aldian harikhman_perbandingan uu pt yang lama dengan uu pt yang baru

31
PERBANDINGAN ATAS PERUBAHAN (PEMBAHARUAN) UU PT YANG LAMA DENGAN UU PT YANG BARU Oleh: ALDIAN HARIKHMAN, SH Pendahuluan. Pada tanggal 16 Agustus 2007 telah diundangkan Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT 2007). Sejak saat itu semua orang dianggap telah mengetahui ada Undang-Undang baru tentang Perseroan Terbatas. Hal ini berkaitan dengan teori Fiksi Hukum (fictie) yang menyatakan bahwa setiap orang dianggap tahu Undang-Undang. Teori tersebut didasarkan pada suatu alasan bahwa manusia mempunyai kepentingan sejak lahir sampai mati. Setiap kepentingan manusia tersebut selalu diancam bahaya dari sekelilingnya sehingga diperlukan perlindungan kepentingan melalui berbagai kaidah sosial termasuk kaidah hukum. Oleh karena hukum melindungi kepentingan manusia maka harus dipatuhi manusia. Kemudian timbul kesadaran manusia untuk mematuhi peraturan hukum supaya kepentingannya sendiri

Upload: aldian-harikhman

Post on 14-Jun-2015

1.225 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Perbandingan UU Perseroan Terbatas yang Lama dengan UU Perseroan Terbatas yang Baru

TRANSCRIPT

Page 1: Aldian Harikhman_Perbandingan UU PT yang Lama dengan UU PT yang Baru

PERBANDINGAN ATAS PERUBAHAN (PEMBAHARUAN) UU PT YANG LAMA DENGAN UU PT YANG BARU

Oleh:ALDIAN HARIKHMAN, SH

Pendahuluan.

Pada tanggal 16 Agustus 2007 telah diundangkan Undang-Undang Nomor 40

Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT 2007). Sejak saat itu semua orang

dianggap telah mengetahui ada Undang-Undang baru tentang Perseroan Terbatas. Hal ini

berkaitan dengan teori Fiksi Hukum (fictie) yang menyatakan bahwa setiap orang

dianggap tahu Undang-Undang.

Teori tersebut didasarkan pada suatu alasan bahwa manusia mempunyai

kepentingan sejak lahir sampai mati. Setiap kepentingan manusia tersebut selalu diancam

bahaya dari sekelilingnya sehingga diperlukan perlindungan kepentingan melalui

berbagai kaidah sosial termasuk kaidah hukum. Oleh karena hukum melindungi

kepentingan manusia maka harus dipatuhi manusia. Kemudian timbul kesadaran manusia

untuk mematuhi peraturan hukum supaya kepentingannya sendiri terlindungi.

Ketidaktahuan mengenai Undang-Undang bukan merupakan alasan pemaaf atau

“ignorantia legis excusat neminem”.

Setelah pengundangan UUPT 2007 selanjutnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1995 tentang Perseroan Terbatas tidak berlaku lagi. Dengan demikian, UUPT 2007

merupakan hukum yang berlaku sekarang atau hukum positif (ius constitutum) untuk

Perseroan Terbatas (Perseroan). Hukum yang berlaku sekarang sangat mungkin

merupakan hukum yang dicita-citakan pada masa lampau (ius constituendum)1.1 Soediman Kartohadiprodjo, Pengantar Tata Hukum di Indonesia, Jakarta, Ghalia Indonesia,

1984, hlm.46.

Page 2: Aldian Harikhman_Perbandingan UU PT yang Lama dengan UU PT yang Baru

Hukum pada pokoknya adalah produk pengambilan keputusan yang ditetapkan

oleh fungsi-fungsi kekuasaan negara yang mengikat subjek hukum berupa larangan

(prohibere), atau keharusan (obligatere), ataupun kebolehan (permittere). Salah satu

perwujudan hukum itu adalah Undang-Undang.

Secara garis besar Undang-Undang dapat dibagi menjadi Undang-Undang

kodifikasi dan Undang-Undang modifikasi. Undang-Undang kodifikasi adalah Undang-

Undang yang membakukan pendapat hukum yang berlaku. Sedangkan Undang-Undang

modifikasi adalah Undang-Undang yang bertujuan untuk mengubah pendapat hukum

yang berlaku.

Di dunia ini seseuatu yang semula dianggap sudah memadai, beberapa saat

kemudian dapat berubah menjadi tidak memadai lagi sehingga perlu diubah, termasuk

peraturan perundang-undangan2. Sebagai contoh, Undang-Undang di bidang perbankan,

perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan melalui Undang-

Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1992 Tentang Perbankan merupakan bukti sederhana dari kenyataan itu. Padahal

UU Perbankan 1992 dianggap sudah memuat ketentuan yang berbeda dan baru3.

Sekilas Tentang Undang-Undang Perseroan Terbatas Yang Baru.

Pada tanggal 16 Agustus 2007, akhirnya Dewan Perwakilan Rakyat RI

mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perseroan Terbatas menjadi Undang-

Undang, menggantikan UU PT sebelumnya, yaitu UU No. 1 Tahun 1995. Keberadaan

2 Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum. (Pasal 1 angka (2) UU No. 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

3 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1996, hlm.29.

1

Page 3: Aldian Harikhman_Perbandingan UU PT yang Lama dengan UU PT yang Baru

UU Nomor 40 Tahun 2007 (UU PT) ini merupakan bagian dari perangkat peraturan

perundang-undangan di bidang kegiatan bisnis/ekonomi, sebagai salah satu tulang

punggung (backbone) dari terselenggaranya kegiatan bisnis/ekonomi di Indonesia,

diantara peraturan lainnya, seperti UU di bidang jaminan kebendaan (UU Fidusia, UU

Hak Tanggungan), UU Pasar Modal, UU Penanaman Modal, UU Persaingan Usaha, dan

sebagainya.         

Keberadaan UU No. 1 Tahun 1995, yang telah  berusia 12 tahun, dianggap sudah

tidak lagi dapat mengikuti perkembangan dan dinamika yang terjadi dalam kegiatan

bisnis sehari-hari. Sehingga dengan kehadiran UU ini diharapkan dapat lebih

memberikan iklim investasi yang kondusif dan kepastian hukum yang lebih tegas bagi

setiap pelaku usaha yang menjalankan bisnisnya di Indonesia.         

Meski telah satu tahun berlalu, keberadaan UUPT ini ternyata belum banyak

diketahui, apalagi dipahami, tidak saja oleh masyarakat awam, namun juga oleh kalangan

praktisi hukum atau bisnis sendiri. Hal tersebut tentunya cukup memprihatinkan. Untuk

itu mengingat pentingnya keberadaan UU ini, maka menjadi concern bagi kita semua

untuk dapat lebih memahami, setidaknya mengenal, substansi dari UU ini.  

Konsepsi Perseroan Terbatas (PT)  

PT, dulu disebut sebagai NaamloeVennootschaap (NV), adalah suatu persekutuan

yang menjalankan usaha yang memiliki modal terdiri dari saham-saham, yang

pemiliknya memiliki bagian sebanyak saham yang dimilikinya. Karena modalnya terdiri

dari saham-saham yang dapat diperjualbelikan, perubahan kepemilikan perusahaan dapat

dilakukan tanpa harus membubarkan perusahaan tersebut.

2

Page 4: Aldian Harikhman_Perbandingan UU PT yang Lama dengan UU PT yang Baru

Sebagaimana telah kita ketahui bersama, secara umum PT merupakan merupakan

badan usaha yang berbentuk badan hukum, artinya secara esensi kekayaan harta PT

adalah terpisah dari harta kekayaan pendiri atau pemegang saham PT tersebut.  Namun

demikian, dalam kondisi tertentu bisa saja terjadi PT bukanlah badan hukum. Penjelasan

akan hal tersebut diuraikan pada bagian yang berbeda dalam tulisan ini.

Pada PT yang berbentuk badan hukum,  pemilik saham memilki tanggung jawab

sebatas pada jumlah saham yang dimilikinya. Dengan demikian, apabila PT tersebut

memiliki utang melebihi dari harta kekayaan yang dimilikinya, maka kelebihan utang

tersebut tidak dapat dibebankan kepada harta kekayaan pemilik saham dari PT.  

Kondisi di atas berbeda dengan bentuk badan usaha lainnya, yaitu antara lain

perusahaan perorangan (Usaha Dagang/UD, Perusahaan Dagang/PD, dsb), Firma, CV

(Commanditaire  Vennootschaap), dan sebagainya, dimana bentuk usaha tersebut bukan

berbentuk badan hukum. Suatu badan usaha yang tidak berbentuk badan hukum terjadi

percampuran harta kekayaan harta antara kekayaan badan usaha dengan kekayaan pendiri

atau pemilik.

Dalam konteks badan hukum, maka proses pendirian dan/atau pengesahan PT 

harus diatur secara jelas dan tegas dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Syarat demikian pula berlaku terhadap badan hukum lainnya, seperti yayasan, koperasi,

perguruan tinggi, dan sebagainya. Proses pendaftaran/pengesahan badan hukum tersebut

menjadi sangat penting dan fundamental karena akan berpengaruh terhadap kepentingan

pihak ketiga yang beritikad baik yang melangsungkan suatu hubungan hukum tertentu

dengan badan hukum tersebut. 

3

Page 5: Aldian Harikhman_Perbandingan UU PT yang Lama dengan UU PT yang Baru

Tata Cara Pendirian dan Pengesahan PT sebagai Badan Hukum

PT harus didirikan oleh minimal dua orang dengan membuat Akta Pendirian

dalam bentuk akta notaris dan dibuat dalam bahasa Indonesia. Jadi, pada prinsipnya suatu

PT tidak dapat dimiliki oleh satu orang saja. Hal ini berbeda dengan ketentuan di

beberapa negara yang memperbolehkan PT dimiliki hanya satu orang saja, alasannya PT

merupakan kumpulan modal, bukan kumpulan orang/anggota layaknya sebuah koperasi,

sehingga seharusnya titik berat kepemilikan PT dilihat pada besarnya modal, bukan

jumlah pemilik atau pemegang saham.         

Menurut UU PT, suatu PT memperoleh status sebagai badan hukum pada tanggal

keputusan pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM. Dengan demikian, dapat kita

pahami disini bahwa pendirian PT itu berbeda dari pengesahan PT sebagai badan hukum.

PT telah sah berdiri sepanjang telah memenuhi syarat minimal dua orang pendiri dan

dibuat dalam bentuk akta notaris, sedangkan status badan hukum PT baru muncul setelah

memperoleh pengesahan dari Menteri. Selanjutnya Menteri harus melaksanakan

pendaftaran PT tersebut pada Daftar Perusahaan dan mengumumkannya dalam

Tambahan Berita Negara RI (TBN RI). Mengapa harus TBN RI? Karena dengan

diumumkannya di TBN RI, maka dianggap seluruh masyarakat telah mengetahui bahwa

PT tersebut telah menyandang status badan hukum.         

Perbedaan  istilah/kondisi di atas, yaitu pendirian dan pengesahan, adalah sangat

penting untuk dipahami bagi pihak ketiga yang melangsungkan suatu hubungan hukum

dengan PT tersebut, yaitu untuk menentukan siapa yang bertanggung jawab untuk

melaksanakan kewajiban/prestasi dari PT tersebut yang timbul dari kesepakatan yang

4

Page 6: Aldian Harikhman_Perbandingan UU PT yang Lama dengan UU PT yang Baru

dibuat , termasuk untuk menanggung ganti kerugian/utang  kepada pihak ketiga akibat

kelalaian yang dilakukan PT.         

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, maka apabila kita membuat perjanjian

dengan suatu PT, dimana PT tersebut belum mendapat pengesahan dari Menteri Hukum

dan HAM, maka artinya PT tersebut belum sah menjadi badan hukum dan dengan

demikian, tidak/belum ada pemisahan kekayaan PT dengan kekayaan pendiri atau

pemegang saham. Sehingga, seluruh pemegang saham atau pendiri bertanggung jawab

secara pribadi atas seluruh perikatan/perjanjian yang dibuat oleh PT tersebut. Sedangkan

apabila kondisinya PT sudah memperoleh pengesahan sebagai badan hukum dari

Menteri, maka yang bertanggung jawab adalah PT tersebut sebagai badan hukum, bukan

pendiri atau pemegang saham.         

Terkait dengan proses pendaftaran dan pengesahan sebagai badan hukum ini, ada

sedikit perbedaan, namun cukup penting, dengan UU No. 1/1995. Menurut Pasal 7 ayat

(6)  UU No.1/1995, PT sah sebagai badan hukum setelah memperoleh pengesahan dari

Menteri. Namun, UU ini mewajibkan Direksi PT untuk melaksanakan pendaftaran PT

pada Daftar Perusahaan dan mengumumkannya di TBN RI. Apabila hal tersebut tidak

dilaksanakan oleh Direksi, maka seluruh perikatan yang dibuat oleh PT tersebut, menjadi

tanggung jawab Direksi secara pribadi (Pasal 23). Hal demikian menimbulkan

kontradiksi hukum, dimana sesuai Pasal 7 ayat (6) di atas, suatu PT yang telah

menyandang status badan hukum, maka seharusnya kekayaan dan tanggung jawabnya

terpisah dari kekayaan pendiri atau pemegang saham atau direksi secara pribadi. 

Kontradiksi ini kemudian diatasi dengan perubahan ketentuan pada UUPT, dimana

ditentukan bahwa kewajiban pendaftaran dan pengumuman status badan hukum suatu PT

5

Page 7: Aldian Harikhman_Perbandingan UU PT yang Lama dengan UU PT yang Baru

terletak pada Menteri, bukan lagi Direksi. Sehingga, sepanjang telah disahkan oleh

Menteri, maka PT telah sah sebagai badan hukum dan pendiri atau pemegang saham atau

Direksi tidak lagi bertanggung jawab secara pribadi. Dengan demikian, untuk

menentukan legalitas PT sebagai badan hukum, kita tidak perlu lagi mengecek apakah

pengesahan PT sebagai badan hukum telah diumumkan di TBN RI, namun cukup

meminta keputusan pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM. 

Perbuatan Hukum yang Dilakukan Sebelum PT Didirikan dan/atau Disahkan sebagai

Badan Hukum

Dalam beberapa hal, seringkali kita menemukan perbuatan hukum yang dilakukan

oleh calon pendiri untuk kepentingan PT yang akan didirikannya atau untuk kepentingan

PT yang sudah berdiri, namun belum memperoleh pengesahan dari Menteri. Misal, untuk

kepentingan penentuan domisili dari PT tersebut, maka pendiri meminjam sejumlah uang

untuk menyewa ruko bagi kantor PT, sementara PT tersebut baru akan didirikan atau

dalam proses pengesahan Menteri.Tentunya, pinjaman uang tersebut merupakan utang

dari PT, bukan utang pribadi si pendiri.      

Terkait kasus di atas, maka perbuatan hukum yang dilakukan calon pendiri

sebelum PT didirikan adalah menjadi tanggung jawab calon pendiri tersebut secara

pribadi, kecuali dinyatakan dalam RUPS pertama bahwa PT mengambil alih atau

menerima seluruh hak dan kewajiban yang timbul dari perbuatan hukum tersebut. RUPS

tersebut harus dihadiri oleh seluruh pemegang saham PT. Persetujuan RUPS tersebut

tidak diperlukan apabila perbuatan hukum dimaksud dilakukan atau disetujui secara

tertulis oleh seluruh calon pendiri sebelum pendirian PT.         

6

Page 8: Aldian Harikhman_Perbandingan UU PT yang Lama dengan UU PT yang Baru

Dalam hal PT telah didirikan namun belum memperoleh status badan hukum,

suatu perbuatan hukum atas nama PT tersebut hanya dapat dilakukan oleh seluruh pendiri

bersama seluruh komisaris serta seluruh Direksi PT. Mereka semua bertanggung jawab

secara pribadi atas hak dan kewajiban PT yang timbul dari perbuatan hukum tersebut.

Perbuatan hukum tersebut hanya mengikat dan menjadi tanggung jawab PT apabila

disetujui dalam RUPS pertama, yang dihadiri seluruh pemegang saham. 

Modal Dasar PT

Menurut UUPT,  untuk mendirikan suatu PT harus memiliki modal dasar minimal

Rp 50 juta. Jumlah modal dasar tersebut dapat berbeda untuk setiap jenis usaha yang

diatur secara tersendiri, misal untuk perusahaan asuransi disyaratkan memiliki modal

dasar Rp 100 milyar, Bank umum minimal Rp 3 trilyun.         

Dari jumlah Rp 50 juta tersebut di atas, minimal 25% dari modal dasar telah

disetorkan. Jadi apabila kita memiliki dana sebesar Rp 100 juta sebagai modal dasar PT,

maka minimal Rp 25  juta telah disetorkan kepada kas PT. Sedangkan sisanya adalah

dianggap sebagai dana cadangan, yang pada saatnya nanti bila diperlukan, dapat

disetorkan ke kas PT dengan menerbitkan saham baru (right issue), baik sekaligus atau

bertahap, guna menambah modal PT.         

Apabila dibandingkan dengan UU No.1/1995, ditentukan untuk mendirikan PT

memerlukan modal dasar sebesar minimal Rp 20 Juta. Dari jumlah tersebut, 25 %nya

telah disetorkan. Jumlah ini dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi ekonomi

saat ini. 

7

Page 9: Aldian Harikhman_Perbandingan UU PT yang Lama dengan UU PT yang Baru

Pengalihan Kekayaan PT

UU No.1/1995 mensyaratkan adanya persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham

(RUPS) apabila PT ingin mengalihkan atau menjadikan jaminan utang seluruh atau

sebagian besar kekayaan PT. Sementara dalam Pasal 102 ayat (1) UUPT, dijelaskan

secara lebih rinci, syarat persetujuan RUPS harus dihadiri oleh ¾ jumlah pemegang

saham dalam rangka pengalihan kekayaan PT atau menjadikan jaminan utang lebih dari

50% kekayaan PT. Jumlah tersebut dicapai dalam satu transaksi atau lebih, baik yang

saling berkaitan atau tidak.         

Dengan demikian , terlihat bahwa dalam UU No.1/1995 persetujuan RUPS hanya

diperlukan apabila terjadi pengalihan seluruh atau sebagian besar kekayaan PT.

Sedangkan menurut UUPT, setiap pengalihan kekayaan PT, tanpa ditentukan jumlahnya,

adalah disyaratkan adanya persetujuan RUPS. Begitu pula dalam rangka penjaminan

utang, maka pihak kreditur harus mengecek lebih cermat lagi kondisi keuangan/kekayaan

debitur, apakah aset/kekayaan debitur yang telah dijaminkan, baik untuk utang tersebut

maupun utang-utang yang lainnya, telah mencapai jumlah lebih dari 50% dari seluruh

aset/kekayaan PT. Apabila sudah tercapai, maka wajib memperoleh persetujuan RUPS. 

Demikian beberapa hal singkat yang perlu mendapat perhatian kita semua dari

pemberlakuan UUPT yang baru. Semoga tulisan ini dapat menambah wawasan dan

pengetahuan kita, khususnya dalam menjalankan kegiatan usaha dalam rangka pemberian

fasilitas pembiayaan, agar kita terhindar dari berbagai dampak yang dapat merugikan kita

di kemudian hari.

8

Page 10: Aldian Harikhman_Perbandingan UU PT yang Lama dengan UU PT yang Baru

Pokok-Pokok Perbedaan Antara UU PT yang Lama Denagn UU PT yang Baru.

1. Penyederhanaan anggaran dasar PT

Pada prinsipnya, dalam anggaran dasar PT yang baru tidak “menyalin” apa yang

sudah diatur dalam UUPT. Artinya, anggaran dasar PT hanya memuat hal-hal yang

dapat diubah atau ditentukan lain oleh pemegang saham (pendiri). Yang sudah

merupakan aturan baku, tidak dituangkan lagi dalam Anggaran dasar PT. Contohnya:

kewajiban untuk mendapatkan persetujuan RUPS, dalam hal menjaminkan asset

Perseroan yang jumlahnya merupakan sebagian besar harta kekayaan Perseroan

dalam 1 tahun buku (Pasal 102).

2. Proses pengajuan pengesahan, pelaporan dan pemberitahuan melalui sistem

elektronik yang diajukan pada Sistem Administrasi Badan Hukum (yang dalam istilah

Depkeh FIAN 1 (untuk pendirian), FIAN 2 (untuk perubahan anggaran dasar yang

membutuhkan pelaporan, FIAN 3 (untuk perubahan anggaran dasar yang hanya

membutuhkan pemberitahuan);

3. RUPS dimungkinkan untuk dilaksanakan secara teleconference, tapi tetap harus

mengikuti ketentuan panggilan Rapat sesuai UUPT Terdapat jangka waktu tertentu

yang membatasi, misalnya: untuk melakukan pemesanan nama (60 hari), pengajuan

pengesahan (60 hari), pengajuan berkas (30 hari), pengesahan menkeh (14 hari);

4. Pengajuan pengesahan PT baru, harus dilakukan dalam waktu 60 hari, apabila lewat,

maka akta pendirian menjadi batal dan perseroan menjadi bubar (Pasal 10 ayat 1 &

ayat 9) berlaku juga untuk pengajuan kembali (ayat 10);

9

Page 11: Aldian Harikhman_Perbandingan UU PT yang Lama dengan UU PT yang Baru

5. Notulen Rapat di bawah tangan, wajib di tuangkan dalam bentuk akta notaris dalam

jangka waktu maksimal 30 hari sejak ditanda-tangani. Jika dalam waktu tersebut tidak

diajukan, maka Notulen tersebut tidak berlaku (harus di ulang);

6. Saham dengan hak suara khusus tidak ada, yang ada hanyalah saham dengan hak

istimewa untuk menunjuk Direksi/Komisaris;

7. Direksi atau Komisaris wajib membuat Rencana Kerja yang disetujui RUPS sebelum

tahun buku berakhir Perubahan Direksi/komisaris atau pemegang saham bukan

merupakan perubahan AD, jadi sekarang diletakkan pada akhir akta;

8. Perubahan AD dari PT biasa menjadi PT Tbk (pasal 25 ayat 1), efektif sejak:

pernyataan pendaftaran yang diajukan kepada lembaga pengawas pasar modal atau

pada saat penawaran umum jika dalam waktu 6 bulan tidak dilaksanakan, maka

statusnya otomatis berubah menjadi PT tertutup kembali;

9. Khusus untuk perpanjangan jangka waktu berdirinya PT, harus diajukan maksimal 60

hari sebelum tanggal berakhirnya, kalau tidak maka PT tersebut menjadi bubar; 10.

PT harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha (operating company,

bukan hanya berbentuk investment company;

11. Tanggung jawab perseroan tidak hanya sampai pada Direksi saja, melainkan sampai

dengan komisaris;

12. Komisaris tidak dapat bertindak sendiri. Sehingga walaupun dalam anggaran dasar

disebutkan hanya perlu persetujuan 1 komisaris, maka tetap harus mendapat

persetujuan dari seluruh komisaris;

10

Page 12: Aldian Harikhman_Perbandingan UU PT yang Lama dengan UU PT yang Baru

13. Perseroan dilarang mengeluarkan saham baik untuk memiliki sendiri maupun untuk

dimiliki Perseroan lain yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung telah

dimiliki oleh Perseroan (larangan cross holding), Pasal 36 UUPT;

14. Daftar Perusahaan yang dulunya bersifat tertutup dan tidak mudah diakses oleh

khalayak umum, sekarang terbuka untuk umum (Pasal 29 ayat 5) dan pelaksanaannya

diselenggarakan oleh Menteri terkait (Pasal 29 ayat 1);

15. Pengumuman anggaran dasar Perseroan pada Berita Negara RI yang meliputi

pendirian dan perubahan anggaran dasar lainnya dilakukan oleh Menteri sedangkan

dahulu dilakukan oleh Notaris. (Pasal 30 ayat 1).

Perbandingan Atas Perubahan (Pembaharuan) UU PT Yang Lama Dengan UU PT

yang Baru.

Sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang

Perseroan Terbatas, maka pengaturan mengenai badan usaha yang berbentuk Perseroan

Terbatas (PT) beralih dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 kepada undang-undang

yang baru tersebut. Di bawah ini disampaikan komentar mengenai beberapa perubahan

yang terjadi dengan membandingkan antara undang-undang yang baru dengan undang-

undang yang lama.

1.  Kepemilikan

Tidak ada perubahan dalam hal kepemilikan baik oleh swasta maupun oleh negara.

2. Pengesahan

Undang-undang Perseroan Terbatas Lama:

11

Page 13: Aldian Harikhman_Perbandingan UU PT yang Lama dengan UU PT yang Baru

Pasal 9

(1) Untuk memperoleh pengesahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (6) para

pendiri bersama-sama atau kuasanya, mengajukan permohonan tertulis dengan

melampirkan Akta Pendirian perseroan.

Undang-undang Perseroan Terbatas Baru:

Pasal 9

(1) Untuk memperoleh Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum

Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4), pendiri bersama-sama

mengajukan permohonan melalui jasa teknologi informasi sistem administrasi badan

hukum secara elektronik kepada Menteri dengan mengisi format isian yang memuat

sekurang-kurangnya:

a.   nama dan tempat kedudukan Perseroan;

b.     jangka waktu berdirinya Perseroan;

c.     maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan;

d.     jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor;

e.     alamat lengkap Perseroan.

(2) Pengisian format isian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didahului dengan

pengajuan nama Perseroan.

Perbedaan antara UU lama dan UU Baru dalam hal ini adalah dalam tatacara pengajuan

permohonan pengesahan, dimana pada UU Baru diperkenalkan tata cara pengesahan

melalui teknologi informasi sistem administrasi badan hukum.

12

Page 14: Aldian Harikhman_Perbandingan UU PT yang Lama dengan UU PT yang Baru

3.  Modal dan Saham

Undang-undang Perseroan Terbatas Lama:

Pasal 25

Modal dasar perseroan paling sedikit Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah).

Undang-undang Perseroan Terbatas Baru:

Pasal 32

(1) Modal dasar Perseroan paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

Modal dasar Perseroan diubah menjadi paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta

rupiah), sedangkan kewajiban penyetoran atas modal yang ditempatkan harus disetor

penuh.

4. Penyelenggaraan RUPS           

Undang-undang Perseroan Terbatas Lama:

Pasal 64

(1) RUPS diadakan di tempat kedudukan perseroan atau tempat perseroan melakukan

kegiatan usahanya, kecuali ditentukan lain dalam Anggaran Dasar.

(2) Tempat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus terletak di wilayah Negara

Republik Indonesia.

Undang-undang Perseroan Terbatas Baru :

Pasal 77

(1) Selain penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76, RUPS dapat

juga dilakukan melalui media telekonferensi, video konferensi, atau sarana media

elektronik lainnya yang memungkinkan semua peserta RUPS saling melihat dan

mendengar secara langsung serta berpartisipasi dalam rapat.

13

Page 15: Aldian Harikhman_Perbandingan UU PT yang Lama dengan UU PT yang Baru

Dengan memanfaatkan perkembangan teknologi penyelenggaraan RUPS dapat dilakukan

melalui media elektronik seperti telekonferensi, video konferensi, atau sarana media

elektronik lainnya.

5. Tanggung jawab Sosial dan Lingkungan (Corporate Social Responsibility -

CSR)

Undang-undang Perseroan Terbatas Lama:

Tidak ada ketentuan yang mengatur tentang Tanggung jawab Sosial (CSR).

Undang-undang Perseroan Terbatas Baru :

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

3. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen Perseroan untuk berperan

serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas

kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas

setempat, maupun masyarakat pada umumnya.

Pasal 66

Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat sekurang-

kurangnya:

C  Laporan pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan.

Pasal 74

(1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya dibidang dan/ atau berkaitan

dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan

lingkungan.

14

Page 16: Aldian Harikhman_Perbandingan UU PT yang Lama dengan UU PT yang Baru

(2) Tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai

biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan

dan kewajaran.

(3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan lingkungan diatur

dengan Peraturan Pemerintah.

Dalam Undang-Undang ini ditentukan bahwa Perseroan yang kegiatan usahanya di

bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung

Jawab Sosial dan Lingkungan (CSR). Apabila tidak melaksanakan Perseroan yang

bersangkutan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pelaksanaan kegiatan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (CSR) harus dianggarkan

dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang dilaksanakan dengan memperhatikan

kepatutan dan kewajaran. Kegiatan tersebut dimuat dalam laporan tahunan Perseroan.

Kewajiban CSR hanya dikenakan pada perusahaan yang bergerak dibidang dan/atau

berkaitan dengan sumber daya alam karena adanya pertimbangan saat penyusunan UUPT

baru tersebut, terjadi protes dari asosiasi pengusaha karena ada penilaian CSR bakal

menambah beban perusahaan karena menjadi biaya tambahan baru.

6.   Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, dan Pemisahan

Undang-undang Perseroan Terbatas Lama:

Pemisahan tidak diatur

15

Page 17: Aldian Harikhman_Perbandingan UU PT yang Lama dengan UU PT yang Baru

Undang-undang Perseroan Terbatas Baru:

Pasal 1

12. Pemisahan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh Perseroan untuk

memisahkan usaha yang mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva Perseroan beralih

karena hukum kepada dua Perseroan atau lebih atau sebagian aktiva dan pasiva

Perseroan beralih karena hukum kepada satu Perseroan atau lebih.

pasal 135

(1) Pemisahan dapat dilakukan dengan cara:

a.  Pemisahan murni; atau

b.  Pemisahan tidak murni

(2) Pemisahan murni sebgaimana dimaksud ayat (1) huruf a mengakibatkan seluruh

aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada 2 (dua) Perseroan lain

atau lebih yang menerima peralihan dan Perseroan yang melakukan pemisahan

usaha tersebut berakhir karena hukum.

(3) Pemisahan tidak murni sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mengakibatkan

sebagian aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada 1 (satu)

Perseroan lain atau lebih yang menerima peralihan, dan Perseroan yang melakukan

Pemisahan tersebut tetap ada.

Pemisahan adalah hal baru yang diatur dalam undang-undang PT baru dimana dalam

undang-undang PT lama tidak diatur mengenai pemisahan. Pemisahan dapat dilakukan

dengan cara pemisahan murni dan tidak murni.

16

Page 18: Aldian Harikhman_Perbandingan UU PT yang Lama dengan UU PT yang Baru

7.   Pembubaran, Likuidasi, dan Berakhirnya status badan hukum Perseroan           

Undang-undang Perseroan Terbatas Lama:

Pasal 114

Perseroan bubar karena:

a. keputusan RUPS;

b.   jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar telah berakhir;

c.   penetapan Pengadilan.

Undang-undang Perseroan Terbatas Baru

Pasal 142

(1) Pembubaran Perseroan terjadi:

a. berdasarkan keputusan RUPS;

b.  karena jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah

berakhir;

c.  berdasarkan penetapan pengadilan;

d.  dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan putusan pengadilan niaga yang telah

mempunyai kekuatan hukum tetap, harta pailit Perseroan tidak cukup untuk

membayar biaya kepailitan;

e.  karena harta pailit Perseroan yang telah dinyatakan pailit berada dalam

keadaan insolvensi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang; atau

f.  karena dicabutnya izin usaha Perseroan sehingga mewajibkan Perseroan

melakukan likuidasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

17

Page 19: Aldian Harikhman_Perbandingan UU PT yang Lama dengan UU PT yang Baru

Alasan Perseroan bubar selain ketentuan yang diatur dalam Pasal 114 UU PT telah

ditambahkan 2 (dua) alasan yang berhubungan dengan UU Kepailitan dan Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang dan/atau alasan karena “dicabutnya izin usaha Perseroan

sehingga mewajibkan Perseroan melakukan likuidasi sesuai peraturan perundang-

undangan yang berlaku”.

8.    Direksi dan Komisaris

Undang-undang Perseroan Terbatas Baru

Pasal 97

(3) Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian

Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya

sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

(4) Dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, tanggung jawab

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku secara tanggung renteng bagi setiap

anggota Direksi.

(6) Atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu

persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat mengajukan

gugatan melalui pengadilan negeri terhadap anggota Direksi yang karena kesalahan

atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perseroan.

Pasal 114

(3) Setiap anggota Dewan Komisaris ikut bertanggung jawab secara pribadi atas

kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan

tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

18

Page 20: Aldian Harikhman_Perbandingan UU PT yang Lama dengan UU PT yang Baru

(6) Atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu

persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat menggugat

anggota Dewan Komisaris yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan

kerugian pada Perseroan ke pengadilan negeri.

Pasal 120

Anggaran dasar Perseroan dapat mengatur adanya 1 (satu) orang atau lebih komisaris

independen dan 1 (satu) orang komisaris utusan.

Tugas serta tanggung jawab direksi dan komisaris perseroan dipertegas dalam UU PT

yang baru.. Aturan yang lebih ketat tentang tanggung jawab direksi dan komisaris ini,

ditujukan supaya jelas prosedur yang harus dilakukan keduanya apabila menimbulkan

kerugian bagi perusahaan. Dalam UU yang baru ini juga diperkenalkan adanya komisaris

utusan. Perusahaan dapat mengatur komisaris utusan di dalam anggaran dasar masing-

masing.

Daftar Referensi.

a. Buku:

Soediman Kartohadiprodjo, Pengantar Tata Hukum di Indonesia, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1984.

Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1996.

b. Internet:

Perbandingan UU PT lama dgn UU PT Baru, http://pihilawyers.com/blog/?=4, Diakses Tanggal 2/11/2009 Pukul 11:30.

19

Page 21: Aldian Harikhman_Perbandingan UU PT yang Lama dengan UU PT yang Baru

Iman Rizani, Sekilas Tentang Undang-Undang Perseroan Terbatas Yang Baru (UU No. 40 Tahun 2007), http://www.bfionline.web.id/blc/index2.php/option=com_con, Diakses Tanggal 2/11/2009 Pukul 11:34.

Sie Infokum-Ditama Binbangkum BPK-RI, Pokok-Pokok Perbedaan Antara UU No.1 Tahun 1995 Dengan UU No.40 Tahun 2007, Diakses Dari Internet (pdf) Tanggal 2/11/2009 Pukul 11:34.

c. Peraturan Perundang-undangan:

UU No. 1 Tahun 1995.

UU No. 40 Tahun 2007.

20