abses hepar

Upload: merry-fetrini

Post on 15-Jul-2015

452 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

ABSES HEPAR A.Konsep Dasar 1.Pengertian Abses adalah pengumpulan cairan nanah tebal, berwarna kekuningan disebabkan oleh bakteri, protozoa atau invasi jamur kejaringan tubuh. Abses dapat terjadi di kulit, gusi, tulang, dan organ tubuh seperti hati, paru-paru, bahkan otak, area yang terjadi abses berwarna merah dan menggembung, biasanya terdapat sensasi nyeri dan panas setempat (Microsoft Encarta Reference Library, 2004) Abscess adalah kumpulan nanah setempat dalam rongga yang tidak akibat kerusakan jaringan, Hepar adalah hati (Dorland, 1996). Jadi Abses hepar adalah rongga berisi nanah pada hati yang diakibatkan oleh infeksi. 2.Anatomi dan Fisiologi Hepar merupakan organ berbentuk biji dalam tubuh kita dengan berat 1,5 kg pada orang dewasa. Letaknya, terdapat pada bagian atas dalam rongga abdomen disebelah kanan bawah diafragma. Hati secara luas dilindungi tulang iga. Hepar terbagi atas dua lapisan utama; pertama, permukaan atas berbentuk tembung, terletak di bawah diafragma, kedua, permukaan bawah tidak rata dan memperhatikan lekukan fisura transfersus. Fisura longitudional memisahkan belahan kanan dan kiri dibagian atas hati, selanjutnya hati dibagi empat belahan; lobus kanan, lobus kiri, lobus kaudata, dan lobus quadratus. Hati mempunyai 2 jenis peredaran darah yaitu; Arteri hepatica dan Vena porta. Vena hepatica, keluar dari aorta dan memberikan 1/5 darah dalam hati, darah ini mempunyai kejenuhan 95-100 % masuk ke hati akan membentuk jaringan kapiler setelah bertemu dengan kapiler Vena, akhirnya keluar sebagai Vena hepatica. Vena porta terbentuk dari lienalis dan Vena mesentrika superior menghantarkan 4/5 darahnya ke hati, darah ini mempunyai kejenuhan 70% sebab beberapa O2 telah diambil oleh limfe dan usus, guna darah ini membawa zat makanan ke hati yang telah diabsorbsi oleh mukosa dan usus halus. Hati dapat dianggap sebagai sebuah pabrik kimia yang membuat, menyimpan, mengubah dan mengekskresikan sejumlah besar substansi yang terlibat dalam metabolisme. Lokasi hati sangat penting dalam pelaksanaan fungsi ini karena hati menerima darah yang kaya nutrien langsung dari traktus gastrointestinal; kemudian hati akan menyimpan atau mentransformasikan semua nutrient ini menjadi zat-zat kimia yang digunakan dibagian lain dalam tubuh untuk keperluan metabolik. Hati merupakan organ yang penting khususnya dalam pengaturan metabolisme glukosa dan protein. Hati membuat dan mengekresikan empedu yang memegang peran uatama dalam proses pencernaan serta penyerapan lemak dalam tractus gastrointestinal. Organ ini mengeluarkan limbah produk dari dalam aliran darah dan mensekresikannya ke dalam empedu. Fungsi metabolic hati terdiri dari;

mengubah zat makanan yang diabsorpsi dari usus dan yang disimpan di suatu tempat dalam tubuh, dikeluarkannnya sesuai dengan pemakaiannya dalam jaringan. Kedua; mengeluarkan zat buangan dan bahan racun untuk diekresikan dalam empedu dan urin. Ketiga; menghasilkan enzim glikogenik glukosa menjadi glikogen. Keempat; sekresi empedu garam empedu dibuat di hati di bentuk dalam system retikula endothelium dialirkan ke empedu. Kelima; pembentukan ureum, hati menerima asam amino diubah menjadi ureum dikeluarkan dari darah oleh ginjal dalam bentuk urin. Keenam; menyimpan lemak untuk pemecahan berakhir asam karbonat dan air. Selain itu hati juga berfungsi sebagai penyimpan dan penyebaran berbagai bahan, termasuk glikogen, lemak, vitamin, dan besi, vitamin A dan D yang dapat larut dalam lemak disimpan di dalam hati. Hati juga membantu mempertahankan suhu tubuh secara luasnya organ ini dan banyaknya kegiatan metabolisme yang berlangsung mengakibatkan darah banyak mengalir melalui organ ini sehingga menaikkan suhu tubuh. 3.Etiologi Infeksi terutama disebabkan oleh kuman gram negatif dan penyebab yang terbanyak adalah E. coli, penyebab lainnya adalah : Organisme Insiden (%) Organisme Insidensi (%) Aerob gram-negatif Escherichia coli Klebsiella Proteus Serratia Morganella Actinolbacter Aerobgaram-positif Streptococcus faecalis Streptokokus B Sterptokokus A Stafilokokus

Anaerob Fusdaacterium nucleatum Bacteroides Bacteroides fragil Peptostreptococus Actinomyces Clostridium ..

4.Patofisiologi Pengaruh abses hepar terhadap kebutuhan dasar manusiah 1) Amuba yang masuk menyebabkan peradangan hepar sehingga mengakibatkan infeksi 2) Kerusakan jaringan hepar menimbulkan perasaan nyeri 3) Infeksi pada hepar menimbulkan rasa nyeri sehingga mengalami gangguan tidur atas pola tidur. 4) Abses menyebabkan metabolisme dihati menurun sehingga menimbulkan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan. 5) Metabolisme nutrisi di hati menurun menyebabkan produksi energi menurun sehingga dapat terjadi intoleransi aktifitas fisik. 5. Manifestasi klinis Keluhan awal: demam/menggigil, nyeri abdomen, anokresia/malaise, mual/muntah, penurunan berat badan, keringan malam, diare, demam (T > 38 ), hepatomegali, nyeri tekan kuadran kanan atas, ikterus, asites, serta sepsis yang menyebabkan kematian. (Cameron 1997) 6.Komplikasi Komplikasi yang paling sering adalah berupa rupture abses sebesar 5 15,6%, perforasi abses keberbagai organ tubuh seperti ke pleura, paru, pericardium, usus, intraperitoneal atau kulit. Kadangkadang dapat terjadi superinfeksi, terutama setelah aspirasi atau drainase. (Menurut Julius, Ilmu penyakit dalam, jilid I, 1998) 7. Pemeriksaan penunjang Menurut Julius, ilmu penyakit dalam jilid I, (1998). Pemeriksaan penunjang antara lain

a.Laboratorium Untuk mengetahui kelainan hematologi antara lain hemoglobin, leukosit, dan pemeriksaan faal hati. b.Foto dada Dapat ditemukan berupa diafragma kanan, berkurangnya pergerakkan diafragma, efusi pleura, kolaps paru dan abses paru. c.Foto polos abdomen Kelainan dapat berupa hepatomegali, gambaran ileus, gambaran udara bebas diatas hati. d.Ultrasonografi Mendeteksi kelainan traktus bilier dan diafragma. e.Tomografi Melihat kelainan di daerah posterior dan superior, tetapi tidak dapat melihat integritas diafragma. f.Pemeriksaan serologi Menunjukkan sensitifitas yang tinggi terhadap kuman. 8.Pengobatan Menurut Julius, ilmu penyakit dalam jilid I (1998) Pengobatan dilakukan tiga cara : a. Kemotrapi Obat-obat dapat diberikan secara oral atau intravena sebagai contoh untuk gram negatif diberi Metranidazol, Clindamisin atau Kloramfenikal.

b. Aspirasi Jarum Panda abses yang kecil atau tidak toksik tidak perlu dilakukan aspirasi. Hanya dilakukan pada ancaman ruktur atau gagal pengobatan konserfatif. Sebaliknya aspirasi ini dilakukan dengan tuntunan USG.

B. Konsep Keperawatan 1. Pengkajian

Adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisanya sehingga dapat diketahui kebutuhan perawatan pasien tersebut. Menurut Doenges,E.M (2000), data dasar pengkajian pasien dengan Abses Hepar, meliputi: a. Aktivitas/istirahat, menunjukkan adanya kelemahan, kelelahan, terlalu lemah, latergi, penurunan massa otot/tonus. b. Sirkulasi, menunjukkan adanya gagal jantung kronis, kanker, distritmia, bunyi jantung ekstra, distensi vena abdomen. c. Eliminasi, Diare, Keringat pada malam hari menunjukkan adanya flatus, distensi abdomen, penurunan/tidak ada bising usus, feses warna tanah liat, melena, urine gelap pekat. d. Makanan/cairan, menunjukkan adanya anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/tidak dapat mencerna, mual/muntah, penurunan berat badan dan peningkatan cairan, edema, kulit kering, turgor buruk, ikterik. e. Neurosensori, menunjukkan adanya perubahan mental, halusinasi, koma, bicara tidak jelas. f. Nyeri/kenyamanan, menunjukkan adanya nyeri abdomen kuadran kanan atas, pruritas, sepsi perilaku berhati-hati/distraksi, focus pada diri sendiri. g. Pernapasan, menunjukkan adanya dispnea, takipnea, pernapasan dangkal, bunyi napas tambahan, ekspansi paru terbatas, asites, hipoksia. h. Keamanan, menunjukkan adanya pruritas, demam, ikterik, ekimosis, patekis, angioma spider, eritema. i. Seksualitas, menunjukkan adanya gangguan menstruasi, impotent, atrofi testis. 2. Diagnosis keperawatan Menurut Doenges,E.M (2000), diagnosa keperawatan pasien dengan Abses Hepar meliputi : a. Pola napas, tidak efektif berhubungan dnegan Neuromuskular, ketidakseimbangan perceptual/kognitif. b. Perubahan persepsi/sensori: proses pikir berhubungan dengan perubahan kimia: penggunaan obatobat farmasi. c. Kekurangan volume cairan, resiko tinggi terhadap pembatasan pemasukan cairan secara oral (proses/prosedur medis/adanya rasa mual). d. Nyeri (akut) berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan, dan integritas otot. e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan interupsi mekanisme pada kulit/jaringan. f. Resiko tinggi infeksi berubungan dengan luka oprasi dan prosedur invasif.

g. Gangguan kebutuhan tidur berhubungan dengan proses penyakit, efek hospitalisasi, perubahan lingkungan h. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi/situasi, prognosis, kebutuhan pengobatan. 3. Perencanaan Perencanaan berdasarkan Doenges,E.M (2000) perawatan pasien pasca operatif : a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ketidakseimbangan perseptual/kognitif. Tujuan : pola pernapasan normal/efektif dan bebas dari sianosis atau tanda-tanda hipoksia. Intervensi : 1) Pertahankan jalan udara pasien memiringkan kepala 2) Auskultasi suara napas. 3) Observasi frekuensi dan kedalaman pernapasan, pemakaian otot-otot bantu pernapasan. 4) Pantau tanda-tanda vital secara terus-menerus. 5) Lakukan gerak sesegera mungkin 6) Observasi terjadinya yang berlebih 7) Lakukan penghisapan lendir bila perlu 8) Berikan tambahan oksigen sesuai kebutuhan 9) Berikan terapi sesuai instruksi b. Perubahan persepsi/sensori: proses pikir berhubungan dengan penggunaan obat-obatan farmasi Tujuan: meningkatnya tingkat kesadaran Intervensi: 1) Orientasikan kembali pasien secara terus-menerus setelah keluar dari pengaruh anestasi. 2) Bicara dengan pasien dengan suara yang jelas dan normal. 3) Minimalkan diskusi yang bersifat negatif. 4) Gunakan bantalan pada tepi lakukan pengikatan jika perlu. 5) Observasi akan adanya halusinasi, depresi dan lain-lain. 6) Pertahankan lingkungan tenang dan nyaman.

c. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan pemasukan cairan secara oral (proses penyakit/prosedur medis/adanya rasa mual) Tujuan: terdapat keseimbangan cairan yang adekuat. Intervensi: 1) Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran. 2) Kaji pengeluaran urinarius, terutama untuk tipe prosedur operasi yang dilakukan. 3) Pantau tanda-tanda vital. 4) Catat munculnya mual/muntah, riwayat pasien mabuk perjalanan. 5) Periksa pembalut, alat drein pada interval regular, kaji luka untuk terjadinya pembengkakan. 6) Berikan cairan parenteral, produksi darah dan/atau plasma ekspander sesuai petunjuk. Tingkat kecepatan IV jika diperlukan. 7) Berikan kembali pemasukan oral secara berangsur-angsur sesuai petunjuk. 8) Berikan antiemetik sesuai kebutuhan. d. Nyeri berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan dan integritas otot, trauma musculoskeletal/tulang, munculnya saluran dan selang. Tujuan: rasa nyeri/sakit telah terkontrol/dihilangkan, klien dapat beristirahat dan beraktifitas sesuai kemampuan. Intervensi: 1) Kaji skala nyeri, intensitas, dan frekuensinya. 2) Evaluasi rasa sakit secara regular. 3) Kaji tanda-tanda vital. 4) Kaji penyebab ketidaknyamanan yang mungkin sesuai prosedur operasi. 5) Letakkan reposisi sesuai petunjuk. 6) Dorong penggunaan teknik relaksasi. 7) Berikan obat sesuai petunjuk. e. Kerusakan integeritas kulit berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan kesehatan. Tujuan: klien memperlihatkan tindakan untuk meningkatan metabolik.

Intervensi: 1) Kaji kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional 2) Letakkan klien pada posisi tertentu. 3) Pertahankan kesejahteraan tubuh secara fungsional. 4) Bantu atau tindakan untuk melakukan latihan rentang gerak. 5) Berikan perawatan kulit dengan cermat. 6) Pantau haluaran urine. f. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka operasi dan prosedur invasif. Tujuannya; tidak terdapat tanda-tanda dan gejala infeksi Intervensi: 1. Berikan perawatan aseptik dan anti septik, pertahankan cuci tangan yang baik. 2. Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan (luka jahitan) daerah yang terpasan alat invasif. 3. Pantau seluruh tubuh secara teratur, catat adanya demam, menggigil dan diaforesis 4. Awasi atau jumlah penggunjung 5. Observasi warna dan kejarnya uring 6. Berikan anti biotik sesuai indikasi g. Gangguan kebutuhan istrahat tidur berhubungan dengan perubahan lingkungan dan efek hopitalisasi Tujuan: kebutuhan istrahat dapat terpenuhi Intervensi: 1. Kaji kemampuan dan kebiasaan tidur klien 2. Berikan tempat tidur yang nyaman dengan beberapa barang milik pribadinya contoh : Sarung, guling 3. Dorong aktifitas ringan 4. Intruksikan tindakan relaksasi 5. Dorong keluarga untuk selalu menemani. 6. Awasi dan batasi jumlah penggunjung

h. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi/situasi, pragnosis kebutuhan pengobatan. Tujuan: Menyatakan, pemahaman proses penyakit/pragnosis. Intervensi: 1. Tinjau ulang pembedahan/prosedur khusus yang dilakukan dan harapan masa dating. 2. Diskusikan terapi obat-obatan, meliputi penggunaan resep. 3. Indentifkasi keterbatasan aktivitas khusus. 4. Jadwalkan priode istirahat adekuat. 5. Tekankan pentingnya kunjungan lanjut. 6. Libatkan orang terkenal dalam program pengajaran. Menyediakan instruksi tertulis/materi pengajaran. 7. Ulangi pentingnya diita nutrisi dan pemasukan cairan adekuat. 4. Pelaksanaan Prinsip tindakan yang mendasari penanganan diagnosa keperawatan yang dapat timbul, adalah: a. Mempertahankan pola nafas efektif b. Mempertahankan tingkat kesadaran klien c. Mempertahankan keseimbangan cairan d. Menerapkan manajemen nyeri e. Mencegah terjadinya infeksi f. Mempertahankan dan meningkatkan kebutuhan istrahat g. Meningkatkan pengalaman pasien tentang proses penyakit dan prognosis. 5. Evaluasi Evaluasi yang diharapkan adalah : a. Pola napas efektif b. Kesadaran klien stabil c. Volume cairan adekuat d. Berkurang atau hilangnya nyeri

e. Infeksi tidak terjadi f. Kebutuhan istrahat klien dapat terpenuhi g. Klien dapat memahami tentang proses penyakit

DAFTAR PUSTAKA

Cameeron ( 1995 ). Prinsip-prinsip Penyakit Dalam. Jakarta: Binarupa Aksara Dengoes, et al ( 2000 ). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi III. Jakarta: Buku kedokteran ECG. Harrison ( 1995 ). Prinsip-prinsip Penyakit Dalam. Jakarta: Buku kedokteran ECG. J. c. e. Underwood ( 2000 ).Patologi Umum dan Sistematika. Edisi II. Jakarta: Balai Penerbitan Buku Kedokteran ECG. Noer Sjaifoellah ( 1996 ). Buku Ajaran Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI. Staf Pengajar Parasitologi ( 2003 ). Protozoa. Malang : Fakultas Kedokteran Unibraw. Bruner dan Suddarth ( 2000 ). Buku Ajaran KMB. Edisi 8. Jakarta: ECG Microsoft Encantta Reference Library.( 2004 ). Liver, Amebiasis Abses and Calf Diphteria/ Fusa bakteriun necrosphorum. Harjono, et al ( 1996 ).Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 26. Jakarta: Buku kedokteran ECG.

Scribd Upload a Document Search Documents Explore Sign Up | Log In

/ 24 Download this Document for Free

Masalah keperawatan timbul pada tanggal 22 desember 2006 dan pada tanggal 28 desember 2006 berdasarkan hasil evaluasi masalah injuri tidak terjadi, tetapi

pada kasus ini semua intervensi tetap dilakukan sampai kondisi pasien dan semua hasil pemeriksaan darah terutama Trombosit dan PT dalam kondisi normal. Karena pada Tn.MS masih belum menunjukan perbaikan dalam faktor pembekuan darah ditambah lagi hasil dari USG hepar bahwa terdapat sirosis hati dan hipertensi portal.maka kewasdaan timbulnya perdarahan tetap dilakukan. 4. Terbatasnya pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai proses penyakit, prognosis dan penatalaksanaannya berhubungan dengan terbatasnya informasi Masalah keperawatan ini muncul pada tanggal 22 desember 2006 dan pada tanggal 27 desember telah teratasi, secara umum pasien dan keluarga sudah mengerti tentang penyebab, proses pentakit saat ini dan pasien telah kooperatif dalam tatalaksana pengobatan dan selama perawatan, oleh karen itu intervensi yang berkaitan dengan maslah terebut dihentikan setelah diyakini pasien dan keluarga mampu aktif dan membantu dalam asuhan keperawatan dan berjanji saat pulang akan mengikuti anjuran yang telah disampaikan. 25 Hasil terakhir pemeriksaan Darah rutin dan hasil USG Hepar (27/12/2006),

sebagai berikut: Hematologi (27/12/2006) Kimia (27/12/2006) LED : 60.0 Hb :10.8 Hematokrit : 31.4 Eritrosit : 3.64 Leukosit : 4.500 Trombosit : 69.000 MCV : 86.3 MCH : 29.7 MCHC : 34.4 Kreatinin darah : 1.1 Kreatinin irune : 107.6 Volume urine : 700 Factor : 1.0 CCT : 47.55 SGPT : 57 USG (27/12/2006) ECG (27/12/2006) Kesan: Sirosis hepar dengan hipertensi portal, ada asites

minimal Kesan: VES, Ireguler Dari beberapa pemeriksaan tersebut masih terdapat gambaran hasil pemeriksaan

darh yang menunjukan adanya; Trombositopenia, leukopenia, anemia dalm kondisi perbaikan dari awal masuk dan setelah mendapat tambahan tranfusi darah menunjukan peningkatan, tetapi karen masalah utama merupakan gangguan hepar maka sulit untuk terpenuhi seperti kondisi normal, kondisi didukung juga oleh hasil USG hepar menunjukan hasil sirosis hepar dengan hipertensi portal. Hasil USG hepar juga menunjang terjadinya gangguan pada kontraktilitas jantung karena adanya kegagalan jantung dalam memompa karen aliran balik ke jantung menjadi terhambat karena adanya hipertensi portal. Disamping empat masalah prioritas yang ada, pada tanggal 27 desember 2006 muncul masalah keperawatan baru, yaitu: Resiko penurunan Cardiak output berhubungan dengan gangguan kontraktilitas jantung, karena setelah melihat hasil ECG secara berseri selama 3 hari masih terdapat ventrikel extra sistol, nadi lambat tidak teratur, TD 90/60 dan hasil RO thorak sejak awal tanggal 22 desember 2006 menunjukkan CTR > 50%, oleh karena itu direncanakan intervensi lanjutan yang berkaitan dengan masalah tersebut dan pada tanggal 28 desember 2006

masalah ini masih mengamcam timbulnya masalah aktual, maka intervensi keperawatan tetap di programkan sampai masalah tidak terjadi, diantaranya jadwal aktifitas dan istirahat adekuat termasuk rencana-rencana prosedur tindakan medis dan juga pemberian obat digoxin tetap diteruskan sesuai order. 26 F. PROSEDUR YANG KURANG TEPAT 1. Pasien tidak dipasang kateter dan harus dilakukan pengukuran balance cairan, tapi dalam pengukuran urin tidak menggunakan gelas ukur sehingga hasilnya kurang valid. 2. Monitoring intake dan output cairan, terutama dinas sore dan malam sering tidak

dilakukan secara lengkap, sehingga penghitungan balance cairan tidak dapat dilakukan dengan valid, kita hanya menanyakan kepada pasien sesuai yang telah diajarkan pada pasien 3. SOAP pada 3 hari saat kita tidak ada ditempat, tidak dapat dipantau karena perawat ruangan tidak melakukan SOAP dengan baik.

G. ANALISA PENGALAMAN 1. Membuat kontrak dengan pasien. Pada kontrak awalnya saya membina hubungan saling percaya dengan memperkenalkan diri : nama, asal, pendidikan, tujuan. Bertanya identitas pasien dan nama panggilan yang disukai. Dalam berkomunikasi saya menggunakan pertanyaan terbuka dengan sikap tubuh siap membantu pasien (tangan tidak dilipat, tidak ada penghalang antara pasien dan perawat, tersenyum) dan mempertahannkan kontak mata Selanjutnya saya membuat kontrak tentang waktu perawatan, lama merawat yaitu selama 1 minggu dari jam 8 pagi sampai jam 3 siang. pasien menyepakati kontrak yang dibuat. Hal ini dibuktikan dengan adanya peran aktif pasien dan keluarga dalam perawatan pasien. Hambatan saat melakukan kontrak yairu saat berkomunikasi, karena pasien mengalami tuli ki/kanan, pasien menggunakan alat Bantu dengan tetapi malas memakainya karena berisik, maka yang kami lakukan adalah berkomunikasi secara lebih dekat dengan pasien atau dengan kelaurga pasien. 2. Melakukan tindakan keperawatan. Dukungan terhadap pemberian perawatan pasien tidak hanya datang dari pasien dan keluarga tetapi dari teman teman perawat di ruangan terutama kerjasam

yang baik dari PN ruanagan yang sepenuhnya mendukung kami. Saya diberikan kebebasan oleh kepala ruang dan ketua tim untuk melakukan implementasi pada 27 pasien, cukup dengan menuliskan dalam lembar implementasi. Implementasi yang dilakukan selalu dicatat di lembaran implementasi yang terdiri dari apa yang dilakukan dan jam, tetapi ada beberapa implementasi yang tidak dicatat karena tidak ada dalam lembar format. Satu hal yang masih kurang adalah kadang-kadang lupa mencantumkan paraf pada lembaran implementasi. Hal ini penting sebagai aspek legalitas pemberian asuhan keperawatan. Obat-obatan berada di stasium ners sehingga memudahkan saya dalam

memberikannya dan mengontrol pemberian obat-obatan, tinggal disesuaikan dengan terapi yang ada dilembar observasi pasien, yang berada di sisi tempat tidur pasien. 3. Melakukan terminasi. Terminasi akhir dilakukan jam 14.00 WIB, tanggal 28 Desember 2006 karena pada tanggal 29 desember sudah berakhir, dan kami mengoverkan semua kegiatan kepada perawat ruangan terutama PN yang bertanggung jawab terhadap Tn.MS. Pasien mengatakan senang telah dirawat, serta berjanji akan

mematuhi program perawatan. Masalah keperawatan sebagian besar telah dapat diatasi dengan baik, adapun masalah yang eblum teratasi dan harus mendapat perhatian adalah resiko injuri (perdarahan) dan resiko penurunan kardiak out-put jangan menjadi masalah yang actual (terjadi) H. EVIDENCE UNTUK PENELITIAN LEBIH LANJUT 1. Perlu dilakukan riset tentang pengaruh pemberian makanan saat terjadi perdarahan Gastro intestinal dan kapan pemberian nutrisi dini yang harus diberikan pada pasien-pasien post perdarahan gastrointestinal dan bagaimana pengaruhnya pemeberian nutrisi dini pada pasien dengan post perdarahan GI. 2. Perlu dilakukan pengkajian yang mendalam efektifitas penhitungan balance cairan yang lebih efektif yang dapat dilakukan oleh pasien atau keluarga secara mandiri 3. Pengaruh retresi/pembatasan cairan terhadap prosuksi urine yang berkaitan dengan gangguan fungsi hati 28 DAFTAR PUSTAKA

Aschenbrenner, D.S., Cleveland, L.W., & Venable, S.J. (2002). Drug Therapy in Nursing. Philadelphia : Lippincot. Alexander, Fawcett, Runciman. (2000). Nursing Practice Hospital and Home the Adult , Second edition, Toronto. Churchill Livingstone. Bullock, Barbara (2000). Focus on pathophysiology . Philadelphia. Barkaukass, et.al (1994), Health & Physical Assessment .Missouri : Mosby Black, Joice. M., & Hawk, Jane. H. (2005). Medical Surgical Nursing; clinical management for positive outcomes. 7 th Edition. Elsevier. Inc : St. Louis Doenges, M. E, (1993/2000), Nursing Care Plans. Guidelines For Planning And

Documenting Patient Care . (Terjemahan oleh I Made Karias, dkk). Jakarta : EGC. Guyton (2001), Human Physiology and Deseases Mechanism, 3 rd ed , (Terjemahan oleh Petrus Andrianto, 2001). Jakarta : EGC. Luckman Sorensen,(1995). Medical Surgical Nursing, A PhsycoPhysiologic Approach, 4 th Ed,WB Saunders Company, Phyladelpia. Lewis, Sharon, M., Heitkemper, Margaret, M., & Direksen, Shannon. (2000). Medical Surgical Nursing; assessment and management of clinical problem. Fifth edition. St. Louis : Cv. Mosby. Munro, J. F & Ford, M. J, (1993/2001), Introduction to Clinical Examination 6/ E. (diterjemahkan oleh Rusdan Djamil), Jakarta:EGC.

Moore, S., Breanndan. (1996). Medikal test : pemeriksaan medis. Buku 2. Jakarta : Gramedia. Smeltzer, S. C et.al (2005), Brunner&Suddarth s: Textbook of Medical Surgical Nursing.9 th . Philadelphia: Lippincott. University of Utah Hospital (2006), Nutrition for Renal Disorder . Dari www.drugfacts.com . Diambil tanggal 14 November 2006. www.clevelandclinic.org. Edema . Diambil pada tanggal 14 November 2006. www.plcw.org. Edema (Fluid Retention) . Diambil pada tanggal 14 November 2006. 29

Masalah keperawatan timbul pada tanggal 22 desember 2006 dan pada tanggal 28 desember 2006 berdasarkan hasil evaluasi masalah injuri tidak terjadi, tetapi pada kasus ini semua intervensi tetap dilakukan sampai kondisi pasien dan semua hasil pemeriksaan darah terutama Trombosit dan PT dalam kondisi normal. Karena pada Tn.MS masih belum menunjukan perbaikan dalam faktor pembekuan darah ditambah lagi hasil dari USG hepar bahwa terdapat sirosis hati dan hipertensi portal.maka kewasdaan timbulnya perdarahan tetap dilakukan. 4. Terbatasnya pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai proses penyakit, prognosis dan penatalaksanaannya berhubungan dengan terbatasnya informasi Masalah keperawatan ini muncul pada tanggal 22 desember 2006 dan pada tanggal 27 desember telah teratasi, secara umum pasien dan keluarga sudah mengerti tentang penyebab, proses pentakit saat ini dan pasien telah kooperatif

dalam tatalaksana pengobatan dan selama perawatan, oleh karen itu intervensi yang berkaitan dengan maslah terebut dihentikan setelah diyakini pasien dan keluarga mampu aktif dan membantu dalam asuhan keperawatan dan berjanji saat pulang akan mengikuti anjuran yang telah disampaikan. 25 Hasil terakhir pemeriksaan Darah rutin dan hasil USG Hepar (27/12/2006), sebagai berikut: Hematologi (27/12/2006) Kimia (27/12/2006) LED : 60.0 Hb :10.8 Hematokrit : 31.4 Eritrosit : 3.64 Leukosit : 4.500 Trombosit : 69.000 MCV : 86.3 MCH : 29.7 MCHC : 34.4 Kreatinin darah : 1.1 Kreatinin irune : 107.6 Volume urine : 700 Factor : 1.0 CCT : 47.55

SGPT : 57 USG (27/12/2006) ECG (27/12/2006) Kesan: Sirosis hepar dengan hipertensi portal, ada asites

minimal Kesan: VES, Ireguler Dari beberapa pemeriksaan tersebut masih terdapat gambaran hasil pemeriksaan darh yang menunjukan adanya; Trombositopenia, leukopenia, anemia dalm kondisi perbaikan dari awal masuk dan setelah mendapat tambahan tranfusi darah menunjukan peningkatan, tetapi karen masalah utama merupakan gangguan hepar maka sulit untuk terpenuhi seperti kondisi normal, kondisi didukung juga oleh hasil USG hepar menunjukan hasil sirosis hepar dengan hipertensi portal. Hasil USG hepar juga menunjang terjadinya gangguan pada kontraktilitas jantung karena adanya kegagalan jantung dalam memompa karen aliran balik ke jantung menjadi terhambat karena adanya hipertensi portal. Disamping empat masalah prioritas yang ada, pada tanggal 27 desember 2006 muncul masalah keperawatan baru, yaitu: Resiko penurunan Cardiak output

berhubungan dengan gangguan kontraktilitas jantung, karena setelah melihat hasil ECG secara berseri selama 3 hari masih terdapat ventrikel extra sistol, nadi lambat tidak teratur, TD 90/60 dan hasil RO thorak sejak awal tanggal 22 desember 2006 menunjukkan CTR > 50%, oleh karena itu direncanakan intervensi lanjutan yang berkaitan dengan masalah tersebut dan pada tanggal 28 desember 2006 masalah ini masih mengamcam timbulnya masalah aktual, maka intervensi keperawatan tetap di programkan sampai masalah tidak terjadi, diantaranya jadwal aktifitas dan istirahat adekuat termasuk rencana-rencana prosedur tindakan medis dan juga pemberian obat digoxin tetap diteruskan sesuai order. 26 F. PROSEDUR YANG KURANG TEPAT 1. Pasien tidak dipasang kateter dan harus dilakukan pengukuran balance cairan, tapi dalam pengukuran urin tidak menggunakan gelas ukur sehingga hasilnya kurang valid. 2. Monitoring intake dan output cairan, terutama dinas sore dan malam

sering tidak

dilakukan secara lengkap, sehingga penghitungan balance cairan tidak dapat dilakukan dengan valid, kita hanya menanyakan kepada pasien sesuai yang telah diajarkan pada pasien 3. SOAP pada 3 hari saat kita tidak ada ditempat, tidak dapat dipantau karena perawat ruangan tidak melakukan SOAP dengan baik. G. ANALISA PENGALAMAN 1. Membuat kontrak dengan pasien. Pada kontrak awalnya saya membina hubungan saling percaya dengan memperkenalkan diri : nama, asal, pendidikan, tujuan. Bertanya identitas pasien dan nama panggilan yang disukai. Dalam berkomunikasi saya menggunakan pertanyaan terbuka dengan sikap tubuh siap membantu pasien (tangan tidak dilipat, tidak ada penghalang antara pasien dan perawat, tersenyum) dan mempertahannkan kontak mata Selanjutnya saya membuat kontrak tentang waktu perawatan, lama merawat yaitu selama 1 minggu dari jam 8 pagi sampai jam 3 siang. pasien menyepakati kontrak yang dibuat. Hal ini dibuktikan dengan adanya peran aktif pasien dan keluarga dalam perawatan pasien. Hambatan saat

melakukan kontrak yairu saat berkomunikasi, karena pasien mengalami tuli ki/kanan, pasien menggunakan alat Bantu dengan tetapi malas memakainya karena berisik, maka yang kami lakukan adalah berkomunikasi secara lebih dekat dengan pasien atau dengan kelaurga pasien. 2. Melakukan tindakan keperawatan. Dukungan terhadap pemberian perawatan pasien tidak hanya datang dari pasien dan keluarga tetapi dari teman teman perawat di ruangan terutama kerjasam yang baik dari PN ruanagan yang sepenuhnya mendukung kami. Saya diberikan kebebasan oleh kepala ruang dan ketua tim untuk melakukan implementasi pada 27 pasien, cukup dengan menuliskan dalam lembar implementasi. Implementasi yang dilakukan selalu dicatat di lembaran implementasi yang terdiri dari apa yang dilakukan dan jam, tetapi ada beberapa implementasi yang tidak dicatat karena tidak ada dalam lembar format. Satu hal yang masih kurang adalah kadang-kadang lupa mencantumkan paraf pada lembaran implementasi. Hal ini penting sebagai aspek legalitas pemberian asuhan keperawatan. Obat-obatan berada di stasium ners sehingga memudahkan saya dalam

memberikannya dan mengontrol pemberian obat-obatan, tinggal disesuaikan

dengan terapi yang ada dilembar observasi pasien, yang berada di sisi tempat tidur pasien. 3. Melakukan terminasi. Terminasi akhir dilakukan jam 14.00 WIB, tanggal 28 Desember 2006 karena pada tanggal 29 desember sudah berakhir, dan kami mengoverkan semua kegiatan kepada perawat ruangan terutama PN yang bertanggung jawab terhadap Tn.MS. Pasien mengatakan senang telah dirawat, serta berjanji akan mematuhi program perawatan. Masalah keperawatan sebagian besar telah dapat diatasi dengan baik, adapun masalah yang eblum teratasi dan harus mendapat perhatian adalah resiko injuri (perdarahan) dan resiko penurunan kardiak out-put jangan menjadi masalah yang actual (terjadi) H. EVIDENCE UNTUK PENELITIAN LEBIH LANJUT 1. Perlu dilakukan riset tentang pengaruh pemberian makanan saat terjadi perdarahan Gastro intestinal dan kapan pemberian nutrisi dini yang harus diberikan pada pasien-pasien post perdarahan gastrointestinal dan bagaimana pengaruhnya pemeberian nutrisi dini pada pasien dengan post perdarahan GI. 2. Perlu dilakukan pengkajian yang mendalam efektifitas penhitungan

balance cairan yang lebih efektif yang dapat dilakukan oleh pasien atau keluarga secara mandiri 3. Pengaruh retresi/pembatasan cairan terhadap prosuksi urine yang berkaitan dengan gangguan fungsi hati

Scribd Upload a Document Search Documents Explore Sign Up | Log In

/ 20 Download this Document for Free

adalah pria. Usia yang dikenai berkisar antara 20-50 tahun terutama dewasa muda dan lebih jarang pada anak. D. ETIOLOGI (1,2) Didapatkan beberapa spesies amoeba yang dapat hidup sebagai parasit non-patogen dalam mulut dan usus , tetapi hanya E. histolytica yang dapat menyebabkan penyakit . Hanya sebagian kecil individu yang terinfeksi E. histolytica yang memberi gejala invasive, sehingga diduga ada 2 jenis E. histolytica yaitu strain patogen dan non-patogen. Bervariasinya virulensi strain ini berbeda bedasarkan kemampuannya menimbulkan lesi pada hati. E.histolytica didalam feses dapat ditemukan dalam 2 bentukyaitu bentuk vegetatif atau tropozoit dan bentuk kista

yang bisa bertahan hidup diluar tubuh manusia. Kista dewasa berukuran 10-20 mikron, resisten tehadap suasana kering dan asam. Bentuk tropozoit akan mati dalam suasana kering atau asam . Tropozoit besar sangat aktif bergerak, mampu memangsa eritrosit, mengandung protease yaitu hialuronidase dan mukopolisakaridase yang mampu mengakibatkan dekstruksi jaringan. E. PATOGENESIS (1,2) Patogenesis amoebiasis hati belum dapat diketahui secara pasti. Cara penularan pada umumnya fekal-oral baik melalui makanan atau minuman yang tercemar kista atau transmisi langsung pada keadaan

hygiene perorangan yang buruk. Ada beberapa mekanisme yang telah dikemukakan antara lain : faktor virulensi parasit yang menghasilkan toksin, ketidakseimbangan nutrisi , faktor resistensi parasit , imunodepresi pejamu , berubah-ubahnya antigen permukaan dan penurunan imunitas cell-mediated. Secara singkat dapat dikemukakan 2 mekanisme : 1. Strain E. histolytica ada yang patogen dan non-patogen 2. Secara genetic E. histolytica dapat menyebabkan invasi tetapi tergantung pada interaksi yang kompleks antara parasit dengan lingkungan saluran cerna terutama kepada flora bakteri. 11

Mekanisme terjadinya amoebiasis hati : 1. penempelan E. histolytica pada mukosa usus. 2. pengrusakan sawar intestinal 3. lisis sel epitelintestinal serta sel radang. Terjadinya supresi respons imun cellmediated yang disebabkan enzim atau toksin parasit , juga dapat karena penyakit tuberculosis, malnutrisi, keganasan, dll. 4. penyebaran amoeba ke hati . Penyebaran amoeba dari usus ke hati sebagian besar melalui v.porta . terjadi proses akumulasio neutrofil periportal yang disertai nekrosis dan infiltrasi granulomatosa

. Lesi membesar, bersatu dan granuloma diganti dengan jaringan nekrotik. Bagian nekrotik ini dikelilingi kapsul tipis seperti jaringan fibrosa . Amoebiasis hati ini dapat terjadi bebulan atau tahun setelah terjadinya amoebiasis intestinal dan sekitar 50% amoebiasis hati terjadi tanpa didahului riwayat disentri amoebiasis. F. PATOLOGI (1,2) Abses hati amoebik biasanya terletak di lobus superoanterior. Besarnya abses bervariasi dari beberapa cm sampai abses besar sekali yang mengandung beberapa liter pus . Abses dapat tunggal (soliter) ataupun ganda (multiple) . Walaupun amoeba berasal dari usus, kebanyakan kasus abses hati amoebik tidak menunjukkan adanya amoebiasis usus pada saat yang bersamaan, jadi ada infeksi usus lama bertahun-tahun sebelum infeksi menyebar ke hati. Sejak awal penyakit, lesi amoeba didalam hepar tidak pernah difus melainkan merupakan

proses local. Proses hepatolitik tetap asimtomatik dan gejala-gejala akan muncul jika daerah ini meluas membentuk suatu abses yang lebih besar. Lesi kecil akan sembuh dengan pembentukan jaringan parut, sedangkan pada dinding abses besar akan ditemukan fibrosis . Jarang terjadi kalsifikasi , dan amoebiasis tidak pernah menjadi sirosis hati . 12

G. GAMBARAN KLINIS (1,2,3) Riwayat penyakit Cara timbulnya abses hati amoebik biasanya tidak akut, menyusup yaitu terjadi dalam waktu lebih dari 3 minggu. Demam ditemukan hampir pada seluruh kasus. Terdapat rasa sakit diperut atas yang sifat sakit berupa perasaan ditekan atau ditusuk . Rasa sakit akan bertambah bila penderita berubah posisi atau batuk. Penderita merasa lebih enak bila berbaring sebelah kiri untuk mengurangi rasa sakit. Selain itu dapat pula terjadi sakit

dada kanan bawah atau sakit bahu bila abses terletak dekat diafragma dan sakit di epigastrium bila absesnya dilobus kiri. Anoreksia, mual dan muntah, perasaan lemah badan dan penurunan berat badan merupakan keluhan yang biasa didapatkan. Batuk-batuk dan gejala iritasi diafragma juga bisa dijumpai walaupun tidak ada ruptur abses melalui diafragma. Riwayat penyakit dahulu disentri jarang ditemukan. Ikterus tak biasa ada dan jika ada ia ringan. Nyeri pada area hati bisa dimulai sebagai pegal, kemudian mnjadi tajam menusuk. Alcohol membuat nyeri memburuk dan juga perubahan sikap. Pembengkakan bisa terlihat dalam epigastrium atau penonjolan sela iga. Nyeri tekan hati benar-benar menetap. Limpa tidak membesar. Gambaran klinik tidak klasik dapat berupa : (2) 1. benjolan didalam perut, seperti bukan kelainan hati misalnya diduga empiema kandung empedu atau tumor pancreas. 2. gejala renal. Adanya keluhan nyeri pinggang kanan dan ditemukan massa yang diduga ginjal kanan. Hal ini disebabkan letak abses dibagian posteroinferior lobus kanan hati. 3. ikterus obstruktif. Didapatkan pada 0,7% kasus, disebabkan abses terletak didekat

porta hepatis. 4. colitis akut. Manifestasi klinik colitis akut sangat menonjol, menutupi gambaran klasik absesnya sendiri. 5. gejala kardiak. Ruptur abses ke rongga pericardium memberikan gambaran klinik efusi pericardial. 6. gejala pleuropulmonal. Penyulit yang terjadi berupa abses paru menutupi gambaran klasik abses hatinya. 13

7. abdomen akut. Didapatkan bila abses hati mengalami perforasi ke dalam rongga peritoneum, terjadi distensi perut yang nyeri disertai bising usus yang berkurang. 8. gambaran abses yang tersembunyi. Terdapat hepatomegali yang tidak jelas nyeri, ditemukan pada 1,5 %. 9. demam yang tidak diketahui penyebabnya. Secara klinik sering dikacaukan dengan tifus abdominalis atau malaria. H. KELAINAN LABORATORIUM DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG (1,2) 1. Laboratorium Kelainan pemeriksaan hematology pada amoebiasis hati didapatkan Hb antara 10,4-11,3 g%, sedangkan leukosit berkisar antara 15.000-16.000/mm 3 . Pada pemeriksaan faal hati didapatkan albumin 2,76-3,05 g%, globulin 3,62-3,75 g%, total bilirubin 0,9-2,44 mg%, fosfatase alkali 270,4-382,0 u/l sedangkan SGOT 27,8-55,9 u/l dan SGPT 15,7-63,0 u/l.

Jadi kelainan laboratorium yang dapat ditemukan pada amoebiasis hati adalah anemia ringan sampai sedang, leukositosis. Sedangkan kelainan faal hati didapatkan ringan sampai sedang. 2. Pemeriksaan penunjang a. Foto dada kelainan foto dada pada amoebiasis hati dapat berupa : peninggian kubah diafragma kanan, berkurangnya gerak diafragma, efusi pleura, kolaps paru dan abses paru. b. Foto polos abdomen kelainan yang didapat tidak begitu banyak, mungkin dapat berupa gambaran ileus, hepatomegali atau gambaran udara bebas di atas hati jarang didapatkan berupa air fluid level yang jelas. c. Ultrasonografi untuk mendeteksi amoebiasis hati, USG sama efektifnya dengan CT atau MRI. Gambaran USG pada amoebiasis hati adalah : 1. bentuk bulat atau oval 2. tidak ada gema dinding yang berarti 3. ekogenisitas lebih rendah dari parenkim hati normal 14

adalah pria. Usia yang dikenai berkisar antara 20-50 tahun terutama dewasa muda dan lebih jarang pada anak. D. ETIOLOGI (1,2) Didapatkan beberapa spesies amoeba yang dapat hidup sebagai parasit non-patogen dalam mulut dan usus , tetapi hanya E. histolytica yang dapat menyebabkan penyakit . Hanya sebagian kecil individu yang terinfeksi E. histolytica yang memberi gejala invasive, sehingga diduga ada 2 jenis E. histolytica yaitu strain patogen dan non-patogen. Bervariasinya virulensi strain ini berbeda bedasarkan kemampuannya menimbulkan lesi pada hati. E.histolytica didalam feses dapat ditemukan dalam 2 bentukyaitu bentuk vegetatif atau tropozoit dan bentuk kista yang bisa bertahan hidup diluar tubuh manusia.

Kista dewasa berukuran 10-20 mikron, resisten tehadap suasana kering dan asam. Bentuk tropozoit akan mati dalam suasana kering atau asam . Tropozoit besar sangat aktif bergerak, mampu memangsa eritrosit, mengandung protease yaitu hialuronidase dan mukopolisakaridase yang mampu mengakibatkan dekstruksi jaringan. E. PATOGENESIS (1,2) Patogenesis amoebiasis hati belum dapat diketahui secara pasti. Cara penularan pada umumnya fekal-oral baik melalui makanan atau minuman yang tercemar kista atau transmisi langsung pada keadaan hygiene perorangan yang buruk. Ada beberapa

mekanisme yang telah dikemukakan antara lain : faktor virulensi parasit yang menghasilkan toksin, ketidakseimbangan nutrisi , faktor resistensi parasit , imunodepresi pejamu , berubah-ubahnya antigen permukaan dan penurunan imunitas cell-mediated. Secara singkat dapat dikemukakan 2 mekanisme : 1. Strain E. histolytica ada yang patogen dan non-patogen 2. Secara genetic E. histolytica dapat menyebabkan invasi tetapi tergantung pada interaksi yang kompleks antara parasit dengan lingkungan saluran cerna terutama kepada flora bakteri. 11

Mekanisme terjadinya amoebiasis hati : 1. penempelan E. histolytica pada mukosa usus. 2. pengrusakan sawar intestinal 3. lisis sel epitelintestinal serta sel radang. Terjadinya supresi respons imun cellmediated yang disebabkan enzim atau toksin parasit , juga dapat karena penyakit tuberculosis, malnutrisi, keganasan, dll. 4. penyebaran amoeba ke hati . Penyebaran amoeba dari usus ke hati sebagian besar melalui v.porta . terjadi proses akumulasio neutrofil periportal yang disertai nekrosis dan infiltrasi granulomatosa . Lesi membesar, bersatu dan granuloma diganti dengan jaringan nekrotik.

Bagian nekrotik ini dikelilingi kapsul tipis seperti jaringan fibrosa . Amoebiasis hati ini dapat terjadi bebulan atau tahun setelah terjadinya amoebiasis intestinal dan sekitar 50% amoebiasis hati terjadi tanpa didahului riwayat disentri amoebiasis. F. PATOLOGI (1,2) Abses hati amoebik biasanya terletak di lobus superoanterior. Besarnya abses bervariasi dari beberapa cm sampai abses besar sekali yang mengandung beberapa liter pus . Abses dapat tunggal (soliter) ataupun ganda (multiple) . Walaupun amoeba berasal dari usus, kebanyakan kasus abses hati amoebik tidak menunjukkan adanya amoebiasis usus pada saat yang bersamaan, jadi ada infeksi usus lama bertahun-tahun sebelum infeksi menyebar ke hati. Sejak awal penyakit, lesi amoeba didalam hepar tidak pernah difus melainkan merupakan proses local. Proses hepatolitik tetap asimtomatik dan gejala-gejala akan muncul jika daerah ini meluas membentuk suatu abses yang lebih besar. Lesi kecil akan sembuh

dengan pembentukan jaringan parut, sedangkan pada dinding abses besar akan ditemukan fibrosis . Jarang terjadi kalsifikasi , dan amoebiasis tidak pernah menjadi sirosis hati

G. GAMBARAN KLINIS (1,2,3) Riwayat penyakit Cara timbulnya abses hati amoebik biasanya tidak akut, menyusup yaitu terjadi dalam waktu lebih dari 3 minggu. Demam ditemukan hampir pada seluruh kasus. Terdapat rasa sakit diperut atas yang sifat sakit berupa perasaan ditekan atau ditusuk . Rasa sakit akan bertambah bila penderita berubah posisi atau batuk. Penderita merasa lebih enak bila berbaring sebelah kiri untuk mengurangi rasa sakit. Selain itu dapat pula terjadi sakit dada kanan bawah atau sakit bahu bila abses terletak dekat diafragma dan sakit di epigastrium bila absesnya dilobus kiri. Anoreksia, mual dan muntah, perasaan lemah

badan dan penurunan berat badan merupakan keluhan yang biasa didapatkan. Batuk-batuk dan gejala iritasi diafragma juga bisa dijumpai walaupun tidak ada ruptur abses melalui diafragma. Riwayat penyakit dahulu disentri jarang ditemukan. Ikterus tak biasa ada dan jika ada ia ringan. Nyeri pada area hati bisa dimulai sebagai pegal, kemudian mnjadi tajam menusuk. Alcohol membuat nyeri memburuk dan juga perubahan sikap. Pembengkakan bisa terlihat dalam epigastrium atau penonjolan sela iga. Nyeri tekan hati benar-benar menetap. Limpa tidak membesar. Gambaran klinik tidak klasik dapat berupa : (2) 1. benjolan didalam perut, seperti bukan kelainan hati misalnya diduga empiema kandung empedu atau tumor pancreas. 2. gejala renal. Adanya keluhan nyeri pinggang kanan dan ditemukan massa yang diduga ginjal kanan. Hal ini disebabkan letak abses dibagian posteroinferior lobus kanan hati. 3. ikterus obstruktif. Didapatkan pada 0,7% kasus, disebabkan abses terletak didekat porta hepatis. 4. colitis akut. Manifestasi klinik colitis akut sangat menonjol, menutupi gambaran klasik absesnya sendiri. 5. gejala kardiak. Ruptur abses ke rongga pericardium memberikan gambaran klinik efusi pericardial. 6. gejala pleuropulmonal. Penyulit yang terjadi berupa abses paru menutupi gambaran klasik abses hatinya. 7. abdomen akut. Didapatkan bila abses hati mengalami perforasi ke dalam rongga

peritoneum, terjadi distensi perut yang nyeri disertai bising usus yang berkurang. 8. gambaran abses yang tersembunyi. Terdapat hepatomegali yang tidak jelas nyeri, ditemukan pada 1,5 %. 9. demam yang tidak diketahui penyebabnya. Secara klinik sering dikacaukan dengan tifus abdominalis atau malaria. H. KELAINAN LABORATORIUM DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG (1,2) 1. Laboratorium Kelainan pemeriksaan hematology pada amoebiasis hati didapatkan Hb antara 10,4-11,3 g%, sedangkan leukosit berkisar antara 15.000-16.000/mm 3 . Pada pemeriksaan faal hati didapatkan albumin 2,76-3,05 g%, globulin 3,62-3,75 g%, total bilirubin 0,9-2,44 mg%, fosfatase alkali 270,4-382,0 u/l sedangkan SGOT 27,8-55,9 u/l dan SGPT 15,7-63,0 u/l. Jadi kelainan laboratorium yang dapat ditemukan pada amoebiasis hati adalah anemia ringan sampai sedang, leukositosis. Sedangkan kelainan faal hati didapatkan ringan sampai sedang. 2. Pemeriksaan penunjang a. Foto dada kelainan foto dada pada amoebiasis hati dapat berupa : peninggian kubah diafragma kanan, berkurangnya gerak diafragma, efusi pleura, kolaps paru dan abses paru. b. Foto polos abdomen kelainan yang didapat tidak begitu banyak, mungkin dapat berupa gambaran ileus, hepatomegali atau gambaran udara bebas di atas hati jarang didapatkan berupa air fluid level yang jelas.

c. Ultrasonografi untuk mendeteksi amoebiasis hati, USG sama efektifnya dengan CT atau MRI. Gambaran USG pada amoebiasis hati adalah : 1. bentuk bulat atau oval 2. tidak ada gema dinding yang berarti 3. ekogenisitas lebih rendah dari parenkim hati normal