait”. Skripsi ini
merupakan jenis kualitatif dengan metode analisis deksriptif. Tujuan
39
skripsi ini adalah mengetahui kesesuaian penerapan fatwa DSN-MUI dan
peraturan terkait pada akad pembiayaan murabahah di Bank BCA Syariah.
Kesimpulan dari skripsi ini adalah masih terdapat ketidaksesuaian
pada struktur kontrak yang dibuat oleh Bank BCA Syariah. Ditinjau dari
proses realisasi pembiayaan murabahah terdapat ketidaksesuaian dengan
regulasi (Fatwa DSN-MUI dan PBI). Dan penerapan regulasi pada akad
pembiayaan murabahah masih ada ketidaksesuaian terkait pada denda.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah
mengkaji akad murabahah dengan prinsip-prinsip muamalah serta
mengetahui model penerapan akad murabahah dalam kegiatan
operasional Bank Syariah. Fatwa DSN-MUI menjadi pedoman bagi
peneliti untuk menentukan kesesuaian akad murabahah dengan prinsip-
prinsip muamalah.
Perbedaan penelitian ini dari penelitian sebelumnya adalah perbedaan
isu hukum yang menjadi permasalahan penelitian, yaitu pada penelitian
sebelumnya yang dikaji adalah akad murabahah dalam kegiatan
operasional Bank Syariah, sedangkan dalam penelitian ini menganalisis
akad murabahah marjin bertingkat dengan prinsip-prinsip muamalah
berdasarkan fatwa DSN-MUI.
40
BAB III
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
A. Gambaran Umum Bank Syariah Mandiri
1. Sejarah Singkat
Kehadiran BSM sejak tahun 1999, sesungguhnya merupakan hikmah
sekaligus berkah pasca krisis ekonomi dan moneter 1997-1998. Sebagaimana
diketahui, krisis ekonomi dan moneter sejak Juli 1997, yang disusul dengan
krisis multi-dimensi termasuk di panggung politik nasional, telah
menimbulkan beragam dampak negatif yang sangat hebat terhadap seluruh
sendi kehidupan masyarakat, tidak terkecuali dunia usaha. Dalam kondisi
tersebut, industri perbankan nasional yang didominasi oleh bank-bank
konvensional mengalami krisis luar biasa. Pemerintah akhirnya mengambil
tindakan dengan merestrukturisasi dan merekapitalisasi sebagian bank-bank di
Indonesia.
Salah satu bank konvensional, PT Bank Susila Bakti (BSB) yang
dimiliki oleh Yayasan Kesejahteraan Pegawai (YKP) PT Bank Dagang
Negara dan PT Mahkota Prestasi juga terkena dampak krisis. BSB berusaha
keluar dari situasi tersebut dengan melakukan upaya merger dengan beberapa
bank lain serta mengundang investor asing.
41
Pada saat bersamaan, pemerintah melakukan
penggabungan (merger) empat bank (Bank Dagang Negara, Bank Bumi Daya,
Bank Exim, dan Bapindo) menjadi satu bank baru bernama PT Bank Mandiri
(Persero) pada tanggal 31 Juli 1999. Kebijakan penggabungan tersebut juga
menempatkan dan menetapkan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. sebagai
pemilik mayoritas baru BSB.
Sebagai tindak lanjut dari keputusan merger, Bank Mandiri melakukan
konsolidasi serta membentuk Tim Pengembangan Perbankan Syariah.
Pembentukan tim ini bertujuan untuk mengembangkan layanan perbankan
syariah di kelompok perusahaan Bank Mandiri, sebagai respon atas
diberlakukannya UU No. 10 tahun 1998, yang memberi peluang bank umum
untuk melayani transaksi syariah (dual banking system).
Tim Pengembangan Perbankan Syariah memandang bahwa
pemberlakuan UU tersebut merupakan momentum yang tepat untuk
melakukan konversi PT Bank Susila Bakti dari bank konvensional menjadi
bank syariah. Oleh karenanya, Tim Pengembangan Perbankan Syariah segera
mempersiapkan sistem dan infrastrukturnya, sehingga kegiatan usaha BSB
berubah dari bank konvensional menjadi bank yang beroperasi berdasarkan
prinsip syariah dengan nama PT Bank Syariah Mandiri sebagaimana
tercantum dalam Akta Notaris: Sutjipto, SH, No. 23 tanggal 8 September
1999.
42
Perubahan kegiatan usaha BSB menjadi bank umum syariah
dikukuhkan oleh Gubernur Bank Indonesia melalui SK Gubernur BI No.
1/24/ KEP.BI/1999, 25 Oktober 1999. Selanjutnya, melalui Surat Keputusan
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia No. 1/1/KEP.DGS/ 1999, BI
menyetujui perubahan nama menjadi PT Bank Syariah Mandiri. Menyusul
pengukuhan dan pengakuan legal tersebut, PT Bank Syariah Mandiri secara
resmi mulai beroperasi sejak Senin tanggal 25 Rajab 1420 H atau tanggal 1
November 1999.
2. Visi dan Misi Perusahaan
Visi
Memimpin pengembangan peradaban ekonomi yang mulia.
Misi
1. Mewujudkan pertumbuhan dan keuntungan di atas rata-rata industri
yang berkesinambungan.
2. Mengutamakan penghimpunan dana murah dan penyaluran
pembiayaan pada segmen UMKM.
3. Mengembangkan manajemen talenta dan lingkungan kerja yang sehat.
4. Meningkatkan kepedulian terhadap masyarakat dan lingkungan.
5. Mengembangkan nilai-nilai syariah universal
3. Dewan Komisaris
Komisaris Utama : Ventje Raharjo
Komisaris Independen : Zulkifli Djaelani
43
Bambang Widianto, P.hd
Ramzi A. Zuhdi
Komisaris : Agus Fuad
4. Dewan Pengawas Syariah
Ketua : Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, MA.
Anggota : Dr. Muhammad Syafi’i Antonio, M.Ec
Drs. H. Mohamad Hidayat, MBA, MH.
5. Direksi
Direktur Utama : Agus Sudiarto
Direktur : Achmad Syamsudin
Agus Dwi Handaya
Putu Rahwidhiyasa
Fahmi Ridho
6. Profil dan Informasi Kepemilikan Saham
a. Profil
Nama : PT. Bank Syariah Mandiri
Alamat : Wisma Mandiri I, Jl. MH. Thamrin No.5
Jakarta 10340 –
Indonesia
Telepon : (62-21) 2300 509, 3983 9000 (Hunting)
Faksimili : (62-21) 3983 2989
Situs Web : www.syariahmandiri.co.id
44
Tanggal Berdiri : 25 Oktober 1999
Tanggal Beroperasi : 1 November 1999
Modal Dasar : Rp 2.500.000.000.000,-
Modal Disetor : Rp 1.489.021.935.000,-
Kantor Layanan : 854 kantor, yang tersebar di 33 provinsi di
seluruh Indonesia
Jumlah Jaringan ATM : 909 ATM Syariah Mandiri, ATM Mandiri
11.454, ATM Bersama 53.722 unit (include
ATM Mandiri dan ATM BSM), ATM Prima
66.770 unit, EDC BCA 196.870 unit, ATM
BCA 10.596 dan Malaysia Electronic Payment
System (MEPS) 12.010 unit.
b. Kepemilikan Saham
1) PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk. : 231.648.712 lembar saham
(99.999999%)
2) PT. Mandiri Sekuritas : 1 lembar saham (0.000001%)
7. Produk dan Jasa
a. Tabungan
b. Giro
c. Deposito
d. Layanan BSM Priority
e. Pembiayaan Konsumer
45
f. Produk Jasa
8. Emas
9. Haji dan Umrah
10. Bagan Organisasi
11. Penghargaan
Tabel 1.1 Daftar Penghargaan
NO NAMA
PENGHARGAAN
PEMBERI
PENGHARGAAN ATAS PRESTASI TANGGAL
1 Service Excellence
Award 2014
Majalah Infobank
bekerjasama dengan
Marketing Research
Penghargaan atas:
1. Best Customer
13 Juni 2014
46
Indonesia (MRI) Service
2. Best Teller.
3. Best ATM.
4. Best Satpam
2
Service Quality Award
2014 Category: Sharia
Banking
Carre Customer
Satisfaction & Loyalty
dan Majalah Service
Excellence
For Achieving Exceptional
Total Service Quality
Satisfaction Based on
Customer Perception Survey
SQ Index 2014
5 Juni 2014
3 Corporate Image
Award
Majalah Tempo Media
Group bekerjasama
dengan Frontier
Consulting Group
Penghargaan atas
pengukuran:
1. Quality: perhatian
tinggi terhadap
konsumen, produk
dan jasa berkualitas
tinggi, perusahaan
dapat dipercaya dan
perusahaan yang
inovatif
2. Performance:
perusahaan yang
memiliki peluang
untuk tumbuh dan
dikelola dengan
baik
3. Responsibility:
Perusahaan yang
peduli dengan
lingkungan dan
memiliki tanggung
jawab social.
4. Attractiveness:
4 Juni 2014
47
Perusahaan
merupakan tempat
kerja idaman, dan
perusahaan
memiliki karyawan
berkualitas.
4 Indonesia Bank Loyalty
Award 2014
Infobank bekerja sama
dengan Markplus Insight
The Best of Indonesian Bank
Loyalty Champion 2014
Category: Saving Account,
Islamic banking
26 Februari
2014
5
The Most Profitable
Islamic Full Fledge
Bank 2014 : Equity
IDR > 1 Triliun (BUKU
2)
Karim Business
Consulting
Bank Syariah dengan kinerja
terbaik dari sisi kinerja
keuangan.
24 Februari
2014
6
The Most Efficient
Islamic Full Fledge
Bank 2014 : Equity
IDR > 1 Triliun (BUKU
2)
Karim Business
Consulting
Bank Syariah dengan kinerja
terbaik dari sisi kinerja
keuangan.
24 Februari
2014
7
The Best Islamic Full
Pledge Bank 2014 :
Equity IDR > 1 Triliun
(BUKU 2)
Karim Business
Consulting
Bank Syariah dengan kinerja
terbaik dari sisi kinerja
keuangan.
24 Februari
2014
8 The Best Islamic Bank
in Indonesia 2014
Euromoney
Penghargaan atas The Best
Islamic Bank in Indonesia
13 Februari
2014
9 Top Brand Award 2014
Category Sharia Bank
Majalah Marketing
bekerjasama dengan
Frontier Consulting
Group
In Recognition of
Outstanding Achievement in
Building the Top Brand
5 Februari 2014
48
B. Aplikasi Akad Murabahah Pada PT. Bank Syariah Mandiri (BSM)
1. Klasifikasi Akad Murabahah
Akad murabahah pada Bank Syariah Mandiri digunakan sebagai
produk dalam menyalurkan pembiayaan. Dalam melakukan pembiayaan
melalui akad murabahah, Bank Syariah Mandiri, dibedakan antara korporasi,
konsumer dan warung mikro. Untuk pembiyaan korporasi minimal dana
pembiayaan dimulai dari 30M yang harus dilakukan di kantor pusat Bank
Syariah Mandiri. Untuk pembiayaan konsumer minimal dana dimulai dari
ratusan juta sampai kurang dari 30M yang dapat dilakukan di kantor cabang
Bank Syariah Mandiri.
Untuk pembiayaan akad murabahah diatas Rp 250.000.000 diberikan
akta notariil atau yang bentuk akad atau perjanjiannya berbentuk akta notaris.
Untuk pembiayaan akad murabahah dibawah Rp 250.000.000, maka
diberikan akad atau kontrak dibawah tangan, yaitu akad yang dibuat oleh
pihak Bank Syariah Mandiri tanpa peran notaris.
10
Excellent Service
Experience Award 2014
Category Sharia Bank
Bisnis Indonesia
bekerjasama dengan
Carre
For Excellent Performance
in Delivering Positive
Customer Experience Based
on Mystery Shopping
Research ESEI 2014
4 Februari 2014
49
2. Prosedur Proses Pembiayaan Akad Murabahah
a. Prosedur Proses Pembiayaan Akad Murabahah dibawah Rp
250.000.000
Terdapat tahapan-tahapan pra-akad yang harus dipenuhi
sebelum akad pembiayaan murabahah marjin bertingkat disepakati
dan ditandatangani. Diawali oleh permohonan pembiayaan oleh
nasabah yang datang ke Bank Syariah Mandiri. Setelah permohonan
tersebut ada, maka Bank Syariah Mandiri melakukan pengenalan dan
investigasi terhadap calon nasabah pembiayaan tersebut yang
dilakukan oleh bagian unit bisnis. Begitu seluruh data calon nasabah
tersebut telah terkumpul, unit bisnis akan membuat NAP atau Nota
Analisis Permbiayaan untuk di kantor pusat, dan SKKP atau Surat
Keputusan Komite Pembiayaan yang hanya terdapat di kantor cabang.
Begitu NAP atau SKKP telah selesai dibuat, maka selanjutnya
diserahkan ke komite untuk persetujuan pembiayaan. Komite
merupakan pihak manajemen atau pihak direksi. Apabila komite
menyetujui, maka unit bisnis akan membuat SP3 atau Surat Penegasan
Persetujuan Pembiayaan. NAP dan SP3 kemudian diserahkan ke
bagian legal untuk diteliti, dan diperiksa kelengkapan dokumen.
Dalam SP3 tertuang hasil kehendak antara pihak Bank Syariah
Mandiri dan calon nasabah penerima pembiayaan, seperti jangka
50
waktu pembiayaan, objek pembiayaan, besaran pembiayaan, dan
besarnya angsuran.
Setelah kedua pihak menyetujui SP3, maka perjanjian atau
akad murabahah akan dilakukan akad, dimana isi akad murabahah
merujuk pada kesepakatan isi SP3. Begitu akad murabahah disetujui,
langkah selanjutnya adalah pencairan pembiayaan dan monitoring
pembiayaan nasabah oleh Bank Syariah Mandiri.
Alur proses prosedur pembiayaan akad murabahah marjin
bertingkat pada Bank Syariah Mandiri akan diilustrasikan sebagai
berikut :
Gambar 3.1
Alur Prosedur Proses Pembiaayan Akad Murabahah
YA END
Permohonan pembiayaan nasabah yang datang ke Bank Syariah Mandiri
Pengenalan dan investigasi oleh unit bisnis
Pembuatan NAP
( Blacklist BI? )
Persetujuan Komite
Pembuatan SP3 ( Setuju? )
TIDAK
51
YA
TIDAK YA
TIDAK
b. Prosedur Proses Pembiayaan Akad Murabahah diatas Rp 250.000.000
Secara umum prosedur proses pembiayaan akad murabahah
marjin bertingkat diatas Rp 250.000.00 sama dengan prosedur prosess
pembiayaan akad murabahah marjin bertingkat dibawah Rp
250.000.000. Perbedaannya terletak pada keterlibatan pegawai umum
(notaris) dalam pembuatan akad. Pada pembiayaan diatas Rp
250.000.000 diberikan akta notariil atau yang bentuk akad atau
perjanjiannya berbentuk akta notaris.
Pembuatan SP3 (Setuju?)
Akad pembiayaan murabahah dibawah tangan (Setuju?)
Surat permohonan pencairan pembiayaan oleh nasabah
Pembuatan SP2
Pencairan pembiayaan
Monitoring pembiayaan
END REVISI
END
52
Pada pembiayaan korporasi, setelah SP3 disepakati, akad
dibuatkan akta notariil yang disebut line facility. Line facility disebut
juga sebagai akad kesepahaman. Line facility mengatur secara umum
pembiayaan akad murabahah yang akan dibiayai. Rincian secara
khusus dan spesifik akan dituangkan dalam akad dibawah tangan
sebelum pembiayaan dicairkan. Pada line facility menegaskan bahwa
Bank Syariah Mandiri berjanji akan menyediakan fasilitas pembiayaan
yang diajukan oleh nasabah. Maka dari itu, line facility merupakan
wa’ad dari Bank Syariah Mandiri kepada nasabah.
Setelah nasabah dan Bank Syariah Mandiri menyetujui dan
menandatangani akta notariil yang dibacakan oleh notaris, selanjutnya
nasabah mengajukan surat permohonan pencairan pembiayaan kepada
Bank Syariah Mandiri. Selanjutnya, Bank akan membuat SP2 atau
Surat Persetujuan Realisasi Pembiayaan, yang selanjutnya
penandatanganan akad dibawah tangan. Begitu penandatanganan akad
dibawah tangan, lalu pencairan pembiayaan dan monitoring
pembiayaan.
Alur proses prosedur pembiayaan akad murabahah marjin
bertingkat pada Bank Syariah Mandiri akan diilustrasikan sebagai
berikut :
53
TIDAK
YA
YA
Gambar 3.2
Alur Prosedur Proses Pembiaayan Akad Murabahah
Permohonan pembiayaan nasabah yang datang ke Bank Syariah Mandiri
Pengenalan dan investigasi oleh unit bisnis
Pembuatan NAP ( Blacklist BI? )
Persetujuan Komite
Pembuatan SP3 ( Setuju? )
LINE FACILITY
AKTA NOTARIIL (Setuju? )
Surat permohonan pencairan pembiayaan oleh nasabah
Pencairan pembiayaan
Monitoring pembiayaan
TIDAK
TIDAK
YA
REVISI
END
END
END
54
Dalam penjelasan prosedur proses pembiayaan akad murabahah marjin
bertingkat, dapat dipahami bahwa keberadaan NAP menjadi instrumen Bank Syariah
Mandiri dalam menerapkan prinsip kehati-hatian Bank Syariah. Dalam melakukan
pembiayaan, Bank Syariah Mandiri harus mengedepankan kehati-hatian pembiayaan
guna menghindari potensi pembiayaan yang gagal bayar, karena kewajiban Bank
Syariah yang harus bertanggung jawab mengembalikan dana yang disimpan oleh para
deposan. Maka dari itu, semakin tinggi plafond atau jumlah pembiayaan yang akan
diberikan, maka semakin tinggi pula proteksi Bank Syariah Mandiri mengamankan
dana pembiayaan dengan cara menginvestigasi seluruh informasi calon nasabah
pembiayaan secara detail dan terperinci untuk menghindari potensi gagal bayar.
Dalam NAP terdapat data dan informasi terkait calon nasabah pembiayaan.
Data dan informasi tersebut tidak hanya berisi menyangkut calon nasabah
pembiayaan secara personal, tetapi berikut informasi mengenai perusahaan, bidang
usaha, dan lainnya. Secara lanjut kandungan yang terdapat dalam NAP dapat
diuraikan dibawah ini, namun berkenaan dengan data konfidental Bank Syariah
Mandiri, maka NAP yang diuraikan dibawah ini digambarkan secara umum.
NAP atau Nota Analisis Pembiayaan
1) Kepala NAP terdiri dari judul akad, nomor, tanggal, perihal, tujuan, nama
pemohon, dasar usulan, komite pembiayaan, total permohonan fasilitas
pembiayaan nasabah dan grup, dan wewenang komite pemutus
55
2) Sub bagian NAP terdiri dari permohonan nasabah, kewenangan memutus,
summary hasil ratimg, informasi nasabah dan grup, fasilitas pembiayaan
nasabah dan grup, analisa aspek yurudis, analisa aspek karakter dan
manajemen, analisa teknis dan progress proyek, analisa pemasaran, analisa
aspek keuangan, analisa aspek jaminan, analisa risiko dan mitigasi, account
strategy dan usulan pembiayaan.
Setelah NAP selesai dibuat dan disetujui oleh komite Bank, tahap selanjutnya
yang tidak kalah penting adalah adanya Surat Penegasan Persetujuan Pembiayaan
atau SP3 atau dalam hukum positif disebut dengan offering letter. Offering letter
adalah surat penawaran dari Bank Syariah Mandiri atas pembiayaan yang diajukan
oleh nasabah. Di dalam SP3 terdapat kondisi-kondisi yang akan dituangkan ke dalam
akad. Pada SP3 diajukan beberapa penawaran yang ditawarkan dari Bank Syariah
Mandiri mengenai pembiayaan yang diajukan oleh nasabah, kemudian nasabah
membaca dan memahami isi dari SP3 yang diberikan oleh Bank Syariah. Jika
nasabah tidak setuju, maka permohonan pembiayaan tidak akan dilanjutkan oleh
Bank Syariah Mandiri. Jika nasabah setuju, namun ada beberapa point yang menurut
hemat nasabah harus diperbaiki, maka Bank Syariah Mandiri bersedia melakukan
revisi SP3 dengan syarat tidak bertujuan untuk merugikan Bank Syariah Mandiri. Jika
nasabah setuju dengan SP3, maka pihak Bank Syariah Mandiri dan nasabah akan
menandatangani SP3 tersebut. Maka dari itu, SP3 merupakan cikal bakal terjadinya
akad murabahah marjin bertingkat. Sehingga penting sekali bagi peran SP3 dalam
56
proses terjadinya akad murabahah marjin bertingkat. Secara lanjut kandungan yang
terdapat dalam SP3 dapat diuraikan dibawah ini, namun sama halnya dengan
kandungan NAP karena berkenaan dengan data konfidental Bank Syariah Mandiri,
maka SP3 yang diuraikan dibawah ini akan digambarkan secara umum
SP3 (Surat Penegasan Persetujuan Pembiayaan)
1. Struktur pembiayaan : skim pembiayaan, jenis transaksi, tujuan pembiayaan,
jangka waktu pembiayaan, limit pembiayaan, marjin, biaya administrasi,
jadwal angsuran, denda keterlambatan, jaminan pembiayaan dan cara
pencairan.
2. Struktur pembiayaan : jenis transaksi, tujuan pembiayaan, jangka waktu
pembiayaan, line facility, jangka waktu penarikan, jangka waktu per
pencairan, limit pembiayaan, marjin, biaya administrasi, angsuran pokok,
denda keterlambatan, dan cara pencairan.
3. Jaminan
4. Syarat-syarat penandatanganan akad pembiayaan
5. Syarat-syarat pencairan pembiayaan
6. Syarat-syarat lainnya.
57
BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Analisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini menggunakan akad
murabahah marjin bertingkat yang dibuat oleh Bank Syariah Mandiri atau akad
dibawah tangan. Penelitian ini menganalisis struktur akad murabahah marjin
bertingkat dan kesesuaian akad murabahah marjin bertingkat dengan prinsip fiqh
muamalat berdasarkan fatwa yang telah dikeluarkan oleh DSN-MUI, terutama Fatwa
DSN No. 84/DSN-MUI/XII/2012 tentang Metode Pengakuan Keuntungan al-Tamwil
bi al-Murabahah (Pembiayaan Murabahah) Di Lembaga Keuangan Syariah.
A. Mekanisme Pembiayaan Akad Murabahah Marjin Bertingkat Di Bank
Syariah Mandiri (BSM)1
Setelah kedua belah pihak menyetujui pembiayaan akad murabahah marjin
bertingkat, selanjutnya adalah tahap pembelian barang pesanan. Pada Bank Syariah
Mandiri, selain akad murabahah marjin bertingkat juga disertakan akad wakalah.
Praktiknya, pada saat Bank memberikan uang kepada nasabah untuk membeli barang
pesanan nasabah, Bank juga memberikan akad wakalah kepada nasabah. Maksud dari
disertakannya akad wakalah adalah karena Bank tidak memiliki barang yang dapat
1 Wawancara pribadi dengan Bapak Mayo, Staff Legal Division Bank Syariah Mandiri.
Jakarta, 25 September 2014.
58
dijual kepada nasabah, sehingga dengan adanya akad wakalah tersebut, pembelian
barang pesanan nasabah menjadi atas nama Bank.
B. Analisis Struktur Akad Pada Akad Murabahah Marjin Bertingkat
Terdapat tiga bagian dalam menganalisis struktur akad pada akad murabahah
marjin bertingkat, yaitu bagian pembukaan, bagian isi dan bagian penutup akad2.
1. Bagian Pembukaan Akad
Pada bagian pembukaan akad terdiri dari tulisan bismillahirrahmanirrahim
dan terjemahannya, ayat Al-Qur’an dan atau Hadits dan terjemahannya, judul
akad, kepala akad, komparisasi, dasar diadakan akad (premise) dan dasar
hukum. Secara lebih terperinci masing-masing sub bagian akad dijelaskan
sebagai berikut.
a. Tulisan Bismillahirrahmanirrahim dan terjemahannya
Dalam akad murabahah marjin bertingkat terdapat tulisan
bismillahirrahmanirrahim tanpa terjemahannya. Ditulis dengan huruf
kapital, bertuliskan miring, menggunakan huruf latin dan berada
dibaris ketiga akad3.
Alhamdulillah Bank Syariah Mandiri senantiasa selalu
mengingatkan untuk meluruskan niat bahwa semata-semata tujuan
2 Azharudin Lathif dan Saefudin Arif, Kontrak Bisnis Syariah, (Jakarta: Fakultas Syariah dan
Hukum, 2011), h. 54.
3 Lihat dokumen terlampir
59
akad ini karena Allah SWT dan mencari ridho Allah SWT atas akad
jual beli ini.
b. Ayat Al-Qur’an dan atau Hadits dan terjemahannya
Pada akad murabahah marjin bertingkat, terdapat 2 (dua) surat Al-
Qur’an, yaitu Surat Al-Baqarah dan Surat An-Nissa’. Ayat Al-Qur’an
ini ditulis terjemahannya saja, ditulis miring dan berada pada baris ke-
4 (keempat) dan baris ke-5 (kelima)4.
Kedua terjemahan tersebut merupakan beberapa ayat diantara
ayat-ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang ekonomi Islam,
khususnya mengenai jual beli. Karena murabahah marjin bertingkat
merupakan akad jual beli antara Bank Syariah Mandiri dengan
nasabah, maka ayat tersebut menjadi dasar landasan Bank Syariah
Mandiri membuat akad murabahah marjin bertingkat.
c. Judul akad
Judul akad dalam akad pembiayaan ini adalah akad pembiayaan
al-murabahah. Judul akad ditulis dengan huruf kapital, menggunakan
huruf latin dan berada pada baris pertama akad murabahah marjin
bertingkat5.
4 Lihat dokumen terlampir
5 Lihat dokumen terlampir
60
Judul akad mencerminkan secara umum materi yang diatur dalam
suatu akad pembiayaan6. Judul akad tersebut menegaskan bahwa akad
pembiayaan yang dilakukan dalam akad ini adalah akad murabahah,
agar tidak terjadi kesalahpahaman dan konsekuensi hukum pada objek
akad dan agar tidak menimbulkan kekeliruan dalam penafsiran.
Sehingga tujuan, hak dan kewajiban masing-masing pihak dapat
tercapai.
d. Kepala akad
Kepala akad murabahah marjin bertingkat terdiri atas nomor akad,
tanggal dan tempat ditandatangani akad. Nomor akad terdapat pada
baris kedua akad, sementara tanggal dan tempat akad dijadikan satu
paragraf, terdapat pada baris keenam akad7.
Nomor akad menunjukkan bahwa akad murabahah marjin
bertingkat terdaftar pada sistem administrasi Bank dan memiliki
kekuatan hukum. sehingga akad murabahah marjin bertingkat akan
jelas dan tidak akan tertukar dengan pembiayaan menggunakan akad
lain maupun dengan akad yang sama.
Tempat dan tanggal akad mempertegas waktu dan tempat akad
murabahah marjin bertingkat berlangsung. Tanggal akad
6 A. Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, ( Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2012),
h.168
7 Lihat dokumen terlampir
61
menunjukkan berlakunya akad murabahah marjin bertingkat dimulai
dan masing-masing pihak saling mengikatkan diri mulai pada tanggal
tersebut. Tempat akad menunjukkan lokasi akad murabahah marjin
bertingkat dibuat.
e. Komparisasi
Terdapat komparisasi pihak-pihak yang melakukan akad
murabahah marjin bertingkat. Komparisasi pada akad murabahah
marjin bertingkat terdapat pada baris ke-7 (ketujuh) dan ke-8
(kedelapan)8.
Komparisasi merupakan salah satu dari rukun akad yang harus
terpenuhi saat akad berlangsung. Komparisasi terdiri atas para pelaku
akad yang mengikatkan diri untuk memenuhi segala hak dan
kewajibannya dalam melaksanakan akad murabahah marjin
bertingkat.
Pada komparisasi tersebut memuat identitas para pihak yang
mengikatkan diri pada akad murabahah marjin bertingkat. Identitas
tersebut memuat nama-nama para pihak, pekerjaan, tempat tinggal
Badan, termasuk kapasitas yang bersangkutan untuk mewakili Badan
8 Lihat dokumen terlampir
62
tersebut9. Tujuan dicantumkannya komparisasi dalam akad
murabahah marjin bertingkat adalah untuk menjaga hak-hak dan
kewajiban-kewajiban masing-masing pihak yang melakukan akad
sehingga terhindar dari hal-hal yang dapat menimbulkan kedzaliman.
Komparisasi memiliki beberapa fungsi. Fungsi dari komparisasi
ini adalah untuk menerangkan identitas para pihak yang menbuat akad.
Fungsi lainnya adalah menjelaskan kedudukan para pihak dalam akad
murabahah marjin bertingkat sehingga jelas kedudukannya siapa
pihak sebagai Bank dan siapa pihak yang menjadi nasabah. Fungsi
terakhir adalah mengetahui bahwa para pihak memiliki kecakapan dan
kewenangan untuk melakukan tindakan hukum yang dituangkan
dalam akad.
Hal ini berkenaan dengan syarat sahnya akad murabahah marjin
bertingkat. Menurut hukum Islam, syarat bagi pihak-pihak yang
melakukan akad adalah harus seorang yang mukallaf, yaitu aqil
baligh, berakal sehat dan dewasa atau cakap hukum10
. Sedangkan
menurut hukum positif, ketentuan kecakapan untuk membuat suatu
9 Salim, Perancangan Kontrak & Memorandum of Understanding (MoU), (Jakarta : Sinar
Grafika,2007), h. 128.
10 Ah. Azharudin Lathif dan Nahrowi, Pengantar hukum bisnis Pendekatan Hukum Positif
dan Hukum Islam, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h. 67.
63
perikatan diatur dalam Pasal 1329 KUH Perdata dan lebih khusus
dijelaskan pada Pasal 1330 KUH Perdata.
Berdasarkan Pasal 98 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam
menegaskan bahwa batas usia anak yang mampu berdiri sendiri atau
dewasa adalah 21 (dua puluh satu) tahun, sepanjang anak tersebut
tidak memiliki cacat fisik maupun mental atau belum pernah
melangsungkan pernikahan11
. Di dalam Pasal 1330 KUH Perdata
menyebutkan bahwa orang-orang yang tidak cakap membuat
perjanjian adalah orang yang belum dewasa, orang yang berada
dibawah pengampuan, dan istri. Ukuran kedewasaan menurut KUH
Perdata adalah berumur 21 (dua puluh satu) tahun. Saat ini istri telah
memiliki wewenang untuk membuat perjanjian (SEMA Nomor 3
Tahun 1963; Pasal 31 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan)12
.
Selain menjadi rukun akad, komparisasi ini juga merupakan rukun
dari murabahah. Dalam komparisasi ini menyebutkan pihak-pihak
yang terlibat sehingga jelas kedudukannya yang menjadi ba’i dan jelas
kedudukannya yang menjadi musytari. Ba’i berkedudukan sebagai
11
A. Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, ( Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2012),
h.156
12 Salim, Perancangan Kontrak & Memorandum of Understanding (MoU). (Jakarta : Sinar
Grafika, 2007), h. 34.
64
penjual dari murabahah ini, dalam akad murabahah marjin bertingkat
ini yang menjadi ba’i adalah Bank. Sedangkan musytari berkedudukan
sebagai pembeli dalam murabahah dan yang menjadi musytari dalam
akad ini adalah nasabah.
f. Dasar diadakan akad (premise)
Dasar diadakan akad (premis) terdapat pada akad murabahah
bertingkat pada baris ke-9 (sembilan)13
. Premis merupakan dasar
dalam suatu akad sebagai keterangan pendahuluan mengenai dasar
atau sebab dibuatnya akad bagi kedua belah pihak.
Dalam kajian prinsip syariah, premis merupakan salah satu rukun
akad yang harus dipenuhi dalam akad murabahah marjin bertingkat.
Rukun tersebut adalah maudhu ‘al-‘aqd atau tujuan akad14
. Tujuan
akad murabahah marjin bertingkat adalah jual beli, di dalamnya
terdapat dua akibat hukum, yaitu akibat hukum khusus dan akibat
hukum umum. Akibat hukum khusus pada akad murabahah marjin
bertingkat adalah pemindahan kepemilikan benda disertai imbalan.
Akibat hukum umum dalam jual beli adalah berpindahnya kepemilikan
barang yang dijual kepada pembeli dan pembayaran harga dari kepada
13
Lihat dokumen terlampir
14 Azharudin Lathif dan Saefudin Arif, Kontrak Bisnis Syariah, (Jakarta: Fakultas Syariah dan
Hukum, 2011), h. 29
65
penjual begitu akad selesai dilakukan, serta timbulnya kewajiban
melaksanakan perikatan atas para pihak, yaitu menyerahkan barang
yang dijual dan menerima pembayaran bagi penjual serta menerima
barang dan menyerahkan pembayaran harga bagi pembeli.
g. Dasar hukum
Dasar hukum pada akad murabahah marjin bertingkat terdapat
pada baris ke-4 (keempat) dank ke-5 (kelima). Pada dasar hukum
tersebut disebutkan terjemahan dari ayat suci Al-Qur’an, yaitu Surat
Qur’an Al-Baqarah ayat 275 dan Surat Qur’an An-Nissa’ ayat 2915
.
Kedua dasar hukum tersebut merupakan ayat yang terdapat dalam
kitab suci Al-Qur’an. Al-Qur’an kedudukannya adalah sebagai sumber
hukum yang pertama dan paling utama bagi umat muslim di seluruh
dunia. Al-Qur’an merupakan hujah dan hukum-hukumnya dijadikan
sebagai Undang-Undang yang harus diikuti dan ditaati oleh manusia
karena Al-Qur’an diturunkan langsung dari Allah SWT, disampaikan
kepada manusia dengan jalan yang pasti dan tidak terdapat keraguan
tentang kebenarannya tanpa ada campur tangan manusia dalam
penyusunan Al-Qur’an16
. Maka dari itu, Al-Qur’an merupakan
mukjizat yang tidak ada satu pun manusia yang dapat menandinginya.
15
Lihat dokumen terlampir
16 Sapiudin Shidiq, Ushul Fiqh, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2011), h. 29.
66
2. Bagian isi akad.
a. Klausul definisi
Klausul definisi dalam akad murabahah marjin bertingkat terdapat
pada Pasal 1 akad ini. Pada Pasal 1 disebutkan 13 (tiga belas) definisi
yang tertuang dalam akad murabahah marjin bertingkat. Definisi-
definisi tersebut adalah definisi tentang murabahah, syari’ah, barang,
pemasok, pembiayaan, harga beli,marjin keuntungan, surat pengakuan
utang, dokumen jaminan, jangka waktu akad, hari kerja Bank,
pembukuan pembiayaan, dan cidera janji. Klausul definisi penting
dalam akad murabahah marjin bertingkat ini untuk mengefisienkan
klausula-klausula selanjutnya karena tidak perlu diadakan
pengulangan.
b. Klausul objek akad
Klausul objek akad dalam akad murabahah marjin bertingkat ini
terdapat pada Pasal 2. Dalam Pasal 2, disebutkan harga pokok
(plafond), marjin, harga jual, angsuran pendahuluan, pembayaran yang
diangsur, dan terbilang.
Pada Undang-Undang Perbankan Syariah No. 21 Tahun 2008
Pasal 1 angka 25 disebutkan bahwa pembiayaan adalah penyediaan
67
dana17
. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam akad pembiayaan,
jumlah atau maksimum pembiayaan yang terdiri atas dana yang
disediakan Bank beserta marjin yang diperoleh oleh Bank merupakan
objek akad pembiayaan. Maka dari itu, berdasarkan hukum positif
yang mengatur tentang Perbankan Syariah, objek akad murabahah
marjin bertingkat adalah jumlah dana pembiayaan yang disediakan,
beserta marjin yang diperoleh Bank, sehingga spesifikasi barang
pesanan nasabah bukan menjadi objek akad murabahah marjin
bertingkat.
Objek akad merupakan salah satu rukun murabahah, yaitu
mengenai obyek dalam murabahah. Disebutkannya marjin
(keuntungan) yang diperoleh oleh Bank dan diketahui oleh seluruh
pihak merupakan syarat sah murabahah. Pencantuman harga awal
yang diketahui nasabah juga merupakan syarat sah murabahah18
.
Klausul ini juga termasuk ke dalam rukun akad, yang harus ada
saat akad berlangsung. Klausul ini tidak menjelaskan secara spesifik
objek akad yang akan dibiayai oleh Bank. Dalam klausul objek akad
pada akad murabahah marjin bertingkat, harus menentukan dan
17
A. Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, ( Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2012),
h.177.
18 Isnawati Rais dan Hasanuddin, Fiqh Muamalat Dan Aplikasinya Pada LKS, (Jakarta: UIN
Syarif Hidayatullah, 2011), h. 102.
68
mencantumkan serta menyebutkan barang yang menjadi objek akad
tentang nama barang, wujud/jenis, letak, dan banyaknya.
Salah satu syarat objek akad adalah objek akad harus jelas19
.
Ketidakjelasan objek akad murabahah marjin bertingkat, telah
dilarang oleh Rasulullah. Ketidakjelasan (gharar) adalah salah satu
bentuk distorsi pasar yang sangat dihindari dalam ekonomi Islam,
karena akan ada pihak yang terdzalimi. Bentuk dzalim yang akan
muncul nanti adalah ketika timbul persengketaan mengenai barang
yang menjadi objek akad yang dibeli nasabah, maka Bank akan sulit
membawa pada proses litigasi karena objek akad dalam klausul ini
hanya berupa jumlah pembiayaan atau besaran uang bukan bentuk
barang. Selain itu, syarat lain yang disepakati para fuqaha adalah objek
akad harus dimiliki dan dikuasai, sehingga apabila objek akad bukan
barang yang dimili dan dikuasai, maka akad menjadi batal batal20
.
c. Klausul jangka waktu pembiayaan
Klausul jangka waktu pembiayaan terdapat pada Pasal 4 akad
murabahah marjin bertingkat. Klausul jangka waktu ini diatur pada
Pasal 1 Undang-Undang Perbankan Syariah dengan sebagian
19
Azharudin Lathif dan Saefudin Arif, Kontrak Bisnis Syariah, (Jakarta: Fakultas Syariah dan
Hukum, 2011), h. 29
20 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa AdillatuhuI, (Depok: Gema Insani, 2011), h. 495.
69
ketentuannya tertulis “setelah jangka waktu tertentu”21
. Berarti Bank
memiliki hak untuk dapat menagih pengembalian dana pembiayaan
kepada nasabah baru akan timbul setelah jangka waktu tertentu akad
murabahah marjin bertingkat ini. Karenanya, penting menentukkan
jangka waktu fasilitas pembiayaan dalam akad murabahah marjin
betingkat ini. Mengenai jangka waktu pembiayaan juga diatur dalam
KUH Perdata Pasal 1759 dan KUH Perdata 1763. Keduanya
menyimpulkan bahwa pengembalian pinjaman harus dikembalikan
pada waktu tertentu yang telah ditentukan.
Berdasarkan penjelasan tersebut, jangka waktu pembiayaan
mutlak harus dicantumkan dalam akad murabahah marjin bertingkat
untuk kepastian hukum timbulnya hak Bank untuk menuntut
pembayaran dan pelunasan yang telah diberikan kepada nasabah.
Sebaliknya, jangka waktu pembiayaan ini mengingatkan nasabah
sebagai batas waktu untuk membayar atau melunasi seluruh
kewajibannya kepada Bank.
d. Klausul tentang representation and warranties
Klausul tentang representation and warranties pada akad
murabahah marjin bertingkat terdapat pada Pasal 11. Dalam pasal ini
21
A. Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, ( Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2012),
h.178.
70
berisi tentng pernyataan-pernyataan nasabah penerima pembiayaan
mengenai fakta-fakta yang menyangkut status hukum dan keadaaan
nasabah yang sesungguhnya.Pernyataan-pernyataan tersebut menjadi
asumsi Bank dalam mengambil keputusan untuk memberikan
pembiayaan22
. Hal ini bertujuan agar menjamin dan meyakinkan Bank
atas data-data yang telah diberikan nasabah kepada Bank merupakan
data-data yang benar dan valid.
Dalam mengambil keputusan pembiayaan harus sangat hati-hati
maka dari itu penting bagi Bank untuk memasikan bahwa data yang
diberikan oleh nasabah adalah benar-benar valid tanpa ada rekayasa
sedikit pun.
e. Klausul tentang pre-disbursment atau conditions precedent
Klausul tentang pre-disbursment atau conditions precedent
terdapat pada Pasal 3 akad murabahah marjin bertingkat ini. Dalam
klausul ini terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi nasabah
sebelum akad murabahah marjin bertingkat sebelum realisasi
pembiayaan atau pencairan pembiayaan. Syarat-syarat tersebut berupa
surat-surat dan dokumen-dokumen penting terkait dengan akad dan
pembiayaan ini.
22
A. Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, h.181.
71
Klausul ini merupakan salah satu upaya prinsip kehati-hatian
Bank, sebagai tindakan preventif yang bertujuan untuk mengamankan
fasilitas pembiayaan yang disalurkan kepada nasabah23
.
f. Klausul tentang affirmative covernant
Klausul tentang affirmative covernant dalam akad murabahah
marjin bertingkat terdapat pada Pasal 8. Klausul ini berisi tentang
kewajiban-kewajiban nasabah yang harus dilakukan oleh nasabah.
Klausul ini menetapkan hal-hal tertentu yang harus diperbuat nasabah.
Sehingga memberikan nasabah rasa tanggung jawab untuk tetap
menjalankan usahanya sesuai dengan prinsip syariah setelah pencairan
pembiayaan dilakukan.
Tujuan dari dibuatnya klausul tersebut bagi Bank adalah untuk
mengantisipasi resiko yang akan muncul berkenaan dengan kegiatan
usaha nasabah yang dapat mempengaruhi kelancaran nasabah dalam
melakukan pembayaran dan pelunasan pembiayaan sehingga dapat
mengganggu kesehatan dan pertumbuhan Bank.
g. Klausul tentang negative covenant
Klausul mengenai negative covenant terdapat pada Pasal 12 akad
murabahah marjin bertingkat. Terdapat hal-hal yang tidak boleh
dilakukan oleh nasabah pembiayaan pada klausul ini. Tujuan klausul
23
A. Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, h. 182.
72
ini adalah agar nasabah turut serta menjaga kegiatan usahanya untuk
terhindar dari hal-hal yang dapat merugikan atau menimbulkan
kesulitan bagi Bank selama akad murabahah marjin bertingkat
berlangsung24
.
h. Klausul tentang event of default atau trigger clause
Klausul tentang event of default atau trigger clause tercantum
pada Pasal 9 akad murabahah marjin bertingkat. Klausul ini disebut
juga dengan klausul percepatan. Dalam klausul ini disebutkan hal-hal
yang dapat menyebabkan Bank harus mengakhiri fasilitas pembiayaan
secara sepihak. Klausul ini merupakan pengecualian dari klausul jatuh
tempo pembiayaan sehingga sebelum waktu jatuh tempo, pembiayaan
dapat dipercepat pelunasannya jika terjadi hal-hal yang disebutkan
dalam klausul akad. Dapat disimpulkan bahwa pada klausul ini
disebutkan bentuk-bentuk wanprestasi nasabah. Apabila nasabah
melakukan salah satu bentuk wanprestasi ini, maka Bank dapat
mengakhiri secara sepihak dan meminta percepatan pembayaran atau
pelunasan pembiayaan.
i. Klausul sanksi
Klausul mengenai sanksi terdapat pada Pasal 10 akad
murabahah marjin bertingkat. Dalam klausul ini mengatur tentang
24
A. Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, h. 183.
73
sanksi yang akan diterima oleh nasabah jika nasabah melakukan
wanprestasi yang telah disebutkan pada klausul percepatan.
j. Klausul tentang agunan pembiayaan dan asuransi barang agunan
dengan syarat banker’s clause
Klausul mengenai agunan pembiayaan dan asuransi barang
agunan dengan syarat banker’s clause terdapat pada Pasal 14 akad
murabahah marjin bertingkat. Barang agunan yang insurable wajib
ditutup asuransi dengan syarat banker’s clause. Banker’s clause
adalah apabila terjadi resiko terhadap barang agunan, Bank berhak
menerima hasil klaim untuk diperhitungkan dengan dengan sisa
(outstanding) pembiayaan termasuk seluruh kewajiban nasabah
kepada Bank berupa biaya-biaya yang terutang bila ada.
k. Klausul tentang pemberian kuasa kepada Bank
Klausul tentang pemberian kuasa kepada Bank tercantum pada
Pasal 5 dan Pasal 6 akad murabahah marjin bertingkat. Dalam klausul
ini dijelaskan bahwa Bank berhak mendebit rekening nasabah atau
rekening nasabah pada Bank lain untuk pembayaran atau pelunasan
pembiayaan yang telah diatur dalam KUH Perdata Pasal 1813, 1814,
dan 1816. Kuasa tersebut juga termasuk pada biaya-biaya yang
berkaitan dengan pembiayaan yang dilakukan pembayarannya oleh
nasabah melalui Bank.
74
Selain itu, adanya klausul ini adalah untuk mengefisienkan
waktu karena tidak perlu adanya surat kuasa khusus yang dibuat oleh
nasabah kepada Bank untuk mendebit rekening nasabah pada Bank
l. Klausul tentang hak-hak Bank melakukan pengawasan
Klausul yang membahas tentang hak-hak Bank melakukan
pengawasan tercantum pada Pasal 15 akad murabahah marjin
bertingkat. Dalam klausul ini disebutkan bahwa Bank berhak
melakukan pengawasan terhadap hal-hal yang berkaitan dalam
pembiayaan ini. Hal ini merupakan upaya monitoring Bank setelah
pencairan pembiayaan agar Bank dapat mengamankan pembiayaan
yang telah dikucurkan.
m. Klausul jaminan pemilikan
Klausul berkenaan dengan jaminan pemilikan terdapat pada
Pasal 7 akad murabahah marjin bertingkat. Dalam klausuul ini berisi
tentang jaminan-jaminan yang diberikan nasabah untuk terlaksananya
pembiayaan ini. Besarnya jaminan disesuaikan dengan besarnya
pembiayaan yang akan dilakukan. Tujuan adanya klausul jaminan
pemilikan bagi nasabah adalah bukti bahwa nasabah bersungguh-
sungguh dalam melakukan pembiayaan pada Bank, dan berniat
menyelesaikan kewajibannya kepada Bank. Bagi Bank, adanya klausul
jaminan pemilikan adalah upaya Bank dalam menerapkan prinsip
kehati-hatian dalam menyalurkan pembiayaan.
75
n. Klausul spesifik
Klausul spesifik dalam akad murabahah marjin bertingkat
terdapat dalam Pasal 13 dan Pasal 17. Klausul-klausul ini mengatur
tentang hal-hal yang spesifik/khusus yang dikehendaki kedua belah
pihak yang dituangkan dalam akad murabahah marjin bertingkat.
o. Klausul pemilihan hukum dan domisili
Klausul mengenai pemilihan hukum dan domisili tercantum pada
Pasal 16 akad murabahah marjin bertingkat. Dalam klausul ini
menyebutkan cara-cara persengkataan yang muncul dikemudian hari.
Penyelesaian sengketa dilakukan secara non-litigasi dan litigasi.
Penyelesaian litigasi dilakukan secara musyawarah untuk mufakat,
sedangkan cara litigasi dengan menunjuk lembaga berwenang untuk
menyelesaikan perselisihan.
p. Klausul lain-lain (miscellaneous)
Klausul lain-lain terdapat pada Pasal 18 akad murabahah marjin
bertingkat. Dalam klausul ini berisi tentang alamt surat-menyurat
Bank dan nasabah.
3. Bagian penutup akad.
a. Pernyataan para pihak tentang tiadanya hal-hal yang membatalkan
akad
Pernyataan ini diatur dalam Pasal 19 akad murabahah marjin
bertingkat. Klausul ini menjelaskan akan ada addendum yang
76
mengatur hal-hal khusus yang tidak dicantmkan dalam akad
murabahah marjin bertingkat. Dan kekuatan hukum addendum
tersebut diatur dalam Pasal ini.
b. Penandatangan
Ruang untuk penandatangan pihak-pihak yang telibat dalam akad
ini terdapat pada bagian akhir akad murabahah marjin bertingkat. Jika
kedua belah pihak menandatangani akad ini, maka saat itu juga kedua
belah pihak mengikatkan diri untuk saling memenuhi hak dan
kewajibannya hingga berakhirnya akad.
Dengan adanya penandatanganan ini, maka hal ini adalah sighat
akad yang termasuk ke dalam rukun akad25
. Dan juga merupakan
rukun murabahah26
. Maka, dengan rukun dan syarat yang telah
dipenuhi, maka akad murabahah marjin bertingkat sah untuk
dijalankan oleh kedua belah pihak.
C. Analisis Akad Murabahah Bertingkat Dengan Prinsip Fiqh Muamalat
Berdasarkan Fatwa DSN-MUI
Berikut ini akan dijelaskan analisis kesesuaian akad murabahah marjin
bertingkat dengan fatwa DSN-MUI. Fatwa yang menjadi acuan utama peneliti
25
Saefuddin Arif dan Azharudin Lathif, Kontrak Bisnis Syariah, (Jakarta: Fakultas Syariah
dan Hukum, 2011), h. 28.
26 Isnawati Rais dan Hasanuddin, Fiqh Muamalat Dan Aplikasinya Pada LKS, (Jakarta: UIN
Syarif Hidayatullah, 2011), h. 89
77
dalam meneliti kesesuaian akad murabahah marjin bertingkat ini adalah fatwa
DSN-MUI No. 84/DSN-MUI/XII/2012 tentang Metode Pengakuan Keuntungan
al Tamwil bi al-Murabahah (Pembiayaan Murabahah) Di Lembaga Keuangan
Syariah. Dalam Fatwa ini menetapkan 3 (tiga) ketentuan, yaitu ketentuan umum,
ketentuan hukum dan ketentuan khusus.
1. Ketentuan umum
a. Metode Proporsional (thariqah mubasyirah) adalah pengakuan
keuntungan yang dilakukan secara proporsional atas jumlah piutang
(harga jual, tsaman) yang berhasil ditagih dengan mengalikan persentase
keuntungan terhadap jumlah piutang yang berhasil ditagih (al-tsaman al-
muhashsholah);
Ketentuan umum pada huruf (a) ini menyangkut pada teknis
pembiayaan murabahah marjin bertingkat yang dapat dijelaskan oleh
disiplin ilmu lainnya. Karena tidak berkenaan dengan permasalahan
penelitian ini, maka pada huruf (a) tidak ditelaah pada penelitian ini.
b. Metode Anuitas (thariqah al-hisab al-tanazuliyyah/ thariqah al-
tanaqushiyyah) adalah pengakuan keuntungan yang dilakukan secara
proporsional atas jumlah sisa harga pokok yang belum ditagih dengan
mengalikan persentase keuntungan terhadap jumlah sisa harga pokok
yang belum ditagih (al-tsaman al-mutabaqqiyah)
78
Ketentuan umum pada huruf (b) juga menyangkut pada teknis
pembiayaan murabahah marjin bertingkat yang dapat dijelaskan oleh
disiplin ilmu lainnya. Karena tidak berkenaan dengan permasalahan
penelitian ini, maka pada huruf (b) tidak ditelaah pada penelitian ini.
c. Murabahah adalah akad jual beli dengan menegaskan harga belinya
kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih
sebagai keuntungan.
Ketentuan umum ini disebutkan pada judul dan kepala akad
pembiayaan muarabahah marjin bertingkat dan dipertegas kembali
Pasal 1 akad pembiayaan murabahah marjin bertingkat. Kepala akad
terdapat pada baris pertama dan kepala akad terdapat pada baris kedua
dan keenam akad27
.
Penjelasan mengenai murabahah penting dilakukan, agar tidak
terjadi kesalahpahaman dan konsekuensi hukum pada objek akad ini.
Dalam melakukan akad antara dua pihak, penting bagi seluruh pihak
mendapatkan seluruh informasi mengenai akad yang akan dilakukan.
Karena jika terdapat informasi yang tidak tersampaikan oleh salah satu
pihak, hal itu merupakan salah satu bentuk distorsi pasar. Distorsi
pasar dalam Islam harus dihindari karena dapat mempengaruhi
27
Lihat dokumen terlampir
79
mekanisme pasar yang ideal28
. Asimetris informasi dapat mencederai
nilai-nilai dasar dalam ekonomi Islam yang diciptakan begitu indah
dan sempurna. Kelengkapan informasi bagi seluruh pihak yang
melakukan akad agar menjaga hak dan kewajiban masing-masing
pihak yang terlibat dapat tercapai sehingga tujuan jual beli
mendapatkan ridho Allah SWT.
d. At-Tamwil bi al-Murabahah (Pembiayaan Murabahah) adalah
murabahah di Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dengan cara LKS
membeli barang sesuai dengan pesanan nasabah, kemudian LKS
menjualnya kepada nasabah – setelah barang menjadi milik LKS--
dengan pembayaran secara angsuran;
Ketentuan umum ini disebutkan dalam premis akad murabahah
marjin bertingkat. Ketentuan ini menjelaskan bahwa LKS dalam hal ini
Bank, membeli barang sesuai dengan pesanan nasabah. Setelah Bank
membeli pesanan nasabah, maka barang pesanan nasabah tersebut
menjadi milik Bank. Setelah barang pesanan nasabah menjadi milik
28
Adiwarman, A Karim, Ekonomi Mikro Islami, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010),
h. 181.
80
Bank, lalu Bank menjual pesanan nasabah tersebut kepada nasabah.
Penjelasan pembiayaan murabahah pada bagian premis akad29
.
Klausul ini bermaksud bahwa nasabah membeli barang dari
pemasok atas nama Bank yang disertakan akad wakalah yang
diberikan Bank, bukan Bank yang membelikan barang dari pemasok
untuk nasabah. Klausul dalam akad ini menerangkan bahwa seluruh
kegiatan pembelian dari pemasok dilakukan seluruhnya oleh nasabah,
dan Bank hanya memberikan akad wakalah agar pembelian atas nama
Bank, sehingga nasabah membeli bukan untuk dirinya sendiri. Dalam
ketentuan umum huruf (d) Fatwa ini disebutkan bahwa LKS yang
dalam hal ini adalah Bank, membeli pesanan nasabah. Sehingga
seharusnya Bank yang bertindak sebagai lembaga penyedia
pembiayaan murabahah, harus membelikan pesanan nasabah.
Selanjutnya dalam klausul tersebut disebutkan Bank menjual
barang pesanan nasabah tersebut kepada nasabah sebagaimana nasabah
membelinya kepada Bank. Pada syarat objek akad, objek akad harus
sudah ada secara konkret ketika akad dilakukan30
, namun kalusul
dalam akad tersebut menyebutkan bahwa pesanan barang nasabah
29
Lihat dokumen terlampir
30 Saefuddin Arif dan Azharudin Lathif, Kontrak Bisnis Syariah, (Jakarta: Fakultas Syariah
dan Hukum, 2011), h. 28.
81
belum ada secara konkret, sehingga Bank belum memiliki barang
tersebut.
Pada dasarnya Bank bukanlah penjual, tetapi hanya lembaga
intermediasi yang menyediakan dana untuk melakukan pembiayaan.
Karena Bank bukanlah penjual, maka dalam hal ini Bank tidak
memiliki satu barang pun untuk dijual kepada nasabah, maka Bank
tidak berhak atas dzat dan manfaat atas barang tersebut. Maka dari itu
Bank memberikan kuasa kepada nasabah untuk membeli barang
pesanan nasabah atas nama Bank dari pemasok dengan memberikan
akad wakalah. Secara hakikat, Bank belum menguasai barang dan
kepemilikan atas barang nasabah tersebut tidaklah mutlak karena Bank
bukanlah penjual. Dalam sistem ekonomi Islam terdapat 2 (dua) jenis
kepemilikan, yaitu kepemilikan absolut atau kepemilikan31
mutlak dan
kepemilikan relatif. Kaitannya dalam jual beli murabahah ini adalah
Bank harus menguasai dan memiliki barang secara mutlak sehingga
berhak atas dzat dan manfaat atas barang tersebut, kemudian
menjualnya kepada nasabah. Pada sudut pandang Bank, jika Bank
harus terlebih dahulu memiliki dan menguasai barang secara mutlak,
maka Bank tidak akan dapat mengembangkan industrinya. Karena
31
Anwar Abbas, Dasar-Dasar Sistem Ekonomi Islam, (Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Syahid Jakarta, 2009), h.33.
82
Bank bukanlah penjual, maka Bank harus membeli dari pemasok dan
kemudian barang tersebut menjadi atas nama Bank, proses jual beli
dari pemasok ke Bank membutuhkan waktu dan dana. Setelah barang
telah dikuasai dan dimiliki oleh Bank, lalu Bank menjualnya kembali
kepada nasabah yang menjadi pesanan nasabah, dalam proses jual beli
dari Bank ke nasabah membutuhkan waktu dan dana. Jika akad
murabahah marjin bertingkat dilakukan secara sempurna, maka
dibutuhkan dua kali waktu dan dua kali dana. Karena waktu dan dana
dibutuhkan menjadi dua kali lipat, maka kerugian akan dirasakan oleh
Bank dan nasabah. Kerugian nasabah adalah karena seluruh biaya-
biaya administrasi dan perpajakan akan ditanggung oleh nasabah,
sehingga plafond pembiayaan dan angsuran nasabah menjadi lebih
besar. Kerugian bagi Bank, jika harga pembiayaan dan angsuran
menjadi lebih besar, maka nasabah tidak akan menggunakan
pembiayaan Bank sehingga Bank tidak akan mampu bersaing pada
industri ini. Maka dari itu, bagi sudut pandang Bank, kepemilikan
barang tidak perlu dikuasai secara mutlak, namun apabila secara
prinsip sudah menjadi milik Bank, maka Bank dapat menjual pesanan
nasabah kepada nasabah. Sehingga, saat pesanan nasabah dibeli dari
pemasok atas nama Bank, maka secara prinsip pesanan nasabah
tersebut telah menjadi milik Bank, kemudian Bank menjualnya kepada
nasabah.
83
Berkenaan dalam urusan perpajakan mengenai bea balik nama,
memang menjadi kendala untuk menjalankan akad murabahah marjin
bertingkat secara sempurna karena proses balik nama dari pemasok ke
Bank dan dari Bank kepada nasabah membutuhkan dua kali waktu dan
dana. Namun saat ini hukum positif di Indonesia telah memfasilitasi
pembiayaan dengan menggunakan prinsip syariah. Dalam Pasal 1A
ayat (1) huruf h Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Tentang PPN
mengatur pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah32
.
Dalam UU tersebut dapat disimpulkan bahwa akad-akad syariah
menyangkut pengalihan barang dianggap pengalihan harta langsung
dari produsen kepada nasabah penerima fasilitas (end user) untuk akad
pembiayaan murabahah marjin bertingkat. Karena pengalihan harta
bersifat konsensual, sehingga tidak memerlukan balik nama ke Bank
Syariah, maka dalam transaksi pembiayaan murabahah tersebut tidak
ada PPN atas Bank, PPN hanya dikenakan terhadap nasabah penerima
fasilitas.
Selain itu, penerapan klausul tersebut dapat menimbulkan distorsi
pasar. Karena pada praktiknya, Bank memberikan uang kepada
nasabah untuk membeli barang, maka akan memungkinkan nasabah
32
A. Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, ( Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2012),
h.38.
84
untuk membeli barang yang bukan menjadi maksud nasabah, atau
terlebih untuk membeli barang-barang yang diharamkan oleh agama.
Bentuk distorsi pasar dari penjelasan tersebut adalah penipuan (tadlis),
yaitu dimana nasabah tidak membelikan dana pembiayaan Bank untuk
barang yang awalnya menjadi pesanan nasabah. Berdasarkan
kemungkinan dan kekhawatiran ini, maka dari itu kewajiban Bank
sendiri yang mendatangi pemasok untuk membeli barang pesanan,
bukan mentipkan kepada nasabah.
Dalam ketentuan umum ini, juga diatur tentang akad
murabahah marjin bertingkat, setelah barang dijual dari Bank ke
nasabah, maka nasabah membayar seluruh pembiayaan secara
angsuran. Ketentuan umum ini terdapat dalam akad murabahah marjin
bertingkat pada Pasal 2 akad ini33
.
Pasal tersebut mengatur tentang jumlah angsuran yang harus
dibayarkan oleh nasabah atas pembiayaan yang diajukan. Angusuran
tersebut telah ditetapkan dengan jelas di dalam akad agar diketahui
oleh kedua belah pihak, yaitu Bank dan nasabah. Selama akad
murabahah marjin bertingkat ini berlangsung, jumlah angsuran yang
akan dibayarkan oleh nasabah jumlahnya tetap hingga akhir atau akad
33
Lihat dokumen terlampir.
85
murabahah marjin bertingkat. Jumlah angsuran tidak dapat diubah,
tanpa adanya suatu hal tertentu tanpa diketahui dan disetujui oleh
semua pihak, yaitu Bank dan nasabah.
Berdasarkan penjelasan tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa
dalam ketentuan ketentuan umum huruf (d) belum terpenuhi oleh akad
murabahah marjin bertingkat secara sempurna.
e. Harga Jual ( tsaman ) adalah harga pokok ditambah keuntungan;
Penyebutan harga jual pembiayaan dalam akad ini dijelaskan pada
Pasal 2 akad murabahah marjin bertingkat34
.
Ketentuan umum fatwa ini telah dipenuhi dalam akad murabahah
margjin bertingkat. Jadi singkatnya, murabahah adalah akad jual beli
barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (marjin)
yang disepakati oleh penjual dan pembeli35
. Bentuk akad murabahah
ini dinilai sangat transparan sehingga nasabah tidak merasa menjadi
pihak yang dirugikan. Maka dari itu, akad murabahah dinilai sebagai
win win solution bagi Bank dan nasabah. Bagi Bank, dari akad
murabahah marjin bertingkat ini, Bank mendapatkan keuntungan yang
34
Lihat dokumen terlampir
35 Adiwarman A Karim, Bank Islam : Analisis Fiqh dan Keuangan, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2011), h. 113.
86
sudah pasti, dan resiko yang ditimbulkan cenderung lebih kecil karena
keuntungan yang sudah jelas dan past tersebut. Bagi nasabah, akad
murabahah marjin bertingkat sangat melindungi hak nasabah sebagai
pembeli karena transparansi Bank kepada nasabah dengan
menyebutkan keuntungan yang didapat Bank. Sehingga dalam hal ini
nasabah tidak merasa ditipu dan didzalimi, karena informasi yang
diberikan oleh Bank. Selain itu, keuntungan yang didapat nasabah
secara ekonomi adalah jumlah angsuran yang tetap hingga akad
murabahah marjin bertingkat berakhir. Sehingga nasabah tidak perlu
merasa khawatir apabila terjadi inflasi, karena jumlah angsuran
pembiayaan tidak akan mengikuti nilai inflasi tersebut. Atas dasar
alasan-alasan itulah, produk akad murabahah marjin bertingkat
menjadi produk unggulan Bank Syariah Mandiri dalam melakukan
penyaluran dana melalui pembiayaan-pembiayaan syariah.
f. Al-Mashlahah (ashlah) adalah suatu keadaan yang dianggap paling
banyak mendatangkan manfaat bagi pertumbuhan Lembaga Keuangan
Syariah yang sehat.
Al-mashlahah dapat diartikan sebagai sesuatu yang dipandang baik
oleh akal karena mendatangkan kebaikan dan menghindarkan
keburukan (kerusakan) bagi manusia sejalan dengan tujuan syara’
87
dalam menetapkan hukum36
. Sandaran dari al-mashlahah itu selalu
bersandar kepada petunjuk syara’ bukan senantiasa berdasarkan akal
sehat, karena akal manusia tidak sempurna.
Dalam al-mashlahah mengutamakan kebaikan untuk umat, dan
menghindarkan diri dari keburukan (kerusakan). Sehingga, dalam al-
mashlahah meninggalkan hal-hal yang menjurus kepada keburukan
(kerusakan) karena hal tersebut akan menjurus kepada kedzhaliman.
2. Ketentuan hukum
Metode pengakuan keuntungan Murabahah dan Pembiayaan Murabahah
boleh dilakukan secara proporsional dan secara anuitas dengan mengikuti
ketentuan-ketentuan dalam fatwa ini.
Ketentuan hukum ini mempertegas bahwa, untuk menerapkan metode
pengakuan keuntungan baik secara poporsional maupun secara anuitas,
Lembaga Keuangan Syariah (LKS) harus menjalankan kegiatan
operasionalnya berdasarkan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam
fatwa ini.
Walaupun terdapat kejelasan makna bahwa dalam menjalankan
metode pengakuan keuntungan pembiayaan murabahah harus mengikuti
aturan-aturan yang dijelaskan dalam fatwa ini, namun tidak disebutkan
36
Amir Syarifudin, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), h. 325.
Tujuan ditetapkannya syara’ yaitu memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta benda.
88
sanksi atau akibat yang akan diterima Lembaga Keuangan Syariah (LKS)
jika menerapkan metode pengakuan keuntungan pembiayaan murabahah,
tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang diatur di dalam fatwa ini.
Sebaiknya DSN-MUI tidak hanya sekedar mengeluarkan fatwa untuk
membawa LKS tetap pada jalur prinsip syariah, tetapi ikut serta dalam
memonitoring kegiatan LKS dalam menjalankan fatwa yang telah
dikeluarkan oleh DSN-MUI dengan memberikan peringatan kepada LKS
yang menjalankan kegiatan operasionalnya tidak sesuai dengan fatwa DSN-
MUI yang tertulis dalam fatwa. Peringatan ini dapat berbentuk peringatan
halus hingga pemberhentian produk, atau hingga produk harus benar-benar
sesuai dengan ketetapan yang telah diatur. Hal ini bukan hanya untuk
kebaikan manusia atau untuk kemajuan penerapan prinsip syariah yang
benar-benar dengan prinsip syariah, tetapi demi menegakkan ajaran agama
yang telah Allah SWT perintahkan.
3. Ketentuan khusus
a. Pengakuan keuntungan murabahah dalam bisnis yang dilakukan oleh
para pedagang (al-tujjar), yaitu secara proporsional boleh dilakukan
selama sesuai dengan ‘urf (kebiasaan) yang berlaku di kalangan
pedangang;
89
Dalam hukum bisnis syariah, ‘urf atau adat kebiasaan merupakan salah
satu sumber hukum materiil37
. ‘urf digunakan sebagai sumber hukum
atas dasar pertimbangan kemaslahatan (kebutuhan orang banyak). ‘Urf
atau adat dapat digunakan sebagai landasan dalam menetapkan hukum.
Namun ‘urf bukanlah sumber hukum yang dapat berdiri sendiri. Ia harus
ada sandaran atau pendukungnya baik dalam bentuk ijma atau mashlahat.
Karena dalam akad murabahah marjin bertingkat ini telah bersandar
pada mashlahah yang terdapat pada ketentuan umu huruf (f), dan juga
bersandar pada ijma yang dalam hal ini adalah Fatwa DSN-MUI, maka
‘urf dapat dijadikan sebagai sumber hukum.
b. Pengakuan keuntungan al-Tamwil bi al-Murabahah dalam bisnis yang
dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah (LKS) boleh dilakukan
secara Proporsional dan secara Anuitas selama sesuai dengan ‘urf
(kebiasaan) yang berlaku di kalangan LKS;
Dalam hukum bisnis syariah, ‘urf atau adat kebiasaan merupakan salah
satu sumber hukum materiil38
. ‘urf digunakan sebagai sumber hukum
atas dasar pertimbangan kemaslahatan (kebutuhan orang banyak).‘Urf
atau adat dapat digunakan sebagai landasan dalam menetapkan hukum.
37
Ah. Azharudin Latif dan Nahrowi, Pengantar hukum bisnis Pendekatan Hukum Positif dan
Hukum Islam, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h. 14.
38 Ah. Azharudin Latif dan Nahrowi, Pengantar hukum bisnis Pendekatan Hukum Positif dan
Hukum Islam, h. 14.
90
Namun ‘urf bukanlah sumber hukum yang dapat berdiri sendiri. Ia harus
ada sandaran atau pendukungnya baik dalam bentuk ijma atau mashlahat.
Karena dalam akad murabahah marjin bertingkat ini telah bersandar
pada mashlahah yang terdapat pada ketentuan umu huruf (f), dan juga
bersandar pada ijma yang dalam hal ini adalah Fatwa DSN-MUI, maka
‘urf dapat dijadikan sebagai sumber hukum.
c. Pemilihan metode pengakuan keuntungan al-Tamwil bi al-Murabahah
pada LKS harus memperhatikan mashlahah LKS bagi pertumbuhan LKS
yang sehat;
Dalam memilih metode pengakuan keuntungan dalam pembiayaan
murabahah haru memperhatikan mashlahah Bank Syariah. Mashlalah
merupakan segala sesuatu yang dianggap paling sedikit
kemudharatannya. Bagi Bank Syariah menjadi penting karena Bank
memiliki kewajiban menjaga amanah yang dititipkan oleh para deposan.
Sehingga, Bank harus sangat berhati-hati dalam mengambil keputusan
untuk menjaga kepercayaan para deposan di Bank.
Disisi lain, Bank dalam pengambilan keputusannya juga harus
meminimalisir segala kemudharatan yang akan timbul. Jika keputusan
yang diambil tidak tepat, tidak hanya kemudharatan yang akan dirasakan
Bank, tetapi juga terhambatnya pertumbuhan Bank Syariah sehingga
Bank tidak mampu bersaing di industri ini. Maka dari itu, penting bagi
Bank untuk berhati-hati dalam memilih keputusan dengan
91
memperhatikan mashlahah demi meningkatnya pertumbuhan Bank agar
mampu bersaing di industri ini.
d. Metode pengakuan keuntungan at-Tamwil bi al-Murabahah yang ashlah
dalam masa pertumbuhan LKS adalah metode Anuitas;
Pada saat ini LKS, khususnya pada penelitian ini adalah Bank Syariah,
masih dalam masa pertumbuhan39
. Hal ini terkait pada market share
Bank Syariah yang masih belum mampu bersaing dengan Bank
konvensional, yang masih diminati lebih banyak oleh nasabah. Untuk itu,
agar Bank Syariah dapat bersaing dengan bank konvensional, penting
bagi Bank Syariah untuk terus memodifikasi produk-produknya. Agar
mampu bersaing secara sehat, maka Bank Syariah harus menjaga
ketersediaan modalnya untuk dapat memberikan pembiayaan yang lebih
maksimal sehingga dapat menambah market share Bank Syariah.
Pada metode pengakuan keuntungan dengan menggunakan metode
anuitas, yaitu dalam setiap angsuran dengan jumlah tetap yang dilakukan
secara berkala oleh nasabah terdapat dua unsur pada angsuran tersebut,
yaitu pokok pembiayaan dan marjin yang didapat oleh Bank Syariah.
Pada angsuran itu, porsi marjin yang diterima oleh Bank Syariah besar
diawal, lalu semakin mengecil dari satu angsuran ke angsuran lainnya
hingga akad berakhir. Sedangkan pengembalian pokok pembiayaan,
39
Fatwa DSN-MUI No. 84/DSN-MUI/XII/2012
92
berbanding kebalik dengan marjin, yaitu kecil diawal lalu semakin besar
dari satu angsuran ke angsuran lainnya hingga berakhirnya akad. Ilustrasi
porsi angsuran tersebut dapat diilustrasikan sebagai berikut :
Dari ilustrasi tersebut dapat disimpulkan bahwa Bank mendahulukan
mendapatkan marjin pada setiap angsuran yang dilakukan secara berkala
oleh nasabah. Hal tersebut bertujuan agar Bank dapat memutar kembali
modal yang dimiliki Bank kepada sektor riil sehingga Bank dapat
mengembangkan usahanya. Pada dasarnya pada akad murabahah tidak
ada ada pemisah antara marjin dengan harga beli atau plafond. Marjin
dan harga beli atau plafond melekat dan melebur menjadi satu, tanpa
ada pemisah diantara keduanya. Walaupun dengan cara angsuran, pada
angsuran tersebut melebur antara harga beli atau plafond dengan marjin,
tidak ada porsi yang lebih besar atau yang lebih kecil.
Selain itu, metode anuitas merupakan kebiasaan yang biasa
dilakukan pada kegiatan lembaga keuangan konvensional yang berbasis
bunga. Dalam rumus penentuan angsuran pada metode anuitas, unsur
Plafond
Marjin
93
bunga menjadi bagian dalam perhitungan angsuran tersebut. Jika model
anuitas ini diterapkan pada lembaga keuangan yang berbasis syariah,
dikhawatirkan unsur bunga juga masuk ke dalamnya. Walaupun al-
mashlahah menjadi alasan Bank menerapkan model anuitas ini, tetapi
tujuan syara’ tidak akan terwujud karena tidak dapat memelihara agama.
Dan tentunya al-mashlahah menjadi batal demi hukum karena riba telah
dilarang oleh nash.
e. Dalam hal LKS menggunakan metode pengakuan keuntungan at-Tamwil
bi al-Murabahah secara anuitas, porsi keuntungan harus ada selama
jangka waktu angsuran; keuntungan at-tamwil bi al-murabahah
(pembiayaan murbahah) tidak boleh diakui seluruhnya sebelum
pengembalian piutang murabahah berakhir/lunas dibayar.
Ketentuan khusus pada huruf (e) ini menyangkut pada teknis pembiayaan
murabahah marjin bertingkat yang dapat dijelaskan oleh disiplin ilmu
lainnya. Karena tidak berkenaan dengan permasalahan penelitian ini,
maka pada huruf (e) tidak ditelaah pada penelitian ini.
94
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti mengenai analisis
akad murabahah marjin bertingkat dengan prinsip-prinsip syariah berdasarkan
fatwa DSN-MUI No. 84/DSN-MUI/XII/2012 tentang metode pengakuan
keuntungan al tamwil bi al-murabahah (pembiayaan murabahah) di lembaga
keuangan syariah, maka terdapat beberapa kesimpulan, sebagai berikut :
1. Dalam analisis struktur akad pada akad murabahah marjin bertingkat,
terdapat ketidaksesuaian dengan prinsip syariah pada bagian objek akad.
Pada klausul akad murabahah marjin bertingkat, objek jual beli berisi
tentang jumlah pembiayaan, besarnya marjin yang diterima Bank, serta
besaran angsuran yang harus dibayarkan nasabah pada waktu yang telah
ditetapkan. Sedangkan dalam kajian prinsip syariah, objek akad haruslah
jelas dan spesifik pada barang yang menjadi objek jual beli.
2. Mengenai analisis kesesuaian akad murabahah marjin bertingkat dengan
fatwa DSN-MUI No. 84//DSN-MUI/XII/2012, terdapat ketentuan dalam
fatwa yang belum terpenuhi dalam akad murabahah marjin bertingkat.
Ketentuan yang belum terpenuhi tersebut adalah berkaitan dengan
95
kepemilikan objek akad murabahah marjin bertingkat, yaitu Bank belum
sepenuhnya memiliki dan menguasai barang yang akan dijual kepada
nasabah.
3. Secara umum, klausul-klausul yang terdapat pada akad murabahah marjin
bertingkat lebih mengutamakan mengamankan posisi Bank. Karena akad
sudah tersedia secara baku dari Bank, sehingga peran Bank lebih dominan
pada akad murabahah marjin bertingkat yang dijelaskan melalui klausul-
klausul dalam akad.
B. Saran
Dari kesimpulan diatas, peneliti memberikan beberapa saran sebagai
berikut :
1. Agar akad murabahah marjin bertingkat dapat sesuai dengan fatwa DSN-
MUI sebaiknya Bank telah mengkomunikasikan terlebih dahulu dengan
pihak dealer untuk memesan barang yang dipesan nasabah.
2. Bank sebaiknya memberikan kompensasi kepada nasabah atas waktu dan
tenaga nasabah. Karena nasabah telah mewakilkan Bank untuk membeli
barang pesanan nasabah, yang seharusnya pembelian tersebut dilakukan
oleh Bank.
3. DSN-MUI lebih menerapkan peringatan-peringatan yang tegas pada
Lembaga Keuangan Syariah yang menjalankan kegiatan operasionalnya
tidak sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dan Fatwa DSN-MUI.
96
4. Bank harus lebih banyak menyalurkan pembiayaan dengan akad-akad
kerjasama. Melalui akad-akad kerjasama yang kreatif dan inovatif, maka
Bank akan mampu mengembangkan industrinya lebih besar dari saat ini.
97
DAFTAR PUSTAKA
Antonio, Muhammad Syafi’i. Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik. Jakarta:
Gema Insani Press, 2001.
Anwar, Abbas. Dasar-Dasar Sistem Ekonomi Islam. Jakarta: Fakultas Syariah
dan Hukum UIN Syahid, 2009.
Arif, Saefuddin dan Azharudin Lathif. Kontrak Bisnis Syariah. Jakarta:
Fakultas Syariah dan Hukum, 2011.
Bungin, Burhan. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2008.
Dewi, Gemala, dkk. Hukum Perikatan Islam Di Indonesia. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2006
Emzir. Metodelogi Penelitian Kualitatif Analisis Data. Jakarta: Rajawali Pers,
2011.
Ghazaly, Abdul Rahman, dkk. Fiqh Muamalat. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2010.
Jayadi, Abdullah. Beberapa Aspek Tentang Perbankan Syariah. Yogyakarta:
Mitra Pustaka, 2011.
98
Karim, A. Adiwarman. Ekonomi Mikro Islami. Edisi ke-3. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2010.
Karim, Adiwarman A. Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan. Jakarta:
Rajawali Press, 2011.
Lathif, Azharudin. Fiqh Muamalat. Jakarta: UIN Press, 2005.
Latif, Ah. Azharudin dan Nahrowi. Pengantar hukum bisnis Pendekatan
Hukum Positif dan Hukum Islam. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009.
Manurung, Adler H. dan Lutfi T. Rizky. Successful Financial Planner: A
Complete Guide. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2009.
Miru, Ahmadi. Hukum kontrak perancangan kontrak. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2007.
Rais, Isnawati dan Hasanuddin, Fiqh Muamalat Dan Aplikasinya Pada LKS.
Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2011.
Salim. Perancangan Kontrak & Memorandum of Understanding (MoU).
Jakarta : Sinar Grafika, 2007.
Shidiq, Sapiudin. Ushul Fiqh. Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2011.
Soemitra, Andri. Bank Dan Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2010.
Soemitro, Roni Hantijo. Metodelogi Penelitian Hukum dan Jurimetri.
Semarang: Ghalia Indonesia, 1998.
99
Syafe’i, Rachmat. Ilmu Ushul Fiqh. Bandung: Pustaka Setia, 2010.
Syarifudin, Amir. Ushul Fiqh. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008.
UU Perbankan Syariah.
Wangsawidjaja, A. Pembiayaan Bank Syariah. Jakarta: Gramedia, 2012.
Wiroso. Jual Beli Murabahah. Yogyakarta: UII Press, 2005.
www.dsn-mui.co.id
www.syariahmandiri.co.id
LAMPIRAN
ANALISIS STRUKTUR AKAD MURABAHAH MARGIN BERTINGKAT
AKAD PEMBIAYAAN al-MURABAHAH
No. … / … / … /al-Murabahah
BISMILAAHIRRAHMAANIRRAHIIM
“Dan ALLAH SWT telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (Surat Al-Baqarah 2 : 275)
“Hai orang-orang beriman, janganlah kamu makan harta sesama kamu dengan jalan bathil, kecuali melalui
perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu” (Surat An-Nissa’ 4 : 29)
AKAD PEMBIAYAAN al-Murabahah ini dibuat dan ditandatangani di ………. pada hari
………. tanggal ………. Bulan ………. Tahun dua ribu dua belas ( ….. - ….. - 2012) oleh dan
antara :
1. PT. Bank Syariah Mandiri, suatu badan hukum yang didirikan berdasarkan dan
tunduk dibawah Undang-Undang Republik Indonesia, berkedudukan di Jalan MH.
Thamrin No.5 Jakarta Pusat, dengan Akta Pendirian Nomor 23 tanggal 08
September 1999 yang dibuat dihadapan Sutjipto, Sarjana Hukum, Notaris di Jakarta,
dan telah memperoleh persetujuan dan pengesahan dari Menteri Kehakiman dan
Hak Azazi Manusia Republik Indonesia dengan Surat Keputusannya Nomor C-16495
HT.01.04 tanggal 16 September 1999, (“PERSEROAN”), dalam hal ini diwakili oleh
……………….. selaku ……………….. berdasarkan Surat Kuasa No ………………..
tertanggal ……………….. 2012 oleh karenanya sah bertindak untuk dan atas nama
PERSEROAN tersebut, (selanjutnya disebut “Bank”).
2. PT……………………., suatu badan hukum yang didirikan berdasarkan dan tunduk
dibawah Undang-Undang Republik Indonesia, berkedudukan di ……… dengan Akta
Pendirian Nomor ………tanggal …………. yang dibuat dihadapan …………..,
Sarjana Hukum, Notaris di ………., dan telah memperoleh persetujuan dan
pengesahan dari Menteri Kehakiman dan Hak Azazi Manusia Republik Indonesia
Comment [N1]: SUB BAGIAN PEMBUKAAN – Judul Akad.
Comment [N2]: SUB BAGIAN PEMBUKAAN – Kepala Akad.
Comment [N3]: SUB BAGIAN PEMBUKAAN – Tulisan Bismilaahirrahmaanirrahiim.
Comment [N4]: SUB BAGIAN PEMBUKAAN – Terjemahan Ayat Al-Qur’an dan Dasar Hukum.
Comment [N5]: SUB BAGIAN PEMBUKAAN – Terjemahan Ayat Al-Qur’an dan Dasar Hukum.
Comment [N6]: SUB BAGIAN PEMBUKAAN – Kepala Akad.
Comment [N7]: SUB BAGIAN PEMBUKAAN – Komparisasi.
dengan Surat Keputusannya Nomor ……. tanggal …….... dan telah mengalami
beberapa kali perubahan, terakhir dirubah dengan Akta Nomor …….. tanggal
…..……, dibuat dihadapan ………….. Sarjana Hukum, Notaris di ……..
(“PERSEROAN”), dalam hal ini diwakili oleh ……… selaku Direktur,dan telah
memperoleh persetujuan ………., Warga Negara Indonesia, menurut keterangannya
dalam hal ini bertindak sebagai Komisari, oleh karenanya sah bertindak untuk dan
atas nama PERSEROAN tersebut, (selanjutnya disebut “Nasabah”).
Para pihak terlebih dahulu menerangkan hal-hal sebagai berikut :
- Bahwa, NASABAH telah mengajukan permohonan fasilitas pembiayaan kepada
BANK untuk membeli barang (sebagaimana didefinisikan dalam Akad ini), dan
selanjutnya BANK menyetujui, dan dengan akad ini mengikatkan diri untuk
menyediakan fasilitas pembiayaan sesuai dengan ketentuan dan syarat-syarat
sebagaimana dinyatakan dalam Akad ini.
- Bahwa berdasarkan ketentuan syariah, Pembiayaan oleh BANK kepada NASABAH
diatur dan akan berlangsung menurut ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
1. NASABAH untuk dan atas nama BANK membeli barang dari pemasok untuk
memenuhi kepentingan NASABAH dengan Pembiayaan yang disediakan oleh
BANK, dan selanjutnya BANK menjual barang tersebut kepada NASABAH
sebagaimana NASABAH membelinya dari BANK, dengan harga yang telah
disepakati oleh NASABAH dan BANK, tidak termasuk biaya-biaya yang timbul
sehubungan dengan pelaksanaan Akad ini.
2. Penyerahan barang tersebut dilakukan oleh Pemasok langsung kepada
NASABAH dengan sepersetujuan dan sepengetahuan BANK.
3. NASABAH membayar harga pokok ditambah Margin Keuntungan atas jual beli
ini kepada BANK dalam jangka waktu tertentu yang disepakati oleh kedua belah
Comment [N8]: SUB BAGIAN PEMBUKAAN – Komparisasi.
Comment [N9]: SUB BAGIAN PEMBUKAAN – Premise.
pihak, sehingga karenanya sebelum NASABAH membayar lunas harga Pokok
dan Margin Keuntungan kepada BANK, NASABAH berutang kepada BANK.
Selanjutnya kedua belah pihak sepakat menuangkan Akad ini dalam Akad Pembiayaan al-
Murabahah (selanjutnya disebut “Akad”) dengan syarat-syarat serta ketentuan-ketentuan
sebagai berikut :
PASAL 1
DEFINISI
1. Murabahah : Akad jual beli antara bank dan nasabah. Bank membeli barang
yang diperlukan
nasabah dan menjual kepada nasabah yang bersangkutan sebesar
harga
perolehan ditambah dengan keuntungan yang disepakati.
2. Syari’ah adalah : Hukum Islam yang bersumber dari Al-Qur’An, Hadits, Ijma, dan
Qiyas yang mengatur segala hal yang mencakup hukum ibadah
maupun muamalah.
3. Barang adalah : Barang yang dihalalkan berdasarkan Syari’ah, baik materi maupun
cara perolehannya, yang dibeli NASABAH dari Pemasok dengan
pendanaan yang berasal dari Pembiayaan yang disediakan oleh
BANK.
4. Pemasok adalah : Pihak ketiga yang ditunjuk atau setidak-tidaknya disetujui dan
dikuasakan oleh BANK untuk menyediakan barang yang dibeli oleh
NASABAH untuk dan atas nama BANK.
5. Pembiayaan adalah : Pagu atau plafond dana yang disediakan BANK yang digunakan
untuk membeli barang dengan harga beli yang disepakati BANK.
6. Harga beli adalah : Sejumlah uang yang disediakan BANK kepada NASABAH untuk
Comment [N10]: SUB BAGIAN PEMBUKAAN – Premise.
Comment [N11]: SUB BAGIAN PEMBUKAAN – Premise.
Comment [N12]: SUB BAGIAN ISI – Klausul Definisi.
Membeli barang dari Pemasok atas permintaan NASABAH yang
disetujui BANK berdasar Surat Persetujuan Prinsip dari BANK
kepada NASABAH, maksimum sebesar pembiayaan.
7. Margin keuntungan
adalah : Sejumlah uang sebagai keuntungan BANK atas terjadinya jual beli
yang ditetapkan dalam Akad ini, yang harus dibayar oleh
NASABAH kepada BANK sesuai dengan jadwal pembayaran yang
telah disepakati NASABAH dan BANK.
8. Surat Pengakuan
Utang adalah : Surat Pengakuan bahwa NASABAH mempunyai Utang kepada
BANK yang dibuat dan ditandatangani NASABAH dan diterima
serta diakui oleh BANK, hingga karenanya berlaku dan bernilai
sebagai bukti sah tentang adanya kewajiban pembayaran dari
NASABAH kepada BANK sebesar yang terutang. Surat Pengakuan
Utang tidak terbatas pada wesel, promes, dan/atau instrument
lainnya.
9. Dokumen Jaminan
adalah : Segala macam dan bentuk surat bukti tentang kepemilikan atau
hak-hak lainnya atas barang yang dijadikan jaminan guna
menjamin terlaksananya kewajiban NASABAH terhadap BANK
berdasarkan Akad ini.
10. Jangka Waktu
Akad adalah : Masa berlakunya Akad ini sesuai yang ditentukan dalam Pasal 4
Akad ini
11. Hari Kerja Bank
adalah : Hari Kerja Bank Indonesia
12. Pembukuan
Pembiayaan adalah : Pembukuan atas nama NASABAH pada BANK yang khusus
mencatat seluruh transaksi NASABAH sehubungan dengan
Pembiayaan, yang merupakan bukti sah dan mengikat NASABAH
atas segala kewajiban pembayaran, sepanjang tidak dapat
dibuktikan sebaliknya dengan cara yang sah menurut hukum
13. Cidera Janji
Adalah : Peristiwa atau peristiwa-peristiwa sebagaimana yang tercantum
dalam Pasal 8 Akad ini yang menyebabkan BANK dapat
menghentikan seluruh atau sebahagian pembiayaan, dan menagih
dengan seketika dan sekaligus jumlah kewajiban NASABAH
kepada BANK sebelum Jangka Waktu Akad ini.
PASAL 2
PEMBIAYAAN DAN PENGGUNAANNYA
BANK berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk menyediakan fasilitas Pembiayaan
kepada NASABAH yang akan digunakan untuk membeli barang, dan NASABAH berjanji
serta dengan ini mengikatkan diri untuk menerima pembiayaan tersebut dari dan karenanya
telah berutang kepada BANK sejumlah sebagai berikut :
Harga Pokok : Rp XXX
Margin : Rp XXX
( + )
Harga Jual : Rp XXX
Angsuran Pendahuluan : Rp XXX
( - )
Pembayaran yang diangsur : Rp XXX
Terbilang
(………………………………………………………………………………………………)
PASAL 3
PENARIKAN PEMBIAYAAN
1. Dengan tetap memperhatikan dan menaati ketentuan-ketentuan tentang pembatasan
penyediaan dana yang ditetapkan oleh yang berwenang, BANK berjanji dengan ini
mengikatkan diri untuk mengizinkan NASABAH menarik Pembiayaan, setelah
NASABAH memenuhi seluruh persyaratan sebagai berikut :
Comment [N13]: SUB BAGIAN ISI – Klausul Objek Akad Atau Jumlah Pembiayaan.
Comment [N14]: SUB BAGIAN ISI – Klausul Pre-Disbursment Atau Conditions Precedent.
a. Telah menyerahkan kepada BANK Permohonan Realisasi Pembiayaan yang
berisi rincian barang yang akan dibiayai dengan fasilitas Pembiayaan, serta
tanggal kepada siapa pembayaran tersebut harus dilakukan. Surat Permohonan
tersebut harus sudah diterima oleh BANK selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja
Bank dari saat pembayaran harus dilakukan.
b. Telah menyerahkan kepada BANK seluruh dokumen NASABAH, termasuk dan
tidak terbatas pada dokumen-dokumen jaminan yang berkaitan dengan Akad ini.
c. Telah mendatangani Akad ini dan Akad-Akad Jaminan yang disyaratkan.
d. Telah menyerahkan bukti-bukti tentang kepemilikan atau hak lain atas barang
jaminan, serta akta-akta pengikatan jaminannya.
e. Terhadap setiap penarikan sebagian atau seluruh Pembiyaan, NASABAH
berkewajiban membuat dan menandatangani Tanda Bukti Penerimaan uangnya,
dan menyerahkannya kepada BANK.
2. Sebagai bukti telah diserahkannya setiap surat, dokumen bukti kepemilikan atas
jaminan, dan/atau akta dimaksud oleh NASABAH kepada BANK, BANK
berkewajiban untuk menerbitkan dan menyerahkan Tanda Bukti Penerimaannya
kepada NASABAH.
3. Terhadap setiap penarikan sebagian atau seluruh Pembiayaan, NASABAH wajib
menyerahkan “Surat Sanggup” untuk membayar kepada BANK.
PASAL 4
JANGKA WAKTU DAN CARA PEMBAYARAN
1. NASABAH berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk membayar kembali jumlah
seluruh pembiayaan kepada BANK sebagaimana disebutkan pada Pasal 2 Akad ini
dalam jangka waktu…… (………….) bulan terhitung dari tanggal Akad ini
ditandatangani, dengan cara mengangsur pada tiap-tiap bulan sesuai dengan
“jadwal angsuran” yang ditetapkan dalam “Surat Sanggup” yang merupakan lampiran
dari Akad ini untuk membayar, dan melunasi pada saat jatuh tempo.
2. Setiap pembayaran oleh NASABAH kepada BANK lebih dahulu digunakan untuk
melunasi biaya administrasi dan biaya-biaya lainnya berdasarkan Akad ini dan
Comment [N15]: SUB BAGIAN ISI – Klausul Jangka Waktu Pembiayaan.
sisanya baru dihitung sebagai pembayaran angsuran/pelunasan atas harga pokok
barang dan Margin Keuntungan BANK.
3. Dalam hal jatuh tempo pembayaran kembali Pembayaran jatuh bertepatan dengan
bukan pada hari kerja BANK, maka NASABAH berjanji dan dengan ini mengikatkan
diri untuk melakukan pembayaran pada hari pertama BANK bekerja kembali.
4. Dalam hal terjadi keterlambatan pembayaran oleh NASABAH kepada BANK, maka
NASABAH berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk membayar biaya
administrasi kepada BANK sebesar Rp …………… ( ……………….. ) untuk tiap-tiap
hari keterlambatan, terhitung sejak saat kewajiban pembayaran tersebut jatuh tempo
sampai dengan tanggal dilaksanakannya pembayaran kembali.
5. Denda keterlambatan tersebut dibayar sekaligus lunas, atas tagihan pertama BANK,
dalam hal ini lewatnya waktu telah merupakan bukti bahwa NASABAH tidak atau
terlambat atau kurang membayar jumlah terhutang, sehingga tidak diperlukan
terguran atau bukti dalam bentuk apapun.
PASAL 5
TEMPAT PEMBAYARAN
1. Setiap pembayaran kembali/pelunasan utang oleh NASABAH kepada BANK
dilakukan dikantor BANK atau di tempat lain yang ditunjuk BANK, atau dilakukan
melalui rekening yang dibuka oleh dan atas nama NASABAH di BANK.
2. Dalam hal pembayaran dilakukan melalui rekening NASABAH di BANK, maka
dengan ini NASABAH memberi kuasa yang tidak dapat berakhir karena sebab-sebab
yang ditentukan dalam Pasal 1813, 1814, 1816 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata kepada BANK untuk mendebet rekening NASABAH guna
membayar/melunasi utang NASABAH.
PASAL 6
BIAYA, POTONGAN, DAN PAJAK
1. NASABAH berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk menanggung segala biaya
yang diperlukan berkenaan dengan pelaksanaan Akad ini, termasuk jasa Notaris,
Comment [N16]: SUB BAGIAN ISI – Klausul Pemberian Kuasa Pada Bank.
Comment [N17]: SUB BAGIAN ISI – Klausul Pemberian Kuasa Pada Bank.
jasa Appraisal, biaya asuransi dan jasa lainnya, sepanjang hal itu diberitahukan
BANK kepada NASABAH sebelum ditandatanganinya Akad ini, dan NASABAH
menyatakan persetujuannya.
2. Setiap pembayaran kembali/pelunasan utang sehubungan dengan Akad ini dan
Akad lainnya yang mengikat NASABAH dan BANK, dilakukan oleh NASABAH
kepada BANK tanpa potongan, pungutan, bea, pajak, dan/atau biaya-biaya lainnya,
kecuali jika potongan tersebut diharuskan berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
3. NASABAH berjanji dan dengan ini mengikatkan diri, bahwa setiap biaya, potongan,
dan Pajak yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku, akan
dilakukan pembayarannya oleh NASABAH melalui BANK.
PASAL 7
JAMINAN
Untuk menjamin tertibnya pembayaran kembali/pelunasan Pembiayaan dan Margin
Keuntungan tepat pada waktu yang telah disepakati kedua belah pihak berdasarkan Akad ini,
maka NASABAH berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk menyerahkan jaminan dan
membuat pengikatan jaminan kepada BANK sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Akad ini. Jenis barang
jaminan yang diserahkan adalah berupa :
1. ………………………………
2. ………………………………
3. ………………………………
PASAL 8
KEWAJIBAN NASABAH
Sehubungan dengan fasilitas Pembiayaan oleh BANK kepada NASABAH, berdasarkan akad
ini, NASABAH berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk :
1. Memberitahukan secara tertulis kepada BANK dalam hal terjadinya perubahan yang
menyangkut NASABAH maupun usahanya.
Comment [N18]: SUB BAGIAN ISI – Klausul Jaminan
Comment [N19]: SUB BAGIAN ISI – Klausul Affirmative Covenant.
2. Melakukan pembayaran atas semua tagihan dari pihak ketiga, dan setiap
penerimaan tagihan dari Pihak Ketiga disalurkan melalui rekening NASABAH di
BANK.
3. Membebaskan seluruh harta kekayaan milik NASABAH dari beban penjaminan
terhadap pihak-pihak lain, kecuali penjaminan bagi kepentingan BANK berdasarkan
Akad ini.
4. Menyerahkan kepada BANK setiap dokumen, bahan-bahan dan/atau keterangan-
keterangan yang diminta BANK kepada NASABAH.
5. Menjalankan usahanya menurut ketentuan-ketentuan, atau setidak-tidaknya, tidak
menyimpang atau bertentangan dengan prinsip-prinsip Syari’ah.
PASAL 9
CIDERA JANJI
Menyimpang dari ketentuan dalam Pasal 4 Akad ini, BANK berhak untuk menuntut/menagih
pembayaran dari NASABAH atau siapapun juga yang memperoleh hak darinya, atas
sebagian atau seluruh jumlah pembiayaan NASABAH kepada BANK berdasarkan akad ini,
untuk dibayar dengan seketika dan sekaligus, tanpa adanya surat pemberitahuan, surat
teguran, atau surat lainnya, atau BANK menempuh penyelesaian secara litigasi, apabila
terjadi salah satu hal atau peristiwa tersebut dibawah ini :
1. NASABAH tidak melaksanakan kewajiban pembayaran/pelunasan tepat pada waktu
yang diperjanjikan sesuai dengan tanggal jatuh tempo Surat Sanggup Membayar
yang telah diserahkan NASABAH kepada BANK.
2. Dokumen atau keterangan yang diserahkan/diberikan NASABAH kepada BANK
sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 10 palsu, tidak sah, atau tidak benar.
3. NASABAH tidak memenuhi dan/atau melanggar ketentuan-ketentuan tersebut dalam
Pasal 11 Akad ini.
4. Apabila berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau kemudian
berlaku, NASABAH tidak dapat/berhak menjadi NASABAH.
5. NASABAH dinyatakan dalam keadaan pailit, ditaruh dibawah pengampuan,
dibubarkan, insolvensi dan/atau likuidasi.
6. NASABAH atau Pihak Ketiga telah memohon kepailitan terhadap NASABAH.
Comment [N20]: SUB BAGIAN ISI – Klausul Event of Default atau Trigger Clause atau Klausul Percepatan (Acceleration Clause)
7. Apabila karena sesuatu sebab, sebagian atau seluruh Akta Jaminan dinyatakan batal
berdasarkan Putusan Pengadilan atau Badan Arbitrase.
8. Apabila pihak yang mewakili NASABAH dalam Akad ini menjadi pemboros,
pemabuk, atau dihukum berdasar Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan tetap
dan pasti (in kracht van gewijsde) karena perbuatan kejahatan yang dilakukannya,
yang diancam dengan hukuman penjara atau kurungan satu tahun atau lebih.
9. NASABAH tidak memenuhi salah satu ketentuan Akad ini, dan atau dokumen
Pengikatan Agunan atau dokumen terkait lainnya.
10. …… (Note : dapat ditambahkan sesuai dengan persyaratan dalam persyaratan SP3
mengenai cidera janji yang terdapat dalam SP3)
PASAL 10
AKIBAT CIDERA JANJI
1. Apabila NASABAH tidak melaksanakan pembayaran seketika dan sekaligus karena
suatu hal atau peristiwa tersebut dalam Pasal 9 Akad ini, maka BANK, berhak
menjual barang jaminan, dan uang hasil penjualan barang jaminan tersebut
digunakan BANK untuk mambayar/melunasi uang atau sisa utang NASABAH
kepada BANK.
2. Apabila hasil penjualan barang jaminan dilakukan BANK melalui pelelangan di muka
umum, maka NASABAH dan BANK berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk
menerima harga yang terjadi setelah dikurangi biaya-biaya, sebagai harga jual
barang jaminan.
3. Jika hasil penjualan barang jaminan tidak mencukupi untuk membayar utang
NASABAH kepada BANK, maka NASABAH berjanji dan dengan ini mengikatkan diri
untuk tetap bergabung melunasi sisa utangnya yang belum dibayar sampai dengan
lunas, dan sebaliknya, apabila hasil penjualan barang jaminan melebihi jumlah utang
atau sisa utang NASABAH kepada BANK, maka BANK berjanji dan dengan ini
mengikatkan diri untuk menyerahkan kelebihan tersebut kepada NASABAH.
PASAL 11
PERNYATAAN DAN JAMINAN NASABAH
Comment [N21]: SUB BAGIAN ISI – Klausul Sanksi
Comment [N22]: SUB BAGIAN ISI – Klausul Representation and Warranties.
NASABAH dengan ini menyatakan mengakui kepada BANK, sebagaimana BANK menerima
pernyataan pengakuan NASABAH tersebut, sebagai berikut :
1. NASABAH berhak dan berwenang sepenuhnya untuk menandatangani Akad ini dan
seluruh dokumen yang menyertainya, serta untuk menjalankan usahanya.
2. NASABAH menjamin, bahwa segala dokumen dan akta yang ditandatangani oleh
NASABAH berkaitan dengan Akad ini, keberadaannya tidak melanggar atau
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau Anggaran Dasar
perusahaan NASABAH yang berlaku, sehingga karenanya sah, berkekuatan hukum,
serta mengikta NASABAH dalam menjalankan Akad ini, dan demikian pula tidak
dapat menghalangi-halangi pelaksanaannya.
3. NASABAH menjamin, bahwa pada saat penandatanganan Akad ini para pemegang
saham, Direksi serta para anggota Komisaris Perusahaan NASABAH telah
mengetahui dan memberikan persetujuannya terhadap Akad ini, dan demikian pula
NASABAH menjamin dan karenanya membebaskan BANK dari segala gugatan atau
tuntutan yang diajukan oleh Pihak Ketiga terhadap NASABAH.
4. NASABAH menjamin, bahwa setiap pembelian barang dari Pihak Ketiga, barang
tersebut bebas dari penyitaan, pembebanan, tuntutan gugatan atau hak untuk
menebus kembali.
5. NASABAH berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk dari waktu ke waktu
menyerahkan kepada BANK, jaminan tambahan yang dinilai cukup oleh BANK,
selama kewajiban membayar utang atau sisa utang kepada BANK belum lunas.
6. ………. ((Note : dapat ditambahkan sesuai dengan persyaratan dalam persyaratan
mengenai pernyataan dan jaminan yang terdapat dalam SP3)
PASAL 12
PEMBATASAN TERHADAP TINDAKAN NASABAH
Comment [N23]: SUB BAGIAN ISI – Klausul Negative Covenant.
NASABAH berjanji dan dengan ini mengikatkan diri, bahwa selama masa berjalannya Akad
ini, NASABAH, kecuali setelah mendapatkan persetujuan tertulis dari BANK, tidak akan
melakukan sebagian atau seluruhnya dari perbuatan-perbuatan sebagai berikut:
1. Melakukan akuisisi, merger, restrukturisasi dan/atau konsolidasi perusahaan
NASABAH dengan perusahaan atau perorangan lain.
2. Menjual baik sebagian atau seluruh aset perusahaan NASABAH yang nyata-nyata
akan mempengaruhi kemampuan atau cara membayar atau melunasi utang atau
sisa utang NASABAH kepada BANK, kecuali menjual barang dagangan yang
menjadi kegiatan usaha NASABAH.
3. Membuat utang lain kepada Pihak Ketiga.
4. Mengubah Anggaran Dasar, susunan pemegang saham, Komisaris, dan/atau Direksi
perusahaan NASABAH.
5. Melakukan investasi baru, baik yang berkaitan langsung atau tidak langsung dengan
tujuan perusahaan NASABAH.
6. Memindahkan kedudukan/lokasi barang maupun barang jaminan dari
kedudukan/lokasi barang itu semula atau sepatutnya berada, dan/atau mengalihkan
hak atas barang atau barang jaminan yang bersangkutan kepada pihak lain.
7. Mengajukan permohonan kepada yang berwenang untuk menunjuk eksekutor,
kurator, likuidator atau pengawas atas sebagian atau seluruh harta kekayaannya.
8. ………. (Note : dapat ditambahkan sesuai dengan persyaratan dalam persyaratan
mengenai pembatsan terhadap tindakan nasabah (negative covenant) yang terdapat
dalam SP3)
PASAL 13
RISIKO
NASABAH atas tanggung jawabnya, berkewajiban melakukan pemeriksaan, baik terhadap
keadaan fisik barang maupun terhadap sahnya dokumen-dokumen atau surat-surat bukti
kepemilikan atau hak atas barang yang bersangkutan, sehingga apabila terjadi sesuatu, hal
terhadap barang tersebut, sejak Akad ini ditandatangani seluruh resiko sepenuhnya menjadi
Comment [N24]: SUB BAGIAN ISI – Klausul Spesifik.
tanggung jawab NASABAH, dan karena itu pula NASABAH berjanji dan dengan ini
mengikatkan diri untuk membebaskan BANK dari segala resiko tersebut.
PASAL 14
ASURANSI
NASABAH berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk menutup asuransi berdasar
Syari’ah atas bebannya terhadap seluruh barang dan jaminan bagi Pembiayaan berdasar
Akad ini, pada perusahaan asuransi yang ditunjuk oleh BANK, dengan menunjuk dan
menetapkan BANK sebagai pihak yang berhak menerima pembayaran claim asuransi
tersebut (bankers claus).
PASAL 15
PENGAWASAN
NASABAH berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk memberikan izin kepada BANK
atau pihak/petugas yang ditunjuknya, guna melaksanakan pengawasan/pemeriksaan
terhadap barang jaminan, serta pembukuan dan catatan pada setiap saat selama
berlangsungnya Akad ini, dan kepada wakil BANK tersebut diberi hak untuk memuat photo
copy dari pembukuan dan catatan yang bersangkutan.
PASAL 16
PENYELESAIAN PERSELISIHAN
1. Apabila terjadi perbedaan pendapat dalam memahami atau menafsirkan bagian-
bagian dari isi, atau terjadi perselisihan dalam melaksanakan Perjanjian ini, maka
NASABAH dan BANK akan berusaha menyelasaikannya secara musyawarah untuk
mufakat.
2. Apabila usaha menyelesaikan perbedaan pendapat atau perselisihan melalui
musyawarah untuk mufakat tidak menghasilkan keputusan yang disepakati oleh
kedua belah pihak, maka dengan ini NASABAH dan BANK sepakat untuk menunjuk
dan menetapkan serta memberi kuasa kepada Pengadilan Negeri ……………………
Comment [N25]: SUB BAGIAN ISI – Klausul Agunan Pembiayaan dan Asuransi Barang Agunan.
Comment [N26]: SUB BAGIAN ISI – Klausul Hak-Hak Bank Melakukan Pengawasan.
Comment [N27]: SUB BAGIAN ISI – Klausul Pemilihan Hukum dan Domisili.
untuk memberikan putusannya, menurut tata cara dan prosedur yang ditetapkan oleh
dan berlaku di Pengadilan tersebut.
PASAL 17
LAIN-LAIN
1. Akad fasilitas pembiayaan a-Murabahah ini merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan dengan Surat Penegasan Persetujuan Pembiayaan No
…………………….. tanggal …………., ………… (dapat menyebutkan juga
dokumen lain yang terkait).
2. Meskipun syarat-syarat yang disebutkan dalam Pasal 3 dan/atau ketentuan-
ketentuan lain dalam Akad ini dan/atau Akad turunan lainya yang menjadi satu
kesatuan dengan Akad ini, berikut dengan segala perubahan, penambahan dan atau
penggantiannya yang mungkin dapat dibuat dikemudian hari telah terpenuhi, namun
apabila terjadi suau perubahan kebijakan Pembiayaan di BANK yang disebabkan
adanya perubahan kondisi ekonomi makro, perubahan regulasi pemerintah, dan atau
perubahan peraturan pembiayaan internal BANK yang tidak terbatas pada
pengaturan pendanaan dan atau likuiditas sehingga menyebabkan Akad
Pembiayaan ini harus ditinjau kembali, maka dengan pertimbangan BANK semata-
mata, BANK berhak menunda pencairan pembiayaan baik secara sebagian maupun
seluruh sisa plafond pembiayaan yang belum dicairkan dan atau ditarik, dan
NASABAH bersedia serta membebaskan BANK dari tuntutan ganti rugi apapun atas
penundaan tersebut.
3. Apabila BANK melaksanakan hak tersebut pada Pasal 17 ayat (2) Akad Pembiayaan
ini, maka dengan ini NASABAH menyatakan membebaskan BANK dari segala
tuntutan ganti rugi apapun baik yang telah ada maupun yang akan ada yang
disebabkan oleh akibat langsung maupun akibat tidak langsung dari
dilaksanakannya hak tersebut.
4. Kelalaian atau keterlambatan BANK dalam menggunakan hak kekuasaannya sesuai
dengan isi akad ini tidak berarti sebagai pelepasan hak.
5. Lain-lain sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada BANK dan atau akan
ditetapkan kemudian oleh BANK.
Comment [N28]: SUB BAGIAN ISI – Klausul Spesifik.
PASAL 18
PEMBERITAHUAN
Setip pemberitahuan dan komunikasi sehubungan dengan Akad ini dianggap telah
disampaikan secara baik dan sah, apabila dikirim dengan surat tercatat atau disampaikan
secara pribadi dengan tanda terima ke alamat dibawah ini :
NASABAH :
……………………………………………………………………………………………………...
ALAMAT :
……………………………………………………………………………………………………...
……………………………………………………………………………………………………...
BANK : PT BANK SYARIAH MANDIRI
ALAMAT :
……………………………………………………………………………………………………...
……………………………………………………………………………………………………...
PASAL 19
PENUTUP
1. Apabila ada hal-hal yang belum diatur atau belum cukup diatur dalam Akad ini, maka
NASABAH dan BANK akan mengaturnya bersama secara musyawarah untuk
mufakat dalam suatu Addendum.
2. Tiap Addendum dari Akad ini merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari
akad ini.
3. Surat Akad ini dibuat dan ditandatangani oleh NASABAH dan BANK diatas kertas
yang bermaterai cukup dalam rangkap 2 (dua) yang masing-masing berlaku sebagai
aslinya bagi kepentingan masing-masing pihak.
Comment [N29]: SUB BAGIAN ISI – Klausul Lain-Lain.
Comment [N30]: SUB BAGIAN PENUTUP – Pernyataan Para Pihak Tentang Tiadanya Hal-Hal Yang Membtalkan Akad.
PT BANK SYARIAH MANDIRI
………………………………………….
NASABAH
Materai 6000
......................................................
Comment [N31]: SUB BAGIAN PENUTUP - Penandatanganan
Comment [N32]: SUB BAGIAN PENUTUP - Penandatanganan
ANALISIS KESESUAIAN AKAD MURABAHAH MARJIN BERTINGKAT
DENGAN PRINSIP-PRINSIP MUAMALAH BERDASARKAN FATWA DSN
MUI No. 84/DSN-MUI/XII/2012
AKAD PEMBIAYAAN al-MURABAHAH
No. … / … / … /al-Murabahah
BISMILAAHIRRAHMAANIRRAHIIM
“Dan ALLAH SWT telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (Surat Al-Baqarah 2 : 275)
“Hai orang-orang beriman, janganlah kamu makan harta sesama kamu dengan jalan bathil, kecuali melalui
perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu” (Surat An-Nissa’ 4 : 29)
AKAD PEMBIAYAAN al-Murabahah ini dibuat dan ditandatangani di ………. pada hari
………. tanggal ………. Bulan ………. Tahun dua ribu dua belas ( ….. - ….. - 2012) oleh dan
antara :
1. PT. Bank Syariah Mandiri, suatu badan hukum yang didirikan berdasarkan dan
tunduk dibawah Undang-Undang Republik Indonesia, berkedudukan di Jalan MH.
Thamrin No.5 Jakarta Pusat, dengan Akta Pendirian Nomor 23 tanggal 08
September 1999 yang dibuat dihadapan Sutjipto, Sarjana Hukum, Notaris di Jakarta,
dan telah memperoleh persetujuan dan pengesahan dari Menteri Kehakiman dan
Hak Azazi Manusia Republik Indonesia dengan Surat Keputusannya Nomor C-16495
HT.01.04 tanggal 16 September 1999, (“PERSEROAN”), dalam hal ini diwakili oleh
……………….. selaku ……………….. berdasarkan Surat Kuasa No ………………..
tertanggal ……………….. 2012 oleh karenanya sah bertindak untuk dan atas nama
PERSEROAN tersebut, (selanjutnya disebut “Bank”).
2. PT……………………., suatu badan hukum yang didirikan berdasarkan dan tunduk
dibawah Undang-Undang Republik Indonesia, berkedudukan di ……… dengan Akta
Pendirian Nomor ………tanggal …………. yang dibuat dihadapan …………..,
Sarjana Hukum, Notaris di ………., dan telah memperoleh persetujuan dan
pengesahan dari Menteri Kehakiman dan Hak Azazi Manusia Republik Indonesia
dengan Surat Keputusannya Nomor ……. tanggal …….... dan telah mengalami
beberapa kali perubahan, terakhir dirubah dengan Akta Nomor …….. tanggal
…..……, dibuat dihadapan ………….. Sarjana Hukum, Notaris di ……..
(“PERSEROAN”), dalam hal ini diwakili oleh ……… selaku Direktur,dan telah
memperoleh persetujuan ………., Warga Negara Indonesia, menurut keterangannya
dalam hal ini bertindak sebagai Komisari, oleh karenanya sah bertindak untuk dan
atas nama PERSEROAN tersebut, (selanjutnya disebut “Nasabah”).
Para pihak terlebih dahulu menerangkan hal-hal sebagai berikut :
- Bahwa, NASABAH telah mengajukan permohonan fasilitas pembiayaan kepada
BANK untuk membeli barang (sebagaimana didefinisikan dalam Akad ini), dan
selanjutnya BANK menyetujui, dan dengan akad ini mengikatkan diri untuk
menyediakan fasilitas pembiayaan sesuai dengan ketentuan dan syarat-syarat
sebagaimana dinyatakan dalam Akad ini.
- Bahwa berdasarkan ketentuan syariah, Pembiayaan oleh BANK kepada NASABAH
diatur dan akan berlangsung menurut ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
1. NASABAH untuk dan atas nama BANK membeli barang dari pemasok untuk
memenuhi kepentingan NASABAH dengan Pembiayaan yang disediakan oleh
BANK, dan selanjutnya BANK menjual barang tersebut kepada NASABAH
sebagaimana NASABAH membelinya dari BANK, dengan harga yang telah
disepakati oleh NASABAH dan BANK, tidak termasuk biaya-biaya yang timbul
sehubungan dengan pelaksanaan Akad ini.
Comment [N1]: KETENTUAN UMUM FATWA HURUF (d) FATWA – At-Tamwil bi al-Murabahah (Pembiayaan Murabahah)
2. Penyerahan barang tersebut dilakukan oleh Pemasok langsung kepada
NASABAH dengan sepersetujuan dan sepengetahuan BANK.
3. NASABAH membayar harga pokok ditambah Margin Keuntungan atas jual beli
ini kepada BANK dalam jangka waktu tertentu yang disepakati oleh kedua belah
pihak, sehingga karenanya sebelum NASABAH membayar lunas harga Pokok
dan Margin Keuntungan kepada BANK, NASABAH berutang kepada BANK.
Selanjutnya kedua belah pihak sepakat menuangkan Akad ini dalam Akad Pembiayaan al-
Murabahah (selanjutnya disebut “Akad”) dengan syarat-syarat serta ketentuan-ketentuan
sebagai berikut :
PASAL 1
DEFINISI
1. Murabahah : Akad jual beli antara bank dan nasabah. Bank membeli barang
yang diperlukan nasabah dan menjual kepada nasabah yang
bersangkutan sebesar harga perolehan ditambah dengan
keuntungan yang disepakati.
2. Syari’ah adalah : Hukum Islam yang bersumber dari Al-Qur’An, Hadits, Ijma, dan
Qiyas yang mengatur segala hal yang mencakup hukum ibadah
maupun muamalah.
3. Barang adalah : Barang yang dihalalkan berdasarkan Syari’ah, baik materi maupun
cara perolehannya, yang dibeli NASABAH dari Pemasok dengan
pendanaan yang berasal dari Pembiayaan yang disediakan oleh
BANK.
4. Pemasok adalah : Pihak ketiga yang ditunjuk atau setidak-tidaknya disetujui dan
dikuasakan oleh BANK untuk menyediakan barang yang dibeli oleh
NASABAH untuk dan atas nama BANK.
Comment [N2]: KETENTUAN UMUM FATWA HURUF (c) FATWA – Murabahah
5. Pembiayaan adalah : Pagu atau plafond dana yang disediakan BANK yang digunakan
untuk membeli barang dengan harga beli yang disepakati BANK.
6. Harga beli adalah : Sejumlah uang yang disediakan BANK kepada NASABAH untuk
Membeli barang dari Pemasok atas permintaan NASABAH yang
disetujui BANK berdasar Surat Persetujuan Prinsip dari BANK
kepada NASABAH, maksimum sebesar pembiayaan.
7. Margin keuntungan
adalah : Sejumlah uang sebagai keuntungan BANK atas terjadinya jual beli
yang ditetapkan dalam Akad ini, yang harus dibayar oleh
NASABAH kepada BANK sesuai dengan jadwal pembayaran yang
telah disepakati NASABAH dan BANK.
8. Surat Pengakuan
Utang adalah : Surat Pengakuan bahwa NASABAH mempunyai Utang kepada
BANK yang dibuat dan ditandatangani NASABAH dan diterima
serta diakui oleh BANK, hingga karenanya berlaku dan bernilai
sebagai bukti sah tentang adanya kewajiban pembayaran dari
NASABAH kepada BANK sebesar yang terutang. Surat Pengakuan
Utang tidak terbatas pada wesel, promes, dan/atau instrument
lainnya.
9. Dokumen Jaminan
adalah : Segala macam dan bentuk surat bukti tentang kepemilikan atau
hak-hak lainnya atas barang yang dijadikan jaminan guna
menjamin terlaksananya kewajiban NASABAH terhadap BANK
berdasarkan Akad ini.
10. Jangka Waktu
Akad adalah : Masa berlakunya Akad ini sesuai yang ditentukan dalam Pasal 4
Akad ini
11. Hari Kerja Bank
adalah : Hari Kerja Bank Indonesia
12. Pembukuan
Pembiayaan adalah : Pembukuan atas nama NASABAH pada BANK yang khusus
mencatat seluruh transaksi NASABAH sehubungan dengan
Pembiayaan, yang merupakan bukti sah dan mengikat NASABAH
atas segala kewajiban pembayaran, sepanjang tidak dapat
dibuktikan sebaliknya dengan cara yang sah menurut hukum
13. Cidera Janji
Adalah : Peristiwa atau peristiwa-peristiwa sebagaimana yang tercantum
dalam Pasal 8 Akad ini yang menyebabkan BANK dapat
menghentikan seluruh atau sebahagian pembiayaan, dan menagih
dengan seketika dan sekaligus jumlah kewajiban NASABAH
kepada BANK sebelum Jangka Waktu Akad ini.
PASAL 2
PEMBIAYAAN DAN PENGGUNAANNYA
BANK berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk menyediakan fasilitas Pembiayaan
kepada NASABAH yang akan digunakan untuk membeli barang, dan NASABAH berjanji
serta dengan ini mengikatkan diri untuk menerima pembiayaan tersebut dari dan karenanya
telah berutang kepada BANK sejumlah sebagai berikut :
Harga Pokok : Rp XXX
Margin : Rp XXX
( + )
Harga Jual : Rp XXX
Angsuran Pendahuluan : Rp XXX
( - )
Pembayaran yang diangsur : Rp XXX
Terbilang
(………………………………………………………………………………………………)
Comment [N3]: KETENTUAN UMUM FATWA HURUF (e) FATWA – Harga Jual (Tsaman)
Comment [N4]: KETENTUAN UMUM FATWA HURUF (d) FATWA – At-Tamwil bi al-Murabahah (Pembiayaan Murabahah)
r~~.)-~~v~~'.: .....
",. ..,.. r-
~ ;; .....•••...
DEWAN SYARIAH NASIONAL MUINational Sharia Board - Indonesian Council of UlamaSekretariat: JI. Dempo No.19 Pegangsaan -Jakarta Pusat 10320 Telp. : (021) 3904146 Fax.:(021) 31903288
FATWADEWAN SYARIAH NASIONAL
NO: 84/DSN-MUIIXII/2012
Tentang
MET ODE PENGAKUAN KEUNTUNGAN Al-TAMWIL BI AL-MURABAHAH(PEMBIAYAAN MURABAHAH) DI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
Dewan Syariah Nasional- Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) setelah:
Menimbang : a. bahwa dalam pengakuan keuntungan pembiayaan murabahah yangdiaplikasikan oleh Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dikenalantara lain dua metode, yaitu metode proporsional dan metodeanuitas;
b. bahwa penerapan salah satu dari dua metode pengakuan keuntunganpembiayaan murabahah tersebut menimbulkan permasalahan bagikalangan industri dan masyarakat, sehingga memerlukan kejelasandari aspek syariah mengenai kedua metode pengakuan keuntunganpembiayaan murabahah tersebut;
c. bahwa Lembaga Keuangan Syariah memerlukan metode pengakuankeuntungan pembiayaan murabahah yang dapat mendorongpertumbuhan Lembaga Keuangan Syariah yang sehat;
d. bahwa atas dasar pertimbangan huruf a b, dan c, Dewan SyariahNasional - Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) memandang perluuntuk menetapkan fatwa tentang metode pengakuan keuntunganpembiayaan murabahah di Lembaga Keuangan Syariah untukdijadikan pedoman.
Mengingat 1. Firman Allah s.w.t., antara lain:
a. QS. al-Nisa' [4]: 29:'" .J. 0 "" {jj 0 J J -'" '" .J.J 2 ",. ~ M
• e C'::' i ~I IL.LJL, e c: ° <1(Oi (I("'\J~ (~/T ~ °jJI 1/.' 1SU~ U ~ If'" . . r-'~ r-'''''.r" y-- y J.. ~ -", ,.. " ", "'"
J "
... ~ uP1) 0P oJb;'" ~ "'"
"Hai orang yang beriman! Janganlah kalian saling memakan(mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecualidengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela diantaramu ... "
Dewan Syariah Nasiona.l - Majelis Ulama Indonesia
84 Metode Pengakuan Keuntungan Pembiayaan Murabahah 2
b. QS. al-Ma'idah [5]: 1:
"Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu .... "
c. QS. al-Ma'idah [5]: 2:
~ljUlj ~yi ~ Ijj~ ~j l>~lj 11 ~ Ijj~j ...••• 0 :;J tfJ ~ "
.ylkJI ~.G. aJI01aJI1~lj
" ...Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalamberbuat dosa dan permusuhan. Dan bertakwalah kamu kepadaAllah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. "
d. QS. al-Baqarah [2]: 283:..-: "" ..-: 0 'f. ;1J ~ 0..... J .•. 0 .•.•
.. .~~~I pj ,~~I ~jl l>~1~~ \~~!~ ~i 0~..
" ...Maka, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain,hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya danhendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya ... ".
2. Hadis Nabi s.a.w., antara lain:
a. Hadis Nabi riwayat Ibnu Majah dari 'Ubadah bin Shamit,riwayat Ahmad dari Ibnu 'Abbas, dan riwayat Imam Malik dariYahya:
,. .... 0/ ,.:/1 .... ;1J :;I ;1J..... $1/
~I~ ~j ~~ ~ 0i ~ (.Lj~ ill1 ~ ~I J~~ 0i
:yL.£JI/ ~ cj ~L,a.....JIJ. O~~ tY' <t;>,-L. J.I <t;>,-.r:-i):~.1JI ~j 'Oj~ ~L. ~ cj ls-! o" :yl)1 'i~~1
(~ tY' ~L. J 'd~ J.I tY' -Lri olJjJ .r ii'"Rasulullab s.a.w. menetapkan: Tidak boleh membahayakan/merugikan orang lain dan tidak boleh (pula) membalas bahaya(kerugian yang ditimbulkan oleh orang lain) dengan bahaya(perbuatan yang merugikannya). " (HR. Ibnu Majah dari Ubadahbin Shamit dalam Kitab Sunan al-Tirmidzi, Kitab: Ahkam, babman bana fi haqqihi ma yadhurru bi jarihi, No: 2331; HR.Ahmad dari Ibnu Abbas dan HR Malik dari Yahya)
b. Hadis riwayat Imam Tirmidzi, Sunan Tirmidzi, Kitab Ahkam,bab: ma dzukira 'an Rasulillah, No:<1272:
tJj "... ••• .p.", /. o;1J 0 0, ",-
~In l~i0 i ~yG.../ .•/ ~ ~I /. ~o :11 /. 0/ "•• ~ :"'1'"",\1? .r: J i? ~U'"u ~ ~ C-'-I~I// "'\~'I0 'I~r~l//r;./ If 0 /, ~rl~.t, n, I;". ~ } 10 } il/
.1...4 .r" u- J LJI.:>- i? W.r" l ~ ~ Jr cs:" U.J"~~ ..~. J
Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia
84 Metode Pengakuan Keuntungan Pembiayaan Murabahah 3
"Perdamaian boleh dilakukan di an tara kaum muslimin kecualiperdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkanyang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syaratmereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal ataumenghalalkan yang haram. "
c. Hadis Mauquflbnu Mas'ud:
~~,.. ~\ ,..~ ,..J: \: ~:..~0 J 10 J \\ ~-\" I".~ .ul ~ ~ uy>- •...~ 0) \.,4
"Apa yang dipandang baik c:leh umat Islam, baik pula di sisiAllah." (HR Ahmad, Musnad Ibn Hanbal, kitab: al-Muktsirinmin al-Shabahah, bab: Musnad Abdullah Ibnu Mas'ud, No.3418; Radd al-Muhtar 'ala Dur al-Mukhtar, Ibnu 'Abidin, Daral-Kutub al-Tlmiyah, hlm, 52)
3. Kaidah fikih, antara lain:...-: ,.. ~ :ii o/:$J J 0 0 J ""'''
• 0 ~ ~q I~ 10\~ JJ.s :Ii "\ h-\S't\ W f..t\ . 10 _f..t\~~ ~ u- - v l. . t ~ _ l -.I U- l// ;' """,.,.... ;'
"Pada dasarnya, segala bentuk mu 'amalat boleh dilakukankecuali ada dalil yang mengharamkannya. " (al-Asybah wa al-Nazha 'ir fi Qawa'id wa Furu' Fiqh al-Syafi'iyyah, Jalal al-DinAbd al-Rahman Ibnu Abi Bakr al-Suyuthi, Beirut: Dar al-KitabaI-'Arabi. 1987, hlm. 133).
"'" (/J 0 J. ,.
'~\J ~ ~ 'J~~\)\ ~ 'J ~ .Y
"Jika sebuah kewajiban tidak terlaksana kecuali dengansesuatu, maka sesuatu itu wajib pula hukumnya." (Irsyad al-Fuhul, Muhammad Ibn Ali Ibn Ahmad al-Syaukani, Beirut:Dar al-Fikr. 1992, juz 1, hlm, 411).
,. 0.... /. /. 0 J..
~~ .k:; ~) ~ r~Y\ ~~ .w
"Keputusan/kebijakan/tindakan pemegang otoritas terhadaprakyat harus mempertimbangkan mashlahat. " (al-Asybah wa al-Nazha 'ir fi Qawa'id wa Furu' Fiqh al-Syafi'iyyah, Jaial aI-DinAbd al-Rahman Ibnu Abi Bakr al-Suyuthi, Dar Saa, Kairo 2004,cet. II, Vol. I, hlm, 276).
"Adat (dapat) dijadikan pertimbangan dalam penetapanhukum." (Durar al-Hukkam fi Syarh Majallat al-Ahkam, AliHaidar, Dar aI-JiI, pasal 812, hlm. 351).
Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia
1-84 Metode Pengakuan Keuntungan Pembiayaan Murabahah 4
.ti,:? .1)~\:itS--li:; ~);:.J\ .~/
"Sesuatu yang diketahui (berlaku) secara adat (berdasarkankebiasaan) sama statusnya dengan sesuatu yang ditetapkansebagai syarat." (Durar al-Hukkam fi Syarh Majallat al-Ahkam, Ali Haidar, Dar aI-Jail, pasal251, him. 233).
.: ~ ':0/ .10~~ JtS-- G:j\ ~0/ ~o ;J\
~/J ! ~ J ·C
"Sesuatu yang diketahui (berlaku) secara adat (berdasarkankebiasaan) di antara sesama pedagang sama statusnya dengansesuatu yang ditetapkan sebagai syarat di an tara mereka."(Syarh al-Qawa'id al-Fiqhiyyah, Ahmad Ibn al-SyaikhMuhammad al-Zarqa, Damaskus: Dar al-Qalam, 1989, hIm. 237;al-Qawaid al-Fiqhiyyah: Mafhumuha, Nasy'atuha,Tathawwuruha, Dirasat Mu 'allafatuha, Adillatuha,Muhimmatuha, Tathbiqatuha, Ali Ahmad al-Nadawi,Damaskus: Dar al-Qalam, 1994, hlm. 65; dan al-Wajiz fi Idhahal-Fiqh al-Kuliyyah, Muhammad Shidqi Ibn al-Burnu, Beirut:Mu'assasah al-Risalah, 1983, hlm. 79) .
.~~ ~8tS-- J~~ ~8\ .t"Sesuatu yang tetap (berlaku) berdasarkan kebiasaan samastatusnya dengan sesuatu yang ditetapkan dengan nash." (al-Qawa'id al-Fiqhiyyah al-Kubra wa Atsaruha fi al-Mu 'amalatal-Maliyah, Umar Abdullah Kahil, Kairo: Universitas al-Azhar.t.th, hlm. 160).
.~~\ ~~ ~~~\ ~G ~ ~W\ ~ .~"Keputusan pemerintah (pemegang otoritas) dalam masalahijtihad menghilangkan ikhtilaf" (al-Furuq, Syihab al-Din al-Qurafi, Beirut: 'Alam al-Kutub, t.th., juz II, hIm. 103).
'~~\~J~W\~ )"Keputusan pemerintah (pemegang otoritas) menghilangkanikhtilaf" (I'anat al-Thalibin, Sayyid al-Bakri MuhammadSyatha al-Dimyathi, Beirut: Dar al-Fikr. t.th., juz III, hlm. 303;Hasiyah Ibn Abidin, Muhammad Amin, Beirut: Dar al-Fikr.1386 H, juz III, hlm. 412; dan Hasiyah al-Dasuqi, Muhammadal-Dasuqi, Beirut: Dar al-Fikr. t.th., juz IV, hlm. 79, 147, dan158).
Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia
i-------
84 Metode Pengakuan Keuntungan Pembiayaan Murabahah 5
Memperhatikan 1. Pendapat para ulama, antara lain:
a. Dr. Wahbah al-Zuhaili:"" '" /. /. " ;Jj oJ/. ~O" 0 0
..\kJI~lkJI ~~ ~I;~ t;JT ~ ~~I ..\kJI~j"" "",."., /t- //"., "" """,.o J ..... " 0 J " ,;' /. ",,~j:WJ ~I J;;::~f ~ ~I ~tkJI ~~ ... ~
", ;" '" "" "~-.-;",..,,.., "" ;'
J 0 ;' 't //
.~~I r~1 ~G I~jAkibat hukum utama akad (tujuan akad, ghayah) terjadi seketika--berdasarkan ketentuan syara '-- hanya dengan terjadinya akadyang sah (memenuhi rukun dan syarat-syaratnya) ... denganterjadinya akad jual beli yang sah, beralihlah kepemilikan(barang) kepada pembeli; demikian pula akibat hukum akadlainnya (al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Wahbah al-Zuhaili,Beirut: Dar al-Fikr al-Mu'ashir. 2006. juz IV, hlm. 3084)
b. Pendapat fuqaha dalam al-Mausu'atu al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah:
o oj) :;I 0 0 0
~_/~.:l\ ~ 0~j ,~I 2W1~j 'C;.":l\~j\:JI ~;'".. ;'...,;' ;'
//. "" (Jj" /. 0" /. 0
... 'lA:JI \;",' .-/::/ ~/ ,~'" 1~/I ~ ~"'/.' .°:11. ~ ~ ~~ J - _. ~ r.:::;:--".. ",. '" .•... //
Dalam jual-beli, obyek (mabi') menjadi milik pembeli dan uang(tsaman) menjadi milik penjual; pembeli menjadi pemilik obyek(mabi') dengan terjadinya akad jual-beli yang sah, tanpadisyaratkan adanya penguasaan (qabdh) (al-Mausu'atu al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, Wizaratul Auqaf al-Kuwaitiyah, juz9, hIm. 37.)
2. Keputusan AAOFI, dalam al-Ma'ayir al-Syar'iyyah:,.". /0 //...:/J;:" 0 .......•.
4#- J~~ ~? dj~ ~;, ~i ~j:JI r~ 0i ~~ 'J~ ~ ~" ",;,
;$I ""'" ;' Jo /. /. '" ~ oJI.
~ :.?I y~1 ~;, ~ 'J~I ;~ ~ ~~ ~:)Iy~".. -",.,,;' " "..,... "" "'" '" '" ~ "" ,. ""
", /.0 ,... ~ /0 ••. "...,:; o;J ".,:,i ,;:WI ~\.SJ ~.?~I ~t5" ~ ~ ~:)I..4..G.J ~,... "".".",.. "" ~-'---,. ,. ..•. ~ ;""..
~ 0 0,.. o;J J /. /. 0 ..•. /
° . ~(;;/:::l\~GJI \;",' °:)1 ~ ~ aJ"G]1 ,--,~I a..;;.;L~ -' . ~ L1 . - - - ). -f"/// ,... // ;' '" ",.-
o ",.,. J 0,/ // 0/ 0 0 /.
~I ~ 0~ 0i ~? J:,w'JI Jjh ~ ~w~l\ ~~
.d~:\~~ ~c,.~i/ / /
Lembaga Keuangan Syariah tidak dilarang untuk menggunakanmetode yang diterima (dibolehkan) oleh syariah dan 'urf dalammenghitung keuntungan (murabahah) sesuai jangka waktu
Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia
84 Metode Pengakuan Keuntungan Pembiayaan Murabahah 6
pembiayaan, antara lain metode penghitungan keuntunganberdasarkan prosentase atas jumlah total harga/pembiayaan dalamsatu tahun, selama jangka waktu pembiayaan (thariqah al-hisaballati ta'tamidu 'ala tahdid al-ribh nisbatan 'ala kamil al-mablaghsanawiyan li kamil al-muddah), atau metode penghitungan secaramenurun (thariqah al-hisab al-tanazuliyah), yaitu penghitungankeuntungan berdasarkan sisa pembiayaan yang menjaditanggungjawab nasabah sesuai dengan jadual angsuran. Dalamkedua metode terse but, pada saat akad total harga jual harusdisebutkan dalam bentuk nominal. (al-Ma 'ayir al-Syar'iyah li al-Muraja 'ah al-Islamiyah, Mi'yar No. 47, Hai'ah al-Muraja'ah wa al-Muhasabah al-Islamiyah, Bahrain, hlm. 63).
'" """, 0.....,;' ....".. ", 0 0 .....0
4C .;.('; ~ ~jJ .bwi ~ ~ ~J.;ji 4W\ 4L:J\ o~\~/ ~ ~ // // '"
:0:::~~jt>:b-l i\~~ ~ ~ o;~/.... // .•.•. /~ .•... ~
·~~r!"Pengakuan keuntungan jual-beli tangguh yang harganya dibayarsekaligus setelah periode buku berjalan atau dibayar secaraangsuran dalam beberapa peri ode buku berikutnya, dilakukandengan salah satu dari dua metode berikut:
(1) Pengakuan keuntungan disebar ke dalam beberapa periodebuku yang akan datang sampai dengan jatuh tempo; dalam artiuntuk setiap periode buku ada bagian keuntungan yangditentukan, baik pembayaran harga terse but diterima atautidak. Inilah metode yang lebih disukai;
(2) Pengakuan keuntungan dilakukan ketika setiap angsuranbayaran harga diterima, apabila dewan pengawas syariahLKS/bank membolehkannya atau apabila otoritas pengawasmengharuskan demikian. (Ma' ayir al-Muhasabah wa al-
Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia
84 Metode Pengakuan Keuntungan Pembiayaan Murabahah 7
Muraja'ah wa al-Dhioabitn li al-Mu'assasat al-Maliyah al-Islamiyah, Mi'yar no 2, AAOIFI Bahrain, 2004, hIm. 142).
3. Pendapat Dr. 'Isham Abdul Hadi Abu Nashr:I/J 0 0 .....•0 /0J. ".. 0 J J 'JJ ,;./
(:(:::11 .bUUI~ ~ <Qj ~:a; yjLi ~';"Jjt. d ~i"" ". "" "" ~ "" ~ ,., ;,-",.,
"" 0 0lolo! ,.. .•..•:,i ~~I ~I ~~ ~; J;"j ~;, ~ ~~I ~Iy d,.; ,/ ,/,/ // ,/..... ,/,...... .•.. ..• ...•
:Jj ~,.. 0,.. % "" ,.,
~I)I ,?y ~~ ~ ~y,:;JI~ ~ ~ ~UUI :1(:0wI:'~?-JI?UI J>-.8 t~ J;,.:,i u {f~~ILJIJ(~.i~~~;~:.JI);' ///// //,., //;'".
.~I ~~I f 1° ..•~:: . 0~1 0)"L/ / ':' / !~ ~~ :(dalam murabahah tangguh atau cicilan) ketika ada skema yangmemberikan jaminan kepada penjual bahwa penagihan angsuranyang masih tersisa akan berhasil tepat waktu, karena ada jaminan(rahn) berupa barang yang menjadi obyek jual atau lainnya, danangsuran bisa diambil/dipenuhi dari harga penjualan marhun padasaat terjadi kemaeetan pembayaran dari pembeli, maka tidak adaalasan untuk menunda pengakuan keuntungan murabahah sampaidengan angsuran tertagih atau telah jatuh tempo (al-Mu' alajah al-Muhasabiyah li 'Amaliyat al-Bai' bi al-Taqsith, Muhasaba fi Dhaiah kam al-Fiqh al-Islami, haI9, haIll).
4. Substansi Fatwa DSN-MUI No. 04IDSN-MUIIIV /2000 tentangMurabahah;
5. Surat Dewan Standard Akuntansi Syariah Nomor 0700/DSAS-IAI/2012, tanggal10 Oktober 2012;
6. Surat Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia Nomor234/APPI/WKU-ESI/XI/12, tangga122 November 2012;
7. Surat Asosiasi bank Syariah Indonesia Nomor 21/042-2/2012,tanggal23 November 2012;
8. Rekomendasi Ijtima' Sanawi (Annual Meeting) Dewan PengawasSyariah VIII, Tahun 2012 tang gal 2-5 Desember 2012;
9. Pendapat peserta Rapat Pleno DSN-MUI pada hari Jumat, tanggal07 Shafar 1433/21 Desember 2012.
MEMUTUSKAN
Menetapkan Metode Pengakuan Keuntungan Tamwil Bi Al-Murabahak(Pembiayaan Murabahah) di Lembaga Keuangan Syariah
Pertama Ketentuan Umum
Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia
84 Metode Pengakuan Keuntungan Pembiayaan Murabahah 8
Dalam fatwa ini yang dimaksud dengan:
1. Metode Proporsional (Thariqah Mubasyirah) adalah pengakuankeuntungan yang dilakukan secara proporsional atas jumlahpiutang (harga jual, tsaman) yang berhasil ditagih denganmengalikan persentase keuntungan terhadap jumlah piutang yangberhasil ditagih (al-atsman al-muhashshalah);
2. Metode Anuitas (Thariqah al-Hisab al-Tanazuliyyah/Thariqah al-Tanaqushiyyah) adalah pengakuan keuntungan yang dilakukansecara proporsional atas jumlah sisa harga pokok yang belumditagih dengan mengalikan persentase keuntungan terhadap jumlahsisa harga pokok yang belum ditagih (al-atsman al-mutabaqqiyah);
3. Murabahah adalah akad jual-beli dengan menegaskan hargabelinya kepada pembeli dan pembeli membayamya dengan hargayang lebih sebagai keuntungan;
4. At-Tamwil bi al-Murabahah (Pembiayaan Murabahah) adalahmurabahah di Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dengan caraLKS membelikan barang sesuai dengan pesanan nasabah,kemudian LKS menjualnya kepada nasabah --setelah barangmenjadi milik LKS-- dengan pembayaran secara angsuran;
5. Harga Jual (tsaman) adalah harga pokok ditambah keuntungan;
6. Al-Mashlahah (ashlah) adalah suatu keadaan yang dianggappaling banyak mendatangkan manfaat bagi pertumbuhan LembagaKeuangan Syariah yang sehat.
Kedua Ketentuan Hukum
Metode pengakuan keuntungan Murabahah dan PembiayaanMurabahah boleh dilakukan secara proporsional dan secara anuitasdengan mengikuti ketentuan-ketentuan dalam fatwa ini.
Ketiga Ketentuan Khusus
1. Pengakuan keuntungan murabahah dalam bisnis yang dilakukanoleh para pedagang (al-tujjar), yaitu secara proporsional bolehdilakukan selama sesuai dengan 'urf (kebiasaan) yang berlaku dikalangan para pedagang;
2. Pengakuan keuntungan al-Tamwil bi al-Murabahah dalam bisnisyang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah (LKS) bolehdilakukan secara Proporsional dan secara Anuitas selama sesuaidengan 'urf(kebiasaan) yang berlaku di kalangan LKS;
Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia
84 Metode Pengakuan Keuntungan Pembiayaan Murabahah 9
3. Pemilihan metode pengakuan keuntungan al-Tamwil bi al-Murabahah pada LKS harus memperhatikan mashlahah LKS bagipertumbuhan LKS yang sehat;
4. Metode pengakuan keuntungan at-Tamwil bi al-Murabahah yangashlah dalam masa pertumbuhan LKS adalah metode Anuitas;
5. Dalam hal LKS menggunakan metode pengakuan keuntungan at-Tamwil bi al-Murabahah secara anuitas, porsi keuntungan barusada selama jangka waktu angsuran; keuntungan at-tamwil bi al-murabahah (pembiayaan murabahah) tidak boleh diakuiseluruhnya sebelum pengembalian piutang pembiayaan murabahahberakhir/lunas dibayar.
Keempat PenutupFatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika dikemudian hari temyata terdapat kekeliruan, akan diubah dandisempumakan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan diPada tanggal
Jakarta07 Shafar 1433 H21 Desember 2012 M
DEWAN SYARIAH NASIONALMAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua,
DR. K.H. M.A. SAHAL MAHFUDH
Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia
Wawancara Staff Financing Operation Divison Bagian Legal Division
Bank Syariah Mandiri
Responden : Bapak Muammar
1. Bagaimana proses pra-akad akad murabahah marjin bertingkat?
Sebelum menganalisis akad murabahah marjin bertingkat, sebaiknya mengetahui
proses pra-akad terjadinya akad murabahah. Tahapannya adalah nasabah datang ke Bank
dengan mengajukan surat permohonan pembiayaan kepada Bank. Tahapan selanjutnya
adalah pengenalan pihak nasabah yang dilakukan oleh bagian unit bisnis. Setelah selesai
melakukan pengenalan dengan mengumpulkan seluruh data, lalu bagian unit bisnis
membuat NAP atau Nota Analisis Pembiayaan pada kantor pusat, dan SKKP atau Surat
Keputusan Komite Pembiayaan pada level kantor cabang. Begitu NAP atau SKKP
selesai, maka selanjutnya diajukan kepada pihak komite. Komite itu biasanya adalah
pihak manajemen atau direksi tergantung levelnya, mulai dari kepala divisi hingga
dewan direksi. Setelah disetujui, bagian unit bisnis membuat SP3 atau Surat Penegasan
Persetujuan Pembiayaan. NAP dan SP3 dikirim ke bagian legal yang akan dilihat,
diperiksa, lalu mana saja dokumen-dokumen yang kurang lengkap untuk dilengkapi
dokumennya.
Pada SP3 tertulis skim apa yang akan dipergunakan, baik itu murabahah,
musyarakah, mudharabah atau skim yang lainnya. Pada SP3 pun tertuang hasil tawar-
menawar antara pihak nasabah dan Bank. Setelah Bank dan nasabah menyepakati SP3,
barulah melakukan akad yang dikenal dengan perjanjian, dimana perjanjian tersebut
merujuk kepada SP3.
2. Berapa lama waktu yang dibutuhkan dari nasabah mengajukan permohonan pembiayaan
hingga tandatangan akad terjadi Pak?
Kalau untuk yang dibawah 30M, bisa diselesaikan dalam waktu kurang lebih satu bulan.
Tetapi untuk di kantor pusat yang plafondnya semakin tinggi, maka waktu yang
dibutuhkan kurang lebih tiga bulan, dikarenakan semakin tingginya proteksi SP3
pembiayaan.
3. Apakah SP3 merupakan offering letter Pak?
Iya benar, itu memang offering letter. SP3 atau offering letter udah ada, maka jadilah line
facility. Line facility mengatur tidak sedetail di akad turunan nanti. Line facility atau
kamu kenal itu wa’ad lah, kesepahaman pada saat belajar teorinya. Cuma nama di
dokumennya disini disebut line facility.
4. Apakah terdapat klasifikasi tertentu untuk akad murabahah marjin bertingkat?
Di BSM itu dibedakan antara korporasi, consumer dan warung mikro. Kalau di kantor
pusat seluruh skim pembiayaan dimulai lebih dari 30 M, sedangkan kalau di cabang,
setau saya sekitar ratusan sampai 30 M itu masih dapat dilakukan oleh cabang. Dan
kontrak di BSM sudah standar, jadi mau sebesar apapun plafondnya, maka semakin besar
juga proteksi SP3-nya. Jadi masing-masing SP3 tidak sama satu sama lainnya.
5. Apakah ada perbedaan untuk plafond yang diatas 30 M dengan yang kurang dari itu
selain dari proteksi SP3-nya Pak?
Ada lagi, yaitu adanya peran notaris. Biasanya untuk pembiayaan diatas Rp 250.000.000
diberikan akta notariil atau yang bentuk akad atau perjanjiannya berbentuk akta notaris.
Untuk pembiayaan dibawah Rp 250.000.000 diberikan kontrak dibawah tangan.
6. Bagaimana proses pencairan dana pembiayaan akad murabahah marjin bertingkat yang
dilakukan oleh BSM?
Setelah akad terjadi antara Bank dan nasabah, selanjutnya nasabah membuat surat
permohonan pencairan pembiayaan. Setelah nasabah menandatangani akad, maka
diajukan pencairan dananya yang akan masuk ke unit bisnis, kemudian membuat nota
pencairan, dan berbarengan dengan memo yang akan dikirimkan ke bagian legal di divisi
operation. Setelah diterima oleh OPD (operation division), kemudian OPD mengolah
data nasabah yang di dalam NAP disebutkan syarat-syarat pencairan, kondisi-kondisi
yang harus dipenuhi dan hal-hal NAP yang dituangkan ke dalam akad.
Saat pencairan, OPD memastikan syarat-syarat yang tertuang di dalam SP3 telah
dipenuhi oleh nasabah dan meminta bentuk dokumennya seperti apa dan jaminan telah
diikat secara sempurna, baik penutupan asuransi dan lain-lainnya terpenuhi, maka bagian
OPD menandatangani FRP (Formulir Review Pembiayaan), yang didalamnya tedapat
syarat-syarat yang harus dipenuhi. Pada FRP harus ditandatangani oleh 2 unit kerja, yaitu
unit bisnis dan FOD (Financing Operation Division). Setelah keduanya menandatangani
FRP, tahapan selanjutnya adalah proses pencairan. Dimana nantinya FOD akan
memberikan FRP tersebut kepada unit bisnis bahwa pembiayaan tersebut layak cair. Lalu
unit bisnis akan membuat memo atau perintah cair yang berisi berapa cicilannya. Dan
ada consumer facility sebagai underlying untuk proses pencairan yang dilakukan oleh
OPD yang akan diinput ke dalam sistem. Setelah masuk ke sistem, maka baru pencairan
pembiayaan masuk ke rekening nasabah, selanjutnya tinggal melakukan monitoring saja
sampai akad berakhir.
Wawancara Staff Financing Operation Divison Bagian Legal Division
Bank Syariah Mandiri
Responden : Bapak Mayo
1. Bank Syariah Mandiri memiliki banyak akad pembiayaan. Apakah skim murabahah
margin bertingkat merupakan skim yang paling banyak digunakan dalam pembiayaan?
Ya, kalau kita berbicara frekuensi akad, ya murabahah itu sangat banyak
dibanding dengan akad lain.
2. Pembiayaan akad murabahah lebih banyak digunakan untuk pembiayaan apa?
Macam-macam. Kalau kita kan kebetulan kita itu handle untuk korporasi
perusahaan. Nah, kita ke PT-PT kalau untuk ditempat kita. Kalau di PT-PT itu untuk
modal kerja misalnya untuk beli bibit ternak untuk perusahaan ternak, nah itu
murabahah. Yaa pada intinya untuk yaa pembelian barang modal kerja maupun investasi
itu lebih banyak kita pakai murabahah.
3. Bagaimana aplikasi akad wakalah pada akad murabahah margin bertingkat?
Kalau murabahah adalah jual beli, akad atas transaksi jual beli. Dimana harga
pokok dengan marjin atau keuntungannya juga boleh dimasukkan. Ketika kita berakad
murabahah, berarti Bank sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli karena pada
murabahah itu hanya ada Bank dan nasabah. Bank sebenarnya tidak punya barang, jadi
kalau dia sebagai penjual di akad murabahah itu akan diperjual belikan, sehingga
diperlukan adanya satu akad lagi, yaitu akad wakalah. Jadi seperti ini, harusnya pada saat
nasabah mengajukan pembiayaan, kita itu kasih uang plus akad wakalah. Wakalah ini
kan mewakilkan. Seharusnya Bank berakad wakalah kepada nasabah dengan memberi
uang. Memberi uang untuk beli ke supplier, tapi si nasabah itu membeli atas nama Bank,
bukan atas nama dirinya. Jadi nasabah datang ke dealer, nasabah mau beli mobil lah
anggap, tapi nasabah mewakili Bank, sudahlah mereka (nasabah dan supplier) berakad
berarti barang tersebut adalah milik Bank. Setelah itu barulah muncul akad murabahah
tersebut.
4. Setelah barang pesanan menjadi milik Bank, maka dokumen-dokumen kepemilikan atas
barang tersebut menjadi atas nama Bank. Apakah proses selanjutnya kepemilikan atas
barang tersebut diubah menjadi atas nama nasabah?
Ga, jadi ini kan prinsip. Jadi hukum itu ada dua, hukum positif yang pemerintah,
sama hukum syariah. Hukum positif, jika perlakuannya seperti itu, maka kita harus balik
nama kembali. Tapi kalau syariah kan tidak. Syariah kalau kita beli barang, mau barang
itu dilegalitasnya itu milik orang lain, tapi ketika sudah melakukan jual beli maka barang
tersebut dapat dijual. Misalnya beli mobil, walaupun BPKBnya itu punya wiwid, kan kita
udah beli misalnya, walaupun itu atas nama wiwid, tetap sudah menjadi milik saya
karena kita sudah berjual-beli dalam syariah kan begitu, ga mesti balik nama kan ga.
Tapi di pemerintah pun, bisa jug akita ga balik nama dulu, kayak saya ceritanya mau beli
mobil dari wiwid, mobilnya kan atas nama wiwid, saya sudah beli nih, tapi kebetulan
pajaknya masih panjang, jadi saya ga usah balik nama dulu, nanti saja. Abis itu saya jual
lagi, kan bisa saja. Jadi prakteknya gitu, nasabah mewakili Bank, tetapi ini akan kita jual
lagi.
5. Jadi nanti namanya pun bukan langsung nama nasabah ya pak? Langsung nama Bank?
Ohh ga, langsung nama nasabah. Itu untuk menghemat biaya. Karena kalau ga,
nanti kan kena biaya.
6. Apakah dilemma Bank dalam menerapkan akad murabahah adalah dari kepemilikan
objek akad?
Iya, karena juga dulu kan awal Bank Syariah itu begitu, kena isunya seperti itu.
Kalau dia dibalik dulu atas nama BSM, kan harusnya gitu. BSM beli dulu nih terus balik,
nah itu kan dua kali, dulu kan kita dua kali bayar pajak. Nah akhirnya dengan akad
wakalah ini, dimana tidak perlu dibalik namakan. Seperti itu, jadi langsung menjadi
nama nasabah. Tapi secara teorinya begitu tadi, jadi karena Bank tidak punya barang,
yasudah kita bilang, ‘nasabah mau beli barang yang mana?’. ‘Saya mau beli mobil yang
ini’. Yasudah, saya kan ga punya waktu, ini saya wakalahin deh. Kalau kita berwakalah,
seharusnya pada saat itu kita kasih duit, dia beli si nasabah atas nama Bank. Secara
teorinya begitu, nanti secara praktek, ya prakteknya itu kita langsung, murabahah dan
wakalah itu bareng, baru abis itu duitnya kita kasih.
7. Jadi memang praktek murabahah masih tersandung oleh hukum positif ya Pak?
Iya, ya susah. Kita kan mau membuat Bank Syariah dimana hukumnya kan
terkadanag berbeda dengan hukum positif. Makanya tadi kan, ga perlu pake balik nama
kan kita sudah berakad. Makanya akhirnya kita banyak melakukan inovasi-inovasi biar
biayanya ga terlalu banyak, karena nanti kalau biayanya terlalu banyak ga bisa bersaing
sama Bank konven. Tapi nanti memang akan banyak dicomplain, karena kan, pernah
dengar hadits ini ga? Bahwa kita dilarang untuk menjual barang yang bukan miliknya
dan barang tersebut belum kita kuasai.
8. Bagaimana dengan DPS Pak?
Yaa itu kan sudah disahkan, di Dewan Syariah Nasional pun juga. Tapi ya itu
lagi, apakah itu menjadi satu hukum menurut hukum syariah, ya wallahu’alam, kita kan
ga tau. Nanti lah kita menunggu pengadilan yang sebenarnya, karena kita mengakali
akad, tapi Dewan Syariah Nasional pun tidak memerintah (untuk mengehentikan akad),
ga menjadi keharusan, kadang-kadang murabahah atau wakalah. Dulu awalnya
murabahah belum menggunakan akad wakalah, kemudian saya bilang ini seharusnya
tidak begini, karena seharusnya karena jika kita memiliki barang, kita langsung bisa
melakukan akad murabahah, tapi karena kita tidak memiliki barang, harus memakai akad
wakalah. Makanya pada tahun 2012, kita sepakat bahwa setiap murabahah harus ada
wakalahnya.
top related