6. bab 4 kriteria perencanaan teknis

48
4.1. Dasar Perencanaan Pertimbangan-pertimbangan yang dipakai sebagai dasar perencanaan dalam sistem konstruksi dan material yang digunakan untuk perencanaan pelabuhan antara lain: Pembangunannya dapat dilaksanakan dengan metoda kerja sesederhana mungkin sehingga tanpa memerlukan peralatan khusus yang harus didatangkan dari luar negeri. Bahan-bahan yang digunakan semaksimal mungkin merupakan bahan produksi dalam negeri. Biaya pembangunan dapat ditekan seminimal mungkin tanpa mengorbankan mutu bangunan. Memperhatikan aspek ekonomi dan lingkungan. Perawatan dan pemeliharaan dapat dilaksanakan dengan mudah dan tanpa biaya terlalu mahal. Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat IV - 1 KRITERIA PERENCANAAN TEKNIS Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD BAB

Upload: asad55001

Post on 02-Jan-2016

594 views

Category:

Documents


22 download

TRANSCRIPT

Page 1: 6. Bab 4 Kriteria Perencanaan Teknis

4.1. Dasar Perencanaan

Pertimbangan-pertimbangan yang dipakai sebagai dasar perencanaan

dalam sistem konstruksi dan material yang digunakan untuk perencanaan

pelabuhan antara lain:

Pembangunannya dapat dilaksanakan dengan metoda kerja

sesederhana mungkin sehingga tanpa memerlukan peralatan khusus

yang harus didatangkan dari luar negeri.

Bahan-bahan yang digunakan semaksimal mungkin merupakan bahan

produksi dalam negeri.

Biaya pembangunan dapat ditekan seminimal mungkin tanpa

mengorbankan mutu bangunan.

Memperhatikan aspek ekonomi dan lingkungan.

Perawatan dan pemeliharaan dapat dilaksanakan dengan mudah dan

tanpa biaya terlalu mahal.

Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat IV - 1

KRITERIA PERENCANAAN

TEKNISPerencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD

Provinsi Papua Barat BAB

IV

Page 2: 6. Bab 4 Kriteria Perencanaan Teknis

Kriteria Perencanaan Teknis

4.2. Faktor-faktor Perencanaan

Faktor-faktor perencanaan teknis adalah merupakan beberapa hal yang

perlu diperhatikan dan menjadi faktor penentu dalam penentuan dimensi

desain teknis yang ada. Faktor-faktor ini berkaitan dengan keadaan fisik

lokasi proyek. Faktor-faktor yang harus diperhitungkan dalam perencanaan

teknis adalah sebagai berikut:

1. Kondisi Fisik

a. Topografi dan Bathimetri.

b. Gelombang.

c. Arus.

d. Pasang surut.

e. Sedimentasi.

f. Meteorologi, angin, hujan, temperatur.

g. Geologi dan mekanika tanah.

2. Operasional Pelabuhan

a. Dimensi kapal (panjang, lebar, draft).

b. Manuver kapal.

c. Lalu lintas kapal.

d. Operasi bongkat muat.

3. Ekonomis

a. Jenis konstruksi.

b. Material konstruksi.

c. Peralatan konstruksi.

d. Kemampuan pelaksana konstruksi.

4.3. Standar Perencanaan

Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat IV - 2

Page 3: 6. Bab 4 Kriteria Perencanaan Teknis

Kriteria Perencanaan Teknis

1. Standar Rencana Pelabuhan

Kriteria Perencanaan Standar untuk Pelabuhan di Indonesia

“Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Januari 1984.

UNCTD, United Nations Conferencere on Trade and Development.

Japan Standard for Ports and Harbours.

2. Struktur Bangunan Pantai

Rekomendasi dari Komite Untuk Struktur Bangunan Pantai (EAU

1980), Edisi 4.

Shore Protection Manual (SPM)

Coastal Engineering Manual (CEM).

3. Pengurugan, Reklamasi dan Pondasi

American Society for Testing and Materials (ASTM).

American Association for State Highway and Transportation Official

(AASHTO).

4. Konstruksi Beton

Tata cara perhitungan beton untuk Bangunan Gedung SNI-03-2847-

2002

5. Konstruksi Baja

Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia, PPBBI 1984.

ASTM A 96 – 81, Material Baja.

6. Konstruksi Kayu

Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia, PKKI 1973.

7. Konstruksi Jalan

Spesifikasi Teknis Standar – Jalan Raya.

AASHTO.

8. Pembebanan

Tata cara perhitungan beton untuk Bangunan Gedung SNI-03-2847-

2002

Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat IV - 3

Page 4: 6. Bab 4 Kriteria Perencanaan Teknis

Kriteria Perencanaan Teknis

9. Beban Gempa

Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk bangunan gedung

SNI-03-1726-2002.

10. Pengujian Bahan

ASTM.

AASHTO.

11. Sistem Air Bersih dan Air Kotor

Petunjuk Plambing Indonesia.

4.4. Jenis Kapal

Secara umum, jenis kapal dapat dibedakan menjadi beberapa tipe sebagai

berikut:

1. Kapal Penumpang

Merupakan kapal yang digunakan untuk mengangkut penumpang. Seiring

dengan perkembangan, kapal jenis ini juga dapat mengangkut mobil, bis

dan truk bersama-sama dengan penumpangnya. Umumnya kapal

penumpang mempunyai ukuran relatif kecil.

2. Kapal Barang

Kapal barang khusus dibuat untuk mengangkut barang sehingga umumnya

mempunyai ukuran yang lebih besar daripada kapal penumpang. Kapal

barang dapat dibedakan menjadi beberapa macam sesuai dengan barang

yang diangkut, yaitu:

a. Break Bulk Cargo

Pengiriman barang yang dibungkus maupun tidak dibungkus. Barang-

barang yang termasuk jenis ini adalah peti, karung, dus, dll. Kapal-kapal

yang digunakan untuk mengangkut barang-barang jenis ini adalah:

Kapal-kapal general cargo.

Kapal-kapal multipurpose.

Kapal pendingin.

Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat IV - 4

Page 5: 6. Bab 4 Kriteria Perencanaan Teknis

Kriteria Perencanaan Teknis

b. Mass Break Bulk Cargo

Merupakan pengangkutan barang-barang jenis break bulk cargo dalam

jumlah besar (dikumpulkan terlebih dahulu). Kapal yang digunakan untuk

mengirim barang jenis ini adalah kapal kontainer.

c. Bulk Cargo

Adalah barang-barang yang dalam pengiriman tidak dibungkus karena

jumlahnya yang teralu besar atau sifatnya. Kapal yang digunakan adalah

kapal tanker.

Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat IV - 5

Page 6: 6. Bab 4 Kriteria Perencanaan Teknis

Kriteria Perencanaan Teknis

Tabel 4. 1. Dimensi Kapal.

Panjang Lebar Draft Panjang Lebar DraftLOA LBP B d LOA LBP B dm m m m m m m m

250 38 7.5 3.0 5,000 105 101 14.5 6.5

550 54 49 8.4 3.2 10,000 142 135 18.9 8.2

750 54 49 8.5 3.6 15,000 188 175 25.7 9.1

1,000 66 59 10.0 3.8 20,000 233 224 31.0 9.6

1,300 67 63 10.6 4.0 25,000 254 244 31.6 10.4

1,500 80 73 12.4 4.5 30,000 275 264 32.2 11.3

300 18 5.6 2.5 35,000 285 269 32.5 11.8

600 18 6.0 3.5 40,000 285 274 32.7 12.4

1,200 28 8.0 4.0 45,000 290 278 33.0 13.0

2,000 35 9.5 4.5 10,000 140 135 18.5 7.9

2,500 38 9.7 5.0 20,000 180 173 22.8 9.7

3,200 42 10.8 5.8 30,000 205 197 26.5 10.7

21 6.0 2.6 40,000 223 214 29.7 11.1

200 40 35 7.0 3.5 50,000 225 216 30.5 11.6

350 34 7.0 3.8 60,000 245 236 35 12.0

400 55 45 8.5 4.0 80,000 259 249 39.2 12.6

600 65 55 10.0 4.5 100,000 265 255 40 13.8

800 70 60 10.5 4.8 120,000 277 266 42.2 14.3

1,000 75 65 11.0 5.0 150,000 300 285 45 17.3

1,500 80 70 12.0 5.3 215,000 320 310 50 19.5

2,000 85 75 13.0 5.6 250,000 336 325 53 20.5

2,500 90 80 14.0 5.9 270,000 342 329 56 22.0

500 51 10.2 2.9 300,000 350 340 57 23.0

1,000 68 11.9 3.6 10,000 140 134 17.2 7.9

2,000 88 13.2 4.0 20,000 178 171 22.4 9.5

3,000 99 14.7 4.5 30,000 200 192 25.8 10.3

5,000 120 16.9 5.2 40,000 215 206 29.0 10.9

8,000 142 19.2 5.8 50,000 230 221 32.0 11.4

10,000 154 20.9 6.2 60,000 243 233 33.2 12.6

15,000 179 22.8 6.8 80,000 251 247 37.0 13.8

20,000 198 24.7 7.5 100,000 280 252 41.2 14.6

30,000 230 27.5 8.5 150,000 295 280 44.1 17.0

1,000 57 53 8.7 4.2 200,000 324 310 48.1 19.2

2,000 75 72 10.8 4.9 250,000 341 329 20.8 21.0

4,000 101 97 13.7 6.1 300,000 347 332 52.5 23.4

6,000 119 114 15.6 7.0 350,000 350 333 54.5 25.4

8,000 132 127 17.0 7.7 400,000 359 346 57.0 26.6

10,000 142 136 18.1 8.2 450,000 371 359 60.0 27.7

12,000 150 144 19.0 8.6 500,000 388 372 64.0 28.4

14,000 156 150 19.6 8.9

16,000 162 155 20.3 9.2

18,000 166 160 20.7 9.5

20,000 170 163 21.0 9.8

Jenis Bobot Jenis Bobot

Tan

ke

rs (

DW

T)

Ore

an

d B

ulk

Carr

iers

(D

WT

)

Fis

hin

g V

esse

ls (

GR

T)

Co

nta

ine

r V

esse

ls (

DW

T)

Passe

ng

er

Sh

ip (

GR

T)

Co

asta

l V

esse

ls

(DW

T)

Tug

s (

DW

T)

Ge

ne

ral

Carg

o V

esse

l (D

WT

)

Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat IV - 6

Page 7: 6. Bab 4 Kriteria Perencanaan Teknis

Kriteria Perencanaan Teknis

4.5. Perencanaan Alur Pelayaran

Alur pelayaran digunakan untuk mengarahkan kapal yang akan masuk ke

kolam pelabuhan. Perairan di sekitar alur harus cukup tenang terhadap

pengaruh gelombang dan arus laut. Perencanaan alur pelayaran didasarkan

ukuran kapal terbesar yang akan masuk ke kolam pelabuhan. Parameter

bagi perencanaan kedalaman dan lebar alur adalah sebagai berikut:

Bathimetri laut (kedalaman perairan).

Elevasi muka air rencana yang ada (hasil analisa pasang surut).

Kondisi angin di perairan (arah dan kecepatan).

Arah, kecepatan dan tinggi gelombang pada perairan (hasil peramalan

gelombang).

Arus yang terjadi di perairan.

Ukuran kapal rencana dan rencana manuver yang diperbolehkan.

Jumlah lintasan kapal yang melalui alur pelayaran.

Angka kemudahan pengontrolan kemudi kapal rencana.

Trase (alignment) alur pelayaran dan stabilitas bahan dasar perairan.

Koordinasi dengan fasilitas lainnya.

Navigasi yang mudah dan aman.

4.5.1 Kedalaman Alur

Kedalaman air diukur terhadap muka air referensi nilai rerata dari muka air

surut terendah pada saat pasang kecil (neap tide) dalam periode panjang

yang disebut LLWL (Lowest Low Water Level). Kedalaman alur total adalah:

H = d +G + R + P + S + K

di mana:

d = draft kapal (m)

G = gerak vertikal kapal karena gelombang dan squat (m)

R = ruang kebebasan bersih (m)

P = ketelitian pengukuran (m)

Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat IV - 7

Page 8: 6. Bab 4 Kriteria Perencanaan Teknis

Kriteria Perencanaan Teknis

S = pengendapan sedimen antara dua pengerukan (m)

K = toleransi pengerukan (m)

Pendekatan untuk penentuan kedalaman alur (Gambar 4.1) adalah:

H = LLWL - draft kapal - clearance

Kapal

LWS

Clearance

Draft

Gambar 4. 1. Penentuan Kedalaman Alur.

4.5.2 Lebar Alur

Lebar alur pelayaran dihitung dengan memakai persamaan sebagai berikut:

1. Alur pelayaran untuk satu kapal

Lebar = 1,5B + 1,8B + 1,5B (lihat Gambar 4.2)

2. Alur pelayaran untuk dua kapal

Lebar = 1,5B + 1,8B + C + 1,8B + 1,5B (lihat Gambar 4.3)

di mana:

B = lebar kapal (m)

C = clearence/jarak aman antar kapal (m), diambil = B

Untuk jelasnya, lebar alur pelayaran dapat dilihat pada Gambar 4.2 dan

Gambar 4.3.

Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat IV - 8

Page 9: 6. Bab 4 Kriteria Perencanaan Teknis

Kriteria Perencanaan Teknis

1,5 B

B

Kapal

1,5 B1,8 B

Gambar 4. 2. Lebar Alur Untuk Satu Kapal.

1,5 B

B

Kapal

1,5 B1,8 B 1,8 BC

B

Kapal

Gambar 4. 3. Lebar Alur Untuk Dua Kapal.

Kemiringan lereng alur pelayaran ditentukan berdasarkan analisa stabilitas

lereng yang harganya tergantung pada jenis material dasar perairan dan

kedalaman alur.

4.6. Perencanaan Kolam Pelabuhan

Perairan yang menampung kegiatan kapal untuk bongkar muat, berlabuh,

mengisi persediaan dan memutar kapal dinamakan kolam pelabuhan.

Parameter-parameter bagi perencanaan kolam pelabuhan adalah sebagai

berikut:

Bathimetri laut (kedalaman perairan).

Elevasi muka air rencana yang ada (hasil analisa pasang surut).

Kondisi angin di perairan (arah dan kecepatan).

Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat IV - 9

Page 10: 6. Bab 4 Kriteria Perencanaan Teknis

Kriteria Perencanaan Teknis

Arah, kecepatan dan tinggi gelombang pada perairan (hasil peramalan

gelombang).

Arus yang terjadi di perairan.

Ukuran kapal rencana dan rencana manuver yang diperbolehkan.

Perairan yang relatif tenang.

Lebar dan kedalaman perairan disesuaikan dengan kebutuhan.

Kemudahan gerak kapal (manuver).

Meskipun batas lokasi kolam pelabuhan sulit ditentukan secara tepat, akan

tetapi biasanya dibatasi oleh daratan, penahan gelombang, konstruksi

dermaga atau batas administratif pelabuhan. Di samping parameter-

parameter yang telah dijelaskan di atas, kolam pelabuhan juga harus

memenuhi syarat sebagai berikut :

Cukup luas sehingga dapat menampung semua kapal yang datang

berlabuh dan masih dapat bergerak dengan bebas.

Cukup lebar sehingga kapal dapat melakukan manuver dengan bebas

yang merupakan gerak melingkar yang tidak terputus.

Cukup dalam sehingga kapal terbesar masih bisa masuk ke dalam

kolam pelabuhan pada saat air surut.

4.6.1 Luas Kolam

Untuk perencanaan luas kolam yang ada, kemudahan manuver kapal

menjadi salah satu faktor yang perlu diperhatikan. Mengingat hal tersebut,

maka perlu disediakan area pada kolam untuk dapat menampung kegiatan

yang dilakukan oleh kapal mulai dari kedatangan sampai berangkat dengan

membuat perencanaan kolam sebagai berikut:

Perlu disediakan kolam putar untuk manuver kapal.

Perlu adanya area bongkar muat kapal.

Perlu disediakan area tambat terpisah dengan area bongkar.

Dengan demikian persamaan untuk menghitung kebutuhan luas kolam

pelabuhan adalah:

A = ATR + AB + AT

Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat IV - 10

Page 11: 6. Bab 4 Kriteria Perencanaan Teknis

Kriteria Perencanaan Teknis

di mana:

ATR = luas kolam putar (turning basin) (m2)

AB = luas area bongkar muat (m2)

AT = luas area tambat (m2)

4.6.1.1 Kolam Putar (Turning Basin)

Turning basin atau kolam putar diperlukan agar kapal dapat mudah berbalik

arah. Luas area untuk perputaran kapal sangat dipengaruhi oleh ukuran

kapal, sistem operasi dan jenis kapal. Radius kolam putar diperkirakan

sebesar 1,5 kali ukuran panjang kapal maksimum sehingga luas kolam putar

menjadi:

ATR = (1,5.L)2

di mana:

ATR = luas kolam putar (m2)

L = panjang kapal maksimum yang akan berlabuh di pelabuhan (m)

4.6.1.2 Area Bongkar Muat

Kolam pelabuhan diperlukan untuk kegiatan berlabuh untuk bongkar

muatan, persiapan operasi (loading), dan lain sebagainya. Diperkirakan luas

kolam untuk keperluan tersebut tidak kurang dari sebagai berikut:

ABM = 3 (n.l.b)

di mana:

ABM = luas area bongkar muat yang dibutuhkan (m2)

n = jumlah kapal berlabuh di pelabuhan

L = panjang kapal (m)

B = lebar kapal (m)

4.6.1.3 Area Tambat

Bila kolam direncanakan untuk dapat menampung kapal bertambat dengan

catatan tidak mengganggu kegiatan bongkar muat dan manuvering kapal

yang akan keluar masuk kolam pelabuhan, maka luas area tambat yang

dibutuhkan adalah:

Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat IV - 11

Page 12: 6. Bab 4 Kriteria Perencanaan Teknis

Kriteria Perencanaan Teknis

AT = n.(1,5.L) x (4/3.B)

di mana:

L = panjang kapal (m)

B = lebar kapal (m)

4.6.2 Kedalaman Kolam

Kedalaman kanal dan pelabuhan ditentukan oleh faktor-faktor draft kapal

dengan muatan penuh, tinggi gelombang maksimum (< 50 cm), tinggi

ayunan kapal (squat) dan jarak aman antara lunas dan dasar perairan.

Komponen penentu kedalaman kolam dapat dilihat pada Gambar 4.4 Rumus

untuk menghitung kedalaman kolam dapat diberikan sebagai berikut:

D = d + S + C

di mana:

D = draft kapal (m)

S = squat kapal (m)

C = clearance/jarak aman (m)

Gambar 4. 4. Komponen Penentu Kedalaman Kolam Pelabuhan.

4.7. Perencanaan Dermaga

Dermaga berfungsi sebagai tempat membongkar muatan (unloading),

memuat perbekalan (loading), mengisi perbekalan (servicing) dan berlabuh

(idle berthing). Dasar pertimbangan bagi perencanaan dermaga sebagai

berikut :

Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat IV - 12

Page 13: 6. Bab 4 Kriteria Perencanaan Teknis

Kriteria Perencanaan Teknis

Bathimetri laut (kedalaman perairan).

Elevasi muka air rencana yang ada (hasil analisa pasang surut).

Arah, kecepatan dan tinggi gelombang pada perairan (hasil peramalan

gelombang).

Penempatan posisi dermaga mempertimbangkan arah angin, arus dan

perilaku pantai yang stabil.

Panjang dermaga disesuaikan dengan kapasitas kebutuhan kapal yang

akan berlabuh.

Lebar dermaga disesuaikan dengan kapasitas kebutuhan kapal yang

akan berlabuh.

Lebar dermaga disesuaikan dengan kemudahan aktivitas dan gerak

bongkar muat kapal dan kendaraan darat.

Berjarak sependek mungkin dengan fasilitas darat.

Ketinggian demaga memperhatikan kondisi pasang surut.

4.7.1 Banyaknya Tambatan (Panjang Dermaga)

Kebutuhan panjang dermaga disesuaikan dengan kebutuhan pelabuhan.

Untuk pelabuhan kontainer atau general cargo tidak dilakukan pemisahan

antara kebutuhan dermaga untuk kegiatan bongkar-muat di pelabuhan.

Untuk perhitungan banyaknya tambatan, diambil beberapa besaran atau

asumsi sebagai berikut:

1. Productivity

Conventional general cargo on deep-sea routes 35

ton/jam

Conventional general cargo on short-sea and coastal routes 24

ton/tahun

Container on deep-sea routes 6

TEU/jam

Container on short-sea and feeder routes 3

TEU/jam

Ro/Ro Container 4 TEU/jam

Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat IV - 13

Page 14: 6. Bab 4 Kriteria Perencanaan Teknis

Kriteria Perencanaan Teknis

2. Over-all Fraction of Time Berthed Ships Worked (OFTBSW)

Empat shift, masing-masing bekerja 5 jam dan bekerja 6 hari per

minggu

OFTBSW = 0,72

Empat shift, masing-masing bekerja 5 jam dan bekerja 7 hari per

minggu

OFTBSW = 0,83

3. Average Number of Gang Employed per Ship Shifts (ANGESS)

Banyaknya 2, 3 dan 4 gangs

4. Number of Working Days per Year (NWDY)

Banyaknya 330 hari

5. Berth Occupancy Factor (BOF)

1 tambatan dalam dermaga, BOF = 0,46

2 tambatan dalam dermaga, BOF = 0,50

3 tambatan dalam dermaga, BOF = 0,55

Untuk menghitung perkiraan banyaknya tambatan pada dermaga (ANBR)

adalah sebagai berikut:

TPDPG = ANTGH x OFTBSW x 24 jam

TPSPD = TPDPG x ANGESS

BDR =

ANBR =

di mana:

TPDPG = Tons per Day per Gang

ANTGH = Average Number of Tons per Gang Hour

TPSPD = Tons per Ship per Day

BDR = Berth Day Requirement

Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat IV - 14

Page 15: 6. Bab 4 Kriteria Perencanaan Teknis

Kriteria Perencanaan Teknis

ANBR = Approximate Number of Berth

ATF = Annual Tonnage Forecost

4.7.2 Lebar Dermaga

Lebar dermaga banyak ditentukan oleh kegunaan dari dermaga yang

ditinjau dari jenis dan volume barang yang mungkin ditangani dermaga

tersebut.

4.7.3 Tinggi Dek/Lantai Dermaga

Untuk Kebutuhan tinggi deck dermaga pantai disesuaikan dengan kondisi

muka air rencana dan pasang surut daerah setempat ditambah dengan

suatu angka kebebasan agar tidak terjadi limpasan (overtopping) pada saat

keadaan gelombang. Rumus untuk menentukan kebutuhan tinggi dek/lantai

dermaga diberikan sebagai berikut:

H = HHWL + Hd + Freeboard

di mana:

H = tinggi dek dermaga dari LLWL(m)

HHWL = tinggi muka air pada keadaan pasang tertinggi dari LLWL

(m)

Hd = tinggi gelombang maksimum di kolam pelabuhan (m)

Freeboard = tinggi jagaan (m)

4.7.4 Alternatif Bentuk dan Struktur Dermaga

Perencanaan bentuk dan struktur dermaga yang akan digunakan perlu

dilakukan pertimbangan yang didasarkan atas beberapa aspek berikut:

1. Aspek kegunaan sistem struktur.

2. Aspek teknis, yang meliputi:

a. Kekuatan sistem struktur dermaga dalam rnemikul beban rencana.

b. Stabilitas sistem struktur dermaga yang berpengaruh baik dalam

hal mungkin tidaknya penggunaan suatu jenis struktur maupun

pelaksanaannya.

c. Kemampuan yang menangani pelaksanaan.

Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat IV - 15

Page 16: 6. Bab 4 Kriteria Perencanaan Teknis

Kriteria Perencanaan Teknis

d. Waktu pelaksanaan.

e. Material yang akan digunakan/tersedia.

3. Aspek ke-ekonomisan struktur, yakni besar biaya yang dibutuhkan baik

dalam hal material maupun pelaksanaan.

Dengan pertimbangan-pertimbangan di atas, diharapkan akan dapat

dihasilkan struktur dermaga yang optimum sesuai dengan yang dibutuhkan.

4.7.4.1 Bentuk/Tipe Dermaga

Dilihat dari penampilan pada layout pelabuhan, bentuk dermaga dapat

dibagi dalam:

1. Bentuk Wharf

Wharf adalah dermaga yang dibuat sejajar pantai dan dapat dibuat berimpit

dengan garis pantai atau agak menjorok ke laut. Wharf dibangun apabila

garis kedalaman laut hampir merata dan sejajar dengan garis pantai.

2. Bentuk Pier

Pier adalah dermaga yang dibangun dengan membentuk sudut terhadap

garis pantai. Pier dapat digunakan untuk merapat kapal pada satu sisi atau

kedua sisinya.

3. Kombinasi

Apabila garis kedalaman laut yang hampir merata dan sejajar dengan garis

pantai terletak agak menjorok ke arah laut, maka bentuk dermaga sebaik

wharf yang dikombinasikan dengan jembatan penghubung (approach

trestle). Pemilihan ini akan sangat mengurangi biaya pengerukan untuk

menyediakan kolam pelabuhan.

Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat IV - 16

Page 17: 6. Bab 4 Kriteria Perencanaan Teknis

Kriteria Perencanaan Teknis

Gambar 4. 5. Bentuk Dermaga.

4.7.4.2 Struktur Dermaga

Alternatif jenis struktur dermaga yang umum digunakan, yaitu :

1. Struktur Deck on Pile

Struktur deck on pile menggunakan tiang pancang sebagai pondasi bagi

lantai dermaga. Seluruh beban di lantai dermaga (termasuk gaya akibat

berthing dan mooring) diterima sistem lantai dermaga dan tiang pancang

tersebut. Dibawah lantai dermaga, kemiringan tanah dibuat sesuai dengan

kemiringan alaminya serta dilapisi dengan perkuatan (revetment) untuk

mencegah tergerusnya tanah akibat gerakan air yang disebabkan oleh

manuver kapal Untuk menahan gaya lateral yang cukup besar akibat

berthing dan mooring kapal, jika diperlukan dilakukan pemasangan tiang

pancang miring.

2. Struktur Sheet Pile

Jenis struktur sheet-pile adalah tanpa menggunakan kemiringan alami

tanah. Pada dermaga ini, garis muka rencana dermaga dipancangkan

deretan sheet pile sampai kedalaman rencana, kemudian baru sisi

laut/kolam dari dermaga dilakukan pengerukan (dredging) sesuai dengan

Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat IV - 17

Page 18: 6. Bab 4 Kriteria Perencanaan Teknis

Kriteria Perencanaan Teknis

kedalaman rencana. Dalam hal ini gaya-gaya akibat perbedaan elevasi

antara lantai dermaga dengan dasar alur pelayaran ditahan oleh struktur

dinding penahan tanah. Tiang pancang masih diperlukan untuk menahan

gaya lateral dari kapal yang sedang sandar atau untuk membantu sheet-

pile menahan tekanan lateral tanah. Struktur sheet pile dapat direncanakan

dengan menggunakan penjangkaran (anchor) maupun tanpa penjangkaran.

3. Struktur Caisson

Struktur tipe caisson terbuat dari beton berongga yang nantinya akan diisi

dengan material pengisi (misalnya pasir) untuk menambah berat struktur.

Caisson ini dibuat di darat yang kemudian diangkut ke lokasi pekerjaan

untuk diluncurkan atau diletakkan pada posisinya. Struktur ini termasuk

termasuk jenis struktur gravitasi yang mengandalkan berat sendiri struktur

tersebut dalam menjaga stabilitasnya, sehingga tanah dasar untuk

meletakkan sistem struktur ini harus memiliki karakteristik yang baik.

Sehingga jika kondisi tanah kurang baik, maka harus dilakukan terlebih

dahulu perbaikan tanah yang berupa penggalian jenis tanah dasar dengan

jenis tanah yang lebih baik (misalnya pasir).

4. Retaining Wall (Dinding Penahan Tanah)

Pada jenis struktur ini, garis muka rencana quay-wall dibangun dinding

penahan tanah sampai dengan kedalaman rencana, kemudian setelah

selesai baru dilakukan pengerukan kolam pelabuhan. Seperti halnya

caisson, struktur ini termasuk termasuk jenis struktur gravitasi yang

mengandalkan berat sendiri struktur tersebut dalam menjaga stabilitasnya,

sehingga tanah dasar untuk meletakkan sistem struktur ini harus memiliki

karakteristik yang baik.

Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat IV - 18

Page 19: 6. Bab 4 Kriteria Perencanaan Teknis

Kriteria Perencanaan Teknis

Gambar 4. 6. Jenis Struktur Dermaga.

4.7.5 Beban Pada Dermaga

4.7.5.1 Beban Horizontal

Beban horizontal dermaga terdiri dari:

1. Beban Angin dan Arus

a. Angin

Rumus perhitungan muatan akibat angin adalah sebagai berikut:

di mana:

Qw = beban angin (kg/m2)

Vw = kecepatan angin (m2/dtk)

Dengan batasan minimum beban angin adalah sebesar 40 kg/m2.

b. Arus

Besarnya muatan akibat arus diperhitungkan menurut ketentuan:

Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat IV - 19

Page 20: 6. Bab 4 Kriteria Perencanaan Teknis

Kriteria Perencanaan Teknis

Qc = air laut.Vc2

di mana:

Qc = beban akibat arus (kg/m2)

air laut = massa jenis air laut = 104 kg/m3

Vc = kecepatan arus m/dtk

2. Beban Akibat Benturan dan Tambat Kapal

Adanya arus dan angin akan menyebabkan timbulnya benturan antara

kapal dan dermaga. Secara lengkap beban akibat benturan kapal akan

dijelaskan pada analisa berthing dan mooring pada pada bagian lain dari

bab ini.

3. Gaya Gempa

Besarnya gaya gempa: F = k.w, di mana:

F = gaya gempa (kg/m2)

w = beban vertikal dengan muatan hidup (kg/m2)

k = koefisien gempa

4.7.5.2 Beban Vertikal

Beban vertikal yang terdapat di dermaga terdiri dari:

1. Beban Mati

Beban mati adalah muatan yang berasal dari berat sendiri konstruksi

(lantai, balok, kolom dan dinding) ditambah dengan berat peralatan

pendukung yang ada di atas dermaga.

2. Muatan Hidup

Muatan hidup terpusat berasal dari roda-roda truk, crane, tambat, forklift,

crane mobil dan sebagainya yang sedang melakukan operasi.

4.7.6 Analisa Berthing

Pada saat kapal akan merapat, kapal akan membentur dermaga. Benturan

juga terjadi selama kapal merapat di dermaga untuk melakukan kegiatan

Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat IV - 20

Page 21: 6. Bab 4 Kriteria Perencanaan Teknis

Kriteria Perencanaan Teknis

bongkar muat. Gaya yang ditimbulkan akibat benturan antara kapal dan

dermaga dikenal dengan gaya berthing. Hal yang perlu diperhatikan dalam

analisa berthing adalah:

Kecepatan maksimum kapal saat mendarat.

Arah kapal saat akan merapat di dermaga.

Kecepatan angin di lokasi.

Kecepatan arus di lokasi.

4.7.6.1 Energi Kinetik

Energi kinetik efektif pada saat berthing dihitung dengan menggunakan

persamaan:

E = .Cm.Ce.Cs.Cc

di mana :

E = energi kinetik yang terjadi

Cm = koefisien massa hidrodinamik

W = berat virtual kapal (ton)

V = kecepatan merapat kapal (m/detik)

Ce = koefisien eksentrisitas

Cs = koefisien softness

Cc = koefisien konfigurasi penambatan

Besarnya koefisien parameter untuk perhitungan energi kinetik adalah:

1. Berat Virtual (W)

Berat virtual kapal (W) dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:

W = Wa + Wd

di mana:

Wd = displacement tonnage (ton)

Wa = added weight = 0,25..d2.B.air laut.(2/3) (ton)

2. Massa Hidrodinamik (Cm)

Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat IV - 21

Page 22: 6. Bab 4 Kriteria Perencanaan Teknis

Kriteria Perencanaan Teknis

Merupakan koefisien yang mempengaruhi pergerakan air di sekitar kapal

dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:

dengan:

d = draft kapal (m)

B = lebar kapal (m)

3. Eksentrisitas (Ce)

Koefisien reduksi energi yang ditransfer ke fender pada saat titik bentur

kapal tidak sejajar dengan pusat massa dari kapal dan dihitung dengan

menggunakan persamaan berikut:

dengan:

K = radius ration dari kapal (m)

K = (0,19Cb + 0,11).LOA

R = Jarak antara pusat massa dengan titik bentur kapal, dihitung

secara geometrik dengan menggunakan Gambar 4. 7 (m)

= Sudut yang dibentuk antara titik bentur kapal dengan vektor

kecepatan dan kapal dengan menggunakan Gambar 4. 7 (derajat)

l

Titik Benturan

v

R

Gambar 4. 7. Kondisi Berthing Kapal.

Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat IV - 22

Page 23: 6. Bab 4 Kriteria Perencanaan Teknis

Kriteria Perencanaan Teknis

4. Koefisien Block (Cb)

Dihitung dengan persamaan:

air laut = massa jenis air laut (kg/m3)

5. Koefisien Softness (Cs)

Merupakan koefisien akibat pengaruh energi bentur yang diserap oleh

lambung kapal.

6. Koefisien Berthing (CC)

Koefisien yang menunjukkan efek massa air yang berperangkap antara

lambung kapal dan sisi dermaga. Nilai Cc bergantung pada jenis konstruksi

dermaga (Gambar 4. 8) yang besarnya sebagai berikut:

Cc = 1,0 untuk jenis struktur dermaga dengan pondasi

tiang

0,8 < Cc < 1,0 untuk jenis struktur dermaga dengan dinding

penahan

Cc = 0.8 – 0.9 Cc = 0.9 – 1

Gambar 4. 8. Koefisien Berthing (Cc) Sesuai Jenis Dermaga.

4.7.6.2 Posisi Fender

Dari perhitungan energi berthing di atas, maka dapat ditentukan jenis dan

ukuran fender yang diperlukan. Penempatan letak fender ditentukan dari

Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat IV - 23

Page 24: 6. Bab 4 Kriteria Perencanaan Teknis

Kriteria Perencanaan Teknis

dimensi kapal terkecil yang akan bertambat pada saat air laut sedang surut

(Gambar 4. 9). Contoh pemasangan dapat dilihat pada gambar berikut ini.

+ LWS

+ 1.0 LWS

Kapal 500 DWT Kondisi Full=load

0.0 LWS

Gambar 4. 9. Contoh Posisi Fender Pada Dermaga.

4.7.6.3 Jarak Antar Fender

Dalam arah horizontal, jarak antara fender harus ditentukan sedemikan

rupa sehingga dapat menghindari kontak langsung antara kapal dan dinding

dermaga. Jarak pemasangan fender dalam arah horizontal dapat dilihat

pada gambar di bawah.

Gambar 4. 10. Jarak Antar Fender.

Jarak maksimum antar fender dapat dihitung dengan persamaan berikut:

di mana:

Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat IV - 24

Page 25: 6. Bab 4 Kriteria Perencanaan Teknis

Kriteria Perencanaan Teknis

2l = jarak antar fender (m)

r = radius lengkung dari bow (m)

h = tinggi dari fender pada saat energi kinetik dari kapal diserap (m)

Radius lengkung dari bow kapal dihitung dengan menggunakan rumus

sebagai berikut:

Untuk b = 100 : log (rbow) = -0,113 + 0,44 log (Wd).

Cara lain untuk menghitung jarak maksimum antar fender juga dapat

dengan rumus:

21 = 0,15.LOA

4.7.6.4 Kondisi Pembebanan Pada Fender

Analisa gaya reaksi dari fender dilakukan terhadap 2 kondisi berthing

sebagai berikut:

Sudut Berthing 10°

Pada kondisi ini dianalisa gaya reaksi fender akibat berthing kapal

pada kecepatan maksimum dengan sudut berthing (b) = 10°.

Gambar 4. 11. Kondisi Berthing = 100.

Sudut Berthing 0°

Pada kondisi ini dianalisa gaya reaksi masing-masing fender pada saat

kapal berthing dengan kecepatan maksimum dan sudut berthing = 0°.

Gambar 4. 12 Kondisi Berthing = 00.

Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat IV - 25

Page 26: 6. Bab 4 Kriteria Perencanaan Teknis

Kriteria Perencanaan Teknis

4.7.7 Analisa Mooring

4.7.7.1 Gaya Tambat

Gaya tambat (mooring) dari kapal pada prinsipnya merupakan gaya-gaya

horizontal dan vertikal yang disebabkan oleh angin dan arus. Sistem

mooring (tambat) didesain untuk dapat mengatasi gaya- gaya akibat

kombinasi angin dan arus. Keseluruhan gaya angin dan arus yang terjadi

dapat dimodelkan sebagai gaya-gaya dalam arah transversal dan

longitudinal yang dikombinasikan dengan gaya momen terhadap sumbu

vertikal yang bekerja di tengah kapal. Perhitungan gaya-gaya di atas

menggunakan persamaan-persamaan berikut:

1. Gaya Angin Transversal

Gaya angin transversal terjadi apabila angin datang dari arah lebar ( =

900).

FTW = 1,1.Qw.Aw

di mana:

QW = tekanan angin (kg/m2)

AW = luas bagian yang tertiup angin (m2)

2. Gaya Angin Longitudinal

Gaya angin longitudinal dapat dibedakan atas:

Angin datang dari arah haluan ( = 00)

FLW = 0,42.Qw.Aw

Angin datang dari arah buritan ( = 1800)

FLW = 0,5.Qw.Aw

di mana:

QW = tekanan angin (kg/m2)

AW = luas bagian yang tertiup angin (m2)

3. Gaya Arus Transversal

Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat IV - 26

Page 27: 6. Bab 4 Kriteria Perencanaan Teknis

Kriteria Perencanaan Teknis

FTC = 0,22.QC.LOA.d.

di mana:

Qc = tekanan arus (kg/m2)

LOA = panjang kapal (m)

d = draft kapal (m)

4. Gaya Arus Longitudinal

FLC = 0,07.QC.B.d.

di mana:

Qc = tekanan arus (kg/m2)

B = lebar kapal (m)

d = draft kapal (m)

Transfer gaya-gaya angin dan arus dilakukan dengan notasinya x, y, dan xy.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4. 13 berikut ini.

Gambar 4. 13. Gaya-gaya Yang Bekerja Pada Kapal.

a. Gaya longitudinal pada tengah-tengah kapal, Fx:

Fx = FLW ( = 00) – FLW ( = 1800) – FLC

b. Gaya transversal pada tengah-tengah kapal, Fy:

Fy = FTW + FTC

c. Momen terhadap sumbu vertikal, MXY:

Mxy =

Besarnya LBP (Length Between Perpendicular) dapat dicari dengan

persamaan berikut:

Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat IV - 27

Page 28: 6. Bab 4 Kriteria Perencanaan Teknis

Kriteria Perencanaan Teknis

4.7.7.2 Gaya Pada Tali

Gaya pada tali/pengikat merupakan gaya reaksi akibat adanya gaya tambat

yang bekerja pada tali-tali penahan kapal. Sistem gaya yang bekerja

disederhanakan dengan mengasumsi bahwa gaya longitudinal yang bekerja

akan ditahan oleh spring lines dan untuk gaya transversal oleh breasting

lines.

Tali atau pengikat kapal untuk tiap-tiap gaya yang bekerja diasurnsikan

mempunyai karakteristik yang sama dan analisa memperhitungkan sudut-

sudut yang dibentuk (Gambar 4. 14) antara tali dan garis sejajar dermaga.

Rumus-rumus perhitungan gaya spring lines dan breasting lines adalah:

1. Gaya satu tali pada breasting lines

Fbreasting =

2. Gaya satu tali pada spring lines

Fspring =

di mana:

Fx = gaya mooring longitudinal (ton)

Fx = gaya mooring transversal (ton)

b = sudut breasting tali (°)

s = sudut spring tali (°)

Bollard

Fy

Fx

Fy22

Fy

Spring LinesBreasting Breasting

s bLinesLines

Fspring

Fbreasting

Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat IV - 28

Page 29: 6. Bab 4 Kriteria Perencanaan Teknis

Kriteria Perencanaan Teknis

Gambar 4. 14. Kondisi Mooring Kapal.

4.7.8 Analisa Geoteknik

Analisa geoteknik dilakukan untuk mengecek kemampuan tanah menerima

beban-beban pada dermaga di atasnya sekaligus merencanakan dimensi

dan detail pondasi dermaga. Untuk maksud tersebut, diperlukan profil tanah

dan parameter tanah desain yang merupakan hasil analisa mekanika tanah.

Analisa geoteknik yang dilakukan antara lain:

Pengecekan daya dukung tanah.

Pengecekan stabilitas geser.

Pengecekan stabilitas guling.

Pengecekan penurunan.

4.7.9 Analisa Struktur

Analisa struktur untuk perancangan detail struktur dermaga yang dilakukan

antara lain:

Perhitungan beban-beban yang bekerja pada dermaga.

Perhitungan kebutuhan tulangan struktur penyusun dermaga.

4.8. Perencanaan Area Penyimpanan

4.8.1 Luas Transit Shed, Warehouse dan Open Storage

Untuk menghitung kebutuhan luas lahan untuk Transit Shed, Warehouse

dan Open Storage digunakan persamaan-persamaan sebagai berikut:

HCR = ATTS x ATT/365

NHVR = HCR/DOC

GHVR = 1.2 x NHVR

ASAR1 = GHVR/ASH

ASAR2 = 1.4 x ASAR1

DSA = ASAR2 x (1+RCSF/100)

di mana:

Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat IV - 29

Page 30: 6. Bab 4 Kriteria Perencanaan Teknis

Kriteria Perencanaan Teknis

HCR = Holding Capacity Required

ATSS = Annual Tonnage Trough Storage (untuk 1 tambatan)

ATT = Average Transit Time

NHVR = Net Holding Volume Required

DOC = Density of Cargo

GHVR = Gross Holding Volume Required

ASH = Average Stacking Height

ASAR1 = Average Stacking Area Required

ASAR2 = Average Storage Area Required

RCSF = Reserve Capacity Safety Factor

DSA = Design Storage Area

4.8.2 Luas Container Park Area (CPA) dan Container Freight

Station (CFS)

Untuk menghitung luas Container Park Area (CPA) digunakan persamaan-

persamaan sebagai berikut:

HCR =

NTSR = HCR x ARPTEU

GTSAR =

CPA =

di mana:

HCR = Holding Capacity Required

CMPY = Container Movements per Year (1 tambatan)

ATT = Average Transit Time

NTSR = Net Transit Storage Requirement

Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat IV - 30

Page 31: 6. Bab 4 Kriteria Perencanaan Teknis

Kriteria Perencanaan Teknis

ARPTEU = Area Requirement per TEU

GTSAR = Gross Transit Storage to Maximum Stacking Height

RAMSH = Ratio of Average to Maximum Stacking Height

RCSF = Reserve Capacity Safety Factor

CPA = Container Park Area

Berat 1 TEU diambil 20 ton

Untuk menghitung luas Container Freight Station Area (CFSA) digunakan

persamaan-persamaan sebagai berikut:

HCR =

CFSSA = HCR x 29/ASH

CFSASA = CFSSA x ( 1 + AF )

CFSDSA =

di mana:

HCR = Holding Capacity Required

CFSCMY = Container Freight Station Movements per Year (1

tambatan)

ATT = Average Transit Time

CFSAA = Container Freight Station Stacking Area

ASH = Area Stacking Height

CFSASA = Container Freight Station Average Stacking Area

AF = Acces Factor

RCSF = Reserve Capacity Safety Factor

CFSDSA = CFS Design Storage Area

Berat 1 TEU diambil 20 ton

Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat IV - 31

Page 32: 6. Bab 4 Kriteria Perencanaan Teknis

Kriteria Perencanaan Teknis

4.8.3 Peralatan Bongkar Muat Barang

Untuk peralatan bongkar muat barang, jenis dan jumlahnya didasarkan

pada saran UNCTAD (Port Development). Peralatan peralatan bongkar muat

barang yang umum digunakan terdiri dari:

1. Memindahkan barang dari kapal ke dermaga atau sebaliknya

a. Portainer (kran portal, gantry craine)

Kran yang dipasang di dermaga, mempunyai katrol vertikal dan

horizontal serta ada sebuah spreader (kerangka baja dengan ukuran

lebar dan panjang sama dengan container).

b. Shiptainer (kran portal ada di atas kapal)

Kran portal yang dapat bergerak di atas geladak dari haluan sampai

buritan dan dipakai terutama di pelabuhan-pelabuhan yang fasilitasnya

kurang memadai.

c. Kran Multipurpose

Sesuai dengan namanya dapat digunakan untuk berbagai macam

pemindahan barang.

2. Memindahkan barang dari dermga ke tempat penyimpanan atau

sebaliknya

a. Straddle Carrier

Dipakai untuk mengangkut dan menimbun. Carrier ini persentase down

timenya tinggi (banyak menggangur) tetapi mampu menumpuk

container sampai 4 susun.

b. Forklift Truck

Seperti Straddle Carrier, Forklift Truck juga digunakan untuk

memindahkan dan menyusun container. Akan tetapi waktu

mengganggurnya kurang dan kecepatannya sangat rendah.

c. Trailer

Apabila Trailer dipakai untuk mengangkut maka ada tiga cara yang

dilakukan:

Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat IV - 32

Page 33: 6. Bab 4 Kriteria Perencanaan Teknis

Kriteria Perencanaan Teknis

Container langsung diletakkan di atas Trailer kemudian langsung

diantar ke konsumen.

Container diletakkan di atas terminal Trailer, ditarik dengan Traktor

ke tempat penyimpanan dan disusun dengan pertolongan Froklift

atau Transtainer.

Container diletakkan di atas Trailer berjalan, dan diparkir dengan

pertolongan sebuah terminal traktor.

4.9. Perencanaan Bangunan

Dalam perencanaan bangunan ini ada beberapa hal yang harus

diperhatikan, yaitu:

Faktor teknis yang meliputi: kekuatan, kekakuan, dan kestabilan

struktur.

Faktor non teknis yaitu : ekonomi.

Hasil perencanaan tersebut adalah suatu rancang bangun (desain) yang

detail dan menyeluruh. Desain tersebut harus merupakan sesuatu yang bisa

dilaksanakan dan memenuhi kriteria-kriteria teknis dan non teknis agar

diperoleh suatu struktur yang memenuhi syarat. Konstruksi bangunan yang

direncanakan harus mampu menahan beban gravitasi dan beban lateral

berupa beban angin.

4.9.1 Spesifikasi Bahan

Perencanaan bahan yang akan digunakan untuk tiap bangunan disesuaikan

dengan fungsi dan kegunaan masing-masing bangunan. Beberapa hal yang

menjadi pertimbangan dalam perencanaan bahan adalah:

Mudah diperoleh di pasaran.

Semaksimal mungkin menggunakan potensi yang ada di sekitar lokasi.

Pertimbangan biaya pengangkutan ke lokasi.

Mengikuti standar bahan yang telah ditetapkan oleh instansi terkait.

Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat IV - 33

Page 34: 6. Bab 4 Kriteria Perencanaan Teknis

Kriteria Perencanaan Teknis

4.9.2 Pembebanan

Kriteria pembebanan vertikal secara umum berdasarkan pedoman

perencanaan pembebanan untuk rumah dan gedung serta berdasarkan

spesifikasi produsen material. Beban-beban yang bekerja pada bangunan

menurut pedoman yang berlaku, antara lain:

1. Beban Mati (Dead Load)

Berat dinding setengah bata (Wd) = 250 kg/m2

Berat atap (Wa) = 50 kg/m2

Gaya angin (Fa) = 40 kg/m2

Berat beton bertulang (Wbb) = 2.400 kg/m3

Berat kayu (Wk) = 1.000 kg/m3

Penutup atap (Wpa) = 24 kg/m2

2. Beban Hidup (Live Load)

Beban hidup untuk bangunan diperoleh dari peraturan perencanaan

pembebanan untuk bangunan gedung.

3. Beban Lateral

Dalam analisa beban lateral, beban yang diperhitungkan adalah beban

gempa. Beban angin tidak diperhitungkan karena dengan beban angin

sebesar 40 kg/m2 diperoleh resultan beban angin yang lebih kecil dari

beban statik ekivalen gempa. Analisa beban horizontal ini dilakukan secara

3 dimensi dengan menggunakan program "Etabs Versi 6”. Sesuai dengan

yang disyaratkan dalam peraturan, beban lateral/horizontal dibebankan

dengan kombinasi sebagai berikut:

Kombinasi 1 100% Beban gempa arah - X

30% Beban gempa arah - Y

Kombinasi 2 100% Beban gempa arah - Y

30% Beban gempa arah – X

Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat IV - 34

Page 35: 6. Bab 4 Kriteria Perencanaan Teknis

Kriteria Perencanaan Teknis

4. Kombinasi Pembebanan

Kombinasi pembebanan didasarkan pada ketentuan dalam tata cara

perhitungan struktur untuk bangunan adalah:

a. Pembebanan Tetap

U = 1,2 DL + 1,6 LL

b. Pembebanan Sementara

Balok (tulangan lentur) dan dinding geser

U = 1,125 (DL + LL + EQ)

U = 1,0125 (DL + EQ)

Kolom dan balok ( tulangan geser)

U = 1,125 (DL + LL) + Cap

U = 1,0125 (DL + Cap )

di mana:

U = kuat rancang perlu

DL = beban mati

LL = beban hidup

4.9.3 Struktur Bangunan

4.9.3.1 Struktur Bangunan Bawah

1. Pemilihan Pondasi

Elemen yang paling penting dalam perencanaan struktur bawah adalah

perencanaan pondasi. Pondasi adalah konstruksi pada bagian dasar struktur

yang berfungsl meneruskan beban dari atas struktur ke lapisan tanah di

bawahnya. Dalam pemilihan jenis pondasi yang akan dipakai di lapangan,

berbagai faktor harus dipertimbangkan, baik teknis, ekonomis, maupun

lingkungan.

2. Struktur Pondasi

Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat IV - 35

Page 36: 6. Bab 4 Kriteria Perencanaan Teknis

Kriteria Perencanaan Teknis

Pada bangunan, jenis pondasi yang dipilih berdasarkan pertimbangan

teknis. Perhitungan yang dilakukan dalam desain pondasi adalah analisa

daya dukung tanah.

4.9.3.2 Struktur Bangunan Atas

1. Kolom

Dalam suatu sistem struktur, kolom adalah bagian struktur yang menahan

gaya dalam arah aksial. Beban-beban mati maupun hidup dari atap akan

disalurkan ke balok dan balok akan meneruskan beban tersebut ke kolom.

Kolom-kolom kemudian mentransfer beban ke pondasi dan selanjutnya

pondasi akan meneruskannya ke tanah.

2. Balok

Balok berfungsi menerima beban dari atap dan pelat kemudian

meneruskannya ke kolom.

4.9.3.3 Model Matematis Program ETABS

Analisa struktur frame akibat pembebanan lateral (statis) dilakukan dengan

program ETABS, sedangkan analisa struktur lantai akibat pembebanan

vertikal/gravitasi dilakukan dengan manual dengan mengasumsikan sebagai

tumpuannya menerus. Model matematis ETABS untuk struktur frame

ditetapkan sebagai berikut:

Struktur 3 dimensi.

Pelat lantai diasumsikan sebagai diafragma kaku (rigid diaphragm).

Efek P - A diperhitungkan

Satuan : kg - meter - detik

Percepatan gravitasi : g = 9,81 m/det2

Berat jenis beton : w = 2.400 kg/m3

Modulus elastisitas beton :E = 2,0324E+9 kg/m2 fc’ = 18,7 MPa

Poisson's ratio : = 0,15

Pertemuan balok-kolom diperhitungkan sebagai rigid zone.

Gaya Lateral tingkat dalam analisa statis diletakkan pada pusat massa

lantai.

Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat IV - 36

Page 37: 6. Bab 4 Kriteria Perencanaan Teknis

Kriteria Perencanaan Teknis

4.10. Perencanaan Alat Pemandu Pelayaran

Alat pemandu pelayaran diperlukan untuk keselamatan, efisiensi dan

kenyaman pelayaran kapal. Alat ini dipasang pada tempat-tempat tertentu

sehingga kapal tidak menyimpang dari jalurnya. Selain sebagai alat

pemandu pelayaran, alat ini juga berfungsi sebagai peringatan pada kapal

akan adanya bahaya, seperti karang, tempat-tempat dangkal. Jenis-jenis

alat pemandu pelayaran antara lain:

1. Alat Pemandu Konstruksi Tetap

a. Rambu pelayaran pada pier, wharf, dolphin

Untuk mengetahui batas-batas dari pier, wharf, dolphin dan bangunan-

bangunan lainnya maka rambu ditempatkan pada ujung-ujung

bangunan fasilitas tersebut.

b. Rambu suar pada pemecah gelombang dan pantai

Merupakan konstruksi tetap yang ditempatkan di ujung pemecah

gelombang pada mulut pelabuhan dan di tempat-tempat berbahaya

bagi kapal di sepanjang pantai.

c. Mercu suar

Merupakan kosntruksi menara yang tinggi dengan lampu suar

ditempatkan di puncaknya. Bangunan ini biasanya didirikan di suatu

titik di pantai guna memandu kapal menuju pelabuhan.

2. Alat Pemandu Konstruksi Terapung

a. Kapal rambu suar

Pada lokasi di mana sulit untuk dibangun mercu suar maka kapal kecil

dengan bobot 500 ton dapat digunakan untuk menggantikannya. Kapal

ini bisa diawaki atau tidak serta dilengkapi dengan lampu otomatis dan

sinyal kabut.

Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat IV - 37

Page 38: 6. Bab 4 Kriteria Perencanaan Teknis

Kriteria Perencanaan Teknis

b. Pelampung (buoy)

Adalah alat bantu pelayaran yang diangker pada suatu tempat yang

dianggap tepat. Pelampung ini bisa diberi lampu atau tidak, atau bisa

juga diberi radar pemantul, bel atau bunyi peringatan yang disesuaikan

dengan penggunaannya. Macam-macam jenis pelampung sebagai

berikut:

Pelampung berbentuk tiang.

Pelampung berbentuk kaleng.

Pelampung berbentuk kerucut (Nun Bouy).

Pelampung berbentuk bola.

Pelampung bercahaya.

Pelampung dengan tanda suara.

4.1. Dasar Perencanaan............................................................................1

4.2. Faktor-faktor Perencanaan................................................................2

4.3. Standar Perencanaan........................................................................3

4.4. Jenis Kapal.........................................................................................4

Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat IV - 38

Page 39: 6. Bab 4 Kriteria Perencanaan Teknis

Kriteria Perencanaan Teknis

4.5. Perencanaan Alur Pelayaran..............................................................7

4.5.1 Kedalaman Alur...........................................................................7

4.5.2 Lebar Alur....................................................................................8

4.6. Perencanaan Kolam Pelabuhan.........................................................9

4.6.1 Luas Kolam................................................................................10

4.6.1.1 Kolam Putar (Turning Basin)...............................................11

4.6.1.2 Area Bongkar Muat.............................................................11

4.6.1.3 Area Tambat.......................................................................11

4.6.2 Kedalaman Kolam.....................................................................12

4.7. Perencanaan Dermaga....................................................................12

4.7.1 Banyaknya Tambatan (Panjang Dermaga)................................13

4.7.2 Lebar Dermaga..........................................................................14

4.7.3 Tinggi Dek/Lantai Dermaga.......................................................15

4.7.4 Alternatif Bentuk dan Struktur Dermaga...................................15

4.7.4.1 Bentuk/Tipe Dermaga.........................................................16

4.7.4.2 Struktur Dermaga...............................................................17

4.7.5 Beban Pada Dermaga................................................................18

4.7.5.1 Beban Horizontal.................................................................18

4.7.5.2 Beban Vertikal.....................................................................19

4.7.6 Analisa Berthing........................................................................20

4.7.6.1 Energi Kinetik......................................................................20

Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat IV - 39

Page 40: 6. Bab 4 Kriteria Perencanaan Teknis

Kriteria Perencanaan Teknis

4.7.6.2 Posisi Fender.......................................................................23

4.7.6.3 Jarak Antar Fender..............................................................23

4.7.6.4 Kondisi Pembebanan Pada Fender......................................24

4.7.7 Analisa Mooring.........................................................................25

4.7.7.1 Gaya Tambat.......................................................................25

4.7.7.2 Gaya Pada Tali....................................................................27

4.7.8 Analisa Geoteknik......................................................................28

4.7.9 Analisa Struktur.........................................................................28

4.8. Perencanaan Area Penyimpanan.....................................................29

4.8.1 Luas Transit Shed, Warehouse dan Open Storage.....................29

4.8.2 Luas Container Park Area (CPA) dan Container Freight Station

(CFS) 30

4.8.3 Peralatan Bongkar Muat Barang................................................31

4.9. Perencanaan Bangunan...................................................................32

4.9.1 Spesifikasi Bahan......................................................................33

4.9.2 Pembebanan.............................................................................33

4.9.3 Struktur Bangunan....................................................................35

4.9.3.1 Struktur Bangunan Bawah..................................................35

4.9.3.2 Struktur Bangunan Atas......................................................35

4.9.3.3 Model Matematis Program ETABS.......................................35

4.10. Perencanaan Alat Pemandu Pelayaran.........................................36

Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat IV - 40

Page 41: 6. Bab 4 Kriteria Perencanaan Teknis

Kriteria Perencanaan Teknis

Gambar 4. 1. Penentuan Kedalaman Alur.................................................................7

Gambar 4. 2. Lebar Alur Untuk Satu Kapal................................................................8

Gambar 4. 3. Lebar Alur Untuk Dua Kapal................................................................8

Gambar 4. 4. Komponen Penentu Kedalaman Kolam Pelabuhan............................12

Gambar 4. 5. Bentuk Dermaga...............................................................................16

Gambar 4. 6. Jenis Struktur Dermaga......................................................................18

Gambar 4. 7. Kondisi Berthing Kapal......................................................................22

Gambar 4. 8. Koefisien Berthing (Cc) Sesuai Jenis Dermaga....................................23

Gambar 4. 9. Contoh Posisi Fender Pada Dermaga.................................................23

Gambar 4. 10. Jarak Antar Fender...........................................................................24

Gambar 4. 11. Kondisi Berthing = 100.................................................................25

Gambar 4. 12 Kondisi Berthing = 00.....................................................................25

Gambar 4. 13. Gaya-gaya Yang Bekerja Pada Kapal...............................................27

Gambar 4. 14. Kondisi Mooring Kapal.....................................................................28

Tabel 4. 1. Dimensi Kapal.........................................................................................5

Perencanaan Teknis Pembangunan Dermaga dan Fasilitas Darat BPBD Provinsi Papua Barat IV - 41