akp pembukuan

Upload: nadia-priyanka

Post on 17-Jul-2015

143 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

0100090000037800000002001c00000000000400000003010800050000000b0 200000000050000000c0296018403040000002e0118001c000000fb021400090 000000000bc02000000000102022253797374656d00018403000039839435b4 5b110004ee8339e8098e040c020000040000002d01000004000000020101001 c000000fb029cff0000000000009001000000000740001254696d6573204e657 720526f6d616e0000000000000000000000000000000000040000002d010100 050000000902000000020d000000320a5a00000001000400000000008403960 120002d00040000002d010000030000000000

U M U M1. Ketentuan tentang Menyelenggarakan Pembukuan Kewajiban menyelenggarakan pembukuan diatur di dalam Pasal 28 ayat (1) UU KUP yang berbunyi sebagai berikut Wajib Pajak (WP) orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia, wajib menyelenggarakan pembukuan. Pengertian Pembukuan Pengertian pembukuan menurut Pasal 1 angka (29) UU KUP adalah Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut.

2.

KEWAJIBAN MENYELENGGARAKAN PEMBUKUAN.1. Yang Wajib Menyelenggarakan PembukuanWP orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan WP Badan di Indonesia diwajibkan untuk menyelenggarakan pembukuan, kecuali WP tertentu yang dikecualikan dari kewajiban pembukuan.

2.

Tidak Wajib Menyelenggarakan PembukuanMengingat bahwa menyelenggarakan pembukuan bukan hal yang mudah, maka peraturan perpajakan memperbolehkan WP Orang Pribadi tertentu untuk tidak menyelenggarakan pembukuan (Pasal 28 ayat (2) UU KUP), sedang WP OP yang tidak wajib menyelenggarakan pembukuan adalah: a. WP orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto, tetapi dengan syarat bahwa Wajib Pajak tersebut harus memberitahukan kepada Dirjen Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan. Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 01/PMK.03/2007 yang dimaksud dengan WP Orang Pribadi tertentu adalah WP Orang Pribadi yang mempunyai usaha/pekerjaan bebas dengan peredaran bruto dalam 1 (satu) tahun sebesar kurang dari Rp 1.800.000.000,- (satu miliar delapan ratus juta rupiah). Besarnya peredaran bruto sebesar Rp 1.800.000.000,- tersebut telah berubah menjadi Rp 4.800.000.000,- (berdasarkan Pasal 14 UU No.38 tahun 2008) WP Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, misalkan Wajib Pajak yang mempunyai penghasilan dari pemberi kerja (sebagai karyawan). disusun Djaka Saranta S.Edhy 12

b.

SYARAT-SYARAT PEMBUKUAN1. Syarat-syarat pembukuan umum Tujuan pembukuan pada dasarnya adalah untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terhutang. Selain dapat dihitung besarnya Pajak Penghasilan, pajak-pajak lainnya juga harus dapat dihitung dari pembukuan tersebut. Agar PPN dan PPn BM dapat dihitung dengan benar maka pembukuan harus mencatat juga jumlah harga perolehan atau nilai impor, jumlah harga jual atau nilai ekspor, jumlah harga jual dari barang yang dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, jumlah pembayaran atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dan atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dan yang tidak dapat dikreditkan. Dengan demikian pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau sistem yang lazim dipakai di Indonesia misalnya berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan, kecuali peraturan perundang-undangan perpajakan menentukan lain Sesuai dengan Peraturan perpajakan yang berlaku, pembukuan untuk tujuan perpajakan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : a. b. Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan dengan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya.

itikad

baik

dan

Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri dari catatan-catatan mengenai harta, kewajiban atau utang, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian, sehingga dapat diketahui besarnya pajak yang terhutang. Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan bahasa Indonesia dengan huruf latin dan angka Arab dengan satuan mata uang rupiah. Menteri Keuangan dapat menetapkan penggunaan bahasa asing selain bahasa Indonesia dan mata uang selain rupiah dalam rangka penyelenggaraan pembukuan. Pembukuan diselenggarakan dengan taat azas dan diselenggarakan sesuai dengan kelaziman pembukuan. i. taat azas Yang dimaksud dengan prinsip taat asas adalah prinsip yang sama digunakan dalam metode pembukuan dengan tahun-tahun sebelumnya, jika Wajib Pajak sekarang menggunakan stelsel akrual untuk selanjutnya juga harus menggunakan stelsel akrual. (ketentuan ini sebenarnya menganut sistem konsistensi, sehingga laporan keuangan dapat dibaca sama dari tahun ke tahun, disamping itu untuk mencegah adanya upaya dari Wajib Pajak menggeser laba atau rugi). Taat asas dalam metode pembukuan misalnya : Penerapan Stelsel pengakuan penghasilan. Berdasarkan Penjelasan Pasal 28 ayat (5) UU KUP dan penjelasannya, diatur bahwa pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas. Dengan demikian peraturan perbolehkan wajib pajak untuk menggunakan metode cash basis atau accrual basis. Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, dapat ditegaskan bahwa pada prinsipnya pengakuan penghasilan (dan biaya) secara fiskal dikaitkan dengan metode pembukuan yang dianut Wajib Pajak secara taat asas. Apabila pembukuan diselenggarakan dengan metode akrual, maka pengakuan penghasilan dari transaksi penjualan barang dagangan telah terjadi pada saat penyerahan faktur tagihan, meskipun pengambilan barang dan atau pelunasan harga jual belum dilakukan. Tahun buku Tahun Pajak adalah sama dengan tahun takwim (tahun kalender, atau dari 1 disusun Djaka Saranta S.Edhy 13

c.

d.

Januari sampai dengan 31 Desember). Wajib Pajak dapat menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim, maka penyebutan Tahun Pajak yang bersangkutan menggunakan tahun yang di dalamnya termasuk 6 (enam) bulan pertama atau lebih. contoh : - Pembukuan 1 Juli 2008 sampai dengan 30 Juni 2009, tahun pajaknya adalah tahun 2008. Pembukuan 1 Oktober 2009 sampai dengan 30 September 2010, tahun pajaknya adalah tahun 2009. Metode penilaian persediaan, didalam perpajakan penilaian persediaan barang hanya boleh menggunakan harga perolehan. Penilaian pemakaian persediaan untuk penghitungan harga pokok hanya boleh dilakukan dengan cara rata-rata atau dengan cara mendahulukan persediaan yang didapat pertama (first-in first-out atau disingkat FIFO). Sekali Wajib Pajak memilih salah satu cara penilaian pemakaian persediaan untuk penghitungan harga pokok tersebut, maka untuk tahun-tahun selanjutnya harus digunakan cara yang sama. Metode penyusutan dan amortisasi Metode penyusutan dan amortisasi untuk tujuan perpajakan telah ditentukan sebagai berikut : untuk bangunan hanya boleh menggunakan penyusutan dengan metode garis lurus. untuk aktiva bukan bangunan dapat memilih menggunakan penyusutan atau amortisasi dengan menggunakan metode garis lurus atau saldo menurun masa manfaat bangunan ditentukan 10 tahun atau 20 tahun, sedang untuk aktiva selain bangunan dan aktiva tidak berwujud, telah ditentukan berdasarkan kelompok 1, kelompok 2, kelompok 3 atau kelompok 4 Masalah penyusutan akan dibahas lebih lanjut di bab Aktiva Tetap.

ii.

Sistem akrual atau cash basis Stelsel akrual (accrual basis accounting method) adalah suatu metode akuntansi yang mencatat atau mengakui beban maupun pendapatan pada saat terjadinya, yaitu beban dicatat pada saat barang-barang atau jasa diterima, sedang pendapatan dicatat pada saat barang-barang atau jasa diserahkan tanpa menghiraukan saat pengeluaran atau penerimaan kas dari yang bersangkutan. Termasuk dalam pengertian stelsel akrual adalah pengakuan penghasilan berdasarkan metode persentase tingkat penyelesaian pekerjaan yang umumnya dipakai di bidang konstruksi dan metode lainnya yang dipakai di bidang usaha tertentu seperti Build Operate and Transfer (BOT), Real Estate, dan lain-lain. Stelsel kas (cash basis accounting method) adalah suatu metode akuntansi dimana biaya atau pendapatan dicatat saat dibayar atau diterima (saat penerimaan atau pengeluaran kas) tanpa menghubungkan dengan periode untuk kapan biaya atau pendapatan tersebut terjadi. Stelsel kas biasanya digunakan oleh perusahaan kecil orang pribadi atau perusahaan jasa misalnya transportasi, hiburan, restoran, yang tenggang waktu antara penyerahan jasa dan penerimaan pembayarannya tidak berlangsung lama. Dalam stelsel kas murni, penghasilan dari penyerahan barang atau jasa ditetapkan pada saat diterimanya pembayaran dari langganan, dan biaya-biaya ditetapkan pada saat dibayarnya barang, jasa, dan biaya operasi lainnya. Dengan cara ini, pemakaian stelsel kas dapat mengakibatkan penghitungan yang mengaburkan terhadap penghasilan, yaitu besarnya penghasilan dari tahun ke tahun dapat disesuaikan dengan mengatur penerimaan kas dan pengeluaran kas. Oleh karena itu untuk penghitungan Pajak Penghasilan dalam memakai stelsel kas harus memperhatikan hal-hal antara lain sebagai berikut : Penghitungan jumlah penjualan dalam suatu periode harus meliputi seluruh penjualan, baik yang tunai maupun yang bukan. disusun Djaka Saranta S.Edhy 14

Dalam menghitung harga pokok penjualan harus diperhitungkan seluruh pembelian dan persediaan. Dalam memperoleh harta yang dapat disusutkan dan hak-hak yang dapat diamortisasi, biaya-biaya yang dikurangkan dari penghasilan hanya dapat dilakukan melalui penyusutan dan amortisasi. Pemakaian stelsel kas harus dilakukan secara konsisten. Dengan demikian penggunaan metode pembukuan untuk tujuan perpajakan dapat juga dinamakan stelsel campuran, karena tidak ada yang murni, baik menggunakan metode stelsel akrual atau stelsel kas

e.

Perubahan terhadap metode pembukuan (yang dimaksud dengan metode pembukuan, misalkan metode penyusutan, metode penilaian persediaan dsbnya) dan atau tahun buku, harus mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak (berdasarkan Keputusan Dirjen Nomor KEP-381/PJ./2003, wewenang pemberian persetujuan atau penolakan atas permohonan Wajib Pajak mengenai perubahan metode pembukuan dan atau perubahan tahun buku yang kedua dan seterusnya dilimpahkan kepada Kepala Kantor Wilayah DJP). Permohonan perubahan metode pembukuan : i. WP menyampaikan surat permohonan Perubahan Metode Pembukuan dan/atau tahun buku kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak dimana Wajib Pajak terdaftar, dengan menyebutkan: Identitas WP, Perubahan Metode Pembukuan dan/atau tahun buku untuk yang ke berapa; Alasan permohonan dan maksud/tujuan usul perubahan. ii. Permohonan tersebut harus dilampiri dengan : Bukti Pengiriman SPT Tahunan PPh tahun terakhir Surat Pernyataan Wajib Pajak bahwa : Perubahan tahun buku/tahun pajak dikehendaki oleh pemegang saham dimana bila tahun buku tidak diubah akan mengakibatkan kesulitan dan/atau kerugian bagi perusahaan. permohonan perubahan tahun buku tersebut baru pertama kali diajukan dan tidak ada niat untuk melakukan perubahan lagi pada tahun-tahun yang akan datang. tidak ada maksud bahwa perusahaan dengan sengaja berusaha untuk melakukan pergeseran laba/rugi untuk meringankan beban pajak.

f.

Bukti-bukti dan Catatan pembukuan harus disimpan di Indonesia dalam jangka waktu 10 tahun, tempat penyimpanan dokumen adalah : i. Wajib Pajak orang pribadi, ditempat kegiatan atau tempat tinggal. ii. Wajib Pajak badan, ditempat kedudukan. Sedang syarat-syarat penyimpanan bukti-bukti pembukuan antara lain i. bukti-bukti pembukuan harus disimpan secara fisik untuk 3 (tiga) tahun pertama sesudah terhutang pajak atau berakhirnya masa pajak. ii. penyimpanan secara elektronik berupa microfilm, scan ke dalam disket untuk dokumen perpajakan dan pendukungnya dapat dilakukan oleh Wajib Pajak untuk dokumen yang berumur lebih dari 3 (tiga) tahun hingga tahun ke sepuluh sesudah terutang pajak atau berakhirnya masa pajak. Ketentuan batas waktu penyimpanan ini dengan maksud agar apabila Dirjen Pajak akan mengeluarkan surat ketetapan pajak, bahan pembukuan atau pencatatan yang diperlukan masih tetap ada dan dapat segera disediakan oleh Wajib Pajak. Disamping itu kurun waktu 10 (sepuluh) tahun penyimpanan buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan disamping itu ketentuan ini selaras dengan ketentuan yang berlaku dalam UU Dokumen. Tetapi menurut penulis ketentuan tersebut tidak lagi selaras setelah adanya UU No.38 tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang nomor 6 TAHUN 1983

disusun Djaka Saranta S.Edhy 15

tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Karena dalam Pasal 13 ayat (1) UU PPh yaitu Wewenang yang diberikan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk melakukan koreksi fiskal tersebut dibatasi sampai dengan kurun waktu 5 (lima) tahun (memori penjelasan), atau pembuat undang-undang mengacu pada Undang undang Dokumen.

PEMBUKUAN DALAM BAHASA ASING DAN MATA UANG ASINGSesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 196/PMK.03/2007, tanggal. 28 Desember 2007. Wajib Pajak dapat menggunakan bahasa dan mata uang asing selain bahasa Indonesia dan mata uang Rupiah, dalam rangka pembukuan adalah bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat (USD). 1. Wajib Pajak yang dapat menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang USD adalah: a. b. Wajib Pajak dalam rangka Penanaman Modal Asing yang beroperasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan Penanaman Modal Asing; Wajib Pajak dalam rangka Kontrak Karya yang beroperasi berdasarkan kontrak dengan Pemerintah Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan pertambangan selain pertambangan minyak dan gas bumi; Wajib Pajak Kontraktor Kontrak Kerja Sama yang beroperasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan pertambangan minyak dan gas bumi; Bentuk Usaha Tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) UU PPh atau sebagaimana diatur dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) terkait; Wajib Pajak yang mendaftarkan emisi sahamnya baik sebagian maupun seluruhnya di bursa efek luar negeri; Kontrak Investasi Kolektif (KIK) yang menerbitkan reksadana dalam denominasi satuan mata uang Dollar Amerika Serikat dan telah memperoleh Surat Pemberitahuan Efektif Pernyataan Pendaftaran dari Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan pasar modal;atau Wajib Pajak yang berafiliasi langsung dengan perusahaan induk di luar negeri, yaitu perusahaan anak (subsidiary company) yang dimiliki dan/atau dikuasai oleh perusahaan induk (parent company) di luar negeri yang mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud Pasal 18 ayat (4) huruf a dan huruf b UU PPh.

c. d. e. f.

g.

2.

Wajib Pajak yang menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang USD untuk wajib pajak Wajib Pajak PMA, Bentuk Usaha Tetap, Wajib Pajak yang mendaftarkan emisi sahamnya di bursa efek, harus terlebih dahulu mendapat izin tertulis dari Menteri Keuangan. Prosedur untuk mengajukan permohonan izin menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang USD adalah : a. Izin tertulis dapat diperoleh Wajib Pajak dengan mengajukan surat permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah dengan formulir yang sesuai dengan peraturan perpajakan, paling lambat 3 (tiga) bulan: i. sebelum tahun buku yang diselenggarakan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang USD tersebut dimulai; atau ii. sejak tanggal pendirian bagi Wajib Pajak baru untuk Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak pertama. Permohonan ijin tersebut harus dilampiri dengan :

b.

disusun Djaka Saranta S.Edhy 16

i.

fotokopi akta pendirian perusahaan dan perubahannya atau dokumen lain yang serupa bagi Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap; ii. fotokopi Surat Persetujuan Penanaman Modal Asing dari Badan Koordinasi Penanaman Modal bagi Wajib Pajak dalam rangka Penanaman Modal Asing; iii. fotokopi surat keterangan/penunjukan kantor perwakilan Indonesia dari kantor pusat bagi Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap; iv. surat keterangan dari bursa efek luar negeri yang menyatakan bahwa emisi saham Wajib Pajak pemohon didaftarkan di bursa efek tersebut bagi Wajib Pajak yang mendaftarkan emisi sahamnya baik sebagian maupun seluruhnya di bursa efek luar negeri; v. fotokopi Surat Pemberitahuan Efektifnya Pernyataan Pendaftaran dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan atas penerbitan reksadana oleh Kontrak Investasi Kolektif yang bersangkutan bagi Wajib Pajak Kontrak Investasi Kolektif; vi. fotokopi prospektus penawaran atas reksadana yang diterbitkan dalam satuan mata uang USD bagi Wajib Pajak Kontrak Investasi Kolektif; vii. surat keterangan/pernyataan dari perusahaan induk (parent company) di luar negeri dan laporan keuangan konsolidasi (consolidated financial statement) perusahaan induk (parent company) di luar negeri bagi Wajib Pajak yang berafiliasi langsung dengan perusahaan induk di luar negeri; viii. fotokopi Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang terakhir, kecuali bagi Wajib Pajak baru terdaftar yang belum wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan; ix. Surat Pernyataan (bermeterai Rp 6.000,-) bahwa transaksi penjualan dan biaya yang dilakukan perusahaan didominasi oleh satuan mata uang USD dan pembukuan menggunakan bahasa Inggris serta seluruh aktiva, pasiva, modal, pendapatan, dan biaya seluruhnya dicatat dalam satuan mata uang USD; dan x. fotokopi Bukti Penyetoran Modal Awal dalam Dollar Amerika Serikat bagi Wajib Pajak baru untuk Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak pertama. 3. Untuk Wajib Pajak dalam rangka Kontrak Karya dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama Prosedur untuk menyampaikan pemberitahuan menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata USD bagi adalah : a. Surat pemberitahuan disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Wajib Pajak terdaftar dengan formuilir yang telah ditentukan, paling lambat 3 (tiga) bulan: i. sejak tanggal pendirian apabila sejak pendiriannya menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang USD; atau ii. sebelum tahun buku yang diselenggarakan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang USD tersebut dimulai, apabila akan menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang USD. Pemberitahuan harus dilampiri dengan : i. fotokopi Kontrak Karya bagi Wajib Pajak dalam rangka Kontrak Karya; ii. fotokopi Kontrak Kerja Sama bagi Wajib Pajak Kontraktor Kontrak Kerja Sama.

b.

4.

Ketentuan penyampaian pemberitahuan secara tertulis berlaku bagi Kerja Sama Operasi (KSO) sepanjang dipersyaratkan dalam perjanjian kerjasama/akta pendirian KSO dan semua anggota KSO telah mendapatkan izin Menteri Keuangan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat dengan melampirkan : a. b. fotokopi perjanjian kerjasama/akta pendirian KSO; dan fotokopi Surat Keputusan Menteri Keuangan tentang Persetujuan Pemberian Izin Penyelenggaraan Pembukuan dengan Menggunakan Bahasa Inggris dan Satuan Mata Uang USD atas nama anggota-anggota KSO yang telah mendapatkannya.

disusun Djaka Saranta S.Edhy 17

Dalam hal tidak semua anggota KSO mendapatkan izin Menteri Keuangan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang USD, tetapi dipersyaratkan dalam perjanjian kerjasama/akta pendirian KSO, harus menempuh prosedur permohonan izin sebagaimana dimaksud pada angka 3. 4. Wajib Pajak yang telah memperoleh izin atau menyampaikan pemberitahuan secara tertulis untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang USD, harus menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang USD tersebut dalam jangka waktu paling sedikit 5 (lima) tahun pajak sejak diterbitkan izin atau penyampaian pemberitahuan. Dalam hal Wajb Pajak telah memperoleh izin untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang USD namun merencanakan untuk tidak memanfaatkan izin yang dimilikinya, maka Wajib Pajak wajib harus : a. menyampaikan pemberitahuan pembatalan secara tertulis dalam hal Tahun Pajak sebagaimana tercantum dalam surat izin belum dimulai dan pemberitahuan tersebut harus sudah diterima oleh KPP tempat Wajib Pajak terdaftar sebelum Tahun Pajak tersebut dimulai; atau mengajukan permohonan pembatalan secara tertulis kepada Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar paling lama 3 (tiga) bulan setelah tahun buku yang diselenggarakan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang USD tersebut dimulai, dengan melampirkan fotokopi surat izin.

5.

b.

6.

Atas permohonan izin tersebut Kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri Keuangan harus memberikan keputusan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak permohonan dari Wajib Pajak diterima secara lengkap.

TATA CARA PENYELENGGARAAN PEMBUKUAN DALAM BAHASA INGGRIS DAN MATA USD, SBB :1. 2. Untuk transaksi yang dilakukan dengan USD, pembukuannya dicatat sesuai dengan dokumen transaksi yang bersangkutan. Untuk transaksi dalam negeri yang menggunakan mata uang Rupiah atau mata uang asing selain USD, konversi ke mata uang USD dilakukan berdasarkan kurs konversi Bank Indonesia pada saat pengakuan penghasilan atau biaya sesuai dengan metode pembukuan yang dianut. Untuk memperjelas pengertian tersebut, maka dibawah ini akan kami berikan transaksi sehubungan dengan pencatatan : a. PT ABC menggunakan pembukuan dalam mata bahasa Inggris dan mata USD, pada tanggal 19 Juni membayar sewa kendaraan sebesar Rp 20.000.000,- (yang diambil dari kas rupiah) maka jika kurs tengah BI pada saat itu Rp 9.100,-/USD maka PT ABC seharusnya mencatat transaksi tersebut sebagai berikut : U r a i a n Beban kendaraan Kas Debet USD 2,197.80 Kredit USD 2,197.80

Beban kendaraan Rp 20.000.000,- : Rp 9.100,- = Rp 2.197,80 Dalam hal contoh tersebut diatas, pemungutan pajak sementara diabaikan oleh penyusun. b. PT ABC mengambil uang di Bank USD untuk keperluan kasnya (yang selalu dalam Rupiah) sebesar Rp 10.000.000,- Jika kurs jual (atau kurs transaksi) pada saat itu sebesar Rp 8.900,-/USD maka pencatatan yang seharusnya dibuat oleh PT ABC adalah sebagai berikut : disusun Djaka Saranta S.Edhy 18

U r a i a n Kas Kecil Bank c.

Debet USD 1,123.60

Kredit USD 1,123.60

Kas kecil Rp 10.000.000,- : Rp 8.900,- = Rp 1.123,60 PT ABC mengambil membayar jasa konsultan sebesar USD 2,000 Jika kurs jual (kurs transaksi pada saat itu Rp 9.100,-/USD maka pencatatan yang seharusnya dibuat oleh PT ABC adalah sebagai berikut : U r a i a n Kas Kecil Bank Debet USD 2,000 Kredit USD 2,000

Walaupun kurs transaksi pada saat itu Rp 9.100,-/USD tetapi karena pembayaran memakai USD, maka PT ABC tetap mencatat sesuai transaksinya. catatan : Dari transaksi tersebut diatas dapat dikatakan apabila transaksi yang terjadi tidak menggunakan USD maka kurs konversi yang digunakan adalah kurs berdasarkan kurs tengah BI atau kurs transaksi riil tergantung peristiwa yang terjadi. Sedangkan apabila transaksi yang terjadi menggunakan USD maka gunakan transaksi yang sebenarnya. c. Untuk transaksi luar negeri yang menggunakan mata uang asing selain Dollar Amerika Serikat, konversi ke mata uang USD dilakukan berdasarkan kurs konversi Bank Indonesia pada saat pembebanan rekening Wajib Pajak pada bank relasinya. Wajib Pajak wajib menyampaikan SPT Masa dan SPT Tahunan beserta lampiranlampirannya dalam bahasa Indonesia (menggunakan Form 1771$). Wajib Pajak wajib melakukan pembayaran pajaknya dalam mata uang Rupiah dengan menggunakan kurs yang berlaku menurut Keputusan Menteri Keuangan pada saat pembayaran dilakukan. Misalkan PT MKI pada tahun pajak 2009 setelah menghitung pajak yang terhutang, maka diketahui pajak terhutang sebesar Rp 54.385.600,- Jika pembayaran pajak terutang tersebut dilakukan pada tanggal 25 Maret, sedang kurs berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan pada saat itu misalkan Rp 9.375,-/USD sehingga pajak terhutang menurut USD sebesar Rp 54.385.600,- : 9.375,- = 5,801.13 USD Laporan Keuangan berupa Neraca dan Perhitungan Rugi Laba disajikan dalam bahasa Inggris dan dalam mata USD.

d. e.

f. 4.

Konversi mata uang dari Rupiah ke mata uang USD Bagi Wajib Pajak yang diizinkan untuk menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang USD, berlaku ketentuan konversi ke mata uang USD sbb : a. Pada awal tahun buku : Penyelengaraan pembukuan dengan menggunakan mata USD untuk pertama kali dilakukan dengan bertitik tolak dari Neraca akhir tahun buku sebelumnya dalam mata uang rupiah (Jika WP menggunakan pembukuan dalam USD pertama dalam tahun 2009, maka titik tolak neraca adalah Neraca per 31 Desember 2008) yang dikonversikan ke mata USD dengan menggunakan kurs : i. untuk harga perolehan harta berwujud dan atau harta tidak berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun menggunakan kurs yang sebenarnya berlaku pada saat perolehan harta tersebut. Diketahui Harga Beli aktiva Mesin di neraca per 31 Desember 2008 PT USK sebesar Rp 5.000.000.000,- sedang kurs tengah BI per 31 Desember 2009 sebesar Rp 9.000,-/USD Jika diketahui pembelian mesin tersebut tahun 2002 dan kurs transaksi pada saat itu sebesar Rp 8.000,-/USD. Maka untuk keperluan pembukuan dengan menggunakan mata uang asing maka harga beli aktiva mesin dikonversi menjadi Rp 5.000.000.0000,- : 8.000 = USD 625,000 disusun Djaka Saranta S.Edhy 19

ii.

untuk akumulasi penyusutan dan atau amortisasi harta sebagaimana dimaksud pada angka i menggunakan kurs yang sebenarnya berlaku pada saat perolehan harta tersebut. Jika dalam contoh i tsb diatas aktiva mesin termasuk golongan III, maka perhitungan penyusutan mesin tahun 2006 (penyusutan menggunakan metode garis lurus) menjadi : tahun 2005 2006 2007 2008 2009 Nilai Harga Beli 625,000 625,000 625,000 625,000 625,000 Penyusutan 39,062.5 39,062.5 39,062.5 39,062.5 39,062.5 Nilai Buku 585,937.50 546,875.00 507,812.50 468,750.00 429,687.50

Sehingga nilai buku mesin di neraca per 31 Des 2009 dalam USD adalah sebesar USD 429,687.50 iii. untuk harta lainnya dan kewajiban menggunakan kurs yang sebenarnya berlaku pada akhir tahun buku sebelumnya, berdasarkan sistem pembukuan yang dianut yang dilakukan secara taat asas. Neraca PT WSK per 31 Desember 2009 menunjukan saldo piutang sebesar Rp450.000.000,- jika kurs tengah BI per 31 Desember 2009 adalah Rp 9.000,-/USD. Maka untuk keperluan pembukuan dengan menggunakan mata uang asing saldo piutang harus dikonversi menjadi USD 50,000 (Rp 450.000.000,- : 9.000) apabila terjadi revaluasi aktiva tetap, disamping menggunakan nilai historis, atas nilai selisih lebih dikonversi ke dalam mata USD dengan menggunakan kurs yang sebenarnya berlaku pada saat dilakukannya revaluasi. untuk laba ditahan atau sisa kerugian dalam mata uang Rupiah dari tahun-tahun sebelumnya, dikonversi ke dalam mata USD dengan menggunakan kurs yang sebenarnya berlaku pada akhir tahun buku sebelumnya, berdasarkan sistem pembukuan yang dianut yang dilakukan secara taat asas. untuk modal saham dan ekuitas lainnya menggunakan kurs yang sebenarnya berlaku pada saat terjadinya transaksi. PT WSK didirikan pada tahun 1998 dengan jumlah Modal ditempatkan dan disetor sebesar Rp 100.000.000,- Jika pada waktu itu kurs transaksi sebesar Rp 2.500,-/USD sedang kurs tengah BI per 31 Desember 2009 Rp 9.000,- /USD. Maka penyajian modal dalam mata uang asing adalah US 40,000 (Rp100.000.000,- : 2.500,-) dalam hal terdapat selisih laba atau rugi sebagai akibat konversi dari mata uang Rupiah ke mata USD sebagaimana dimaksud pada angka i sampai angka v, maka selisih laba atau rugi tersebut dibebankan pada rekening laba ditahan.

iv.

v.

vi.

vii.

b.

Dalam tahun berjalan : i. Untuk transaksi yang dilakukan dengan mata USD, pembukuannya dicatat sesuai dengan dokumen transaksi yang bersangkutan ii. Untuk transaksi, baik dalam negeri maupun luar negeri, yang menggunakan mata uang selain USD, dikonversikan ke mata uang USD dengan menggunakan kurs yang sebenarnya berlaku pada saat terjadinya transaksi, yaitu sebagai berikut : apabila dari dokumen transaksi diketahui kurs yang berlaku, maka kurs yang dipakai adalah kurs yang diketahui dari transaksi tersebut apabila dari dokumen transaksi tidak diketahui kurs yang berlaku, maka kurs yang dipakai adalah kurs yang sebenarnya berlaku, berdasarkan sistem pembukuan yang dianut yang dilakukan secara taat asas.

5.

Dalam hal Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan atau Wajib Pajak yang telah mengajukan permohonan tetapi ditolak, tetapi tetap melaksanakan penyelenggaraan disusun Djaka Saranta S.Edhy 20

pembukuan menggunakan bahasa Inggris dan mata USD, maka Wajib Pajak tersebut dianggap tidak menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 UU KUP. 6. Pembayaran pajak. Bagi wajib yang menggunakan pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang USD, berlaku ketentuan sebagai berikut : a. Besarnya PPh Pasal 25, untuk tahun Pajak pertama penyelenggaraan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan mata USD adalah sebesar Pajak Penghasilan Pasal 25 dalam mata uang Rupiah yang dikonversikan dengan menggunakan kurs yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan yang berlaku pada akhir tahun buku sebelum dimulainya pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan mata USD. Pembayaran PPh Pasal 25 dan Pasal 29 serta PPh Final yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak yang memperoleh izin untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan mata uang USD, dapat dilakukan dengan mata uang rupiah. Dalam hal pembayaran Pajak dilakukan dalam mata uang Rupiah, Wajib Pajak harus mengkonversikan pembayaran dalam mata uang Rupiah tersebut ke mata Uang USD dengan menggunakan kurs yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan yang berlaku pada tanggal pembayaran.

b

c.

7.

Penyampaian SPT Tahunan a Wajib Pajak yang diizinkan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan mata uang USD, wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan beserta lampirannya dalam bahasa Indonesia (menggunakan formulir 1771$) kecuali lampiran laporan keuangannya dengan menggunakan mata uang USD dan bahasa Inggris. Dalam penerapan tarif Pasal 17 UU PPh, lapisan penghasilan kena pajak dikonversi ke dalam mata uang USD dengan menggunakan kurs yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan yang berlaku pada akhir Tahun Pajak yang bersangkutan. Sedang contoh penerapannya adalah sbb : PT BRG adalah sebuah perusahaan yang berstatus PMA dan telah mendapatkan ijin untuk menggunakan bahasa asing dan mata uang USD. Dalam tahun 2006 diketahui ia mempunyai Penghasilan Kena Pajak (PKP) sebesar USD 40.000, maka untuk menghitung besarnya pajak yang terutang lapisan PKP harus dikonversi dulu ke USD dengan kurs KMK pada akhir tahun pajak. Misalkan kurs KMK pada akhir tahun 2006 adalah Rp 9.000,-/USD, maka lapisan PKP menjadi : Lapisan sampai dengan Rp 50.000.000,- menjadi USD 5,555.55 Lapisan sampai dengan Rp 100.000.000,- menjadi USD 11,111.11 Sehingga penghitungan pajak yang terhutang menjadi : 5% x USD 5,555.55 USD 277.77 10% x USD 11,111.11 USD 3,333.33 30% x USD 23,333.34 USD 7,000.00 Total PPh Terutang USD 10,611.10 Untuk tahun 2009 tarif telah berubah menjadi 28% sehingga dengan mengambil contoh tersebut diatas PT BRG dalam tahun 2009 akan membayar pajak sebesar 28% x USD 40,000 = USD 11,200 Dalam hal terdapat bukti pembayaran atau pemotongan/ pemungutan PPh Pasal 22 dan Pasal 23 dengan menggunakan mata uang Rupiah yang akan dikreditkan dalam SPT Tahunan PPh Badan, maka harus dikonversi ke dalam mata USD dengan menggunakan kurs yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan yang berlaku pada tanggal pembayaran atau pemotongan/pemungutan pajak tersebut. Misalkan PT SGH mendapatkan bukti pemotongan sebagai berikut : disusun Djaka Saranta S.Edhy 21

b.

c.

No 1. 2. 3. 4. 5.

No. Bukti Potong 02/PPh.22/2010 03/IV/Pjk/2010 16/Potput/23/10 19/PPh.22/X/10 26/PPh.23/2010

Tanggal 03 Maret 2010 05 Juni 2010 19 Juli 2010 10 Oktober 2010 06 Nop 2010

Jenis Pajak PPh Pasal 22 PPh Pasal 23 PPh Pasal 23 PPh Pasal 22 PPh Pasal 23

Jumlah 3.425.300,4.657.400,4.356.000,1.345.900,4.324.500,-

Atas bukti pemotongan tersebut, PT SGH harus mengkonversikan ke mata uang USD dengan menggunakan kurs KMK pada tanggal pemotongan pajak, sehingga daftar bukti pemotongan menjadi, sebagai berikut : No 1. 2. 3. 4. 5. No. Bukti Potong 02/PPh.22/10 03/IV/Pjk/10 16/Potput/23/10 19/PPh.22/X/10 26/PPh.23/10 Tanggal 03-03-10 05-06-10 19-07-10 10-10-10 06-11-10 Jenis Pajak PPh 22 PPh 23 PPh 23 PPh 22 PPh 23 Jumlah 3.425.300,4.657.400,4.356.000,1.345.900,4.324.500,Kurs KMK per USD 9.050,9.046,9.020,9.015,9.007,Jumlah dlm USD 378.49 514.86 482.93 149.29 480.13

Didalam lapangan sering terjadi ketentuan ini menjadi masalah, mengingat jika dilakukan konfirmasi sering dikatakan tidak ada, karena penggunaan nilai konversi sering berbeda, sehingga kredit pajak dianggap tidak ada. d. Sisa kerugian fiskal dalam mata uang Rupiah dari tahun-tahun sebelumnya yang dapat dikompensasikan ke Tahun Pajak dimulainya pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan mata uang USD, dikonversi ke dalam mata uang USD dengan menggunakan kurs yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan yang berlaku pada akhir tahun buku pada saat kerugian fiskal tersebut terjadi. Dibawah ini akan diberikan gambaran penghitungan kompensasi kerugian dalam bentuk USD yang dilakukan oleh PT RHK dalam tahun pajak 2010, sebagai berikut : No Tahun Rugi Fiskal yg dapat Kurs KMK Rugi Fiskal Pajak dikompensasikan Per 31 Des dlm USD 1. 2007 467.500.300,9.434,2. 2008 395.689.000,9.453,3. 2009 289.567.400,9.456,-

TATA CARA PENYELENGGARAN PENCATATANBagi Wajib Pajak yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dibebaskan dari kewajiban untuk mengadakan pembukuan, sekurang-kurangnya harus menyelenggarakan pencatatan untuk dijadikan dasar pengenaan pajak yang terhutang. Kewajiban pencatatan itu antara lain diperuntukan bagi Wajib Pajak yang memilih menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto : Untuk memudahkan Wajib Pajak melaksanakan kewajibannya, Direktur Jenderal Pajak telah mengeluarkan Peraturan Nomor PER-4/PJ/2009 tanggal 20 Januari 2009 tentang Bentuk dan Tata Cara Pencatatan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, sebagai berikut : 1. Pencatatan yang harus diselenggarakan oleh Wajib Pajak orang pribadi harus meliputi: a. peredaran dan/atau penerimaan bruto yang diterima dari kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas yang penghasilannya merupakan objek pajak yang tidak dikenai pajak bersifat final; penghasilan bruto yang diterima dari luar kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas yang penghasilannya merupakan objek pajak yang tidak dikenai pajak bersifat final, termasuk biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan tersebut; dan/atau

b.

disusun Djaka Saranta S.Edhy 22

c.

penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final, baik yang berasal dari kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas maupun dari luar kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas

2.

Selain harus menyelenggarakan pencatatan sebagaimana tersebut diatas, WP orang pribadi harus menyelenggarakan pencatatan atas harta dan kewajiban baik yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas maupun yang tidak digunakan untuk melaksanakan kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas. Pencatatan yang dibuat oleh Wajib Pajak yang memilih menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto harus menggambarkan jumlah peredaran atau penerimaan bruto secara lengkap dan benar dan harus didukung dengan dokumen yang dijadikan dasar penghitungan peredaran/penerimaan bruto. Bagi Wajib Pajak yang mempunyai lebih dari satu jenis usaha, maka catatan tentang peredaran/penerimaan bruto secara jelas harus dapat menggambarkan mengenai jenis-jenis usaha yang bersangkutan. Untuk memudahkan bagi Wajib Pajak yang melaksanakan pencatatan, maka Dirjen Pajak mengeluarkan panduan sebagai berikut : a. Bentuk dan Tata Cara Pencatatan Penghasilan Yang Diterima Dari Kegiatan Usaha dan/atau Pekerjaan Bebas Yang Merupakan Objek Pajak Yang Tidak Dikenai Pajak Bersifat Final i. Peredaran kegiatan usaha dan/atau penerimaan bruto dari pekerjaan bebas harus dicatat secara teratur dan kronologis menurut urutan waktu. ii. Bentuk catatan peredaran dan/atau penerimaan bruto adalah seperti pada contoh di bawah ini: Peredaran dan/atau Penerimaan Bruto Jenis Usaha . Tempat Usaha .. Tahun Tanggal (1) 1 Januari 31 Desember Uraian (2) Jumlah Petunjuk pengisian: Kolom 1 Kolom 2 Kolom 3 Kolom 4 iii. : Diisi dengan tanggal peredaran dan/atau penerimaan bruto. : Diisi dengan uraian mengenai peredaran dan/atau penerimaan bruto, misalnya penjualan batik tulis, penerimaan pengobatan pasien, dan sebagainya. : Diisi dengan jumlah (nilai rupiah) peredaran dan/atau penerimaan bruto selelah dikurangi dengan potongan harga, bila ada. : Diisi dengan keterangan yang dianggap perlu. Jumlah Bruto(Rp)

3.

4.

5.

Keterangan (4)

(3)

Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang menggunakan cash register, maka jumlah disusun Djaka Saranta S.Edhy 23

peredaran dari kegiatan usaha dan/atau penerimaan bruto dari pekerjaan bebas yang dicatat secara harian adalah catatan cash register tersebut. iv. Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menggunakan cash register dan tidak menerbitkan faktur/nota/bon penjualan (sales invoice) atau bukti penerimaan lainnya, maka jumlah peredaran dari kegiatan usaha dan/atau penerimaan bruto dari pekerjaan bebas yang dicatat secara harian adalah penjumlahan dari penjualan tunai. v. Dalam hal Wajib Pajak orang Pribadi mempunyai beberapa jenis kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas, dan/atau beberapa tempat usaha dan/atau pekerjaan bebas maka pencatatan dibuat secara terpisah untuk masing-masing jenis kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas, dan/atau beberapa tempat usaha dan/atau pekerjaan bebas. vi. Jumlah peredaran dari kegiatan usaha dan/atau penerimaan bruto dari pekerjaan bebas dalam suatu Tahun Pajak dihitung dengan cara menjumlahkan peredaran dan/atau penerimaan bruto dari bulan Januari sampai dengan Desember. vii. Wajib Pajak orang pribadi wajib menyimpan semua dokumen yang berkaitan dengan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, baik mengenai peredaran dan/atau penerimaan bruto maupun mengenai pembelian, biaya usaha, dan pengeluaran lainnya. Keterangan: Lampiran ini digunakan oleh Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas. b. Bentuk dan Tata Cara Pencatatan Penghasilan Yang Diterima Dari Luar Kegiatan Usaha dan/atau Pekerjaan Bebas Yang Merupakan Objek Pajak Yang Tidak Dikenai Pajak Bersifat Final (Penghasilan Lainnya) i. Pencatatan penghasilan lainnya meliputi pencatatan atas penghasilan bruto yang diterima, pencatatan biaya, dan penghasilan neto. ii. Penghasilan lainnya harus dicatat secara teratur dan kronologis menurut urutan waktu. iii. Bentuk Catatan penghasilan lainnya adalah seperti contoh di bawah ini: Penghasilan Lainnya Bulan . Tahun.. Tanggal (1) 1 Januari . . 31 Desember Uraian (2) . . . . Jumlah Petunjuk pengisian: Kolom 1 Kolom 2 Kolom 3 Kolom 4 Kolom 5 : diisi dengan tanggal penerimaan penghasilan lainnya. : diisi dengan uraian mengenai penghasilan lainnya, misalnya bunga, dividen atau bagian laba, royalti, sewa, hibah, warisan, atau hadiah dari undian dan penghargaan. : diisi dengan jumlah penghasilan lainnya bruto. : diisi dengan jumlah biaya yang terkait dengan penghasilan lainnya bruto. : diisi dengan jumlah penghasilan lainnya neto. disusun Djaka Saranta S.Edhy 24 Jumlah Bruto (Rp) (3) . . . . . Biaya (Rp) (4) Jumlah Neto (Rp) (5) .. .. .. .. .. Keterangan (6) .. .. .. .. ..

Kolom 6 iv.

: diisi dengan keterangan, misalnya telah dikenakan pajak yang bersifat final dan keterangan lain yang dianggap perlu.

Dalam hal WP yang melakukan kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas juga memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, penghasilan sehubungan dengan pekerjaan tersebut diklasifikasikan sebagai penghasilan lainnya sehingga harus dicatat dengan menggunakan formulir Penghasilan Lainnya sebagaimana dalam lampiran ini. v. Selain pencatatan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, dan c di atas, pencatatan penghasilan lainnya dapat pula dilakukan dengan cara menyimpan dokumen mengenai penghasilan lainnya tersebut secara teratur dan kronologis menurut waktu sesuai dengan jenis penghasilan masing-masing, misalnya dokumen mengenai penghasilan bunga, premium, dan diskonto disimpan dalam arsip tersendiri. vi. Pada tanggal 31 Desember, jumlah penghasilan lainnya disajikan sesuai dengan jenis penghasilan. vii. WP Orang Pribadi wajib menyimpan semua dokumen yang berkaitan dengan penghasilan lainnya, termasuk rekening koran bank, buku tabungan, fotokopi deposito atau sertifikat deposito, Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan/atau bukti pemotongan/pemungutan Pajak Penghasilan. Keterangan lampiran ini digunakan oleh: a. WP orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas; atau b. WP orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas dan juga memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan. c. Bentuk dan Tata Cara Pencatatan Penghasilan Bruto Yang Diterima oleh WP Orang Pribadi Yang Tidak Melakukan Kegiatan Usaha Dan/Atau Pekerjaan Bebas i. Penghasilan Bruto yang diterima oleh WP orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas meliputi penghasilan bruto sehubungan dengan pekerjaan yang diterima WP sendiri, isteri, dan anak/anak angkat yang belum dewasa, termasuk penghasilan yang diterima dari pemberi kerja yang tidak wajib memotong PPh Pasal 21 serta dari pemberi kerja yang bukan subjek pajak namun tidak dikecualikan untuk memotong PPh Pasal 21 kecuali: Penghasilan isteri dari satu pemberi kerja; Anak/anak angkat yang belum dewasa yang memperoleh penghasilan dari pekerjaan yang tidak ada hubungannya dengan usaha orang yang mempunyai hubungan istimewa. ii. Penghasilan Bruto yang diterima oleh WP orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas harus dicatat secara teratur dan kronologis menurut urutan waktu. iii. Pencatatan penghasilan bruto dapat dilakukan dengan catatan seperti contoh di bawah ini: Penghasilan Bruto Tahun 200... Tanggal(1)

Uraian(2)

Peng Bruto (Rp)(3)

Pengurang Pengh Bruto (Rp)(4)

Penghasilan Neto (Rp)(5)

Ket(6)

1 Januari ... ...

... ... ...

... ... ...

disusun Djaka Saranta S.Edhy 25

31 Desember

Jumlah

... ...

... ...

Petunjuk pengisian: Kolom Kolom Kolom Kolom 1 2 3 4 : : : : diisi dengan tanggal penerimaan penghasilan bruto. diisi dengan nama dan NPWP pemberi kerja atau pemberi penghasilan. diisi dengan jumlah penghasilan bruto. diisi dengan pengurang penghasilan bruto, misalnya : biaya jabatan/biaya pensiun, iuran pensiun/tabungan hari tua. : diisi dengan jumlah penghasilan neto. : diisi dengan uraian mengenai sumber penghasilan bruto, misalnya : gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, bunga, dividen atau bagian laba, royalti, sewa, hibah, warisan, hadiah dari undian dan penghargaan.

Kolom 5 Kolom 6

iv.

Bagi WP orang pribadi yang semata-mata menerima penghasilan dari pemberi kerja, menyimpan dokumen berupa formulir 1721-A1/1721-A2 tersebut sudah dapat dianggap melakukan pencatatan. v. Pada tanggal 31 Desember, jumlah penghasilan bruto disajikan sesuai dengan jenis penghasilan. vi. WP orang pribadi wajib menyimpan semua dokumen yang berkaitan dengan penghasilan bruto, termasuk rekening koran bank, buku tabungan, fotokopi deposito atau sertifikat deposito. Sertifikat Bank Indonesia, dan/atau bukti pemotongan/pemungutan Pajak Penghasilan. Keterangan: Lampiran ini digunakan oleh WP orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas. d. Bentuk dan Tata Cara Pencatatan Penghasilan yang Bukan Objek Pajak dan/atau Penghasilan Yang Pengenaan Pajaknya Bersifat Final i. Pencatatan Penghasilan Yang Bukan Objek Pajak Pencatatan penghasilan yang bukan objek pajak meliputi: Peredaran dan/atau penerimaan bruto dari kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas yang bukan merupakan objek pajak; Penghasilan bruto yang bukan dari kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas yang bukan merupakan objek pajak. Penghasilan yang bukan objek pajak harus dicatat secara teratur dan kronologis menurut urutan waktu. Bentuk catatan Penghasilan yang bukan objek pajak adalah seperti pada contoh di bawah ini: Peredaran atau Penerimaan Bruto dan/atau Penghasilan Bruto Tahun Tanggal(1)

Uraian(2)

Jumlah Bruto (Rp)(3)

Keterangan(4)

1 Januari 31 Desember

. . . . Jumlah

. . . . .

. . . . .

disusun Djaka Saranta S.Edhy 26

Petunjuk pengisian: Kolom 1 Kolom 2 : Diisi dengan tanggal penerimaan peredaran dan/atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto. : Diisi dengan uraian mengenai sumber dan jenis penghasilan yang bukan objek pajak, misalnya bantuan/sumbangan/ hibah, warisan, bagian laba anggota perseroan komanditer tidak atas saham, persekutuan, firma, kongsi dsbnya. : Diisi dengan jumlah (nilai rupiah) peredaran dan/atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto. : Diisi dengan keterangan yang dianggap perlu. Wajib Pajak orang pribadi wajib menyimpan semua dokumen yang berkaitan dengan peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto yang bukan merupakan objek pajak.

Kolom 3 Kolom 4

ii.

Pencatatan Penghasilan Yang Pengenaan Pajaknya Bersifat Final Pencatatan penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final meliputi: Penghasilan bruto dari kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas yang pengenaan pajaknya bersifat final; dan Penghasilan bruto yang bukan dari kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas yang pengenaan pajaknya bersifat final. Penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final harus dicatat secara teratur dan kronologis menurut urutan waktu. Bentuk catatan penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final adalah seperti pada contoh di bawah ini: Penghasilan Bruto Tahun .. Tanggal(1)

Uraian(2)

Dasar Pengenaan Pajak/Pengh Bruto (Rp)(3)

PPh Terutang (Rp)(4)

Keterangan(5)

1 Januari . . 31 Desember

Jumlah

. . . . .

Petunjuk pengisian: Kolom 1 Kolom 2 : Diisi dengan tanggal penerimaan penghasilan bruto. : Diisi dengan uraian mengenai sumber dan jenis penghasilan yang dikenakan pajak bersifat final, misalnya bunga deposito, tabungan, diskonto SBI, penjualan saham di bursa efek, hadiah undian, sewa tanah/bangunan, pengalihan hak atas tanah/bangunan dan sebagainya. : Diisi dengan jumlah (nilai rupiah) Dasar Pengenaan Pajak atau penghasilan bruto. : Diisi dengan PPh Final yang telah dipotong. Diisi dengan keterangan yang dianggap perlu.

Kolom 3 Kolom 4 Kolom 5

Wajib Pajak orang pribadi wajib menyimpan semua dokumen yang berkaitan dengan peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto yang bukan merupakan objek pajak. Keterangan lampiran ini digunakan oleh: disusun Djaka Saranta S.Edhy 27

a. b.

Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas; atau Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas.

SANKSI TIDAK MENYELENGGARAKAN PEMBUKUANApabila WP tidak menyelenggarakan atau tidak memenuhi kewajiban pembukuan seperti yang disyaratkan oleh Undang-undang maka kepadanya dapat dikenakan sanksi, antara lain : 1. 2. 3. Besarnya Pajak yang terhutang akan dihitung secara jabatan (SKP secara jabatan) ditambah dengan sanksi kenaikan 50% dari Pajak yang terhutang. Dipidana penjara selama-lamanya 6 (enam) tahun dan denda setinggi-tingginya empat kali jumlah pajak yang kurang atau tidak dibayar. Wajib Pajak yang menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata USD tanpa ijin tertulis Menteri Keuangan, maka seusai dengan Pasal Keputusan Menteri Keuangan No.330/KMK.04/1999 penghitungan pajaknya dilakukan dengan menerapkan Norma Penghitungan Penghasilan Netto sebagaiman dimaksud Pasal 14 ayat (6) UU PPh. Wajib Pajak yang telah mendapatkan ijin untuk menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata USD, tetapi pembukuannya tetap diselenggarakan dalam bahasa Indonesia dan mata uang Rupiah, maka seusai dengan Keputusan Menteri Keuangan No.330/KMK.04/1999 penghitungan pajaknya dilakukan dengan menerapkan Norma Penghitungan Penghasilan Netto sebagaiman dimaksud Pasal 14 ayat (6) UU PPh. Catatan : Sanksi sebagaimana dimaksud pada angka 4 tidak dikenakan apabila Wajib Pajak memberitahukan secara tertulis mengenai pembatalan/penundaan untuk menyelenggarakan pembukuan dalam pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata USD

4.

PERBANDINGAN ANTARA DAN PEMBUKUAN.NO AKUNTANSI

AKUNTANSI

KOMERSIAL

Perbandingan antara pembukuan dengan akuntansi komersial PEMBUKUAN Tujuan Untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terhutang. Standar Pembuatan Laporan Keuangan Peraturan perpajakan yang ditetapkan oleh DPR dan Pemerintah (UU, PP, Kep Men, Kep Dirjen Pajak, SE Dirjen Pajak) Bentuk Laporan Laporan keuangan, meliputi neraca, laba disusun Djaka Saranta S.Edhy 28 1 Tujuan . Memberikan informasi yg bermanfaat bagi para pengambil keputusan yg beragam mengenai posisi keuangan dan hasil operasi bisnis 2 Standar Pembuatan Laporan Keuangan . Dalam pembuatan laporan keuangan harus mengikuti prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku (di Indonesia dipakai Standar Akuntansi Keuangan yang dibuat oleh Ikatan Akuntan Indonesia ) 3 Bentuk Laporan . Laporan keuangan, meliputi neraca, laba rugi,

laporan perubahan posisi keuangan (laporan arus kas atau laporan arus dana), catatan atas laporan keuangan dan laporan lainnya Neraca terdiri dari Aktiva, Hutang dan Ekuitas Laba Rugi terdiri dari 4 Jangka Waktu Pelaporan . Laporan keuangan dapat dibuat per Periode. Sedang periode yang digunakan dapat dibuat per bulan, per kuartal, per semester per tahun tergantung kebutuhan pemakai laporan. 5 Pemakai Laporan Keuangan . Para manajer, Direksi, Pemegang Saham dan Pihak luar lainnya [Pajak, Pemberi Pinjaman (bank, kreditor lainnya), Investor dllnya]. 6 Badan yang melaporkan . Biasanya perusahaan yang dianggap sebagai satu kesatuan (organisasi). Di Indonesia sudah ada ketentuan tertentu bahwa untuk perusahaan yg mempunyai kekayaan tertentu laporan harus di audit oleh Akuntan Publik.

rugi, koreksi fiskal, dan SPT Tahunan Neraca terdiri dari Harta, Kewajiban/Utang dan Modal Laba Rugi terdiri dari Penjualan, Pembelian dan Biaya. Jangka Waktu Pelaporan Memakai periode tahun pajak atau tahun takwim (dari 1 Januari s.d 31 Desember)

Pemakai Laporan Keuangan Dirjen Pajak, Sebagai sarana untuk mengawasi kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Badan yang melaporkan Seluruh Wajib Pajak yang diwajibkan untuk melaksanakan kewajiban pembukuan

disusun Djaka Saranta S.Edhy 29