alfan endarto - rectal perforation caused by anal stricture after hemorrhoid treatment
DESCRIPTION
Alfan Endarto - Rectal Perforation Caused by Anal Stricture After Hemorrhoid TreatmentTRANSCRIPT
Rectal Perforation Caused by Anal Stricture After Hemorrhoid
Treatment
dr. Alfan Endarto, MM
IDENTITAS JURNAL
PENDAHULUANHemoroid merupakan salah satu penyakit anal yang dilaporkan dengan prevalensi lebih dari 70 % dan lebih dari 90 % merupakan hemoroid interna
Hemoroid diketahui dapat diobati dengan berbagai metode.
Penyakit sekunder yang cenderung terjadi setelah pengobatan hemoroid adalah striktur anal, yang terjadi pada 3,8 % dari pasien yang dirawat untuk penyakit hemoroid dan kebanyakan dari mereka menunjukkan gejala kira-kira 6 minggu setelah operasi
PENDAHULUANStriktur anal sekunder juga dapat terjadi akibat dari reseksi lesi perianal, fistulectomy, sphincteroplasty, kauterisasi listrik kondiloma, dan reseksi kuratif untuk kanker rektal bawah
Jika epitel anal yang berlebihan dan mukosa dubur dibuang, dapat meninggalkan bekas luka yang dapat berkembang menjadi striktur dan kronis yang memperburuk kelenturan anal.
Jika diperpanjang kerusakan hingga mekanisme sfingter, dapat menyebabkan striktur anal serius yang berhubungan dengan inkontinensia tinja, sembelit, sakit perut, atau tenesmus.
PENDAHULUAN
Banyak metode non bedah dan bedah saat ini dikenal sebagai pengobatan
wasir [4,5]. Namun, banyak komplikasi dari metode-metode pengobatan telah
dilaporkan [6,7]. Untuk tujuan ini, selain kajian literature, penulis
melaporkan kasus, setelah memiliki pengalaman dalam pengobatan pasien
dengan kondisi striktur anal bahkan perforasi rektum yang telah
berkembang setelah pengobatan wasir.
LAPORAN KASUS
• Pasien seorang laki-laki, 67 tahun, dirawat di rumah sakit melalui ruang gawat darurat, ia mengeluh sudah merasakan sakit perianal sejak bulan lalu. Pasien juga merasakan konstipasi untuk waktu yang lama, dan gejalan-gejalanya, berdasarkan dari kriteria konstipasi kronis, bisa dikategorikan sebagai kriteria Roma III dengan berdasarkan riwayat medis nya [8,9].
LAPORAN KASUS
• Sekitar 30 tahun sebelumnya, pasien telah mendapat injeksi sclerotherapy dari terapis berlisensi untuk mengobati kondisinya, tapi injeksi tersebut menyebabkan inkontinensia tinja. Meskipun inkontinensia tinja cepat segera diselesaikan, namun sembelitnya menjadi lebih parah dan memerlukan perawatan medis dari rumah sakit lain.
LAPORAN KASUS
• Meskipun demikian, gejalanya tidak membaik, melainkan semakin memburuk sekitar 10 tahun yang lalu. Karena perkembangan ini, ia melakukan hemorrhoidektomi dua kali di klinik praktisi swasta. Meskipun prosedurnya seperti bedah, namun gejala-gejala pada pasien semakin memburuk ke tingkat kesulitan dalam buang air besar sehingga ia harus menggunakan jarinya, kapas batang, atau air keran untuk evakuasi isi usus.
LAPORAN KASUS
• Pada saat pasien berada ruang gawat darurat, tekanan darahnya 110/74 mmHg, denyut jantungnya adalah 90 kali/menit, laju pernapasan nya 16 kali / menit, dan suhu tubuhnya setinggi 38,5 ° C. Dari pemeriksaan fisik, ditemukan nyeri perut, selain itu, tidak ditemukan nyeri atau kekakuan dan Rebound perut.
LAPORAN KASUS
• Pada pemeriksaan visual, ditemukan jaringan fibrosis sekitar 1,5 cm yang menutupi lubang anus, sehingga dokter tidak bisa menggunakan jari kecilnya untuk pemeriksaan rektal digital (Gambar 1).
LAPORAN KASUS
• Pasien menderita diabetes mellitus dan hipertrofi prostat jinak sebagai penyakit yang mendasari, dan membantah memiliki riwayat bedah hemorrhoidektomi dua kali sekitar 10 tahun sebelumnya.
LAPORAN KASUS
• Hasil pemeriksaan hematologi, jumlah sel darah putih 13.960/uL (neutrofil, 80,9%), hemoglobin yaitu 14,9 g/dL, jumlah trombosit yaitu 224.000/uL, dan sensitivitas protein C-reaktif tinggi yaitu 7,74 mg/dL (referensi kisaran, 0-0,5 mg/dL).
LAPORAN KASUS
• Pemeriksaan CT-Scan yang diambil pada saat kunjungan ke ruang gawat darurat menunjukkan impaksi tinja di usus besar dan rektum dengan jumlah yang besar, dan perforasi dari dinding rektum posterior dikonfirmasi dengan fokus menggunakan bayangan gas ekstraluminal terkait dengan infiltrasi jaringan lunak (Gambar. 2).
LAPORAN KASUS
• Berdasarkan hasil pemeriksaan diatas pasien menjalani operasi darurat. Di bawah pengaruh anestesi umum, dilakukan pemeriksaan dubur untuk memeriksa kondisi dengan posisi litotomi, kemudian, dilakukan reseksi dari jaringan fibrosis menutup jalan anus, yang memungkinkan pendekatan melalui lubang anus.
LAPORAN KASUS
• Setelah mekanis kotoran telah dievakuasi sebanyak mungkin, rektum dicuci menggunakan larutan garam, diikuti dengan larutan betadine. Setelah itu, pasien direposisi terlentang, dan kolostomi sigmoid lingkaran dibangun di bagian kiri bawah perut untuk pengalihan kolon sementara akibat perforasi rektum.
• Pasien diizinkan untuk minum air pada hari kedua setelah operasi, mulai melakukan diet cair pada hari ketiga pasca operasi, dan selesai pada hari keempat pasca operasi.
LAPORAN KASUS
• Pada kunjungan pertama pasca operasi dua minggu sebelumnya ke bagian rawat jalan, hasil pemeriksaan colok dubur menunjukkan bahwa feses masih tetap di dalam anus. Pasien telah melakukan pengobatan konservatif rendam duduk dengan air hangat di rumah, dan gejala-gejalanya cukup membaik dibandingkan dengan kondisinya saat sebelum operasi.
PEMBAHASAN
Ketelitian hemoroidektomi
dipengaruhui keterampilan
pembedahan untuk menghindari komplikasi
berat dan menjaga anoderm normal. Saat melakukan
hemoroidektomi sangat penting mencegah
kerusakan pada sfingter.
Selain itu, memerlukan kelincahan untuk
meminimalkan jaringan parut dengan menjaga
kelompok kulit anodermal yang
berfungsi sebagai jembatan jaringan
normal sehingga luka bedah dapat
disembuhkan secara alami [3].
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
• Pasien memiliki hemoroid derajat I, tidak dianjurkan melakukan injeksi skleroterapi secara rutin, dan perlu dicatat bahwa beberapa hemoroid tanpa prolaps, tetapi hanya dengan perdarahan, dapat diobati melalui konsultasi cukup dengan pencegahan makanan (4).
PEMBAHASAN
• Pasien yang telah menjalani dua hemoroidektomi, seharusnya identifikasi berdasarkan adanya gejala striktur anorektal dengan menetapkan periode observasi tindak lanjut selama sekitar 6 minggu, dan pertimbangan metode tersebut seharusnya diberikan terhadap sphincterotomy atau sliding skin graft.
PEMBAHASAN
• Pada pasien ini, penyakit ini cukup serius, dengan adanya kerusakan sfingter anal dan hampir hilangnya seluruh kulit atau mukosa dubur anodermal, sehingga sulit dekompresi usus tanpa membangun kolostomi. Karena lubang anus yang tersumbat oleh fibrosis yang parah, ketika pemeriksaan dubur dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum, prosedur seperti businasi, sphincteroplasty, atau cangkok lipatan kulit tidak dapat dilakukan [11].
PEMBAHASAN
• Pasien memiliki titik perforasi, yang timbul dari dinding posterior rektum, sehingga berbatas pada rongga retroperitoneal tidak rongga intraperitoneal, kondisi itu bukan diperburuk karena peritonitis umum. Titik perforasi diduga berkaitan dengan perubahan iskemik atau ulkus stercoral yang disebabkan oleh stasis tinja dalam rektum. Sebuah massa besar kering, feses keras dengan stasis panjang karena striktur anal tampaknya lebih cenderung menjadi penyebab ulserasi fokus
PEMBAHASAN
• Pasien menjalani kolostomi loop setelah kotoran keras telah dihilangkan sebanyak mungkin dari rektum [12,13]. Karena kerusakan parah pada anus, termasuk sfingter anal, terdapat kemungkinan bahwa anus tidak akan berfungsi dengan baik bahkan dengan flap kulit.
KESIMPULAN DAN SARAN
• Striktur anal bukan merupakan komplikasi pasca pengobatan hemoroid, tapi bila hal tersebut terjadi, pasien tidak memiliki pilihan lain selain mengalami penderitaan yang luar biasa secara fisik dan psikologis.
• Staf medis harus berhati-hati untuk mencegah kejadian striktur anal pada saat pengobatan awal hemoroid.
• POPULATION • Pasien hemoroid yang menjalani terapi
injeksi sklerotikan 30 tahun yang lalu mengalami gejala konstipasi kronis.
P
•INTERVENTION • Kolostomi sigmoidI
• COMPARATION• Tidak adaC
•OUTCOME• Striktur anal bukan merupakan komplikasi pasca
pengobatan hemoroid.O
CRITICAL APPRAISAL
JUDUL
MENARIK
PENULISAN JUDUL < 12 KATA
Tidak MENCANTUMKAN VARIABLE BEBAS DAN TERIKAT
SUDAH SESUAI DENGAN ISI PENELTIAN
PENULIS DAN
INSTITUSI
• Pengarang, institusi telah tercantum dan korespondensi sudah tercantum.
Abstrak terdiri dari 1 paragraf
Secara keseluruhan informatif, tidak ada singkatan, kurang dari 250 kata
Sesuai, terdiri dari 5 struktur : Background, Objective, Method, Results, Conclusion. Isinya sudah informatif
terhadap isi jurnal.
Terdapat kata kunci
ABSTRA
K
Masalah,besar masalah, dan tujuan penelitian ini jelas.Penelitian ini merupakan laporan kasus
PENDAHULUAN
KELEBI
HAN
Mencantumkan jenis, dimana penelitian dalam jurnal ini merupakan laporan kasus.
KEKURANGAN
Tidak ada hipotesis, dan analisa data karena jurnal ini merupakan penelitian laporan kasus.
BAHAN
DAN METODE
ANALISIS STATISTIK
HASIL• Hasil laporan dan
tinjauan pustaka di bahas satu persatu.
DISKUSI• Hasil laporan kasus
dibahas dengan membandingkan dengan hasil studi pustaka yang telah dilakukan oleh peneliti.
KESIMPULAN• Kesimpulan menjawab
semua tujuan penelitian
• Disertakan saran secara umum bagi pelayanaan kesehatan.
HASIL DAN
DISKUSI
KESIMPULAN
Daftar pustaka ditulis
sesuai dengan aturan jurnal
menggunakan sistem harvard
Terdapat 6 sumber kepustakaan yang digunakan,rentang tahun terbit pustaka tidak lebih dari 10 tahun terakhir dari
tahun 2013.
DAFTAR
PUSTAKA
Terimakasih...
Wassalamualaikum wr.wb