86150699 makalah fiqih jinayah ta zir

14
FIQIH JINAYAH JARIMAH TA’ZIR (Pengertian, Ruang Lingkup, Dasar Hukum, serta Uqubah dan Pelaksanaanya) Oleh kelompok 8: Irfan Zidny Erwin Hikmatiar Arini Zidna JURUSAN PERADILAN AGAMA FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011/2012

Upload: jijo-sama

Post on 14-Aug-2015

194 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

jarimah fil islam

TRANSCRIPT

Page 1: 86150699 Makalah Fiqih Jinayah Ta Zir

FIQIH JINAYAH

JARIMAH TA’ZIR

(Pengertian, Ruang Lingkup, Dasar Hukum,

serta Uqubah dan Pelaksanaanya)

Oleh kelompok 8:

Irfan Zidny

Erwin Hikmatiar

Arini Zidna

JURUSAN PERADILAN AGAMA

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2011/2012

Page 2: 86150699 Makalah Fiqih Jinayah Ta Zir

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT. Kita memuji-Nya, mohon pertolongan dan

ampunan-Nya. Kami berlindung kepada Allah dari kejahatan-kejahatan diri kami dan

keburukan amal perbuatan kami. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak

ada seorang pun yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang disesatkan-Nya, maka

tidak ada yang dapat memberinya petunjuk.

Kami bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah semata, dan tidak ada sekutu bagi-Nya,

Kami bersaksi pula bahwa Nabi Muhammad SAW adalah hamba dan rasulnya.

Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT, yang telah meridlai kami dalam

menyelesaikan tugas untuk mata pelajaran Fiqh Jinayat, dengan judul Jarimah Ta’zir. Yang

Insya Allah pembahasan dari makalah kami ini, telah dilakukan secara runut dan mudah

dipahami.

Semoga makalah ini dapat membantu semua teman mahasiswa/i dalam mempelajari

dan memahami mata pelajaran Fiqh Jinayat, yang khususnya mengenai pembahasan

tentang Jarimah Ta’zir dengan baik.

Jakarta, 06 November 2011

Pemakalah

Page 3: 86150699 Makalah Fiqih Jinayah Ta Zir

PENDAHULUAN

Seperti kita ketahui, pada prinsipnya Al-Qur’an merupakan norma-norma dasar. Oleh

karena itu, dalam menentukan hukuman, Al-Qur’an memberikan pola dasar yang umum.

Pemberian pola yang dasar tersebut memberikan keleluasaan bagi masyarakat untuk

menyesuaikan dengan kondisi masyarakat tersebut.

Namun demikian, syari’at menentukan beberapa jenis perbuatan tertentu yang

dianggap sebagai kejahatan. Jenis kejahatan yang telah ditentukan syari’at dan telah

ditentukan pula hukumannya itu sangat terbatas, yaitu jenis-jenis tindak pidana yang masuk

dalam kelompok hudud dan qishash atau diyat yang jumlahnya tidak lebih dari dua belas

jenis.

Adapun selebihnya, yang merupakan bagian terbesar dari jumlah tindak pidana dan

hukuman, diserahkan kepada Ulul Amri dalam menentukan jenis pelanggaran maupun

hukumannya. Walaupun demikian, syari’at masih menentukan beberapa di antaranya

sebagai suatu kejahatan yang dapat dihukum, tanpa menentukan sanksinya. Jadi, hal ini pun

merupakan pendelegasian wewenang dari pembuat syari’at kepada Ulul Amri dalam

menentukan jenis hukumannya.

Kepercayaan yang diberikan pembuat syari’at dalam menentukan bentuk

pelanggaran dan macam hukuman tersebut ditujukan agar penguasa dapat secara leluasa

mengatur masyarakatnya. Seandainya pembuat syari’at menentukan semua bentuk

pelanggaran dan jenis hukuman secara baku, Ulul Amri mungkin akan mendapatkan

kesulitan dalam mencari kemashlahatan bagi rakyatnya. Hal ini karena, kemashlahatan

berubah sesuai dengan perubahan waktu dan tempat sehingga sangat rentan terhadap

perubahan. Oleh sebab itu, hanya pada hal-hal yang kebal terhadap perubahan sajalah,

syari’at memberikan aturan yang berlaku.

Bagian yang tidak ditentukan jenis pelanggarannya dan juga jenis hukumannya,

dalam fiqh disebut dengan ta’zir. Suatu jenis jarimah dan sanksi hukuman yang menjadi

wewenang Ulul Amri dalam pengaturannya.

Page 4: 86150699 Makalah Fiqih Jinayah Ta Zir

A. PENGERTIAN dan RUANG LINGKUP

Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa setiap kejahatan yang ditentukan

sanksinya oleh Al-Qur’an maupun oleh hadits disebut jarimah hudud dan qishash atau diyat.

Adapun tindak pidana yang tidak ditentukan oleh Al-Qur’an maupun hadits disebut sebagai

tindakan pidana ta’zir. Misalnya, tidak melaksanakan amanah, menghasab harta, menghina

orang, menghina agama, dan suap.1

Bentuk lain dari jarimah ta’zir adalah kejahatan-kejahatan yang bentuknya

ditentukan oleh Ulul Amri yang sesuai dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai, prinsip-

prinsip dan tujuan syari’ah, seperti peraturan lalu lintas, pemeliharaan lingkungan, dan

memberi sanksi kepada aparat pemerintah yang tidak disiplin.

Ta’zir menurut bahasa adalah mashdar (kata dasar) bagi ‘azzara yang berarti

menolak dan mencegah kejahatan, juga berarti menguatkan, memuliakan, dan membantu2.

Dalam Al-Qur’an disebutkan :

“Supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, menguatkan (agama)-

Nya, membesarkan-Nya, dan bertasbih kepada-Nya di waktu pagi dan petang”. (QS Al-Fath :

9)

1 Prof. Drs. H. Ahmad Djazuli, Fiqh Jianayat (Upaya Menanggulangi Kejahatan Dalan Islam), hal. 163

2 Drs. H. Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, hal. 248

Page 5: 86150699 Makalah Fiqih Jinayah Ta Zir

“(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka

dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka

mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan

menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang

buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada

mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya, dan

mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka itulah orang-

orang yang beruntung”. (QS Al-A’raf : 157)

Page 6: 86150699 Makalah Fiqih Jinayah Ta Zir

“Dan sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian (dari) Bani Israil dan telah Kami

angkat diantara mereka 12 orang pemimpin dan Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku

beserta kamu, sesungguhnya jika kamu mendirikan shalat dan menunaikan zakat serta

beriman kepada rasul-rasul-Ku dan kamu bantu mereka dan kamu pinjamkan kepada Allah

pinjaman yang baik sesungguhnya Aku akan menutupi dosa-dosamu. Dan sesungguhnya

kamu akan Kumasukkan ke dalam surga yang mengalir air didalamnya sungai-sungai. Maka

barangsiapa yang kafir di antaramu sesudah itu, sesungguhnya ia telah tersesat dari jalan

yang lurus”. (QS Al-Maidah : 12)

Ta’zir juga berarti hukuman yang berupa memberi pelajaran. Disebut dengan ta’zir

karena hukuman tersebut sebenarnya menghalangi si terhukum untuk tidak kembali kepada

jarimah atau dengan kata lain membuatnya jera.

Para fuqaha mengartikan ta’zir dengan hukuman yang tidak ditentukan oleh Al-

Qur’an dan hadits yang berkaitan dengan kejahatan yang melanggar hak Allah SWT dan hak

hamba yang berfungsi untuk memberi pelajaran kepada si terhukum dan mencegahnya

untuk tidak mengulangi kejahatan serupa3.

Ta’zir sering juga disamakan oleh fuqaha dengan hukuman terhadap setiap maksiat

yang tidak diancam dengan hukuman had atau kaffarah.

Hukuman ta’zir sepenuhnya ada ditangan hakim, sebab beliaulah yang memegang

tampuk kekuasaan pemerintahan dan kaum muslimin. Dalam kitab Subulus As-Salam

disebutkan: “Hukuman ta’zir tidak diperkenankan selain dari Imam kecuali dari tiga orang

berikut ini:

a. Ayah, boleh menjatuhkan ta’zir terhadap anaknya yang masih kecil dengan tujuan

edukatif, dan mencegahnya dari akhlak yang buruk.

b. Majikan, diperbolehkan menta’zir hambanya baik yang bersangkutan dengan hak

dirinya atau hak Allah.

c. Suami, diperbolehkan menta’zirkan istrinya dalam masalah nusyuz, sebagaimana

yang telah telah dijelaskan dalam Al-Qur’an.

Para ulama pada umumnya memperbolehkan penggabungan antara had dan ta’zir

selama memungkinkan. Misalnya dalam mazhab Hanafi, pezina yang ghair muhshan dijilid

seratus kali sebagai had lalu dibuang satu tahun sebagai ta’zir. Demikian pula dalam mazhab

3 Prof. Drs. H. Ahmad Djazuli, Fiqh Jianayat (Upaya Menanggulangi Kejahatan Dalan Islam), hal. 165

Page 7: 86150699 Makalah Fiqih Jinayah Ta Zir

Maliki dan mazhab Syafi’i penggabungan antara had dan ta’zir itu diperbolehkan, seperti

mengalungkan tangan pencuri setelah dipotong dan menambahkan empat puluh kali jilid

bagi peminum khamar.

Para ulama membagi jarimah ta’zir menjadi dua bagian4, yaitu

1. Jarimah yang berkaitan dengan hak Allah SWT

Yang dimaksud dengan kejahatan yang berkaitan dengan hak Allah SWT adalah

segala sesuatu yang berkaitan dengan kemashlahatan umum. Misalnya, membuat

kerusakan di muka bumi, perampokan, pencurian, perzinaan, pemberontakan, dan tidak

taat kepada Ulul Amri.

2. Jarimah yang berkaitan dengan hak perorangan

Yang dimaksud dengan kejahatan yang berkaitan dengan hak hamba adalah segala

sesuatu yang mengancam kemashlahatan bagi seorang manusia, seperti tidak membayar

utang ataupun penghinaan.

B. DASAR HUKUM

Dasar hukum disyariatkannya ta’zir terdapat dalam beberapa hadits Nabi SAW dan

tindakan sahabat. Hadits-hadits tersebut antara lain5, sebagai berikut :

1. Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Bahz ibn Hakim

Dari Bahz ibn Hakim dari ayahnya dari kakeknya, bahwa Nabi SAW “menahan

seseorang karena disangka melakukan kejahatan” (Hadits diriwayatkan oleh Abu Daud,

Turmudzi, Nas’ai, dan Baihaqi, serta dishahihkan oleh Hakim)

2. Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Abu Burdah

Dari Abu Burdah Al-Anshari RA, bahwa ia mendengar Rasulullah SAW bersabda : :

”Tidak boleh dijilid di atas sepuluh cambuk kecuali di dalam hukuman yang telah ditentukan

oleh ALLA SWT”. (Muttafaq ‘alaih)

3. Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Aisyah

Dari Aisyah RA, bahwa Nabi SAW bersabda : “Ringankanlah hukuman bagi orang-

orang yang tidak pernah melakukan kejahatan atas perbuatan mereka, kecuali dalam

jarimah-jarimah hudud”. (Hadits diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud, Nas’ai, dan Baihaqi)

Secara umum ketiga hadits tersebut menjelaskan tentang eksistensi ta’zir dalam

syari’at Islam. Hadits pertama menjelaskan tentang tindakan Nabi yang menahan seseorang

4 Ibid, hal. 166

5 Drs. H. Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, hal. 252

Page 8: 86150699 Makalah Fiqih Jinayah Ta Zir

yang diduga melakukan tindak pidana dengan tujuan untuk memudahkan penyelidikan.

Hadits kedua menjelaskan tentang batas hukuman ta’zir yang tidak boleh lebih dari sepuluh

kali cambukan, untuk membedakan dengan jarimah hudud. Sedangkan hadits ketiga

mengatur tenyang teknis pelaksanaan hukuman ta’zir yang bisa berbeda antara satu pelaku

dengan pelaku lainnya, tergantung kepada status mereka dan kondisi-kondisi lain yang

menyertainya.6

Adapun tindakan sahabat yang dapat dijadikan dasar hukum untuk jarimah dan

hukuman ta’zir, antara lain tindakan Sayyidina Umar bin Khattab ketika ia melihat sesorang

yang melentangkan seekor kambing untuk disembelih, kemudian ia mengasah pisaunya.

Khalifah Umar memukul orang tersebut dengan cemati dan berkata : “asah dahulu pisaumu

itu, baru telentangkan kambing tersebut”.

C. UQUBAH dan PELAKSANAANNYA

Hukuman ta’zir ialah hukuman yang dijatuhkan atas jarimah-jarimah yang tidak

dijatuhi hukuman yang telah ditentukan oleh hukum syari’at, yaitu jarimah-jarimah hudud

dan qishash atau diyat. Hukuman-hukuman tersebut banyak jumlahnya, yang dimulai dari

hukuman yang paling ringan sampai hukuman yang terberat. Hakim diberi wewenang untuk

memilih di antara hukuman-hukuman tersebut, yaitu hukuman yang sesuai dengan keadaan

jarimah serta diri pembuatnya7.

Macam-macam hukuman jarimah ta’zir :

1. Hukuman Mati8

Sebagaimana diketahui, ta’zir mengandung arti pendidikan dan pengajaran. Dari

pengertian itu, dapat kita pahami bahwa tujuan ta’zir adalah mengubah si pelaku menjadi

orang yang baik kembali dan tidak melakukan kejahatan yang sama pada waktu yang lain.

Oleh karena itu, dalam hukuman ta’zir tidak boleh ada pemotongan anggota badan

atau penghilangan nyawa. Akan tetapi, kebanyakan fuqaha membuat suatu pengecualian

dari aturan umum tersebut, yaitu kebolehan dijatuhkannya hukuman mati jika kepentingan

umum menghendaki demikian, atau apabila hukuman yang berupa pendidikan dan

6 Ibid, hal. 253

7 Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, hal. 221

8 Drs. H. Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam (Fiqh Jinayat), hal. 156

Page 9: 86150699 Makalah Fiqih Jinayah Ta Zir

pengajaran, tidak mampu memberantas kejahatan dan bahkan si pelaku malah berulang kali

melakukan kejahatan yang sama atau mungkin bertambah variatif jenis kejahatannya.

Dalam hal ini satu-satunya cara untuk mencegah kejahatan tersebut adalah dengan

melenyapkan si pelaku agar dampak negatifnya tidak terus bertambah dan mengancam

kemashlahatan yang lebih luas lagi, seperti mata-mata, pembuat fitnah atau penyebar

bid’ah , membocorkan rahasia negara, residivis yang sangat berbahaya, atau mengedarkan

atau menyelundupkan barang-barang berbahaya yang dapat merusak kemashlahatan.

Itulah sebabnya, kebanyakan ulama membolehkan hukuman mati tadi sebagai

pengecualian dari prinsip ta’dib (pendidikan). Oleh karena itu, walaupun si pelaku telah

mati, tujuan pencegahan dan pendidikan masih akan berlaku bagi orang yang tidak berbuat

jarimah. Jadi, hukuman mati tadi menjadi i’tibar bagi yang lainnya.

Hukuman mati sebagai hukuman ta’zir dengan syarat tersebut di atas sudah barang

tentu tidak banyak jumlahnya. Di luar ta’zir, hukuman mati hanya dikenakan terhadap

perbuatan-perbuatan zina, murtad, gangguan keamanan, pemberontakan, dan

pembunuhan dengan sengaja. Dalam jarimah ta’zir, menurut para fuqaha, tidak lebih dari

lima jarimah. Menurut fuqaha-fuqaha lain, dalam jarimah ta’zir tidak ada hukuman mati dan

hal ini berarti bahwa keseluruhan jarimah yang dijadikan hukuman mati hanya lima.

Kalau dibandingkan dengan hukum positif, maka banyak kita dapati jarimah yang

diancam hukuman mati. Hukum pidana Inggris misalnya, menjatuhkan hukuman mati atas

200 macam jarimah, sedang dalam hukum pidan Perancis ada 150 jarimah. di negara-negara

besar hukuman mati dijalankan seperti di Inggris, Perancis, Jerman, ataupun Amerika. Di

antara alasan yang dikemukakan oleh sarjana-sarjana hukum positif ialah bahwa hukuman

mati merupakan cara terbaik untuk memberantas kejahatan dan mengecilkan sama sekali

terhadap pembuat-pembuat yang berbahaya dari lingkungan masyarakat. Alasan tersebut

tidak jauh berbeda dengan alasan uang dikemukakan oleh para fuqaha.

Alat yang digunakan untuk melaksanakan hukuman mati pada sanksi ta’zir

bardasarkan hadits ialah pedang. Pemilihan pedang sebagai alat dalam melaksanakan

hukuman mati, karena pedang itu mudah digunakan dan tidak menganiaya si terhukum,

karena kematian terhukum dengan pedang itu sangat meyakinkan. Akan tetapi, dikalangan

ulama sekarang membolehkan penggunaan selain daripada pedang selama tujuan dan

hikmah penggunaan pedang tercapai dengan alat tersebut.

2. Hukuman Jilid

Page 10: 86150699 Makalah Fiqih Jinayah Ta Zir

Hukuman jilid dalam jarimah hudud, baik perzinaan maupun tuduhan zina dan

sebagainya sudah disepakati oleh para ulama. Adapun hukuman jilid dalam pidana ta’zir

juga berdasarkan Al-Qur’an, hadits, dan ijma. Dalam Al-Qur’an misalnya dalam surat An-Nisa

ayat 34 :

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah

melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena

mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita

yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh

karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya,

maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah

mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk

menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (QS. An-Nisa : 34)

Meskipun dalam ayat tersebut ta’zir tidak dijatuhkan oleh Ulul Amri, melainkan oleh

suami. Adapun hadits yang menunjukkan bolehnya ta’zir dengan jilid adalah hadits Abu

Burdah yang mendengar langsung bahwa Nabi SAW, bersabda : “Seseorang tidak boleh

dijilid lebih dari sepuluh kali cambukan kecuali dalam salah satu dari had ALLAH SWT”.

3. Hukuman Penjara9

9 Drs. H. Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, hal. 262

Page 11: 86150699 Makalah Fiqih Jinayah Ta Zir

Dalam bahasa Arab ada dua istilah untuk hukuman penjara. Pertama : Al-Habsu dan

yang kedua : As-Sijnu. Pengertian Al-Habsu menurut bahasa adalah mencegah atau

menahan. Kata al-Habsu diartikan juga As-Sijnu. Dengan demikian, kedua kata tersebut

mempunyai arti yang sama.

Menurut Imam Ibn Al-Qayyim Al-Jauziyah, yang dimaksud dengan al-Habsu menurut

syara’ bukanlah menahan pelaku di tempat yang sempit, melainkan menahan seseorang

dan mencegahnya agar ia tidak melakukan perbuatan hukum, baik penahanan tersebut di

dalam rumah, atau masjid, maupun di tempat lainnya. Penahanan model itulah yang

dilaksanakan pada masa Nabi SAW dan Khalifah Abu Bakar. Artinya, pada masa itu tidak

ada tempat yang khusus untuk menahan seorang pelaku. Akan tetapi, setelah umat Islam

bertambah banyak dan wilayah Islam bertambah luas, Khalifah Umar pada masa

pemerintahannya membeli rumah Shafwan Ibn Umayyah dengan harga empat ribu

dirham untuk kemudian dijadikan sebagai penjara.

Atas dasar inilah, para ulama membolehkan kepada Ulul Amri untuk membuat

penjara. Meskipun demikian, para ulama yang lain tetap tidak membolehkan untuk

mengadakan penjara, karena hal itu tidak pernah dilakukan oleh Nabi SAW dan Khalifah

Abu Bakar.

Selain itu, dasar hukum yang membolehkannya hukuman penjara ini adalah Surah

An-Nisaa’ ayat 15 :

Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat

orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya). Kemudian apabila mereka Telah

memberi persaksian, Maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai

mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan lain kepadanya. (QS. An-

Nisaa’ : 15)

Page 12: 86150699 Makalah Fiqih Jinayah Ta Zir

Hukuman penjara dalam syariat Islam dibagi kepada dua bagian, yaitu :

Hukuman penjara yang dibatasi waktunya

Hukuman penjara terbatas adalah hukuman penjara yang lama waktunya dibatasi

secara tegas. Hukuman penjara terbatas ini diterapkan untuk jarimah penghinaan,

penjual khamar, pemakan riba, melanggar kehormatan bulan suci Ramadhan, mengairi

ladang dari saluran tetangga tanpa izin, caci maki antara dua orang yang dipenjara dan

saksi palsu.

Adapun lamanya hukuman penjara, tidak ada kesepakatan di kalangan para ulama,

begitupun batas tertinggi dan terendah pada hukuman penjara terbatas ini, tidak ada

kesepakatan juga di kalangan para ulama.

Hukuman penjara yang tidak dibatasi waktunya

Hukuman penjara tidak terbatas atau tidak dibatasi waktunya, melainkan

berlangsung terus sampai orang yang terhukum itu mati, atau sampai ia bertobat. Dalam

istilah lain bisa disebut hukuman penjara seumur hidup.

Hukuman penjara seumur hidup dikenakan kepada penjahat yang sangat berbahaya,

misalnya seseorang yang menahan orang lain unktuk dibunuh oleh orang ketiga, atau

seperti orang yang mengikat orang lain, kemudian melemparkannya kedepan hewan

buas. Menurut Imam Abu Yusuf, apabila orang itu mati karena hewan buas maka pelaku

dikenakan hukuman penjara seumur hidup.

4. Hukuman pengasingan10

Diantara hukuman ta’zir dalam syariat Islam ialah pengasingan, hukuman

pengasingan juga termasuk hukuman had yang diterapkan untuk pelaku tindak pidana

perampokan berdasarkan surah Al-Maidah ayat 33 :

10

Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, hal. 230

Page 13: 86150699 Makalah Fiqih Jinayah Ta Zir

Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan rasul-

Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau

dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat

kediamannya). yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di

akhirat mereka beroleh siksaan yang besar. (QS Al-Maidah : 33)

Meskipun hukuman pengasingan itu merupakan hukuman had, namun dalam

praktiknya, hukuman tersebut diterapkan juga sebagai hukuman ta’zir. Dalam sejarah,

Rasullullah SAW pernah menjatuhkan hukuman pengucilan terhadap tiga orang yang tidak

ikut serta dalam perang Tabuk, yaitu Ka’ab bin Malik, Mirarah bin Rubai’ah, dan Hilal bin

Umaiyah. Mereka dikucilkan selama 50 hari tanpa diajak bicara sehingga turunlah firman

Allah SWT :

Dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka, hingga

apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa merekapun

telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada

tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya saja. Kemudian Allah menerima Taubat

mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah-lah yang Maha Penerima

Taubat lagi Maha Penyayang. (QS At-Taubah : 108)

Diantara jarimah ta’zir yang dikenakan hukuman pengucilan adalah orang yang

berperilaku mukhannats (waria) yang pernah dilaksanakan oleh Nabi SAW dengan

mengasingkannya ke luar Madinah, pemalsuan terhadap Al-Qur’an, atau pemalsuan

Page 14: 86150699 Makalah Fiqih Jinayah Ta Zir

terhadap Baitul Mal. Adapun tempat dan lamanya pengasingan, tidak ada kesepakatan para

fuqaha.

Pesan yang dapat kita tangkap dalam penjatuhan hukuman pengasingan ini adalah

kekhawatiran para ulama akan tersebarnya pengaruh si pelaku kepada orang lain sehingga

ia harus dibuang ke luar daerah.

5. Hukuman-Hukuman Ta’zir yang Lain11

Peringatan keras.

Hukuman denda.

Dihadirkan di hadapan sidang.

Nasihat.

Celaan.

Pemecatan dan pengumuman kesalahan secara terbuka.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Zainuddin. 2007. Hukum Pidana Islam. Jakarta. Jakarta: Sinar Grafika.

Djazuli, Ahmad. 2000. Fiqh Jinayat (Upaya Menanggulangi Kejahatan Dalam Islam).

Jakarta: RajaGrafindo, cetakan III.

Hakim, Rahmat. 2000. Hukum Pidana Islam. Bandung: Pustaka Setia, cetakan II.

Muslich, W.A. 2005. Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafika, cetakan II.

Hanafi, Ahmad. Asas-Asas Hukum Pidana Islam.

11

Prof. Drs. H. Ahmad Djazuli, Fiqh Jianayat (Upaya Menanggulangi Kejahatan Dalan Islam), hal. 215