repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65048 › chapter ii.pdf... · bab...

16
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tidur 2.1.1. Definisi Tidur Tidur merupakan keadaan berkurangnya tanggapan dan interaksi dengan lingkungan yang bersifat reversibel dan berlangsung cepat. 6 Literatur lain mendefinisikan tidur sebagai suatu keadaan yang teratur, berulang, dan reversibel, yang ditandai dengan keadaan yang relatif diam dan meningginya nilai ambang rangsang terhadap stimulus dari luar bila dibandingkan dengan keadaan terjaga. Secara konseptual, tidur bukanlah semata-mata hilangnya kewaspadaan dan persepsi, atau terhentinya proses sensorik tetapi merupakan hasil dari kombinasi penarikan stimulus aferen dari otak dan aktivasi dari area otak spesifik. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa tidur merupakan suatu proses aktif. 3 Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Tidur juga merupakan komponen yang sangat penting bagi pertumbuhan fisik dan perkembangan intelektual anak. Kebutuhan dan kebiasaan tidur berbeda-beda berdasarkan usia. 4 5,6,8,11 Kebiasaan tidur meliputi pengaturan rutinitas tidur, konsistensi waktu tidur dan bangun, ruangan tidur yang sesuai, menghindari produk-produk berkafein, dan penyesuaian aktivitas fisik sehari-hari. Kebiasaan tidur yang baik adalah jembatan penghubung antara kebutuhan biologis tidur dengan kondisi lingkungan yang mempengaruhi tidur. Secara umum, terjadi perubahan kebutuhan tidur seiring dengan bertambahnya usia. Neonatus membutuhkan tidur sekitar 16 jam perhari, sedangkan anak usia 3 sampai 5 tahun membutuhkan tidur 11 jam perhari. Anak yang lebih tua 4 Universitas Sumatera Utara

Upload: others

Post on 25-Feb-2020

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tidur

2.1.1. Definisi Tidur

Tidur merupakan keadaan berkurangnya tanggapan dan interaksi dengan lingkungan

yang bersifat reversibel dan berlangsung cepat.6 Literatur lain mendefinisikan tidur

sebagai suatu keadaan yang teratur, berulang, dan reversibel, yang ditandai dengan

keadaan yang relatif diam dan meningginya nilai ambang rangsang terhadap

stimulus dari luar bila dibandingkan dengan keadaan terjaga.

Secara konseptual, tidur bukanlah semata-mata hilangnya kewaspadaan dan

persepsi, atau terhentinya proses sensorik tetapi merupakan hasil dari kombinasi

penarikan stimulus aferen dari otak dan aktivasi dari area otak spesifik. Kondisi

tersebut menggambarkan bahwa tidur merupakan suatu proses aktif.

3

Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Tidur juga merupakan

komponen yang sangat penting bagi pertumbuhan fisik dan perkembangan

intelektual anak. Kebutuhan dan kebiasaan tidur berbeda-beda berdasarkan

usia.

4

5,6,8,11 Kebiasaan tidur meliputi pengaturan rutinitas tidur, konsistensi waktu tidur

dan bangun, ruangan tidur yang sesuai, menghindari produk-produk berkafein, dan

penyesuaian aktivitas fisik sehari-hari. Kebiasaan tidur yang baik adalah jembatan

penghubung antara kebutuhan biologis tidur dengan kondisi lingkungan yang

mempengaruhi tidur.

Secara umum, terjadi perubahan kebutuhan tidur seiring dengan

bertambahnya usia. Neonatus membutuhkan tidur sekitar 16 jam perhari, sedangkan

anak usia 3 sampai 5 tahun membutuhkan tidur 11 jam perhari. Anak yang lebih tua

4

Universitas Sumatera Utara

(usia 10 sampai 11 tahun) memerlukan tidur sekitar 10 jam perhari, sedangkan orang

dewasa membutuhkan waktu tidur 7.5 sampai 8 jam perhari.

4-6

Tabel 2.1. Kebutuhan tidur sesuai usiaUsia

4

Kebutuhan tidur (jam)

0-2 bulan 12-18 3-11 bulan 14-15 1-3 tahun 12-14 3-5 tahun 11-13

6-10 tahun 10-11 10-17 tahun 8.5-9.25

2.1.2. Fisiologi Tidur

Proses tidur dan bangun dipengaruhi oleh keseimbangan dua sistem yaitu sistem

tidur (hypnogenic system) dan sistem bangun (arousal system) yang terdapat di otak.

Pusat-pusat tidur di otak antara lain:3

1. Nukleus raphe yang terletak di dalam medula dan di bawah pons. Dari struktur

tersebut akan tersebar serabut-serabut saraf ke formasio retikularis, talamus,

neokorteks, hipotalamus dan korteks limbik.

2. Daerah inti traktus solitarius di medula dan pons.

3. Ujung depan/rostral hipotalamus terutama suprakiasma dan daerah inti talamus.

Stimulasi pusat-pusat otak tersebut oleh serotonin akan menyebabkan tidur.

Di samping adanya pusat-pusat tidur, terdapat pula pusat terjaga/bangun di otak.

Pusat tersebut adalah Ascending Reticular Activating System (ARAS). Stimulasi

terhadap ARAS, terutama oleh neurotransmitter adrenergik akan memicu kondisi

terjaga.3

Universitas Sumatera Utara

2.1.3. Stadium Tidur

Tidur terdiri dari dua stadium, yaitu tidur Rapid Eye Movement (REM) dan tidur

NonRapid Eye Movement (NREM). Pada stadium REM, aktivitas korteks cukup

intensif, sedangkan pada stadium NREM, aktivitas korteks menghilang ditandai

dengan gelombang amplitudo besar berfrekuensi rendah pada

elektroensefalografi.3,4,12

Stadium NREM dibagi menjadi empat fase, yaitu fase N1 sampai N4. Fase

pertama adalah fase dimana orang mulai merasa mengantuk dan tertidur. Pada

kondisi ini, orang tersebut masih mudah dibangunkan. Pada elektroensefalografi

akan dijumpai gelombang alfa dengan penurunan voltase. Fase pertama

berlangsung selama 30 detik sampai 5 menit. Fase kedua merupakan fase tidur yang

lebih dalam. Gambaran elektroensefalografi menunjukkan gelombang tidur (sleep

spindle) dengan frekuensi 14-18 Hz. Orang tersebut masih mudah dibangunkan

meskipun dia benar-benar berada dalam keadaan tertidur. Fase ketiga dan keempat

merupakan fase tidur dalam. Pada fase ketiga, seseorang akan tidur pulas dan tonus

otot lenyap sama sekali. Elektroensefalografi menunjukkan gelombang lambat delta.

Fase keempat adalah fase tidur yang paling nyenak, tanpa mimpi dan sulit

dibangunkan. Gelombang delta adalah gambaran yang dominan dari

elektroensefalografi. Gambaran gelombang tidur (sleep spindle) sulit ditemukan.

Selanjutnya tidur akan masuk ke stadium REM. Pada stadium ini terjadi banyak

aktivitas biologis yang penting seperti pelepasan hormon pertumbuhan, perbaikan

sel dan pembentukan otot. Pada stadium REM, elektroensefalografi akan

menunjukkan gelombang teta yang menonjol, atonia otot dan gerakan mata yang

cepat.3,4,12

Universitas Sumatera Utara

Pada individu tanpa gangguan tidur, fase NREM dan REM akan bergantian

secara siklik. Setiap siklus berlangsung dalam kurun waktu tertentu, bergantung

pada usia seseorang. Balita memiliki siklus tidur sekitar 45 menit, anak sampai usia

10 tahun memiliki siklus tidur 60 menit sedangkan anak usia 10 tahun hingga

dewasa memiliki siklus tidur sekitar 90-110 menit. Perubahan siklus ini penting

diketahui karena beberapa aktivitas motorik abnormal terjadi akibat gangguan siklus

tersebut. Perbandingan tidur REM dan NREM juga berubah sesuai dengan usia.

Pada neonatus, dijumpai perbandingan yang sama antara tidur REM dan NREM.

Seiring bertambahnya usia, proporsi tidur REM akan semakin meningkat.3,4,6

Gambar 2.1. Pola elektroensefalografi untuk masing-masing stadium tidur12

Universitas Sumatera Utara

2.2. Gangguan Tidur

2.2.1. Definisi dan Epidemiologi Gangguan Tidur

Gangguan tidur adalah kumpulan gejala yang ditandai gangguan dalam jumlah,

kualitas, dan waktu tidur pada seseorang.5 Prevalensi gangguan tidur pada anak dan

dewasa secara keseluruhan mencapai 30%. Sekitar 35% sampai 45% diantaranya

terjadi pada usia 2 sampai 18 tahun.3 Penelitian menunjukkan terjadinya peningkatan

prevalensi remaja yang mengalami gangguan tidur dari tahun ke tahun. Penelitian

yang dilakukan oleh Ohida, dkk di Jepang menunjukkan prevalensi gangguan tidur

pada remaja berada pada kisaran 15.3% sampai 39.2%. Bruni, dkk juga melakukan

penelitian mengenai gangguan tidur pada remaja dan melaporkan angka prevalensi

sebesar 73.4%.11 Chevrin, dkk melaporkan bahwa gangguan tidur sering terjadi pada

anak usia sekolah dengan jenis gangguan tidur yang paling sering dijumpai adalah

gangguan memulai dan mempertahankan tidur (10% sampai 20%). Penelitian yang

dilakukan di Beijing oleh Liu, dkk melaporkan prevalensi gangguan tidur sebesar

21.1% pada anak berusia 2-12 tahun. Sebuah survei yang dilakukan di Perancis,

Inggris, Jerman, dan Italia menunjukkan bahwa 25% gangguan tidur yang dialami

anak usia sekolah adalah insomnia.3 Di Indonesia, Haryono, dkk melakukan

penelitian untuk mengetahui prevalensi gangguan tidur pada remaja. Penelitian

tersebut dilakukan di Jakarta Timur dengan angka prevalensi sebesar 62.9%.13

2.2.2. Jenis Gangguan Tidur

Menurut International Classification of Sleep Disorders, terdapat tiga jenis gangguan

tidur pada anak, yaitu disomnia, parasomnia, dan gangguan tidur sekunder.

Disomnia merujuk pada masalah jumlah tidur, saat mulai tidur, dan lama

mempertahankan tidur. Parasomnia terdiri dari masalah yang berhubungan dengan

Universitas Sumatera Utara

keadaan terjaga, terjaga sebagian, atau transisi tahapan tidur. Gangguan tidur

sekunder diakibatkan oleh gangguan psikiatrik, neurologis, dan masalah medis

lainnya. International Statistical Classification of Diseases and Related Health

Program (ICD)-10 mengklasifikasikan gangguan tidur menjadi nonorganic sleep

disorders (F51) dan organic sleep disorders (G47). Kategori F51 selanjutnya akan

dibagi menjadi disomnia dan parasomnia.3,4,6,12,14

2.2.3. Disomnia

Menurut Bruni, dkk yang dijabarkan dalam kuesioner Sleep Disturbance Scale for

Children, gangguan tidur dikategorikan menjadi gangguan memulai dan

mempertahankan tidur, gangguan pernafasan saat tidur, gangguan kesadaran saat

tidur, gangguan transisi tidur-bangun, gangguan somnolen berlebihan, dan

hiperhidrosis saat tidur.5,15 Gangguan memulai dan mempertahankan tidur, gangguan

pernafasan saat tidur, gangguan transisi tidur-bangun, dan gangguan somnolen

berlebihan merupakan jenis gangguan tidur yang termasuk ke dalam disomnia.3

Gangguan memulai dan mempertahankan tidur adalah jenis tersering dari

gangguan tidur pada anak. Gangguan ini juga dikenal dengan insomnia primer. Pada

gangguan memulai dan mempertahankan tidur, anak biasanya memerlukan

perlakuan khusus untuk dapat memulai tidur. Perlakuan tersebut misalnya anak

harus diayun-ayun atau orang tua harus berada di dekat anak. Anak menjadi sangat

bergantung pada perlakuan tersebut dan bila perlakuan tersebut tidak diberikan,

anak tidak akan dapat tertidur dan selalu merasa tidak nyaman setiap kali waktu tidur

tiba.2,3,12,16,17

Ganguan pernafasan saat tidur merupakan spektrum yang terdiri dari

mendengkur sampai obstructive sleep apnea. Kondisi ini ditandai dengan kekacauan

Universitas Sumatera Utara

tidur yang menyebabkan rasa mengantuk berlebihan. Obstructive sleep apnea (OSA)

adalah penyebab tersering dari gangguan pernafasan saat tidur pada anak. Kondisi

ini berkaitan erat dengan obesitas, hipertrofi adenotonsilar, kelemahan otot faring

posterior, dan penyakit motorneuron. Kondisi ini ditandai dengan mendengkur atau

pernafasan yang berbunyi saat tertidur. Terkadang dijumpai fase henti nafas,

gelisah, dan berkeringat. Gejala yang timbul bervariasi mulai dari ringan sampai

berat dan dapat bersifat persisten atau intermiten.4,12,13,16,17

Gangguan somnolen berlebihan disebut juga narkolepsi, terutama dialami

pada awal masa remaja atau usia dewasa muda sebelum 30 tahun. Gangguan

somnolen berlebihan ditandai dengan:3,12,16,17,18

1. Mengantuk yang hebat (serangan tidur) di siang hari dengan kecenderungan

berkali-kali tidur sepanjang hari

2. Katapleksi, yaitu hilangnya tonus otot dipicu oleh emosi yang mengakibatkan

imobilitas selama beberapa detik atau menit

3. Halusinasi hipnagogik yang merupakan halusinasi visual (pengelihatan) atau

auditoar (pendengaran) yang dialami pada permulaan tidur

4. Paralisis tidur, yaitu tidak mampu bergerak pada waktu awal bangun

Gangguan transisi tidur-bangun atau gangguan irama sirkadian mencakup

beberapa kondisi yang melibatkan ketidaksesuaian antara periode tidur yang

diinginkan dan yang sesungguhnya. Gangguan transisi tidur-bangun dibagi menjadi

4 tipe, yaitu tipe fase tidur terlambat, tipe jet lag, tipe pergantian kerja, dan tipe yang

tidak terklasifikasikan.3

Universitas Sumatera Utara

2.2.4. Etiologi Gangguan Tidur

Etiologi gangguan tidur dibagi menjadi etiologi internal dan eksternal. Etiologi internal

berasal dari diri anak itu sendiri, misalnya kebiasaan tidur yang buruk, kondisi medis

tertentu, konsumsi kafein dan alkohol serta karakteristik temperamen individu.

Etiologi eksternal berasal dari luar, seperti suara bising, suhu yang panas, dan

pemukiman yang padat. Etiologi-etiologi tersebut akan menstimulasi ascending

reticular activating system (ARAS) dan menyebabkan keadaan terjaga.6,11,13

Pendapat lain menyatakan bahwa gangguan tidur pada remaja disebabkan

oleh faktor medis maupun nonmedis. Faktor medis yang mempengaruhi antara lain

gangguan neuropsikiatri dan penyakit lain seperti asma atau obesitas. Faktor

nonmedis seperti jenis kelamin, status sosioekonomi keluarga, gaya hidup, dan

lingkungan juga berperan penting pada terjadinya gangguan tidur.3,6,14

2.2.5. Diagnosis Gangguan Tidur

Penilaian gangguan tidur dilakukan secara subjektif dan objektif. Penilaian subjektif

diperoleh dari laporan orang tua atau anak itu sendiri. Penilaian objektif dilakukan

dengan menggunakan alat seperti polisomnografi dan aktigrafi. Penilaian subjektif

dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Penilaian ini bersifat penapisan karena

baku emas diagnosis tetap harus menggunakan polisomnografi. Namun, seringkali

peralatan tersebut tidak tersedia di fasilitas kesehatan ditambah harganya yang

mahal dan pengoperasiannya yang tidak mudah sehingga digunakan kuesioner

untuk membantu mendiagnosis gangguan tidur pada anak.3,4,6,9,13

Penilaian objektif dilakukan dengan polisomnografi (PSG) dan aktigrafi (ACG).

Polisomnografi menggunakan prinsip elektroensefalografi sedangkan ACG

menggunakan informasi aktivitas motorik. Polisomnografi memberikan informasi

Universitas Sumatera Utara

lengkap mengenai perubahan keadaan tidur-bangun sehingga dijadikan baku emas

dalam penelitian tentang tidur. Aktigrafi sendiri hanya memberikan informasi

mengenai hilangnya aktivitas motorik saat tidur dan kemunculannya kembali saat

terjaga. Namun demikian, korelasi anatara PSG dan ACG dilaporkan cukup baik

dalam menilai gangguan tidur.3,5,6

Terdapat beberapa jenis kuesioner untuk menilai kualitas tidur pada anak

seperti Sleep Disturbance Scale for Children, Child Sleep Questionnaire, dan

Children’s Sleep Habits Questionnaire. Sleep Disturbance Scale for Children

merupakan kuesioner yang berfungsi sebagai uji tapis untuk gangguan tidur pada

anak. Kuesioner tersebut diisi oleh orang tua anak dengan mengingat pola tidur anak

mereka selama enam bulan terakhir. Dengan kuesioner tersebut dapat dideteksi

gangguan tidur dan jenis gangguan tidur pada anak yang berusia 6 sampai 15 tahun.

Kuesioner ini sering digunakan karena memiliki keuntungan antara lain prinsip

analisis komponen yang kuat dan normalitas yang distandarisasi.4-6,13,19

Sleep Disturbance Scale for Children telah diterjemahkan ke dalam bahasa

Indonesia dan diuji validitasnya oleh Natalisa, dkk terhadap pelajar sekolah

menengah pertama di Bekasi. Penelitian tersebut melaporkan bahwa Sleep

Disturbance Scale for Children atau Skala Gangguan Tidur untuk Anak memliki

sensitivitas 71.4% dan spesifisitas 54.5% dalam mendiagnosis gangguan tidur pada

remaja dibandingkan dengan baku emas.5

2.2.6. Penatalaksanaan Gangguan Tidur

Penatalaksanaan gangguan tidur pada anak meliputi penatalaksanaan

nonfarmakologis dan farmakologis. Penatalaksanaan nonfarmakologis meliputi:3,4,20

Universitas Sumatera Utara

1. Memberikan penjelasan kepada orang tua mengenai perilaku tidur yang normal

pada anak sesuai dengan usia anak. Penjelasan hendaknya disertai dengan

dukungan bahwa orang tua dapat mengatasi masalah tidur pada anak tersebut.

2. Mengatasi masalah transisi tidur dengan baik. Masalah transisi tidur yang sering

dijumpai antara lain pemisahan dengan orang tua, pemisahan dengan benda

transisional seperti selimut atau boneka, dan kebiasaan lain seperti minum susu

sebelum tidur. Masalah transisi tidur hendaknya ditangani secara bertahap

dengan kesabaran sehingga tidak menimbulkan respon negatif dari anak.

3. Menetapkan rutinitas tidur yang teratur. Orang tua hendaknya menentukan

aturan-aturan tidur yang jelas terhadap anak sehingga lambat laun akan

terbentuk kebiasaan tidur yang baik. Rutinitas tidur yang dimaksud mencakup

jam tidur siang, jam tidur malam, waktu bangun pagi, dan sebagainya.

Penatalaksanaan farmakologis yang paling tepat untuk mengatasi gangguan

tidur belum ditemukan. Beberapa jenis obat-obatan yang digunakan dalam

mengatasi gangguan tidur antara lain:3,4,20

1. Difenhidramin, yang bersifat sedatif ringan.

2. Golongan benzodiazepin dan antidepresan trisiklik, untuk mengatasi mimpi buruk

dan gangguan teror tidur yang terjadi secara terus menerus.

3. Melatonin, saat ini menarik perhatian banyak peneliti karena potensi terapinya

yang tinggi dan efek sampingnya yang minimal. Pemberian melatonin eksogen

dosis rendah (0.5 sampai 3 mg) dilaporkan dapat mengurangi latensi tidur dan

memperbaiki kualitas tidur. Namun, belum ada penelitian yang memberikan

cukup bukti mengenai pemakaian melatonin eksogen sebagai terapi

farmakologis pada gangguan tidur.

Universitas Sumatera Utara

2.2.7. Komplikasi Gangguan Tidur

Gangguan tidur akan berdampak pada kesehatan dan fungsi sosial anak. Gangguan

tidur akan menyebabkan perubahan mood, gangguan fungsi kognitif, gangguan

performa motorik, peningkatan sekresi kortisol, depresi, migrain, peningkatan tonus

simpatis, dan perubahan tekanan darah.5,6,21-23 Di sisi lain, gangguan tidur akan

menyebabkan peningkatan angka ketidakhadiran di kelas serta meningkatkan risiko

penggunaan rokok, dan alkohol.5 Gangguan tidur pada anak juga dilaporkan akan

menyebabkan peningkatan risiko terjadinya gangguan tidur dan gangguan kesehatan

mental pada usia dewasa nanti.24-26

Penelitian yang menghubungkan antara gangguan tidur dengan kemampuan

kognitif telah danyak dilakukan. Penelitian-penelitian tersebut menyimpulkan bahwa

terdapat hubungan yang signifikan antara kedua variabel tersebut. Dilaporkan bahwa

adanya gangguan tidur akan menyebabkan penurunan kemampuan kognitif pada

anak. Hal ini diduga akibat kerusakan neuronal dan gangguan perkembangan otak

anak pada fase kritis. Intervensi terhadap gangguan tidur dilaporkan memiliki dampak

positif pada kemampuan kognitif anak di sekolah. Hal ini memperkuat adanya

hubungan antara gangguan tidur dengan kemampuan kognitif.18,22,26-28

Penelitian-penelitian telah dilakukan untuk mengetahui hubungan antara

gangguan tidur dengan tekanan darah pada anak. Terdapat perbedaan pendapat

mengenai hubungan kedua variabel tersebut, namun kebanyakan penelitian

melaporkan bahwa gangguan tidur akan meningkatkan tekanan darah. Setiap jenis

gangguan tidur yang terjadi dapat mengakibatkan perubahan tekanan darah.5,9,29-31

Universitas Sumatera Utara

2.3. Tekanan Darah

2.3.1. Mekanisme Pengaturan Tekanan Darah

Tekanan darah dipengaruhi oleh cardiac output dan tahanan vaskular perifer.

Cardiac output sendiri dipengaruhi oleh kontraktilitas dan preload. Kontraktilitas

dipengaruhi oleh aktivitas saraf otonom, yang terdiri dari sistem saraf simpatis dan

parasimpatis. Preload dipengaruhi oleh volume cairan di sirkulasi dan konstriksi

vena. Perubahan pada komponen-komponen tersebut akan mempengaruhi tekanan

darah.32

Gambar 2.2. Mekanisme pengaturan tekanan darah

2.3.2. Pengukuran Tekanan darah

Menurut The Fourth Report and The American Heart Association, anak berusia 3

tahun atau lebih seharusnya menjalani pengukuran tekanan darah setiap kali

berkunjung ke fasilitas kesehatan. Hal ini bertujuan untuk memantau anak-anak

Tekanan Darah

Cardiac Output Tahanan Vaskular Perifer

Kontraktilitas Preload

Volume Intravaskular

Konstriksi Vena Saraf Otonom

Universitas Sumatera Utara

dengan peningkatan tekanan darah karena dapat meningkatkan risiko terjadinya

hipertensi dan penyakit kardiovaskular lain di kemudian hari. Namun, praktek

tersebut jarang dilakukan di Amerika Serikat sendiri, maupun di Indonesia.32

Pengukuran tekanan darah dilakukan dengan metode auskultasi

menggunakan manometer. Manset yang digunakan disesuaikan dengan ukuran

lengan anak. Manset sebaiknya memiliki cuff berukuran panjang 80% sampai 100%

lingkar lengan dan lebar sekitar 40% lingkar lengan. Ukuran yang terlalu kecil akan

menyebabkan peningkatan palsu dari tekanan darah yang terukur dan sebaliknya.

Pengukuran dilakukan pada posisi anak duduk dan di lingkungan yang tenang.

Lengan kanan disangga setentang jantung. Manset dililitkan pada lengan kanan

pada pertengahan akromion dan olekranon kemudian cuff dipompa. Tekanan darah

sistolik ditandai dengan munculnya bunyi Korotkoff 1 dan tekanan darah diastolik

ditandai dengan bunyi korotkoff 5.32

2.4. Hubungan Gangguan Tidur dengan Tekanan Darah

Masih terdapat kontroversi seputar hubungan gangguan tidur dengan tekanan darah.

Penelitian yang dilakukan oleh Tavasoli, dkk di Iran adalah salah satu penelitian

yang menunjukkan tidak adanya hubungan antara gangguan tidur dengan tekanan

darah.8 Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh Au, dkk, Horne, dkk, dan

Nisbet, dkk menunjukkan terdapat hubungan antara kualitas tidur dengan tekanan

darah pada anak.9,26,33 Meskipun sebagian besar peneliti sepakat bahwa terdapat

hubungan antara gangguan tidur dengan tekanan darah, belum ada penelitian terkait

perbedaan tekanan darah berdasarkan jenis gangguan tidur yang dialami anak.6,8

Gangguan tidur akan menyebabkan peningkatan sekresi hormon vasoaktif

seperti endotelin, vasopresin dan aldosteron. Hormon tersebut akan menyebabkan

Universitas Sumatera Utara

vasokonstriksi pembuluh darah sehingga meningkatkan resistensi vaskular perifer.

Selain itu, aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron akan menyebabkan retensi

cairan sehingga meningkatkan volume intravaskular dan meningkatkan preload.

Stress yang timbul akibat gangguan tidur akan menyebabkan peningkatan sekresi

kortisol dan aktivasi sistem saraf simpatis berlebihan. Kondisi tersebut akan

menyebabkan peningkatan kontraktilitas jantung. Akumulasi dari kondisi di atas akan

mengakibatkan perubahan tekanan darah menjadi lebih tinggi.6,8,22

Peningkatan tekanan darah dapat berada dalam kisaran normal, prehipertensi

dan hipertensi. Prehipertensi pada anak didefinisikan sebagai rerata tekanan darah

sistolik dan/atau tekanan darah diastolik berada dalam rentang persentil 90 dan 95

pada kurva tekanan darah menurut usia, jenis kelamin, dan tinggi badan. Dikatakan

hipertensi apabila rerata tekanan darah sistolik dan/atau diastolik lebih tinggi atau

sama dengan persentil 95 pada tiga kali pengukuran. Terkadang dijumpai hipertensi

white coat dimana tekanan darah yang terukur berada pada atau lebih besar dari

persentil 95 saat berada di fasilitas kesehatan dan menjadi normal jika berada di luar

lingkungan medis.32

Peningkatan tekanan darah pada anak dapat menyebabkan hipertensi saat

anak tersebut dewasa nanti. Selain itu, risiko menderita penyakit lainnya seperti

aterosklerosis dan penyakit jantung koroner akan semakin meningkat pada usia

dewasa. Hal ini menekankan pentingnya evaluasi tekanan darah pada anak secara

rutin untuk mendeteksi peningkatan tekanan darah lebih cepat dan mencegah

timbulnya dampak lebih lanjut.9,29,33,34

The Fourth Report and the American Heart Association merekomendasikan

pemeriksaan tekanan darah rutin dilakukan terhadap anak yang berusia tiga tahun

atau lebih. Anak yang berusia kurang dari tiga tahun juga diperiksa apabila memiliki

Universitas Sumatera Utara

faktor risiko seperti prematuritas, penyakit jantung bawaan, penyakit ginjal,

keganasan, dan penggunaan obat-obatan yang dapat mempengaruhi tekanan darah.

Pemeriksaan tekanan darah hendaknya dilakukan pada setiap kunjungan ke praktisi

kesehatan termasuk dokter anak. Hal ini dilakukan untuk mendeteksi kejadian

hipertensi pada anak sedini mungkin.32

Hipertensi pada anak biasanya tidak menunjukkan gejala, namun tetap dapat

menyebabkan kerusakan organ target. Sekitar 40% anak dengan hipertensi

mengalami hipertrofi ventikel kiri dan penebalan tunika intima-media dari arteri

karotis yang berakhir pada aterosklerosis. Selain itu, hipertensi pada anak akan

berlanjut menjadi hipertensi saat usia dewasa.8,9,29,32

Universitas Sumatera Utara

2.5. Kerangka Konsep Penelitian

: variabel yang diteliti

Gambar 2.3. Kerangka konsep penelitian

Gangguan Tidur Faktor Demografis

Sekresi hormon vasoaktif

Aktivasi sistem renin

angiotensin aldosteron

Sekresi kortisol dan aktivasi sistem saraf

simpatis

Vasokonstriksi Peningkatan volume

intravaskular

Peningkatan kontraktilitas

jantung

Rerata tekanan darah

Universitas Sumatera Utara