7.8.7 evaluasi dan pemilihan tipe persimpangan tabel 7.8.5 ... · empat jembatan yang panjangnya...
Post on 12-May-2020
17 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Laporan Akhir Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008
7-73
7.8.7 Evaluasi dan Pemilihan Tipe Persimpangan
Persimpangan alternative dievaluasi dan tipe yang palinge menguntungkan dipilih untuk tiap persimpangan. Untuk kasus skor ekonomi yang hamper sama, maka tipe persimpangan yang paling ekonomis yang akan dipilih. Tabel 7.8.5 berikut ini menunjukkan hasil evaluasi tipe persimpangan.
Tabel 7.8.5 Gambaran Umum Evaluasi dan Pemilihan Tipe Persimpangan
MainRoad
Crossroad IC No. Location (CurrentArea Division)
Full ControlInterchange
GradeSeparation with
Access
At-gradeIntersectionwith Signal
Control
Roundaboutwithout Signal
Control
At-gradeIntersection
without SignalControl
National Rd. /Mamminasa BP TS-1 Gowa (Rural) 29.5 31.5 38.0 35.8 24.3
National Rd. /Local Rd. TS-2 Makassar /Gowa
(Urban) 30.8 36.0 35.8 34.0 30.0
Hertasning Rd. TS-3 Makassar (Urban) 33.3 32.0 33.5 32.3 29.3
ADS Rd. TS-4 Makassar (Urban) 31.8 29.5 35.0 27.0 30.0
Perintis Rd. TS-5 Makassar (Urban) 33.0 33.0 33.5 32.5 29.3
Ir. Sutami Rd. TS-6 Makassar (Urban) - - - - -
Mamminasa BP TS-7 Maros (Semi-urban) 29.3 33.0 34.3 33.0 29.5
Mamminasa BP TS-8 Maros (Semi-urban) 29.5 31.0 38.0 37.0 30.5
Hertasning Rd. MB-1 Gowa (Rural) 30.3 32.0 39.5 40.3 33.5
ADS Rd. MB-2 Gowa (Rural) 30.3 32.0 39.5 40.3 33.5
National Rd. MB-3 Maros (Urban) 24.5 26.0 37.3 36.3 30.3
Notes: Selected TypeSource: JICA Study Team
Mam
min
asa
Bypa
ssTr
ans-
Sula
wes
i Mam
min
asat
a R
oad
7.9 Rencana Jembatan
7.9.1 Daftar Jembatan
Pada rute-rute Mamminasa Bypass, Jalan Abdullah Daeng Sirua, Jalan Hertasning dan Jalan Trans Sulawesi Mamminasata, terdapat 34 jembatan dan 34 gorong-gorong yang melintasi sungai dan kanal. Daftar jembatan dan gorong-gorong tersebut ditunjukkan pada Tabel 7.9.1-7.9.4 dan pada Gambar 7.9.1.
Tabel 7.9.1 Daftar Jembatan dan Gorong-gorong Kotak di Mamminasa Bypass Obyek yang Dilintasi No.
Jembatan No.
Survey Ruas Pos
Keterangan Panjang (m) Bentang
Lajur Eksisting
Lajur yang Direncanakan
1-1 A 1-A 0+800 Kanal 16 1 --- 4
1-2 1 1-A 2+620 Kanal 16 1 --- 4 1-3 B 1-A 3+100 Kanal 3 1 --- 4 1-4 C 1-A 3+400 Sungai 3 1 --- 4
1-5 2 1-A 3+750 Jembatan Maros 126 4 --- 4 1-6 3 1-C 5+550 Kanal 10 1 --- 4
Laporan Akhir Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008
7-74
1-7 --- 1-C 6+000 Kanal 3 1 --- 4 1-8 --- 1-C 6+350 Kanal 3 1 --- 4 1-9 4 1-C 9+350 Kanal 3 1 --- 4 1-10 5 1-C 10+300 Kanal 3 1 --- 4
1-11 6 1-C 10+450 Kanal 3 1 --- 4 1-12 --- 1-C 12+300 Kanal 3 1 --- 4 1-13 7 1-B 13+100 Sungai 16 1 --- 4
1-14 8 1-B 14+300 Kanal 10 1 --- 4 1-15 --- 1-B 19+300 Sungai 10 1 --- 4 1-16 9 1-B 20+600 SungaiTiccekang 25 1 --- 4
1-17 --- 1-B 21+750 Kanal 3 1 --- 4 1-18 --- 1-B 22+600 Sungai Ticcekang 16 1 --- 4 1-19 10 1-B 23+450 Salo Pa’bundukang 60 2 --- 4
1-20 --- 1-B 24+400 Kanal 3 1 --- 4 1-21 11 1-B 25+600 Sungai 10 1 --- 4 1-22 --- 1-B 26+350 Kanal 3 1 --- 4
1-23 12 1-B 28+700 Kanal 3 1 --- 4 1-24 --- 1-B 29+750 Kanal 3 1 --- 4 1-25 --- 1-B 30+250 Kanal 3 1 --- 4
1-26 13 1-B 30+900 Sungai Salo Kaccikang 25 1 --- 4 1-27 --- 1-B 31+600 Kanal 3 1 --- 4 1-28 14 1-D 32+850 Sungai Jenemanjalling 16 1 --- 4
1-29 --- 1-D 33+400 Kanal 3 1 --- 4 1-30 --- 1-D 34+100 Kanal 3 1 --- 4 1-31 15 1-D 35+600 Jeneberang No.1 154 5 --- 4
1-32 16 1-D 39+100 Sungai Salo Bontoreo 16 1 --- 4 1-33 --- 1-D 39+600 Kanal 3 1 --- 4 1-34 --- 1-D 41+150 Sungai 16 1 --- 4
1-35 17 1-D 42+350 Sungai 16 1 --- 4 1-36 18 1-D 43+900 Sungai 16 1 --- 4 1-37 --- 1-D 44+100 Kanal 3 1 --- 4
1-38 --- 1-D 44+200 Kanal 3 1 --- 4 1-39 19 1-D 44+400 Kanal 3 1 --- 4 1-40 --- 1-D 45+400 Kanal 3 1 --- 4
1-41 20 1-D 45+900 Kanal 3 1 --- 4 Total 600
Sumber: Tim Studi JICA
Laporan Akhir Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008
7-75
Tabel 7.9.2 Daftar Jembatan dan Gorong-gorong di Jalan Trans Sulawesi Mamminasata Obyek yang Dilintasi No.
Jembatan No.
Survey Ruas Pos
Keterangan Panjang (m) Bentang
Lajur Eksisting
Lajur yang Direncanakan
2-1 23 1-A 0+450 Sungai 40 2 4 6
2-2 24 1-A 4+020 Sungai 40 2 4 6
2-3 25 1-A 8+300 Sungai Bonetengga 16 1 6 6
2-4 26 --- 12+600 Sungai 16 1 6 6
2-5 26a --- 13+600 Sungai 16 1 6 6
2-6 27 1-B 19+550 Sungai Tallo 136 4 --- 4*2
2-7 27a 1-B 20+650 Kanal 50 2 --- 3*2
2-8 27b 1-B 21+700 Kanal 50 2 --- 3*2
2-9 27c 1-B 23+700 Kanal 50 2 --- 3*2
2-11 --- 1-B 26+200 Simpang Susun 50 2 --- 4
2-10 28 1-C 26+700 JeneberangNo2 393 12 --- 4
2-12 29 1-C 29+500 Sungai Bayoa 35 1 --- 4
2-13 29a 1-C 30+480 Sungai Bontorea 16 1 --- 4
2-14 30 1-C 32+950 Sungai Barombong 20 1 --- 4
2-15 31 1-C 34+900 Sungai 10 1 --- 4
2-16 32 1-D 40+200 Sungai 10 1 2 4
2-17 33 1-D 42+700 Sungai 5 1 2 4
2-18 34 1-D 47+700 Sungai 40 2 2 4 Total 600
Sumber: Tim Studi JICA
Tabel 7.9.3 Daftar Jembatan dan Gorong-Gorong Tipe Kotak di Jalan Hertasning Obyek yang Dilintasi No.
Jembatan No.
Survey Ruas Pos
Keterangan Panjang (m) Bentang
Lajur Eksisting
Lajur Direncanakan
3-1 --- 3-End 5+50 Kanal 10 1 2 4
3-2 18 3-End 6+600 Sungai Tallo 20 1 2 4 Total 30
Sumber: Tim Studi JICA
Tabel 7.9.4 Daftar Jembatan dan Gorong-Gorong Tipe Kotak di Jalan Abd. Daeng Sirua Obyek yang Dilintasi No.
Jembatan No.
Survei Ruas Pos
Keterangan Panjang (m) Bentang
Lajur Eksisting
Lajur yang Direncakan
4-1 4-1 4-A 1+300 Kanal 35 1 2 4 4-2 4-2 4-D3 5+650 Kanal 16 1 2 4 4-3 4-3 4-D4 7+600 Kanal 16 1 2 4
4-4 4-4 4-D4 8+500 Sungai 10 1 2 4 4-5 4-5 4-E 9+450 Sungai Tallo 60 2 2 4
Laporan Akhir Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008
7-76
4-6 --- 4-F2 15+100 Kanal 3 1 --- 4 4-7 --- 4-F2 15+450 Kanal 10 1 --- 4
Total 105
Sumber: Tim Studi JICA
Untuk jembatan-jembatan kecil dengan panjang lebih dari 10 m, digunakan jenis gelagar pracetak I dan perkiraan biaya kasarnya dibuat masing-masing menurut bentang (35m, 30m, 25m, 20m dan 16m). Sedangkan untuk bangunan lainnya dengan panjang kurang dari 10 m, digunakan gorong-gorong tipe kotak dan perkiraan biaya kasarnya dibuat untuk masing-masing pola (bentang 10m, 5m and 3m).
Empat jembatan yang panjangnya lebih dari 100m di bawah ini dikelompokkan sebagai jembatan besar dalam F/S dan dapat berubah tergantung pada pemeriksaan skala bangunan dan desain awalnya:
i) Jembatan No.1-5, Jembatan Maros (panjang 126 m) di Mamminasa Bypass
ii) Jembatan No.1-15, Jembatan Jeneberang No.1 (panjang 154 m) di Mamminasa Bypass
iii) Jembatan No.2-6, Jembatan Tallo (panjang 136 m) di Jalan Trans-Sulawesi Mamminasata
iv) Jembatan No.2-10, Jembatan Jeneberang No.2 (panjang 393 m) di Jalan Trans-Sulawesi Mamminasata
.
Laporan Akhir Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008
7-77
」
Gambar 7.9.1 Peta Lokasi Jembatan dan Gorong-gorong
1-5
1-2
1-6
4-1
4-5
1-36
1-35 1-32
1-31
4-2
3-2
1-28 1-26
1-23
4-3
4-4
1-11
1-9
1-10
1-14
1-13
1-16
1-19
LEGEND
X
X
X
Bridge Span > 20 m
Bridge Span < 20 m
Box Culvert: Canal
5-6
1-39
1-41
1-1
1-3
1-4
1-7 1-8
1-12
1-15
1-17 1-18 1-20
1-22
1-25 1-24
1-271-29
1-30
1-33
1-34
1-37
1-38
1-40
3-1
1-21
4-6
4-7
2-1
2-2
2-3
2-4
2-5
2-6
2-11
2-12
2-13
2-14
2-7
2-8
2-9
2-18 2-17
2-16
2-15
2-10
Major Bridge > 100 m X
Laporan Akhir Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008
7-78
7.9.2 Standar Desain
Standar Desain Jembatan Indonesia “Pedoman dan Manual Disain Jembatan, (BMS 1993)” digunakan untuk desain jembatan dalam Studi Kelayakan ini. Beban-beban rencana yang digunakan dalam desain tersebut adalah sebagai berikut:
(1) Beban Mati
Berat nominal berbagai bahan disajikan pada Tabel 7.9.7.
Tabel 7.9.5 Berat Nominal
Bahan Nilai
(kN/m3)
Baja 77,0
Beton Bertulang atau Pra-tekan (C.I.P) 25,0
Beton Bertulang atau Pra-tekan (Pracetak) 25,0
Beton Massal 24,0
Perkerasan Aspal 22,0
Tanah Timbunan yang dipadatkan 17,2
Pohon, Kayu Keras 11,0
Pohon, Kayu Lunak 7,8
Sumber: Pedoman Desain Jembatan
(2) Beban Hidup
Beban hidup untuk jembatan jalan terdiri atas beban lajur “D” dan beban truk “T”.
Beban lajur “D” digunakan pada lebar keseluruhan badan jembatan, yang setara dengan antrian kendaraan di sepanjang jembatan. Oleh karena itu, beban lajur “D” tergantung pada lebar badan jembatan. Beban truk “T” adalah kendaraan berat tunggal dengan tiga sumbu, yang digunakan terhadap semua posisi pada Lajur Lalulintas Rencana. Setiap sumbu terdiri atas dua beban lintasan yang menyerupai roda kendaraan berat. Hanya satu truk “T” yang digunakan pada Lajur Lalulintas Rencana.
1) Beban Lajur “D”
Uniformly Distributed Load (UDL atau Beban Terbagi Rata) dari intensitas q kN/m2, dimana q bergantung pada total panjang beban (L) adalah sebagai berikut: L < 30 m; q = 9,0 kN/m2, L > 30 m; q = 9,0*(0,5+15/L) kN/m2.
Laporan Akhir Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008
7-79
4.0
5.0
6.0
7.0
8.0
9.0
10.0
0 20 40 60 80 100 120Load Length (m)
q (k
N/m
2)
Sumber: Tim Studi JICA (Berdasarkan Pedoman Desain Jembatan)
Knife Edge Load (KEL atau Beban Pinggir Pisau) dari p (=49,0 kN/m), digunakan pada semua posisi jembatan yang tegak lurus dengan permukaan jalan. Beban lajur “D” diposisikan tegak lurus dengan permukaan jalan seperti ditunjukkan pada Gambar 7.9.2.
"b" Greater than 5.50 m - Alternative Arrangements
"b" Greater than 5.50 m - Alternative Arrangements
Load
inte
nsi
ty100
%
49.0 kN/m
n1*2.750 m
"b" Less than 5.50 m
n1*2.750 m
Transverse
9.0 or 9.0*(0.5+15/L) kN/m2
Longitudinal
Load
inte
nsity
50 %
100
%
Sumber: Tim Studi JICA (Berdasarkan Pedoman Desain Jembatan)
Gambar 7.9.2 Beban Lajur “D”
Laporan Akhir Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008
7-80
2) Beban Truk “T”
Beban truk “T” ditunjukkan pada Gambar 7.9.3.
4.000 to 9.000 m5.000 m
50.0kN 225.0kN
Design Truck
225.0kN
Sumber: Pedoman Desain Jembatan
Gambar 7.9.3 Beban Truk “T”
(3) Kekuatan Seismik
Pengaruh gempa bumi pada bangunan sederhana dapat disimulasikan dengan beban statis yang sama seperti diuraikan pada Bagian 4 Pedoman Desain Jembatan. Jembatan besar, kompleks atau penting memerlukan analisis yang sepenuhnya dinamis. Meski demikian, pada tahap Studi Kelayakan ini, tipe dan bentuk bangunannya diperiksa dan dipilih tanpa melakukan analisis dinamis.
7.9.3 Penampang Melintang Jembatan Standar
(1) Tipe 4 Lajur
500
9,500
20,800
1,500
9,500400 1,000
500500 3,500 3,500 500 3,500 3,500
600
3,500
9,500
10,500
400
1,500 5001,500
400
500
600
3,500 500
9,500
10,500
500 3,500 3,500
400
1,500
Sumber: Tim Studi JICA
Gambar 7.9.4 Penampang Melintang Tipe 4 Lajur dan Tipe 2 x 2 Lajur
Laporan Akhir Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008
7-81
(2) Tipe 6 Lajur
3,500
13,000
14,000
3,500 3,5005001,500
400
14,000
13,000
500
600
500
600
500 3,500 3,500 3,500
400
1,500
Sumber: Tim Studi JICA
Gambar 7.9.5 Penampang Melintang Tipe 2 x 3 Lajur
(3) Tipe 8 Lajur
3,500
17,500
16,500
3,500
400
1,500 500 3,500 3,500 3,500
16,500
17,500
3,500
600 600
500 500 3,500 3,500
400
500 1,500
Sumber: Tim Studi JICA
Gambar 7.9.6 Penampang Melintang Tipe 2 x 4 Lajur
Laporan Akhir Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008
7-82
7.9.4 Jembatan Besar
(1) Kondisi Lokasi
Empat jembatan yang panjangnya lebih dari 100 m berikut ini diperiksa skala bangunannya melalui desain awal.
1) Jembatan Maros (No. 1-5) di Mamminasa Bypass
Sumber: Tim Studi JICA
HWL=+5.670
Design River Bed=+0.190
144,620
-20.000
3+720
3+740
3+760
00.000
-10.000
20.000
10.000Design Crest=+7.660
9,0
00
3+780
3+800
3+820
Supposition Support Layer
Ground LevelDesign Crest=+7.660
3+840
3+860
3+880
9,0
00
3+900
3+920
3+940
9,0
00
Sumber: Tim Studi JICA
Gambar 7.9.7 Foto Udara dan Penampang Melintang Sungai Jembatan Maros (No. 1-5)
Terminal Bus Maros
Sungai Maros
Laporan Akhir Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008
7-83
2) Jembatan Jeneberang No. 1 (No. 1-31) di Mamminasa Bypass
Sumber: Tim Studi JICA
167,100
8+24
0
-20.000
8+20
0
8+22
0
-10.000
00.000
10.000
20.000
7,0
00
Design Crest=+10.730HWL=+8.860
8+26
0
8+28
0
8+30
0
Ground Level
Supposition Support Layer
8+32
0
8+34
0
8+36
0
6,0
00
8+38
0
8+40
0
8+42
0
Design Crest=+10.730
4,0
00
Sumber: Tim Studi JICA
Gambar 7.9.8 Foto Udara dan Penampang Melintang Sungai Jembatan Jeneberang No. 1 (No. 1-31)
Sungai Jeneberang
Laporan Akhir Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008
7-84
3) Jembatan Tallo (No. 2-6) di Jalan Trans-Sulawesi Mamminasata
Sumer: Tim Studi JICA
144,200
6+54
0
-20.000
6+50
0
6+52
0
-10.000
00.000
20.000
10.000
Design Crest=+5.140
6,0
00
6+56
0
6+58
0
6+60
0
Ground Level
Supposition Support Layer
8,0
00
6+62
0
6+64
0
6+66
0
Design River Bed=-4.200
HWL=+4.140
6+68
0
6+70
0
6+72
0
Design Crest=+5.140
8,0
00
Suber: Tim Studi JICA
Gambar 7.9.9 Foto Udara dan Penampang Melintang Sungai Jembatan Tallo (No. 2-6)
Jl Perintis Kemerdekaan
Jalan Lingkar Tengah
Sungai Tallo
Laporan Akhir Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008
7-85
4) Jembatan Jeneberang No. 2 (No. 2-10) di Jalan Trans-Sulawesi Mamminasata
Sumber: Tim Studi JICA
410,000
410,000
Design Crest=+7.750
8+02
0
Design River Bed=+0.520
Supposition Support Layer
Ground Level
8+24
0
27,0
00
-30.000
8+20
0
8+22
0
-10.000
-20.000
00.000
8-02
0
10.000
-20.000
-30.000
HWL=+6.550
8+00
0
10.000
-10.000
00.000
8+26
0
8+28
0
8+30
0
8+04
0
8+06
0
8+08
0
8+32
0
8+34
0
8+36
0
Supposition Support Layer
24,0
00
8+10
0
8+12
0
8+14
0
Ground Level
27,
000
8+38
0
8+40
0
8+42
0Design Crest=+7.750
8+16
0
8+18
0
8+20
0
Design River Bed=+0.520
HWL=+6.550
Sumber: Tim Studi JICA
Gambar 7.9.10 Foto Udara dan Penampang Melintang Sungai Jembatan Jeneberang No. 2 (No. 2-10)
Perbatasan Makassar- Gowa
Sungai Jeneberang
Laporan Akhir Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008
7-86
(2) Pemilihan Tipe Bangunan
Sebagai langkah pertama dalam menentukan tipe bangunan, kondisi lokasi tertentu dan hambatan-hambatan dalam desain diidentifikasi melalui survei lapangan, dan kemudian dipilih bangunan yang paling cocok berdasarkan alternatif-alternatif yang layak. Estetitka superstruktur juga disertakan dalam study sebagai salah satu alternatif jembatan pada daerah perkotaan.
1) Superstruktur (Bangunan Bagian Atas)
Tipe bangunan jembatan yang paling umum dan ekonomis di Indonesia adalah jembatan gelagar pracetak I karena panjang bentangnya antara 10-35 m seperti diuraikan pada Tabel 7.9.6. Rangka baja lazim digunakan untuk panjang bentang lebih dari 30 m.
Pengaturan bentang dan tata letak alinyemen merupakan unsur penentu dalam menentukan tipe bangunan bagian atas. Tipe bangunan bagian atas yang digunakan adalah i) Gelagar Baja I, ii) Gelagar Baja Tipe Kotak, iii) Rangka Baja, iv) Telapak Baja, v) Plat Berongga Pracetak, vi) Gelagar Pracetak I, vii) Gelagar Pracetak Bentuk U, dan viii) Gelagar Pracetak Tipe Kotak, dan ix) Telapak Pracetak. Tabel di bawah ini menunjukkan hubungan antara panjang bentang dan tipe bangunan bagian atas.
Tabel 7.9.6 Panjang Bentang yang Dapat Digunakan menurut Tipe Jembatan Panjang Bentang yang Dapat Digunakan (m)
Tipe Jembatan 0 20 40 60 80 100
Gelagar I
Gelagar Kotak
Rangka Steel
Telapak
Plat Berongga
Gelagar I
Gelagar U
Gelagar Kotak
Telapak
PC
Extra-dosed Sumber: Bridge Design Manual, Japan Pre-stressed Concrete Contractors Association, Japan Association of Steel Bridge Construction dan beberapa modifikasi oleh Tim Studi JICA untuk aplikasi di Indonesia
Studi perbandingan dilakukan terhadap tipe jembatan yang mencakup Gelagar Pracetak I, Gelagar Pracetak Tipe Kotak, Gelagar Baja, Rangka Baja, Telapak Baja atau Telapak Pracetak. Gelagar pracetak untuk bangunan bagian atas direkomendasikan karena keuntungan ekonomis dan bahan betonnya tersedia di pasar lokal. Namun mungkin dapat memilih telapak baja atau pracetak untuk jembatan yang terletak di daerah perkotaan demi aspek estetiknya meskipun harganya lebih mahal 200-300% dari pada gelagar I yang standar.
2) Substruktur (Bangunan Bagian Bawah)
Abutmen menyalurkan tekanan vertikal dan horisontal dari bangunan bagian atas ke pondasi.
Laporan Akhir Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008
7-87
Abutmen juga berfungsi menyangga jembatan terhadap tekanan bumi dari timbunan jalan ke bangunan bagian bawah jembatan. Pilar jembatan menyalurkan tekanan vertikal dan horisontal dari bangunan bagian bawah ke pondasi. Tipe abutmen dan pilar jembatan yang lazim digunakan berkaitan dengan tinggi aplikasi ditunjukkan pada Tabel 7.9.7 dan 7.9.8.
Tabel 7.9.7 Tinggi Normal menurut Tipe Abutmen Tinggi Normal (m)
Tipe Abutmen 0 10 20 30
Abutmen Gravitasi
Abutmen Kantilever
Counter-forted Abutment Sumber: Pedoman Desain Jembatan
Tabel 7.9.8 Tinggi Normal menurut Tipe Pilar Jembatan Tinggi Normal (m)
Tipe Pilar 0 10 20 30
Pilar Tiang Pancang
Pilar Kolom Tunggal
Pilar Dinding
Pilar Dinding Bagian I Sumber: Pedoman Desain Jembatan
Keempat jembatan besar yang dikaji dalam laporan ini adalah jembatan yang melintasi sungai. Karena tidak ada jembatan yang direncanakan dengan tinggi abutmen kurang dari 5 m, maka dipilih abutmen kantilever (tipe T terbalik). Tiang pancang berlubang atau yang bertipe multi-kolom sebaiknya tidak digunakan untuk pilar jembatan.
3) Pondasi
Pondasi menyalurkan beban terpusat dari bangunan bagian bawah sampai ke tanah penyangga. Tipe pondasi biasa yang dipertimbangkan untuk digunakan ditunjukkan pada Tabel 7.9.9. Karena lapisan penyangga yang dibutuhkan untuk konstruksi jembatan sangat dalam, maka pondasi telapak dan pondasi sumur tidak cocok digunakan. Menimbang ukuran jembatannya, pondasi caisson tidak diperlukan.
Tabel 7.9.9 Tipe Pondasi Normal Diameter Nominal (mm)
Pilar Bahan Tipe Minimum Maksimum
Baja Tiang pancang baja bentuk pipa 300 600
Tiang pancang beton bertulang 300 600 Pondasi Tiang
Pancang Tiang pancang beton pra-tekan 400 600
Bored Pile
Beton
Bored Pile 1.000 1.500 Sumber: Tim Studi JICA (Berdasarkan Pedoman Desain Jembatan)
Pondasi tiang pancang dipilih karena kedalaman lapisan tanah penyangganya kira-kira antara 10
Laporan Akhir Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008
7-88
sampai 20 m. Tiang pancang beton atau bored pile dipilih sebagai tipe pondasinya, baik karena aspek ekonomisnya maupun pengalaman penggunaannya di Indonesia. Bored piles digunakan untuk pondasi jembatan-jembatan besar, sedangkan tiang pancang beton pracetak (bentuk pipa atau persegi) untuk pondasi jembatan-jembatan kecil.
(3) Rencana Tata Letak Jembatan
Sungai Maros dan Sungai Tallo memiliki rencana-rencana peningkatan dan perbaikan. Oleh karena itu, penampang melintang sungai saat ini dan setelah peningkatan, termasuk tinggi muka air dan topografi dipertimbangkan dalam perencanaan jembatan. Untuk Sungai Jeneberang, yang telah ditingkatkan bersamaan dengan pembangunan bendungan Bili-Bili, rencana jembatannya dikaji berdasarkan kondisinya saat ini. Rencana-rencana jembatan yang dikaji ditunjukkan pada Gambar 7.9.11.
4. Top of pilecap (Pier) is 2.0m or less from the lower one of GL or RIL
3. Top of pilecap (Abutment) is 0.0m or less from PIL
ht1
> 0
.0m
hp1
> 2
.0m
hp2
> 2
.0m
Ground Level (GL)
River Improvement Level (RIL)
High Water Level (HWL)
Formation Height 2. Bottom of girder is more than design crest
Protected Inland Level (PIL)(Ground Level)
1. Front of abutment is backside from front of river protection
l > 0.0m
ha >
0.0
m
Sumber: Tim Studi JICA
Gambar 7.9.11 Model Rencana Tata Letak Jembatan
Adapun untuk jembatan pada sungai-sungai ini, ketinggian antara MWL (tinggi muka air tengah) dan dasar gelagar dipertahankan tetap 3 m agar pelayaran di sungai dapat dilakukan.
(4) Rencana dan Rekomendasi Jembatan Alternatif
Rencana dan desain konsep jembatan alternative dibuat untuk keempat jembatan besar berikut ini dan stabilitas, kemudahan konstruksi, pemeliharan, estetika dan biaya konstruksinya dievaluasi.
1) Jembatan Maros, Mamminasa Bypass (Lihat Tabel 7.9.10) 2) Jembatan Jeneberang No. 1, Mamminasa Bypass (Lihat Tabel 7.9.11) 3) Jembatan Tallo, jalan Trans Sulawesi (Lihat Tabel 7.9.12) 4) Jembatan Jeneberang No. 2, Jalan Trans Sulawesi (Lihat Tabel 7.9.13)
Jembatan Maros, Tallo, dan Jeneberang No. 2 yang terletak di daerah perkotaan Makassar bergantung pada hasil studi perbandingan estetika yang mempertimbangkan kondisi lanskapnya.
Laporan Akhir Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008
7-89
Tabel 7.9.10 Perbandingan Tipe Jembatan untuk Jembatan Maros
Eva
luat
ion
Cos
t Est
imat
e(T
hous
and
Rup
iah)
(1) S
uper
stru
cure
(2) S
ubst
ruct
ure
(3) F
ound
atio
nTO
TAL
100%
Stab
ility
Con
stru
ctio
nMai
nten
ance
Aes
thet
ics
Cos
tTo
tal
1216
86
4082
/ 20
/ 20
/ 10
/ 10
/ 40
/ 100
Cos
t Est
imat
e(T
hous
and
Rup
iah)
(1) S
uper
stru
cure
(2) S
ubst
ruct
ure
(3) F
ound
atio
nTO
TAL
127%
Stab
ility
Con
stru
ctio
nMai
nten
ance
Aes
thet
ics
Cos
tTo
tal
1212
86
3169
/ 20
/ 20
/ 10
/ 10
/ 40
/ 100
Cos
t Est
imat
e(T
hous
and
Rup
iah)
(1) S
uper
stru
cure
(2) S
ubst
ruct
ure
(3) F
ound
atio
nTO
TAL
138%
Stab
ility
Con
stru
ctio
nMai
nten
ance
Aes
thet
ics
Cos
tTo
tal
1414
66
2969
/ 20
/ 20
/ 10
/ 10
/ 40
/ 100
Cos
t Est
imat
e(T
hous
and
Rup
iah)
(1) S
uper
stru
cure
(2) S
ubst
ruct
ure
(3) F
ound
atio
nTO
TAL
209%
Stab
ility
Con
stru
ctio
nMai
nten
ance
Aes
thet
ics
Cos
tTo
tal
1410
610
1959
/ 20
/ 20
/ 10
/ 10
/ 40
/ 100
Des
crip
tion
Alternative 1PC 4span I Girder Bridge
Alternative 2PC 3span I Girder Bridge
Alternative 3Steel I Girder Bridge
Lay
out o
f Mar
os B
ridg
e
Not recommended from cost saving view point
Cro
ss S
ectio
nA
ltern
ativ
e 1
is P
C I
gird
er b
ridge
. The
mai
n gi
rder
(len
gth:
31.5
m) c
an b
e co
ntro
lled
easi
ly to
ens
ure
qual
ity si
nce
it is
a m
anuf
actu
red
stru
ctur
e, b
ut it
s tra
nspo
rtatio
n to
the
site
isre
quire
d. C
antil
ever
abu
tmen
t, si
ngle
col
umn
pier
and
bore
d pi
le fo
unda
tion
are
adop
ted
for s
ubst
ruct
ures
sinc
elo
cal c
ontra
ctor
s hav
e m
uch
expe
rienc
e in
the
cons
truct
ion
of th
is ty
pe. T
he to
tal c
onst
ruct
ion
cost
is th
e le
ast.
Alte
rnat
ive
2 is
PC
I gi
rder
brid
ge w
ith a
long
er sp
an. T
hem
ain
gird
er (l
engt
h: 4
2.0m
) can
be
cont
rolle
d ea
sily
toen
sure
qua
lity
sinc
e it
is a
man
ufac
ture
d st
ruct
ure,
but
its
trans
porta
tion
to th
e si
te is
requ
ired.
How
ever
, sin
ce th
egi
rder
is lo
ng, c
onst
ruct
ion
is d
iffic
ult.
As f
or su
bstru
ctur
es,
the
sam
e co
nstru
ctio
n m
etho
d as
that
for A
ltern
ativ
e 1
isad
opte
d.
23,1
46,0
00
Best option Not recommended Not recommended from cost saving view point
29,3
21,0
00
Alternative 4Nielsen-Lohse Bridge
Alte
rnat
ive
3 is
stee
l I g
irder
brid
ge. T
he m
ain
gird
er(le
ngth
: 42.
0m) i
s exc
elle
nt in
the
qual
ity a
spec
t sin
ce it
ism
anuf
actu
red
at fa
ctor
y, b
ut it
s tra
nspo
rtatio
n to
the
site
isre
quire
d. C
onst
ruct
ion
mat
eria
ls a
re to
be
proc
ured
over
seas
. The
tota
l con
stru
ctio
n co
st is
hig
her t
han
Alte
rnat
ive
1.
31,9
54,0
00
Alte
rnat
ive
4 is
Nie
sel-L
ohse
brid
ge. T
he m
ain
gird
er(le
ngth
: 125
.4m
) is e
xcel
lent
in th
e qu
ality
asp
ect s
ince
it is
man
ufac
ture
d at
fact
ory,
but
its t
rans
porta
tion
to th
e si
te is
requ
ired.
Con
stru
ctio
n m
ater
ials
are
to b
e pr
ocur
edov
erse
as. S
ince
the
span
leng
th is
long
, con
stru
ctio
n is
diffi
cult.
The
tota
l con
stru
ctio
n co
st is
the
high
est.1,
680,
000
58,1
78,0
001,
914,
000
1,28
0,00
061
,372
,000
15,5
96,0
00
4,19
7,00
01,
800,
000
4,04
6,00
026
,228
,000
23,3
24,0
00
5,33
0,00
02,
220,
000
FH
=+9.7
10
126,0
00
2,000
31,5
00
31,5
00
7,500
-20.0
00
3+720
3+740
3+760
Supposi
tion S
upport
Lay
er
Gro
und L
eve
l
00.0
00
-10.0
00
20.0
00
10.0
00
Desi
gn C
rest
=+7.6
60
3+763.2
9,900
3+780
3+800
3+820
31,5
00
9,900
10,800 9,900
1,600
2,000
14,300
Desi
gn C
rest
=+7.6
60
3+840
3+860
3+880
31,5
00
9,90010,8002,000
Desi
gn R
iver
Bed=+0.1
90
HW
L=+5.6
70
7,500 9,900
3+889.2
3+900
3+920
3+940
HW
L=+5.6
70
Desi
gn R
iver
Bed=+0.1
90
FH
=+10.2
10
126,0
00
42,0
00
42,0
00
8,000
-20.0
00
3+720
3+740
3+760
Supposi
tion S
upport
Lay
er
Gro
und L
eve
l
00.0
00
-10.0
00
20.0
00
10.0
00
Desi
gn C
rest
=+7.6
60
3+763.2
3+780
3+800
3+820
9,900
2,100
12,000
2,000
9,900
Desi
gn C
rest
=+7.6
60
9,900
3+840
3+860
3+880
42,0
00
2,000
13,900
8,000 9,900
3+889.2
3+900
3+920
3+940
HW
L=+5.6
70
Desi
gn R
iver
Bed=+0.1
90
FH
=+10.2
10
126,0
00
42,0
00
42,0
00
8,000
-20.0
00
3+720
3+740
3+760
Supposi
tion S
upport
Lay
er
Gro
und L
eve
l
00.0
00
-10.0
00
20.0
00
10.0
00
Desi
gn C
rest
=+7.6
60
3+763.2
3+780
3+800
3+820
9,900
2,100
12,000
2,000
9,900
Desi
gn C
rest
=+7.6
60
9,900
3+840
3+860
3+880
42,0
00
2,000
13,900
8,000 9,900
3+889.2
3+900
3+920
3+940
20,8
00
9,5
00
9,5
00
400
1,0
00
400
3,5
00
3,5
00
1,5
00
500
1,600
3,5
00
500
500
1,5
00
3,5
00
500
20,8
00
9,5
00
9,5
00
400
1,0
00
400
3,5
00
3,5
00
1,5
00
500
2,100
3,5
00
500
500
1,5
00
3,5
00
500
20,8
00
9,5
00
9,5
00
400
1,0
00
400
3,5
00
3,5
00
1,5
00
500
2,100
3,5
00
500
500
1,5
00
3,5
00
500
HW
L=+5.6
70
Desi
gn R
iver
Bed=
+0.1
90
FH
=+10.2
10
125,9
00
126,0
00
19,000
50
8,000
-20.0
00
3+720
3+740
3+760
Supposi
tion S
upport
Lay
er
Gro
und
Level
00.0
00
-10.0
00
20.0
00
10.0
00
Desi
gn C
rest
=+7.6
60
3+763.2
3+780
3+800
3+820
9,900
2,0002,000
Desi
gn C
rest
=+7.6
60
3+840
3+860
3+880
8,000 9,900
3+889.2
50
3+900
3+920
3+940
19,000
20,8
00
9,5
00
9,5
00
400
1,0
00
400
3,5
00
500
3,5
00
500
1,5
00
1,800
3,5
00
500
1,5
00
3,5
00
500
Laporan Akhir Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008
7-90
Tabel 7.9.11 Perbandingan Tipe Jembatan untuk Jembatan Jeneberang No. 1
Eva
luat
ion
Cos
t Est
imat
e(T
hous
and
Rup
iah)
(1) S
uper
stru
cure
(2) S
ubst
ruct
ure
(3) F
ound
atio
nTO
TAL
100%
Stab
ility
Con
stru
ctio
nMai
nten
ance
Aes
thet
ics
Cos
tTo
tal
1216
86
4082
/ 20
/ 20
/ 10
/ 10
/ 40
/ 100
Cos
t Est
imat
e(T
hous
and
Rup
iah)
(1) S
uper
stru
cure
(2) S
ubst
ruct
ure
(3) F
ound
atio
nTO
TAL
103%
Stab
ility
Con
stru
ctio
nMai
nten
ance
Aes
thet
ics
Cos
tTo
tal
1214
86
3979
/ 20
/ 20
/ 10
/ 10
/ 40
/ 100
Cos
t Est
imat
e(T
hous
and
Rup
iah)
(1) S
uper
stru
cure
(2) S
ubst
ruct
ure
(3) F
ound
atio
nTO
TAL
133%
Stab
ility
Con
stru
ctio
nMai
nten
ance
Aes
thet
ics
Cos
tTo
tal
1414
66
3171
/ 20
/ 20
/ 10
/ 10
/ 40
/ 100
Cro
ss S
ectio
nA
ltern
ativ
e 1
is P
C I
gird
er b
ridge
. The
mai
n gi
rder
(len
gth:
30.8
m) c
an b
e co
ntro
lled
easi
ly to
ens
ure
qual
ity si
nce
it is
a m
anuf
actu
red
stru
ctur
e, b
ut it
s tra
nspo
rtatio
n to
the
site
isre
quire
d. C
antil
ever
abu
tmen
t, si
ngle
col
umn
pier
and
bore
d pi
le fo
unda
tion
are
adop
ted
for s
ubst
ruct
ures
sinc
elo
cal c
ontra
ctor
s hav
e m
uch
expe
rienc
e in
the
cons
truct
ion
of th
is ty
pe. T
he to
tal c
onst
ruct
ion
cost
is th
e le
ast.
Alte
rnat
ive
2 is
PC
I gi
rder
brid
ge w
ith a
long
er sp
an. T
hem
ain
gird
er (l
engt
h: 3
8.5m
) can
be
cont
rolle
d ea
sily
toen
sure
qua
lity
sinc
e it
is a
man
ufac
ture
d st
ruct
ure,
but
its
trans
porta
tion
to th
e si
te is
requ
ired.
How
ever
, sin
ce th
egi
rder
is lo
ng, c
onst
ruct
ion
is d
iffic
ult.
As f
or su
bstru
ctur
es,
the
sam
e co
nstru
ctio
n m
etho
d as
that
for A
ltern
ativ
e 1
isad
opte
d.
27,4
47,0
00
Alte
rnat
ive
3 is
stee
l I g
irder
brid
ge. T
he m
ain
gird
er(le
ngth
: 38.
5m) i
s exc
elle
nt in
the
qual
ity a
spec
t sin
ce it
ism
anuf
actu
red
at fa
ctor
y, b
ut it
s tra
nspo
rtatio
n to
the
site
isre
quire
d. C
onst
ruct
ion
mat
eria
ls a
re to
be
proc
ured
over
seas
. The
tota
l con
stru
ctio
n co
st is
the
high
est.
36,5
90,0
00
Best option Not recommended Not recommended from cost saving view point
28,2
76,0
00
6,31
9,00
02,
480,
000
Alternative 2PC 4span I Girder Bridge
Alternative 3Steel I Girder Bridge
Lay
out o
f Jen
eber
ang
No.
1 B
ridg
eD
escr
iptio
n
Alternative 1PC 5span I Girder Bridge
18,6
48,0
00
20,8
69,0
00
29,8
84,0
00
5,18
7,00
02,
220,
000
4,82
6,00
01,
880,
000
30,8
00
154,0
00
8+240
30,8
00
6,500
-20.0
00
8+200
8+220
Supposi
tion S
upport
Lay
er
Gro
und L
eve
l
-10.0
00
00.0
00
20.0
00
10.0
00
Desi
gn C
rest
=+10.7
30
8+237.5
2,000
30,8
00
8+260
8+280
8+300
30,8
00
8,100
9,900
9,9002,000
12,400 9,900
8+320
8+340
8+360
30,8
00
9,90013,400
HW
L=+8.8
60
2,000
FH
=+12.7
80
1,600
12,100
2,000
9,900
8+380
8+400
8+420
Desi
gn C
rest
=+10.7
30
7,500 9,900
8+391.5
38,5
00
154,0
00
8+240
38,5
00
7,000
-20.0
00
8+200
8+220
Supposi
tion S
upport
Lay
er
Gro
und L
eve
l
-10.0
00
00.0
00
20.0
00
10.0
00
Desi
gn C
rest
=+10.7
30
8+237.5
HW
L=+8.8
60
38,5
00
8+260
8+280
8+300
8,000 9,9002,000
9,900
8+320
8+340
8+360
38,5
00
13,400 9,9002,000
FH
=+13.2
80
2,100
12,900
2,000
9,900
8+380
8+400
8+420
Desi
gn C
rest
=+10.7
30
8,000 9,900
8+391.5
38,5
00
154,0
00
8+240
38,5
00
6,700
-20.0
00
8+200
8+220
Supposi
tion S
upport
Lay
er
Gro
und L
eve
l
-10.0
00
00.0
00
20.0
00
10.0
00
Desi
gn C
rest
=+10.7
30
8+237.5
HW
L=+8.8
60
38,5
00
8+260
8+280
8+300
8,000 9,9002,000
9,900
8+320
8+340
8+360
38,5
00
13,400 9,9002,000
FH
=+12.9
80
1,800
12,900
2,000
9,900
8+380
8+400
8+420
Desi
gn C
rest
=+10.7
30
7,700 9,900
8+391.5
20,8
00
9,5
00
9,5
00
400
1,0
00
400
3,5
00
3,5
00
1,5
00
500
2,100
3,5
00
500
500
1,5
00
3,5
00
500
20,8
00
9,5
00
9,5
00
400
1,0
00
400
3,5
00
3,5
00
1,5
00
500
1,600
3,5
00
500
500
1,5
00
3,5
00
500
20,8
00
9,5
00
9,5
00
400
1,0
00
400
3,5
00
3,5
00
1,5
00
500
1,800
3,5
00
500
500
1,5
00
3,5
00
500
Laporan Akhir Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008
7-91
Tabel 7.9.12 Perbandingan Tipe Jembatan untuk Jembatan Tallo E
valu
atio
n
Cos
t Est
imat
e(T
hous
and
Rup
ia)
(1) S
uper
stru
cure
(2) S
ubst
ruct
ure
(3) F
ound
atio
nTO
TAL
100%
Stab
ility
Con
stru
ctio
nMai
nten
ance
Aes
thet
ics
Cos
tTo
tal
1216
86
4082
/ 20
/ 20
/ 10
/ 10
/ 40
/ 100
Cos
t Est
imat
e(T
hous
and
Rup
ia)
(1) S
uper
stru
cure
(2) S
ubst
ruct
ure
(3) F
ound
atio
nTO
TAL
125%
Stab
ility
Con
stru
ctio
nMai
nten
ance
Aes
thet
ics
Cos
tTo
tal
1212
86
3270
/ 20
/ 20
/ 10
/ 10
/ 40
/ 100
Cos
t Est
imat
e(T
hous
and
Rup
ia)
(1) S
uper
stru
cure
(2) S
ubst
ruct
ure
(3) F
ound
atio
nTO
TAL
153%
Stab
ility
Con
stru
ctio
nMai
nten
ance
Aes
thet
ics
Cos
tTo
tal
1212
88
2666
/ 20
/ 20
/ 10
/ 10
/ 40
/ 100
Cos
t Est
imat
e(T
hous
and
Rup
ia)
(1) S
uper
stru
cure
(2) S
ubst
ruct
ure
(3) F
ound
atio
nTO
TAL
229%
Stab
ility
Con
stru
ctio
nMai
nten
ance
Aes
thet
ics
Cos
tTo
tal
1210
610
1755
/ 20
/ 20
/ 10
/ 10
/ 40
/ 100
Alternative 3PC Box Girder Bridge
33,2
75,0
00
Alte
rnat
ive
3 is
PC
box
gird
er b
ridge
. The
mai
n gi
rder
(cen
ter s
pan
leng
th: 6
0.0m
) is e
lect
ed a
s the
can
tilev
erco
nstru
ctio
n m
etho
d in
the
site
. Sin
ce th
e sp
an le
ngth
islo
ng, c
onst
ruct
ion
is d
iffic
ult.T
he to
tal c
onst
ruct
ion
cost
isth
e hi
ghes
t.
5,58
6,00
01,
960,
000
25,7
29,0
00
Alternative 1PC 4span I Girder Bridge
5,09
3,00
01,
920,
000
3,86
4,00
01,
560,
000
Alternative 2PC 3span I Girder Bridge
Lay
out o
f Tal
lo B
ridg
e w
ith T
allo
Inte
rcha
nge
Not recommended from cost saving view point
Cro
ss S
ectio
n (o
ne si
de b
ridg
e)A
ltern
ativ
e 1
is P
C I
gird
er b
ridge
. The
mai
n gi
rder
(len
gth:
34.0
m) c
an b
e co
ntro
lled
easi
ly to
ens
ure
qual
ity si
nce
it is
a m
anuf
actu
red
stru
ctur
e, b
ut it
s tra
nspo
rtatio
n to
the
site
isre
quire
d. C
antil
ever
abu
tmen
t, si
ngle
col
umn
pier
and
bore
d pi
le fo
unda
tion
are
adop
ted
for s
ubst
ruct
ures
sinc
elo
cal c
ontra
ctor
s hav
e m
uch
expe
rienc
e in
the
cons
truct
ion
of th
is ty
pe. T
he to
tal c
onst
ruct
ion
cost
is th
e le
ast.
Alte
rnat
ive
2 is
PC
I gi
rder
brid
ge w
ith a
long
er sp
an. T
hem
ain
gird
er (l
engt
h: 4
6.0m
) can
be
cont
rolle
d ea
sily
toen
sure
qua
lity
sinc
e it
is a
man
ufac
ture
d st
ruct
ure,
but
its
trans
porta
tion
to th
e si
te is
requ
ired.
How
ever
, sin
ce th
egi
rder
is lo
ng, c
onst
ruct
ion
is d
iffic
ult.
As f
or su
bstru
ctur
es,
the
sam
e co
nstru
ctio
n m
etho
d as
that
for A
ltern
ativ
e 1
isad
opte
d.
21,7
14,0
00
Des
crip
tion
Best option Not recommended
27,2
49,0
00
14,7
01,0
00
21,8
25,0
00
Alternative 4Nielsen-Lohse Bridge
Alte
rnat
ive
4 is
Nie
sel-L
ohse
brid
ge. T
he m
ain
gird
er(le
ngth
: 135
.9m
) is e
xcel
lent
in th
e qu
ality
asp
ect s
ince
it is
man
ufac
ture
d at
fact
ory,
but
its t
rans
porta
tion
to th
e si
te is
requ
ired.
Con
stru
ctio
n m
ater
ials
are
to b
e pr
ocur
edov
erse
as. S
ince
the
span
leng
th is
long
, con
stru
ctio
n is
diffi
cult.
The
tota
l con
stru
ctio
n co
st is
the
high
est.
Not recommended from cost saving view point
47,4
73,0
001,
404,
000
840,
000
49,7
17,0
00
9,9007,500
136,0
00
34,0
00
6+540
34,0
00
7,500
-20.0
00
6+500
6+520Supposi
tion S
upport
Lay
er
Gro
und L
eve
l
-10.0
00
00.0
00
20.0
00
10.0
00
Desi
gn C
rest
=+5.1
40
6+537.6
12,700
34,0
00
1,600
9,900
9,900
6+560
6+580
6+600
9,900
12,7002,000
2,000
9,900
6+620
6+640
6+660
34,0
00
12,700
FH
=+7.0
40
HW
L=+4.1
40
Desi
gn R
iver
Bed=
-4.2
00
2,000
6+680
6+700
6+720
Desi
gn C
rest
=+5.1
40
6+673.6
9,9008,000
136,0
00
45,0
00
6+540
45,0
00
8,000
-20.0
00
6+500
6+520
Supposi
tion S
upport
Lay
er
Gro
und L
eve
l
-10.0
00
00.0
00
20.0
00
10.0
00
Desi
gn C
rest
=+5.1
40
6+537.6
Desi
gn R
iver
Bed=
-4.2
00
46,0
00
2,100
9,900
6+560
6+580
6+600
9,900
12,7002,000
HW
L=+4.1
40
9,9006+620
6+640
6+660
FH
=+7.5
40
12,7002,000
6+680
6+700
6+720
Desi
gn C
rest
=+5.1
40
6+673.6
17,
500
16,5
00
3,500
400
1,50
0500
3,500
1,600
600
500
3,5
003,
500
17,
500
16,5
00
3,500
2,100
1,50
0
400
500
3,500
600
500
3,5
003,
500
17,
500
16,5
00
3,500 3,000
400
1,50
0500
3,500
600
500
3,5
003,
500
136,0
00
38,0
00
9,9008,900
6+540
38,0
00
8,900
-20.0
00
6+500
6+520
Supposi
tion S
upport
Lay
er
Gro
und L
eve
l
-10.0
00
00.0
00
20.0
00
10.0
00
Desi
gn C
rest
=+5.1
40
6+537.6
Desi
gn R
iver
Bed=-4.2
00
60,0
00
1,800
9,900
6+560
6+580
6+600
13,200
9,900
2,000
3,000
HW
L=+4.1
40
9,900
6+620
6+640
6+660
2,00013,200
FH
=+8.4
40
6+680
6+700
6+720
Desi
gn C
rest
=+5.1
40
6+673.6
17,5
00
16,5
00
400
600
19,000
3,5
00
3,5
00
500
1,5
00
1,800
3,5
003,
500
500
136,0
00
9,9008,150
135,9
00
6+540
8,150
50
-20.0
00
6+500
6+520
Supp
osi
tion S
uppo
rt L
ayer
Gro
und L
eve
l
-10.0
00
00.0
00
20.0
00
10.0
00
Desi
gn C
rest
=+5.1
40
6+537.6
Desi
gn R
iver
Bed=
-4.2
00
2,000 2,000
6+560
6+580
6+600
9,900
HW
L=+4.1
40
6+620
6+640
6+660
19,000
FH
=+7.6
90
6+680
6+700
6+720
50
Desi
gn C
rest
=+5.1
40
6+673.6
Laporan Akhir Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008
7-92
Tabel 7.9.13 Perbandingan Tipe Jembatan untuk Jembatan Jeneberang No. 2
Eva
luat
ion
Cos
t Est
imat
e(T
hous
and
Rup
ia)
Cos
t Est
imat
e(T
hous
and
Rup
ia)
Cos
t Esti
mat
e(T
hous
and
Rup
ia)
(1) S
uper
stru
cure
(1) S
uper
stru
cure
(1) S
uper
stru
cure
(2) S
ubst
ruct
ure
(2) S
ubst
ruct
ure
(2) S
ubst
ruct
ure
(3) F
ound
atio
n(3
) Fou
ndat
ion
(3) F
ound
atio
nTO
TAL
100%
TOTA
L12
7%TO
TAL
233%
Stab
ility
Con
stru
ctio
nMai
nten
ance
Aes
thet
ics
Cos
tTo
tal
Stab
ility
Con
stru
ctio
nMai
nten
ance
Aes
thet
ics
Cos
tTo
tal
Stab
ility
Con
stru
ctio
nMai
nten
ance
Aes
thet
ics
Cos
tTo
tal
1216
86
4082
1212
86
3169
1410
610
1757
/ 20
/ 20
/ 10
/ 10
/ 40
/ 100
/ 20
/ 20
/ 10
/ 10
/ 40
/ 100
/ 20
/ 20
/ 10
/ 10
/ 40
/ 100
Alternative 1
13,5
15,0
009,
346,
000
75,1
27,0
00
Alte
rnat
ive
1 is
PC
I gi
rder
brid
ge. T
he m
ain
gird
er (l
engt
h:33
.0m
) can
be
cont
rolle
d ea
sily
to e
nsur
e qu
ality
sinc
e it
isa
man
ufac
ture
d st
ruct
ure,
but
its t
rans
porta
tion
to th
e si
te is
requ
ired.
Can
tilev
er a
butm
ent,
sing
le c
olum
n pi
er a
ndbo
red
pile
foun
datio
n ar
e ad
opte
d fo
r sub
stru
ctur
es si
nce
loca
l con
tract
ors h
ave
muc
h ex
perie
nce
in th
e co
nstru
ctio
nof
this
type
. The
tota
l con
stru
ctio
n co
st is
the
leas
t.
52,2
66,0
00
Alternative 2
10,6
89,0
0010
,548
,000
95,3
40,0
00
Alte
rnat
ive
2 is
PC
I gi
rder
brid
ge w
ith a
long
er sp
an. T
hem
ain
gird
er (l
engt
h: 4
4.0m
) can
be
cont
rolle
d ea
sily
toen
sure
qua
lity
sinc
e it
is a
man
ufac
ture
d st
ruct
ure,
but
its
trans
porta
tion
to th
e si
te is
requ
ired.
How
ever
, sin
ce th
egi
rder
is lo
ng, c
onst
ruct
ion
is d
iffic
ult.
As f
or su
bstru
ctur
es,
the
sam
e co
nstru
ctio
n m
etho
d as
that
for A
ltern
ativ
e 1
isad
opte
d.
74,1
03,0
00
174,
751,
000
Alternative 3A
ltern
ativ
e 4
is N
iese
l-Loh
se b
ridge
. The
mai
n gi
rder
(leng
th: 1
30.4
m) i
s exc
elle
nt in
the
qual
ity a
spec
t sin
ce it
ism
anuf
actu
red
at fa
ctor
y, b
ut it
s tra
nspo
rtatio
n to
the
site
isre
quire
d. C
onst
ruct
ion
mat
eria
ls a
re to
be
proc
ured
over
seas
. Sin
ce th
e sp
an le
ngth
is lo
ng, c
onst
ruct
ion
isdi
fficu
lt.Th
e to
tal c
onst
ruct
ion
cost
is th
e hi
ghes
t.
162,
831,
000
6,72
0,00
0
Best option Not recommended Not recommended from cost saving view point
5,20
0,00
0
Alte
rnat
ive
1
Alte
rnat
ive
2
Alte
rnat
ive
3
Alternative 1PC 12span I Girder Bridge
Alternative 2PC 9span I Girder Bridge
Alternative 3Nielsen-Lohse Bridge
Lay
out o
f Jen
eber
ang
No2
Bri
dge
392,0
00
44,0
00
42,0
00
8+000.0
8+020.0
8-020
Desi
gn C
rest
=+7.7
50
-30.0
00
-20.0
00
-10.0
00
00.0
00
10.0
00
26,900
Supposi
tion S
uppo
rt L
ayer
Gro
und L
eve
l
7,000
8-006.5
8+100.0
44,0
00
8+080.0
8+060.0
8+040.0
44,0
00
24,9006,400
1,000
22,90010,600
2,000
8+120.0
8+140.0
8+160.024,900
44,0
00
24,90012,200
2,000
14,2002,000
44,0
00
44,0
00
8+180.0
8+220.0
8+200.0
8+240.0
24,900
FH
=+10.3
00
Desi
gn R
iver
Bed=+0.5
20
HW
L=+6.5
50
2,100
2,000
14,100
8+260.0
8+280.0
8+300.0
44,0
00
24,90012,100
2,000
22,9006,400
1,000
Desi
gn C
rest
=+7.7
50
8+320.0
8+340.0
8+360.0
8+380.0
42,0
00
22,9006,400
1,000
22,9008,500
8+385.5
8+400.0
Desi
gn R
iver
Bed=
+0.5
20
392,0
00
33,0
00
33,0
00
8+000.0
8+020.0
8-020
Desi
gn C
rest
=+7.7
50
-30.0
00
-20.0
00
-10.0
00
00.0
00
10.0
00
25,900
26,900
Supposi
tion S
uppo
rt L
ayer
Gro
und L
eve
l
31,0
00
6,500
8-006.5
6,400
8+100.0
33,0
00
8+080.0
8+060.0
8+040.0
33,0
00
25,900
1,000
6,400
1,000
22,90010,600
2,000
8+120.0
8+140.0
8+160.0
24,900
33,0
00
24,90012,200
2,000
14,2002,000
HW
L=+6.5
50
1,000
33,0
00
33,0
00
8+180.0
8+220.0
8+200.0
8+240.0
24,900
24,900
33,0
00
2,000
14,200
FH
=+9.8
00
1,600
13,800
2,000
8+260.0
8+280.0
8+300.0
2,000
33,0
00
24,90012,100
2,000
19,90010,600
Desi
gn C
rest
=+7.7
50
8+320.0
8+340.0
8+360.0
8+380.0
33,0
00
22,9006,400
1,000
22,900
22,900
31,0
00
6,400
8,000
8+385.5
8+400.0
Desi
gn R
iver
Bed=+0.5
20
392,0
00
130,4
00
130,4
00
8+000.0
8+020.0
8-020
Desi
gn C
rest
=+7.7
50
-30.0
00
-20.0
00
-10.0
00
00.0
00
10.0
00
26,900
Supposi
tion S
uppo
rt L
ayer
Gro
und L
eve
l
7,000
8-006.5
50
19,000
8+100.0
8+080.0
8+060.0
8+040.0
2,000
8+120.0
8+140.0
8+160.0
24,90012,700
2,000350
HW
L=+6.5
50
2,000
130,4
00
2,000 2,000
19,000
8+180.0
8+220.0
8+200.0
8+240.0
FH
=+10.3
00
2,000 2,100
8+260.0
8+280.0
8+300.0
24,90012,700
2,000
350
2,000
19,000
Desi
gn C
rest
=+7.7
50
8+320.0
8+340.0
8+360.0
8+380.022,9008,500
8+385.5
50
8+400.0
20,8
00
9,5
00
9,5
00
400
1,0
00
400
3,5
00
3,5
00
1,5
00
500
1,600
3,5
00
500
500
1,5
00
3,5
00
500
20,8
00
9,5
00
9,5
00
400
1,0
00
400
3,5
00
3,5
00
1,5
00
500
2,100
3,5
00
500
500
1,5
00
3,5
00
500
20,
800
9,5
00
9,500
400
1,000
400
19,000
3,500
500
3,5
00
500
1,500
1,800
3,50
0500
1,5
00
3,500
500
Laporan Akhir Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008
7-93
Ringkasan evaluasi tipe jembatan alternative ditunjukkan pada Tabel 7.9.14 – 7.9.17
Tabel 7.9.14 Evaluasi Tipe Jembatan Alternatif untuk Jembatan Maros Bridge Length: 126mArea / Alternative Structure Types Span Stability Construction Maintenance Aesthetics Cost TotalUrban 20% 20% 10% 20% 30% 100%
Alternative 1 PC I Girder 31.5m x 4 16% 16% 8% 6% 30% 76%Alternative 2 PC I Girder 42m x 3 16% 14% 8% 8% 24% 70%Alternative 3 Steel I Girder 42m x 3 18% 15% 6% 8% 21% 68%Alternative 4 Nielsen Lose (Arch) 126m 18% 10% 6% 20% 14% 68%
Tabel 7.9.15 Evaluasi Tipe Jembatan Alternatif untuk Jembatan Jeneberang No. 1
Bridge Length: 154mStructure Types Span Stability Construction Maintenance Aesthetics Cost Total
Rural 20% 20% 10% 10% 40% 100%Alternative 1 PC I Girder 30.8m x 5 12% 16% 8% 4% 40% 80%Alternative 2 PC I Girder 38.5m x 4 12% 14% 8% 5% 38% 77%Alternative 3 Steel I Girder 38.5m x 4 14% 14% 6% 5% 30% 69%
Area / Alternative
Tabel 7.9.16 Evaluasi Tipe Jembatan Alternatif untuk Jembatan Tallo Bridge Length: 136m
Structure Types Span Stability Construction Maintenance Aesthetics Cost TotalUrban 20% 20% 10% 20% 30% 100%
Alternative 1 PC I Girder 34m x 4 16% 16% 8% 6% 30% 76%Alternative 2 PC I Girder 45m+46m+45m 16% 14% 8% 8% 24% 70%Alternative 3 PC Box Girder 38m+60m+38m 16% 12% 8% 12% 21% 69%Alternative 4 Nielsen Lose (Arch) 136m 18% 10% 6% 20% 12% 66%
Area / Alternative
Tabel 7.9.17 Evaluasi Tipe Jembatan Alternatif untuk Jembatan Jeneberang No. 2
Bridge Length: 392mStructure Types Span Stability Construction Maintenance Aesthetics Cost Total
Urban 20% 20% 10% 20% 30% 100%Alternative 1 PC I Girder 31mx2+33mx10 16% 16% 8% 6% 30% 76%Alternative 2 PC I Girder 42mx2+44mx7 16% 14% 8% 8% 24% 70%Alternative 3 Nielsen Lose (Arch) 130mx3 18% 10% 6% 20% 14% 68%
Area / Alternative
Berdasarkan hasil studi perbandingan yang dilakukan, dipilih gelagar pracetak I sebagai tipe yang paling sesuai dari aspek ekonomi dan efisiensi konstruksinya. Tetapi mungkin saja memilih jembatan telapak jika lebih mengutamakan aspek estetikanya. Meski biaya konstruksi jembatan telapak pracetak dan telapak baja lebih tinggi 200% dan 300% dari pada gelagar pracetak I, namun kelebihannya mungkin dapat dibenarkan sebagai monumen kota. Indikator ekonomi (EIRR, NPV, B/C) tidak akan begitu dipengaruhi oleh tipe jembatan karena yang dievaluasi adalah proyek pembangunan jalan.
7.9.5 Jembatan Kecil
(1) Pemilihan Tipe Bangunan
Tipe bangunan jembatan yang paling ekonomis dan umum di Indonesia adalah gorong-gorong tipe kotak yang panjang bentangnya kurang dari 10m, jembatan plat berongga pracetak yang panjang bentangnya antara 10-16m, dan jembatan gelagar pracetak I yang panjang bentangnya antara 16-35m. Panjang bentang ditentukan oleh tipe bangunan bagian atasnya. Tabel 7.9.18 menunjukkan panjang bentang yang dapat digunakan untuk berbagai tipe bangunan bagian atas. Berdasarkan table tersebut, yang digunakan adalah gelagar pracetak I dan gorong-gorong tipe kotak.
Laporan Akhir Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008
7-94
Tabel 7.9.18 Panjang Bentang yang Dapat Digunakan menurut Tipe Jembatan untuk Jembatan Kecil
Panjang Bentang yang Dapat Digunakan (m) Tipe Jembatan
0 20 40 60 80 100
RC Gorong2 Tipe Kotak
PC Plat Berongga
PC Gelagar I
Baja Gelagar I
Baja Rangka Sumber: Tim Studi JICA
Abutmen tipe T terbalik digunakan untuk bangunan bagian bawah jembatan-jembatan kecil. Pondasi tiang pancang dipilih karena kedalaman lapisan tanah penyangganya kira-kira antara 10 sampai 30 m. Tiang pancang pracetak dipilih sebagai tipe pondasinya, baik karena aspek ekonomisnya maupun pengalaman penggunaannya di daerah proyek.
(2) Rencana Tata Letak Jembatan
Lima ukuran panjang bentang jembatan yaitu 35m, 30m, 25m, 20m dan 16m direncanakan untuk jembatan-jembatan kecil dan tiga ukuran untuk gorong-gorong tipe kotak yaitu 10m, 5m dan 3m (lihat Gambar 7.9.12).
Laporan Akhir Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008
7-95
Supposition Support Layer Supposition Support Layer
Ground Level
9,90
0
9,90
0
Supposition Support Layer
4,0
00
600
5,000
FH
HWL
16,000
1,2
50
Ground Level
6,0
00
FH
HWL
6,0
00
Ground Level
4,0
002,4
00
3,000
500
FH
HWL
10,000
FH
Ground Level
600
HWL
Supposition Support Layer
35,000
25,000
8,0
009,
900
Ground Level
6,0
009,9
00
HWL1,2
50
FH
Ground Level
1,7
00
HWL
FH
30,000
9,9
006,0
00
6,0
009,9
00
8,0
009,
900
9,90
08,0
00
Ground Level
HWL
20,000
1,2
50
FH
6,0
009,9
00
Ground Level
Supposition Support Layer
1,7
00
HWL
FH
9,90
08,0
00
Sumber: Tim Studi JICA
Gambar 7.9.12 Tata Letak Standar Jembatan Kecil dan Gorong2 Tipe Kotak
Laporan Akhir Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008
7-96
7.10 Desain Awal Jalan-Jalan F/S 7.10.1 Umum
Tim Studi telah mendesain bangunan jalan, persimpangan, jembatan, perkerasan, drainase dan bangunan lainnya untuk jalan-jalan F/S sesuai dengan standar desain, konsep pembangunan jalan, dan alinyemen rute yang ditetapkan pada Bagian 7.4 – 7.9 dari Bab 7 ini. Desain teknisnya didasarkan pada hasil-hasil survei kondisi alam (topografi, hidrologi dan geoteknik) berikut analisisnya. Keakuratan desain awal secara keseluruhan berada pada kisaran 10 - 15% sebagaimana lazimnya pada tahap F/S.
Hasil-hasil desain tersebut dituangkan dalam Gambar pada Volume 2-2 (Gambar Desain Awal) dari Laporan Kemajuan 2 ini. Ruas-ruas jalan yang saat ini sedang dibangun atau yang akan dibangun menjelang tahun 2010 oleh Bina Marga dan/atau pemerintah daerah.
7.10.2 Jalan Kendaraan
Desain awal untuk kendaraan dibuat untuk Jalan Trans-Sulawesi Mamminasata, Mamminasa Bypass, Jalan Hertasning dan Jalan Abdulah Daeng Sirua pada peta survey topografi. Dari survey data topografi, termasuk foto mosaik jalan dari survei udara, pada saat pembuatan alinyemen horizontalnya disesuaikan dengan peta topografi. Digital Terrain Model (model lapangan digital) kemudian disiapkan dari data titik survei penampang melintang dan konturnya dari ortho-photo setelah fitur 3 dimensinya dibuat, seperti jalan eksisting, selokan eksisting, kanal, dll. serta fitur-fitur jalan lainnya. Kemudian dibuat template penampang melintang untuk masing-masing ruas jalan dan digunakan untuk menghitung kuantitas pekerjaan tanah dan kuantitas lainnya.
(1) Desain Awal Alinyemen Horizontal
1) Jalan Trans-Sulawesi Mamminasata
Rencana alinyemen jalan bermula dari Maros kira-kira 900m setelah Jembatan Maros. Desain alinyemen horizontal untuk Ruas-A Jalan Trans-Sulawesi mengikuti jalan eksisting, karena Daerah Milik Jalan (ROW) telah ditetapkan selebar 21m dari as jalan eksisting (total 42m). Karena alinyemen jalan eksisting hampir sama dengan kecepatan rencana yakni 60km/jam, maka perubahan alinyemen eksisting tidak diperlukan. Total panjang jalan tersebut dari titik permulaan sampai ke Jalan Tol Ir. Sutami adalah sekitar 8,7km. Panjang jalan dari persimpangan Jl. Ir. Sutami sampai ke permulaan Ruas B di Jalan Perintis Kemerdekaan adalah sekitar 10,3km, yang akan dilebarkan dari 4 lajur menjadi 6 lajur dengan median di tengahnya melalui proyek yang sedang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga. Dari persimpangan Jalan Tol Ir. Sutami ke persimpangan Daya (Sta.14+100) di Jalan Perintis Kemerdekaan (bagian dari Jalan Trans-Sulawesi Ruas A) akan dilebarkan kemudian dari 6 lajur menjadi 8 lajur di masa yang akan datang.
Pembebasan lahan telah dilakukan untuk Ruas-B Jalan Trans-Sulawesi (Jalan Lingkar Tengah). Batas DAMIJA diperoleh dari hasil survei topografi dan informasi mengenai gambar-gambar DAMIJA diperoleh dari Dinas PU Makassar. Alinyemen horizontalnya didesain berdasarkan
Laporan Akhir Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008
7-97
data-data ini. Diperlukan beberapa penyesuaian selama tahap desain detail, terutama pada tikungan-tikungan tajam. Total panjang Ruas-B adalah sekitar 7,3km dari Sta.18+960 ke Sta.26+300.
Alinyemen Ruas-C pada dasarnya mengikuti alinyemen rute yang dilakukan pada Google Map selama tahap pemilihan rute, kecuali beberapa perubahan kecil yang dilakukan berdasarkan hasil survei topografi dan untuk menekan jumlah pemindahan permukiman sepanjang rute tersebut. Panjang ruas ini adalah sekitar 8,6km dari Sta.26+300 ke Sta.35+000.
Ruas-D pada dasarnya merupakan pelebaran Jalan Nasional eksisting dari 2 lajur menjadi 4 lajur. Ruas ini biasanya melalui daerah semi-perkotaan kecuali di beberapa lokasi, di mana jalan tersebut melalui daerah perkotaan. Titik kontrol utama pada ruas ini adalah kanal eksisting yang ada di sisi kiri jalan tersebut. Jarak kanal tersebut dari pinggir jalan bervariasi. Untuk menekan jumlah pembebasan lahan, menghindari relokasi kanal tersebut dan untuk memanfaatkan lebar jalan eksisting semaksimal mungkin, maka diperlukan pertimbangan yang cermat dalam desain alinyemennya. Jika kanal tersebut terletak di dekat pinggir jalan eksisting, maka as jalan yang baru akan didesain sedemikian rupa sehingga pinggir jalan eksisting dan pinggir jalan yang baru bertemu di sisi kiri. Demikian pula jika kanal tersebut terletak agak jauh dari jalan eksisting, maka lahan antara jalan eksisting dengan kanal tersebut dapat digunakan untuk menekan jumlah pemindahan permukiman di sisi sebelahnya. Di pihak lain, jika jalan tersebut melalui daerah perkotaan, maka as jalan rencananya pada dasarnya akan mengikuti as jalan eksisting. Total panjang ruas ini adalah sekitar 22,35km dari Sta.30+000 ke Sta.57+350 di pusat kota Takalar.
2) Mamminasa Bypass
Ruas Utara
Rencana alinyemen jalan bermula dari jalan nasional di Maros kira-kira 1.800 m utara Jembatan Maros. Desain alinyemen horisontal ruas utara Mamminasa Bypass mengikuti kecepatan rencana 60-80 km/jam karena jalan ini merupakan alinyemen jalan baru dan tidak dibatasi oleh jalan eksisting. Titik kontrol utama adalah waduk penampungan banjir di Maros, titik silang Sungai Maros, dan titik-titik penghubung ke jalan nasional. Alinyemen horisontal didesain untuk menghindari rencana waduk penampungan banjir tersebut. Alinyemen ini melewati belakang kantor Bupati setelah melewati Sungai Maros. Rute ini juga melintasi jalan nasional menuju pantai timur (Watampone/Pelabuhan Bajoe). Jalan lurus ke dan dari utara dan timur akan menggunakan jalan ini sebagai jalan lintas (Maros Town Bypass). Total panjang jalan tersebut dari titik awal ke persimpangan dengan jalan nasional adalah sekitar 5,6km. Ruas utara akan dikembangkan menjadi 4 lajur dengan lebar median 10,5m yang dicadangkan untuk pelebaran jalan menjadi 6 lajur di masa yang akan datang.
Ruas Tengah
Desain alinyemen horisontal Ruas Tengah Mamminasa Bypass mengikuti kecepatan rencana yaitu 60-80 km/jam, karena jalan ini merupakan alinyemen jalan baru. Titik kontrol utama adalah Bukit Kariango (elevasi 115 m), Kostrad Kariango (barak tentara), landasan pacu baru Bandara
Laporan Akhir Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008
7-98
Hasanuddin dan Gg. Moncongloe (elevasi 314 m). Alinyemen horisontal Ruas Tengah didesain untuk menghindari titik-titik kontrol ini dan alinyemennya didesain melewati sebuah lahan berbukit-bukit (elevasi antara 20-40m) kira-kira seluas 4.000 ha di Gg. Moncongloe yang termasuk wilayah Makassar dimana pembangunan kota satelit baru direncanakan sebagaimana disarankan dalam Rencana Mamminasata (lihat Bagian 4.5 Laporan ini). Total panjang Ruas Tengah adalah 27,0 km sampai ke Jl. Malino dan akan dikembangkan menjadi 4 lajur dengan lebar median 10,5m yang dicadangkan untuk pelebaran di masa yang akan datang.
Ruas Selatan
Desain alinyemen horisontal Ruas Selatan Mamminasa Bypass mengikuti kecepatan rencana yaitu 60-80 km/jam, karena seluruh alinyemennya baru. Panjang Ruas Selatan kira-kira 16,7 km dan bermula di Jl. Malino, melintasi Sungai Jeneberang dan melewati jalan nasional di Boka sekitar 5,3 km selatan Jembatan Sungguminasa dan berakhir di jalan Tj. Bunga-Takalar. Tidak ada titik kontrol utama kecuali titik silang Sungai Jeneberang. Alinyemen horisontalnya didesain untuk menekan jumlah pemindahan permukiman. Ruas Selatan ini akan dikembangkan menjadi 4 lajur dengan lebar median 10,5m yang dicadangkan untuk pelebaran jalan di masa yang akan datang.
3) Jalan Hertasning
Jalan Hertasning terbagi atas empat (4) ruas. Desain awal dilakukan hanya untuk Ruas D karena Ruas A, B dan C telah dilakukan oleh Pemerintah Propinsi. Desain alinyemen horisontal Ruas D mengikuti jalan eksisting. Karena alinyemen jalan eksisting kebanyakan mengikuti kecepatan rencana yaitu 60 km/jam. Total panjang Ruas D kira-kira 4,9km dan jalan eksisting tersebut akan dilebarkan dari 2 lajur menjadi 4 lajur dengan lebar median 4 m.
4) Jalan Abdullah Daeng Sirua
Ruas Kota Makassar (Ruas A, C dan D)
Jalan Abdullah Daeng Sirua terbagi atas enam (6) ruas. Ruas A-D berada di kota Makassar dan Ruad E dan F di Kabupaten Maros dan Gowa. Alinyemen horisontal Ruas A mengikuti jalan eksisting. Karena alinyemen jalan eksisting kebanyakan mengikuti kecepatan rencana yaitu 60 km/jam, maka perubahan alinyemennya tidak diperlukan. Namun, Ruas A ini sulit dilebarkan dari 2 lajur menjadi 4 lajur tanpa metode penyesuaian lahan dan karena itu jalan dua lajur eksisting akan digunakan dengan kendali lalulintas satu arah dalam jangka pendek hingga jangka menengah.
Jalan eksisting pada Ruas B terletak di sebelah selatan saluran PDAM. Sebuah jalan baru dengan 2 lajur sedang dibangun oleh pemerintah Kota Makassar dan karena itu ruas ini tidak termasuk dalam F/S.
Alinyemen horisontal Ruas C mengikuti jalan eksisting. Karena alinyemen jalan eksisting sebagian besar mengikuti kecepatan rencana yaitu 60 km/jam, maka perubahan alinyemen eksistingnya pun tidak diperlukan.
Ruas D adalah jalan dengan 2 lajur sepanjang DAMIJA saluran PDAM dan jalan eksisting. Dua
Laporan Akhir Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008
7-99
metode diadopsi. Pertama membangun sebuah jalan baru berhadapan dengan saluran PDAM dan kedua membangun sebuah jalan baru di atas saluran PDAM menggantikannya dengan pipa baja beton (Dia.1200mm x 2 buah). Ruas dari Sta. 3+850 ke Sta. 4+400 didesain sebagai sebuah jalan baru berhadapan dengan saluran PDAM untuk menjaga lingkungan badan air yang menghadap ke jalan. Ruas dari Sta. 4+400 ke Sta. 6+100 didesain dengan pipa baja beton untuk menekan jumlah pemindahan permukiman. Setelah sub-ruas ini, alinyemen horisontal Ruas D mengikuti jalan eksisting dan diperlukan sejumlah pemindahan permukiman. Karena alinyemen jalan eksisting sebagian besar mengikuti kecepatan rencana yaitu 60 km/jam, maka perubahan alinyemen eksistingnya tidak diperlukan.
Ruas Kabupaten Maros dan Gowa (Ruas E dan F)
Ruas ini bermula dari Jembatan Tallo yang merupakan batas Makassar – Maros. Alinyemen horisontal Ruas E mengikuti jalan eksisting dan ruas tanggul yang lurus. Alinyemen eksistingnya bisa digunakan.
Ruas F adalah ruas akhir dari Jalan Abdullah Daeng Sirua. Jalan ini akan terhubung ke kota satelit sebagai jalan akses langsungnya. Jalan ini bertemu dengan Mamminasa Bypass di bagian tengah ruas ini dan juga terhubung ke KIWA. Alinyemen horisontal Ruas E didesain untuk menekan jumlah pemindahan permukiman.
(2) Desain Awal Alinyemen Vertikal
1) Jalan Trans-Sulawesi Mamminasata
Ruas-A Jalan Trans-Sulawesi akan dibangun dengan melebarkan jalan eksisting, dan karena itu mengikuti profil jalan eksisting dengan tinggi tambahan (ketebalan) untuk lapisan perkerasan. Karena as jalan rencananya juga mengikuti as jalan eksisting, maka koreksi profil penampang miring perkerasannya juga tidak diperlukan. Profil eksisting juga mengikuti kecepatan rencana yaitu 60 km/jam sehingga tidak diperlukan perubahan.
Ruas-B adalah pembangunan jalan baru. Elevasi dari ruas awal jalan tersebut dikontrol oleh elevasi Jl. Perintis Kemerdekaan (Sta.19+100), elevasi tanah pada Jembatan Sungai Tallo (Sta.19+600), elevasi jalan Abdullah Daeng Sirua (Sta.20+300) tepat setelah jembatan, Jalan Hertasning (Sta.23+900), beberapa jalan lokal lainnya, dan yang terakhir oleh elevasi flyover (Sta.26+200) pada akhir ruas Jl. Sultan Alauddin. Tinggi timbunan rata-rata 4.5 m yang terbentang sekitar 500m setelah Jembatan Tallo sampai Jalan Abdullah Daeng Sirua, menyeberangi daerah aliran Sungai Tallo. Tinggi timbunan rata-rata pada ruas dari Jalan Abdullah Daeng Sirua sampai Hertasning adalah sekitar 2m sampai 3m. Sisa ruas tersebut memiliki tinggi timbunan rata-rata 0,5m sampai 1m.
Elevasi tanah pada permulaan Ruas-C dikontrol oleh elevasi flyover di Jalan Sultan Alauddin dan Jembatan Jeneberang (Sta.26+700). Ruas-C melewati persawahan dan tinggi rata-rata timbunannya adalah sekitar 0,5m sampai 1m.
Ruas-D adalah ruas yang dilebarkan dari jalan nasional eksisting dan karena itu profilnya sebagian besar mengikuti elevasi jalan eksisting.
Laporan Akhir Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008
7-100
2) Mamminasa Bypass
Mamminasa Bypass adalah pembangunan jalan baru dan terletak di daerah yang datar. Elevasi tanah Ruas Utara dikontrol oleh jalan nasional eksisting (Sta.0+000) dan elevasi Jembatan Maros. Tinggi rata-rata timbunan Ruas Utara adalah 1,0m sampai 1,5m.
Ruas Tengah sebagian besar melewati persawahan dan tinggi rata-rata timbunannya adalah 0,5m sampai 1m. Elevasi tanahnya pada beberapa ruas dikontrol oleh daerah berbukit-bukit yang terletak pada Sta.17+850, Sta.18+950, Sta.19+650 dan sebuah jembatan pada Sta.23+400. Elevasi tanah maksimum sebesar 5% diadopsi untuk sub-ruas ini.
Ruas Selatan dikontrol oleh elevasi tanah jembatan yang melintas di atas Sungai Jeneberang dan elevasi jalan eksisting pada Jalan Trans-Sulawesi (Sta.43+650). Tinggi rata-rata timbunannya adalah 0,5m sampai 1,5m.
3) Jalan Hertasning
Elevasi tanah Ruas D Jalan Hertasning dibangun dengan melebarkan jalan eksisting dan, karena itu, sebagian besar mengikuti elevasi jalan yang eksisting. Elevasi tersebut mengikuti kecepatan rencana yaitu 60 km/jam dan karena itu tidak diperlukan perubahan.
4) Jalan Abdullah Daeng Sirua
Ruas A Jalan Abdullah Daeng Sirua pemanfaatan jalan eksisting dengan dua lajur sebagaimana adanya karena pelebaran menjadi 4 lajur sulit dilakukan kecuali pada rentang yang pendek di akhir ruas jalan tersebut.
Ruas C, D dan E Jalan Abdullah Daeng Sirua adalah pelebaran jalan eksisting atau pembangunan 2 lajur tambahan pada saluran PDAM, yang sejajar dengan jalan eksisting. Oleh karena itu, elevasinya pada dasarnya mengikuti elevasi jalan eksisting. Elevasi eksisting mengikuti persyaratan kecepatan rencana yaitu 60 km/jam dan karena itu tidak diperlukan perubahan.
Ruas F melewati persawahan dan tinggi rata-rata timbunannya adalah 0m sapai 1,0m. Elevasi tanah beberapa ruas dikontrol oleh daerah berukit-bukit pada Sta.13+700, Sta.14+050 dan Sta.14+950. Elevasi tanah sebesar 3% sampai 5% digunakan untuk ruas-ruas ini.
(3) Desain Awal Penampang Melintang
1) Jalan Trans-Sulawesi Mamminasata
Untuk sub-ruas dari Maros sampai persimpangan Jl. Tol Ir. Sutami IC di Ruas-A, penampang melintang tipikal memiliki 6 lajur (3 lajur untuk masing-masing arah) dengan pelebaran jalan eksisting. Pengaturan lajur terdiri atas sebuah lajur dengan lebar 3,5m x 6 lajur, zona tanaman 1,5m, trotoar 3m dan drainase pada kedua sisi, berdasarkan Spesifikasi Standar Desain Geometri Jalan Perkotaan di Indonesia, sebagaimana disajikan sebelumnya pada Bagian 7.5 dari Laporan ini. DAMIJA adalah 42m, 21m pada masing-masing sisi dari as jalan. Pelebaran jalan di masa yang akan datang menjadi 8 lajur dapat dilakukan dengan menutupi saluran drainase dan menggunakannya sebagai trotoar.
DAMIJA untuk Ruas-B, Jalan Lingkar Tengah adalah 40m dan pembebasan lahannya sedang
Laporan Akhir Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008
7-101
berlangsung. Penampang melintang tipikal ruas ini didesain dengan pendekatan pembangunan bertahap. Pada tahap pertama, dibangun 6 lajur dengan median yang lebar, yang dapat dikurangi menjadi 3m sesuai lebar standar, apabila jalan tersebut akan dilebarkan menjadi 8 lajur di masa yang akan datang. Agar penampang melintangnya sesuai dengan DAMIJA, maka dua lajur bagian luarnya didesain dengan lebar lajur 3,25m. Trotoar dibangun dengan menutupi drainase.
Pembangunan Ruas-C, Jalan Lingkar Tengah juga didasarkan pada pendekatan pembangunan bertahap. Pada tahap pertama, 4 lajur (2 lajur pada masing-masing arah) dibangun dengan median yang lebar. Pelebaran menjadi 6 lajur di masa yang akan datang dapat dilakukan dengan melebarkan jalan tersebut ke dalam.
Desain penampang melintang pada Ruas-D memerlukan perencanaan yang cermat karena adanya saluran eksisting. Ada tiga desain penampang melintang tipikal. Bila jalan tersebut melewati daerah perkotaan dan saluran eksisting terletak jauh dari jalan, maka pelebaran jalan menjadi 4 lajur dilakukan dengan melebarkan dua sisinya. Bila jalan eksisting berada dekat dengan saluran, maka pelebaran dilakukan pada sisi bersebelahan dengan jalan eksisting. Di pihak lain, bila jalan eksisting relatif jauh dari saluran dan terdapat ruang yang cukup antara jalan eksisting dan saluran, maka pelebaran dilakukan pada sisi saluran tersebut. Semua rencana tersebut menghindari relokasi saluran eksisting.
2) Mamminasa Bypass
Karena Mamminasa Bypass merupakan pembangunan jalan baru, maka penampang melintang tipikal digunakan dengan 4 lajur (2 lajur pada masing-masing arah). Pengaturan lajur dilakukan dengan lebar median 3,5m, zona tanaman 1,0m, trotoar 3m dan drainase pada kedua sisinya, berdasarkan Spesifikasi Standar Desain Geometri Jalan Perkotaan di Indonesia. DAMIJA-nya adalah 40m. Median yang lebar (10,5m) disiapkan untuk pelebaran jalan menjadi 6 lajur di masa yang akan datang dengan menggunakan median tersebut.
3) Jalan Hertasning
Penampang melintang tipikal untuk Ruas D Jalan Hertasning adalah pelebaran menjadi 4 lajur (2 lajur pada masing-masing arah). Pengaturan lajurnya adalah lebar lajur 3,5m x 4 lajur, zona penanaman 1,5m, trotoar 3m dan drainase di kedua sisinya dalam batas DAMIJA (34m), berdasarkan Spesifikasi Standar Desain Geometri Jalan Perkotaan di Indonesia.
4) Jalan Abdullah Daeng Sirua
Tiga penampang melintang tipikal didesain untuk Jalan Abdullah Daeng Sirua. Sebuah penampang melintang tipikal untuk penggunaan umum terdiri atas 4 lajur (2 lajur pada masing-masing arah). Pengaturan lajurnya dilakukan dengan lebar lajur 3,5m x 4, trotoar 3m dan drainase pada kedua sisinya dalam batas DAMIJA (25m).
Penampang melintang tipikal untuk bagian Ruas C dari Sta. 3+850 ke Sta. 4+400 terdiri atas 2 lajur baru (2 lajur pada masing-masing arah bersama dengan jalan yang baru) dengan lebar lajur 3,5m x 4 dan trotoar 3m x 2 dan drainase tertutup dalam batas DAMIJA (15m). Penampang
Laporan Akhir Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008
7-102
melintang tipikal untuk bagian Ruas C dan D dari Sta. 4+400 ke Sta. 6+100 memiliki 4 lajur (2 lajur pada masing-masing arah). Pengaturan lajurnya dilakukan dengan lebar lajur 3,5m x 4 dan trotoar 3m x 4, dibangun pada saluran yang digantikan dengan pipa baja beton, dalam batas DAMIJA (25m). Penampang melintang tipikal tersebut berdasarkan pada Spesifikasi Standar Desain Geometri Jalan Perkotaan di Indonesia.
7.10.3 Persimpangan
Desain awal persimpangan pada Jalan Trans-Sulawesi Mamminasata dan Mamminasa Bypass dilakukan berdasarkan hasil survei topografi, survei lalulintas, ramalan lalulintas dan desain alinyemen jalan.
(1) Daftar Persimpangan
1) Jalan Trans-Sulawesi Mamminasata
Terdapat 6 (enam) persimpangan utama di sepanjang Jalan Trans-Sulawesi Mamminasata seperti ditunjukkan pada Tabel 7.10.1. Lima persimpangan yang dipertimbangkan seperti ditunjukkan pada Tabel di bawah ini.
Tabel 7.10.1 Daftar Persimpangan di Jalan Trans-Sulawesi Mamminasata
S.N. ID Lokasi StasiunJumlah Cabang
Keterangan
1 TS-1 Jalan Nasional Eksisting (Jalan Sungguminasa – Takalar)
34+840 3 Sebidang dengan kendali sinyal
2 TS-2 Jalan Nasional Eksisting (Jalan Sultan Alauddin)
26+200 6 Sebidang dengan flyover untuk Jalan Trans-Sulawesi
3 TS-3 Jalan Hertasning 23+900 4 Sebidang dengan kendali sinyal
4 TS-4 Jalan Abdullah Daeng Sirua
20+325 4 Sebidang dengan kendali sinyal
5 TS-5 Jalan Perintis Kemerdekaan
19+100 3 Sebidang dengan kendali sinyal
-- TS-6 Jalan Tol Ir. Sutami 8+700 4 Flyover dan sebidang melalui proyek BOT yang sedang berlangsung
Terdapat dua persimpangan flyover yang melintas di Jalan Tol Ir. Sutami dan Jalan Sultan Alauddin. Karena flyover Jalan Tol Ir. Sutami dibangun melalui proyek BOT yang sedang berlangsung, maka rencana tersebut tidak termaduk dalam desain awal FS ini.
2) Mamminasa Bypass
Terdapat lima persimpangan utama diidentifikasi pada Mamminasa Bypass seperti ditunjukkan
Laporan Akhir Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008
7-103
pada Tabel 7.10.2. Pada desain awal Mamminasa Bypass, lima persimpangan dipertimbangkan seperti ditunjukkan pada tabel berikut.
Tabel 7.10.2 Daftar Persimpangan pada Mamminasa Bypass
S.N ID Lokasi StasiunJumlah Cabang
Keterangan
1 TS-7 Mamminasa Bypass (Selatan) pada jalan nasional Maros-Pangkep
0+000 3 Sebidang dengan kendali
sinyal
2 TS-8 Mamminasa Bypass (Utara) pada jalan nasional Makassar-Maros
0+000 3 Sebidang dengan kendali
sinyal
3 MB-1 Jalan Hertasning 27+100 4 Jalan Memutar
4 MB-2 Jalan Abdullah Daeng Sirua 23+350 4 Jalan Memutar
5 MB-3 Jalan Nasional 2+630 4 Sebidang dengan kendali
sinyal
(2) Hasil Prakiraan Lalulintas pada Beberapa Persimpangan
1) Jalan Trans-Sulawesi Mamminasata
Hasil prakiraan lalulintas pada beberapa persimpangan di Jalan Trans-Sulawesi Mamminasata ditunjukkan pada Gambar 7.10.1. Hasil ramalan tersebut ditunjukkan dalam smp/hari untuk seluruh kendaraan yang digabung. Volume lalulintas ramalannya adalah untuk tahun 2023.
Laporan Akhir Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008
7-104
3515 10049
4971 20982
9618 5937
809 106
4971 21087
5597 4266
4545 8085
7595 4426
164 99
4403 9695
7421 4426
3003 8106
16507
13216
17145
34655
13482 34653
Intersection TS-4, Trans Sulawesi-Abdullah Daeng Sirua
30355 8106
20120 38560
164 16953 3003 99
To
Petta
rani
2460
8
2965
4
To K
ab. G
owa12
304
To Abdullah Daeng Sirua To Perintis51634 95742
To TS Middle Ring RoadIntersection TS-5, Trans Sulawesi (Middle Ring Road)-Perintis
To P
etta
rani
5944
6
2972
3
48135
96270
1036
00
To T
S Pe
rintis
5180
0
25817
4545 16953 4319
47871
Intersection TS-3, Trans Sulawesi-Hertasning
40240 77120To Sungguminasa To Hertasning
8085 30271 9515
To P
etta
rani
4445
4
To K
ab. G
owa
1482
7
2222
7
2522
0
1261
0
Intersection TS-2, Trans Sulawesi (End of Middle Ring)-National Road
To T
S Se
ctio
n C
To T
S Se
ctio
n B36
968
2545
9
5937 5505 4266
5091
8
7393
6
To Makassar31320
15660
10049 5505 106
31416To Sungguminasa
1570821300
42600
To NR Sungguminasa
To M
amm
inas
a B
ypas
s
20818
3515 6085 809
10409
To T
S Se
ctio
n C
Intersection TS-1, End of TS Section C-National Road
1137
7
2275
4To TS Section D
1810
4
3620
8
9618 6085 5597
Gambar 7.10.1 Volume Lalulintas pada Persimpangan di Jalan Trans-Sulawesi (smp/hari, 2023)
Desain awal dan analisis kapasitas persimpangan di Jalan Trans-Sulawesi dilakukan dengan menggunakan Pedoman Kapasitas Jalan Raya Indonesia. Hasil analisisnya ditunjukkan pada Tabel 7.10.3. Pola pentahapan aktual dan waktu pergantian perlu didesain selama tahap desain detail. Jumlah tahap tentatif seperti ditunjukkan pada tabel tersebut digunakan sebagai bahan analisis.
Laporan Akhir Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008
7-105
Tabel 7.10.3 Hasil Analisis Kapasitas Persimpangan untuk Jalan Trans-Sulawesi Mamminasata Intersection TS-1, End of TS Section C/ Section DPHF = 0.1 for City<1M 3-Phases
From Leg Direction To PCU/hr Phase PCUrev RT lane Prot/Opp We Qrt Qrto So Fcs Fsf Fg Fp Frt S g/c C Round DegSat RemarksTS Section D Left TS Section C 962 0 962 y p 3.5 0 0 2100 0.94 0.95 1 1 1 1875 1.00 1875 0.51 1 0.51
Straight Sungguminasa 609 1 1169 y o 10.5 250 250 4025 0.94 0.95 1 1 1 3594 0.46 1653 2.12 1.11 1 1.11Right Mamminasa BP 560 1 y o 10.5 250 250 4025 0.94 0.95 1 1 1 1.02 1 1.02 RT lane only
TS Section C Left Sungguminasa 352 0 352 y p 3.5 0 0 2100 0.94 0.95 1 1 1 1875 1.00 1875 0.19 1 0.19Straight Mamminasa BP 497 2 497 y p 3.5 0 0 2100 0.94 0.95 1 1 1 1875 0.14 263 1.89 2 0.95Right TS Section D 962 3 962 y p 3.5 0 0 2100 0.94 0.95 1 1 1.33 2490 0.40 996 0.97 1 0.97 RT lane only
NR Sungguminasa Left Mamminasa BP 81 0 81 y p 3.5 0 0 2100 0.94 0.95 1 1 1 1875 1.00 1875 0.04 1 0.04Straight TS Section D 609 1 961 y o 7 250 250 2500 0.94 0.95 1 1 1 2233 0.46 1027 1.87 1.19 1 1.19Right TS Section C 352 1 y o 7 250 250 2500 0.94 0.95 1 1 1 0.69 1 0.69 RT lane only
Mamminasa BP Left TS Section D 560 0 560 y p 3.5 0 0 2100 0.94 0.95 1 1 1 1875 1.00 1875 0.30 1 0.30Straight TS Section C 497 2 497 y p 3.5 0 0 2100 0.94 0.95 1 1 1 1875 0.14 263 1.89 2 0.95Right Sungguminasa 81 3 81 y p 3.5 0 0 2100 0.94 0.95 1 1 1.33 2490 0.40 996 0.08 1 0.08 RT lane only
Intersection TS-2, End of Middle Ring Road/ National RoadPHF = 0.085 for City>1M 3-Phases
From Leg Direction To PCU/hr Phase PCUrev RT lane Prot/Opp We Qrt Qrto So Fcs Fsf Fg Fp Frt S g/c C Round DegSat RemarksSungguminasa Left TS Section C 505 0 505 y p 3.5 0 0 2100 0.94 0.95 1 1 1 1875 1.00 1875 0.27 1 0.27
Straight Makassar 468 1 468 y p 3.5 0 0 2100 0.94 0.95 1 1 1 1875 0.25 469 1.00 1 1.00Right TS Section B 363 2 363 y p 3.5 0 0 2100 0.94 0.95 1 1 1.33 2490 0.35 871 0.42 1 0.42
TS Section C Left Makassar 854 0 854 y p 3.5 0 0 2100 0.94 0.95 1 1 1 1875 1.00 1875 0.46 1 0.46Straight TS Section B 1783 3 2288 y o 10.5 250 10 5200 0.94 0.95 1 1 1 4644 0.40 1857 3.70 2.88 2 1.44 2-lane FlyoverRight Sungguminasa 505 3 y o 10.5 250 10 5200 0.94 0.95 1 1 1 0.82 1 0.82
Makassar Left TS Section B 9 0 9 y p 3.5 0 0 2100 0.94 0.95 1 1 1 1875 1.00 1875 0.00 1 0.00Straight Sungguminasa 468 1 468 y p 3.5 0 0 2100 0.94 0.95 1 1 1 1875 0.25 469 1.00 1 1.00Right TS Section C 854 2 854 y p 3.5 0 0 2100 0.94 0.95 1 1 1.33 2490 0.35 871 0.98 1 0.98
TS Section B Left Sungguminasa 363 0 363 y p 3.5 0 0 2100 0.94 0.95 1 1 1 1875 1.00 1875 0.19 1 0.19Straight TS Section C 1792 3 1801 y o 13 10 250 4500 0.94 0.95 1 1 1 4019 0.40 1607 4.48 4.46 3 1.49 2-lane FlyoverRight Makassar 9 3 y o 13 10 250 4500 0.94 0.95 1 1 1 0.02 1 0.02
Intersection TS-3, Middle Ring Road/ HertasningPHF = 0.085 for City>1M 2-Phases
From Leg Direction To PCU/hr Phase PCUrev RT lane Prot/Opp We Qrt Qrto So Fcs Fsf Fg Fp Frt S g/c C Round DegSat RemarksSungguminasa Left Pettarani 14 0 14 y p 3.5 0 0 2100 0.94 0.95 1 1 1 1875 1.00 1875 0.01 1 0.01
Straight Abdullah D S 1441 1 1696 y o 10.5 250 250 4025 0.94 0.95 1 1 1 3594 0.65 2336 2.18 1.85 2 0.93Right Kab. Gowa 255 1 y o 10.5 250 250 4025 0.94 0.95 1 1 1 0.33 1 0.33 RT lane only
Pettarani Left Abdullah D S 386 0 386 y p 3.5 0 0 2100 0.94 0.95 1 1 1 1875 1.00 1875 0.21 1 0.21Straight Kab. Gowa 646 2 660 y o 10 0 250 3125 0.94 0.95 1 1 1 2791 0.35 977 2.03 1.98 2 0.99Right Sungguminasa 14 2 y o 10 0 250 3125 0.94 0.95 1 1 1 0.04 1 0.04 RT lane only
Abdullah Daeng SirLeft Kab. Gowa 367 0 367 y p 3.5 0 0 2100 0.94 0.95 1 1 1 1875 1.00 1875 0.20 1 0.20Straight Sungguminasa 1441 1 1827 y o 10.5 250 250 4025 0.94 0.95 1 1 1 3594 0.65 2336 2.35 1.85 2 0.78Right Pettarani 386 1 y o 10.5 250 250 4025 0.94 0.95 1 1 1 0.50 1 0.78 RT lane only
Kab. Gowa Left Sungguminasa 255 0 255 y p 3.5 0 0 2100 0.94 0.95 1 1 1 1875 1.00 1875 0.14 1 0.14Straight Pettarani 631 2 1005 y o 10 250 0 4950 0.94 0.95 1 1 1 4420 0.35 1547 1.95 1.22 2 0.61Right Abdullah D S 374 2 y o 10 250 0 4950 0.94 0.95 1 1 1 0.73 1 0.73 RT lane only
Intersection TS-4, Middle Ring Road/ Abdullah Daeng SiruaPHF = 0.085 for City>1M 2-Phases
From Leg Direction To PCU/hr Phase PCUrev RT lane Prot/Opp We Qrt Qrto So Fcs Fsf Fg Fp Frt S g/c C Lanes Round DegSat RemarksHertasning Left Pettarani 8 0 8 y p 3.5 0 0 2100 0.94 0.95 1 1 1 0 1.05 share with ST
Straight Perintis 2580 1 3269 y o 14 250 250 5125 0.94 0.95 1 1 1 4577 0.72 3295 3.98 3.14 3 1.05 extra lane neededRight Kab. Gowa 689 1 y o 14 250 250 5125 0.94 0.95 1 1 1 0.84 1 0.84 RT lane
Pettarani Left Perintis 687 0 687 y p 3.5 0 0 2100 0.94 0.95 1 1 1 1875 1.00 1875 0.37 1 0.37Straight Kab. Gowa 376 2 384 y o 10 10 250 3150 0.94 0.95 1 1 1 2813 0.28 788 1.39 1.43 2 0.72Right Hertasning 8 2 y o 10 10 250 3150 0.94 0.95 1 1 1 0.03 1 0.03 RT lane only
Perintis Left Kab. Gowa 809 0 809 y p 3.5 0 0 2100 0.94 0.95 1 1 1 1875 1.00 1875 0.43 1 0.43Straight Hertasning 2573 1 3260 y o 10.5 250 250 4025 0.94 0.95 1 1 1 3594 0.72 2588 3.78 2.98 3 0.99 extra lane neededRight Pettarani 687 1 y o 10.5 250 250 4025 0.94 0.95 1 1 1 0.80 1 0.80 RT lane
Kab. Gowa Left Hertasning 689 0 689 y p 3.5 0 0 2100 0.94 0.95 1 1 1 1875 1.00 1875 0.37 1 0.37Straight Pettarani 376 2 1200 y o 10 250 10 3150 0.94 0.95 1 1 1 2813 0.28 788 4.35 1.43 2 1.14 1share with RTRight Perintis 824 2 y o 10 250 10 3150 0.94 0.95 1 1 1 3.14 2 1.14 1 share with ST
Intersection TS-5, Middle Ring Road/ PerintisPHF = 0.085 for City>1M 3-Phases
From Leg Direction To PCU/hr Phase PCUrev RT lane Prot/Opp We Qrt Qrto So Fcs Fsf Fg Fp Frt S g/c C Round DegSat RemarksTS Middle Ring Left Pettarani 1146 0 1146 y p 3.5 0 0 2100 0.94 0.95 1 1 1 1875 1.00 1875 0.61 1 0.61
Right TS Perintis 2946 1 2946 y p 3.5 0 0 2100 0.94 0.95 1 1 1.33 2490 0.40 996 2.96 3 0.99 2+1 RT lanePettarani Straight TS Perintis 1403 0 1403 y p 3.5 0 0 2100 0.94 0.95 1 1 1 1875 1.00 1875 0.75 2 0.37
Right TS Middle Ring 1123 3 1123 y p 3.5 0 0 2100 0.94 0.95 1 1 1.33 2490 0.20 498 2.26 2 1.13 2 RT laneTS Perintis Left TS Middle Ring 2946 0 2946 y p 3.5 0 0 2100 0.94 0.95 1 1 1 1875 1.00 1875 1.57 2 0.79
Straight Pettarani 1457 2 1457 y p 3.5 0 0 2100 0.94 0.95 1 1 1 1875 0.40 750 1.94 2 0.97
No of Lanes
No of Lanes
No of Lanes
No of Lanes
Cat.: Lihat Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia untuk lebih jelasnya.
Dimana, PCUrev = Revisi PCU/jam untuk pola bertahap, misalnya menambahkan volume belokan
pada tahap yang sama Prot/Opp = terlindungi atau berlawanan We = Lebar jalan dalam m Qrt = Volume lalulintas belokan ke kanan Qrto = Volume lalulintas belokan ke kanan pada arah berlawanan
Laporan Akhir Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008
7-106
So = Arus Kejenuhan Dasar Fcs = Faktor Penyesuaian untuk ukuran kota Fsf = Faktor Penyesuaian untuk friksi tepi Fg = Faktor Penyesuaian untuk gradien Fp = Faktor Penyesuaian untuk parkir Frt = Faktor penyesuaian untuk belokan ke kanan hanya untuk jalan yang terlindung S = Arus penyesuaian g/c = Persentase ruang hijau di tiap tahap C = Kapasitas tiap kelompok dalam tahap tersebut DegSat = Perkiraan tingkat kejenuhan
Jumlah lajur yang diperlukan untuk masing-masing cabang kemudian ditentukan dari Tabel 7.10.3. Pengaturan awal lajur pada persimpangan tersebut ditunjukkan pada Gambar 7.10.2.
* Dalam Laporan Kemajuan (1), TS-5 direkomendasikan sebagai persimpangan bidang terpisah bertipe trompet. Namun, persimpangan ini diubah menjadi persimpangan sebidang dengan kendali sinyal. Menurut ramalan lalulintas, persimpangan ini dapat diatur dengan kendali sinyal tanpa adanya kejenuhan dan tidak akan melampaui 1,0 hingga tahun 2023 seperti ditunjukkan pada Tabel 7.10.3.
* TS-2 dengan flyover berlajur dua pada masing-masing arah direkomendasikan untuk lalulintas terusan pada Jalan Trans-Sulawesi seperti dianalisis pada Bagian 7.8.
Laporan Akhir Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008
7-107
Gambar 7.10.2 Pengaturan Lajur pada Persimpangan-Persimpangan Utama Jalan Trans-Sulawesi
2) Mamminasa Bypass
Hasil prakiraan lalulintas persimpangan di Mamminasa Bypass ditunjukkan pada Gambar 7.10.3. Volume lalulintas prakiraan adalah untuk tahun 2023, ditunjukkan dalam smp/hari untuk seluruh kendaraan yang digabung.
Laporan Akhir Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008
7-108
12454 7182
21031 10
12454 7182
408 12294
3895
2
To P
erin
tis (N
orth
)
1947
6
12294
12304
24608To Mamminasa Bypass
Intersection TS-8, Mamminasa Bypass-Perintis
10
To P
erin
tis (A
irpor
t)
1438
4
7192
21439
42878To Mamminasa Bypass
Intersection TS-7, Mamminasa Bypass Link-Perintis
To P
erin
tis (M
aros
)
1286
2
21031 408
To P
erin
tis (A
irpor
t)
6697
0
3348
5
2572
4
7328 5600
5521 2202
10 2509
563 10
5521 2202
4842 266
12444To Mamminasa Bypass (Hertasning)
Intersection MB-2, Mamminasa Bypass-Abdullah Daeng Sirua
2509 3447 266
6222
2062
2
4956
To A
bdul
lah
Dae
ng S
irua
(Kab
. Gow
a)
1031
1
2478
26132To Mamminasa Bypass (Takalar)
Intersection MB-1, Mamminasa Bypass-Hertasning
To Mamminasa Bypass (Maros)18114
9057
5600 3447 10
To A
bdul
lah
Dae
ng S
irua
(Mak
assa
r)
10 8214 4842
13066
To H
erta
snin
g (M
akas
sar)
2571
8
2185
2
To H
erta
snin
g (K
ab. G
owa)
1285
9
1092
6
To Mamminasa Bypass (Maros)32210
16105
7328 8214 563
10
5735
36
3839
5735
15443
47868To Mamminasa Bypass (South)
Intersection MB-3, Mamminasa Bypass-National Road
36 8455 15443
23934
To N
atio
nal R
oad
(Mar
os)
1156
2
5003
4
To N
atio
nal R
oad
(Eas
t)
5781
2501
7
To Mamminasa Bypass (North)24608
12304
10 8455 3839
Gambar 7.10.3 Volume Lalulintas pada Persimpangan Jalan Mamminasa Bypass (smp/hari, 2023)
Desain awal dan analisis kapasitas persimpangan di Mamminasa Bypass dilakukan dengan metode yang sama dengan Jalan Trans-Sulawesi. Namun, desain awal dan analisis kapasitas persimpangan MB-1 dan MB-2 dilakukan sebagai persimpangan jalan memutar sesuai dengan pertimbangan seperti dijelaskan pada Bab 7.8. Hasil analisisnya ditunjukkan pada Tabel 7.10.4. Pola pentahapan aktual dan waktu pergantian perlu didesain selama tahap desain detil. Jumlah tentatif dalam pentahapan seperti ditunjukkan pada tabel tersebut digunakan sebagai bahan analisis.
Laporan Akhir Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008
7-109
Tabel 7.10.4 Hasil Analisis Kapasitas Persimpangan pada Jalan Mamminasa Intersection TS-7, Mamminasa Bypass Link-Trans SulawesiPHF = 0.085 for City>1M 3-Phases
From Leg Direction To PCU/hr Phase PCUrev RT lane Prot/Opp We Lane Qrt Qrto So Fcs Fsf Fg Fp Frt S Leg % g/c C Round DegSat RemarksMamminasa Bypass Left Trans Sulawesi (Airport) 1788 0 1788 y p 3.5 1 0 0 2100 0.94 0.95 1 1 1 1875 1.00 1.00 1875 0.95 1 0.95
Right Trans Sulawesi (Maros) 35 1 35 y p 3.5 1 0 0 2100 0.94 0.95 1 1 1 1875 0.01 0.01 23 1.54 2 0.77Trans Sulawesi (Airport) Straight Trans Sulawesi (Maros) 1059 0 1059 y p 3.5 1 0 0 2100 0.94 0.95 1 1 1 1875 1.00 1.00 1875 0.56 3 0.19 1 share with RT
Right Mamminasa Bypass 1788 2 1788 y p 3.5 1 0 0 2100 0.94 0.95 1 1 1 1875 0.62 0.62 1163 1.54 2 0.77Trans Sulawesi (Maros) Left Mamminasa Bypass 35 0 35 y p 3.5 1 0 0 2100 0.94 0.95 1 1 1 1875 1.00 1.00 1875 0.02 1 0.02 No LT lane
Straight Trans Sulawesi (Airport) 1059 3 1059 y p 3.5 1 0 0 2100 0.94 0.95 1 1 1 1875 0.37 0.37 689 1.54 3 0.51 1 share with LTIntersection TS-8, Mamminasa Bypass-Trans SulawesiPHF = 0.085 for City>1M 3-Phases
From Leg Direction To PCU/hr Phase PCUrev RT lane Prot/Opp We Lane Qrt Qrto So Fcs Fsf Fg Fp Frt S Leg % g/c C Round DegSat RemarksMamminasa Bypass Left Trans Sulawesi (Airport) 10 0 10 y p 3.5 1 0 0 2100 0.94 0.95 1 1 1 1875 1.00 1.00 1875 0.01 1 0.01
Right Trans Sulawesi (North) 1045 1 1045 y p 3.5 1 0 0 2100 0.94 0.95 1 1 1 1875 0.63 0.63 1177 0.89 1 0.89Trans Sulawesi (Airport) Straight Trans Sulawesi (North) 610 0 610 y p 3.5 1 0 0 2100 0.94 0.95 1 1 1 1875 1.00 1.00 1875 0.33 2 0.16
Right Mamminasa Bypass 10 2 10 y p 3.5 1 0 0 2100 0.94 0.95 1 1 1 1875 1.00 1.00 1875 0.01 1 0.01Trans Sulawesi (North) Left Mamminasa Bypass 1045 0 1045 y p 3.5 1 0 0 2100 0.94 0.95 1 1 1 1875 1.00 1.00 1875 0.56 1 0.56 No LT lane
Straight Trans Sulawesi (Airport) 610 3 610 y p 3.5 1 0 0 2100 0.94 0.95 1 1 1 1875 0.37 0.37 687 0.89 2 0.44 1 share with LTIntersection MB-3, Mamminasa Bypass-National RoadPHF = 0.085 for City>1M 3-Phases
From Leg Direction To PCU/hr Phase PCUrev RT lane Prot/Opp We Lane Qrt Qrto So Fcs Fsf Fg Fp Frt S Leg % g/c C Round DegSat RemarksMamminasa Bypass (South) Left National Road (Maros) 3 0 3 y p 3.5 1 0 0 2100 0.94 0.95 1 1 1 1875 1.00 1.00 1875 0.00 1 0.00 No LT lane
Straight Mamminasa Bypass (North) 719 1 719 y p 3.5 1 0 0 2100 0.94 0.95 1 1 1 1875 0.39 0.39 731 0.98 2 0.49 1share with LTRight National Road (East) 1313 2 1313 y p 3.5 1 0 0 2100 0.94 0.95 1 1 1.33 2490 0.34 0.34 846 1.55 2 0.78
National Road (Maros) Left Mamminasa Bypass (North) 10 0 10 y p 3.5 1 0 0 2100 0.94 0.95 1 1 1 1875 1.00 1.00 1875 0.01 1 0.01 No LT laneStraight National Road (East) 487 3 490 y o 10 3 0 250 3125 0.94 0.95 1 1 1 2791 0.27 0.27 753 1.86 1.94 2 0.97 1share with RT, 1 share with LT
Right Mamminasa Bypass (South) 3 3 y o 10 3 0 250 3125 0.94 0.95 1 1 1 0.01 1 0.01 No RT laneMamminasa Bypass (North) Left National Road (East) 326 0 326 y p 3.5 1 0 0 2100 0.94 0.95 1 1 1 1875 1.00 1.00 1875 0.17 1 0.17 No LT lane
Straight Mamminasa Bypass (South) 719 1 719 y p 3.5 1 0 0 2100 0.94 0.95 1 1 1 1875 0.39 0.39 731 0.98 2 0.49 1share with LTRight National Road (Maros) 10 2 10 y p 3.5 1 0 0 2100 0.94 0.95 1 1 1.33 2490 0.34 0.34 846 0.01 1 0.01
National Road (East) Left Mamminasa Bypass (South) 1313 0 1313 y p 3.5 1 0 0 2100 0.94 0.95 1 1 1 1875 1.00 1.00 1875 0.70 1 0.70Straight National Road (Maros) 487 3 813 y o 10 3 250 0 4950 0.94 0.95 1 1 1 4420 0.27 0.27 1193 1.95 1.22 2 0.61Right Mamminasa Bypass (North) 326 3 y o 10 3 250 0 4950 0.94 0.95 1 1 1 0.82 1 0.82
No of Lanes
No of Lanes
No of Lanes
Intersection MB-1, Mamminasa Bypass-HertasningPHF = 0.1From Leg Direction To PCU/hr Leg Total W A K q C (q×0.8) DegSatMamminasa Bypass (Takalar) Left Hertasning (Makassar) 10
Straight Mamminasa Bypass (Maros) 821Right Hertasning (Kab. Gowa) 484
Hertasning (Makassar) Left Mamminasa Bypass (Maros) 733Straight Hertasning (Kab. Gowa) 552Right Mamminasa Bypass (Takalar) 10
Mamminasa Bypass (Maros) Left Hertasning (Kab. Gowa) 56Straight Mamminasa Bypass (Takalar) 821Right Hertasning (Makassar) 733
Hertasning (Kab. Gowa) Left Mamminasa Bypass (Takalar) 484Straight Hertasning (Makassar) 552Right Mamminasa Bypass (Maros) 56
Intersection MB-2, Mamminasa Bypass-Abdullah Daeng SiruaPHF = 0.1
From Leg Direction To PCU/hr Leg Total W A K q C (q×0.8) DegSatMamminasa Bypass (Hertasning) Left Abdullah Daeng Sirua (Makassar) 251
Straight Mamminasa Bypass (Maros) 345Right Abdullah Daeng Sirua (Kab. Gowa) 27
Abdullah Daeng Sirua (Makassar) Left Mamminasa Bypass (Maros) 560Straight Abdullah Daeng Sirua (Kab. Gowa) 220Right Mamminasa Bypass (Hertasning) 251
Mamminasa Bypass (Maros) Left Abdullah Daeng Sirua (Kab. Gowa) 10Straight Mamminasa Bypass (Hertasning) 345Right Abdullah Daeng Sirua (Makassar) 560
Abdullah Daeng Sirua (Kab. Gowa) Left Mamminasa Bypass (Hertasning) 27Straight Abdullah Daeng Sirua (Makassar) 220Right Mamminasa Bypass (Maros) 10
5535
7039 0.94
1295 20.0 147.75
5631
1315 26.5 147.75
60
1610 26.5 147.75
1092 20.0 147.75
623 26.5 147.75
60
147.75
6919 0.51
1031 19.0 147.75
915 26.5 147.75
257 19.0
Rumus desain kapasitas jalan memutar mengambil penemuan-penemuan riset yang diperkenalkan oleh laporan OECD yang dinyatakan dalam “perencanaan dan desain Persimpangan Sebidang” yang dikeluarkan oleh Japan Society of Traffic Engineer (Masyarakat Ahli Lalulintas Jepang), sebagai berikut: C (Kapasitas rencana; smp/jam) = q ×0.8 q = Total volume arus masuk (smp/jam) K = Faktor kapasitas (smp/jam・menit)
(3-cabang = 80, 4-cabang = 60, 5-cabang = 55)
ΣW = Jumlah lebar jalan dari jalan akses (m) A = Jumlah luas tambahan akibat pelebaran
jalan akses (m2)
Jumlah lajur yang dibutuhkan untuk masing-masing cabang kemudian ditentukan dari Tabel 7.10.4. Pengaturan awal lajur untuk persimpangan tersebut ditunjukkan pada Gambar 7.10.4.
Laporan Akhir Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008
7-110
Gambar 7.10.4 Pengaturan Lajur Persimpangan Utama pada Mamminasa Bypass
KAB.MAROS
HERTASNING
KAB.GOWA
MAKASSAR
MB-2, MAMMINASA BYPASS/ABDULLAH DAENG SIRUA
R=15
ABDULLAH DAENG SIRUA
KAB.GOWA
MAKASSAR
KAB.TAKALAR
MB-1, MAMMINASA BYPASS/HERTASNING
R=15
Laporan Akhir Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008
7-111
7.10.4 Jembatan
(1) Desain Awal dan Gambar Pemandangan Umum
Pada rute Mamminasa Bypass, Jalan Trans Sulawesi, Jalan Hertasning dan Jalan Abdullah Daeng Sirua, terdapat 35 jembatan dan 33 gorong-gorong bertipe kotak yang melintas di atas sungai dan kanal.
Dari sejumlah jembatan tersebut, desain awal telah dilakukan untuk empat jembatan yang memiliki panjang lebih dari 100 m. Gambar pemandangan umum bangunannya yang diusulkan sebagai yang terbaik dapat dilihat pada Volume2-2: Gambar Desain Awal.
Untuk jembatan-jembatan kecil dengan panjang lebih dari 10 m, digunakan jenis gelagar pracetak I standar dan perkiraan biaya awalnya dibuat untuk bentang 35m, 25m, 20m dan 16m. Sedangkan bangunan dengan panjang kurang dari 10 m, digunakan gorong-gorong tipe kotak standar dan perkiraan biaya awalnya dibuat untuk bentang 10m, 5m dan 3m.
(2) Spesifikasi dan Kuantitas Pokok Jembatan
Kuantitas pekerjaan yang diperlukan dalam konstruksi bangunan jalan ini ditunjukkan pada Tabel 7.10.5 – 7.10.6.
Tabel 7.10.5 Spesifikasi dan Kuantitas Jembatan Besar
Unit Maros JeneberangNo.1 Tallo Jeneberang
No.2TalloNo.2
JeneberangNo.3
1) GeneralStructure Length m 126 154 136 392 120 210Superstructure Span m 31 30 34 33 30 30Substructure Number nos 5 6 5 13 5 8Bearing Depth m 10 10 10 20 10 10Pile Nos nos 22 21 30 18 22 21
2) SuperstructureGirder nos 60 75 80 180 44 77Cross Beam Concrete m3 325 406 418 975 232 406Slab Concrete m3 786 961 1,142 2,446 749 1,310Reinforcement tf 167 205 234 513 147 258Carriageway Pavement m2 2,016 2,464 3,128 6,272 1,920 3,360Sidewalk Pavement m2 378 462 408 1,176 360 630Surface Area m2 2,394 2,926 3,536 7,448 2,280 3,990Support No. 120 150 160 360 88 154Joint m 104 125 140 270 104 166Railing m 252 308 544 784 240 420
3) SubstructureConcrete m3 1,983 2,318 2,983 4,900 2,030 3,218Reinforcement tf 225 267 340 577 231 376Leveling Concrete m3 67 77 102 150 67 101Earthwork m3 3,011 3,849 7,160 7,665 2,739 4,738
4) FoundationPC Pile (0.5m) mBored Pile (1.0m) m 1,100 1,240 1,500 4,673 1,110 1,660
5) Re-bar Unit WeightSuperstructure kg/m3 150 150 150 150 150 150Substructure kg/m3 113 115 114 118 114 117
Mamminasa Bypass Trans Sulawesi Road Outer Ring RoadItem
Laporan Akhir Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008
7-112
Tabel 7.10.6 Spesifikasi dan Kuantitas Gorong-Gorong Tipe Kotak dan Jembatan Kecil
Item Unit
1) GeneralStructure Length m 3 5 10 16 20 25 30 35 40 50 60Superstructure Span m 3 5 10 16 20 25 30 35 20 25 30Substructure Number nos 2 2 2 2 2 3 3 3Bearing Depth m 10 10 10 20 10 20 20 10Pile Nos nos 28 30 32 36 40 29 47 36
2) SuperstructureGirder nos 9 9 15 11 11 18 30 22Cross Beam Concrete m3 56 56 56 62 70 112 106 116Slab Concrete m3 100 125 156 187 218 250 312 374Reinforcement tf 23 27 31 37 43 54 63 74Carriageway Pavement m2 48 80 160 256 320 400 480 560 640 800 960Sidewalk Pavement m2 9 15 30 48 60 75 90 105 120 150 180Surface Area m2 57 95 190 304 380 475 570 665 760 950 1,140Support No. 18 18 30 22 22 36 60 44Joint m 42 42 42 42 42 42 42 42 83 83 83Railing m 6 10 20 32 40 50 60 70 80 100 120
3) SubstructureConcrete m3 202 270 479 480 480 480 563 646 836 1,240 1,488Reinforcement tf 20 27 48 48 48 48 56 65 91 131 157Leveling Concrete m3 8 11 21 23 23 23 25 28 32 44 53Earthwork m3 125 166 333 559 559 559 601 644 1,136 1,052 1,262
4) FoundationPC Pile (0.5m) m 560 600 640 720 800Bored Pile (1.0m) m 1,720 2,800 888
5) Re-bar Unit WeightSuperstructure kg/m3 150 150 150 150 150 150 150 150Substructure kg/m3 100 100 100 100 100 100 100 100 109 106 106
BridgeCulvert
Laporan Akhir Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008
7-113
7.10.5 Perkerasan
(1) Pendekatan Desain Perkerasan
Perkerasan merupakan salah satu bagian yang paling penting dari jalan raya dan biayanya sangat besar. Gambar 7.10.5 menunjukkan alur kerja dalam desain perkerasan.
NO
YES
Traffic Condition - ADT - Truck Factor (VDF)
Material Condition - Subgrade - Base / Subbase - Surface - Avilability
Selection ofPavement Design Method
START
PavementStructure Design
Including Alternatives(PCCP & ACP)
Technical andEconomical Evaluation
& Budget Availability Check
Other Conditions - Status/Function of Road - Budget - Construction History
Existing Road Structures &Site Condition - Road Structures & Condition - Layer Thickness - CBR (%) - Topography/ Drainage
END
Design Factors - Reliability - Terminal Serviceability Loss - Material Strength - Design ESAL - Others
Gambar 7.10.5 Alur Kerja Desain Perkerasan
Bina Marga memiliki RDS (Sistem Desain Jalan) sebagai modul IRMS. Tetapi RDS tersebut masih dalam tahap pengkajian, maka Tim Studi JICA mendesain perkerasan untuk jalan F/S berdasarkan “AASHTO Guide for Design of Pavement Structures, 1993”. Metodologi desain tersebut diperbandingkan dengan metode lainnya (Road Notes and Japanese Standard) sebagai evaluasi. Road Note 31 dapat diterapkan sampai pada batas Akumulatif Ekivalen Sumbu Tunggal (CESA) 30 x 106.
Baik perkerasan lentur (Aspal Beton) maupun perkerasan kaku (perkerasan beton semen portland) dikaji dan dievaluasi. Periode rencana 10 tahun digunakan untuk perkerasan lentur dan 20 tahun untuk perkerasan kaku setelah jalan tersebut dibuka untuk umum.
Laporan Akhir Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008
7-114
Data komprehensif (lalulintas, kondisi lapangan, bahan-bahan, dll.) yang dikumpulkan dan/atau dianalisa melalui survei lapangan dan survei lalulintas digunakan untuk desain perkerasan. Spesifikasi teknis terbaru dari Bina Marga dijadikan acuan dalam pemilihan bahan.
(2) Ketentuan Desain
1) Lalulintas Rencana dan Akumulasi Ekivalen Beban Sumbu Standar (CESA)
CESA dihitung dari beberapa faktor yang relevan termasuk ESA, AADT, laju pertumbuhan lalulintas, rasio isi/kosong, distribusi terarah dan distribusi lajur. Lalu lintas rencana (AADT) dan laju pertumbuhan lalu lintas yang digunakan untuk CESA didasarkan pada Analisa Lalu Lintas pada Bab 5. Distribusi terarah diperkirakan mencapai 55 % dan 45%. Distribusi lajur 80 – 100% dan 60% - 80% masing-masing digunakan untuk jalan 4 lajur (4/2D) dan jalan 6 lajur (6/2D).
Pada umumnya, hanya bus dan truk yang dihitung untuk mengestimasi beban desain perkerasan karena dampak dari kendaraan ringan tidak terlalu besar/kecil. Meski demikian, karena jalan F/S terletak di daerah perkotaan, maka mini-bus dan mobil pickup juga dimasukkan dalam estimasi CESA, karena jumlahnya yang besar. Rasio muatan dan kosong diadopsi dengan mengacu pada survei kondisi muatan dari Studi Mamminasata. Faktor Kerusakan Kendaraan (VDF) yang digunakan untuk estimasi CESA ditunjukkan pada Table 7.10.7.
Tabel 7.10.7 Faktor Kerusakan Kendaraan (VDF)
Vehicle Type
VDF/Veh VDF/Veh VDF/Veh VDF/VehMini Bus/Pickup 30% 0 70% 0.00066 30% 0 70% 0.00066Large Bus 10% 0.04 90% 0.57 10% 0.04 90% 0.57Truck (2-Axles) 30% 0.08 70% 1.41 30% 0.08 70% 1.41Truck (3-Axles)* 30% 0.43 70% 1.71 30% 0.43 70% 2.09Note: VDF (Truck Factor) was estimated based on Appendix D of AASHTO Pavement GuideSource: JICA Study Team
Flexible Pavement Rigid PavementEmpty Loaded Empty Loaded
ESAL rencana diperkirakan dengan jangka waktu 10 tahun untuk perkerasan lentur dan 20 tahun untuk perkerasan kaku. Kondisi yang melebihi batas tidak terlalu diperhatikan, karena hal tersebut akan diatur oleh jembatan timbang yang ditempatkan pada jalan masuk/jalan keluar jalan-jalan F/S. Tabel 7.10.8menunjukkan CESA untuk jalan-jalan F/S yang digunakan untuk desain perkerasan (lihat Lampiran D sebagai rincian perkiraan CESA menurut mata rantai jalan dan ruas jalan).
Laporan Akhir Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008
7-115
Tabel 7.10.8 Akumulasi Ekivalen Beban Sumbu Standar (CESA) untuk Jalan F/S
Road LinkFlexible
PavementRigid
PavementA Maros-Jl.Ir.Sutami IC 15 34B Middle Ring 9 21C Middle Ring Access 9D Boka-Takalar 4A North Section 4B Middle Section 4C South Section 4
Jl. Hertasning Gowa Section 4A Makkassar City 4B Maros/Gowa Section 4
Source: JICA Study Team
Trans-SulawesiMamminasata Road
Mamminasa Bypass
Jl.Abdullah DaengSirua Road
Design CESASection
2) CBR Rencana dan Modul Berpegas (MR)
Nilai CBR tanah sepanjang alinyemen jalan tersebut, berbeda mulai dari 2% sampai 10%. Bagian yang terbesar adalah pada bagian penanggulan dan CBR bahan bawaan adalah lebih dari 6%. CBR rencana tanah dasar atau subgrade (kedalaman 1m dari ketinggian/permukaan) yang digunakan untuk perkerasan lunak adalah 8% di sepanjang jalan-jalan F/S. Untuk memelihara CBR rencana, dibutuhkan 20-30cm lapisan penutup (bahan pilihan dengan CBR 30%), khususnya pada ruas yang terputus jika CBR tanah dasar kurang dari 8%. Nilai rata-rata CBR dihitung dengan rumus berikut ini:
CBRm = {(h1 x CBR1
1/3 + h2 x CBR21/3 + . . . . . + h n x CBR n1/3) / 100}3
dimana: CBRm = CBR rata-rata untuk masing-masing tanda
CBR1, CBR2….CBRn = Nilai CBR lapisan tanah h1, h2…….hn = Ketebalan lapisan tanah dalam cm
(Cat.: 100cm= total kedalaman h1,h2….hn)
CBR rencana dari tanah dasar (kedalaman 1m dari permukaan formasi) yang digunakan untuk perkerasan kaku adalah 6% di sepanjang jalan F/S. Karena ketebalan perkerasan kaku tidak terlalu terpengaruh oleh kekuatan tanah dasar.
Ada beberapa metode untuk menetapkan Modul Tanah Berpegas Tanah Dasar seperti ditunjukkan pada Gambar 7.10.6, Tim Studi menerapkan nilai konservatif. MR yang digunakan untuk perkerasan lentur adalah 8.200 psi untuk CBR 8% dan untuk perkerasan kaku sebesar 6.700 psi untuk CBR 6%.
Laporan Akhir Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008
7-116
AI CBR (%) MR
(AASHTO-MR=1500 *CBR a)
MR=1000+555*R-Value b)
log10MR = (Si+ 18.73) / 6.24
MR=772+369*R-value
Average MR
(psi)Soil Support
ValuesR-value
2 3,000 3,000 5,995 2,245 4,093 3,700 3.00 9.00 3 4,150 4,500 10,990 3,025 7,414 6,000 3.80 18.00 4 4,900 6,000 3,740 9,628 6,100 4.30 24.00 5 5,800 7,500 4,406 11,104 7,200 4.75 28.00 6 6,700 9,000 5,040 12,580 8,300 5.10 32.00 7 7,550 10,500 5,645 13,872 9,400 5.40 35.50 8 8,200 12,000 6,230 14,794 10,300 5.65 38.00 9 8,950 13,500 6,795 15,532 11,200 5.85 40.00
10 9,500 15,000 7,345 16,455 12,100 6.00 42.50 12 10,500 8,400 16,565 11,800 6.35 42.80 15 12,000 9,900 17,931 13,300 6.70 46.50 20 14,800 12,235 21,436 16,200 7.35 56.00 25 17,000 14,420 22,912 18,100 7.70 60.00 30 19,500 16,500 24,573 20,200 8.15 64.50
Notes: a) Applicable up to CBR 10 b) Applicable up to R-value less than 20
AASHTO
CBR - MR (Subgrade) Relations
-
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
12,000
14,000
16,000
18,000
20,000
22,000
24,000
26,000
28,000
30,000
2 3 4 5 6 7 8 9 10 12 15 20 25 30CBR (%)
M R (S
ubgr
ade)
MR (AASHTO-1993)MR=1500 * CBR a)MR=1000+555*R-Value b)log10MR = (Si + 18.73) / 6.24MR=772+369*R-valueAverage MR (psi)
CBR =
MR = 6,700 (psi)
Subgrade CBR = 6% Subgrade MR = 6,700 psi
Subgrade CBR = 8% Subgarde MR = 8,200 psi
CBR =
MR = 8,200 (psi)
Source: JICA study Gambar 7.10.6 CBR dan Modul Tanah Dasar untuk Desain Perkerasan
3) Persamaan dan Parameter Desain
Persamaan desain, parameter desain, koefisien lapisan, koefisien drainase, modul bahan perkerasan didasarkan pada “AASHTO Pavement Design Guide, 1993”. Bahan perkerasan adalah bahan-bahan seperti yang ditetapkan dalam Spesifikasi Teknis Standar oleh Direktorat Jenderal Bina Marga. Berikut ini adalah parameter-parameter utama yang dipakai untuk desain tersebut (lihat juga pada Lampiran D).
Ketahanan
Jalan-jalan F/S dikelompokkan sebagai jalan Arteri di daerah perkotaan, ketahanan proyek yang digunakan adalah 90% sesuai dengan AASHTO Guide (lihat Tabel 7.10.9).
Laporan Akhir Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008
7-117
Tabel 7.10.9 Ketahanan
Rekomendasi Tingkat Ketahanan Klasifikasi Fungsional
Perkotaan Perdesaan Antar Negara dan Lainnya 85 – 99.9 80 – 99,9 Jalan Bebas Hambatan 80 – 95 75 – 95 Arteri Utama 80 – 95 75 – 95 Kolektor Lokal 50 - 80 50 – 80
Catatan: sumber; AASHTO Guide for Design of Pavement Structure, 1993
Penurunan Kelayakan (Serviceability Loss) (ΔPSI)
Penurunan kelayakan rencana yang digunakan dalam AASHTO Guide adalah sebagai berikut:
- Perkerasan Kaku ΔPSI = 4,5 – 2,5 = 2,0 - Perkerasan Lentur ΔPSI = 4,2 – 2,5 = 1,7
Koefisien Drainase (Cd)
Penurunan kelayakan rencana yang digunakan baik untuk perkerasan kaku dan lentur adalah 1,10 sesuai dengan AASHTO Guide, karena diharapkan adanya pemeliharaan yang lebih baik setelah pembangunan.
Simpangan Baku Total, So (%)
Simpangan baku total (So) yang diadopsi adalah 0,45 untuk perkerasan lentur dan 0,35 untuk perkerasan kaku.
Koefisien Penyaluran Beban, J
Koefisien penyaluran beban “J” adalah sebuah faktor yang digunakan dalam desain perkerasan kaku untuk menghitung kemampuan sebuah bangunan perkerasan beton menyalurkan beban melewati sambungan dan retakan. Penyaluran beban merupakan hal yang penting bagi perkerasan agar tahan lama. Penyaluran beban dapat dilakukan dengan menggunakan alat penyaluran beban dan ikatan/campuran agregrat. Balok pasak menghubungkan secara mekanis antar pelat tanpa membatasi pergerakan sambungan horisontal. Ketahanan pada ikatan agregat tanpa balok pasak dapat diterima pada jaringan jalan bervolume rendah dan jalan sekunder. ACPA (American Concrete Pavement Association) menyarankan agar menggunakan pasak untuk perkerasan dengan tebal 20cm dan ESAL di atas 5 juta. Koefisien penyaluran beban “3,2” (Tabel 7.10.10) digunakan untuk rencana jalan-jalan tersebut.
Laporan Akhir Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008
7-118
Table 7.10.10 Koefisien Penyaluran Beban Ketahanan untuk Perkerasan Kaku
Bahu Aspal Tide PCC Alat Penyaluran Beban
Ya Tidak Ya Tidak
Jenis Perkerasan Sambungan Plat dan Sambungan Bertulang
3,2 3,8 – 4,4
2,5 – 3,1 3,6 – 4,2
CRCP 2,9 – 3,2 N/A 2,9 – 3,2 N/A Sumber: AASHTO Design of Pavement Structure,1993
(3) Perbandingan Antara Perkerasan Lentur dan Perkerasan Kaku
1) Mekanisme Penyaluran Beban
Sebagian besar perkerasan jalan di Indonesia adalah perkerasan lentur (AC, HRS, dll.). Perkerasan kaku digunakan untuk sebagian jalan perkotaan dan jalan tol. Karena jalan-jalan F/S terletak di Wilayah Metropolitan Mamminasata, maka Tim Studi JICA menganalisa desain Aspal Beton maupun perkerasan betonnya, dan mengevaluasinya sesuai permintaan Bina Marga.
Gambar 7.10.7 menggambarkan penyaluran beban dan sistem daya dukung tanah dasar dari kedua jenis perkerasan tersebut. Plat beton (perkerasan kaku) berfungsi sebagai plat lantai jembatan di atas tanah dasar dan sedikit tekanan terjadi pada tanah dasar dibandingkan dengan perkerasan lentur.
Source: JICA Study Team
PCC T=28cm
Lean Concrete T=7.5-10cm Aggregate Sub-base T=20cm (CBR > 60%)
////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////// ////////////////// Subgrade CBR = 6%
AC Wearing T=5cm AC Binder T=5cm AC Base T=6cm
Aggregate Base Course T=20cm (CBR > 90%)
Aggregate Sub-base T=30cm (CBR > 60%)
////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////// ////////////////// Subgrade CBR = 8%
45o
Gambar 7.10.7 Mekanisme Penyaluran Beban pada Perkerasan Lentur dan Perkerasan Kaku
Laporan Akhir Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008
7-119
Alat penyaluran beban (balok pasak dan balok pengikat) diperlukan untuk perkerasan kaku untuk menyalurkan beban melalui sambungan dan retakan seperti digambarkan pada Gambar 7.10.8 Balok pasak (dowel bar) menghubungkan antar plat secara mekanis tanpa membatasi pergerakan sambungan horisontal, sedangkan balok pengikat memastikan gesekan antar plat.
Contract Joints with Dowel Bars Tie Bars (L=600mm, Dia.32mm at 300mm) (L=600mm, Dia.16mm at 600mm)
Shoudler
Longitudinal Joint PCC Slab T=30cm
Shoulder Dowel Bars (L=600mm, Dia.32mm at 300mm)
Expansion Contract Joint Contract Joint Contract Joint Contract Joint Joint (Weakened Plane JT) (Weakened Plane JT) (Weakened Plane JT) (Weakened Plane JT)
Expansion Joints at 150-200m
5m 5m 5m .5m
3.3
5m
x
2
Gambar 7.10.8 Balok Ruji dan Batang Pengikat untuk Perkerasan Kaku
2) Faktor Kerusakan (Faktor Truk)
Faktor Kerusakan Kendaraan (VDF atau ESA) antara perkerasan kaku dan perkerasan lentur adalah sama dalam kasus kendaraan bersumbu tunggal tetapi ada beberapa perbedaan mendasar dalam kasus kendaraan bersumbu tandem. VDF tandem untuk perkerasan kaku adalah kira-kira dua kalinya sedangkan untuk perkerasan lentur seperti ditunjukkan pada Gambar 7.10.9 pada tingkat sumbu 8-ton.
0
0.25
0.5
0.75
1
1.25
1.5
1.75
2
2.25
2.5
2.75
3
3.25
3.5
3.75
4
4.25
4.5
4.75
5
5.25
5.5
5.75
6
6.25
6.5
6.75
7
7.25
7.5
7.75
8
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
AXLE LOAD (METRIC TON)
AXLE L
OA
D E
QU
IVA
LEN
CY F
AC
TO
R (
ESA
L)
AASHTO(PCCP-Single)
AASHTO(PCCP-Tandem)
AASHTO (AC-Single)
AASHTO (AC-Tandem)
Single(AL/8.16)^4.5
Tandem((AL/2)/8.16)^4.5*2
Notes:1. Difference in Axle Load Equivalency Factors between PCCand AC Pavements, also between single and tandem axels2. AASHTO Axle Load Equivalency Factors from "Appendix D,AASHTO Guide for Design of Pavement Structures, 1993"
ESAL FORSINGLEAXLE
ESAL FORTANDEM AXLES
Gambar 7.10.9 VDF (Faktor Truk) untuk Perkerasan Kaku dan Perkerasan Lentur
Laporan Akhir Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008
7-120
3) Sensitifitas pada Tanah Dasar dan CESA
Ketebalan plat beton bersifat sensitif pada beban sumbu (CESA), terutama antara CESA 5 juta dan 40 juta (Gambar 7.10.10). Setelah tingkat tersebut, ketebalan plat akan kehilangan sensitifitasnnya terhadap CESA. Hal ini berarti bahwa perkerasan kaku memiliki keuntungan terhadap sumbu rencana yang tinggi dan jalan yang pada umumnya dilalui kendaraan berat.
ItemCESA (10^6) 5 10 20 30 40 50 60 70 80
PCC Thick.(cm) 17.7 20.5 23.3 25.0 26.3 27.3 28.2 28.9 29.5
Design Pavement Thickness (cm) by ESAL
151617181920212223242526272829303132
5 10 20 30 40 50 60 70 80
DESIGN ESAL (10^6)
PC
C S
LA
B T
HIC
KN
ESS
(cm
)
Gambar 7.10.10 ESAL dan Sensitifitas Ketebalan PCC
Di pihak lain, ketebalan plat beton tidak bersifat sensitif terhadap kekuatan tanah dasar seperti ditunjukkan pada Gambar 7.10.11. Hal ini berarti bahwa perkerasan kaku memiliki keuntungan pada tanah dasar yang lemah dibandingkan dengan perkerasan lentur.
Perkerasan aspal beton bersifat sensitif, baik terhadap beban sumbu dan kekuatan tanah dasar, terutama terhadap tanah dasar yang lemah. Ini berarti bahwa tanah dasar yang lemah harus ditingkatkan selama tahap desain dan konstruksi untuk mengurangi ketebalan perkerasan.
Laporan Akhir Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008
7-121
k (subgrade),pci 500 580 600 620 630ka,pci 500 580 600 620 630
MR-subgrade (psi) 6,700 8,100 9,500 10,000 10,500(CBR: %) 6.0 8.0 10.0 12.0 14.0
PCC Thickness(cm) 26.30 25.98 25.91 25.83 25.79
PCC Slab Thickness by Subgrade Reaction Module (k)
2021222324252627282930313233343536
6.0 8.0 10.0 12.0 14.0
SUBGRADE STRENGTH (CBR IN %)
Gambar 7.10.11 Kekuatan Tanah Dasar dan Sensitivitas Ketebalan PCC
4) Perbandingan Desain Perkerasan Kaku dengan Metode Desain Lainnya
Tiga desain perkerasan kaku yang representatif diperbandingkan dengan ketentuan desain tanah dasar yang sama yakni CBR 6% dan CESA 40 juta. Ketebalan plat beton yang disyaratkan oleh AASHTO, Portland Cement Association, Japan (Gambar 7.10.12) dan Overseas Rode Note 29 (Gambar 7.10.13) masing-masing adalah 27 cm, 28 cm dan 26 cm. Hasilnya tidaklah jauh berbeda, karena itu metode AASHTO digunakan dalam F/S.
Classificationof Traffic
* ADTDia. Of Dowel
Bars6% 8% >12% (mm)
L < 100 15 & (20)A 100 - 250 20 & (25)B 250 - 1000C 1000 - 3000D > 3000 28
Notes: * ADT of Large Vehicles, 5 years after the opening** Crushed Well graded base CBR > 80%# Concrete with steel mesh (dia.6mm, 3kg/m2)& For Concrete Module of Rupture 39kg/cm2 (550 psi)Concrete Module of Rupture 45kg/cm2 (650 psi)Contract Joints at 10mDowel Bars L=700mm at 400mm
# Concrete SlabThickness
** Base Thickness (cm)on Subgrade CBR =
20 15 15
(cm)
25
25 20 15252830
Gambar 7.10.12 Desain Perkerasan Kaku menurut Portland Cement Association (Japan)
Laporan Akhir Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008
7-122
T=25.5c
CESA=40 Mil
Gambar 7.10.13 Desain Perkerasan Kaku menurut Road Note 29 (UK)
5) Perbandingan Perkerasan Lentur
Metode desain AASHTO dan Overseas Road Note 31 (TRL 1993) diperbandingkan. Metode AASHTO adalah pendekatan yang komprehensif berdasarkan eksperimen, sedangkan Overseas Road Note 31 menggunakan katalog bagan yang dibuat oleh TRL.
Struktur perkerasaan untuk golongan tanah dasar S4 (CBR 8-14%) dan golongan lalulintas T6 (10-17 juta ESA) dalam Road Note 31 adalah seperti ditunjukkan pada Gambar 7.10.14 Ketebalan permukaan beton aspal adalah 125 mm pada pondasi agregat 225 mm dan pondasi bawah yang tebalnya 100 mm. Ketebalan AC (aspal beton) 150 mm pada pondasi yang tebalnya 200 mm dan tebal pondasi bawahnya 300 mm diperlukan jika mengadopsi AASHTO 1993. Jumlah struktur yang ditetapkan dalam Road Note 31 adalah kira-kira 75% dari desain AASHTO.
Overseas Road Note 31 AASHTO 1993 Design Guide
PAVEMENT STRUCTURE Thickness Product Drainageper cm per inch mm in inch Coefficient(Input) (Input)
AC Wearing Course a1= 0.165 0.42 40 0.66 AC Binder a2= 0.165 0.42 50 0.83 AC Base a2= 0.165 0.42 50 0.83
Aggregate Base Class A (CBR>90%) a2"= 0.055 0.138 200 1.20 1.10
Aggregate Base Class B (CBR>60%) a3= 0.051 0.128 278 1.54 1.10
(300)
///\\\\\////\\\\////\\\\\////\\\ Total: 618 5.05(CBR = 8.0 % ) Total Design SN = 5.051 o.k. !!!
Required SN = 5.050Subgrade
Layer Coefficient
Gambar 7.10.14 Perbandingan Desain Perkerasan Kaku menurut Road Note 29 (UK) dan AASHTO 1993
Laporan Akhir Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008
7-123
6) Perbandingan Biaya Perkerasan Kaku dengan Perkerasan Lentur
Biaya selama umur (life cycle cost) perkerasan terdiri atas investasi awal, biaya pemeliharaan berkala dan rutin. Biaya-biaya tersebut diperkirakan dan dikonversi menjadi biaya diskonto saat ini. Nilai penting dari keuntungan perkerasan kaku kelihatannya berada pada kisaran 20 juta CESA atau 7 juta CESA untuk AC (Aspal Beton) (Gambar 7.10.15). Nilai ini setara dengan ketebalan plat perkerasan kaku yaitu 23 cm. Selain nilai penting tersebut, tidak terlalu banyak perbedaan yang terlihat antara kedua perkerasan tersebut.
0
50,000
100,000
150,000
200,000
250,000
300,000
350,000
400,000
3.3 6.7 10.0 13.3 16.7 20.0CESA (AC):
Rp/M
2
AC
PCC
CESA (PCC) 10 20 30 40 50 60
Turning Point of PCCLife Cycle CostAdvantage to AC
CESA for AC at 7million or that forPCC at 20 million
Gambar 7.10.15 Nilai Manfaat Perkerasan Kaku (PCC) dan Perkerasan Lentur (AC)
7) Konstruksi dan Produktifitas
Tidak banyak perbedaan dalam hal kebutuhan peralatan. Konstruksi perkerasan aspal beton memerlukan mixing plant (alat pencampur terpusat), paver, truk dan peralatan kompaksi (pemadatan), sedangkan perkerasan beton memerlukan concrete mixing plant (alat pencampur beton), truk dan paver. Bahan-bahan utama untuk aspal beton adalah aspal dan agregat. Bahan-bahan untuk perkerasan kaku adalah semen, agregat dan tiang-tiang baja. Produktivitas konstruksi harian tidak akan jauh berbeda jika digunakan slip form paver (mesin perata jalan) untuk konstruksi perkerasan kaku karena dapat memproduksi 700-800 m2 per hari.
Foto-foto berikut ini menunjukkan konstruksi perkerasan PCC pada Proyek Jalan Tol Ir. Sutami dengan menggunakan slip form paver.
Laporan Akhir Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008
7-124
To Makassar To Up-stream
Perbedaan terbesarnya adalah bahwa perkerasan aspal beton dapat dilalui oleh kendaraan hanya 1-2 jam setelah konstruksi, sedangkan perkerasan kaku (beton) memerlukan waktu selama 14 hari.
8) Evaluasi dan Penggunaan pada Jalan-Jalan FS
Tim Studi melakukan evaluasi secara keseluruhan terhadap jenis-jenis perkerasan dengan memperhatikan aspek teknis dan ekonomis seperti analisis tersebut di atas (Tabel 7.10.11).
Tabel 7.10.11 Evaluasi terhadap Jenis-Jenis Perkerasan Secara Keseluruhan Location
TechnicalAspect
Cost TechnicalAspect
Cost
Location Urban △ OSemi-urban △ △Rural O O X XGood O △Fair △ △Bad △ △ O OLess 20^6 O O X X20^6 - 40^6 △ △
Over 40^6 △ X O OCement △ OAsphalt O △Aggregate O O △Soil (CBR.8%) forborrow O O △
Equipment Asphalt Plant O -Concrete Plant - OAsphalt Paver O -Concrete Paver - O
Productivity With conventionalmethod O O X △
with Slip FormPaver) - - O OExisting RoadWidening O X
New Road O OMaintenance Routine △ △ O O
Periodic (Overlay) X -Note: O; Good (advantage), △; Fair or not clear advantage, X; Bad (disadvantage)Source: JICA Study Team
Remarks(refer to)
TrafficManagementduring construction
Figure7.10.4
Rigid (PCC)Items / Description Flexible (AC)
Design CESA(10^6) for 20-yearPeriodLocal EconomicalMaterial Availability
Subgrade Strength(CBR)
Jika ESAL rencana di atas 40 juta, maka perkerasan kaku memiliki keuntungan, baik dalam aspek teknis maupun ekonomis. Perkerasan kaku juga memiliki kelebihan jika CBR bahan tanah dasar
Laporan Akhir Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008
7-125
yang tersedia (bahan bawaan) kurang dari 8%. Meskipun demikian, perkerasan kaku memiliki keuntungan di daerah perkotaan jika terdapat banyak rambu-rambu yang dilewati dan rambu-rambu lalulintas. Perkerasan lentur menjadi rusak akibat bekas roda, geseran dan/atau tumpahan minyak karena aktivitas kendaraan. Tabel 7.10.15 merangkum kriteria pemilihan jenis perkerasan untuk jalan-jalan F/S.
Tim Studi merekomendasikan penggunaan perkerasan lentur dan perkerasan kaku untuk jalan-jalan F/S seperti ditunjukkan pada Tabel 7.10.12. Perkerasan kaku direkomendasikan untuk ruas Maros-Jl. Ir. Sutami dan ruas Jalan Lingkar Tengah dari Jalan Trans-Sulawesi Mamminasata.
Tabel 7.10.12 Rekomendasi Penggunaan untuk Jalan-Jalan F/S
Road Link Location Cut or Fill10 yearsperiod
20 yearsperiod
FlexiblePavement
RigidPavement
A Maros-Jl.Ir.Sutami IC Urban Cut*/ Fill 8% 14.0 40.0 OB Middle Ring Urban Fill 6% 5.0 15.0 OC Middle Ring Access Urban Fill 8% 3.0 9.0 OD Boka-Takalar Semi-urban Fill 8% 3.0 9.0 OA North Section Semi-urban Fill 8% 2.5 7.5 OB Middle Section Urban Cut*/ Fill 8% 2.5 7.5 OC South Section Semi-urban Fill 8% 2.5 7.5 O
Jl. Hertasning Gowa Section Semi-urban Fill 8% 2.5 7.5 OA Makkassar City Urban Cut*/ Fill 8% 2.5 7.5 OB Maros/Gowa Section Semi-urban Fill 8% 2.5 7.5 O
Note: * improvement of subgrade to CBR 8% with replacing the top of subgrade for cur section with selected materials.Source: JICA Study Team
Trans-SulawesiMamminasataRoad
MamminasaBypass
Jl.Abdullah DaengSirua Road
Type of PavementSection Design CESA (10^6)SubgradeStrength(CBR)
(4) Desain Ketebalan Perkerasan
Tabel 7.10.13 merangkum struktur perkerasan untuk jalan-jalan F/S (lihat Lampiran D mengenai rincian desain perkerasan).
Tabel 7.10.13 Ringkasan Desain Perkerasan untuk Jalan-Jalan F/S
Road LinkAC (W) AC (B) AC
(base)PCC Class A Class B Lean
ConcreteA Maros-Jl.Ir.Sutami IC 26 20 10 8%B Middle Ring 24 20 10 6%C Middle Ring Access 4 4 5 20 30 8%D Boka-Takalar 4 6 20 30 8%A North Section 4 6 20 30 8%B Middle Section 4 6 20 30 8%C South Section 4 6 20 30 8%
Jl. Hertasning Gowa Section 4 6 20 30 8%A Makkassar City 4 6 20 30 8%B Maros/Gowa Section 4 6 20 30 8%
Source: JICA Study Team
Sub-gradeCBR
Trans-SulawesiMamminasataRoad
MamminasaBypass
Jl.Abdullah DaengSirua Road
Section Base and SubbaseSurafce
Desain perkerasan dilakukan dengan menggunakan program desain berbasis Excel yang dikembangkan oleh Tim Studi seperti ditunjukkan pada Gambar 7.10.16 untuk desain perkerasan lentur dan Gambar 7.10.17 untuk desain perkerasan kaku (lihat Lampiran D mengenai rinciannya).
Laporan Akhir Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008
7-126
FLEXIBLE PAVEMENT DESIGN Design Conditions: (Load based on AASHTO) - Design Period: 10 years
- Loading: Bina Marga Standard - Design ESAL: 14.00 x 106
SN Design Equation: Note:log10 W18 = ZR*So + 9.36*log10(SN+1) - 0.20 + {log10[APSI / (4.2 - 1.5)] / [0.40 + 1094/(SN+1)5.19]} + 2.32*log10MR - 8.07
Design Inputs:R = 90 % PAVEMENT STRUCTURE Thickness Product Drainage
ZR = -1.282 per cm per inch mm in inch CoefficientSo = 0.45 (Input) (Input)
W18 = 14.00 x 106 (18KIP ESAL) AC Wearing Course a1= 0.165 0.42 40 0.66MR = 8,200 psi AC Binder a2= 0.165 0.42 50 0.83
DPSI = 1.70 (4.2-2.5) AC Base a2= 0.165 0.42 50 0.83
(For try&error computation) Aggregate Base Class A7.146 = 7.145 (CBR>90%) a2"= 0.055 0.138 200 1.20 1.10
Output:SN = 5.050 o.k. !!! Aggregate Base Class B
(CBR>60%) a3= 0.051 0.128 278 1.54 1.10Note: Input approx.SN and (300)
repeat as suggested///\\\\\////\\\\////\\\\\////\\\ Total: 618 5.05
(CBR = 8.0 % ) Total Design SN = 5.051 o.k. !!!Required SN = 5.050
MR = 1500*CBR(%) if a CBR value < 10% is entered.Otherwise, MR = value in from other sources Drainage Coefficients (Input)Input MR or CBR MR psi CBR (%) m2 Aggregate Base 1.10
8,200 m3 Granular Subbase 1.10Module of Pavement MaterialsSurface Wearing Course 400,000 psi, MS = 800 kg
Binder Course 400,000 psi, MS = 800 kgBase Asphalt Concrete Base 400,000 psi, MS = 1,000 kg
Aggregate Base Class A 28,500 psi, CBR> 90%Subbase Aggregate Base Class B 18,000 psi, CBR> 60%
Source: JICA Study Team
Subgrade
Layer Coefficient
Gambar 7.10.16 Program Desain untuk Perkerasan Lentur (AC)
RIGID PAVEMENTDESIGN Design Conditions (input): (Load based on AASHTO) - Design Period: 20 years
- Loading: Bina Marga Standard
Design Equation: - Design CESA: 34.00 x 106
log10W18 = ZR*So + 7.35*log10(D+1) - 0.06 + {log10[APSI/(4.5 - 1.5)]} / {1 + [(1.624*107)/(D+1)8.46]} - Concrete Strength at 28 days: + (4.22 - 0.32pt)*log10{[Sc' * Cd(D0.75 - 1.132)] / [215.63*J(D0.75-(18.42/(Ec/k)0.25))]} Compression: 250 kg/cm2
Design Inputs: Flexural: 45 kg/cm2
R = 90 % Note:ZR = -1.282 Ec = 57,000 (f'c)0.5 = 3.40 x 106psiSo = 0.35 where, fc (28 days) = 3,560 psi
W18 = 34.00 x 106 (18 KIP ESAL) ( 250 kg/cm2) PAVEMENT STRUCTUREpt = 2.50
APSI = 2.00 (4.5-2.5) S'c = Sc + z (SDs) = 722 psi PCC ThicknessS'c = 722 psi where, Sc (28 days) = 640 psi T= 26.0 cmCd = 1.10 ( 45 kg/cm2)
J = 3.20 with Dowel Bars z =standard normal variate Lean Concrete T= 10 cmEc = 3.40 x 106 psi 1.037 for PS =15 % Aggregate Base
k = 630 pci 1.282 for PS = 10% ////\\\\////\\\\\/////\\\\/// (CBR 60%) T= 20.0 cm(For try&error computation) SDs = Sc x 10% = 64 psi Subgrade CBR = 6.0%
7.531 7.532 (MR = 6,700 psi)
Output:D = 9.87 inches o.k. !!! 25.07 cm,
Say 26.0 cm (= 10.2 in. ) Drainage Coefficient (Cd): 1.10Note: Input approx.D and Load Transfer Coefficient (J): 3.20
repeat as suggested
Source: JICA Study Team
(input)
Gambar 7.10.17 Program Desain untuk Perkerasan Kaku (PCC)
(5) Desain Lapisan Aspal Beton
Jalan Trans-Sulawesi Mamminasata memiliki dua konsep pembangunan menurut sub-ruas. Pertama adalah pelebaran jalan nasional eksisting dari Maros sampai Persimpangan Jl. Ir. Sutami
Laporan Akhir Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008
7-127
IC dan dari Bajeng (Panciro) sampai ke Takalar. Yang kedua adalah pembangunan jalan baru untuk Jalan Lingkar Tengah dan Akses Jalan Lingkar Tengah (Persimpangan Jl. Sultan Alauddin IC – Persimpangan Boka IC). Lapisan aspal beton akan dibuat pada jalan eksisting untuk menguatkan perkerasannya dan/atau menyesuaikan superelevasi atau penebalan.
Sistem Desain Jalan (SDJ) Bina Marga memiliki sistim desain lapisan standar berdasarkan pengukuran defleksi balik oleh FWD atau Benkelman beam. “AASHTO 1993 Pavement Design Guide” dan “Asphalt Overlays for Highway and Street Rehabilitation”, Asphalt Institute menyarankan metode desain lapisan yang berbeda. Metode yang pertama menggunakan pendekatan defisiensi struktur dan yang kedua menggunakan pendekatan Defleksi Kurva Balik Representatif (RRD).
Gambar 7.10.18 Diagram Desain untuk Lapisan Aspal Beton (AC)
Karena kondisi jalan saat ini sudah baik dan tidak ada data mengenai defleksi, maka direncanakan dua lapisan aspal beton (AC), lapis aus aston dan lapis pengikat aston masing-masing 4 cm dan 5 cm (termasuk ketebalan lapisan permukaan) untuk penguatan struktur. Survei lapangan perlu dilakukan pada tahap desain detil.
Laporan Akhir Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008
7-128
7.10.6 Drainase dan Bangunan Lainnya
(1) Desain Drainase
Desain drainase sepanjang jalan-jalan F/S dibuat berdasarkan aliran permukaan rencana di daerah sekitarnya.
1) Periode Rencana
Menurut standar desain drainase di Indonesia, periode rencana untuk gorong-gorong sepanjang jalan arteri adalah 10 tahun. Sedangkan untuk drainase selokan di tepi jalan digunakan periode rencana 5 tahunan.
Tabel 7.10.14 Periode Rencana yang Disyaratkan untuk Gorong-Gorong Klasifikasi Jalan Periode Rencana
Jalan Tol 25 tahun Jalan Arteri 10 tahun Jalan Lokal 5 tahun
Source: Metode, Spesifikasi dan tata cara Edisi Pertama, Dec.2002 Bagian:13 Kayu, Bahan lain, lain-lain Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Badan Penelitian dan Pengembangan Hal. 659 3.4 7)
2) Metode Perhitungan Aliran Permukaan
Aliran permukaan rencana di daerah sekitar jalan tersebut dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini.
aICQ ⋅⋅⋅×
= 6106.31
dimana, Q : Aliran permukaan puncak (debit puncak andalan: m3/dtk) C : Koefisien aliran permukaan I : Intensitas curah hujan rencana untuk durasi yang sama dengan waktu konsentrasi
(mm/jam) a : Daerah tangkapan (m2)
Berdasarkan kondisi lapangan, maka koefisien aliran permukaan (C) ditentukan sebagai berikut:
Tabel 7.10.15 Koefisien Aliran Permukaan yang Digunakan (C) Penggunaan Lahan “C”
Permukaan Jalan Beraspal 0,8 Daerah Permukiman 0,7
Lahan Pertanian 0,5 Sumber: Pedoman Sistem Pekerjaan Tanah - Drainase, Asosiasi Jalan Jepang
Waktu konsentrasi (“t” dalam menit) adalah waktu yang diperlukan bagi aliran permukaan dari bagian terpencil daerah tangkapan hujan sampai pada titik yang sedang dipetimbangkan. Waktu konsentrasi (t) terdiri atas waktu (t1) yang diperlukan untuk aliran melalui darat dan waktu (t2) yang diperlukan untuk aliran (streamflow). Waktu konsentrasi untuk aliran melalui darat (t1) turun ke
titik yang sedang dipertimbangkan dihitung dengan menggunakan rumus yang diajukan oleh Kerby berikut ini:
467.0
1 28.332
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡⋅⋅×=
sn
Lt d
Laporan Akhir Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008
7-129
dimana, t1 : Waktu konsentrasi aliran melalui darat (menit) L : Panjang aliran (m) Nd : Koefisien perlambatan S : Kemiringan permukaan
Koefisien perlambatan (nd) direkomendasikan untuk penggunaan seperti tersebut pada Tabel 7.10.16.
Tabel 7.10.16 Koefisien Perlambatan (nd) Rumus Kerby Penutup Tanah Nilai Nd
Aspal, permukaan beton 0,013 Tanah halus, tanpa bebatuan 0,10 Rumput biasa 0,40 Semak belukar 0,60 Belukar pinus, rumput tebal 0,80
Waktu konsentrasi aliran (t2) dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini:
VLt⋅
=602
dimana, t2: Waktu konsentrasi aliran (menit) V: kecepatan aliran rata-rata (m/dtk) V diperkirakan dengan menggunakan persamaan berikut:
Daerah tangkapan diperkirakan berdasarkan peta topografi skala 1:5.000, yang disiapkan melalui survei topografi.
N
Gambar 7.10.19 Jaringan Drainase Eksisting Ruas A (1/4)
Laporan Akhir Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008
7-130
N
Gambar 7.10.20 Jaringan Drainase Eksisting Ruas A (2/4)
N
Gambar 7.10.21 Jaringan Drainase Eksisting Ruas A (3/4)
N
Gambar 7.10.22 Jaringan Drainase Eksisting Ruas A (4/4)
Laporan Akhir Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008
7-131
Data intensitas curah hujan yang tercatat pada stasiun curah hujan Pakalli (WS Maros) dan Malolo (WS Pappa, Takalar) diadopsi untuk menunjukkan pola intensitas curah hujan wilayah bagian utara dan selatan dari wilayah studi. Luas wilayah untuk perhitungan intensitas curah hujan ditunjukkan pada Gambar 7.10.23.
Kurva intensitas-durasi-frekuensi curah hujan yang memungkinkan di stasiun curah hujan Pakalli dan Malolo digunakan sebagai representasi intensitas curah hujan wilayah di wilayah studi seperti ditunjukkan pada Gambar 7.10.24. Aliran permukaan rencana dihitung pada kisaran 0,21m3/dtk mengikuti kondisi khas jalan yang dikaji (Daerah tangkapan 10.000 m2, Koefisien aliran permukaan 0,7, Waktu konsentrasi 20 menit, Intensitas curah hujan rencana 109,1mm/jam, Wilayah A).
Gambar 7.10.24 Kurva Intensitas-Durasi-Frekuensi Curah Hujan di Pakalli dan Malolo
Rainfall Intensity Curve(Malolo, Takalar)Gamanti-Pappa River Basin
5-year: I = 293.59D-0.4582
10-year: I = 311.74D-0.4452
20-year: I = 327.97D-0.4340
50-year: I = 350.77D-0.4229
100-year: I = 367.97D-0.4159
250-year: I = 391.81D-0.4086
500-year: I = 409.50D-0.4036
0
50
100
150
200
250
300
350
0 100 200 300 400 500 600 700 800
Duration of Rainfall (minutes)
Rain
fall
Inte
nsi
ty (
mm
/hour)
Rainfall Intensity Curve (Pakelli, Maros)- Region: Maros-Tallo-Jeneberang River Basin -
5-year: I = 478.56D-0.4935
10-year: I = 515.39D-0.4870
20-year: I = 550.74D-0.4818
50-year: I = 595.58D-0.4758
100-year: I = 631.07D-0.4726
250-year: I = 676.35D-0.4685
500-year: I = 711.71D-0.4662
0
50
100
150
200
250
300
350
0 100 200 300 400 500 600 700 800
Duration of Rainfall (minutes)
Rai
nfa
ll In
tensi
ty (
mm
/ho
ur)
Gambar 7.10.23 Luas Wilayah Perhitungan Intensitas Curah Hujan
Laporan Akhir Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008
7-132
Volume aliran air buangan dihitung dengan rumus berikut ini:
・Q=A V
dimana, A: Luas area (m3/dtk.) V: Kecepatan Aliran Rata-Rata (m/dtk.)
21
321 IR
nV ⋅⋅=
dimana, n: Koefisien kekasaran Mannings (pasangan batu basah:0,025) R: Radius Hidrolik (m) = Luas/Terbasahi Perimeter I: Kemiringan Aliran
Gambar 7.10.25 menunjukkan desain profil selokan samping, sedangkan luas dan radius hidroliknya dihitung seperti ditunjukkan pada Gambar 7.10.26.
(A;2,56m2, R;0,58m)
Gambar 7.10.25 Desain Profil Selokan Samping
・ ・A=H(B+m H), R=(H(B+m H))/(B+2H√(1+m2))
Gambar 7.10.26 Perhitungan Luas dan Radius Hidrolik
Kecepatan aliran rata-rata dari kedalaman air 80% pada selokan samping yang didesain (kapasitas aliran yang diperkenankan) dihitung seperti pada Gambar 7.10.27. Hubungan antara volume aliran dan kemiringan aliran dari selokan samping/gorong-gorong pipa yang didesain dapat dilihat pada Gambar 7.10.28 dan Gambar 7.10.29.
Laporan Akhir Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008
7-133
Gambar 7.10.27 Hubungan antara Kecepatan Rata-rata dan Kemiringan Aliran
Gambar 7.10.28 Hubungan antara Volume Aliran dan Kemiringan Aliran Selokan Samping yang Didesain
Gambar 7.10.29 Hubungan antara Volume Aliran dan Kemiringan Aliran Gorong2 Pipa
Kapasitas Aliran yang Diperkenankan Q (m3/dtk)
Kem
iring
an S
alur
an
(%)
0.10
1.00
10.00
0.1 1 10
Stream Slope (%)
Ave
rage
Velo
city
(m/se
c)
1.00
10.00
100.00
0.1 1 10
Stream Slope (%)
Flo
w V
olu
me (
m3/se
c)
Laporan Akhir Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008
7-134
(1) Fasilitas Drainase
Berdasarkan volume aliran permukaan yang dihitung di daerah yang berbatasan dengan jalan studi, volume aliran air limbah dari rumah-rumah yang berada di pinggir jalan dan volume aliran selokan samping dan gorong-gorong pipa yang didesain, maka fasilitas drainase berikut ini didesain:
Gambar 7.10.30 Profil Selokan Samping
Gambar 7.10.31 Profil Pipa Saluran Melintang dan Selokan Pengeringan
(2) Gorong-Gorong
Terdapat beberapa gorong-gorong eksisting di sepanjang jalan yang dikaji. Gorong-gorong tersebut berfungsi sebagai outlet pembuangan drainase yang ada di tepi jalan, dan bersatu dengan air sungai yang mengalir di bawah jalan. Karena gorong-gorong eksisting berfungsi dengan baik dan dalam kondisi yang stabil, maka perluasan gorong-gorong eksisting tersebut direncanakan seperti pada Gambar 7.10.32.
Gambar 7.10.32 Rencana Perluasan Gorong-Gorong
(3) Bangunan pada Bagian Tanah yang Lunak
Bagian tanah yang lunak sepanjang 470m terletak di daerah rawa-rawa Tallo seperti ditunjukkan pada Gambar 7.10.33, dan karakteristik geologisnya diperiksa melalui survei geologi yang dilakukan dalam Studi ini. Penggunaan plat beton bertulang dengan tiang pancang pipa beton direkomendasikan untuk mengatasi tanah yang lunak tersebut seperti ditunjukkan pada Gambar 7.10.34. Panjang tiang pancang didesain sepanjang 10m sesuai dengan jembatan sungai Tallo, dengan mempertimbangkan kondisi geologi yang serupa dengan daerah sekitarnya.
Laporan Akhir Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008
7-135
Tallo Bridge
Jl. Perintis
Structure on Soft Ground
Structure on Soft GroundTallo Bridge
Jl. Perintis
Structure on Soft Ground
Structure on Soft Ground
Gambar 7.10.33 Ruas yang Direncanakan untuk Bangunan pada Tanah Lunak
Gambar 7.10.34 Bangunan Penanganan untuk Tanah Lunak
di Daerah Rawa-rawa Sungai Tallo
(4) Dinding Penyangga
Ruas antara Jalan Lingkar Tengah/Persimpangan Jl. St. Alauddin dan Jembatan Sungai Jeneberang direncanakan menggunakan dinding penyangga karena kalau tidak akan sulit untuk mengatur alinyemen vertikalnya dengan tepat. Dinding tanah bertulang akan digunakan untuk menjaga ruang jalan samping alternatif di kedua sisi jalan tersebut, seperti ditunjukkan pada Gambar 7.10.35 dan Gambar 7.10.36.
Pelat beton bertulangt=50cm
Alas mekanis t=50cm
Tiang pancang pipa bertulang P=10m, Φ=0,5m, Kedalaman=3,0m
Laporan Akhir Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008
7-136
Retaining Wall
Box Culvert for Access
Retaining Wall
Retaining Wall
Box Culvert for Access
Retaining Wall
Gambar 7.10.35 Rencana dan Profil Bidang Dinding Penyangga
Gambar 7.10.36 Contoh Dinding Penahan Tanah Bertulang
Jln Samping Alternatif
Laporan Akhir Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008
7-137
7.10.7 Macam-Macam
(1) Fasilitas Penyeberangan Bidang Terpisah
Pembangunan fasilitas penyeberangan bidang terpisah seperti jembatan dan gorong-gorong kotak direncanakan untuk keamanan pejalan kaki. Fasilitas tersebut direncanakan pada persimpangan padat lalulintas di dekat fasilitas-fasilitas umum seperti rumah sakit, sekolah dan masjid seperti ditunjukkan pada Gambar 7.10.37. Gorong-gorong kotak direncanakan pada ruas tanggul sebagai alternatif jembatan penyeberangan.
Gambar 7.10.37 Lokasi Rencana Jembatan Penyeberangan
Detil jembatan penyeberangan tipikal ditunjukkan pada Gambar 7.10.38. Jembatan tersebut didesain untuk mengurangi kesulitan penggunaan bagi orang cacat dan pengendara sepeda dengan kemiringan yang rendah. Jembatan penyeberangan berkaki empat juga direncanakan pada beberapa persimpangan untuk mempromosikan penggunaannya.
Laporan Akhir Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008
7-138
Gambar 7.10.38 Rencana Jembatan Penyeberangan
(2) Fasilitas Keselamatan Lalulintas
1) Lampu Jalan
Lampu jalan perlu dipasang pada persimpangan-persimpangan dan sepanjang ruas jalan perkotaan yang dikaji. Lokasi pemasangan lampu jalan akan ditempatkan di median jalan, dan direkomendasikan menggunakan jenis lampu pijar ganda seperti ditunjukkan pada Gambar 7.10.39. Interval antara lampu-lampu jalan ditetapkan selebar 30m.
Gambar 7.10.39 Rencana Lampu Jalan
2) Marka Jalan dan Rambu Lalulintas
Marka-marka jalan dan rambu-rambu lalulintas direncanakan sesuai dengan standar Indonesia.
Laporan Akhir Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008
7-139
(3) Rencana Relokasi Utilitas Umum
Utilitas umum seperti jaringan listrik, jaringan telekomunikasi dan pipa saluran air berada di sepanjang jalan yang dikaji. Gambar 7.10.40 menunjukkan rencana relokasi utilitas umum pada ruas-ruas jalan eksisting.
Lokasi yang tepat dari semua fasilitas umum perlu dikonfirmasi selama tahap desain detil.
Gambar 7.10.40 Rencana Relokasi Utilitas Umum
2.0 2.0PrivateLandPrivate
Land
Existing Right of Way W=approx.22 to 24m
Boundary of Proposed Right of Way (W=42m) has been shown on the site.
Negotiation with Landowner for Land Acquisition
1.0
1.11.0
Telkom Secondary cable
Telkom Primary cable
1.0
1.0
PLN Underground cable
Water Main PipeWater Main Pipe
Adjustment of the level of the existingTelkom primary cable manhole coverto the proposed road surface Bench Mark was
already installed atapprox.21m RHS fromcenter line.
Bench Mark wasalready installed atapprox.21m LHS fromcenter line.
Negotiation with Landowner for Land Acquisition
Restricted Area for newconstruction of the buildings
Restricted Area for newconstruction of the buildings
Relocation of PLN(Power line)cable to underground of theproposed sidewalk
Relocation of Telkom secondarycable to underground of theproposed sidewalk
top related