2013-2-00693-ar bab2001
Post on 10-Dec-2015
227 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
11
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian
Judul laporan tugas akhir yang dipilih oleh peneliti dapat dijabarkan
dan didefinisikan sebagai berikut :
• Penataan land use atau tata guna lahan
adalah wujud dalam ruang di alam tentang bagaimana penggunaan
lahan tertata, baik secara alami maupun direncanakan ( Baja, 2012).
• Sistem transportasi
adalah satu paket elemen dan interaksi antara mereka yang
menghasilkan permintaan untuk berpergian dalam area tertentu dan
penyediaan pelayanan transportasi untuk memenuhi permintaan
tersebut (Cascetta, 2009).
• Kawasan
adalah daerah tertentu yang mempunyai ciri tertentu, seperti tempat
tinggal, pertokoan, industri, dan sebagainya (Alwi, 2002).
Berdasarkan terminologi di atas, judul laporan tugas akhir “Penataan
Land Use dan Sistem Transportasi pada Kawasan Muara Angke di
Jakarta” ini memiliki arti sebagai berikut: perencanaan penggunaan lahan
yang tertata dengan penyediaan pelayanan transportasi untuk memenuhi
kebutuhan berpergian dalam daerah dengan ciri tertentu, yaitu pelabuhan
pendaratan ikan Muara Angke di Jakarta.
2.2 Tinjauan umum
Laporan tugas akhir ini menggunakan tinjauan umum untuk
mendukung penelitian. Teori yang digunakan adalah :
2.2.1 Tata guna lahan
Tata guna lahan memegang peranan penting dalam keberhasilan
perancangan kota berkelanjutan dan bertujuan untuk efisiensi energi dan
sumber daya alam, mengurangi biaya, serta mencapai keragaman ekonomi
dan sosial (Rahmi, 1999, dalam Wunas 2011). Beberapa perencanaan guna
12
lahan dalam upaya perancangan kota berkelanjutan dijelaskan lebih lanjut
dalam Wunas (2011) antara lain:
• Multi fungsi lahan,
• Pemanfaatan lahan dengan lebih kompak atau padat,
• Integrasi antara tata guna lahan dengan infrastruktur,
• Pemakaian lahan untuk kegiatan skala kecil,
• Penyediaan ruang terbuka yang lebih banyak.
Tujuan utama perencanaan tata guna lahan adalah untuk memilih dan
mempraktikkan penggunaan lahan yang terbaik dalam upaya untuk
memenuhi kebutuhan orang atau generasi saat ini, dan melindungi sumber
daya lahan dan lingkungan untuk kepentingan generasi yang akan datang
(Baja, 2012). Lebih lanjut lagi, van Lier and de Wrachien (2002) dalam Baja
(2012) menyebutkan sasaran dari perencanaan tata guna lahan, yaitu efisiensi,
kesetaraan, dan keberlanjutan.
Efisiensi dapat dicapai dengan pencocokan jenis penggunaan lahan
dengan areal tertentu yang akan menghasilkan manfaat terbesar. Salah satu
syarat terpenting dari perencanaan tata guna lahan adalah bahwa jenis dan
sebaran penggunaan lahan juga harus diterima secara sosial oleh komunitas di
wilayah perencanaan. Sasaran kesetaraan atau ekuitas, penerimaan, dan
preferensi adalah dalam bentuk capaian yang bersifat sosial dan kebersamaan,
misalnya ketahanan pangan, ketenagakerjaan, dan keamanan pendapatan,
pengurangan ketimpangan wilayah atau kelompok, persamaan hak, dan lain-
lain.
Penggunaan lahan yang berkelanjutan adalah penggunaan lahan yang
dapat memenuhi kebutuhan saat ini dan pada saat yang sama, dapat
mengkonservasi sumber daya alam untuk generasi mendatang. Alasan
utamanya adalah bahwa tata guna lahan, baik yang terjadi secara alami
maupun rekayasa dan direncanakan melalui suatu konsep perencanaan yang
matang, akan berlaku satu atau lebih hal-hal sebagai berikut:
• Tata guna lahan sebagai sumber dampak,
• Tata guna lahan sebagai penerima dampak,
• Tata guna lahan sebagai pencegah dampak,
• Tata guna lahan (rencana) sebagai wahana penanggulangan dampak.
13
Pendekatan dalam pengembangan kawasan multi fungsi menurut Wunas
(2011), antara lain meningkatkan intensitas pemanfaatan lahan, meningkatkan
keberagaman fungsi lahan, dan mengintegrasikan fungsi-fugsi kegiatan yang
terpisah. Baja (2012) menjelaskan fungsi lahan secara umum dapat dibagi
atas tiga, yaitu:
• Fungsi ekonomi atau produksi.
Fungsi ini berkenaan dengan kemampuan lahan untuk memproduksi
bahan sandang, pangan dan papan, mineral, air, dan jasa, melalui
kegiatan pertanian, kehutanan, perkebunan, perikanan, ekstrasi
mineral, dan lain-lain.
• Fungsi lingkungan.
Fungsi ini berkaitan dengan pengatur hidrologi dan iklim mikro,
penyimpanan mineral, media dekomposisi dna transformasi limbah,
dan media yang mengkonservasi habitat dan biodiversitas.
• Fungsi sosial budaya dan estetika.
Fungsi ini berhubungan dengan tempat tinggal dan berakitivitas
seperti perumahan, industry, rekreasi, dan warisan. Fungsi sosial
budaya dan estetika sebenarnya sangat erat kaitannya dengan fungsi
produksi dan fungsi lingkungan. Sisi lainnya, lahan juga berfungsi
budaya dan estetika di mana lahan merupakan penyedia berbagai
kemudahan dan kenyamanan dalam beraktivitas.
Baja (2012) menekankan bahwa dalam pembangunan wilayah, fungsi-
fungsi tersebut hanya akan lestari jika ada perhatian ke arah upaya
mempertahankan ekosistem lahan secara baik, dalam upaya pemanfaatan
lahan untuk berproduksi secara optimal.
2.2.2 Sistem Transportasi
Sistem transportasi tidak hanya terdiri dari elemen organisasional dan
fisik yang berinteraksi satu sama lain untuk menghasilkan peluang
transportasi, melainkan termasuk juga permintaan yang mengambil peluang
tersebut untuk melakukan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain. hal
tersebut dijelaskan oleh Cascetta (2009) dalam diagram berikut ini:
14
Gambar 2.1. Hubungan antara sistem transportasi dan sistem aktivitas
Sumber: Transportation Systems Analysis, 2009
Sistem transportasi sangat diperlukan dalam pembangunan karena
transportasi merupakan mekanisme kunci untuk meningkatkan, membangun,
dan membentuk perekonomian suatu bangsa. Saat ini sudah berkembang
konsep baru dalam sistem transportasi yaitu sistem transportasi yang
berkelanjutan (sustainable transportation system). Transportasi berkelanjutan
menurut Black (2010) adalah transportasi saat ini dan kebutuhan mobilitas
tanpa mengkhawatirkan kemampuan generasi mendatang untuk dapat
memenuhi kebutuhan ini.
Moughtin dalam Urban Design: Green Dimensions (2005) menyatakan
bahwa transportasi umum dilihat oleh banyak orang sebagai kunci untuk
mengembangkan kota berkelanjutan. Ada empat prinsip-prinsip utama
perencanaan untuk transportasi perkotaan yang berkelanjutan:
1. Struktur kota harus mengurangi kebutuhan untuk perjalanan.
2. Perkotaan harus meningkatkan dan mendorong kegiatan berjalan dan
bersepeda.
3. Perkotaan harus dirancang untuk memberikan prioritas kepada
publik dibandingkan dengan kendaraan pribadi.
15
4. Berupaya mengembangkan struktur perkotaan yang mendorong lebih
banyak perpindahan barang dengan kereta api dan air serta
mengurangi pergerakan barang oleh jalan.
Menerapkan prinsip-prinsip dari sistem transportasi berkelanjutan
perencanaan akan menghasilkan bentuk grid yang akan sangat berbeda
terhadap kendaraan umum, kendaraan pribadi, sepeda dan pejalan kaki,
semua bergerak pada kecepatan maksimum 15 mil per jam - kecepatan aman
yang kebetulan lebih cepat daripada sebagian besar pergerakan lalu lintas di
dalam kota-kota pada saat ini.
Sesuai dengan prinsip sistem transportasi berkelanjutan, moda
transportasi seperti berjalan kaki, bersepeda, car sharing, carpooling, dan
transportasi public memiliki keunutungan dalam tersebut. Keeler (2009)
menyatakan bahwa moda transportasi tersebut menghasilkan polusi yang
lebih sedikit dan emisi rumah kaca yang lebih sedikit per penumpangnya,
meningkatkan aktiftas fisik dan kesehatan, dapat menjadi lebih murah, dan
memberikan kesempatan bagi masyarakat yang tidak mampu memiliki
mobil(atau lebih memilih untuk tidak memiliki mobil).
2.3 Tinjauan khusus
Laporan tugas akhir ini menggunakan tinjauan umum untuk
mendukung penelitian. Teori yang digunakan adalah :
2.3.1 Aksesibilitas
Menurut Black (1981) dalam Parlindungan (2010) aksesibilitas adalah
suatu ukuran kenyamanan atau kemudahan lokasi tata guna lahan berinteraksi
satu sama lain, dan mudah atau sulitnya lokasi tersebut dicapai melalui
transportasi. Magribi (1999) dalam Parlindungan (2010) mengatakan bahwa
aksesibilitas adalah ukuran kemudahan yang meliputi waktu, biaya, dan usaha
dalam melakukan perpindahan antara tempat-tempat atau kawasan dari
sebuah sistem.
Tingkat aksesibilitas suatu wilayah dapat diukur oleh beberapa variabel.
Variabel-variabel tersebut menurut Parlindungan (2010) antara lain
ketersediaan jaringan jalan, jumlah alat transportasi, panjang, lebar jalan, dan
kualitas jalan. Selain itu, pengaturan tata guna lahan juga mempengaruhi
16
tingkat akses. Perencanaan yang mengintegrasikan tata guna lahan dan
transportasi merupakan kunci untuk meminimalisasi jarak perjalanan serta
meningkatkan aksesibilitas menuju fasilitas-fasilitas (Moughtin, 2005: 48).
2.3.2 Mixed of uses
Memisahkan area industri dari area hunian dan komersil memiliki
tujuan yang baik yaitu agar limbah dari industri tidak mencemarkan kedua
area tersebut. Namun saat ini terjadi peningkatan pemilihan terhadap
pencampuran land-uses hunian, komersil, dan tempat bekerja yang saling
melengkapi (Keeler, 2009:196). Menempatkan tempat bekerja di dekat
hunian dan komersil dapat mengurangi kebutuhan perjalanan sehari-hari.
Kawasan mixed of uses mendorong kegiatan berjalan kaki dan bersepeda
untuk melakukan aktivitas sehari-hari, dan jika perjalanan dengan mobil
dibutuhkan, akan lebih pendek jarak tempuh perjalanannya (Keeler,
2009:196).
Mix of uses dapat diterapkan secara horisontal dan vertikal (Keeler,
2009:196). Secara horisontal sebagai contohnya dimana bangunan-bangunan
hunian berada di samping area komersil. Secara vertikal berarti dalam satu
bangunan terdapat berbagai macam fungsi, misalnya lantai dasar digunakan
sebagai toko dan lantai atas digunakan sebagai hunian.
Konsep mixed use merupakan komponen dari compact city. Jarak
terjauh dari pusat sub-urban adalah sekitar 600 hingga 800 meter dengan
berjalan kaki (Moughtin, 2005: 170). Compact city dan mixed use merupakan
jawaban bagi permasalahan lingkungan yang berhubungann dengan
penggunaan fosil berlebihan untuk mobilitas kota. Konsep sustainable, mixed
use dalam wilayah dengan kepadatan tinggi dapat dilihat pada gambar
berikut:
17
Gambar 2.2. Sustainable, mixed use dalam wilayah berkepadatan tinggi
Sumber: Urban Design Green Dimensions, 2005
2.3.3 Organisasi bentuk dan ruang
Ching (2000) mengatakan “Cara penyusunan ruang-ruang ini dapat
menjelaskan tingkat kepentingan relatif dan fungsi serta peran simbolis
ruang-ruang tersebut di dalam suatu organisasi bangunan. Keputusan
mengenai jenis organisasi yang harus digunakan dalam situasi khusus akan
tergantung pada :
• Kebutuhan atas program bangunan, seperti pendekatan fungsional,
persyaratan ukuran, klasifikasi hirarki ruang-ruang dan syarat-syarat
pencapaian, pencahayaan atau pemandangan.
• Kondisi-kondisi eksterior dari tapak yang mungkin akan membatasi
bentuk atau pertumbuhan organisasi atau yang mungkin merangsang
organisasi tersebut untuk mendapatkan gambaran-gambaran tertentu
tentang tapaknya dan terpisah dari bentuk-bentuk lainnya.”
18
Gambar 2.3. Organisasi ruang
Sumber: remigius.staff.gunadarma.ac.id, diakses 25 Maret 2014
2.3.4 Sirkulasi
Alur gerak dapat dibayangkan sebagai benang yang menghubungkan
ruang-ruang pada suatu bangunan atau suatu rangkaian ruang-ruang interior
maupun eksterior, bersama-sama (Ching, 2000: 228). Unsur-unsur sirkulasi
pencapaian bangunan menurut Ching (2000) adalah :
• Langsung
Pendekatan yang mengarah langsung ke suatu tempat masuk melalui
sebuah jalan lurus yang segaris dengan alur sumbu bangunan.
Gambar 2.4. Pencapaian bangunan secara langsung
Sumber : Arsitektur: Bentuk, Ruang, dan Tatanan, 2000
19
• Tersamar
Pendekatan yang samar-samar meningkatkan efek perspektif pada
fasad depan dan bentuk suatu bangunan.
Gambar 2.5. Pencapaian bangunan secara tersamar
Sumber : Arsitektur: Bentuk, Ruang, dan Tatanan, 2000
• Berputar
Sebuah jalan berputar memperpanjang urutan pencapaian dan
mempertegas bentuk tiga dimensi suatu bangunan sewaktu bergerak
mengelilingi tepi bangunan.
Gambar 2.6. Pencapaian bangunan secara berputar
Sumber : Arsitektur: Bentuk, Ruang, dan Tatanan, 2000
A. Konfigurasi jalan
• Linier
Jalan yang lurus, berbentuk lengkung atau berbelok arah,
memotong jalan lain, bercabang-cabang, atau membentuk putaran
menjadi unsur pengorganisir utama sederet ruang-ruang.
• Radial
Jalan-jalan lurus yang berkembang dari atau berhenti pada sebuah
pusat, titik bersama.
• Spiral
Suatu jalan tunggal menerus, yang berasal dari titik pusat,
mengelilingi pusat dengan jarak yang berubah.
20
• Grid
Terdiri dari dua pasang jalan sejajar yang saling berpotongan pada
jarak yang sama dan menciptakan bujur sangkar atau kawasan-
kawasan ruang segi empat.
• Jaringan
Jalan-jalan yang menghubungkan titik-titik tertentu di dalam ruang.
• Komposit
Kombinasi dari pola-pola jalan di atas.
Gambar 2.7. Konfigurasi jalur
Sumber : Arsitektur: Bentuk, Ruang, dan Tatanan, 2000
B. Bentuk ruang sirkulasi
Gambar 2.8. Tertutup, terbuka pada salah satu sisi, terbuka pada kedua sisi
Sumber : Arsitektur: Bentuk, Ruang, dan Tatanan, 2000
21
2.4 Studi banding
Studi banding ini merupakan tinjauan terhadap dua kawasan wisata
perikanan di dua kota besar dunia, yaitu Fish Market Sydney, Australia dan
Tsukiji Fish Market, Tokyo. Kedua kawasan ini dipilih karena memiliki
persamaan dengan objek laporan tugas akhir, yaitu terletak di kota besar.
Selain itu kedua kawasan ini memiliki tempat pelelangan ikan yang menjadi
fungsi utama dalam kawasan. Tempat pelelangan ikan didukung oleh fungsi-
fungsi lainnya yang menarik wisatawan untuk mengunjungi kawasan.
Gambar 2.9. Sydney Fish Market
Sydney Fish Market terletak di pinggir kota Pyrmont, New South
Wales, Australia. Kawasan pasar ikan yang berada di tepi Pelabuhan Sydney
ini adalah yang terbesar kedua di dunia ini dengan luas 4,3 ha. Fungsi utama
dalam kawasan ini adalah tempat pelelangan ikan yang juga menjadi objek
wisata tur. Tempat pelelangan ini tidak bersifat publik namun dapat
dikunjungi dengan wisata tur berdasarkan jadwal yang telah ditentukan
pengelola. Sementara pasar ikan dan pasar buah serta sayur bersifat publik
yang terjaga kebersihannya. Kawasan ini menjadi semakin menarik
dikunjungi karena terdiri dari restoran-restoran dan tempat makan baik yang
indoor maupun outdoor menghadap laut.
Gambar 2.10. Interior penjualan ikan segar di Sydney Fish Market
22
Gambar 2.11. Area kuliner indoor di Sydney Fish Market
Gambar 2.12. Area kuliner outdoor di Sydney Fish Market
Berdasarkan site plan diketahui bahwa area kuliner diletakkan di tepi
laut yang memiliki potensi view untuk pengunjung. Tempat parkir terletak di
sisi luar kawasan yang berdekatan dengan tempat pelelangan ikan dan di
dalam kawasan. Pemusatan parkir ini menunjukkan bahwa sirkulasi di dalam
kawasan ditujukan untuk pejalan kaki. Bahkan kawasan ini juga telah
menyediakan akses untuk pejalan kaki yang menggunakan transportasi
umum. Selain kenyamanan pejalan kaki, Sydney Fish Market juga
menyediakan akses untuk kaum difabel.
23
Gambar 2.13. Site plan Sydney Fish Market
24
Gambar 2.14. Tsukiji Fish Market, Tokyo
Studi banding kedua adalah Tsukiji Fish Market yang merupakan pasar
ikan terbesar di dunia. Terletak di kota Tokyo, Jepang, kawasan ini terbagi
menjadi area dalam dan area luar. Area dalam terdiri dari tempat pelelangan
ikan dan pasar grosir ikan. Area luar terdiri dari pasar ikan eceran, pasar
bahan makanan lainnya, pasar alat-alat dapur Jepang, dan restoran terutama
restoran sushi.
Gambar 2.15. Area dalam Tsukiji Fish Market
Gambar 2.16. Area kuliner Tsukiji Fish Market
Walaupun kawasan ini terletak di pinggir Sungai Sumida, area kuliner
tidak diletakan di sisi ini. Area kuliner terletak di sisi luar kawasan yang
berbatasan dengan jalan raya sehingga mudah diakses tanpa harus melalui
bagian pasar ikan. Area parkir pengunjung terletak di dekat main gate
sehingga sirkulasi di dalam kawasan adalah dengan berjalan kaki. Terutama
karena tempat wisata ini juga berada dekat dengan sarana transportasi umum
kota.
25
Gambar 2.17. Site plan Tsukiji Fish Market
26
2.5 Kerangka Berfikir
Gambar 2.18. Kerangka berfikir
top related