40337362 pemphigus vulgaris
Post on 20-Jan-2016
27 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Pemphigus Vulgaris
Pemphigus Vulgaris adalah penyakit autoimun berupa bula yang bersifat
kronik, dapat mengenai membran mukosa maupun kulit dan ditemukannya antibodi
IgG yang bersikulasi dan terikat pada permukaan sel keratinosit, menyebabkan
timbulnya suatu reaksi pemisahan sel-sel epidermis diakibatkan karena tidak adanya
kohesi antara sel-sel epidermis, proses ini disebut akantolisis dan akhirnya
terbentuknya bula suprabasal.2
Bula pada pemphigus berhubungan dengan pengikatan autoantibodi IgG
dengan permukaan molekul sel keratinosit, yaitu desmoglein 1 dan desmoglein 3.
Pengikatan autoantibodi berakibat menghilangnya adhesi sel (akantholysis). Pasien
dengan bentuk mukokutan dari Pemphigus Vulgaris memiliki autoantibodi
antidesmoglein 1 dan 3, sedangkan pasien dengan bentuk mucosal hanya memiliki
autoantibodi antidesmoglein 3.1
Pemphigus Vulgaris tersebar diseluruh dunia dapat mengenai semua ras,
frekuensi hamper sama pada laki-laki dan perempuan. Pemphigus Vulgaris
merupakan bentuk yang sering dijumpai kira-kira 70% dari semua kasus pemphigus,
biasanya pada usia 50-60 tahun dan jarang pada anak-anak. Insiden Pemphigus
Vulgaris bervariasi antara 0.5 – 3.2 kasus per 100.0002
Penyebab terjadinya Pemphigus Vulgaris kemungkinan dikarenakan
terjadinya pembentukan antibodi IgG. Pada umumnya factor genetic seperti pada
molekul mayor histocompatibilitas kompleks (MHC) kelas II dan pada pasien yang
memiliki penyakit autoimun lain seperti myasthenia gravis dan thymoma.1
Lesi pada Pemphigus Vulgaris pertama kali berkembang pada membrane
mukosa terutama pada mulut, yang terdapat pada 50-70% pasien. Bula yang utuh
jarang ditemukan pada mulut disebabkan bula mudah pecah dan dapat timbul erosi.
Pada umumnya erosi terdapat pada buccal, gingiva, palatum, dengan bentuk yang
tidak teratir, sakit dan lambat untuk menyembuh. Erosi dapat meluas ke laryng yang
menyebabkan sakit tenggorokan dan pasien kesulitan untuk makan ataupun minum.
Lesi di kulit biasanya adalah bula flaccid berisi cairan jernih dengan dasar
kulit normal ataupun dasar eritem. Bula pada pemphigus mudah pecah
menimbulkan erosi yang menyakitkan. Pada beberapa pasien, erosi dapat
meimbulkan jaringan granulasi yang berlebihan dan terbentuknya krusta. Lesi
seperti ini lebih cenderung terjadi di daerah intertriginous, kulit kepala, dan wajah.
Pada pasien, dapat terlihat Nikolsky Sign (pada bula yang aktif jika diberi tekanan
dan digeser akan menimbulkan erosi) dan Asboe-Hansen sign (tekanan lateral pada
ujung bula akan menyebarkan bula ke daerah sehat).2
Patogenesis terjadinya Pemphigus Vulgaris adalah adanya antibodi IgG yang
mengikat Pemphigus Vulgaris yaitu desmoglein 3 pada permukaan sel keratinosit,
mengakibatkan terbentuk dan dilepaskannya plasminogen activator sehingga
merubah plasminogen menjadi plasmin. Plasmin yang terbentuk menyebabkan
kerusakan desmosome sehingga terjadi pemisahan sel-sel keratinosis (tidak adanya
kohosi antara sel-sel) proses ini disebut akantolisis. Kemudian terbentuk celah di
suprabasal dan akhirnya terbentuk bula yang sebenarnya.4
Kasus
Berikut ini dihadapkan pasien laki-laki Tn. M berusia 45 tahun, pekerjaan
petani. Pasien berobat ke rumah sakit dengan keluhan utama kulit melepuh seluruh
badan. Sekitar 3 bulan yang lalu, pasien merasakan timbul plenting berisi cairan
berukuran besar di dada. Lalu semakin lama semakin menyebar ke selruh tubuh. Di
punggung, tangan dan kaki juga timbul lepuh. Lepuh mudan pecah, luka dan timbul
koreng berwarna cokelat-kehitaman. Kemudian sekitar 3 Minggu yang lalu, muncul
lepuh-lepuh dan koreng yang banyak di badan, lengan, tungkai, dan wajah.
Kemudian Pasien berobat ke PKM dan di beri salep dan pil. Namun tidak ada
perubahan. Setelah itu pasien berobat ke SpKK dan diberi obat salep dan Pil,
keluhan dirasakan membaik dan lepuhan mengering. Tetapi muncul lepuh baru
kembali sehingga dirujuk ke RSS.
Pasien tidak memiliki keluhan serupa. Riwayat alergi obat tidak ada dan
keluhan serupa pada keluarga disangkal.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan pasien Sadar, Tanda vital dalam batas
normal, pemeriksaan jantung, paru dan gastrointestinal dalam batas normal. Pada
pemeriksaan dermatologi didapatkan bula dengan dinding kendur, multiple,
sebagian tampak bula purulen, sebagian besar tampak krusta kehitaman multipel di
atas dasar erosi. Pasien didiagnosis banding dengan pemfigus vulgaris dan
pemfigus foliaseus. Dilakukan pemeriksaan Gram dan Tzanck. Hasil pemeriksaan
Gram tidak ditemukan kuman. Pada pemeriksaan Tzanck ditemukan sel akantolitik.
Telah dilakukan biopsi kulit tanggal 16 September 2010 dan menunggu hasil.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis dan penunjang, diagnosis yang
diajukan adalah Pemphigus Vulgaris. Tata laksana pasien adalah diet tinggi kalori
tinggi protein, dan EP telur, infus NaCl 0,9% 20 tpm, daerah erosi dikompres
dengan betadin 1% solutio, 2 kali sehari selama 15 menit (pagi dan sore), Px Lab
Darah rutin, urin rutin, LFT, RFT, Elektrolit, GDS. oleum cocos, cefadroxil 2dd
500mg PO, Inj metilprednisolon 105mg/hr, Antasida 2x sehari, ekstrak ikan kutuk
3dd Cap I.
Proses Diagnosis Pemphigus Vulgaris
Seorang ahli patologi serta dermatologis yang terlatih dalam
immunodermatologi memiliki peranan penting dalam diagnosis dari Pemphigus
Vulgaris. Untuk mendiagnosis Pemphigus Vulgaris dapat dilakukan dengan temuan
klinis serta diperlukan pemeriksaan karakteristik histologis serta imunopatologi untuk
melakukan uji konfirmasi.
Pemeriksaan histopatologis dilakukan dengan biopsy kulit pada bula yang
baru timbul dengan cara punch biopsy. Perubahan awal ditandai dengan
pembengkakan intraseluler dan hilangnya jembatan interselluler pada bagian paling
bawah epidermis. Mengakibatkan hilangnya hubungan antara sel-sel epidermis yang
disebut akantolisis, Hal ini terjadi karena adanya IgG autoantibodi yang mentarget
desmosomal protein desmoglein 3, dimana berperan sebagai adhesi interseluler dari
epidermis dan epithel mukosa. hal ini menyebabkan terbentuknya celah dan
akhirnya membentuk bula di suprabasal.
Sel basal walaupun terpisah satu dengan lainnya yang disebabkan oleh
hilangnya jembatan antar sel, tetap melekat pada dermis seperti susunan batu nisan
(row of tombstones).5
Di dalam rongga bula mengandung sel akantolisis yang dapat di lihat dengan
pemeriksaan sitologi yaitu Tzanck smear (pewarnaan giemsa), yang diambil dari
dasar bula atau erosi pada mulut. Sel yang akantolisis mempunyai inti yang kecil
dan hiperkromatik, sitoplasmanya sering dikeliling halo.3
Pada perbatasan epidermis adakalanya menunjukkan spongiolisis dengan
eosinophil yang masuk kedalam epidermis disebut eosinophilic spongiolitic
Pada pemeriksaan dengan imunopatologi dapat menggunakan dua metode
imunofluorescen, yakni langsung maupun tidak langsung. Imunofluorescen langsung
dengan endapan antibodi IgG, C3 di substansi interselluer epidermis. Untuk
imunofluorescen tidak langsung dengan deteksi serum dengan sirkulasi antibodi IgG
interseluler yang terdapat pada 80 – 90 % penderita. Pemeriksaan dengan ELISA
memungkinkan untuk mendeteksi autoantibodi IgG desmoglein dan dapat menguklur
titer antibodi untuk mengetahui perkembangan penyakit.
Berdasarkan penjelasan diatas disimpulkan bahwa Pemphigus Vulgaris
merupakan kelainan autoimun yang memerlukan temuan klinis, pemeriksaan
histopatologis serta temuan imunopatologis sebagai acuan diagnosis. Komunikasi
yang baik antara dermatopatologis serta imunodematoligs merupakan kunci untuk
menemukan diagnosis yang tepat. Sehingga pengobatan yang tepat dapat segera
dilakukan.2
Referensi:
1. Siroy, Alan E. 2009. Pemphigus Vulgaris and Bullous Pemphigoid: Laboratory
Testing and Diagnosis
2. Lubis, Ramona. 2008. Gambaran Histopatologis Pemphigus Vulgaris. Bagian
Penyakit Kulit, Universitas Sumatra Utara
3. Sami, Naveed et al. 2002. Diagnostic Features of Pemphigus Vulgaris in Patients
with Bullous Pemphigoid : Molecular Analysis of Autoantibodi Profile.
Dermatology Vol 204, No 2.
4. Djuanda, 2007, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta.
5. Wolff and Johnson, 2009, Fitzpatrick’s Colour Atlas and Cynopsis of Clinical
Dermatology, 6th edition, McGraw Hill Medical
top related