98634082 tonsilitis kronik fix

45
TONSILITIS KRONIK I. PENDAHULUAN Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga mulut yaitu: tonsil laringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsila faucial), tonsila lingual (tonsila pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius (lateral band dinding faring/ Gerlach’s tonsil). Peradangan pada tonsila palatine biasanya meluas ke adenoid dan tonsil lingual. Penyebaran infeksi terjadi melalui udara (air borne droplets), tangan dan ciuman. Dapat terjadi pada semua umur, terutama pada anak. 1,2 Peradangan pada tonsil dapat disebabkan oleh bakteri atau virus, termasuk strain bakteri streptokokus, adenovirus, virus influenza, virus Epstein-Barr, enterovirus, dan virus herpes simplex. Salah satu penyebab paling sering pada tonsilitis adalah bakteri grup A Streptococcus beta hemolitik 1

Upload: umamfazlurrahman

Post on 08-Apr-2016

79 views

Category:

Documents


16 download

DESCRIPTION

t

TRANSCRIPT

Page 1: 98634082 Tonsilitis Kronik Fix

TONSILITIS KRONIK

I. PENDAHULUAN

Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin

Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam

rongga mulut yaitu: tonsil laringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsila faucial), tonsila

lingual (tonsila pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius (lateral band dinding faring/

Gerlach’s tonsil). Peradangan pada tonsila palatine biasanya meluas ke adenoid dan tonsil

lingual. Penyebaran infeksi terjadi melalui udara (air borne droplets), tangan dan ciuman.

Dapat terjadi pada semua umur, terutama pada anak.1,2

Peradangan pada tonsil dapat disebabkan oleh bakteri atau virus, termasuk

strain bakteri streptokokus, adenovirus, virus influenza, virus Epstein-Barr, enterovirus,

dan virus herpes simplex. Salah satu penyebab paling sering pada tonsilitis adalah bakteri

grup A Streptococcus beta hemolitik (GABHS), 30% dari tonsilitis anak dan 10% kasus

dewasa dan juga merupakan penyebab radang tenggorokan.3

Tonsilitis kronik merupakan peradangan pada tonsil yang persisten yang

berpotensi membentuk formasi batu tonsil.4 Terdapat referensi yang menghubungkan

antara nyeri tenggorokan yang memiliki durasi 3 bulan dengan kejadian tonsilitis kronik.5

Tonsilitis kronis merupakan salah satu penyakit yang paling umum dari daerah oral dan

ditemukan terutama di kelompok usia muda. Kondisi ini karena peradangan kronis pada

tonsil. Data dalam literatur menggambarkan tonsilitis kronis klinis didefinisikan oleh

kehadiran infeksi berulang dan obstruksi saluran napas bagian atas karena peningkatan

volume tonsil. Kondisi ini mungkin memiliki dampak sistemik, terutama ketika dengan

1

Page 2: 98634082 Tonsilitis Kronik Fix

adanya gejala seperti demam berulang, odynophagia, sulit menelan, halitosis dan

limfadenopati servikal dan submandibula.6

Faktor predisposisi timbulnya tonsillitis kronik ialah rangsangan yang menahun

dari rokok, beberapa jenis makanan, hygiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan

fisik dan pengobatan tonsillitis akut yang tidak adekuat.1

II. ANATOMI

PHARYNX

Pharynx terletak dibelakang cavum nasi, mulut, dan larynx. Bentuknya mirip

corong dengan bagian atasnya yang lebar terletak di bawah cranium dan bagian bawahnya

yang sempit dilanjutkan sebagai eosophagus setinggi vertebra cervicalis enam. Dinding

pharynx terdiri atas tiga lapis yaitu mucosa, fibrosa, dan muscular.7

Gambar 1. Anatomi Pharinx

Berdasarkan letak, faring dibagi atas tiga bagian yaitu : nasopharynx,

oropharynx, dan laringopharynx.7

1. Nasopharynx

2

Page 3: 98634082 Tonsilitis Kronik Fix

Nasopharynx terletak dibelakang rongga hidung, di atas palatum molle.

Nasopharynx mempunyai atap, dasar, dinding anterior, dinding posterior, dandinding

lateral. Bagian atap dibentuk oleh corpus ossis sphenoidalis dan pars basilaris ossis

occipitalis. Kumpulan jaringan limfoid yang disebut tonsila pharyngeal, yang terdapat

didalam submucosa. Bagian dasar dibentuk oleh permukaan atas palatum molle yang

miring. Dinding anterior dibentuk oleh aperture nasalis posterior, dipisahkan oleh

pinggir posterior septum nasi. Dinding posterior membentuk permukaan miring yang

berhubungan dengan atap. Dinding ini ditunjang oleh arcus anterior atlantis. Dinding

lateral pada tiap-tipa sisi mempunyai muara tuba auditiva ke faring. Kumpulan jaringan

limfoid di dalam submukosa di belakang muara tuba auditiva disebut tonsila tubaria.7

Gambar 2. Pembagian Pharinx

2. Oropharynx

Oropharynx disebut juga mesopharynx, dengan batas atasnya adalah palatum

mole, batas bawahnya adalah tepi atas epiglotis, kedepan adalah rongga mulut,

sedangkan kebelakang adalah vertebra servikal.1

Oropharynx mempunyai atap, dasar, dinding anterior, dinding posterior, dan

dinding lateral. Bagian atap dibentuk oleh permukaan bawah palatum molle dan

isthmus pharygeus. Kumpulan kecil jaringan limfoid terdapat di dalam submukosa

3

Page 4: 98634082 Tonsilitis Kronik Fix

permukaan bawah palatum molle. Bagian dasar dibentuk oleh sepertiga posterior lidah

dan celah antara lidah dan permukaan anterior epiglotis. Membrana mukosa yang

meliputi sepertiga posterior lidah berbentuk irregular, yang disebabkan oleh adanya

jaringan limfoid dibawahnya, yang disebut tonsil linguae. Membrana mukosa melipat

dari lidah menuju ke epiglotis. Pada garis tengah terdapat elevasi, yang disebut plica

glosso epiglotica mediana, dan dua plica glosso epiglotica lateralis. Lekukan kanan dan

kiri plica glosso epiglotica mediana disebut vallecula.7

Dinding anterior terbuka ke dalam rongga mulut melalui isthmus oropharynx

(isthmus faucium). Dibawah isthmus ini terdapat pars pharyngeus linguae. Dinding

posterior disokong oleh corpos vertebra cervicalis kedua dan bagian atas corpus

vertebra cervicalis ketiga. Pada kedua sisi dinding lateral terdapat arcus palate glossus

dengan tonsila palatina diantaranya.7

Struktur yang terdapat di rongga orofaring adalah dinding posterior pharynx,

tonsil palatina, fossa tonsila serta arcus pharynx anterior dan posterior, uvula, tonsila

lingual dan foramen sekum.1

Fossa Tonsilaris

Fossa tonsilaris adalah sebuah recessus berbentuk segitiga pada dinding lateral

oropharynx diantara arcus palatoglossus di depan dan arcus palatopharyngeus

dibelakang. Fossa ini ditempati oleh tonsila palatina. 7

Batas lateralnya adalah m.konstriktor pharynx superior. Pada batas atas yang

disebut kutub atas (upper pole) terdapat suatu ruang kecil yang dinamakan fossa

supra tonsila. Fossa ini berisi jaringan ikat jarang dan biasanya merupakan tempat

nanah memecah keluar bila terjadi abses. Fossa tonsila diliputi oleh fasia yang

merupakan bagian dari fasia bukopharynx, dan disebut kapsul yang sebenarnya

bukan merupakan kapsul yang sebenarnya.1

4

Page 5: 98634082 Tonsilitis Kronik Fix

Gambar 3. Struktur pada Oropharynx

Tonsil

Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan

ikat dengan kriptus didalamnya. Terdapat tiga macam tonsil yaitu tonsila faringeal

(adenoid), tonsil palatina dan tonsila lingual yang ketiga-tiganya membentuk

lingkaran yang disebut cincin Waldeyer. Tonsil palatina yang biasanya disebut

tonsil saja terletak didalam fossa tonsil. Pada kutub atas tonsil sering kali

ditemukan celah intratonsil yang merupakan sisa kantong pharynx yang kedua.

Kutub bawah tonsil biasanya melekat pada dasar lidah.1

Tonsil faringeal dalam kapsulnya terletak pada mukosa dinding lateral rongga

mulut. Di depan tonsil, arkus faring anterior disusun oleh otot palatoglosus, dan

dibelakang dari arkus faring posterior disusun oleh otot palatofaringeus.8

Permukaan medial tonsil bentuknya beraneka ragam dan mempunyai celah yang

disebut kriptus. Epitel yang melapisi tonsil ialah epitel skuamosa yang juga

meliputi kriptus. Didalam kriptus biasanya ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang

terlepas, bakteri dan sisa makanan. Permukaan lateral tonsil melekat pada fasia

pharynx yang sering juga disebut kapsul tonsil. Kapsul ini tidak melekat erat pada

otot pharynx, sehingga mudah dilakukan diseksi pada tonsilektomi.1

5

Page 6: 98634082 Tonsilitis Kronik Fix

Gambar 4. Cincin Waldeyer

Tonsil mendapat darah dari arteri palatina minor, arteri palatine asendens, cabang

tonsil arteri maksila eksterna, arteri pharynx asendens dan arteri lingualis dorsal.

Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum

glosoepiglotica. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen

sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papilla sirkum valata. Tempat

ini kadang-kadang menunjukkan penjalaran duktus tiroglossus dan secara klinik

merupakan tempat penting bila ada massa tiroid lingual (lingual thyroid) dan kista

duktus tiroglosus.1

Vena-vena menembus m.constrictor pharyngeus superior dan bergabung dengan

vena palatine eksterna, vena pharyngealis, atau vena facialis. Aliran limfe

pembuluh-pembuluh limfe bergabung dengan nodi lymphoidei profundi. Nodus

yang terpenting dari kelompok ini adalah nodus jugulodigastricus, yang terletak di

bawah dan belakang angulus mandibulae.7

3. Laryngopharynx

Laryngopharynx terletak di belakang aditus larynges dan permukaan

posterior larynx, dan terbentang dari pinggir atas epiglottis sampai dengan pinggir

bawah cartilage cricoidea. Laryngopharynx mempunyai dinding anterior, posterior dan

6

Page 7: 98634082 Tonsilitis Kronik Fix

lateral. Dinding anterior dibentuk oleh aditus laryngis dan membrane mukosa yang

meliputi permukaan posterior larynx. Dinding posterior disokong oleh corpus vertebra

cervicalis ketiga, keempat, kelima, dan keenam. Dinding lateral disokong oleh cartilage

thyroidea dan membrane thyrohyoidea. Sebuah alur kecil tetapi penting pada

membrana, disebut fossa piriformis, terletak di kanan dan kiri aditus laryngis.7

Gambar 5. Neurovaskularisasi pharynx

PERSARAFAN PHARYNX

Persarafan pharynx berasa ldari plexus pharyngeus yang dibentuk oleh cabang-

cabang nervus glossopharyngeus, nervus vagus, dan nervus symphaticus. Persarafan

motorik berasal dari pars cranialis nervus acessorius, yang berjalan melalui nervus vagus

menuju ke plexus pharyngeus, dan mempersarafi semua otot pharynx, kecuali

m.stylophryngeuus yang dipersarafi oleh nervus glossopharyngeus.7

Persarafan sensorik membran mukosa nasopharynx terutama berasal dari nervus

maxillaris. Membrana mukosa di sekitar aditus laryngeus dipersarafi oleh nervus ramus

laryngeus internus nervus vagus.7

VASKULARISASI PHARYNX

Suplai arteri pharynx berasal dari cabang-cabang arteri pharyngea ascendens,

arteri palatina ascendens, arteri facialis, arteri maxillaris, dan arteri lingualis. Vena

7

Page 8: 98634082 Tonsilitis Kronik Fix

bermuara ke plexus venosus pharyngeus, yang kemudian bermuara ke vena jugularis

interna.7

SISTEM LIMFATIK PHARYNX

Aliran limfa dari dinding faring dapat melalui 3 saluran, yakni superior, media dan

inferior. Saluran limfa superior mengalir ke kelenjar getah bening retrofaring dan kelanjar

getah bening servikal dalam atas. Saluran limfa media mengalir ke kelenjar getah bening

jugulo-digastrik dan kelanjar servikal dalam atas, sedangkan saluran limfa inferior

mengalir ke kelenjar getah bening servikal dalam bawah.1

Gambar 6. Sistem Limfatik Pharynx

III. IMUNOLOGI

Tonsila palatina adalah suatu jaringan limfoid yang terletak di fossa tonsilaris

di kedua sudut orofaring dan merupakan salah satu bagian dari cincin Waldeyer. Tonsila

palatina lebih padat dibandingkan jaringan limfoid lain. Permukaan lateralnya ditutupi oleh

kapsul tipis dan di permukaan medial terdapat kripta. Tonsila palatina merupakan jaringan

limfoepitel yang berperan penting sebagai sistem pertahanan tubuh terutama terhadap

protein asing yang masuk ke saluran makanan atau masuk ke saluran nafas (virus, bakteri,

dan antigen makanan). Mekanisme pertahanan dapat bersifat spesifik atau non spesifik.

8

Page 9: 98634082 Tonsilitis Kronik Fix

Apabila patogen menembus lapisan epitel maka sel-sel fagositik mononuklear pertama-

tama akan mengenal dan mengeliminasi antigen.9

Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfoid yang

mengandung sel limfosit, 0,1-0,2% dari kesuluruhan limfosit tubuh pada orang dewasa.

Proporsi limfosit B danT pada tonsil adalah 50%:50%, sedangkan di darah 55-75%:15-

30%. Pada tonsil terdapat sistem imun kompleks yang terdiri atas sel M (sel membran),

makrofag, sel dendrit dan antigen presenting cells) yang berperan dalam proses

transportasi antigen ke sel limfosit sehingga terjadi APCs (sintesis immunoglobulin

spesifik). Juga terdapat sel limfosit B, limfosit T, sel plasma dan sel pembawa Ig G. Tonsil

merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi

limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai dua fungsi utama yaitu menangkap

dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif dan sebagai organ produksi antibodi dan

sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik.9,10

Tonsil merupakan jaringan kelenjar limfa yang berbentuk oval yang terletak

pada kedua sisi belakang tenggorokan. Dalam keadaan normal tonsil membantu mencegah

terjadinya infeksi. Tonsil bertindak seperti filter untuk memperangkap bakteri dan virus

yang masuk ke tubuh melalui mulut dan sinus. Tonsil juga menstimulasi sistem imun untuk

memproduksi antibodi untuk membantu melawan infeksi. Tonsil berbentuk oval dengan

panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam

jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fossa tonsilaris, daerah yang kosong

diatasnya dikenal sebagai fossa supratonsilar. Tonsil terletak di lateral orofaring. Secara

mikroskopik tonsil terdiri atas tiga komponen yaitu jaringan ikat, folikel germinativum

(merupakan sel limfoid) dan jaringan interfolikel (terdiri dari jaringan limfoid). Lokasi

tonsil sangat memungkinkan terpapar benda asing dan patogen, selanjutnya membawanya

ke sel limfoid. Aktivitas imunologi terbesar tonsil ditemukan pada usia 3 – 10 tahun.9,10

IV. EPIDEMIOLOGI

Di Indonesia infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) masih merupakan

penyebab tersering morbiditas dan mortalitas pada anak. Pada tahun 1996/1997 cakupan

9

Page 10: 98634082 Tonsilitis Kronik Fix

temuan penderita ISPA pada anak berkisar antara 30% - 40%, sedangkan sasaran temuan

pada penderita ISPA pada tahun tersebut adalah 78% - 82% ; sebagai salah satu penyebab

adalah rendahnya pengetahuan masyarakat. Di Amerika Serikat absensi sekolah sekitar

66% diduga disebabkan ISPA. Tonsilitis kronik pada anak mungkin disebabkan karena

anak sering menderita ISPA atau karena tonsilitis akut yang tidak diterapi adekuat atau

dibiarkan.9

Tonsilitis adalah penyakit yang umum terjadi. Hampir semua anak di Amerika

Serikat mengalami setidaknya satu episode tonsilitis.2 Berdasarkan data epidemiologi

penyakit THT pada 7 provinsi (Indonesia) pada tahun 1994-1996, prevalensi tonsillitis

kronik sebesar 3,8% tertinggi kedua setelah nasofaringitis akut (4,6%). Di RSUP Dr.

Wahidin Sudirohusodo Makassar jumlah kunjungan baru dengan tonsillitis kronik mulai

Juni 2008–Mei 2009 sebanyak 63 orang. Apabila dibandingkan dengan jumlah kunjungan

baru pada periode yang sama, maka angka ini merupakan 4,7% dari seluruh jumlah

kunjungan baru.11

Pada penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Serawak di Malaysia diperoleh

657 data penderita Tonsilitis Kronis dan didapatkan pada pria 342 (52%) dan wanita 315

(48%) (Sing, 2007). Sebaliknya penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Pravara di India

dari 203 penderita Tonsilitis Kronis, sebanyak 98 (48%) berjenis kelamin pria dan 105

(52%) berjenis kelamin wanita.9

Tonsilitis paling sering terjadi pada anak-anak, namun jarang terjadi pada anak-

anak muda dengan usia lebih dari 2 tahun. Tonsilitis yang disebabkan oleh spesies

Streptococcus biasanya terjadi pada anak usia 5-15 tahun, sedangkan tonsilitis virus lebih

sering terjadi pada anak-anak muda.2,12 Data epidemiologi menunjukkan bahwa penyakit

Tonsilitis Kronis merupakan penyakit yang sering terjadi pada usia 5-10 tahun dan dewasa

muda usia 15-25 tahun. Dalam suatu penelitian prevalensi karier Group A Streptokokus

yang asimptomatis yaitu: 10,9% pada usia kurang dari 14 tahun, 2,3% usia 15-44 tahun,

dan 0,6 % usia 45 tahun keatas. Menurut penelitian yang dilakukan di Skotlandia, usia

tersering penderita Tonsilitis Kronis adalah kelompok umur 14-29 tahun, yakni sebesar 50

10

Page 11: 98634082 Tonsilitis Kronik Fix

% . Sedangkan Kisve pada penelitiannya memperoleh data penderita Tonsilitis Kronis

terbanyak sebesar 294 (62 %) pada kelompok usia 5-14 tahun.9

Suku terbanyak pada penderita Tonsilitis Kronis berdasarkan penelitian yang

dilakukan di poliklinik rawat jalan di rumah sakit Serawak Malaysia adalah suku Bidayuh

38%, Malay 25%, Iban 20%, dan Chinese 14%.9

V. ETIOLOGI

Tonsilitis terjadi dimulai saat kuman masuk ke tonsil melalui kriptanya secara

aerogen yaitu droplet yang mengandung kuman terhisap oleh hidung kemudian nasofaring

terus masuk ke tonsil maupun secara foodborn yaitu melalui mulut masuk bersama

makanan9. Etiologi penyakit ini dapat disebabkan oleh serangan ulangan dari Tonsilitis

Akut yang mengakibatkan kerusakan permanen pada tonsil, atau kerusakan ini dapat terjadi

bila fase resolusi tidak sempurna.13

Beberapa organisme dapat menyebabkan infeksi pada tonsil, termasuk bakteri

aerobik dan anaerobik, virus, jamur, dan parasit. Pada penderita tonsilitis kronis jenis

kuman yang paling sering adalah Streptokokus beta hemolitikus grup A (SBHGA).

Streptokokus grup A adalah flora normal pada orofaring dan nasofaring. Namun dapat

menjadi pathogen infeksius yang memerlukan pengobatan. Selain itu infeksi juga dapat

disebabkan Haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus, S. Pneumoniae dan

Morexella catarrhalis.8,14

Dari hasil penelitian Suyitno dan Sadeli (1995) kultur apusan tenggorok

didapatkan bakteri gram positif sebagai penyebab tersering Tonsilofaringitis Kronis yaitu

Streptokokus alfa kemudian diikuti Staphylococcus aureus, Streptokokus beta hemolitikus

grup A, Staphylococcus epidermidis dan kuman gram negatif berupa Enterobakter,

Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella dan E. coli.9

Infeksi virus biasanya ringan dan dapat tidak memerlukan

pengobatan yang khusus karena dapat ditangani sendiri oleh ketahanan tubuh. Penyebab

penting dari infeksi virus adalah adenovirus, influenza A, dan herpes simpleks (pada

11

Page 12: 98634082 Tonsilitis Kronik Fix

remaja). Selain itu infeksi virus juga termasuk infeksi dengan coxackievirus A, yang

menyebabkan timbulnya vesikel dan ulserasi pada tonsil. Epstein-Barr yang menyebabkan

infeksi mononukleosis, dapat menyebabkan pembesaran tonsil secara cepat sehingga

mengakibatkan obstruksi jalan napas yang akut. 14

Infeksi jamur seperti Candida sp tidak jarang terjadi khususnya di kalangan bayi

atau pada anak-anak dengan immunocompromised.14

VI. PATOMEKANISME

Tonsillitis berawal dari penularan yang terjadi melalui droplet dimana kuman

menginfiltrasi lapisan epitel. Adanya infeksi berulang pada tonsil menyebabkan pada suatu

waktu tonsil tidak dapat membunuh semua kuman sehingga kuman kemudian bersarang di

tonsil. Pada keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi sarang

infeksi (fokal infeksi) dan suatu saat kuman dan toksin dapat menyebar ke seluruh tubuh

misalnya pada saat keadaan umum tubuh menurun.9 Bila epitel terkikis maka jaringan

limfoid superkistal bereaksi dimana terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit

polimorfonuklear. Karena proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa

juga jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan

sehingga kripti melebar. Secara klinik kripti ini tampak diisi oleh detritus. Proses berjalan

terus sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan

jaringan di sekitar fossa tonsilaris. Pada anak disertai dengan pembesaran kelenjar limfa

submadibularis.1

VII.FAKTOR PREDISPOSISI

Sejauh ini belum ada penelitian lengkap mengenai keterlibatan faktor genetik

maupun lingkungan yang berhasil dieksplorasi sebagai faktor risiko penyakit Tonsilitis

Kronis. Pada penelitian yang bertujuan mengestimasi konstribusi efek faktor genetik dan

lingkungan secara relatif penelitiannya mendapatkan hasil bahwa tidak terdapat bukti

adanya keterlibatan faktor genetik sebagai faktor predisposisi penyakit Tonsilitis Kronis. 15

Beberapa Faktor predisposisi timbulnya tonsillitis kronik yaitu:1

12

Page 13: 98634082 Tonsilitis Kronik Fix

1. Rangsangan menahun (kronik) rokok dan beberapa jenis makanan

2. Higiene mulut yang buruk

3. Pengaruh cuaca

4. Kelelahan fisik

5. Pengobatan tonsillitis akut yang tidak adekuat

VIII. GEJALA KLINIK

Manifestasi klinik sangat bervariasi. Tanda-tanda bermakna adalah nyeri

tenggorokan yang berulang atau menetap dan obstruksi pada saluran cerna dan saluran

napas. Gejala-gejala konstitusi dapat ditemukan seperti demam, namun tidak mencolok.16

Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata,

kriptus melebar dan beberapa kripti terisi oleh detritus. Terasa ada yang mengganjal di

tenggorokan, tenggorokan terasa kering dan napas yang berbau.1 Pada tonsillitis kronik

juga sering disertai halitosis dan pembesaran nodul servikal.2 Pada umumnya terdapat dua

gambaran tonsil yang secara menyeluruh dimasukkan kedalam kategori tonsillitis kronik

berupa (a) pembesaran tonsil karena hipertrofi disertai perlekatan kejaringan sekitarnya,

kripta melebar di atasnya tertutup oleh eksudat yang purulent. (b) tonsil tetap kecil, bisanya

mengeriput, kadang-kadang seperti terpendam dalam “tonsil bed” dengan bagian tepinya

hiperemis, kripta melebar dan diatasnya tampak eksudat yang purulent.8,17

13

Page 14: 98634082 Tonsilitis Kronik Fix

Gambar 7. Tonsillitis kronik

Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur

jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial kedua

tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi :10,18,19

T0 : Tonsil masuk di dalam fossa

T1 : <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

T2 : 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

T3 : 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

T4 : >75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

14

Page 15: 98634082 Tonsilitis Kronik Fix

Gambar 8. Rasio Perbandingan Tonsil Dengan Orofaring

Gambar 9. (A) Tonsillar hypertrophy grade-I tonsils. (B) Grade-II tonsils. (C)

Grade-IIItonsils. (D) Grade-IV tonsils (“kissing tonsils”)

IX. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penderita Tonsilitis Kronis:

Mikrobiologi

Penatalaksanaan dengan antimikroba sering gagal untuk mengeradikasi kuman patogen

dan mencegah kekambuhan infeksi pada tonsil. Kegagalan mengeradikasi organisme

patogen disebabkan ketidaksesuaian pemberian antibiotika atau penetrasi antibiotika

yang inadekuat (Hammouda et al, 2009). Gold standard pemeriksaan tonsil adalah

kultur dari dalam tonsil. Berdasarkan penelitian Kurien di India terhadap 40 penderita

Tonsilitis Kronis yang dilakukan tonsilektomi, didapatkan kesimpulan bahwa kultur

yang dilakukan dengan swab permukaan tonsil untuk menentukan diagnosis yang

akurat terhadap flora bakteri Tonsilitis Kronis tidak dapat dipercaya dan juga valid.

Kuman terbayak yang ditemukan yaitu Streptokokus beta hemolitikus diukuti

Staflokokus aureus.20

Histopatologi

15

Page 16: 98634082 Tonsilitis Kronik Fix

Penelitian yang dilakukan Ugras dan Kutluhan tahun 2008 di Turkey terhadap 480

spesimen tonsil, menunjukkan bahwa diagnosa Tonsilitis Kronis dapat ditegakkan

berdasarkan pemeriksaan histopatologi dengan tiga kriteria histopatologi yaitu

ditemukan ringan- sedang infiltrasi limfosit, adanya Ugra’s abses dan infitrasi limfosit

yang difus. Kombinasi ketiga hal tersebut ditambah temuan histopatologi lainnya dapat

dengan jelas menegakkan diagnosa Tonsilitis Kronis.20

X. DIAGNOSIS

Diagnosis untuk tonsillitis kronik dapat ditegakkan dengan melakukan

anamnesis secara tepat dan cermat serta pemeriksaan fisis yang dilakukan secara

menyeluruh untuk menyingkirkan kondisi sistemik atau kondisi yang berkaitan yang dapat

membingungkan diagnosis.

Pada anamnesis, penderita biasanya datang dengan keluhan tonsillitis berulang

berupa nyeri tenggorokan berulang atau menetap, rasa ada yang mengganjal ditenggorok,

ada rasa kering di tenggorok, napas berbau, iritasi pada tenggorokan, dan obstruksi pada

saluran cerna dan saluran napas, yang paling sering disebabkan oleh adenoid yang

hipertofi. Gejala-gejala konstitusi dapat ditemukan seperti demam, namun tidak mencolok.

Pada anak dapat ditemukan adanya pembesaran kelanjar limfa submandibular.1,16,17

Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata,

kriptus melebar dan beberapa kripti terisi oleh detritus. Pada umumnya terdapat dua

gambaran tonsil yang secara menyeluruh dimasukkan kedalam kategori tonsillitis kronik.17

Pada Biakan tonsil dengan penyakit kronis biasanya menunjukkan beberapa

organisme yang virulensinya relative rendah dan pada kenyataannya jarang menunjukkan

streptokokus beta hemolitikus.8,17

XI. DIAGNOSIS BANDING

1. Tonsillitis difteri

Disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae.Tidak semua orang yang

terinfeksi oleh kuman ini akan sakit. Keadaan ini tergantung pada titer antitoksin

16

Page 17: 98634082 Tonsilitis Kronik Fix

dalam darah. Titer antitoksin sebesar 0,03 sat/cc drah dapat dianggap cukup

memberikan dasar imunitas. Tonsillitis difteri sering ditemukan pada anak berusia

kurang dari 10 tahun dan frekuensi tertinggi pada usia -5 tahun. Gejala klinik terbagi

dalam 3 golongan yaitu: umum, local, dan gejala akibat eksotoksin. Gejala umum

sama seperti gejala infeksi lainnya yaitu kenaikan suhu tubuh biasanya subfebris,

nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat serta keluhan nyeri

menelan. Gejala local yang tampak berupa tonsil membengkak ditutupi bercak putih

kotor yang makin lama makin meluas dan bersatu membentuk membrane semu

(pseudomembran) yang melekat erat pada dasarnya sehingga bila diangkat akan

mudah berdarah. Jika infeksinya berjalan terus, kelenjar limfa leher akan

membengkak sedemikian besarnya sehingga leher menyerupai leher sapi (bull neck).

Gejala akibat eksotoksin akan menimbulkan kerusakan jaringan tubuh yaitu pada

jantung dapat terjadi miokarditis sampai decompensatio cordis, pada saraf kranial

dapat menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan otot-otot pernapasan dan pada

ginjal menimbulkan albuminuria.1

Gambar 10. Tonsila Difteri

2. Angina Plaut Vincent (stomatitis ulseromembranosa)

Penyebab penyakit ini adalah bakteri spirochaeta atau triponema. Gejala pada

penyakit ini berupa demam sampai 30ºC, nyeri kepala, badan lemah, rasa nyeri

dimulut, hipersalivasi, gigi dan gusi mudah berdarah. Pada pemeriksaan tampak

mukosa dan faring hiperemis, membran putih keabuan diatas tonsil, uvula, dinding

17

Page 18: 98634082 Tonsilitis Kronik Fix

faring, gusi serta prosesus alveolaris, mulut berbau (foetor ex ore) dan kelenjar

submandibular membesar.1

Gambar. 11 Angina Plaut Vincent

3. Faringitis

Merupakan peradangan dinding laring yang dapat disebabkan oleh virus, bakteri,

alergi, trauma dan toksin.Infeksi bakteri dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang

hebat, karena bakteri ini melepskan toksin ektraseluler yang dapat menimbulkan

demam reumatik, kerusakan katup jantung, glomerulonephritis akut karena fungsi

glomerulus terganggu akibat terbentuknya kompleks antigen antibody.Gejala klinis

secara umum pada faringitis berupa demam, nyeri tenggorok, sulit menelan, dan

nyeri kepala.Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring dan tonsil hiperemis

dan terdapat eksudat di permukaannya. Beberapa hari kemudian timbul bercak

petechiae pada palatum dan faring. Kelenjar limfa anterior membesar, kenyal, dan

nyeri pada penekanan.1

18

Page 19: 98634082 Tonsilitis Kronik Fix

Gambar 12. Faringitis

4. Faringitis Leutika

Gambaran klinik tergantung pada stadium penyakit primer, sekunder atau tersier.

Pada penyakit ini tampak adanya bercak keputihan pada lidah, palatum mole, tonsil,

dan dinding posterior faring. Bila infeksi terus berlangsung maka akan timbul ulkus

pada daerah faring yang tidak nyeri. Selain itu juga ditemukan adanya pembesaran

kelenjar mandibula yang tidak nyeri tekan.1

5. Faringitis Tuberkulosis

Merupakan proses sekunder dari tuberculosis paru. Gejala klinik pada faringitis

tuberculosis berupa kedaan umum pasien yang buruk karena anoresia dan

odinofagia.Pasien mengeluh nyeri hebat ditenggorok, nyeri ditelinga atau otalgia

serta pembesaran kelanjar limfa servikal.1

Penyakit-penyakit diatas, keluhan umumnya berhubungan dengan nyeri

tenggorok dan kesulitan menelan. Diagnosa pasti berdasarkan pada pemeriksaan serologi,

hapusan jaringanatau kultur, X-ray dan biopsy.

XII.PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan untuk tonsillitis kronik terdiri atas terapi medikamentosa dan

operatif.

1. Medikamentosa

Terapi ini ditujukan pada hygiene mulut dengan cara berkumur atau obat isap,

pemberian antibiotic, pembersihan kripta tonsil dengan alat irigasi gigi atau oral. 1,8

Pemberian antibiotika sesuai kultur. Pemberian antibiotika yang bermanfaat pada

penderita Tonsilitis Kronis Cephaleksin ditambah metronidazole, klindamisin

( terutama jika disebabkan mononukleosis atau abses), amoksisilin dengan asam

klavulanat ( jika bukan disebabkan mononukleosis).9

2. Operatif

Untuk terapi pembedahan dilakukan dengan mengangkat tonsil (tonsilektomi).

Tonsilektomi dilakukan bila terapi konservatif gagal.

19

Page 20: 98634082 Tonsilitis Kronik Fix

Dengan tindakan tonsilektomi.9 Pada penelitian Khasanov et al mengenai

prevalensi dan pencegahan keluarga dengan Tonsilitis Kronis didapatkan data bahwa

sebanyak 84 ibu-ibu usia reproduktif yang dengan diagnosa Tonsilitis Kronis, sebanyak

36 dari penderita mendapatkan penatalaksanaan tonsilektomi.9

Penelitian yang dilakukan di Skotlandia dengan menggunakan kuisioner

terhadap 15.788 penduduk mendapatkan data sebanyak 4.646 diantaranya memiliki

gejala Tonsilitis, dari jumlah itu sebanyak 1.782 (38,4%) penderita mendapat

penanganan dari dokter umum dan 98 (2,1%) penderita dirujuk ke rumah sakit.9

Indikasi Tonsilektomi

Cochrane review (2004) melaporkan bahwa efektivitas tonsilektomi belum

dievaluasi secara formal. Tonsilektomi dilakukan secara luas untuk pengobatan

Tonsilitis akut atau kronik, tetapi tidak ada bukti ilmiah randomized controlled

trials untuk panduan klinisi dalam memformulasikan indikasi bedah untuk anak dan

dewasa. Tidak ditemukan studi Randomized Controlled Trial (RCT) yang mengkaji

efektivitas tonsilektomi pada dewasa. Pada anak ditemukan 5 studi RCT (Mawson

1967; McKee 1963; Roydhouse 1970; Paradise 1984; Paradise 1992), tetapi yang

diikutkan dalam review hanya 2 studi (Paradise 1984; Paradise 1992) sedang 3

studi lain tidak memenuhi kriteria. Studi pertama oleh Paradise (1984), dilakukan

pada anak yang dengan infeksi tenggorok berat. Dari studi ini tidak dapat dibuat

kesimpulan yang tegas tentang tonsilektomi karena adanya keterbatasan metodologi

yaitu adanya perbedaan kelompok operasi dengan kelompok kontrol. Dalam hal

riwayat episode infeksi sebelum mengikuti studi (kelompok operasi meliputi anak

dengan penyakit yang lebih berat) dan status sosial ekonomi (kelompok nonoperasi

memiliki status sosial ekonomi yang lebih tinggi) serta kelompok tonsilektomi dan

tonsilo-adenoidektomi dilaporkan sebagai satu kelompok operasi. Disamping itu,

studi ini meliputi hanya anak dengan infeksi tenggorok berat, pada pemantauan,

banyak kelompok kontrol yang memiliki episode infeksi sedikit dan biasanya

ringan. Studi kedua oleh Paradise (1992) meliputi anak dengan infeksi sedang tidak

dapat dievaluasi karena saat review dilakukan tidak ada data yang lebih detil dari

20

Page 21: 98634082 Tonsilitis Kronik Fix

desain dan bagaimana penelitian ini dilakukan (hasil penelitian baru dalam bentuk

abstrak).9 Untuk keadaan emergency seperti adanya obstruksi saluran napas,

indikasi tonsilektomi sudah tidak diperdebatkan lagi (indikasi absolut). Namun,

indikasi relatif tonsilektomi pada keadaan non emergency dan perlunya batasan usia

pada keadaan ini masih menjadi perdebatan. Sebuah kepustakaan menyebutkan

bahwa usia tidak menentukan boleh tidaknya dilakukan tonsilektomi. Indikasi

absolut: a) Hiperplasia tonsil yang menyebabkan gangguan tidur (sleep apneu) yang

terkait dengan cor pulmonal. b) curiga keganasan (hipertropi tonsil yang unilateral).

c) Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam (yang memerlukan tonsilektomi

Quincy). d) perdarahan tonsil yang persisten dan rekuren. Indikasi Relatif: a)

Tonsillitis akut yang berulang (Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per

tahun). b) abses peritonsilar. c). tonsillitis kronik dengan sakit tenggorkan yang

persisten, halitosis, atau adenitis cervical. d). sulit menelan. e). tonsillolithiasis. f).

gangguan pada orofacial atau gigi (mengakibatkan saluran bagian atas sempit). g).

Carrier streptococcus tidak berespon terhadap terapi). h). otitis media recuren atau

kronik.8,9,10

Adapun indikasi tonsilektomi menurut The American of Otolaryngology-head and

Neck Surgery Clinical Indicators Compendium 1995 adalah: 1

a. Serangan tonsillitis lebih dari 3x pertahun walaupun telah mendapat terapi yang

adekuat

b. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan gangguan

pertumbuhan orofacial

c. Sumbatan jalan napas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan

napas, sleepapneu, gangguan menelan, gangguan berbicara dan cor pulmonale.

d. Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak

berhasil hilang dengam pengobatan

e. Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan

f. Tonsillitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A Streptokokus beta

hemolitikus

21

Page 22: 98634082 Tonsilitis Kronik Fix

g. Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan

h. Otitis media efusa/otitis media supuratif

Kontraindikasi Tonsilektomi

Terdapat beberapa keadaan yang disebut sebagai kontraindikasi, namun bila

sebelumnya dapat diatasi, operasi dapat dilaksanakan dengan tetap

memperhitungkan imbang manfaat dan risiko. Keadaan tersebut yakni: gangguan

perdarahan, risiko anestesi yang besar atau penyakit berat, anemia, dan infeksi akut

yang berat. 9,18

Persiapan Pasien Tonsilektomi

Ketika dicapai keputusan untuk melakukan tonsilektomi harus disadari bahwa

mungkin tindakan ini merupakan prosedur pembedahan yang pertama kali bagi

pasien. Riwayat penyakit yang komplit dan pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan

dengan perhatian khusus terhadap adanya gangguan yang bersifat diturunkan

terutama kecenderungan terjadinya pendarahan. Disamping itu riwayat saudara

pasien yang mungkin mengalami kesulitan dengan anastesi umum sebaiknya

diketahui untuk menyingkirkan kemungkinan adanya hipertermia maligna.

Pemeriksaan Lab seperti waktu tromboplastin parsial, waktu protrombin, jumlah

trombosit, pemeriksaan hitung darah komplit dan urinalisa sebaiknya dilakukan.

Selain itu pemeriksaan antistreptolisin titer O (ASO) dilakukan untuk mengetahui

tingkat infeksi serta sebagai salah satu indikasi tonsilektomi. Antisteptolisin

meningkat pada minggu pertama dan mencapai puncaknya pada minggu ketiga

sampai keenam setelah infeksi. Pemeriksaan dikatakan positif bila konsentrasi ASO

dalam serum darah lebih dari 200 IU/ml. Selain itu pemeriksaan ragiologi dada dan

elektrokardiogram sebaiknya dilakukan sebelum pembedahan.5,6,8

Teknik Operasi Tonsilektomi

22

Page 23: 98634082 Tonsilitis Kronik Fix

Pengangkatan tonsil pertama sebagai tindakan medis telah dilakukan pada abad 1

Masehi oleh Cornelius Celsus di Roma dengan menggunakan jari tangan. Di

Indonesia teknik tonsilektomi yang terbanyak digunakan saat ini adalah teknik

Guillotine dan diseksi.9, 21

Diseksi: Dikerjakan dengan menggunakan Boyle-Davis mouth gag, tonsil

dijepit dengan forsep dan ditarik ke tengah, lalu dibuat insisi pada membran

mukus. Dilakukan diseksi dengan disektor tonsil atau gunting sampai

mencapai pole bawah dilanjutkan dengan menggunakan senar untuk

menggangkat tonsil.

Guilotin: Tehnik ini sudah banyak ditinggalkan. Hanya dapat dilakukan

bila tonsil dapat digerakkan dan bed tonsil tidak cedera oleh infeksi

berulang.

Elektrokauter: Kedua elektrokauter unipolar dan bipolar dapat digunakan

pada tehnik ini. Prosedur ini mengurangi hilangnya perdarahan namun dapat

menyebabkan terjadinya luka bakar.

Laser tonsilektomi: Diindikasikan pada penderita gangguan koagulasi.

Laser KTP-512 dan CO2 dapat digunakan namun laser CO2 lebih

disukai.tehnik yag dilakukan sama dengan yang dilakukan pada tehik

diseksi.

Komplikasi Tonsilektomi

Komplikasi saat pembedahan dapat berupa perdarahan dan trauma akibat alat.

Jumlah perdarahan selama pembedahan tergantung pada keadaan pasien dan faktor

operatornya sendiri. Perdarahan mungkin lebih banyak bila terdapat jaringan parut yang

berlebihan atau adanya infeksi akut seperti tonsilitis akut atau abses peritonsil. Pada

operator yang lebih berpengalaman dan terampil, kemungkinan terjadi manipulasi trauma

dan kerusakan jaringan lebih sedikit sehingga perdarahan juga akan sedikit. Perdarahan

yang terjadi karena pembuluh darah kapiler atau vena kecil yang robek umumnya berhenti

spontan atau dibantu dengan tampon tekan. Pendarahan yang tidak berhenti spontan atau

23

Page 24: 98634082 Tonsilitis Kronik Fix

berasal dari pembuluh darah yang lebih besar, dihentikan dengan pengikatan atau dengan

kauterisasi. Bila dengan cara di atas tidak menolong, maka pada fosa tonsil diletakkan

tampon atau gelfoam kemudian pilar anterior dan pilar posterior dijahit. Bila masih juga

gagal, dapat dilakukan ligasi arteri karotis eksterna.21

Dari laporan berbagai kepustakaan, umumnya perdarahan yang terjadi pada cara

guillotine lebih sedikit dari cara diseksi. Trauma akibat alat umumnya berupa kerusakan

jaringan di sekitarnya seperti kerusakan jaringan dinding belakang faring, bibir terjepit,

gigi patah atau dislokasi sendi temporomandibula saat pemasangan alat pembuka mulut.21

Komplikasi pasca bedah dapat digolongkan berdasarkan waktu terjadinya yaitu

immediate, intermediate dan late complication. 21

Komplikasi segera (immediate complication) pasca bedah dapat berupa perdarahan dan

komplikasi yang berhubungan dengan anestesi. Perdarahan segera atau disebut juga

perdarahan primer adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama pasca bedah.

Keadaan ini cukup berbahaya karena pasien masih dipengaruhi obat bius dan refleks batuk

belum sempurna sehingga darah dapat menyumbat jalan napas menyebabkan asfiksi.

Penyebabnya diduga karena hemostasis yang tidak cermat atau terlepasnya ikatan. 21

perdarahan dan iritasi mukosa dapat dicegah dengan meletakkan ice collar dan

mengkonsumsi makanan lunak dan minuman dingin. 22

Pasca bedah, komplikasi yang terjadi kemudian (interme diate complication) dapat berupa

perdarahan sekunder, hematom dan edem uvula, infeksi, komplikasi paru dan otalgia

Perdarahan sekunder adalah perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pasca bedah.

Umumnya terjadi pada hari ke 5-10. Jarang terjadi dan penyebab tersering adalah infeksi

serta trauma akibat makanan; dapat juga oleh karena ikatan jahitan yang terlepas, jaringan

granulasi yang menutupi fosa tonsil terlalu cepat terlepas sebelum luka sembuh sehingga

pembuluh darah di bawahnya terbuka dan terjadi perdarahan. Perdarahan hebat jarang

terjadi karena umumnya berasal dari pembuluh darah permukaan. Cara penanganannya

sama dengan perdarahan primer.21

Pada pengamatan pasca tonsilektomi, pada hari ke dua uvula mengalami edem. Nekrosis

uvula jarang terjadi, dan bila dijumpai biasanya akibat kerusakan bilateral pembuluh darah

24

Page 25: 98634082 Tonsilitis Kronik Fix

yang mendarahi uvula. Meskipun jarang terjadi, komplikasi infeksi melalui bakteremia

dapat mengenai organ-organ lain seperti ginjal dan sendi atau mungkin dapat terjadi

endokarditis. Gejala otalgia biasanya merupakan nyeri alih dari fosa tonsil, tetapi kadang-

kadang merupakan gejala otitis media akut karena penjalaran infeksi melalui tuba

Eustachius. Abses parafaring akibat tonsilektomi mungkin terjadi, karena secara anatomik

fosa tonsil berhubungan dengan ruang parafaring. Dengan kemajuan teknik anestesi,

komplikasi paru jarang terjadi dan ini biasanya akibat aspirasi darah atau potongan jaringan

tonsil. 21

Late complication pasca tonsilektomi dapat berupa jaringan parut di palatum mole. Bila

berat, gerakan palatum terbatas dan menimbulkan rinolalia. Komplikasi lain adalah adanya

sisa jaringan tonsil. Bila sedikit umumnya tidak menimbulkan gejala, tetapi bila cukup

banyak dapat mengakibatkan tonsilitis akut atau abses peritonsil. 21

Komplikasi tonsilektomi dapat berupa : 10,18

Immediate and Delayed Hemorrhage

Postoperative Airway Compromise :Jarang terjadi, biasanya disebabkan oleh

terlepasnya bekuan-bekuan, terlepasnya jaringan adenotonsillar, post operasi edema

oropharingeal, atau hematom retropharyngeal.

Dehidrasi

Pulmonary Edema : Disebabkan oleh pembebasan secara tiba-tiba jalan napas yang

obstruksi karena hipertropi adenotonsillar yang lama, mengakibatkan penurunan

mendadak tekanan intratoracal, peningkatan volume darah paru, dan peningkatan

tekanan hidrostatik yang dapat terjadi segera atau beberapa jam setelah pembebasan

jalan napas.

Nasopharyngeal Stenosis : komplikasi yang jarang dari jaringan parut

Eustachian Tube Dysfunction

Aspiration Pneumonia : jarang terjadi, biasanya akibat aspirasi dari bekuan darah

XIII. KOMPLIKASI

25

Page 26: 98634082 Tonsilitis Kronik Fix

Radang kronik tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya

berupa rhinitis kronik, sinusitis atau otitis media secara percontinuitatum. Komplikasi jauh

terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat timbul endocarditis, artritis, myositis,

nefritis, uvetis iridosiklitis, dermatitis, pruritus, urtikaria, dan furunkulosis.1

Beberapa literature menyebutkan komplikasi tonsillitis kronis antara lain:9,23

a) Abses peritonsil.

Infeksi dapat meluas menuju kapsul tonsil dan mengenai jaringan sekitarnya. Abses

biasanya terdapat pada daerah antara kapsul tonsil dan otot-otot yang mengelilingi

faringeal bed. Hal ini paling sering terjadi pada penderita dengan serangan berulang.

Gejala penderita adalah malaise yang bermakna, odinofagi yang berat dan trismus.

Diagnosa dikonfirmasi dengan melakukan aspirasi abses.

Gambar. Abses peritonsil

b) Abses parafaring.

Gejala utama adalah trismus, indurasi atau pembengkakan di sekitar angulus

mandibula, demam tinggi dan pembengkakan dinding lateral faring sehingga menonjol

kearah medial. Abses dapat dievakuasi melalui insisi servikal.

c) Abses intratonsilar.

Merupakan akumulasi pus yang berada dalam substansi tonsil. Biasanya diikuti dengan

penutupan kripta pada Tonsilitis Folikular akut. Dijumpai nyeri lokal dan disfagia yang

bermakna. Tonsil terlihat membesar dan merah. Penatalaksanaan yaitu dengan

26

Page 27: 98634082 Tonsilitis Kronik Fix

pemberian antibiotika dan drainase abses jika diperlukan; selanjutnya dilakukan

tonsilektomi.

d) Tonsilolith (kalkulus tonsil).

Tonsililith dapat ditemukan pada Tonsilitis Kronis bila kripta diblokade oleh sisa-sisa

dari debris. Garam inorganik kalsium dan magnesium kemudian tersimpan yang

memicu terbentuknya batu. Batu tersebut dapat membesar secara bertahap dan

kemudian dapat terjadi ulserasi dari tonsil. Tonsilolith lebih sering terjadi pada dewasa

dan menambah rasa tidak nyaman lokal atau foreign body sensation. Hal ini didiagnosa

dengan mudah dengan melakukan palpasi atau ditemukannya permukaan yang tidak

rata pada perabaan.

e) Kista tonsilar.

Disebabkan oleh blokade kripta tonsil dan terlihat sebagai pembesaran kekuningan

diatas tonsil. Sangat sering terjadi tanpa disertai gejala. Dapat dengan mudah

didrainasi.

f) Fokal infeksi dari demam rematik dan glomerulonephritis.

Dalam penelitiannya Xie melaporkan bahwa anti-streptokokal antibodi meningkat pada

43% penderita Glomerulonefritis dan 33% diantaranya mendapatkan kuman

Streptokokus beta hemolitikus pada swab tonsil yang merupakan kuman terbanyak

pada tonsil dan faring. Hasil ini megindikasikan kemungkinan infeksi tonsil menjadi

patogenesa terjadinya penyakit Glomerulonefritis.

XIV. PROGNOSIS

Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan beristrahat dan

pengobatan suportif. Menangani gejala-gejala yang timbul dapat membuat penderita

Tonsilitis lebih nyaman. Bila antibiotika diberikan untuk mengatasi infeksi, antibiotika

tersebut harus dikonsumsi sesuai arahan demi penatalaksanaan yang lengkap, bahkan bila

penderita telah mengalami perbaikan dalam waktu yang singkat. Gejala-gejala yang tetap

27

Page 28: 98634082 Tonsilitis Kronik Fix

ada dapat menjadi indikasi bahwa penderita mengalami infeksi saluran nafas lainnya,

infeksi yang sering terjadi yaitu infeksi pada telinga dan sinus. Pada kasus-kasus yang

jarang, Tonsilitis dapat menjadi sumber dari infeksi serius seperti demam rematik atau

pneumonia.9

DAFTAR PUSTAKA

1. Rusmarjono, Kartoesoediro S. Tonsilitis kronik. In: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga

Hidung Tenggorok Kepala & Leher ed Keenam. FKUI Jakarta: 2007. p212-25.

2. Udayan KS. Tonsillitis and peritonsillar Abscess. [online]. 2011 .[cited, 2012 Jan 18).

Available from URL: http://emedicine.medscape.com/

3. Medical Disbility Advisor. Tonsillitis and Adenoiditis. [online]. 2011 .[cited, 2012 Jan

18). Available from URL: http://www.mdguidelines.com/tonsillitis-and-adenoiditis/

4. John PC, William CS. Tonsillitis and Adenoid Infection. [online].2011 .[cited, 2012 Jan

17). Available from: URL: http://www.medicinenet.com

5. Christopher MD, David HD, Peter JK. Infectious Indications for Tonsillectomy. In: The

Pediatric Clinics Of North America. 2003. p445-58

6. Adnan D, Ionita E. Contributions To The Clinical, Histological, Histochimical and

Microbiological Study Of Chronic Tonsillitis. Pdf.

7. Richard SS. Pharinx. In: Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6.

Jakarta: ECG, 2006. p795-801.

28

Page 29: 98634082 Tonsilitis Kronik Fix

8. Boies AH. Rongga Mulut dan Faring. In: Boies Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta:

ECG, 1997. p263-340

9. Amalia, Nina. Karakteristik Penderita Tonsilitis Kronis D RSUP H. Adam Malik

Medan Tahun 2009. 2011.pdf

10. Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD. Tonsillitis, Tonsillectomy, and Adenoidectomy.

In: Head&Neck Surgery-Otolaryngology, 4th edition. 2006.

11. Indo Sakka, Raden Sedjawidada, Linda Kodrat, Sutji Pratiwi Rahardjo. Lapran

Penelitian : Kadar Imunoglobulin A Sekretori Pada Penderita Tonsilitis Kronik

Sebelum Dan Setelah Tonsilektomi. Pdf.

12. Empowering Otolaryngologist. Tonsillitis. In: American Academy of Otolaryngology-

Head & Neck Surgery. Pdf.

13. Mandavia, Rishi. Tonsillitis. [online] .[cited, 2012 Jan 20). Available from: URL:

http://www.entfastbleep.com

14. Gross CW, Harrison SE. Tonsils and Adenoid. In: Pediatrics In Review. [online].2000.

[cited, 2012 Jan 21). Available from: URL: http://www.pediatricsinrewiew.com

15. Ellen Kvestad, Kari Jorunn Kværner, Espen Røysamb, et all. Heritability of Reccurent

Tonsillitis. [online].2005.[cited, 2012 Jan 21). Available from: URL: http://www.

Archotolaryngelheadnecksurg.com

16. Nelson WE, Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM. Tonsil dan Adenoid. In: Ilmu

Kesehatan Anak Edisi 15 Volum 2. Jakarta: ECG,2000. p1463-4

17. Hassan R, Alatas H. Penyakit Tenggorokan. In: Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak jilid

2. Jakarta :FKUI, 2007.p930-33.

18. Pasha R. Pharyngeal And Adenotonsillar Disorder. In: Otolaryngology-Head and

Neck Surgery. p158-165

19. Andrews BT, Hoffman HT, Trask DK. Pharyngitis/Tonsillitis. In: Head and Neck

Manifestations of Systemic Disease. USA:2007.p493-508

20. Uğraş, Serdar & Kutluhan, Ahmet. Chronic Tonsillitis Can Be Diagnosed With

Histopathologic Findings. In: European Journal of General Medicine, Vol. 5, No. 2.

29

Page 30: 98634082 Tonsilitis Kronik Fix

[online].2008.[cited, 2012 Jan 23]. Available from: URL: http://www. Bioline

International .com

21. Hatmansjah. Tonsilektomi. In: Cermin Dunia Kedokteran vol 89. [online].1993.[cited,

2012 Jan 25]. Available from: URL: http://www. cerminduniakedokteran .com

22. Harrison SE, Osborne E, Lee S. Home Care After Tonsillectomy and Adenoidectomy.

In: Missisipi Ear, Nose, & Throat Surgical Associates 601. pdf.

23. Lalwani AK. Management of Adenotonsillar Disease: Introduction. In: Current

Otolaryngology 2nd ed. McGraw-Hill:2007.

30