agresi militer belanda i dan agresi militer

18
Disusun oleh : Melania RJ XII acc Agresi Militer Belanda I dan Agresi Militer Belanda II

Upload: melaniarj

Post on 29-Jun-2015

1.738 views

Category:

Documents


24 download

TRANSCRIPT

Disusun oleh : Melania RJ

XII acc

Agresi Militer Belanda I dan Agresi Militer Belanda

II

Latar belakang

Tanggal 15 Juli 1947, van Mook mengeluarkan ultimatum agar supaya RI menarik mundur pasukan sejauh 10 km. dari garis demarkasi. Tentu pimpinan RI menolak permintaan Belanda ini.

Tuntutan Belanda :Supaya dibetuk pemerintahan federal sementara yang

akan berkuasa di seluruh Indonesia sampai pembentukan Republik Indonesia Serikat. Hal ini berarti Republik Indonesia ditiadakan.

Pembentukan gendermeri (pasukan Keamanann) bersama yang akan masuk ke daerah Republik Indonesia.

Agresi Militer Belanda I (Tanggal 21 Juli 1947)

Tujuan utama agresi Belanda adalah merebut daerah-daerah perkebunan yang kaya dan daerah yang memiliki sumber daya alam, terutama minyak. Namun sebagai kedok untuk dunia internasional, Belanda menamakan agresi militer ini sebagai Aksi Polisionil, dan menyatakan tindakan ini sebagai urusan dalam negeri.

Letnan Gubernur Jenderal Belanda, Dr. H.J. van Mook menyampaikan pidato radio di mana dia menyatakan, bahwa Belanda tidak lagi terikat dengan Persetujuan Linggajati.

Pada tanggal 27 Mei 1947, Belanda mengirimkan Nota Ultimatum, yang harus dijawab dalam 14 hari, yang berisi:

Membentuk pemerintahan ad interim bersama; Mengeluarkan uang bersama dan mendirikan lembaga devisa

bersama; Republik Indonesia harus mengirimkan beras untuk rakyat di

daerahdaerah yang diduduki Belanda; Menyelenggarakan keamanan dan ketertiban bersama,

termasuk daerah daerah Republik yang memerlukan bantuan Belanda (gendarmerie bersama); dan

Menyelenggarakan penilikan bersama atas impor dan ekspor

• Perdana Menteri Sjahrir menyatakan kesediaan untuk mengakui kedaulatan Belanda selama masa peralihan, tetapi menolak gendarmerie bersama. Jawaban ini mendapatkan reaksi keras dari kalangan parpol-parpol di Republik.

Serangan di beberapa daerah, seperti di Jawa Timur, bahkan telah dilancarkan tentara Belanda sejak tanggal 21 Juli malam, sehingga dalam bukunya, J. A. Moor menulis agresi militer Belanda I dimulai tanggal 20 Juli 1947. Belanda berhasil menerobos ke daerah-daerah yang dikuasai oleh Republik Indonesia di Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Fokus serangan tentara Belanda di tiga tempat, yaitu Sumatera Timur, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di Sumatera Timur, sasaran mereka adalah daerah perkebunan tembakau, di Jawa Tengah mereka menguasai seluruh pantai utara, dan di Jawa Timur, sasaran utamanya adalah wilayah di mana terdapat perkebunan tebu dan pabrik-pabrik gula.

Pada agresi militer pertama ini, Belanda juga mengerahkan kedua pasukan khusus, yaitu Korps Speciaale Troepen (KST) di bawah Westerling yang kini berpangkat Kapten, dan Pasukan Para I (1e para compagnie) di bawah Kapten C. Sisselaar. Pasukan KST (pengembangan dari DST) yang sejak kembali dari pembantaian di Sulawesi Selatan belum pernah beraksi lagi, kini ditugaskan tidak hanya di Jawa, melainkan dikirim juga ke Sumatera.

Agresi tentara Belanda berhasil merebut daerah-daerah di wilayah Republik Indonesia yang sangat penting dan kaya seperti kota pelabuhan, perkebunan dan pertambangan.

Pada 29 Juli 1947, pesawat Dakota Republik dengan simbol Palang Merah di badan pesawat yang membawa obat-obatan dari Singapura, sumbangan Palang Merah Malaya ditembak jatuh oleh Belanda dan mengakibatkan tewasnya Komodor Muda Udara Mas Agustinus Adisutjipto, Komodor Muda Udara dr. Abdulrahman Saleh dan Perwira Muda Udara I Adisumarmo Wiryokusumo.

Pada 9 Desember 1947, terjadi Pembantaian Rawagede dimana tentara Belanda membantai 431 penduduk desa Rawagede, yang terletak di antara Karawang dan Bekasi, Jawa Barat.

Berbagai reaksi bermunculan akibat agresi militer I. Belanda tidak menyangka apabila Amerika Serikat dan Inggris memberikan reaksi yang negatif. Australia dan India mengajukan masalah Indonesia ini ke Dewan Keamanan PBB. Pada tanggal 4 Agustus 1947, PBB mengeluarkan perintah penghentian tembak menembak. Untuk mengawasi gencatan senjata, PBB membentuk Komisi Tiga Negara (KTN). Anggota KTN ada tiga negara yaitu:

a. Belgia (dipilih oleh Belanda) dipimpin oleh Paul van Zeeland;

b. Australia (dipilih oleh Indonesia) dipimpin oleh Richard Kirby; dan

c. Amerika Serikat (dipilih oleh Indonesia dan Belanda) dipimpin Dr. Fran Graham.

Tugas utama KTN adalah mengawasi secara langsung penghentian tembak-menembak sesuai dengan Resolusi Dewan Keamanan PBB. Dengan demikian masalah Indonesia menjadi masalah internasional. Secara diplomatis jelas sangat menguntungkan Indonesia.

KTN berhasil mempertemukan Indonesia dengan Belanda dalam Perjanjian Renville. Selain itu juga mengembalikan para pemimpin Republik Indonesia yang ditawan Belanda di Bangka.

Gambar – gambar pada saat agresi militer Belanda II

Agresi Militer Belanda II atau Operasi Gagak terjadi pada 19 Desember 1948 Belanda di bawah koordinasi Dr. Bell melancarkan agresi militer ke-2. diawali dengan serangan terhadap Yogyakarta, ibu kota Indonesia saat itu, serta penangkapan Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir dan beberapa tokoh lainnya. Jatuhnya ibu kota negara ini menyebabkan dibentuknya Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatra yang dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara.

Pada hari pertama Agresi Militer Belanda II, mereka menerjunkan pasukannya di Pangkalan Udara Maguwo dan dari sana menuju ke Ibukota RI di Yogyakarta. Kabinet mengadakan sidang kilat. Dalam sidang itu diambil keputusan bahwa pimpinan negara tetap tinggal dalam kota agar dekat dengan Komisi Tiga Negara (KTN) sehingga kontak-kontak diplomatik dapat diadakan.

Agresi Militer Belanda II ( Tanggal 19 Desember 1948)

Dalam serangan ini belanda berhasil menawan presiden, wakil presiden, dan beberapa pejabat tinggi lainnya. Presiden Soekarno diterbangkan ke prapat dan kemudian wakil presiden Hatta wakil ke Bangka.

Kendati demikian, sebelum para pemimpin republik ditawan, presiden soekarno masih sempat memimpin siding cabinet secara singkat. Hasil sidang cabinet tersebut adalah :

Pemerintah republik Indonesia memberi mandate melalui radiogram kepada mentri kemakmuran Mr. Syafarudin Prawiranegara untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukit Tinggi, Sumatera.

Presiden dan Wakil Prsiden tetap tingal di dalam kota agar tetap dekat dengan KTN dengan resiko di tawan Belanda.

Pimpina TNI akan menyingkir keluar kota untuk melaksanakan perang Geriliya dengan membentuk wilayah komando di Jawa dan Sumatera.

Gambar – gambar pada saat agresi militer Belanda II

Terima kasih