abses hepar

65
I. Pendahuluan Insiden dan jenis penyakit infeksi pada hati yang bersumber dari sistim gastrointestinal sangat bervariasi dari satu negara ke negara lainnya. Infeksi ini dapat disebabkan oleh bakteri, parasit atau jamur. Selama kurun waktu satu abad terakhir ini, telah banyak perubahan dalam hal epidemiologi, etiologi, bakteriologi, cara diagnostik, pengelolaan maupun prognosis abses hati.1 Hati adalah organ yang paling sering untuk terjadinya abses. Dari suatu studi di Amerika, didapatkan 13% abses hati dari 48% abses viseral. Abses hati dapat berbentuk soliter ataupun multipel. Sekitar 90% dari abses lobus kanan hepar merupakan abses soliter, sedangkan abses lobus kiri hanya 10% yang merupakan abses soliter. Hal ini dapat terjadi dari penyebaran hematogen maupun secara langsung dari tempat terjadinya infeksi di dalam rongga peritoneum.1,2 Abses hati terbagi 2 secara umum, yaitu abses hati amuba dan abses hati piogenik. Angka kejadian abses hati piogenik lebih tinggi dibandingkan abses hati amuba. Angka kejadian abses hati amuba hanya sekitar 20% dari semua abses hati.1,2 Pada banyak kasus, perkembangan abses hati mengikuti proses supuratif pada daerah lain di tubuh. Kebanyakan merupakan penyebaran langsung dari infeksi kandung empedu, misalnya empiema kandung empedu atau kolangitis. Infeksi abdomen misalnya apendisitis atau divertikulitis dapat menyebar melalui vena porta ke hati untuk membentuk abses. Beberapa kasus lain berkembang

Upload: yancehanzie

Post on 07-Aug-2015

295 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

abses

TRANSCRIPT

Page 1: abses hepar

I.    Pendahuluan

Insiden dan jenis penyakit infeksi pada hati yang bersumber dari sistim gastrointestinal sangat

bervariasi dari satu negara ke negara lainnya. Infeksi ini dapat disebabkan oleh bakteri, parasit

atau jamur. Selama kurun waktu satu abad terakhir ini, telah banyak perubahan dalam hal

epidemiologi, etiologi, bakteriologi, cara diagnostik, pengelolaan maupun prognosis abses hati.1

Hati adalah organ yang paling sering untuk terjadinya abses. Dari suatu studi di Amerika,

didapatkan 13% abses hati dari 48% abses viseral. Abses hati dapat berbentuk soliter ataupun

multipel. Sekitar 90% dari abses lobus kanan hepar merupakan abses soliter, sedangkan abses

lobus kiri hanya 10% yang merupakan abses soliter. Hal ini dapat terjadi dari penyebaran

hematogen maupun secara langsung dari tempat terjadinya infeksi di dalam rongga

peritoneum.1,2   

Abses hati terbagi 2 secara umum, yaitu abses hati amuba dan abses hati piogenik. Angka

kejadian abses hati piogenik lebih tinggi dibandingkan abses hati amuba. Angka kejadian abses

hati amuba hanya sekitar 20% dari semua abses hati.1,2

Pada banyak kasus, perkembangan abses hati mengikuti proses supuratif pada daerah lain di

tubuh. Kebanyakan merupakan penyebaran langsung dari infeksi kandung empedu, misalnya

empiema kandung empedu atau kolangitis. Infeksi abdomen misalnya apendisitis atau

divertikulitis dapat menyebar melalui vena porta ke hati untuk membentuk abses. Beberapa

kasus lain berkembang setelah adanya sepsis dari endokarditis bakterial, infeksi ginjal, atau

pneumonitis. Pada 25% kasus tidak diketahui penyebab yang jelas (kriptogenik). Penyebab

lainnya adalah infeksi sekunder bakteri pada abses hati amuba dan kista hidatidosa. Sedangkan

abses hati amuba muncul sebagai salah satu komplikasi amebiasis ekstraintestinal yang paling

sering dijumpai di daerah tropik/subtropik, termasuk Indonesia.2

II.    Definisi

Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan oleh karena infeksi bakteri, parasit,

jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistim gastrointestinal yang ditandai dengan

adanya proses supurasi dengan pembentukan pus yang terdiri dari jaringan hati nekrotik, sel-sel

inflamasi atau sel darah di dalam parenkim hati.1

Page 2: abses hepar

III.    Anatomi

Sumber : http://www.netterimages.com/image/4483.htm

Hati adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2-1,8 kg atau kurang lebih 25% berat

badan orang dewasa dan merupakan pusat metabolisme tubuh dengan fungsi sangat kompleks

yang menempati sebagian besar kuadran kanan atas abdomen. Batas atas hati berada sejajar

dengan ruang interkostal V kanan dan batas bawah menyerong ke atas dari iga IX kanan ke iga

VIII kiri. Permukaan posterior hati berbentuk cekung dan terdapat celah transversal sepanjang 5

cm dari porta hepatis. Omentum minor terdapat mulai dari sistim porta yang mengandung arteri

hepatika, vena porta dan duktus koledokus. Sistim porta terletak di depan vena kava dan di balik

kandung empedu.1

Permukaan anterior yang cembung dibagi menjadi 2 lobus oleh adanya perlekatan ligamentum

falsiform yaitu lobus kiri dan kanan yang berukuran kira-kira 2 kali lobus kiri. Pada daerah

antara ligamentum falsiform dengan kandung empedu di lobus kanan kadang-kadang dapat

ditemukan lobus kuadratus dan sebuah daerah yang disebut sebagai lobus kaudatus yang

biasanya tertutup oleh vena kava inferior dan ligamentum venosum pada permukaan posterior. 1

Vaskularisasi

Sekitar 25% dari 1500 mL darah yang memasuki hepar setiap menitnya berasal dari arteri

Page 3: abses hepar

hepatika propria, sedangkan 75% berasal dari vena porta hepatis. Arteri hepatika propria

membawa darah yang kaya akan oksigen dari aorta, dan vena porta hepatis mengantar darah

yang miskin oksigen dari saluran cerna. Di porta hepatis (hilus) arteri hepatika propria dan vena

porta hepatis berakhir dengan membentuk ramus dekstra dan ramus sinistra, masing-masing

untuk lobus hepatika dekstra dan lobus hepatika sinistra. Lobus-lobus ini berfungsi secara

terpisah. Dalam masing-masing lobus cabang primer vena porta hepatis dan arteri hepatika

propria teratur secara konsisten untuk membatasi segmen vaskular. Bidang horisontal melalui

masing-masing lobus membagi hepar menjadi delapan segmen vaskular. Antara segmen-segmen

terdapat vena hepatika untuk menyalurkan darah dari segmen-segmen yang bertetangga. 2,6

Page 4: abses hepar

Sumber : http://www.netterimages.com/image/4816.htm

Arteri hepatika komunis berasal dari truncus coeliacus, naik mengikuti ligamentum

hepatoduodenal dan bercabang menjadi arteri gastrika kanan dan arteri gastroduodenal sebelum

bercabang ke kiri dan ke kanan di hilus. Pada 10% individu sumber arteri hepatika komunis

berbeda. Arteri hepatika komunis atau arteri hepatika dekstra bisa berasal dari arteri mesenterika

superior. Arteri hepatika sinistra pada 15% individu berasal dari arteri gastrika sinistra.2

Sumber : http://www.netterimages.com/image/4506.htm

Vena porta hepatis merupakan pertemuan antara vena splenika dan vena mesenterika superior

setinggi vertebrae lumbal dua, di belakang kaput pankreas. Vena ini berjalan sepanjang 8-9 cm

menuju ke hilus dari hepar dan selanjutnya akan mengalami percabangan. Vena gastrika dekstra

memasuki vena porta hepatis pada bagian anteromedial dan kranial dari tepi pankreas. Pada 25%

individu vena gasrika sinistra bermuara pada vena splenika. Vena mesenterika inferior mengalir

ke vena splenika, beberapa sentimeter dari pertemuan antara vena splenika dan vena mesenterika

superior. Tidak jarang vena ini bermuara pada vena mesenterika superior.2

Vena hepatika merupakan muara terakhir dari vena sentralis lobulus hepar. Ada 3 vena hepatika

Page 5: abses hepar

utama, yaitu: kiri, kanan dan tengah. Vena hepatika bagian tengah berjalan pada fisura lobus

mayor dan mendapat darah dari segmen medial lobus sinistra dan bagian inferior dari segmen

anterior lobus dekstra. Vena hepatis sinistra mengalirkan darah dari segmen lateral lobus sinistra

dan vena hepatis dekstra mendapat darah dari segmen posterior dan segmen anterior lobus

dekstra.2

Sumber : http://www.netterimages.com/image/47402.htm

Secara mikroskopis di dalam hati manusia terdapat 50.000-100.000 lobuli, setiap lobulus

berbentuk heksagonal yang terdiri atas sel hati berbentuk kubus yang tersusun radial

mengelilingi vena sentralis. Di antara lembaran sel hati terdapat kapiler yang disebut sinusoid

yang merupakan cabang vena porta dan arteri hepatika. Sinusoid dibatasi oleh sel fagositik (sel

kupffer) yang merupakan sistim retikuloendotelial dan berfungsi menghancurkan bakteri dan

benda asing lain di dalam tubuh, jadi hati merupakan salah satu organ utama pertahanan tubuh

terhadap serangan bakteri dan organ toksik. Selain cabang-cabang vena porta dan arteri hepatika

yang mengelilingi bagian perifer lobulus hati, juga terdapat saluran empedu yang membentuk

kapiler empedu yang dinamakan kanalikuli empedu yang berjalan diantara lembaran sel hati.2

IV.    Klasifikasi

Page 6: abses hepar

Abses hati terbagi 2 secara umum, yaitu abses hati amuba dan abses hati piogenik. Abses hati

amuba merupakan salah satu komplikasi amebiasis ekstraintestinal yang paling sering dijumpai

di daerah tropik/subtropik, termasuk Indonesia. Abses hati piogenik dikenal juga sebagai hepatic

abscess, bacterial liver abscess, bacterial abscess of the liver, bacterial hepatic abscess.1

1.    Abses Hati Amuba

a.    Epidemiologi

Amebiasis merupakan penyakit  endemik yang berhubungan  dengan  aspek  sosial 

kemasyarakatan yang  luas,  terutama  di daerah  dengan  sanitasi,  status hygiene  yang  kurang 

baik  dan  status  ekonomi  yang rendah. Indonesia  memiliki  banyak  daerah  endemik untuk

strain virulen E. histolytica. E. histolytica hidup komensal di usus manusia, namun dengan

keadaan gizi yang  buruk  dapat menjadi  patogen  dan menyebabkan angka morbiditas yang

tinggi. Penelitian di Indonesia menunjukan perbandingan  pria : wanita berkisar 3:1. Usia

penderita berkisar antara 20-50  tahun, terutama pada  dewasa muda, jarang pada anak-anak.4

Abses hati amuba lebih jarang ditemukan dibandingkan abses hati piogenik, angka kejadiannya

hanya sekitar 20% dari semua abses hati. Infeksi ini sering terjadi di daerah tropis, dimana

sekitar 10-20% populasi mengandung organ ini. Pusat pengendalian penyakit melaporkan 1,3

kasus amubiasis per 100.000 populasi.3

b.    Etiologi

Abses hati amuba terjadi karena Entameba histolytica terbawa aliran vena porta ke hepar, tetapi

tidak semua amuba yang masuk ke hepar dapat menimbulkan abses. Untuk terjadinya abses,

diperlukan faktor pendukung atau penghalang berkembang biaknya amuba tersebut. Faktor

tersebut antara lain adalah pernah terkena infeksi amuba, kadar kolesterol meninggi, pascatrauma

hepar, dan ketagihan alkohol. Akibat infeksi amuba tersebut, terjadi reaksi radang dan akhirnya

nekrosis jaringan hepar. Sel hepar yang jauh dari fokus  infeksi juga mengalami sedikit

perubahan meskipun tidak ditemukan amuba. Perubahan ini diduga akibat toksin yang

dikeluarkan oleh amuba.5

c.    Patogenesis

E. Hystolitica memiliki dua bentuk yaitu tropozoit dan kista. Bentuk kista ini dapat bertahan di

luar tubuh manusia. Kista dipindahkan melalui kontaminasi makanan dan air minum atau secara

langsung. Tropozoid akan berubah dari bentuk kista dalam usus kecil dan akan terus ke kolon

Page 7: abses hepar

dan dari sini akan memperbanyak diri. Baik  bentuk  trophozoit  maupun  kista  dapat ditemukan 

pada  lumen  usus.  Namun  hanya  bentuk trophozoit yang dapat menginvasi jaringan. Amuba

ini dapat menjadi patogen dengan mensekresi  enzim cys-teine protease, sehingga melisiskan

jaringan maupun eritrosit dan menyebar  keseluruh organ secara hematogen dan

perkontinuinatum. Amuba yang masuk ke  submukosa  memasuki  kapiler  darah,  ikut  dalam

aliran  darah  melalui  vena  porta  ke  hati.  Di  hati  E. hystolitica mensekresi  enzim 

proteolitik  yang melisis jaringan  hati,  dan  membentuk  abses.  Lokasi  yang sering adalah di

lobus kanan (70% - 90%), superfisial serta tunggal. Kecenderungan  ini  diperkirakan  akibat

penggabungan dari beberapa tempat infeksi mikroskopik, serta disebabkan karena cabang vena

porta kanan lebih lebar dan lurus dari pada cabang vena porta kiri. Ukuran  abses bervariasi dari

diameter 1-25 cm. Dinding abses bervariasi tebalnya, bergantung pada lamanya penyakit.4,7

Page 8: abses hepar

Sumber : http://www.netterimages.com/image/47480.htm

Abses ini sebetulnya bukan abses yang sebenarnya, tetapi lebih menyerupai proses pencairan

jaringan nekrosis multipel yang makin lama makin besar dan bergabung membentuk apa yang

disebut abses. Cairan abses terdiri atas jaringan hati yang nekrosis dan eritrosit yang berwarna

tengguli. Cairan ini terbungkus oleh hiperplasia jaringan ikat yang disebut simpai walaupun

bukan berupa simpai sejati. Jaringan ikat ini membatasi perusakan lebih jauh, kecuali bila ada

infeksi tambahan. Kebanyakan abses hati bersifat soliter, steril dan terletak di lobus kanan dekat

kubah diafragma. Jarang ditemukan amuba pada cairan tersebut; bila ada amuba biasanya

terdapat di daerah dekat dengan simpainya. Secara klasik, cairan abses menyerupai ”achovy

paste” dan berwarna coklat kemerahan, sebagai akibat jaringan hepar serta sel darah merah yang

dicerna. Evaluasi cairan abses untuk penghitungan sel dan enzimatik secara umum tidak

membantu dalam mendiagnosis abses amuba. Amuba bisa didapatkan ataupun  tidak di

dalam cairan pus.4,5

Sumber : http://www.netterimages.com/image/6872.htm

d. Gejala klinis

Pada penderita abses hepar amuba tidak selalu ditemukan riwayat diare sebelumnya. Diare hanya

dialami oleh 20-50% penderita. Penyakit ini timbul secara perlahan, disertai demam, berkeringat, dan

Page 9: abses hepar

berat badan menurun. Tanda lokal yang paling sering adalah nyeri spontan dan nyeri tekan perut kanan

atas, di daerah lengkung iga dengan hepar yang membesar. Kadang nyeri ditemukan di daerah bahu

kanan akibat iritasi diafragma. Hepatomegali dan nyeri biasanya ditemukan, tetapi jarang sekali disertai

ikterus, prekoma atau koma. Bila lobus kiri yang terkena, akan ditemukan massa di daerah epigastrium.

Gejala khas adalah suhu tubuh yang tidak lebih dari 38,5°C. Penderita tak kelihatan sakit berat seperti

pada abses karena bakteria. Kadang gejalanya tidak khas, timbul pelan-pelan atau asimptomatis.4,5

e. Pemeriksaan penunjang

• Laboratorium

Jumlah leukosit berkisar antara 5.000 dan 30.000, tetapi umumnya antara 10.000-12.000. Kadar

fosfatase alkali serum meningkat pada semua tingkat abses amuba. Tes serologi titer amuba di atas atau

sama dengan 1:128. Dapat ditemukan anemia ringan sampai sedang. Pada pemeriksaan faal hati, tidak

ditemukan kelainan yang spesifik. Kista dan tropozoit pada kotoran hanya teridentifikasi pada 15-50%

penderita abses amuba hepar, karena infeksi usus besar seringkali telah mereda saat penderita

mengalami abses hepar. Complement fixation test lebih dapat dipercaya dibanding riwayat diare,

pemeriksaan kotoran, dan proktoskop.4,5

• Pencitraan

Tak ada perbedaan radiologi yang jelas antara abses hati piogenik dan amuba. Perbedaan terlihat pada

hasil tes serologi E. histolytica. Pada foto roentgen pasien dengan abses hati amuba dapat terlihat kubah

diafragma kanan meninggi, efusi pleura, abses paru dan atelektasis. Pemeriksaan ultrasonografi

merupakan pemeriksaan yang penting untuk membantu diagnosis serta menentukan lokasi abses dan

besarnya. Sensitivitasnya dalam mendiagnosis amebiasis hati adalah 85%-95%. Gambaran

ultrasonografi pada amebiasis hati adalah:

1. Bentuk bulat atau oval

2. Tidak ada gema dinding yang berarti

3. Ekogenitas lebih rendah dari parenkim hati normal.

4. Bersentuhan dengan kapsul hati

5. Peninggian sonik distal (distal enhancement)

Pemeriksaan CT-scan hati sama dengan pemeriksaan ultrasonografi. Pada endoskopi, sebagian

penderita tidak menunjukkan tanda kolitis amuba. Kadang abses amuba baru timbul bertahun-tahun

setelah infeksi amuba kolon.3,4,5

f. Diagnosis

Untuk membuat diagnosis abses hati amuba yang penting adalah kesadaran akan kemungkinan penyakit

Page 10: abses hepar

ini. Bila ada nyeri daerah epigastrium kanan dan hepatomegali serta demam yang tidak begitu tinggi,

dugaan abses hepar harus dipertimbangkan. Riwayat diare dan ditemukannya amuba dalam feses

membantu diagnosis meskipun tidak ditemukannya kedua hal ini tidak berarti bukan abses hati amuba.5

Untuk selengkapnya dapat kita lihat berbagai kriteria yang ada pada tabel berikut ini:7

Kriteria Sherlock Kriteria

Ramachandran

Kriteria Lamont &

Pooler

1. Hepatomegali

yang nyeri tekan

2.  Respon yang

baik terhadap obat

amebisid

3.  Leukositosis

4.  Peninggian

diafragma kanan dan

pergerakan yang kurang

5.  Aspirasi pus

6.  Pada USG

didapatkan rongga di

dalam hati

7.  Tes

haemaglutinasi (+)

1.

Hepatomegali yang

nyeri

2. Riwayat

disentri

3. Leukositosis

4. Kelainan

radiologis

5. Respon

terhadap amebisid

Ket :

Bila terdapat 3

atau lebih dari gejala

diatas

1. Hepatomegali

yang nyeri

2. Kelainan

hematologis

3. Kelainan

radiologis

4. Pus amebik

5. Tes serologis

(+)

6. Kalainan

sidikan hati

7. Respon yang

baik terhadap amebisid

Ket :

Bila didapatkan 3

atau lebih

Kriteria Sherlock Kriteria

Ramachandran

Kriteria Lamont &

Pooler

1. Hepatomegali

yang nyeri tekan

2.  Respon yang

1.

Hepatomegali yang

nyeri

1. Hepatomegali

yang nyeri

2. Kelainan

Page 11: abses hepar

baik terhadap obat

amebisid

3.  Leukositosis

4.  Peninggian

diafragma kanan dan

pergerakan yang kurang

5.  Aspirasi pus

6.  Pada USG

didapatkan rongga di

dalam hati

7.  Tes

haemaglutinasi (+)

2. Riwayat

disentri

3. Leukositosis

4. Kelainan

radiologis

5. Respon

terhadap amebisid

Ket :

Bila terdapat 3

atau lebih dari gejala

diatas

hematologis

3. Kelainan

radiologis

4. Pus amebik

5. Tes serologis

(+)

6. Kalainan

sidikan hati

7. Respon yang

baik terhadap amebisid

Ket :

Bila didapatkan 3

atau lebih

 

g. Diagnosis banding

Penyakit lain yang gejala klinisnya mirip dengan abses hati amuba antara lain:

• Abses hati piogenik

1) Disebabkan paling banyak oleh bakteri gram negatif yang terbanyak yaitu E. coli serta kuman yang

lainnya yaitu S. faecalis, P. vulgaris dan S. typhi. Dapat juga disebabkan oleh bakteri anaerob yang

berasal dari v. porta, saluran empedu (yang paling sering), infeksi langsung (seperti luka pada penetrasi,

fokus septik berdekatan), septisemia atau bakterimia pada infeksi tempat lain, kriptogenik terutama

pada usia lanjut.

2) Pus yang diaspirasi kuning kehijauan dan berbau sedangkan pada abses amuba coklat kemerahan

(anchovy sauce) dan tidak berbau.

3) Manifestasi sistemik yang lebih berat, terutama demam yang dapat bersifat remiten, intermitten

dan kontinu yang disertai menggigil.

4) Ikterus yang lebih nyata karena adanya penyakit billier seperti kolangitis.

Page 12: abses hepar

5) Abses biasanya didapatkan pada kedua lobus (53,2%) dan pada lobus kanan (41,8%) sedangkan

pada lobus kiri hanya 4,8%.

6) Pengobatan dilakukan dengan antibiotik.

7) Sering muncul pada pasien berusia diatas 50 tahun

8) Berhubungan dengan ikterus, pruritus, sepsis, dan peningkatan bilirubin dan alkali fosfatase.

• Keganasan (Ca. Hepatik primer) tipe febril

• Kolesistisis akut

• Hepatitis kronis, hepatitis virus akut

• Kista hati

• Massa intra abdomen

• Kelainan intra torakal kanan bawah

• Abdomen akut oleh karena adanya apendisitis atau ulkus peptikum

Untuk memastikan diagnosis perlu dilihat hasil pemeriksaan ultrasonografi, pungsi dan percobaan

pengobatan dengan amubisid yang merupakan diagnosis per eksklusionem.2,5,7

h. Penatalaksanaan

• Pengobatan medis3,4,5

Obat amebisid digolongkan berdasarkan tempat kerjanya menjadi:

(1) amebisid jaringan atau sistemik, yaitu obat yang bekerja terutama di dinding usus, hati dan jaringan

ekstra intestinal lainnya; contohnya emetin, dehidroemetin, klorokuin,

(2) amebisid luminal, yaitu yang bekerja dalam usus dan disebut juga amebisid kontak contohnya,

diyodohidroksikuin, yodoklorhidroksikuin, kiniofon, glikobiarsol, karbason, klifamid, diklosanid furoat,

tetrasiklin dan paromomisin dan

(3) amebisid yang bekerja pada lumen maupun jaringan, contohnya obat-obat golongan nitroimidazol

Abses hati ameba tanpa komplikasi lain dapat menunjukan penyembuhan yang besar bila diterapi

hanya dengan antiamuba. Pengobatan yang dianjurkan adalah:

a) Metronidazole. Metronidazole merupakan derivat nitroimidazole. Dosis 50mg/kgBB/hari. Dosis yang

dianjurkan untuk kasus abses hati amuba adalah 3 x 750 mg/hari selama 7-10 hari. Derivat

nitroimidazole lainnya yang dapat digunakan adalah tinidazole dengan dosis 3 x 800 mg perhari selama 5

hari. Metronidazol merupakan obat terpilih dan telah dilaporkan menyembuhkan 80-100% abses hati

amuba. Pasien yang berhasil diterapi dengan metronidazol mempunyai respon klinis dramatis, biasanya

menjadi tidak demam dan bebas nyeri dalam 24 dan 48 jam.

b) Dehydroemetine (DHE). Merupakan derivat diloxanine furoate. Dosis yang direkomendasikan untuk

Page 13: abses hepar

mengatasi abses liver sebesar 3 x 500 mg perhari selama 10 hari.

c) Chloroquin. Dosis yang dianjurkan adalah 1g/hari selama 2 hari dan diikuti 500mg/hari selama 20 hari.

Absorbsi klorokuin di usus halus sangat baik dan lengkap (kadar di hati 200-700 kali di plasma), sehingga

kadar dalam kolon sangat rendah. Oleh karena itu perlu ditambah amebisid luminal untuk menghindari

relaps. Pada penelitian ditemukan bahwa kadar klorokuin setelah diabsorbsi tertinggi di dalam jaringan

hati; maka sangat baik untuk terapi abses hati amebiasis

• Terapi bedah

Terapi bedah berupa aspirasi dan penyaliran. Teknik aspirasi dapat dilakukan secara buta, tetapi

sebaiknya dengan tuntunan ultrasonografi sehingga dapat mencapai sasaran dengan tepat. Jika gejala

menetap lebih dari 1 minggu dan gambaran radiologi menunjukkan kista yang tetap ada setelah terapi

antibiotika, maka bisa diindikasikan aspirasi per kutis atau drainase bedah. Sumber lain juga

mengatakan, apabila pengobatan medikamentosa dengan berbagai cara tersebut di atas tidak berhasil

(72 jam) atau bila terapi dengan metronidazol merupakan kontraindikasi seperti pada kehamilan, perlu

dilakukan aspirasi. Aspirasi dapat dilakukan berulang-ulang secara tertutup atau dilanjutkan dengan

pemasangan kateter penyalir. Pada semua tindakan harus diperhatikan prosedur aseptik dan antiseptik

untuk mencegah infeksi sekunder. Cara aspirasi menguntungkan karena tidak mengganggu fungsi vital,

sedikit mempengaruhi kenyamanan penderita, tidak menyebabkan kontaminasi rongga peritoneum dan

murah. Aspirasi harus dilakukan dengan kateter yang cukup besar. Kontraindikasi adalah asites dan

struktur vital menghalangi jalannya jarum.3,4,5

Penyaliran terbuka dilakukan bila pengobatan gagal dengan terapi konservatif, termasuk aspirasi

berulang. Indikasi lain adalah abses hati lobus kiri yang terancam pecah ke rongga peritoneum dan ke

organ lain termasuk ke dinding perut, dan infeksi sekunder yang tidak terkendali. Angka kematian

dengan cara ini lebih tinggi.5

i. Komplikasi

Komplikasi abses hati amuba umumnya berupa perforasi atau ruptur abses ke berbagai rongga tubuh

(pleura, paru, perikardium, usus, intraperitoneal) dan ke kulit, sebesar 5-5,6%. Perforasi ke kranial dapat

terjadi ke pleura dan perikard. Insiden perforasi ke rongga pleura adalah 10-20%. Akan terjadi efusi

pleura yang besar dan luas yang memperlihatkan cairan cokelat pada aspirasi. Perforasi dapat berlanjut

ke paru sampai ke bronkus sehingga didapat sputum yang berwarna khas cokelat. Penderita mengeluh

bahwa sputumnya terasa seperti rasa hati selain didapatkan hemoptisis. Perforasi ke rongga perikard

menyebabkan efusi perikard dan tamponade jantung. Bila infeksi dapat diatasi, akan terjadi inflamasi

kronik seperti tuberkulosis perikard dan pada fase selanjutnya terjadi penyempitan jantung (perikarditis

Page 14: abses hepar

konstriktiva).4,5

Perforasi ke kaudal terjadi ke rongga peritoneum. Perforasi akut menyebabkan peritonitis umum. Abses

kronik, artinya sebelum perforasi, omentum dan usus mempunyai kesempatan untuk mengurung proses

inflamasi, menyebabkan peritonitis lokal. Perforasi ke depan atau ke sisi terjadi ke arah kulit sehingga

menimbulkan fistel. Infeksi sekunder dapat terjadi melalui sinus ini. Meskipun jarang, dapat juga terjadi

emboli ke otak yang menyebabkan abses amuba otak.5

j. Prognosis

Tingkat kematian dengan fasilitas yang memadai di RS 2%, sedangkan pada fasilitas yang kurang 10%,

pada kasus yang membutuhkan operasi 12%, jika ada peritonitis amebik 40–50%. Tingkat kematian akan

semakin meningkat dengan keadaan umum yang jelek, malnutrisi, ikterus atau renjatan. Kematian

biasanya disebabkan oleh sepsis atau sindrom hepatorenal.7

2. Abses Hati Piogenik

Abses hati piogenik merupakan 75% dari semua abses hati. Abses ini pada anak dan dewasa muda

terjadi akibat komplikasi apendisitis dan pada orang tua sebagai komplikasi penyakit saluran empedu.

Biasanya abses berbentuk soliter dan ini membutuhkan pembedahan, sedangkan yang bentuk multipel

kecil-kecil tersebar di kedua lobus hati tidak memerlukan pembedahan. Abses hati piogenik merupakan

kondisi serius dengan angka kematian tinggi bila diagnosis tidak dibuat secara dini. Bila terapi dilakukan

dini dan tepat, angka kematian cenderung mengecil.5

a. Epidemiologi

Abses hati piogenik tersebar di seluruh dunia dan terbanyak di daerah tropis dengan kondisi

higiene/sanitasi yang kurang. Secara epidemiologi, didapatkan 8-15 per 100.000 kasus abses hati

piogenik yang memerlukan perawatan di RS dan dari beberapa kepustakaan Barat didapatkan prevalensi

autopsi bervariasi antara 0,29-1,47% sedangkan prevalensi di RS antara 0,008-0,016%. Penyakit ini lebih

sering terjadi pada pria dibandingkan perempuan, dengan rentang usia berkisar lebih dari 40 tahun

dengan insidensi puncak pada dekade ke-6.1

b. Etiologi dan Patogenesis5,7

Hampir semua organisme patologik dapat menimbulkan abses hati piogenik. Yang terpenting ialah E.

Coli, Staphylococcus aureus, Proteus, Klebsiella, Pseudomonas dan bakteri anaerob, seperti Bacteroides

dan Clostridium. Pada dua per tiga kasus dapat dibiakkan lebih dari satu organisme. Kecurigaan kuman

anaerob lebih besar bila didapat nanah yang berbau busuk, gas dalam abses dan tidak ada kuman pada

pembiakan aerob. Mungkin juga terjadi infeksi sekunder pada kelainan intrahepatik seperti abses

Page 15: abses hepar

tuberkulosis atau infeksi askariasis. Bila organisme Streptococcus milleiri dapat dibiakkan dalam darah,

dapat diduga ada abses hati yang tidak tampak (abses tersamar).

Abses hati dapat berasal dari radang bilier, dari daerah splanknik melalui vena porta atau sistemik dari

manapun di tubuh melalui arteri hepatika. Sebagian sumber tidak diketahui. Kadang disebabkan oleh

trauma atau infeksi langsung ke hati atau sistem di sekitarnya.

• Penyakit bilier/kandung empedu

Obstruksi saluran empedu karena kolelitiasis atau karsinoma merupakan penyebab utama abses hati

piogenik. Kolesistitis akut dan pankreatitis akut juga dapat menyebabkan abses hati piogenik. Infeksi

pada saluran empedu yang mengalami obstruksi naik ke cabang saluran empedu intrahepatik

menyebabkan kolangitis yang menimbulkan kolangiolitis dengan akibat abses multipel. Abses hati

piogenik multipel terdapat pada 50% kasus. Hati dapat membengkak dan daerah yang mengandung

abses menjadi pucat kekuningan, berbeda dengan hati sehat di sekitarnya yang berwarna merah tua.

Kebanyakan terdapat pada lobus kanan dengan perbandingan 5 kali lobus kiri. Abses hati piogenik juga

dapat timbul sebagai penyulit pankreatitis kronik.

• Infeksi melalui sistim porta (piemia porta)

Sebelum era antibiotik, sepsis intraabdomen, terutama apendisitis, divertikulitis, disentri basiler, infeksi

daerah pelvik, hemoroid yang terinfeksi dan abses perirektal, merupakan penyebab utama abses hati

piogenik. Biasanya berawal sebagai pileflebitis perifer disertai pernanahan dan trombosis yang

kemudian menyebar melalui aliran vena porta ke dalam hati.

Apabila abses hati piogenik berhubungan dengan pileflebitis, vena porta dan cabangnya tampak melebar

dan mengandung nanah, bekuan darah, dan bakteria. Di sekitar abses terdapat infiltrasi radang. Apabila

abses merupakan penyulit penyakit bilier, biasanya abses berisi nanah yang berwarna hijau.

• Hematogen (melalui arteri hepatika)

Trauma tajam atau tumpul dapat mengakibatkan laserasi, perdarahan, dan nekrosis jaringan hati serta

ekstravasasi cairan empedu yang mudah terinfeksi. Hematoma subkapsuler dapat juga mengundang

infeksi dan menimbulkan abses yang soliter dan terlokalisasi.

Sebagian kecil disebabkan tindakan diagnostik atau terapeutik. Terjadinya abses pasca trauma sangat

bergantung pada kualitas pembedahan yang dilakukan untuk menanggulangi trauma hati sebelumnya.

Sepsis dengan penyebaran melalui arteri hepatika menyebabkan abses pada 20-40% pasien. Abses

biasanya multipel dan kecil di kedua lobus hati.

• Kriptogenik

Tidak ada penyebab ditemukan pada hampir separuh kasus. Namun angka kejadiannya meningkat pada

Page 16: abses hepar

pasien diabetes mellitus dan kanker yang mengalami metastasis. Pasien dengan abses hepar piogenik

berulang sebaiknya dilakukan evaluasi traktus biliaris dan gastrointestinal.

• Penyebaran langsung

Abses hati dapat terjadi akibat penyebaran langsung infeksi dari struktur yang berdekatan, seperti

empiema kandung empedu, pleuritis, ataupun abses perinefrik. Abses hati piogenik dapat merupakan

penyulit dari keganasan hati, baik primer maupun sekunder. Nekrosis jaringan baik dari tumor maupun

jaringan hati akan mudah mengundang infeksi sekunder dan menimbulkan abses yang biasanya soliter.

Kista di dalam jaringan hati juga dapat mengalami infeksi sekunder sebagaimana kelainan hati yang lain,

seperti sistosomiasis, tuberkulosis, askariasis dan penyakit hidatidosa (kista ekinokokus).

c. Gambaran Klinis

Manifestasi sistemik abses hati piogenik biasanya lebih berat daripada abses hati amuba. Dicurigai

adanya Abses hati piogenik apabila ditemukan sindrom klinis klasik berupa nyeri spontan perut kanan

atas, yang ditandai dengan jalan membungkuk ke depan dengan kedua tangan diletakkan di atasnya.1

Demam/panas tinggi merupakan keluhan paling utama, keluhan lain yaitu nyeri pada kuadran kanan

atas abdomen di bawah iga kanan dan disertai dengan keadaan syok. Nyeri sering berkurang bila

penderita berbaring pada sisi kanan. Dapat dijumpai gejala dan tanda efusi pleura. Setelah era

pemakaian antibiotik yang adekuat, gejala dan manifestasi klinis abses hati piogenik adalah malaise,

demam yang tidak terlalu tinggi, dan nyeri tumpul pada abdomen yang menghebat dengan adanya

pergerakan. Apabila abses hati piogenik letaknya dekat dengan diafragma, maka akan terjadi iritasi

diafragma sehingga terjadi nyeri pada bahu sebelah kanan, batuk ataupun terjadi atelektasis. Gejala

lainnya adalah mual dan muntah, berkurangnya nafsu makan, penurunan berat badan, kelemahan

badan, ikterus, buang air besar berwarna seperti kapur, dan buang air kecil berwarna gelap.1,5

Pada pemeriksaan mungkin didapatkan febris yang sumer-sumer hingga demam/panas tinggi yang

hilang timbul atau menetap bergantung pada jenis abses dan kuman penyebabnya. Pada palpasi

terdapat hepatomegali atau ketegangan pada perut kuadran lateral atas abdomen atau pembengkakan

pada daerah interkostal. Ketegangan lebih nyata pada perkusi. Apabila abses terdapat pada lobus kiri,

mungkin dapat diraba tumor di epigastrium. Splenomegali didapatkan apabila abses telah menjadi

kronik, selain itu bisa didapatkan asites, ikterus, serta tanda-tanda hipertensi portal. Ikterus terutama

terdapat pada abses hati piogenik karena penyakit saluran empedu yang disertai dengan kolangitis

supurativa dan pembentukan abses multipel. Jenis ini prognosisnya buruk.1,5

Dapat terjadi penyulit berupa pecahnya abses ke dalam rongga perut, rongga dada atau perikard. Dapat

pula terjadi septikemia dan syok. Akan tetapi, banyak juga yang tidak menunjukkan gejala khas. Oleh

Page 17: abses hepar

karena itu, kemungkinan abses hati piogenik patut dipikirkan pada setiap penderita dengan demam

tanpa sebab yang jelas, terutama pascabedah abdomen.5

Tabel berikut ini menampilkan tanda dan gejala dari abses hati piogenik8

Gejala Per

sentase

Tanda Per

sentase

Sakit perut

Demam

Menggigil

Anoreksia

Penurunan

berat badan

Batuk

Nyeri dada

89-

100

67-

100

33-

88

38-

80

25-

68

11-

28

9-

24

Temuan normal

Nyeri kuadran

kanan atas

Hepatomegali

Teraba massa

Ikterus

Kelainan paru

38

41-

72

51-

92

17-

18

23-

43

11-

48

 

d.    Pemeriksaan penunjang

•    Laboratorium

Leukosit meningkat jelas (>10.000/mm3) pada 75-96% pasien, dengan pergeseran ke kiri,

walaupun beberapa kasus menunjukkan nilai normal. Laju endapan darah biasanya meningkat

dan dapat terjadi anemia ringan (50-80% pasien), meningkatnya alkali fosfatase (pada 95-100%

pasien), enzim transaminase dan serum bilirubin (pada 28-73% pasien), berkurangnya kadar

albumin serum (<3 g/dl), meningkatnya nilai globulin (>3 g/dl) dan waktu protrombin yang

Page 18: abses hepar

memanjang (71-87% pasien) menunjukkan adanya kegagalan fungsi hati yang disebabkan abses

hati piogenik. Prognosis buruk bila kadar serum amino transferase meningkat. Tes serologi

digunakan untuk menyingkirkan diagnosis diferensial. Kultur darah yang memperlihatkan

bakteri penyebab menjadi standar emas untuk menegakkan diagnosis secara mikrobiologik.1,5,8

•    Pencitraan

Pada foto polos rontgen, elevasi atau perubahan diafragma kanan terlihat pada 50% kasus. Dapat

dijumpai efusi pleural, atelektasis basiler, pleuritis, empiema, abses paru, dan jarang sekali fistel

bronkopleural. Kadang dapat dilihat garis batas udara dan cairan yang terdapat di dalam rongga

abses. Pada foto toraks PA, sudut kardiofrenikus tertutup, pada posisi lateral sudut kostofrenikus

anterior tertutup. Abses lobus kiri akan mendesak kurvatura minor. Secara angiografik, abses

merupakan daerah avaskuler. Pemeriksaan penunjang yang lain yaitu CT-scan abdomen atau

MRI, ultrasonografi abdomen dan biopsi hati, kesemuanya saling menunjang sehingga memiliki

nilai diagnostik semakin tinggi. CT-scan abdomen memiliki sensitivitas 95-100% dan dapat

mendeteksi luasnya lesi hingga kurang dari 1 cm. Ultrasonografi abdomen memiliki sensitivitas

80-90%, Ultrasound-Guided Aspiraate for Culture and Special Stains didapatkan positif 90%

kasus, sedangkan gallium and technectium radionuclide scanning memiliki sensitivitas 50-

90%.1,5

e.    Diagnosis

Menegakkan diagnosis abses hati piogenik berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

laboratorium serta pemeriksaan penunjang. Diagnosis kadang-kadang sulit ditegakkan sebab

gejala dan tanda klinis sering tidak spesifik. Sedangkan diagnosis dini memberikan arti penting

dalam pengelolaan karena penyakit ini dapat disembuhkan. Sebaliknya, diagnosis dan

pengobatan yang terlambat akan meningkatkan angka kejadian morbiditas dan mortalitas.

Diagnosis dapat ditegakkan bukan hanya dengan CT-scan saja, meskipun pada akhirnya dengan

CT-scan mempunyai nilai prediksi yang tinggi untuk diagnosis, demikian juga dengan tes

serologi yang dilakukan. Tes serologi yang negatif menyingkirkan diagnosis abses hati amuba,

meskipun terdapat pada sedikit kasus, tes ini menjadi positif setelah beberapa hari kemudian.

Diagnosis berdasarkan penyebab adalah dengan menemukan bakteri penyebab pada pemeriksaan

kultur hasil aspirasi, ini merupakan standar emas untuk diagnosis.1

f.    Penatalaksanaan

•    Aspirasi

Page 19: abses hepar

Aspirasi tertutup dapat dilakukan dengan bimbingan ultrasonografi atau tomografi komputer.

Pungsi ini dilakukan untuk tujuan aspirasi berulang, memasukkan antibiotik ke dalam rongga

abses, serta memasang pipa penyalir, baik sebagai tindakan diagnosis maupun pengobatan.

Komplikasi yang bisa terjadi adalah perdarahan, pneumotoraks, kebocoran dinding abses ke

dalam rongga peritoneum, perforasi organ intraabdominal, infeksi ataupun terjadi kesalahan

dalam penempatan kateter untuk drainase. Drain dilepas jika dinding abses kolaps, yang

dikonfirmasi lewat pemeriksaan CT-scan. Adanya asites dan struktur yang menghalangi drainase

merupakan kontraindikasi. Keberhasilan tindakan ini sebesar 80-87%. Pertimbangkan terjadinya

kegagalan drainase perkutan bila tidak ada perbaikan terjadi dan kondisi memburuk dalam 72

jam,atau bila abses berulang meskipun drainase awal memadai. Kegagalan drainase perkutan

dapat ditangani dengan pemasangan ulang kateter, atau melakukan drainase bedah terbuka.1,5,8

•    Pengobatan medis

Pemberian antibiotik disesuaikan dengan hasil tes kepekaan kuman. Bila hasil tes belum ada,

sedangkan pengobatan harus dimulai, pada terapi awal digunakan penisilin. Selanjutnya

dikombinasikan antara ampisilin, aminoglikosida atau sefalosporin generasi III dan klindamisin

atau metronidazol. Metronidazol dan klindamisin baik untuk melawan bakteri anaerob dan

mampu melakukan penetrasi ke dalam kavitas abses. Aminoglikosida dan sefalosporin generasi

III mampu melawan bakteri gram negatif. Floroquinolon dapat dijadikan alternatif bagi pasien

yang alergi terhadap golongan penisilin. Terapi ini biasanya efektif pada pasien dengan abses

unilokular dengan ukuran <3 cm. Jika dalam waktu 48-72 jam belum ada perbaikan klinis dan

laboratoris maka antibiotik yang digunakan diganti dengan antibiotik yang sesuai dengan hasil

kultur sensitivitas aspirat abses hati. Pengobatan secara parenteral dapat dirubah menjadi oral

setelah pengobatan parenteral selama 10-14 hari dan kemudian dilanjutkan kembali hingga 6

minggu kemudian. Bilamana perlu, antibiotik dapat diberikan langsung ke saluran empedu

melalui penyalir T yang dipasang sewaktu melakukan laparatomi atau langsung ke sistem porta

melalui vena umbilikalis. Keberhasilan pengobatan bergantung pada ukuran, letak dan jumlah

abses.1,5,8

•    Pengobatan bedah1,5,8

Penyaliran tertutup dan pemberian antibiotik melalui penyalir ternyata efektif pada banyak

penderita. Pembedahan dilakukan pada penderita yang tidak menunjukkan hasil baik dengan

pengobatan nonbedah. Indikasi untuk drainase bedah adalah sebagai berikut:

Page 20: abses hepar

a)    Adanya penyakit intra-abdomen yang membutuhkan tindakan operatif

b)    Kegagalan terapi antibiotik

c)    Kegagalan aspirasi perkutan

d)    Kegagalan drainase perkutan

Kontraindikasi relatif untuk tindakan operatif:

a)    Abses multipel

b)    Infeksi polimikroba

c)    Adanya penyakit imunosupresif atau keganasan pada pasien

d)    Adanya masalah kesehatan lain pada pasien yang mempersulit tindakan

Laparatomi dilakukan dengan sayatan subkostal kanan. Abses dibuka, dilakukan penyaliran,

dicuci dengan larutan garam fisiologik dan larutan antibiotik serta dipasang penyalir. Apabila

letak abses jauh dari permukaan, penentuan lokasi dilakukan dengan ultrasonografi intraoperatif,

kemudian dilakukan aspirasi dengan jarum. Abses multipel bukan indikasi untuk pembedahan

dan pengobatannya hanya dengan pemberian antibiotik dan pungsi. Kadang-kadang abses hati

piogenik multipel diperlukan reseksi hati.

g.    Komplikasi

Saat diagnosis ditegakkan, menggambarkan keadaan penyakit yang berat, seperti

septikemia/bakteremia dengan mortalitas 85%, ruptur abses hati disertai peritonitis generalisata

dengan mortalitas 6-7%, kelainan pleuropulmonal, gagal hati, perdarahan ke dalam rongga abses,

hemobilia, empiema, fistula hepatobronkial, ruptur ke dalam perikard atau retroperitoneum.

Sesudah mendapat terapi, sering terjadi diatesis hemoragik, infeksi luka, abses rekuren,

perdarahan sekunder dan terjadi rekurensi atau reaktivasi abses.1

h.    Prognosis

Jika disertai septikemia, mortalitas dan morbiditas tinggi. Mortalitas abses hati piogenik yang

diobati dengan antibotika yang sesuai bakterial penyebab dan dilakukan drainase adalah 10-16%.

Prognosis juga dipengaruhi oleh umur penderita, adanya penyakit saluran empedu, adanya

hubungan dengan keganasan dan penyulit di paru-paru. Prognosis buruk apabila terjadi

keterlambatan diagnosis dan pengobatan, jika hasil kultur darah yang memperlihatkan penyebab

bakterial organisme multipel, tidak dilakukan drainase terhadap abses, adanya ikterus,

hipoalbuminemia, efusi pleural atau adanya penyakit lain.5

Page 21: abses hepar

 

DAFTAR PUSTAKA

1.    Sudoyo, Aru. W., dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi IV. Jakarta :

Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

2.    Way. Lawrence. W., 2003. Current Surgical Diagnosis and Treatment. Lange USA :

Medical Publication.

3.    Kortz, Warren J. & Sabiston, David C., 1994. Sabiston Buku Ajar Bedah, Bagian 2. Jakarta :

Penerbit Buku Kedokteran EGC.

4.    Junita, A., dkk. 2006. Jurnal Penyakit Dalam, Volume 7 Nomor 2 : Beberapa Kasus Abses

Hati Amuba. Available from: Http://ejournal.unud.ac.id/. Accessed on : June 02nd, 2009.

5.    Sjamsuhidayat, R., Jong, Wim de. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. Jakarta : EGC.

6.    Moore, L. Keith., Agur, Anne. M. R., 2002. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta : Hipokrates.

7.    Hetti. 2010. Liver Abses. Available from Http://wordpress.com/2010/03/17/liver-abses.

Accessed on : June 02nd, 2009.

8.    Nickloes, Todd. A., 2009. Pyogenic Hepatic Abscess. Available from:

Http://emedicine/193182.htm. Accessed on : June 02nd, 2009.

Page 22: abses hepar

ABSES HEPAR

A. PENDAHULUAN

Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur, maupun nekrosis

steril yang bersumber dari sistem gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan

pembentukan pus4 yang terdiri dari jaringan hati nekrotik, sel – sel inflamasi, atau sel darah di dalam

parenkim hati.1,2

Secara umum, abses hati terbagi atas dua, yaitu abses hati amebik (AHA) dan abses hati piogenik (AHP).

AHA merupakan salah satu komplikasi amebiasis ekstraintestinal yang paling sering dijumpai di daerah

tropik/subtropik, termasuk Indonesia. AHP dikenal juga sebagai hepatic abscess, bacterial liver abscess,

bacterial abscess of the liver, bacterial hepatic abscess. AHP ini merupakan kasus yang relatif jarang,

pertama ditemukan oleh Hippocrates (400 SM) dan dipublikasikan pertama kali oleh Bright pada tahun

1936. Selanjutnya terbukti adanya hubungan antara abses piogenik ini dengan appendisitis akibat

tromboflebitis mesenterik yang berawal dari daerah appendiks. 1,2,4

B. EPIDEMIOLOGI

Sebelum adanya alat – alat diagnostik canggih seperti sekarang ini (USG, tomografi komputer, resonansi

magnetik nuklir), maka prevalensi abses piogenik tidak diketahui karena tanpa autopsi sukar sekali untuk

menegakkan diagnosisnya.2

Di negara – negara yang sedang berkembang, AHA didapatkan secara endemik dan jauh lebih sering

dibandingkan AHP. AHP ini tersebar di seluruh dunia, dan terbanyak di daerah tropis dengan kondisi

hygiene /sanitasi yang kurang. Secara epidemiologi, didapatkan 8 – 15 per 100.000 kasus AHP yang

Page 23: abses hepar

memerlukan perawatan di RS, dan dari beberapa kepustakaan Barat, didapatkan prevalensi autopsi

bervariasi antara 0,29 – 1,47% sedangkan prevalensi di RS antara 0,008 – 0,016%. AHP lebih sering

terjadi pada pria dibandingkan perempuan, dengan rentang usia berkisar lebih dari 40 tahun, dengan

insidensi puncak pada dekade ke – 6.1

Insiden abses hati amebik yang pasti sukar diketahui dan laporan setiap peneliti berbeda karena

bergantung pada populasi yang diambil dan cara penelitian. Kejadian penyakit ini lebih tinggi bila

didapatkan pada daerah atau masyarakat dengan sanitasi jelek, tingkat ekonomi rendah, dan penduduk

yang padat.2

C. ETIOLOGI

Etiologi AHP adalah enterobacteriaceae, microaerophilic streptococci, anaerobic streptococci, klebsiella

pneumoniae, bacteriodes, fusobacterium, staphylococcus aureus, staphylococcus milleri, candida

albicans, aspergillus, actinomyces, eikenella corrodens, yersinia enterolitica, salmonella typhi, brucella

melitensis, proteus vulgaris, enterobacter aerogenes, dan fungal.1,2

Selain bakteri, keadaan – keadaan tertentu bisa menyebabkan terjadinya abses hati piogenik, di

antaranya2,3

1. Sistem biliaris langsung dari kandung empedu atau melalui saluran – saluran empedu.

2. Visera abdomen melalui vena porta yaitu secara langsung atau pieloflebitis atau embolisasi. Biasanya

berasal dari appendisitis, divertikulitis, atau penyakit Crohn. Kolitis ulseratif jarang dengan abses hati.

3. Arteri hati pada bakteremia/septikemia akibat infeksi di tempat lain.

4. Penyebaran langsung dari infeksi organ sekitar hati seperti gaster, duodenum, ginjal, rongga

subdiafragma, atau pankreas.

5. Trauma tusuk atau tumpul.

6. Kriptogenik

Di negara – negara Barat, penyakit sistem biliaris merupakan penyebab abses hati yang paling sering, ini

disebabkan karena semakin tinggi umur harapan hidup dan semakin banyak orang lanjut usia ini yang

dikenai penyakit kandung empedu.2

Pada era pre-antibiotik, AHP terjadi akibat komplikasi appendisitis bersama dengan fileflebitis. Bakteri

patogen melalui arteri hepatika atau melalui sirkulasi vena portal masuk ke dalam hati sehingga terjadi

bakteremia sistemik, ataupun menyebabkan komplikasi intra abdominal seperti divertikulitis, peritonitis,

dan infeksi post operasi. Pada saat ini karena pemakaian antibiotik sudah adekuat, sehingga AHP oleh

karena appendisitis hampir tidak ada lagi. Saat ini terjadi peningkatan insidensi AHP akibat komplikasi

dari sistem biliaris, yaitu langsung dari kandung empedu seperti kolangitis dan kolesistitis.1,6,7

Page 24: abses hepar

Abses hepar amebiasis disebabkan oleh infeksi strain virulen Entamoeba histolytica. Bentuk protozoa ini

ada dua, yaitu bentuk kista dewasa berukuran 10 – 20 mikron, resisten terhadap suasana kering dan

suasana asam. Bentuk yang kedua yaitu bentuk trofozoit. Trofozoit memiliki dua bentuk, ada yang

berukuran kecil (10 – 20 mikron) dan berukuran besar (20 – 60 mikron). Bentuk trofozoit akan mati

dalam suasana kering dan asam. Trofozoit besar sangat aktif bergerak, mampu memangsa eritrosit,

mengandung protease yaitu hialuronidase dan mukopolisakarida yang mampu mendestruksi jaringan.2,

5

D. PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI

Hati adalah organ yang paling sering untuk terjadinya abses. Dari suatu studi di Amerika, didapatkan

13% abses hati dari 48% abses viseral. Abses hati dapat berbentuk soliter maupun multipel. Hal ini dapat

terjadi dari penyebaran hematogen maupun secara langsung dari tempat terjadinya infeksi di dalam

rongga peritoneum. Hati menerima darah secara sistemik maupun melalui sirkulasi vena portal, hal ini

memungkinkan terinfeksinya hati karena paparan bakteri yang berulang, tetapi dengan adanya sel

Kuppfer yang membatasi sinusoid hati akan menghindari terinfeksinya hati oleh bakteri tersebut.

Adanya penyakit sistem biliaris sehingga terjadi obstruksi aliran empedu akan menyebabkan terjadinya

proliferasi bakteri. Adanya tekanan dan distensi kanalikuli akan melibatkan cabang – cabang dari vena

portal dan limfatik sehingga akan terbentuk formasi abses fileflebitis. Mikroabses yang terbentuk akan

menyebar secara hematogen sehingga terjadi bakteremia sistemik. Penetrasi akibat trauma rusuk akan

menyebabkan inokulasi bakteri pada parenkim hati sehingga terjadi AHP. Penetrasi akibat trauma

tumpul akan menyebabkan nekrosis hati, perdarahan intrahepatik, dan terjadi kebocoran saluran

empedu sehingga terjadi kerusakan dari kanalkuli. Kerusakan kanalikuli menyebabkan masuknya bakteri

ke hati dan terjadi pertumbuhan bakteri dengan proses supurasi dan pembentukan pus. Lobus kanan

hati yang lebih sering terjadi AHP dibandingkan lobus kiri, hal ini berdasarkan anatomi hati, yaitu lobus

kanan menerima aliran darah dari arteri mesenterika superior dan vena portal sedangkan lobus kiri

menerima darah dari arteri mesenterika inferior dan aliran limfatik.1

Secara histopatologik, abses hepar tidak berbeda dengan abses di tempat lain yaitu terdapat nekrosis

sentral dengan debris seluler dikelilingi infiltrasi leukosit dan limfosit yang masif. Di bagian larnya ada

daerah proliferasi fibroblastik membentuk dinding jaringan ikat mengelilingi abses.2

Pada abses hepar amebik, penularan umumnya melalui fekal – oral, baik makanan maupun minuman

yang tercemar kista atau transmisi langsung pada keadaan higiene perorangan buruk. Sesudah masuk

per oral, hanya bentuk kista yang bisa sampai ke intestin tanpa dirusak oleh asam lambung, kemudian

kista pecah, keluar trofozoit. Di dalam usus, trofozoit menyebabkan terjadinya ulkus pada mukosa akibat

Page 25: abses hepar

enzim proteolitik yang dimilikinya dan bisa terbawa aliran darah portal masuk ke hepar. Amoeba

kemudian tersangkut menyumbat venul porta intrahepatik, terjadi infark hepatosit sedangkan enzim –

enzim proteolitik tadi mencerna sel parenkim hati sehingga terbentuk abses. Di daerah sentralnya

terjadi pencairan yang berwarna coklat kemerahan “anchovy sauce” yang terdiri dari jaringan hati yang

nekrotik dan berdegenerasi. Amoebanya dapat ditemukan pada dinding abses dan sangat jarang

ditemukan di dalam cairan di bagian sentral abses. Kira – kira 25% abses hati amebik mengalami infeksi

sekunder sehingga cairan absesnya menjadi purulen dan berbau busuk.2

Sampai sekarang masih belum jelas mengapa ada periode laten yaitu jarak waktu yang lamanya

bervariasi kadang – kadang sampai bertahun – tahun di antara kejadian infeksi pada usus dengan

timbulnya abses hati. Di samping itu, hanya lebih kurang 10% penderita abses hati yang dapat

ditemukan adanya kista E. Histolytica dalam tinjanya dalam waktu yang bersamaan.2, 5

E. GAMBARAN KLINIK

Manifestasi sistemik AHP biasanya lebih berat daripada abses hati amebik. Dicurigai adanya AHP apabila

ditemukan sindrom klinis klasik berupa nyeri spontan perut kanan atas yang ditandai dengan jalan

membungkuk ke depan dengan kedua tangan diletakkan di atasnya. Demam/panas tinggi merupakan

keluhan paling utama dengan tipe demam remiten, intermiten, atau kontinyu disertai menggigil,

keluhan lain yaitu nyeri pada kuadran kanan atas abdomen, keringat banyak, dan disertai dengan

keadaan syok. Setelah era pemakaian antibiotik yang adekuat, gejala dan manifestasi klinis AHP adalah

malaise, demam yang tidak terlalu tinggi dan nyeri tumpul pada abdomen yang menghebat dengan

adanya pergerakan. Apabila abses hati piogenik letaknya dekat dengan diafragma, maka akan terjadi

iritasi diafragma sehingga terjadi nyeri pada bahu sebelah kanan, batuk, ataupun atelektasis. Gejala

lainnya adalah rasa mual dan muntah, berkurangnya nafsu makan, terjadi penurunan berat badan,

kelemahan badan, ikterus, buang air besar berwarna seperti kapur dan buang air kecil berwarna

gelap.1,2

Pemeriksaan fisis yang didapatkan yaitu febris/agak hangat hingga demam/panas tinggi, pada palpasi

terdapat hepatomegali serta perkusi terdapat nyeri tekan hepar, yang diperberat dengan adanya

pergerakan abdomen, splenomegali didapatkan apabila AHP telah menjadi kronik, selain itu, bisa

didapatkan asites, ikterus, serta tanda – tanda hipertensi portal. Adanya ikterus menunjukkan adanya

penyakit sistem bilier yang disertai kolangitis dengan prognosis yang buruk.2

Pada abses hati amebik, demam ditemukan pada hampir semua kasus, terdapat rasa sakit pada perut

atas yang sifatnya seperti ditekan atau ditusuk. Rasa sakit bertambah bila penderita berubah posisi atau

batuk. Nyeri dada bagian kanan bawah, anoreksia, mual, muntah, perasaan lemah, penurunan berat

Page 26: abses hepar

badan, batuk, gejala iritasi diafragma seperti “hiccup”, diare dengan atau tanpa bukti kolitis amebik.

Kegagalan faal hati fulminan sekunder yang sangat jarang terjadi. Ada riwayat bepergian di daerah

endemik amoebiasis.5

Pada pemeriksaan fisis, didapatkan demam yang tidak terlalu tinggi, suhu biasa intermiten atau remiten.

Hepatomegali yang teraba nyeri tekan, hati akan membesar ke arah kaudal atau kranial dan mungkin

mendesak ke arah perut atau ruang interkostal. Pada perkusi di atas daerah hepar akan terasa nyeri.

Abses yang besar tampak sebagai massa yang membenjol di daerah dada kanan bawah. Pada kurang

10% kasus abses terletak di lobus kiri yang seringkali terlihat seperti massa yang teraba nyeri di

epigastrium. Ikterus jarang terjadi, kalau ada biasanya ringan. Bila ikterus hebat biasanya disebabkan

abses yang besar atau multipel, atau dekat porta hepatik. Gambaran klinik abses hati digambarkan

sebagai gambaran klinik klasik dan tidak klasik.2

1. Gambaran klinik klasik didapatkan penderita mengeluh demam dan nyeri perut kanan atas atau dada

kanan bawah, dan didapatkan hepatomegali yang nyeri.

2. Gambaran klinik tidak klasik tidak seperti gambaran klinik klasik, hal ini disebabkan oleh letak abses

pada bagian hati tertentu memberikan menifestasi klinik yang menutupi gambaran yang klasik.

Gambaran klinik tidak klasik berupa:

a. Benjolan di dalam perut seperti bukan kelainan hati, misalnya diduga empiema kandung empedu

adatu tumor pankreas.

b. Gejala renal, nyeri pinggang kanan dan ditemukan massa yang diduga ginjal kanan. Hal ini disebabkan

letak abses di bagian posteroinferior lobus kanan hati.

c. Ikterus obstruktif, disebabkan abses terletak di dekat porta hepatis.

d. Kolitis akut

e. Gejala kardiak, ruptur abses ke rongga perikardium memberikan gambaran klinik efusi perikardial.

f. Gejala pleuropulmonal, berupa empiema toraks atau abses paru yang menutupi gambaran klasik

abses hepar.

g. Abdomen akut, bila abses hati mengalami perforasi ke dalam rongga peritonium, terjadi distensi perut

yang nyeri disertai bising usus yang berkurang.

h. Gambaran abses yang tersembunyi, hepatomegali yang tidak nyeri.

i. Demam yang tidak diketahui penyebabnya, sering dikacaukan dengan tifus abdominalis atau malaria

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Laboratorium

Page 27: abses hepar

Didapatkan leukositosis yang tinggi dengan pergeseran ke kiri, biasanya antara 13000 – 16000, bila

disertai infeksi sekunder biasanya di atas 20000 per mm. Sebagian besar penderita menunjukkan

peningkatan laju endap darah (LED), peningkatan alkali fosfatase, peningkatan enzim transaminase dan

serum bilirubin, anemia pada 50% kasus, berkurangnya konsentrasi albumin serum dan waktu

protrombin yang memanjang menunjukkan bahwa terdapat kegagalan fungsi hati yang disebabkan AHP.

Tes serologi digunakan untuk menyingkirkan diagnosis banding, sensitivitasnya 91 – 93% dan

spesifitasnya 94 – 99%. Kultur darah yang memperlihatkan bakteri penyebab menjadi standar emas

untuk menegakkan diagnosis secara mikrobiologik. Pada pemeriksaan pus, bakteri penyebab seperti

Proteus vulgaris, Pseudomonas aeroginosa bisa ditemukan.1,2

Di daerah endemik amoebiasis, seseorang tanpa amoebiasis invasif sering memberikan reaksi serologik

positif akibat antibodi yang terbentuk pada infeksi sebelumnya. Oleh karena itu, pemeriksaan kuantitatif

lebih bernilai dalam diagnostik. Titer di atas 1/512 (positif kuat) menyokong adanya abses amebik

sebaliknya abses stadium awal bisa memberikan serologi negatif. 2

2. Pemeriksaan Radiologi

Pada foto toraks dan foto polos abdomen ditemukan diafragma kanan meninggi, efusi pleura, atelektasis

basiler, empiema, atau abses paru. Pada foto toraks PA, sudut kardiofrenikus tertutup, pada posisi

lateral, sudut kostofrenikus anterior tertutup. Di bawah diafragma, terlihat bayangan udara atau air fluid

level. Abses lobus kiri akan mendesak kurvatura minor. Secara angiografik, abses merupakan daerah

avaskuler.1

Selain foto polos, pemeriksaan penunjang lain yang bisa digunakan yaitu pemeriksaan sidik

hati/USG/tomografi komputer, biopsi hati. Pemeriksaan canggih ini sangat bermanfaat dalam

meningkatkan kemampuan menegakkan diagnosis abses hati, mempercepat diagnosis, mengarahkan

proses drainase untuk mendapatkan hasil terapi yang baik. Abdominal CT – Scan memiliki sensitifitas 95

– 100% dan dapat mendeteksi luasnya lesi hingga kurang dari 1 cm. Ultrasound abdomen memiliki

sensitifitas 80 – 90%. Kultur hasil aspirasi terpimpin dengan ultrasound didapatkan positif 90% kasus.1,2

G. KOMPLIKASI

Saat diagnosis ditegakkan, menggambarkan keadaan penyakit yang berat, seperti

septikemia/bakteremia dengan mortalitas 85%, ruptur abses hati disertai peritonitis generalisata dengan

mortalitas 6 – 7%, kelainan pleuropulmonal, gagal hati, perdarahan ke dalam rongga abses, hemobilia,

empiema, fistula hepatobronkial, ruptur ke dalam perikard atau retroperitoneum.1,2

Sesudah mendapat terapi, sering terjadi diatesis hemoragik, infeksi lukas, abses rekuren, perdarahan

Page 28: abses hepar

sekunder dan terjadi rekurensi atau reaktivasi abses.2

H. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan AHP secara konvensional adalah dengan drainase terbuka secara operasi dan antibiotik

spektrum luas oleh karena bakteri penyebab abses terdapat di dalam cairan abses yang sulit dijangkau

dengan antibiotik tunggal tanpa aspirasi cairan abses. Penatalaksanaan saat ini adalah dengan

menggunakan drainase perkutaneus abses intra abdominal denggan tuntunan abdomen ultrasound atau

tomografi komputer, komplikasi yang bisa terjadi adalah perdarahan, perforasi organ intra abdominal,

infeksi, ataupun terjadi kesalahan dalam penempatan kateter untuk drainase, kadang – kadang pada

AHP multipel diperlukan reseksi hati.1,2,3

Penatalaksanaan dengan menggunakan antibiotik, pada terapi awal digunakan penisilin untuk kokus

gram positif dan beberapa bakteri gram negatif yang sensitif. Selanjutnya dikombinasikan antara

ampisilin, aminoglikosida untuk bakteri gram negatif yang resisten, atau sefalosporin generasi III dan

klindamisin atau metronidazole untuk bakteri anaerob. Jika dalam waktu 48 – 72 jam belum ada

perbaikan klinis, maka antibiotika yang digunakan diganti dengan antibotika yang sesuai dengan hasil

kultur sensitifitas aspirat abses hati. Pengobatan secara perenteral dapat diubah menjadi oral setelah

pengobatan parenteral selama 10 – 14 hari dan kemudian dilanjutkan kembali hingga 6 minggu

kemudian.1,2

Pengelolaan dengan dekompresi saluran biliaris dilakukan jika terjadi obstruksi sistem biliaris yaitu

dengan rute transhepatik atau dengan melakukan endoskopi.2

Penatalaksanaan untuk abses hepar amebik yaitu pemberian amebisid jaringan untuk mengobati

kelainan di hatinya, disusul amebisid intestinal untuk pemberantasan E.histolytica di dalam usus

sehingga mencegah kambuhnya kasus abses hati. Metronidazole merupakan pilihan pertama dengan

dosis 3x750 mg/hari selama 10 hari.2, 5 Pilihan kedua adalah kombinasi emetin – hidroklorida atau

dehidroemetin dengan klorokuin. Emetin dan dihidroemetin merupakan amebisida yang sangat kuat,

didapatkan dalam kadar tinggi di hati, jantung, dan organ lain. Dosis yang diberikan adalah 1 mg

emetin/kgBB selama 7 – 10 hari atau 1,5 ng dehidroemetin/kgBB selama 10 hari intramuskuler.

Amebisid yang lain yaitu klorokiun. Dosis yang diberikan adalah 600 mg klorokuinbasa, lalu 6 jam

kemudian 300 mg dan selanjutnya 2x150 mg/hari selama 28 hari.2

Indikasi Tindakan Aspirasi Terapeutik 2

1. Abses yang dikhawatirkan akan pecah

2. Respon terhadap medikamentosa setelah 5 hari tidak ada

3. Abses di lobus kiri karena abses di sini mudah pecah ke rongga perikardium atau peritoneum

Page 29: abses hepar

Indikasi Tindakan Pembedahan 2

1. Abses disertai komplikasi infeksi sekunder

2. Abses yang jelas menonjol ke dinding abdomen atau ruang interkostal

3. Bila terapi medikamentosa dan aspirasi tidak berhasil

4. Ruptur abses ke dalam rongga peritoneum/pleura/perikard

I. PROGNOSIS

Mortalitas AHP yang diobati dengan antibiotika yang sesuai bakterial penyebab dan dilakukan drainase

adalah 10 – 16%. Prognosis yang buruk apabila terjadi keterlambatan diagnosis dan pengobatan, jika

hasil kultur darah yang memperlihatkan bakterial penyebab multipel, tidak dilakukan drainase terhadap

abses, adanya ikterus, hipoalbuminemia, efusi pleura atau adanya penyakit lain.1

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. Ar

Umur : 58 tahun

Jenis Kelamin : Laki – laki

No. RM : 210854

Alamat : Jl. Veteran Lr. 46 No 11 B

Ruangan : Baji Pamai II Kamar 210 RS Labuang Baji

Tanggal Masuk RS : 23 November 2010

CATATAN RIWAYAT PENYAKIT

KELUHAN UTAMA : Nyeri Perut Kanan Atas

ANAMNESIS TERPIMPIN :

Dialami sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit, tidak terus menerus, memberat dalam 2 hari SMRS.

Nyeri dirasakan di daerah perut kanan atas. Tidak menjalar. Nyeri bertambah saat batuk atau ditekan.

Page 30: abses hepar

Mual (+), muntah (+) frekuensi 1 kali, isi sisa makanan. Demam (-), riwayat demam (-) sesak (-), batuk (-),

nyeri dada (-).

BAB : riwayat kurang lancar + 2 hari SMRS, flatus (-), setelah diberi Dulcolax supp di IGD, BAB 1 kali,

flatus (+)

BAK : lancar, warna pekat

RIWAYAT PENYAKIT SEBELUMNYA :

• Riwayat DM (-)

• Riwayat hipertensi (-)

• Riwayat kencing batu (-)

• Riwayat konsumsi obat anti nyeri (-)

• Riwayat sakit kuning (-)

PEMERIKSAAN FISIK :

Status Present : SS/GK/CM; BB = 40 kg; TB = 160 cm; IMT = 15,62 kg/m2

Tanda Vital : TD = 110/80 mmHg; N = 86 x/i; P = 24 x/i; S = 36,7oC

Kepala : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterus, bibir tidak sianosis

Mulut : tidak ditemukan kandidiasis oral

Leher : tidak didapatkan massa tumor, tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran kelenjar leher. DVS

R-2 cmH2O.

Thoraks :

Inspeksi : simetris kiri dan kanan, ikut gerak napas, bentuk normochest

Palpasi : tidak ada massa tumor, tidak ada nyeri tekan, vocal fremitus simetris kiri dan kanan

Perkusi : sonor kedua lapangan paru, batas paru hepar sela iga VI anterior dextra

Auskultas : bunyi pernapasan vesikuler, tidak ada bunyi tambahan

Jantung :

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis teraba di ICS VI linea medioklavikularis sinistra

Perkusi : pekak, batas jantung kesan normal (batas jantung kanan terletak pada linea sternalis kanan,

batas jantung kiri sesuai dengan ictus cordis terletak pada sela iga 5 – 6 linea medioklavikularis kiri)

Auskultasi : bunyi jantung I/II murni reguler, bunyi tambahan (-)

Abdomen :

Inspeksi : Cembung (distended abdomen), ikut gerak napas, Cullen Sign (-)

Auskultasi : Peristaltik kesan menurun

Page 31: abses hepar

Palpasi : MT (-), NT (+) di regio hipokondrium dextra, Murphy sign (-), hepar sulit diidentifikasi, lien tidak

teraba

Perkusi : Tympani

Ekstremitas : Edema (-)/(-)

RT :

Sfingter : mencekik

Mukosa : licin

Handschoen :

Feses (+) warna kuning

Darah (-), Lendir (-)

Diagnosis Sementara:

Abses Hepar

Pankreatitis

Kolelitiasis

Susp Ileus pro evaluasi

Penatalaksanaan Awal :

IVFD RL 28 tpm

Ceftriaxone 1 gr/12 jam/ IV

Metronidazole 0,5 gr/ 8 jam/ drips

Rencana Pemeriksaan :

Darah rutin

Urine rutin

SGOT, SGPT, ureum, kreatinin, gula darah, bilirubin total, LED, alkali fosfatase, albumin serum, PT &

aPTT

USG abdomen

Foto BNO 3 posisi

Pemeriksaan Laboratorium:

Jenis Pemeriksaan Tanggal pemeriksaan

23/11/2010 30/11/2010 31/11/2010

DARAH RUTIN WBC 27.7 x 103 20,1 x 103 31,4 x 103

RBC 4,77 x 106 3,98 x 106 4,78 x 106

HBG 12,4 12,9 15,4

Page 32: abses hepar

HCT 39,11 % 37,8% 45,6%

MCV 62 95 95

MCH 25,9 32,4 32,3

MCHC 31,6 34,1 33,9

PLT 384 x 103 445 x 103 251 x 103

KIMIA DARAH SGOT 39 47

SGPT 44 41

Ureum 62,6 13,6

Kreatinin 1.32 0,52

TKK

Asam Urat

DM GDS 116

GDP

Asam Urat

HbA1c

LIPID Kol. Tot

LDL

HDL

Trigliserida

Lain-lain Fe Serum

TIBC

LED I 50

CT

BT

Radiologi

• USG ABDOMEN (23 Oktober 2010)

- Tampak 2 sol di hepar, I di lobus kanan, Ф 4,44 x 4,78 cm dan II di lobus kiri Ф 4,67 x 3,96 cm

Kesan : - Hepatomegaly dengan abses hepar

- Sub Ileus

Page 33: abses hepar

- Prostat enlarge

• USG ABDOMEN KONTROL (30 Oktober 2010)

- Abses hepar, Ф sol di lobus kanan 5,22 x 5,6 cm

- Ф Sol di lobus kiri 7 x 4,38 cm

Kesan : - Abses mulai mencair dengan diameter cenderung membesar

- Prostat membesar

• BNO 3 POSISI (23 Oktober 2010)

- Distribusi udara kolon bagian distal minimal

- Pelebaran lumen usus halus, lumen colon relatif normal

- Udara bebas subdiafragma (-)

- Psoas line dan preperitoneal fat line normal

- Kesan : Pelebaran usus halus (ileus obstruktif)

USG ABDOMEN (23 Oktober 2010)

USG ABDOMEN KONTROL (30 Oktober 2010)

FOLLOW UP

Tanggal Perjalanan Penyakit Instruksi Dokter

Page 34: abses hepar

23/11/2010

T : 130/80 mmHg

N : 86 x/i

P : 28 x/i

S : 36,70C

Pkl 17.00 Perawatan Hari I

KU: Lemah

S: nyeri perut (+), distensi abdomen (+), mual (+), muntah (-), demam (-), BAB (+) 2x, flatus (+), BAK

lancar

O: SS/GK/CM

Kep: Anemis (-), ikterus (-), sianosis (-)

Thorax: BP vesikuler, Rh (-), Wh (-), VF simetris kiri kanan

Page 35: abses hepar

Cor: BJ I/II reguler

Abd: cembung (+) ikut gerak napas

Hepar sulit diidentifikasi, splenomegali (-), NT (+) di regio hipokondrium dextra

Peristaltik kesan menurun

Ext: edema (-/-)

USG: Abses hepar

Subileus

A: Abses hepar

Susp. Ileus paralitik

S: Nyeri perut (+) IVFD RL 28 tpm

Ceftriaxone 1 gr/12 jam/ IV

Metronidazole 0,5 gr/ 8 jam/ drips

RT:

Sfingter : mencekik

Mukosa : licin

Handschoen :

o Feses (+) warna kuning

o Darah (-)

o Lendir (-)

Ketorolac 1 amp/ekstra/drips

Page 36: abses hepar

24/11/2010

T : 120/70 mmHg

N : 88 x/i

P : 24 x/i

S : 36,80C

Perawatan Hari II

KU: Lemah

S: nyeri perut (+), distensi abdomen (+), mual (+), muntah (-), demam (-), BAB (+) 2x, flatus (+), BAK

lancar

O: SS/GK/CM

Kep: Anemis (-), ikterus (-), sianosis (-)

Thorax: BP vesikuler, Rh (-), Wh (-), VF simetris kiri kanan

Cor: BJ I/II reguler

Abd: cembung (+) ikut gerak napas

Hepar sulit diidentifikasi, splenomegali (-), NT (+) di regio hipokondrium dextra

Peristaltik kesan menurun

Page 37: abses hepar

Ext: edema (-/-)

A: Abses hepar

Susp. Ileus paralitik IVFD RL 28 tpm

Ceftriaxone 1 gr/12 jam/ IV

Metronidazole 0,5 gr/ 8 jam/ drips

NGT dekompresi

Anjuran:

• Pasang kateter

• Periksa elektrolit

• Foto BNO 3 posisi

25/11/2010

T : 160/80 mmHg

N : 108 x/i

P : 24 x/i

S : 36,80C

Page 38: abses hepar

Perawatan Hari III

KU: Lemah

S: nyeri perut (+), distensi adomen (+), mual (-), muntah (-), demam (-), BAB (+) 2x, flatus (+), BAK lancar

O: SS/GK/CM

Kep: Anemis (-), ikterus (-), sianosis (-)

Thorax: BP vesikuler, Rh (-), Wh (-), VF simetris kiri kanan

Cor: BJ I/II reguler

Abd: cembung (+) ikut gerak napas

Hepar sulit diidentifikasi, splenomegali (-), NT (+) di regio hipokondrium dextra

Peristaltik kesan menurun

Ext: edema (-/-)

BNO 3 posisi: pelebaran usus halus (ileus obstruktif)

A: Abses hepar

Ileus obstruktif parsial

Hipertensi grade II

Bedah:

S: Nyeri perut

Abdomen: Peristaltik (+) ↓↓

RT: Sfingter longgar, ampula kolaps

Page 39: abses hepar

D/: Ileus obstruktif parsial IVFD RL:D5% = 2:1 28 tpm

Stop intake oral

Ceftriaxone 1 gr/12 jam/ IV

Metronidazole 0,5 gr/ 8 jam/ drips

Balance cairan

Cito konsul ke bedah

IVFD RL 20 tpm

Puasa (stop intake oral)

Ceftriaxone 1 gr/12 jam/ IV

Metronidazole 0,5 gr/ 8 jam/ drips

Ranitidine 1 amp/8 jam/IV

Stop ketorolac

Cito laparotomi jika keluarga setuju

Lain – lain lanjut

Pasang NGT untuk dekompresi

Page 40: abses hepar

Cor RL 2 kolf, lanjut maintenance 28 tpm

EKG jika setuju operasi

26/11/2010

T:160/100 mmHg

N : 88 x/i

P : 24 x/i

S : 36,90C

Perawatan Hari IV

KU: Lemah

S: nyeri perut (+) ↓↓, distensi abdomen ↓↓, mual (+), muntah (-), demam (-), BAB (+) 2x, flatus (+),

BAK lancar

O: SS/GK/CM

Kep: Anemis (-), ikterus (-), sianosis (-)

Thorax: BP vesikuler, Rh (-), Wh (-), VF simetris kiri kanan

Cor: BJ I/II reguler

Abd: cembung (+) ikut gerak napas

Hepar sulit diidentifikasi, splenomegali (-), NT (+) di regio hipokondrium dextra

Page 41: abses hepar

Peristaltik kesan menurun

Ext: edema (-/-)

A: Abses hepar

Ileus obstruktif parsial

Hipertensi grade II IVFD RL:D5% = 2:1 28 tpm

Ceftriaxone 1 gr/12 jam/ IV

Metronidazole 0,5 gr/ 8 jam/ drips

Balance cairan

27/11/2010

T :140/80 mmHg

N : 72 x/i

P : 24 x/i

S : 36,70C

Perawatan Hari V

KU: Baik

Page 42: abses hepar

S: nyeri perut (-), demam (-)

O: SS/GK/CM

Kep: Anemis (-), ikterus (-), sianosis (-)

Thorax: BP vesikuler, Rh (-), Wh (-), VF simetris kiri kanan

Cor: BJ I/II reguler

Abd: cembung (+) ikut gerak napas

Hepar sulit diidentifikasi, splenomegali (-), NT (+) di regio hipokondrium dextra

Peristaltik kesan menurun

Ext: edema (-/-)

A: Abses hepar

Ileus obstruktif parsial

Hipertensi grade I AFF NGT

Ceftriaxone 1 gr/12 jam/ IV

Metronidazole 0,5 gr/ 8 jam/ drips

Balance cairan

29/11/2010

T :140/80 mmHg

N : 72 x/i

P : 24 x/i

S : 36,70C

Page 43: abses hepar

Perawatan Hari VII

KU: Baik

S: nyeri perut (-), mual (-), muntah (-), demam (-), BAB biasa, flatus (+), BAK per kateter, warna seperti

teh

O: SS/GK/CM

Kep: Anemis (-), ikterus (-), sianosis (-)

Thorax: BP vesikuler, Rh (-), Wh (-), VF simetris kiri kanan

Cor: BJ I/II reguler

Abd: cembung (+) ikut gerak napas

Hepatomegali (+) 2 jari BAC, NT (+) di regio hipokondrium dextra

Peristaltik (+) kesan ↑↑

Ext: edema (-/-)

A: Abses hepar

Hipertensi grade I IVFD NaCl 0,9%: D5%=1:1 28 tpm

Ceftriaxone 1 gr/12 jam/ IV

Metronidazole 0,5 gr/ 8 jam/ drips

Kontrol:

Darah rutin, GOT, GPT, ureum, kreatinin

USG abdomen

30/11/2010

T :120/80 mmHg

N : 72 x/i

P : 24 x/i

S : 35,90C

Page 44: abses hepar

Perawatan Hari VIII

KU: Baik

S: nyeri perut (-), demam (-), mual (-), muntah (-), BAB biasa, BAK lancar

O: SS/GK/CM

Kep: Anemis (-), ikterus (-), sianosis (-)

Thorax: BP vesikuler, Rh (-), Wh (-), VF simetris kiri kanan

Cor: BJ I/II reguler

Abd: cembung (+) ikut gerak napas

Hepatomegali (+) 2 jari BAC, NT (+) di regio hipokondrium dextra

Peristaltik (+) kesan normal

Ext: edema (-/-)

A: Abses hepar IVFD NaCl 0,9%: D5%=1:1 28 tpm

Ceftriaxone 1 gr/12 jam/ IV

Metronidazole 0,5 gr/ 8 jam/ drips

Bladder training

AFF kateter

Konsul ke bedah dengan abses

1/12/2010

T :130/80 mmHg

Page 45: abses hepar

N : 80 x/i

P : 20 x/i

S : 36,20C

Perawatan Hari IX

KU: Baik

S: nyeri perut (+) kanan atas, demam (-), mual (-), muntah (-), BAB biasa, BAK lancar

O: SS/GK/CM

Kep: Anemis (-), ikterus (-), sianosis (-)

Thorax: BP vesikuler, Rh (-), Wh (-), VF simetris kiri kanan

Cor: BJ I/II reguler

Abd: cembung (+) ikut gerak napas

Hepatomegali (+) 2 jari BAC, NT (+) di regio hipokondrium dextra

Peristaltik (+) kesan normal

Ext: edema (-/-)

A: Abses hepar IVFD NaCl 0,9%: D5%=1:1 28 tpm

Ceftriaxone 1 gr/12 jam/ IV

Metronidazole 0,5 gr/ 8 jam/ drips

Page 46: abses hepar

Sementara konsul bedah

Hasil lab belum ada

RESUME:

Seorang laki – laki, umur 58 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri perut sebelah kanan atas

yang dialami sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit, tidak terus menerus, memberat dalam 2 hari

SMRS. Nyeri dirasakan di daerah perut kanan atas. Tidak menjalar. Nyeri bertambah saat batuk atau

ditekan. Mual (+), muntah (+) frekuensi 1 kali, isi sisa makanan. Demam (-), riwayat demam (-) sesak (-),

batuk (-), nyeri dada (-).

BAB : riwayat kurang lancar + 2 hari SMRS, flatus (-), setelah diberi Dulcolax supp di IGD, BAB 1 kali,

flatus (+)

BAK : lancar, warna pekat

RIWAYAT PENYAKIT SEBELUMNYA :

• Riwayat DM (-)

• Riwayat hipertensi (-)

• Riwayat kencing batu (-)

• Riwayat konsumsi obat anti nyeri (-)

• Riwayat sakit kuning (-)

Dari pemeriksaan fisis didapatkan gambaran umum: SS/GK/CM. Tanda vital: TD = 110/80 mmHg, nadi:

86x/menit, pernapasan: 24x/menit, suhu: 36,7 0C. Pada pemeriksaan abdomen, didapatkan kesan perut

cembung (distended abdomen), NT (+) di regio hipokondrium dextra, hepar sulit diidentifikasi, peristaltik

kesan menurun.

Dari pemeriksaan laboratorium, ditemukan adanya leukositosis dengan WBC 27,79 x 103/ul, dan

peningkatan LED.

Dari pemeriksaan foto BNO 3 posisi didapatkan kesan : Hepatomegaly dengan abses hepar, sub Ileus,

dan prostat enlarge.

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisis dan hasil laboratorium serta pemeriksaan penunjang

lainnya, maka pasien didiagnosis dengan Abses Hepar.

DISKUSI

Pasien masuk dengan keluhan utama nyeri perut kanan atas. Banyak penyakit yang dapat menimbulkan

nyeri perut kanan atas, antara lain abses hepar, pankreatitis, kolelitiasis, peritonitis, appendisitis, dan

Page 47: abses hepar

lain – lain. Pada kasus ini, diketahui bahwa pasien mengalami nyeri perut kanan atas yang terus

menerus, bertambah berat jika batuk dan ditekan. Pasien ini juga belum BAB sejak 2 hari yang lalu dan

urine berwarna kuning pekat. Dari pemeriksaan fisis, khususnya pada abdomen didapatkan kesan perut

cembung (distended abdomen), NT (+) di regio hipokondrium dextra, hepar sulit diidentifikasi, peristaltik

kesan menurun. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis, peningkatan LED dan fungsi

hati (SGOT dan SGPT meningkat, walaupun tidak terlalu tinggi). Pada pemeriksaan radiologi:

o Hasil foto BNO 3 posisi: Distribusi udara kolon bagian distal minimal, pelebaran lumen usus halus,

lumen colon relatif normal, udara bebas subdiafragma (-), psoas line dan preperitoneal fat line normal,

kesan : pelebaran usus halus (obstruksi)

o Hasil USG abdomen: Tampak 2 sol di hepar, I di lobus kanan, Ф 4,44 x 4,78 cm dan II di lobus kiri Ф

4,67 x 3,96 cm, kesan : Hepatomegaly dengan abses hepar, sub Ileus, dan prostat enlarge.

Sehingga pada pasien ini, diagnosis lebih diarahkan pada abses hepar. selain pemeriksaan laboratorium

yang telah dilakukan, ada beberapa pemeriksaan yang belum dilakukan yang dapat mendukung

diagnosis, di antaranya pemeriksaan alkali fosfatase, PT & aPTT, kadar bilirubin, kadar albumin.

Selanjutnya, pemeriksaan yang menjadi baku emas untuk penegakan diagnosis abses hepar adalah

melalui kultur darah yang memperlihatkan bakteri penyebab.2 Pada pemeriksaan pus, bakteri penyebab

seperti Proteus vulgaris, Pseudomonas aeroginosa bisa ditemukan.2 Namun, pemeriksaan ini sulit

dilakukan karena pengambilan pus dari hepar akan sangat menyakitkan bagi pasien, jadi penegakan

diagnosis hanya didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium serta

radiologi.

Berdasarkan hasil laboratorium yang ditemukan pada pasien terdapat peningkatan enzim – enzim hati

(SGOT, SGPT) yang menunjukkan telah terjadinya gangguan hepar. Leukositosis sendiri muncul sebagai

akibat dari reaksi inflamasi dari infeksi. Pada pemeriksaan fisis, didapatkan nyeri pada hipokondrium

dextra, hal ini disebabkan oleh peregangan kapsula Glison pada hepar sebagai akibat adanya abses.

Pengobatan pada pasien dilakukan dengan pemberian infus NaCl 0,9%: D5%=1:1 28 tpm sebagai

penyeimbang elektrolit, diberikan juga dextrose karena nafsu makan pasien menurun. Pada pemberian

antibiotik diberikan Ceftriaxone 1 gr/12 jam/ IV dan Metronidazole 0,5 gr/ 8 jam/ drips sebagai antibiotik

spektrum luas untuk kuman negatif gram dan untuk coccus gram positif (ceftriaxone) dan untuk bakteri

anaerob dan amebisid jaringan (metronidazole