adsorpsi ion logam pb(ii) pada membran selulosa-khitosan terikat

16
© Kimia ITS – HKI Jatim 9 Akta Kimindo Vol. 2 No. 1 Oktober 2006: 9 – 24 AKTA KIMIA INDONESIA Adsorpsi Ion Logam Pb(II) Pada Membran Selulosa-Khitosan Terikat Silang* Bimbing Herwanto dan Eko Santoso** Laboratorium Kimia Fisika Jurusan Kimia, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Kampus ITS Keputih, Surabaya 60111 ABSTRAK Membran komposit selulosa-khitosan terikat silang dibuat dengan cara melapisi kertas saring Whatman Grade 4 dengan larutan khitosan dan glutaraldehid 0,02% sebagai agen pengikat silangnya. Konsentrasi larutan khitosan divariasi dengan larutan khitosan 1%, 2% dan 3%. Pengaruh zat PEG (Piloetilen glikol) sebagai zat porogen juga diamati dengan menambahkan 5% PEG dan 10% PEG ke dalam larutan khitosan 3%. Adsorpsi ion Pb(II) pada membran selulosa-khitosan terikat silang dilakukan dalam proses rendam. Adsorpsi logam Pb(II) dilakukan pada suhu kamar dengan pH 5 sebagai pH optimal dengan rentang konsentrasi 100-1000 ppm. Model isoterm adsorpsi logam Pb(II) dikaji dengan 2 model isoterm yaitu isoterm Langmuir dan Freundlich. Model isoterm yang sesuai dengan data eksperimen diuji dengan metode regresi linier. Data menunjukkan bahwa adsorpsi logam Pb(II) sesuai dengan model isoterm Freundlich. Kapasitas adsorpsi terbesar dihasilkan pada membran selulosa-khitosan 1% dan kapasitas adsorpsi terendah dihasilkan pada membran selulosa-khitosan 3% dengan PEG 10%. Hasil menunjukkan bahwa kadar khitosan 1% memiliki kapasitas adsorpsi yang terbesar pada membran komposit selulosa- khitosan terikat silang dan penambahan kadar PEG dapat menurunkan kapasitas adsorpsi pada membran komposit selulosa-khitosan terikat silang. Kata kunci : Membran khitosan selulosa-kitosan terikat silang, adsorpsi isoterm, kapasitas adsorpsi ABSTRACT The cellulose-cross linked chitosan composite membranes have been prepared by coating chitosan solution onto the grade 4 Whatman filter paper and glutaraldehide as a cross linking agent. The concentrations of chitosan solution were varied 1%, 2%, and 3%. Effect of polyethylene glycol (PEG) as a porogen agent was studied by the addition of 5% and 10% of PEG respectively into the chitosan solution 3%. The adsorption of Pb (II) ions by the cellulose-cross linked chitosan membrane was done in a batch process. The adsorption of Pb (II) metal was done at the room temperature and pH 5 as a optimum pH. The concentration range of Pb (II) was varied 100-1000 ppm. The isotherm adsorption model of Pb (II) was studied by both the isotherm model of Langmuir and Freundlich. The isotherm model was in accordance with the data of experiment by the regression linear method. The experiment data showed that the adsorption of Pb (II) more suitable to the Freundlich isotherm model. The highest capacity of adsorption was show by the cellulose-chitosan 1% membrane and the lowest capacity adsorption was showed by the cellulose-chitosan 3% membrane with PEG 10%. The results showed that the concentration 1% of chitosan gave the highest adsorption capacity of cellulose-cross linked chitosan membrane and the addition of PEG decreased the adsorption capacity of cellulose-cross linked chitosan membrane. Keywords : cellulose-cross linked chitosan composite membranes, isoterm adsorption, capacity of adsorption * Makalah ini disajikan pada Seminar Nasional Kimia VIII, di Surabaya 8 Agustus 2006 ** Corresponding author Phone : 031-5943353-; Fax : 031- 5928314-; e-mail: -

Upload: doanxuyen

Post on 31-Dec-2016

234 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

© Kimia ITS – HKI Jatim 9

Akta Kimindo Vol. 2 No. 1 Oktober 2006: 9 – 24

AKTA KIMIA INDONESIA

Adsorpsi Ion Logam Pb(II) Pada Membran Selulosa-Khitosan Terikat Silang*

Bimbing Herwanto dan Eko Santoso**

Laboratorium Kimia Fisika Jurusan Kimia, Institut Teknologi Sepuluh Nopember,

Kampus ITS Keputih, Surabaya 60111

ABSTRAK Membran komposit selulosa-khitosan terikat silang dibuat dengan cara melapisi kertas saring

Whatman Grade 4 dengan larutan khitosan dan glutaraldehid 0,02% sebagai agen pengikat silangnya. Konsentrasi larutan khitosan divariasi dengan larutan khitosan 1%, 2% dan 3%. Pengaruh zat PEG (Piloetilen glikol) sebagai zat porogen juga diamati dengan menambahkan 5% PEG dan 10% PEG ke dalam larutan khitosan 3%. Adsorpsi ion Pb(II) pada membran selulosa-khitosan terikat silang dilakukan dalam proses rendam. Adsorpsi logam Pb(II) dilakukan pada suhu kamar dengan pH 5 sebagai pH optimal dengan rentang konsentrasi 100-1000 ppm. Model isoterm adsorpsi logam Pb(II) dikaji dengan 2 model isoterm yaitu isoterm Langmuir dan Freundlich. Model isoterm yang sesuai dengan data eksperimen diuji dengan metode regresi linier. Data menunjukkan bahwa adsorpsi logam Pb(II) sesuai dengan model isoterm Freundlich. Kapasitas adsorpsi terbesar dihasilkan pada membran selulosa-khitosan 1% dan kapasitas adsorpsi terendah dihasilkan pada membran selulosa-khitosan 3% dengan PEG 10%. Hasil menunjukkan bahwa kadar khitosan 1% memiliki kapasitas adsorpsi yang terbesar pada membran komposit selulosa-khitosan terikat silang dan penambahan kadar PEG dapat menurunkan kapasitas adsorpsi pada membran komposit selulosa-khitosan terikat silang. Kata kunci : Membran khitosan selulosa-kitosan terikat silang, adsorpsi isoterm, kapasitas adsorpsi ABSTRACT

The cellulose-cross linked chitosan composite membranes have been prepared by coating chitosan solution onto the grade 4 Whatman filter paper and glutaraldehide as a cross linking agent. The concentrations of chitosan solution were varied 1%, 2%, and 3%. Effect of polyethylene glycol (PEG) as a porogen agent was studied by the addition of 5% and 10% of PEG respectively into the chitosan solution 3%. The adsorption of Pb (II) ions by the cellulose-cross linked chitosan membrane was done in a batch process. The adsorption of Pb (II) metal was done at the room temperature and pH 5 as a optimum pH. The concentration range of Pb (II) was varied 100-1000 ppm. The isotherm adsorption model of Pb (II) was studied by both the isotherm model of Langmuir and Freundlich. The isotherm model was in accordance with the data of experiment by the regression linear method. The experiment data showed that the adsorption of Pb (II) more suitable to the Freundlich isotherm model. The highest capacity of adsorption was show by the cellulose-chitosan 1% membrane and the lowest capacity adsorption was showed by the cellulose-chitosan 3% membrane with PEG 10%. The results showed that the concentration 1% of chitosan gave the highest adsorption capacity of cellulose-cross linked chitosan membrane and the addition of PEG decreased the adsorption capacity of cellulose-cross linked chitosan membrane. Keywords : cellulose-cross linked chitosan composite membranes, isoterm adsorption, capacity of

adsorption

* Makalah ini disajikan pada Seminar Nasional Kimia VIII, di Surabaya 8 Agustus 2006 ** Corresponding author Phone : 031-5943353-; Fax : 031-5928314-; e-mail: -

Bimbing dan Eko-Adsorpsi Ion Logam Pb(II) Pada Membran Selulosa-Khitosan Terikat Silang

10 © Kimia ITS – HKI Jatim

PENDAHULUAN

Logam dapat membahayakan bagi kehidupan manusia jika konsentrasi melebihi batas ambang yang diijinkan. Air limbah dari perindustrian dan pertambangan merupakan sumber utama polutan logam berat. Namun demikian, meskipun konsentrasinya belum melebihi batas ambang, keberadaan logam berat telah diketahui bersifat akumulatif dalam sistem biologis (Quek dkk., 1998).

Berbagai metoda telah dikembangkan untuk memisahkan logam berat dari air limbah, antara lain meliputi metoda pengendapan kimia, filtrasi mekanik, penukar ion, elektrodeposisi, oksidasi reduksi, sistem membran, dan adsorpsi fisik. Namun masing-masing metoda tersebut secara inheren mempunyai kelebihan dan keterbatasan. Beberapa tahun terakhir telah dilakukan penelitian seputar polimer alam (biopolimer) yang mampu mengikat logam berat limbah melalui pembentukan senyawa kompleks sehingga biopolimer dapat berfungsi sebagai adsorben untuk memisahkan logam berat dari air meskipun konsentrasinya sangat rendah. Salah satu biopolimer yang saat ini banyak diteliti sebagai adsorben logam berat dari air limbah adalah khitosan. Khitosan adalah poli 2-Amino-2-Deoksi-β-D-Glukosa, merupakan turunan dari khitin, poli-β-N-asetil-D-glukosamin, yang merupakan suatu amino polisakarida alami paling berlimpah di alam, merupakan biopolimer yang terdapat pada bahan pendukung (kulit cangkang) binatang moluska, krustakhea, dan insekta. Khitosan didapatkan melalui proses deasetilasi dari khitin, dimana gugus asetil pada khitin, oleh hidrogen diubah menjadi gugus amin dengan penambahan larutan basa kuat berkonsentrasi tinggi ( Planas, 2002; Bastaman, dkk., 1990 ) Kitosan mempunyai kelarutan yang baik dalam asam-asam organik encer, sedangkan kitin tidak larut dalam air dan kebanyakan pelarut organik, larut dalam heksafloroaseton, heksafloro isopropanol dan dimetilasetamid yang mengandung 5% LiCl. Terkait dengan kelarutan tersebut, kitosan menjadi lebih menarik dan mempunyai aplikasi yang lebih luas daripada kitin (Kumar, 2000). Keberadaan gugus amida dalam khitin dan gugus amina dalam khitosan telah menjadikan khitin dan khitosan sebagai adsorben yang mampu mengikat logam berat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa khitosan dapat mengikat logam berat 4 sampai 5 kali lebih besar dari khitin. Hal ini terkait dengan adanya gugus amina terbuka sepanjang rantai khitosan (Yang and Zall, 1984) sehingga khitosan lebih mudah berinteraksi dengan larutan berpelarut air ( lebih hidrofilik ) dari pada khitin (Kumar, 2000). Kemampuan khitosan membentuk senyawa komplek dengan logam berat telah mendorong

lahirnya banyak penelitian seputar adsorpsi logam berat pada khitosan murni dan khitosan termodikasi. Khitosan murni pada umumnya digunakan sebagai biosorben logam berat dalam bentuk serpihan ( flakes ) (Jonsson-Charrier dkk., 1996) dan serbuk ( powder ) (Lima and Airoldi, 2000), sedangkan bentuk khitosan termodifikasi meliputi khitosan ikatsilang (Cao dkk., 2002), dan dipadukan dengan material pendukung alumina menjadi komposit alumina khitosan (Boddu and Smith, 2002). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan adsorpsi khitosan terhadap logam berat sangat dipengaruhi oleh sifat fisika-kimiawi khitosan. Khitosan tak berikat silang mempunyai kapasitas adsorpsi lebih besar dari pada khitosan berikat silang, tetapi khitosan berikat silang mempunyai ketahanan fisik terhadap asam yang lebih baik dari pada khitosan tak berikat silang (Wan Ngah dkk., 2002). Serbuk khitosan dengan ukuran partikel yang lebih kecil mempunyai kapasitas adsorpsi yang lebih besar dari pada serbuk dengan ukuran partikel lebih besar (Karthikeyan dkk., 2004). Selain itu, pola isoterm adsorpsi logam berat pada khitosan, yaitu Langmuir dan Freundlich, sangat dipengaruhi oleh jenis logam berat yang diamati (Wan Ngah dkk., 2002). Penelitian ini mengkaji kesetimbangan isoterm adsorpsi ion logam berat Pb(II) pada membran komposit selulosa-khitosan berikatsilang, dimana khitosan sebagai bahan aktif adsorben dan selulosa berfungsi sebagai material pendukung. Selulosa dipilih sebagai bahan pendukung karena termasuk bahan biopolimer dengan struktur kimiawi yang mirip dengan khitosan, dimana kemiripan struktur kimiawi khitosan dan selulosa akan menjadikan kedua biopolimer bersifat kompatibel dan mempunyai gaya adhesi yang baik. Bahan selulosa yang digunakan dalam penelitian ini adalah kertas saring Whatman grade 4 dengan diameter retensi partikel 20-25 mm. Sebagai agen pengikat silang akan digunakan glutaraldehid 0,02% dan sebagai bahan pembentuk pori pada membran akan digunakan polietilen glikol 5-10%. Membran komposit akan dibuat dengan cara melapisi permukaan selulosa (kertas saring) dengan khitosan berikatsilang. Ketebalan lapisan khitosan pada permukaan selulosa akan divariasi dengan mengatur konsentrasi khitosan 1% - 3% dalam larutan asam asetat 1%. Isoterm adsorpsi logam berat pada komposit selulosa-khitosan berikat silang dilakukan dengan sistem rendam, yakni komposit akan direndam dalam larutan logam dengan varasi konsentrasi 100-1000 ppm pada suhu kamar selama 24 jam sehingga terjadi kesetimbangan adsorpsi. Jumlah logam yang tidak terserap oleh komposit, diukur dengan

Akta Kimindo Vol. 2 No. 1 Oktober 2006 : 9-24

© Kimia ITS – HKI Jatim 11

spektrofotometer serapan atom. Untuk mendapatkan adsorpsi yang optimum maka pH larutan logam akan divariasi antara 2-6. Isoterm adsorpsi logam berat pada membran komposit selulosa-khitosan berikatsilang akan diuji dengan dua model isoterm adsorpsi, yaitu Langmuir dan Freundlich, menggunakan metoda regresi linear dan kapasitas adsorpsi membran kompossit selulosa-khitosan berikat silang akan dihitung berdasarkan model isoterm yang sesuai setelah diuji dengan metoda regresi linear.

Tujuan penelitian ini adalah mengkaji pengaruh kadar khitosan dan pengaruh kadar PEG pada membran komposit terhadap pola isoterm adsorpsi dan kapsitas adsorpsi logam Pb(II) pada membran komposit selulosa-khitosan berikatsilang.

METODOLOGI PERCOBAAN Alat

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah labu berleher tiga, kondensor, pemanas, termometer, spektrofotometer JASCO FT/IR 5300, beaker glass 1000 ml, beaker glass 2000 ml, gelas ukur, corong buchner, pengaduk, stirer, oven pengering, labu pengenceran 500 ml, kertas pH universal, gelas arloji, tabung gas nitrogen, alat refluks, viskometer oswald, erlenmeyer, ayakan 325 mesh, lumpang porselen besar, alu, kertas saring Whatman grade4 dan pompa vakum. Bahan

Bahan-bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah serbuk limbah udang, NaOH, larutan HCl, aquades, aquabides, gas nitrogen, asam asetat glasial, PEG (poli etilen glikol), gluteraldehid, padatan logam Pb(NO3)2 dan larutan HNO3 1% .

PROSEDUR KERJA Isolasi Khitin Dari Limbah Udang

Kulit udang dicuci dan dikeringkan lalu digiling dengan stone ware sampai halus kemudian dilakukan pengayakan dengan ukuran 325 mesh. Cuplikan serbuk udang ditambah larutan NaOH dengan perbandingan 1:10 (w/v) dimasukkan ke dalam bejana yang dilengkapi pengaduk dan termometer yang diletakkan pada penangas. Campuran dipanaskan selama 2 jam pada suhu 65 0C sambil diaduk lalu didinginkan pada suhu kamar dan dicuci dengan aquades hingga netral. Larutan disaring sehingga diperoleh residu, selanjutnya dioven pada temperatur 100 0C hingga kering. Residu kering yang diperoleh ditambah larutan HCl 1N dengan perbandingan 1:15 (w/v) dimasukkkan ke beker gelas didiamkan selama 30 menit pada suhu kamar. Setelah itu dicuci sampai netral dengan aquades lalu disaring dengan corong Buchner. Hasil yang

diperoleh dikeringkan pada suhu 100 0C dan dikarakterisasi dengan FTIR. Transformasi Khitin Menjadi Khitosan Serbuk khitin dimasukkan ke labu gelas leher tiga yang dilengkapi dengan termometer (skala 300 0C) dan pengaduk magnetik (ukuran 3 cm). Ke dalam labu tersebut dimasukkan larutan NaOH 50% dengan perbandingan 1:10 (w/v) . Labu ditaruh dalam penangas air yang diletakkan di atas hotplate yang mempunyai pengatur kecepatan putar terhadap magnet stirer yang telah dimasukkan dalam labu. Kemudian dilakukan proses refluks khitin pada temperatur 1000C sambil dialirkan gas N2 selama 1 jam. Setelah itu larutan didinginkan lalu dicuci dengan aquades sampai pH netral. Larutan yang diperoleh kemudian disaring, residu dikeringkan dalam oven pada suhu 100 0C. Proses refluk diulangi setiap satu jam selama lima kali. Hasil yang diperoleh dikarakterisasi dengan FTIR dan viskometer. Karakterisasi Viskometer Dengan Metode Viskositas.

Pembuatan larutan buffer yaitu : 0,3 M asam asetat dicampurkan dengan 0,1 M NaOH, selanjutnya larutan buffer diuji dengan viskometer. Pada tahap berikutnya larutan buffer ditambahkan dengan 0,3 g khitosan, distirer hingga khitosan terlarut lalu diuji dengan viskometer. Demikian juga dilakukan pada larutan buffer dengan 0,35 g ; 0,4 g ; 0,4 g dan 0,5 g khitosan. Preparasi Larutan Khitosan Dan Larutan Khitosan-PEG

Untuk larutan khitosan, sebanyak 1% khitosan ditambahkan dalam asam asetat 1%. Larutan kemudian dicampur sampai homogen dengan stirer. Perlakuan tersebut diulang dengan khitosan 2% dan khitosan 3%

Untuk larutan khitosan-PEG, sebanyak 3% khitosan ditambahkan dalam asam asetat 1%. Kemudian ditambah dengan larutan PEG 5% dengan rasio 1:1 (v/v). Larutan kemudian dicampur sampai homogen dengan stirer. Perlakuan tersebut diulangi dengan larutan PEG 10 %. Preparasi Membran Selulosa Khitosan Ikat Silang

Kertas saring Whatman grade 4 (sebelumnya dipotong menjadi 8 bagian yang sama besar selanjutnya ditimbang ) lalu direndam dalam larutan khitosan (1%, 2%, 3%, 3% PEG5% dan 3% PEG 10%) selama 30 menit . Setelah itu diambil dan direndam dalam larutan NaOH 1 M selama 24 jam. Kemudian diambil dan dicuci dengan aquades sampai netral. Selanjutnya direndam dalam gluteraldehid 0,02% selama 24 jam.. Hasil yang diperoleh dicuci

Bimbing dan Eko-Adsorpsi Ion Logam Pb(II) Pada Membran Selulosa-Khitosan Terikat Silang

12 © Kimia ITS – HKI Jatim

dengan aquades lalu dikeringkan dan ditimbang, lalu diuji dengan SEM, diukur ketebalan dan porositasnya.

Pada uji porositas ini, digunakan piknometer yang mempunyai volume 25,237 ml selanjutnya piknometer diisi aquades dan ditimbang. Kemudian membran komposit direndam dalam aquades selama 24 jam, selanjutnya masing-masing membran komposit dipotong –potong kemudian dimasukkan ke dalam piknometer dan ditimbang.

Prosentase porositas dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :

%porositas = volume air terserap x 100 % volume membran

={[(wmb)-(wk)]/ρ air} x 100% (vm)

dimana , volume membran (vm) = v pikno (25,237 ml) – volume air (va) keterangan : wmb = berat membran basah wk = berat membran kering Adsorpsi Logam Berat. Penentuan pH Optimal.

Sebanyak 25 ml larutan logam Pb(II) 100 ppm diturunkan sampai pH 2 (dilakukan dengan penambahan HCl). Kemudian dimasukkan membran komposit (dengan perlakuan khitosan 3%) sambil direndam selama 24 jam. Larutan kemudian dianalisa dengan AAS. Perlakuan tersebut diulang dengan variasi pH 3, 4, 5, dan 6. Pengaruh Kadar Khitosan pada Membran

Sebanyak 25 ml larutan logam Pb(II) 100 ppm pada pH optimal ditambahkan membran komposit (perlakuan khitosan 1%) dan direndam dalam larutan logam selama 24 jam. Larutan logam kemudian dianalisa dengan AAS. Perlakuan tersebut diulang dengan konsentrasi larutan logam 200-1000 ppm. Prosedur tersebut juga dilakukan untuk khitosan 2% dan 3%.

Pengaruh Kadar Porogen (PEG).

Sebanyak 25 ml larutan logam Pb(II) 100 ppm pada pH optimal ditambahkan membran komposit (perlakuan khitosan 3%, 5% PEG) dan direndam dalam larutan logam selama 24 jam. Larutan logam kemudian dianalisa dengan AAS. Perlakuan tersebut diulang dengan konsentrasi larutan logam 200-1000 ppm. Prosedur tersebut juga dilakukan untuk khitosan 3%, 10% PEG.

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi Khitin dari Limbah Udang.

Pada penelitian ini pembuatan khitin diperoleh dari limbah udang berupa kulit udang. Tahap awal isolasi khitin dari limbah udang adalah proses deproteinasi yang berfungsi untuk menghilangkan kandungan proteinnya dengan cara serbuk udang yang berwarna coklat muda kekuningan dicampurkan ke dalam larutan NaOH 3,5% pada temperatur 65 0C. Langkah selanjutnya adalah proses dimineralisasi dimana serbuk limbah udang yang telah dideproteinnasi tersebut dicampurkan dengan larutan HCl yang berfungsi untuk menghilangkan senyawa anorganik dalam kulit udang. Kandungan mineral yang utama adalah CaCO3 (40–50 %) dan sedikit Ca3(PO4)2. Garam tersebut dapat dihilangkan dengan menggunakan larutan HCl. Reaksi yang terjadi dapat digambarkan sebagai berikut :

CaCO3 + 2 HCl → H2CO3 + CaCl2 H2CO3 → CO2 + H2O

Tahapan ini berakhir dengan ditandai

seluruh serbuk telah mengendap dan sudah tidak terbentuk lagi busa. Serbuk yang diperoleh dicuci dengan aquades sampai pH netral dengan ditandai tampilan fisik filtrat bening agak keputih – putihan. Larutan kemudian disaring hingga diperoleh residu berupa khitin yang selanjutnya dikeringkan dalam oven pada temperatur 100 0C sampai tidak ada lagi kandungan airnya. Pada tahap ini diperoleh khitin yang berwarna coklat muda kekuningan.

Transformasi Khitin Menjadi Khitosan

Transformasi khitin menjadi khitosan merupakan proses terlepasnya asetil pada gugus amida hingga menjadi gugus amina. Perbandingan gugus amida dan gugus amina pada rantai polimer tersebut biasa disebut dengan derajat diasetilasi. Pada proses ini khitin direfluks dengan dialiri gas N2 yang bertujuan untuk menghindari terjadinya oksidasi pada saat reaksi berlangsung. Pada proses diasetilasi khitin menjadi khitosan dalam penelitian ini dibuat bertahap tiap satu jam sebanyak lima kali. Hasil refluks jam pertama diambil dan kembali direfluks dengan kondisi yang sama hingga didapat khitosan refluks setiap satu jam selama lima kali. Mekanisme reaksi deasetilasi khitin menjadi khitosan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.

Akta Kimindo Vol. 2 No. 1 Oktober 2006 : 9-24

© Kimia ITS – HKI Jatim 13

Gambar 1. Mekanisme reaksi deasetilasi khitin menjadi khitosan

Gambar 2. Spektra FTIR khitin

Pada proses refluks pertama, campuran berwarna coklat gelap dengan bau asetat yang cukup menyengat, namun pada proses refluks selanjutnya warna campuran semakin memudar menjadi coklat muda dan bau asetatnya semakin menghilang. Pada tahap ini diperoleh hasil refluks setiap satu jam selama lima kali untuk dianalisa dengan FTIR dan sebagian besar hasil khitosan ini digunakan untuk preparasi membran. Data Hasil Spektra FTIR Setelah diperoleh khitin dan khitosan dari hasil refluks setiap satu jam selama lima kali tersebut, kemudian dilakukan karakterisasi dengan FTIR. Adapun hasil karakterisasi khitin dapat dilihat pada Gambar 2. Dari Gambar 2. dapat dihitung besarnya derajat deasetilasi pada khitin dan untuk mengetahui besarnya

prosentase derajat diasetilasi digunakan metode Base Line dimana A1 diambil dari spektra amida sekunder (1645 cm-1), sedangkan A2 diambil dari spektra hidroksil (3450 cm-1). Besarnya derajat deasetilasi khitin sebesar 51,281% .Pada hasil karakterisasi khitosan hasil refluks satu jam selama lima kali ditunjukkan pada Gambar 3. Dari Gambar 3 tersebut dapat ditentukan besarnya derajat deasetilasi pada khitosan satu jam selama lima kali.

Besarnya prosentase derajat deasetilasi dihitung dengan menggunakan metode base line yaitu sebesar 85,61% . Khitosan hasil refluks setiap satu jam selama lima kali ini mempunyai nilai derajat deasetilasi yang cukup tinggi yang selanjutnya hasil khitosan tersebut digunakan untuk preparasi membran.

O

CH 2 OH

O

N OH

CH 3

O

CH 2 OH

O

N O -

HCH 3

O

CH 2 OH

O

NH 2

O

H 3 C

O

CH 2 OH

O

N O -

HCH 3

OH -

HO OH -

- O

O -O H - + +

O

CH 2 OH

O

N OH

CH 3

+ OH -

KHITIN

KHITOSAN

T > 6 5 0 C

n

n n

nn

Bimbing dan Eko-Adsorpsi Ion Logam Pb(II) Pada Membran Selulosa-Khitosan Terikat Silang

14 © Kimia ITS – HKI Jatim

Data Hasil Pengukuran Viskositas Hasil data pengukuran dengan metode

viskositas pada viskometer kapiler Oswald digunakan untuk menghitung massa molekul rata-rata polimer khitosan. Pada penentuan besarnya viskositas ini, dibuat terlebih dahulu larutan buffer yaitu : 0,3 M asam asetat dicampurkan dengan 0,1 M NaOH, selanjutnya larutan buffer diuji dengan viskometer. Pada tahap berikutnya larutan buffer ditambahkan dengan 0,3 g khitosan, distirer hingga khitosan terlarut lalu diuji dengan viskometer. Demikian juga dilakukan pada larutan buffer dengan 0,35 g ; 0,4 g dan

0,5 g khitosan, sehingga diperoleh hasil data sebagai berikut : Pada larutan Buffer : to1 = 12,2 s ; to2 = 12,1 s ; to3 = 12 s ;to rata-rata = 12,1 s.

Dari tabel 1, kita bisa mengetahui nilai viskositas intrinsik (η) yang diperoleh melalui kurva ηsp/c (viskositas tereduksi) vs c kemudian dicari dari harga intersepnya. Hubungan viskositas intrinsik dengan massa molekul rata-rata viskositas dinyatakan dengan persamaan Mark-Houwink-Sakurada [η] = K.Mv a

Gambar 3. Spektra FTIR khitosan

Tabel 1. Viskositas tereduksi khitosan

C T t rata-rata t/to -1 =(ηsp) ηsp/c

0,3 17; 16,6; 17,2; 17 16,95 0,400826 1,336088

0,35 18,3; 18; 18; 18,4 18,175 0,502066 1,434475

0,4 19,4;19,5;19,1;19 19,4 0,603306 1,508264

0,45 21; 21; 21; 21 21 0,735537 1,634527

0,5 22; 22; 22; 22 22 0,818182 1,636364

Akta Kimindo Vol. 2 No. 1 Oktober 2006 : 9-24

© Kimia ITS – HKI Jatim 15

Adapun grafik antara ηsp/c vs c adalah sebagai berikut :

y = 1,6012x + 0,8695

R2 = 0,9506

00,20,40,60,8

11,21,41,61,8

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6

c

visk

osita

s te

redu

ksi

Gambar 4. Viskositas tereduksi khitosan

Dari persamaan garis Gambar 4 bisa diketahui intersepnya: [η] = 0,8695, dengan persamaan Mark-Hauwink-Sakurada tersebut dapat diketahui besarnya massa molekul rata-rata khitosan, dimana K dan a adalah konstanta Mark-Hauwink-Sakurada. Untuk larutan khitosan harga K adalah 1,424.10 -3 dan harga a adalah 0,96 sehingga nila Mv bisa diketahui sebagai berikut:

Mv = 0,8695 1/0,96 1,424.10-3

Mv = 797,687 g/mol Jadi massa molekul rata-rata viskositas dari khitosan sebesar 797,687 g/mol. Preparasi Larutan Khitosan Dan Larutan Khitosan-PEG

Pada pembuatan larutan khitosan digunakan larutan asam asetat 1% yang berfungsi sebagai pelarut. Dalam hal ini untuk pembuatan larutan khitosan 1% digunakan 2 g khitosan dalam 200 ml larutan asam asetat 1%, lalu larutan tersebut distirer sampai homogen. Demikian juga dilakukan pada larutan khitosan 2% dan 3%. Pada larutan khitosan 3 % lebih kental daripada larutan khitosan 2% dan 1%, dimana hal ini dipengaruhi oleh besarnya kandungan khitosannya. Pada pembuatan larutan khitosan dengan PEG ini, digunakan khitosan 3% dan ditambahkan PEG sebanyak 5%, demikian juga dilakukan pada larutan khitosan PEG 10%. Pada larutan khitosan 3%-PEG 10 % ini merupakan larutan paling kental dan agak sukar larut dibandingkan dengan larutan khitosan 1%, 2%, 3% dan 3%-PEG 5%, hal ini dipengaruhi oleh besarnya kandungan PEG.

Preparasi Membran Khitosan-Selulosa Terikat Silang Pada proses pembuatan membran khitosan –selulosa terikat silang ini dibuat dengan sistem Batch yaitu dengan merendam kertas saring dalam larutan khitosan. Pada pembuatan membran komposit ini digunakan kertas saring Whatman Grade 4 yang telah dipotong-potong, Selanjutnya masing-masing potongan ditimbang, dan direndam dalam larutan khitosan 1%, 2%, 3%, 3%-PEG 5% dan 3%-PEG 10% selama 30 menit, supaya larutan khitosan menempel sempurna pada selulosa (kertas saring). Kemudian masing-masing potongan tersebut diambil lalu direndam dalam larutan NaOH 1 M selama 24 jam, dimana dalam hal ini NaOH berfungsi sebagai koagulan. Setelah itu diambil dan dicuci dengan aquades sampai pH netral. Tahap berikutnya direndam dalam gluteraldehid 0,02% selama 24 jam yang berfungsi sebagai agen pengikat silang, kemudian dicuci dengan aquades lalu dikeringkan dan diperoleh membran komposit. Pada tahap berikutnya membran komposit khitosan terikat silang tersebut dianalisa dengan SEM, diukur ketebalan dan porositasnya. Analisa SEM

Pada analisa SEM ini digunakan alat JSM T100 dengan perbesaran 1000 kali dan diperoleh data pada Gambar 5. Dari Gambar 5 ditunjukkan bahwa pada membran komposit khitosan-selulosa terikat silang K1% mempunyai bentuk pori dan situs spesifik yang menyebar serta lebih banyak dibandingkan bentuk membran komposit khitosan-selulosa yang lain. Sedangkan pada membran komposit khitosan-selulosa terikat silang K3% P10% mempunyai bentuk pori dan situs spesifiknya yang lebih sedikit dibandingkan membran komposit khitosan-selulosa yang lain. Hal ini dipengaruhi oleh kadar khitosannya maupun penambahan kadar PEG. Analisa Ketebalan dan Porositas

Pada analisa ketebalan membran komposit ini diamati dengan menggunakan alat Microhardness Tester FM, dan diperoleh hasil data sebagai berikut : Tabel 2. Ketebalan Membran

Membran Ketebalan (μm) Rata-rata (μm)

K1% 8,6 6,7 7,7 7,67

K2% 9 10,5 9,2 9,57

K3% 10,2 13,9 11,9 12,00

K3%P5% 25,1 24,1 26,2 25,13

K3%P10% 25,6 26,7 25,5 25,93

Bimbing dan Eko-Adsorpsi Ion Logam Pb(II) Pada Membran Selulosa-Khitosan Terikat Silang

16 © Kimia ITS – HKI Jatim

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

Gambar 5. Struktur membran komposit khitosan-selulosa (a) K1%, (b) K2%, (c) K3%, (d) K3%P5%

dan (e) K3%P10%

Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa masing-masing permukaan untuk setiap membran mempunyai ketebalan yang berbeda-beda, sehingga ketebalan diperoleh melalui rata-rata ketebalan membran. Dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa pada membran komposit khitosan K1% mempunyai ketebalan yang rendah dibandingkan dengan membran komposit yang lain, sedangkan pada membran komposit khitosan K3%P10% mempunyai ketebalan yang lebih besar dibandingkan membran komposit yang lain.

Pada analisa porositas ini digunakan piknometer yang mempunyai volume 25,237 ml dan membran komposit direndam dalam air selama 24 jam Setelah dilakukan pengukuran, maka diperoleh densitas air seperti ditunjukkan pada Tabel 3 .

Tabel 4 menunjukkan bahwa pada membran khitosan 3%-PEG 10% mempunyai prosentase porositas yang tinggi dibandingkan membran komposit yang lain, hal ini dipengaruhi oleh besarnya kandungan PEG yang mampu meningkatkan prosentase porositasnya. Adsorpsi Logam Pb (II) Pada proses adsorpsi logam berat Pb(II) dengan membran komposit khitosan-selulosa terikat silang ini dilakukan dengan merendam membran komposit ke dalam larutan logam Pb(II). Kemampuan membran komposit selulosa dalam proses adsorpsi logam Pb(II) diperoleh berbagai karakteristik membran komposit meliputi : pH optimum, pengaruh kadar khitosan pada membran, dan pengaruh kadar PEG. Penentuan Ph Optimum Pada penelitian ini setiap analisa AAS terhadap adsorpsi logam berat Pb (II) oleh membran komposit digunakan kurva kalibrasi sebagai acuan analisa sampel. Konsentrasi kurva kalibrasi yang digunakan antara 0 sampai 100 ppm dan diperoleh data seperti pada tabel 5.

Akta Kimindo Vol. 2 No. 1 Oktober 2006 : 9-24

© Kimia ITS – HKI Jatim 17

Tabel 3. Berat membran kering ,basah dan densitas air

Membran Wk Wmb wp Wpa dens-air K1% 0,0021 0,1452 21,1503 46,3331 0,997852 K2% 0,0047 0,1294 21,1503 46,3371 0,998011 K3% 0,0067 0,1601 21,1503 46,3345 0,997908 K3%P5% 0,0131 0,1718 21,1503 46,3381 0,99805 K3%P10% 0,0296 0,2046 21,1503 46,3391 0,99809

Tabel 4. Prosentase porositas

Membran Wpam Wa va Vm %poros K1% 46,3244 25,0289 25,08277 0,15423 92,98245 K2% 46,3173 25,0376 25,08750 0,14950 83,57908 K3% 46,3186 25,0082 25,06063 0,17637 87,15909 K3%P5% 46,3394 25,0173 25,06617 0,17083 93,07917 K3%P10% 46,3588 25,0039 25,05175 0,18525 94,64575

Tabel 5. Kalibrasi λ = 261,4 nm

C (ppm)

0 20 40 60 80 100

Abs 0 0,021 0,061 0,061 0,083 0,104

Kemudian dari data Tabel 5 diatas, diplotkan antara konsentrasi vs absorbansi, yang selanjutnya diperoleh nilai keregresian sebagai berikut :

R2 = 0,9995

0

0,02

0,04

0,06

0,08

0,1

0,12

0 20 40 60 80 100 120C (ppm)

Abso

rban

si

Gambar 6. Grafik kurva kalibrasi pada λ = 261,4 nm

Dari kurva kalibrasi Gambar 6

mempunyai nilai keregresian 0,9995. Hal ini telah memenuhi sebagai kalibrasi untuk setiap analisa sampel dengan AAS yaitu menggunakan λ = 261,4 nm.

Pada penentuan pH optimum ini digunakan range pH 2-5 dan untuk mengetahui kapasitas adsorpsi digunakan Persamaan 2.3, sehingga diperoleh hasil data sebagai berikut :

05

1015202530

0 1 2 3 4 5 6

pH

qe (m

g/g)

Gambar 7. Efek pH pada adsorpsi logam berat Pb

Dari Gambar di atas menunjukkan pengaruh pH pada adsorpsi logam Pb(II) oleh membran khitosan-selulosa terikat silang sehingga dapat dijelaskan bahwa adsorpsi paling rendah terjadi pada pH 2 dan adsorpsi yang maksimum diperoleh pada pH 5. Jadi yang digunakan sebagai pH optimum merupakan pH yang mempunyai kapasitas adsorpsi yang maksimum yaitu pH 5 dan selanjutnya pH tersebut digunakan sebagai acuan untuk adsorpsi logam Pb (II) pada membran khitosan-selulosa terikat silang. Pengaruh Kadar Khitosan Pada Membran

Pada pengaruh kadar khitosan pada membran ini, masing-masing membran komposit

Bimbing dan Eko-Adsorpsi Ion Logam Pb(II) Pada Membran Selulosa-Khitosan Terikat Silang

24 © Kimia ITS – HKI Jatim

K1%, K2%, K3%, K3% P5% dan K3% P10%, direndam selama 24 jam dengan berbagai variasi konsentrasi dari 100 ppm hingga 1000 ppm . Kemudian dianalisa dengan AAS dan diperoleh hasil data masing-masing membran komposit sebagai berikut : Hasil analisa membran khitosan-selulosa terikat silang K1% , diperoleh seperti tampak pada Gambar 8.

02000400060008000

1000012000

0 100 200 300 400 500 600

Ce (mg/l)

qe (m

g/g)

Gambar 8. Plot antara Ce vs qe pada membran komposit K1%

Karakteristik isoterm diketahui dari

daerah awal yang ditunjukkan dengan cekungan kurva terhadap sumbu konsentrasi. Dari Gambar 8, terlihat cekungan kurva isoterm mencapai puncak secara terus menerus seiring dengan meningkatnya konsentrasi akhir atau konsentrasi kesetimbangan (Ce). Hasil konsentrasi tersebut dapat digunakan untuk menganalisa kedua isoterm baik Langmuir maupun Freundlich.

y = -0,0003x + 0,2282R2 = 0,1992

0

0,1

0,2

0,3

0,4

0 100 200 300 400 500 600

Ce

Ce/

qe

Gambar 9. Adsorpsi isoterm bentuk Langmuir

Persamaan Langmuir didefinisikan : qe = Ce.KL / b.Ce + 1, sehingga diperoleh plot antara Ce vs Ce/qe seperti tampak pada Gambar 9 yang menunjukkan bahwa pada adsorpsi isoterm ini tidak sesuai jika digunakan model Langmuir karena mempunyai nilai keregresian 0,1992 yang jauh mendekati 1.

y = 2,0673x - 4,0528 R2 = 0,9525

0

24

68

10

0 2 4 6 8

ln ce

ln q

e

Gambar 10. Adsorpsi isoterm bentuk Freundlich

Persamaan Freundlich didefinisikan : qe = KF.Ce 1/n , sehingga diperoleh plot antara ln Ce vs ln qe seperti tampak pada Gambar 10 . Pada pengeplotan ini menghasilkan garis lurus yang mempunyai nilai keregresian 0,9525 , menunjukkan bahwa adsorpsi isoterm ini sesuai dengan model Freundlich. Hasil tersebut menyatakan bahwa persamaan Freundlich memberikan data yang lebih baik daripada persamaan Langmuir dengan penjabaran data pada semua tingkat konsentrasi. Hasil pengeplotan tersebut diperoleh persamaan sehingga nilai KF dan 1/n dapat ditentukan masing-masing sebesar 0,017374 dan 2,0673. Dari data KF dan 1/n tersebut dapat ditentukan besarnya kapasitas adsorpsi (qe) secara teori yang selanjutnya dibandingkan dengan kapasitas adsorpsi (qe) eksperimen seperti tampak pada Gambar 11. Dari Gambar 11 menunjukkan bahwa pada membran khitosan-selulosa terikat silang K1%, semakin besar konsentrasi logam Pb(II) semakin besar pula kapasitas adsorpsi yang terjadi pada membran khitosan-selulosa terikat silang K1%, hal ini sesuai mengikuti isoterm model Freundlich.

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

0 200 400 600Ce (mg/l)

qe(m

g/g)

qe (eksp)qe (teori)

Gambar 11. Efek konsentrasi terhadap adsorpsi logam Pb(II) pada membran khitosan-selulosa

terikat silang K1%.

Analisa membran komposit untuk khitosan-selulosa terikat silang K2% diperoleh hasil seperti tampak pada Gambar 12.

Akta Kimindo Vol. 2 No. 1 Oktober 2006 : 9-24

© Kimia ITS – HKI Jatim 23

Karakteristik isoterm diketahui dari daerah awal yang ditunjukkan dengan cekungan kurva terhadap sumbu konsentrasi.

0

100

200

300

400

500

0 200 400 600

ce (mg/L)

qe (m

g/g)

Gambar 12. Plot antara Ce vs qe pada membran komposit K2 %.

Dari Gambar 12, terlihat bahwa

cekungan kurva isoterm mencapai puncak secara terus menerus seiring dengan meningkatnya konsentrasi akhir atau konsentrasi kesetimbangan (Ce). Hasil konsentrasi tersebut dapat digunakan untuk menganalisa kedua isoterm baik Langmuir maupun Freundlich.

R2 = 0,5778

y = -0,0079x + 4,6128

012345

0 200 400 600ce

ce/q

e

Gambar 13. Adsorpsi isoterm bentuk Langmuir.

Persamaan Langmuir didefinisikan : qe = Ce.KL / b.Ce + 1, sehingga diperoleh plot antara Ce vs Ce/qe seperti tampak pada Gambar 13 , yang menunjukkan bahwa adsorpsi isoterm ini tidak sesuai jika digunakan model Langmuir karena mempunyai nilai keregresian 0,5778 yang jauh mendekati 1.

y = 2,203x - 7,4626R2 = 0,8838

01234567

0 2 4 6 8

ln ce

ln q

e

Gambar 14. Adsorpsi isoterm bentuk Freundlich.

Persamaan Freundlich didefinisikan : qe = KF.Ce 1/n , sehingga diperoleh plot antara ln Ce vs ln qe seperti tampak pada Gambar 14. Pada pengeplotan ini menghasilkan garis lurus yang mempunyai nilai keregresian 0,8838 , menunjukkan bahwa adsorpsi isoterm ini sesuai dengan model Freundlich. Hasil tersebut menyatakan bahwa persamaan Freundlich memberikan data yang lebih baik daripada persamaan Langmuir dengan penjabaran data pada semua tingkat konsentrasi. Hasil pengeplotan tersebut diperoleh persamaan sehingga nilai KF dan 1/n dapat ditentukan masing-masing sebesar 0,000574 dan 2,203. Dari data KF dan 1/n tersebut dapat ditentukan besarnya kapasitas adsorpsi (qe) secara teori yang selanjutnya dibandingkan dengan kapasitas adsorpsi (qe) eksperimen seperti tampak pada Gambar 15.

0

200

400

600

800

1000

1200

0 200 400 600 800Ce (mg/l)

qe (m

g/g) qe (eksp)

qe (teori)

Gambar 15. Efek konsentrasi terhadap adsorpsi logam Pb(II) pada membran khitosan-selulosa

terikat silang K2%.

Gambar 15 menunjukkan bahwa pada membran khitosan-selulosa terikat silang K2%, semakin besar konsentrasi logam Pb(II) semakin besar pula kapasitas adsorpsi yang terjadi pada membran khitosan-selulosa terikat silang K2% yang sesuai dengan isoterm model Freundlich.

Bimbing dan Eko-Adsorpsi Ion Logam Pb(II) Pada Membran Selulosa-Khitosan Terikat Silang

24 © Kimia ITS – HKI Jatim

Hasil analisa membran khitosan-selulosa terikat silang K3% , diperoleh seperti tampak pada Gambar 16 . Karakteristik isoterm diketahui dari daerah awal yang ditunjukkan dengan cekungan kurva terhadap sumbu konsentrasi. Dari Gambar 16, cekungan kurva isoterm mencapai puncak secara terus menerus seiring dengan meningkatnya konsentrasi akhir atau konsentrasi kesetimbangan (Ce). Hasil konsentrasi tersebut dapat digunakan untuk menganalisa kedua isoterm baik Langmuir maupun Freundlich.

0

500

1000

1500

2000

0 100 200 300 400 500 600

Ce (mg/L)

qe (m

g/g)

Gambar 16. Plot antara Ce vs qe pada membran komposit K3%.

Persamaan Langmuir didefinisikan : qe =

Ce.KL / b.Ce + 1, sehingga diperoleh plot antara Ce vs Ce/qe seperti tampak pada Gambar 17. Dari gambar tersebut ditunjukkan bahwa pada adsorpsi isoterm ini tidak sesuai jika digunakan model Langmuir karena mempunyai nilai keregresian 0,1934 yang jauh mendekati 1.

y = -0,0131x + 6,9732R2 = 0,1934

0

5

1015

20

25

0 100 200 300 400 500 600

Ce (mg/l)

qe (m

g/g)

Gambar 17. Adsorpsi isoterm bentuk Langmuir.

y = 2,9498x - 11,343

R2 = 0,9289

0

2

4

6

8

0 2 4 6 8

ln Ce

ln q

e

Gambar 18. Adsorpsi isoterm bentuk Freundlich.

Persamaan Freundlich didefinisikan : qe = KF.Ce 1/n , sehingga diperoleh plot antara ln Ce vs ln qe seperti tampak pada Gambar 18. Pengeplotan ini menghasilkan garis lurus yang mempunyai nilai keregresian 0,9289, menunjukkan bahwa adsorpsi isoterm ini sesuai dengan model Freundlich. Hasil tersebut menyatakan bahwa persamaan Freundlich memberikan data yang lebih baik daripada persamaan Langmuir dengan penjabaran data pada semua tingkat konsentrasi. Hasil pengeplotan tersebut diperoleh persamaan sehingga nilai KF dan 1/n dapat ditentukan masing-masing sebesar 1,18522.10-5 dan 2,9498. Dari data KF dan 1/n tersebut dapat ditentukan besarnya kapasitas adsorpsi (qe) secara teori yang selanjutnya dibandingkan dengan kapasitas adsorpsi (qe) eksperimen seperti tampak pada Gambar 19.

0

500

1000

1500

2000

0 100 200 300 400 500 600

ce (mg/L)

qe (m

g/g)

teoritiseksperimen

Gambar 19. Efek konsentrasi terhadap adsorpsi logam Pb(II) pada membran khitosan-selulosa

terikat silang K3%.

Dari Gambar 19 menunjukkan bahwa pada membran khitosan-selulosa terikat silang K3%, semakin besar konsentrasi logam Pb(II) semakin besar pula kapasitas adsorpsi yang terjadi pada membran khitosan-selulosa terikat silang K3%. Hal ini sesuai dengan isoterm model Freundlich.

Hasil analisa membran khitosan-selulosa terikat silang K3%P5% , diperoleh seperti tampak pada Gambar 20 .

Akta Kimindo Vol. 2 No. 1 Oktober 2006 : 9-24

© Kimia ITS – HKI Jatim 23

0

500

1000

1500

2000

0 100 200 300 400

Ce (mg/l)

qe (m

g/g)

Gambar 20. Plot antara Ce vs qe pada membran komposit K3%P5%.

Karakteristik isoterm diketahui dari

daerah awal yang ditunjukkan dengan cekungan kurva terhadap sumbu konsentrasi. Dari Gambar 20 cekungan kurva isoterm mencapai puncak secara terus menerus seiring dengan meningkatnya konsentrasi akhir atau konsentrasi kesetimbangan (Ce). Hasil konsentrasi tersebut dapat digunakan untuk menganalisa kedua isoterm baik Langmuir maupun Freundlich.

y = 0,0005x + 0,1579R2 = 0,3406

0

0,1

0,2

0,3

0,4

0 100 200 300 400

Ce

Ce/q

e

Gambar 21. Adsorpsi isoterm bentuk Langmuir.

Persamaan Langmuir didefinisikan sebagai qe = Ce.KL / b.Ce + 1, sehingga diperoleh plot antara Ce vs Ce/qe seperti tampak pada Gambar 21. Gambar tersebut ditunjukkan bahwa pada adsorpsi isoterm ini tidak sesuai jika digunakan model Langmuir karena mempunyai nilai keregresian 0,3406 yang jauh mendekati 1.

Persamaan Freundlich didefinisikan : qe = KF.Ce 1/n , sehingga diperoleh plot antara ln Ce vs ln qe seperti tampak pada Gambar 22. Pengeplotan ini menghasilkan garis lurus yang mempunyai nilai keregresian 0,9061, menunjukkan bahwa adsorpsi isoterm ini sesuai dengan model Freundlich. Hasil tersebut menyatakan bahwa persamaan Freundlich memberikan data yang lebih baik daripada

persamaan Langmuir dengan penjabaran data pada semua tingkat konsentrasi.

y = 0,8423x + 2,1062

R2 = 0,9061

012345678

0 2 4 6 8

ln ce

ln q

e

Gambar 22. Adsorpsi isoterm bentuk Freundlich.

Hasil pengeplotan tersebut diperoleh persamaan sehingga nilai KF dan 1/n dapat ditentukan masing-masing sebesar 8,216957 dan 0,8423. Dari data KF dan 1/n tersebut dapat ditentukan besarnya kapasitas adsorpsi (qe) secara teori yang selanjutnya dibandingkan dengan kapasitas adsorpsi (qe) eksperimen seperti tampak pada Gambar 23.

0

500

1000

1500

0 100 200 300 400

Ce (mg/l)

qe (m

g/g)

qe teoriqe(eks)

Gambar 23. Efek konsentrasi terhadap adsorpsi logam Pb(II) pada membran khitosan-selulosa

terikat silang K3%P5%.

Dari Gambar 23 ditunjukkan bahwa pada membran khitosan-selulosa terikat silang K3%P5%, semakin besar konsentrasi logam Pb(II) semakin besar pula kapasitas adsorpsi yang terjadi pada membran khitosan-selulosa terikat silang K3%P5%. Hal ini sesuai dengan isoterm model Freundlich.

Hasil analisa membran khitosan-selulosa terikat silang K3%P10% , diperoleh seperti tampak pada Gambar 24 dibawah ini.

Bimbing dan Eko-Adsorpsi Ion Logam Pb(II) Pada Membran Selulosa-Khitosan Terikat Silang

24 © Kimia ITS – HKI Jatim

0

50

100

150

200

0 200 400 600 800 1000

ce (mg/L)

qe (m

g/g)

Gambar 24. Plot antara Ce vs qe pada membran komposit K3%P10%.

Karakteristik isoterm diketahui dari

daerah awal yang ditunjukkan dengan cekungan kurva terhadap sumbu konsentrasi. Dari Gambar 24, cekungan kurva isoterm mencapai puncak secara terus menerus seiring dengan meningkatnya konsentrasi akhir atau konsentrasi kesetimbangan (Ce). Hasil konsentrasi tersebut dapat digunakan untuk menganalisa kedua isoterm baik Langmuir maupun Freundlich.

y = -0,0025x + 8,7828R2 = 0,1292

0

5

10

15

20

0 200 400 600 800 1000

Ce

Ce/q

e

Gambar 25. Adsorpsi isoterm bentuk Langmuir.

Persamaan Langmuir didefinisikan : qe = Ce.KL / b.Ce + 1, sehingga diperoleh plot antara Ce vs Ce/qe seperti tampak pada Gambar 25, yang menunjukkan bahwa pada adsorpsi isoterm ini tidak sesuai jika digunakan model Langmuir karena mempunyai nilai keregresian 0,1292 yang jauh mendekati 1.

y = 1,1443x - 2,8878

R2 = 0,8492

0123456

0 2 4 6 8

ln ce

ln q

e

Gambar 26. Adsorpsi isoterm bentuk Freundlich.

Persamaan Freundlich didefinisikan : qe = KF.Ce 1/n , sehingga diperoleh plot antara ln Ce vs ln qe seperti tampak pada Gambar 25 Pada pengeplotan ini menghasilkan garis lurus yang mempunyai nilai keregresian 0,8492, menunjukkan bahwa adsorpsi isoterm ini sesuai dengan model Freundlich. Hasil tersebut menyatakan bahwa persamaan Freundlich memberikan data yang lebih baik daripada persamaan Langmuir dengan penjabaran data pada semua tingkat konsentrasi. Hasil pengeplotan tersebut diperoleh persamaan sehingga nilai KF dan 1/n dapat ditentukan masing-masing sebesar 0,055699 dan 1,1443. Dari data KF dan 1/n tersebut dapat ditentukan besarnya kapasitas adsorpsi (qe) secara teori yang selanjutnya dibandingkan dengan kapasitas adsorpsi (qe) eksperimen seperti tampak pada Gambar 27.

Dari Gambar 27 menunjukkan bahwa pada membran khitosan-selulosa terikat silang K3%P10%, semakin besar konsentrasi logam Pb(II) semakin besar pula kapasitas adsorpsi yang terjadi pada membran khitosan-selulosa terikat silang K3%P10%, hal ini sesuai mengikuti isoterm model Freundlich

020406080

100120140160

0 200 400 600 800 1000ce (mg/l)

qe (m

g/g) qe (eksp)

qe teori

Gambar 27. Efek konsentrasi terhadap adsorpsi logam Pb(II) pada membran khitosan-selulosa

terikat silang K3%P10%.

Akta Kimindo Vol. 2 No. 1 Oktober 2006 : 9-24

© Kimia ITS – HKI Jatim 23

Dari semua analisa membran di atas dapat dibandingkan pengaruh kadar khitosan pada membran komposit K1%, K2% dan K3%. Besarnya kandungan kadar khitosan berhubungan dengan besarnya kapasitas adsorpsi, dapat ditunjukkan seperti pada Gambar 28.

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

0 100 200 300 400 500 600Ce

qe

Khitosan 1% Khitosan 2% Khitosan 3%

Gambar 28. Kapasitas adsorpsi membran

komposit K1%, K2% dan K3%.

Dari Gambar 28 ditunjukkan bahwa membran komposit K1% mempunyai nilai kapasitas adsorpsi yang lebih besar dibandingkan dengan membran komposit K2% dan K3%, dalam hal ini kadar prosentase khitosan terendah akan mempunyai kapasitas adsorspsi yang terbesar. 4.5.3 Pengaruh kadar PEG

Dari analisa membran dapat dibandingkan pengaruh kadar PEG pada membran komposit K3%, K3%P5% dan K3%P10%. Besarnya pengaruh kandungan PEG pada membran komposit berhubungan dengan besarnya kapasitas adsorpsi, dapat ditunjukkan seperti pada Gambar 29.

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

1800

2000

0 200 400 600 800 1000Ce

qe

Khitosan 3% Khitosan 3% 5%PEG Khitosan 3% 10%PEG

Gambar 29. Kapasitas adsorpsi membran komposit K3%, K3%P5% dan K3%P10%.

Dari Gambar 29 menunjukkan bahwa

membran komposit K3%P5% mempunyai nilai

kapasitas adsorpsi yang besar dibandingkan dengan membran K3% dan K3% P10%, tetapi dilihat secara trendline kurva menunjukkan bahwa membran K3% mempunyai nilai kapasitas adsorpsi yang terus meningkat dibandingkan dengan K3% P5% dan K3% P10%, hal ini menunjukkan pengaruh bahwa penambahan PEG akan menurunkan kapasitas adsorpsi membran komposit.

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

0 100 200 300 400 500 600 700 800 900Ce

qeKhitosan 1% Khitosan 2% Khitosan 3% Khitosan 3% 5%PEG Khitosan 3% 10%PEG

Gambar 30. Kapasitas adsorpsi membran komposit K1%,K2%,K3%,K3%,

P5% dan K3% P10%.

Dari Gambar 30, ditunjukkan bahwa membran komposit K1% mempunyai kapasitas adsorpsi yang terbesar dibandingkan dengan membran komposit K2%,K3%,K3% P5% dan K3% P10%. Hal ini menunjukkan bahwa kapasitas adsorpsi dipengaruhi kadar khitosannya dan pengaruh kadar PEG yaitu pada membran komposit selulosa ini kadar khitosan terendah mempunyai kapasitas adsorpsi terbesar dan penambahan PEG pada membran komposit selulosa ini memiliki pengaruh menurunkan kapasitas adsorpsi. KESIMPULAN

Adsorpsi membran khitosan-selulosa terikat silang pada ion logam Pb(II) dilakukan pada kondisi larutan pH 5. Kemampuan membran untuk mengadsorpsi logam telah dipelajari dengan meninjau beberapa aspek seperti pengaruh kadar khitosan serta pengaruh penambahan PEG. Metode adsorpsi dilakukan dengan sistem bath dan analisa kesetimbangan adsorpsi ditinjau berdasarkan dua isoterm adsorpsi, yaitu Langmuir dan Freundlich. Pada adsorpsi ion logam Pb(II) oleh membran komposit menunjukkan bentuk term isoterm Freundlich, sehingga besarnya kapasitas adsorpsi sebanding dengan besarnya konsentrasi larutan logam. .Membran khitosan-selulosa terikat silang K1% mempunyai harga kapasitas adsorpsi terbesar dibandingkan membran komposit yang lain. Hal ini menunjukkan kandungan kadar khitosan terendah pada membran komposit selulosa ini

Bimbing dan Eko-Adsorpsi Ion Logam Pb(II) Pada Membran Selulosa-Khitosan Terikat Silang

24 © Kimia ITS – HKI Jatim

mempunyai kapasitas adsorpsi yang terbesar serta penambahan PEG mempunyai pengaruh menurunkan kapasitas adsorpsi membran-khitosan selulosa terikat silang, dimana.nilai D tergantung pada kuatnya karakteristik pori dalam hidrogel. Meningkatnya koefisien difusi dengan temperatur ini mengikuti kinetik Arrhenius, dengan energi aktifasi pada orde 25 sampai 30 kj/mol. Nilai ini sedikit lebih tinggi daripada energi aktifasi untuk difusi molekul kecil dalam air, dan karena itu, mikroviskositas gel dapat berperan utama dalam proses transport parasetamol pada khitosan hidrogel. Eksponen Power Law untuk pelepasan kinetik yang sudah diperhitungkan antara 0,43 dan 0,55, menunjukkan bahwa proses transport larutan gel dapat dibuat oleh difusi Fickian. DAFTAR PUSTAKA Bastaman, 1990, Penelitian Limbah Udang

sebagai Bahan Industri Khitin dan Khitosan, BBIHP, Bogor

Boddu, V. M. and Smith, E. D., 2002, A Composite Chitosan Biosorbent for Adsorption of Heavy Metals from Wastewaters, www.asc2002.com/manuscripts/E/EP-01 Standby.pdf

Cao, Z., Ge, H. and Lai, S., 2002, Studies on Synthesis and Adsorption Properties of Chitosan Cross Linked by Gluteraldehyde and Cu(II) as Template Under Microwave Irradiation, European Polymer Journal, 37, pp. 2141-2143

Josson-Charier, M., Guibal, E., Roussy, J., 1996, Vanadium (IV) Sorption by Chitosan : Kinetics and Equilibrum, Wal. Res., 30, 2, pp. 6285-6290

Karthikeyan, G., Anbalagan, K., Andal, N. M., 2004, Adsorption Dynamics and Equilibrum Studies of Zn (II) onto Chitosan, Indian J., Chem. Sci., 116, 2, pp 119-127

Kumar, M. N. V., 2000, A review of Chitin and Chitosan Applications, Reactive and Functional Polymers, 46, pp. 1-27

Lima, I. S. and Airoldi, C., 2000, A Thermodynamics Investigation and Chitosan Divalent Cation Interactions, Thermochimica Acta, 421, pp. 133-139

Planas, M. Ruiz, 2002, Development of Techniques Based on Natural Polymer for the Recovery of Precious Metals, Thesis Doctoral, Universitat Politecnica de Catalunya

Quek, S. Y., 1998, The Use of Sago Waste for the Sorption of Lead and Cooper, Water SA, vol. 24, no. 33, pp 251-256

Wan Ngah, W. S., 2002, Removal Copper (II) Ions from Aqueous Solution onto Chitosan and Cross-linked Chitosan Beads, Reactive and Functional Polymers, 50, 181-190

Yang, T. C. and Zall, R. R., 1984, Adsorption of Metals by Natural Polymers Generated from Sea Food Processing Waste, Ind. Eng. Chem. Prod. Res. Dev., 23, pp. 168-172