55106256 lapsus tht 1 mita tonsilofaringitis

25
BAB I PENDAHULUAN Tonsil palatina adalah suatu jaringan limfoid yang terletak pada fossa tonsilaris pada kedua sudut orofaring dan merupakan salah satu bagian dari cincin Waldeyer. Peran imunitas dari tonsil adalah sebagai pertahanan primer untuk menginduksi sekresi bahan imun dan mengatur produksi dari immunoglobulin sekretoris. Peran tonsil mulai aktif pada umur antara 4 hingga 10 tahun dan akan menurun setelah masa pubertas. Hal ini menjadi alasan fungsi pertahanan dari tonsil lebih besar pada anak-anak daripada orang dewasa. Anak-anak mengalami perkembangan daya tahan tubuhnya terhadap infeksi terjadi pada umur 7 hingga 8 tahun dan tonsil merupakan salah satu organ imunitas pada anak yang memiliki fungsi imunitas yang luas. Lokasi tonsil sangat memungkinkan mendapat paparan benda asing dan pathogen yang menyebabkan timbulnya respon imun yang tidak jarang menyebabkan hipertropi tonsil atau tonsillitis. Pengaruh rangsangan bakteri yang terus menerus terhadap tonsil pada tonsilitis kronik menyebabkan sistem imunitas lokal tertekan karena menurunnya respon imunologis limfosit tonsil dan perubahan epitel akan mengurangi reseptor antigen. Hal ini menyebabkan terjadinya kegagalan fungsi tonsil sebagai gatekeeper dan respon imunologi tonsil terhadap antigen. Pengobatan tonsilitis kronik sangat sulit dan lazim dilakukan tonsilektomi. 1

Upload: m-aprizal-putera

Post on 29-Dec-2015

20 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

cszc

TRANSCRIPT

Page 1: 55106256 Lapsus THT 1 Mita Tonsilofaringitis

BAB I

PENDAHULUAN

Tonsil palatina adalah suatu jaringan limfoid yang terletak pada fossa tonsilaris pada kedua

sudut orofaring dan merupakan salah satu bagian dari cincin Waldeyer. Peran imunitas dari tonsil

adalah sebagai pertahanan primer untuk menginduksi sekresi bahan imun dan mengatur produksi

dari immunoglobulin sekretoris. Peran tonsil mulai aktif pada umur antara 4 hingga 10 tahun dan

akan menurun setelah masa pubertas. Hal ini menjadi alasan fungsi pertahanan dari tonsil lebih

besar pada anak-anak daripada orang dewasa. Anak-anak mengalami perkembangan daya tahan

tubuhnya terhadap infeksi terjadi pada umur 7 hingga 8 tahun dan tonsil merupakan salah satu

organ imunitas pada anak yang memiliki fungsi imunitas yang luas.

Lokasi tonsil sangat memungkinkan mendapat paparan benda asing dan pathogen yang

menyebabkan timbulnya respon imun yang tidak jarang menyebabkan hipertropi tonsil atau

tonsillitis. Pengaruh rangsangan bakteri yang terus menerus terhadap tonsil pada tonsilitis kronik

menyebabkan sistem imunitas lokal tertekan karena menurunnya respon imunologis limfosit

tonsil dan perubahan epitel akan mengurangi reseptor antigen. Hal ini menyebabkan terjadinya

kegagalan fungsi tonsil sebagai gatekeeper dan respon imunologi tonsil terhadap antigen.

Pengobatan tonsilitis kronik sangat sulit dan lazim dilakukan tonsilektomi.

Tonsilitis kronis umumnya terjadi akibat komplikasi tonsilitis akut, terutama yang tidak

mendapat terapi adekuat; mungkin serangan mereda tetapi kemudian dalam waktu pendek

kambuh kembali dan menjadi laten. Proses ini biasanya diikuti dengan pengobatan dan serangan

yang berulang setiap enam minggu hingga 3 – 4 bulan. Seringnya serangan merupakan faktor

prediposisi timbulnya tonsilitis kronis yang merupakan infeksi fokal.

Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan oleh virus (40-

60%), bakteri (5-40%), alergi, taruma, dan toksin. Faringitis pada anak yang disebabkan oleh

virus, biasanya hanya memerlukan terapi suportif saja. Sedangkan faringitis yang disebabkan

oleh bakteri patogen seperti Sterptokokus Beta Hemolitik Grup A, memerlukan pengobatan

dengan antibiotik.

1

Page 2: 55106256 Lapsus THT 1 Mita Tonsilofaringitis

Faringitis dan tonsilitis sering ditemukan bersamaan yang dikenal dengan sebutan

tonsilofaringitis. Tonsilofaringitis adalah radang orofaring mengenai dinding posterior yang

disertai inflamasi tonsil.

Etiologi tonsilofaringitis akut 50 % adalah kuman golongan streptococcus B hemolyticus,

streptococcus viridians dan streptococcus pyogenes. Sedang sisanya disebabkan oleh virus yaitu ;

adenovirus, echo, virus influenza serta herpes.

Tonsilofaringitis merupakan peradangan yang berulang pada tonsil dan faring yang memiliki

faktor predisposisi antara lain rangsangan kronis rokok, makanan tertentu, higiene mulut yang

buruk, pasien yang biasa bernapas melalui mulut karena hidungnya tersumbat, pengaruh cuaca

dan pengobatan tonsilofaringitis sebelumnya yang tidak adekuat.

Penyakit infeksi masih merupakan penyakit utama di Indonesia, terutama infeksi saluran

pernafasan akut (ISPA) baik infeksi saluran pernafasan atas maupun infeksi saluran pernafasan

bawah. Penyakit tonsilofaringitis termasuk dalam infeksi saluran pernafasan akut yang kasusnya

banyak dimasyarakat, mencapai 40 - 60 % kunjungan pasien ke RS. Dari Sistim Pencatatan dan

PelaporanRS menunjukkan bahwa tonsilofaringitis adalah yang paling sering ditemui di

lapangan.

2

Page 3: 55106256 Lapsus THT 1 Mita Tonsilofaringitis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. ANATOMI TONSIL

Tonsil (tonsil palatine ) umumnya ada sepasang , berupa masa oval yang lokasinya pada

dinding lateral orofaring. Meskipun biasanya terbatas pada orofaring, dengan pertumbuhan yang

berlebihan tonsil dapat membesar keatas kedalam nasofaring muncul dengan insufisiensi

velofaringeal atau obstruksi nasal. Lebih umum lagi tonsil tumbuh melebar kebawah kedalam

hipofaring, muncul dalam bentuk gangguan obstruksi pernafasan saat tidur. Lokasi anatomisnya

membuat tonsil kurang terkait dengan penyakit pada tuba eustachius, komplek telinga tengah,

dan sinus-sinus. Namun tonsil dan adenoid sering dipengaruhi secara simultan oleh proses-proses

penyakit : infeksi kronik/rekuren dan/atau hiperplasi obtrukstif.

Tonsilla palatina (tonsil) adalah kelompok jaringan limfoid yang terdapat pada masing-

masing sisi orofaring dalam sela antara lengkung-lengkung palatum. Tonsilla palatina tidak

mengisi penuh fossa tonsillaris antara lengkung-lengkung tersebut. Dalam palung tonsil (tonsillar

bed) terdapat dua otot, muskulus palatopharyngeus dan muskulus constrictor pharyngis superior.

Lembaran jaringan ikat tipis yang melapisi palungan tonsilla palatina adalah bagian dari fascia

pharyngobasilaris.

Permukaan dalam tonsil melekat pada fasia melapisi otot konstriktor yang lebih atas. Batas

anterior tonsil adalah otot palatoglossus ( Pilar anterior ) dan batas posteriornya adalah otot

palatofaringeus ( pilar posterior ). Tonsil dapat melebar lebih kebawah menjadi lanjutan dengan

jaringan tonsil lingual pada dasar lidah.

Tonsil disuplai oleh ascending pharyngeal, ascending palatine, dan cabang-cabang dari

arteri lingual dan fasial, semua cabang-cabang arteri karotis eksterna. Arteri karotis interna

berada pada kira-kira 2 cm posterolateral dari aspek dalam tonsil; dengan demikian diperlukan

ketelitian agar tetap berada pada bidang pembedahan/pemotongan yang tepat untuk menghindari

luka pada lokasi pembuluh darah. Aliran utama limfa dari tonsil menuju superior deep cervical

and jugular lymph nodes; Penyakit peradangan pada tonsil merupakan faktor signifikan dalam

perkembangan adenitis atau abses servikal pada anak. Inervasi sensoris tonsil berasal dari n.

glosofaringeal dan beberapa cabang-cabang n. palatina melalui ganglion sphenopalatina.

3

Page 4: 55106256 Lapsus THT 1 Mita Tonsilofaringitis

Gambar 2.1 Anatomi Tonsil

II.2. TONSILITIS KRONIS

II.2.1 Definisi Tonsilitis

Tonsillitis adalah peradangan tonsila palatina yang merupakan bagian dari cincin

Waldeyer. Cincin waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga

mulut yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatine, tonsil lingual ( tonsil pangkal lidah ), tonsil

tuba Eustachius ( lateral band dinding faring / Gerlanch’s tonsil ). Penyebaran infeksi melalui

udara ( air borne droplets ), tangan dan ciuman. Dapat terjadi pada semua umur, terutama pada

anak.

4

Page 5: 55106256 Lapsus THT 1 Mita Tonsilofaringitis

Tonsilitis kronis umumnya terjadi akibat komplikasi tonsilitis akut, terutama yang tidak

mendapat terapi adekuat; mungkin serangan mereda tetapi kemudian dalam waktu pendek

kambuh kembali dan menjadi laten. Proses ini biasanya diikuti dengan pengobatan dan serangan

yang berulang setiap enam minggu hingga 3 – 4 bulan. Seringnya serangan merupakan faktor

prediposisi timbulnya tonsilitis kronis yang merupakan infeksi fokal.

Faktor predisposisi munculnya tonsillitis kronik ialah rangsangan menahun dari rokok,

beberapa jenis makanan, higine mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik, dan

pengobatan tonsillitis akut yang tidak adekuat.

Gambar II.2.1 Tonsilitis

II.2.2 Patologi

Karena proses peradangan yang berulang dapat menyebabkan epitel mukosa jaringan

lomfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti dengan jaringan

parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripte melebar. Secara klinis kripte ini tampak

di isi oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya

menimbulkan perlekatan dengan jaringan di sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai

dengan pembeasran kelenjar limfa submandibula.

II.2.3 Gejala Dan Tanda

Gejala tonsilits kronis dapat berupa :

5

Page 6: 55106256 Lapsus THT 1 Mita Tonsilofaringitis

a) Gejala lokal, yang bervariasi dari rasa tidak enak di tenggorok, sakit tenggorok, sulit

sampai sakit menelan.

b) Gejala sistemis, seperti rasa tidak enak badan atau malaise, nyeri kepala, demam

subfebris, nyeri otot dan persendian.

c) Gejala klinis, seperti tonsil dengan debris di kriptenya (tonsilitis folikularis kronis), udem

atau hipertrofi tonsil (tonsilitis parenkimatosa kronis), tonsil fibrotik dan kecil (tonsilitis

fibrotik kronis), plika tonsilaris anterior hiperemis dan pembengkakan kelenjar limfe

regional.

Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata, kriptus

melebar dan beberapa kriptus terisi oleh detritus. Rasa ada yang mengganjal di tenggorokan,

dirasakan kering di tenggorokan dan napas berbau.

Besar tonsil ditentukan sebagai berikut:

�  T0        : tonsil di dalm fosa tonsil atau telah diangkat

�  T1        : bila besarnya ¼ jarak arkus anterior dan uvula

�  T2        : bila besarnya 2/4 jarak arkus anterior dan uvula

�  T3        : bila besarnya ¾ jarak arkus anterior dan uvula

�  T4        : bila besarnya mencapai arkus anterior atau lebih

Gambar II.2.3 Pembesaran Tonsil

6

Page 7: 55106256 Lapsus THT 1 Mita Tonsilofaringitis

II.2.4 Terapi

Terapi tonsilitis kronis dapat diatasi dengan menjaga higiene mulut yang baik, obat

kumur, obat hisap dan tonsilektomi jika terapi konservatif tidak memberikan hasil. Pengobatan

tonsilitis kronis dengan menggunakan antibiotik oral perlu diberikan selama sekurangnya 10

hari. Antibiotik yang dapat diberikan adalah golongan penisilin atau sulfonamida, namun bila

terdapat alergi penisilin dapat diberikan eritromisis atau klindamisin.

II.2.5 Tonsilektomi

Tonsilektomi merupakan terapi pembedahan berupa tindakan pengangkatan jaringan tonsil

(tonsila palatina) yang merupakan salah satu organ imun dari fossa tonsilaris, dimana tonsil

merupakan massa jaringan berbentuk bulat kecil, terutama jaringan limfoid.

Tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang atau kronik, gejala sumbatan, serta

kecenderungan neoplasma. The American Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery

Clinical Indicators Compendium tahun 1995 menetapkan indikasi tonsilektomi adalah sebagai

berikut :1). Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali pertahun walaupun telah mendapatkan terapi

yang adekuat, 2). Tonsil hioertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan

gangguan pertumbuhan orofasial, 3). Sumbatan jalan napas yang berupa hipertrofi tonsil dengan

sumbatan jalan napas, sleep apnea, gangguan menelan, gangguan bicara, dan cor pulmonale, 4).

Rinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak berhasil hilang dengan

pengobatan, 5). Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan, 6). Tonsiliitis berulang yang

disebabkan oleh bakteri grup A streptococus β hemolitikus, 7). Hipertropi tonsil yang dicurigai

adanya keganasan, 8). Otitis media efusa / otitis media supuratif.

Terdapat beberapa keadaan yang disebutkan sebagai kontraindikasi, namun bila sebelumnya

dapat diatasi, operasi dapat dilaksanakan dengan tetap memperhitungkan imbang “manfaat dan

risiko”. Keadaan tersebut adalah: 1). Gangguan perdarahan, 2). Risiko anestesi yang besar atau

penyakit berat, 3). Anemia, 4). Infeksi akut yang berat, 5). Demam yang tidak diketahui

penyebabnya, 6). Pembesaran tonsil tanpa gejala-gejala obstruksi, 7). Rinitis alergika, 8). Asma,

7

Page 8: 55106256 Lapsus THT 1 Mita Tonsilofaringitis

9). Ketidak mampuan yang umum atau kegagalan untuk tumbuh, 10). Tonus otot yang lemah,

11). Sinusitis.

II.3. FARINGITIS KRONIS

II.3.1 Definisi

Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan oleh virus (40-

60%), bakteri (5-40%), alergi, taruma, dan toksin. Faringitis pada anak yang disebabkan oleh

virus, biasanya hanya memerlukan terapi suportif saja. Sedangkan faringitis yang disebabkan

oleh bakteri patogen seperti Sterptokokus Beta Hemolitik Grup A, memerlukan pengobatan

dengan antibiotik.

Faringitis kronis adalah kondisi inflamasi dalam waktu yang lama pada mukosa faring

dan jaringan sekitarnya. Faringitis kronis terbagi menjadi faringitis kronis hiperplastik (granular)

dan faringitis kronis atropi atau kataralis.

II.3.2 Etiologi

Faringitis kronis dapat dipicu oleh beberapa factor predisposisi seperti radang kronis di

faring seperti rhinitis kronis, sinusitis, iritasi kronik oleh rokok, minuman alcohol, inhalasi uap

yang merangsang mukosa faring dan debu. Faktor lain penyebab terjadinya faringitis kronik

adalah pasien yang terbiasa bernapas melalui mulut karena hidungnya tersumbat. Faringitis

kronis akibat gangguan pencernaan pada lambung juga mungkin dapat terjadi namun merupakan

penyebab yang jarang di temukan.

II.3.3 Patofisologi

Bakteri atau virus secara langsung dapat menginvasi mukosa faring, menyebabkan respon

radang lokal. Virus-virus lain seperti rhinovirus dan coronavirus dapat menyebabkan iritasi

mukosa faring akibat sekunder dari sekresi nasal. Infeksi streptokokus memiliki karakteristik

yaitu invasi local dan pelepasan toksin ekstraseluler maupun protease. Fragmen-fragmen Protein

M dari serotip Streptokokus grup A mirip dengan antigen-antigen sarkolema miokardiak dan

berhubungan dengan demam rematik dan kerusakan katup jantung bertahap

8

Page 9: 55106256 Lapsus THT 1 Mita Tonsilofaringitis

II.3.4 Gejala

Gejala subjektif yang dirasakan dapat berupa rasa gatal di tenggorokan, rasa ada yang

mengganjal di tenggorokan, batuk iritatif dan batuk yang berdahak. Penderita faringitis kronis

juga dapat menderita gangguan pada laring yaitu suara serak. Pada stadium dini, membran

mukosa akan tampak merah karena pembuluh darah mengalami kongesti, bengkak dan dilapisi

mucus. Pada tahap selanjutnya warna membrane mukosa faring akan lebih gelap dan seperti di

tutupi oleh folikel-folikel yang membesar, terjadi penebalanmukosa, serta secret berkurang dan

kental.

Diagnosis faringitis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang. Hasil anamnesis terutama didapatkan adanya rasa nyeri di sekitar

tenggorokan, disertai nyeri saat menelan (terutama saat menelan ludah) dan demam yang tidak

terlalu tinggi. Hasil pemeriksaan fisik terutama didapatkan mukosa faring yang tampak merah

(hiperemi) dan tonsil (amandel) membesar dan memerah, kadang disertai bercak (detritus).

Pasien faringitis harus menghindari sumner-sumber iritan. Kebiasaan merokok, mengkonsumsi

alcohol, makanan panas, dan kontak langsung dengan udara terbuka harus dibatasi untuk

mengurangi gejala faringitis.

II.3.5 Terapi

Pada faringitis kronik hiperplastik dilakukan terapi local dengan melakukan kaustik faring

dengan zat kimia larutan nitrat argenti atau dengan listrik (electro cauter). Pengobatan

simtomatis diberikan obat kumur atau tablet hisap. Jika di perlikan dapat diberikan obat batuk

antitusif atau ekspetoran. Sedangkan pada faringitis atrofi pengobatan ditujukan pada rhinitis

atrofinya dan untuk faringitis kronik atrofinya dengan obat kumur dan menjaga kebersihan

mulut.

9

Page 10: 55106256 Lapsus THT 1 Mita Tonsilofaringitis

BAB III

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Nn Evi

Umur : 23 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Kodya Asri

Pekerjaan : PNS

ANAMNESIS

Keluhan utama :

Pasien mengeluh nyeri menelan yang disertai rasa sakit pada tenggorokan.

Riwayat penyakit sekarang:

Pasien datang ke poliklinik THT RSUP Mataram dengan keluhan nyeri menelan yang

dirasakan hilang timbul sejak 12 bulan yang lalu dan nyeri menelan di rasakan memberat

sejak 2 bulan terakhir. Dalam 1 tahun tersebut pasien mengaku telah mengalami serangan

lebih dari 6 kali. Nyeri menelan dirasakan terutama setelah mengkonsumsi gorengan,

makanan pedas, atau minuman dingin, dan nyeri menelan akan hilang sendiri setelah

beberapa hari tanpa pengobatan.

Pasien juga mengeluhkan rasa sakit pada tenggorokan yang timbul sejak 2 bulan terakhir,

rasa kering pada tenggorokan, panas pada tenggorokan, gatal, dan keluhan suara serak

disangkal oleh pasien.

Pasien juga mengeluhkan batuk yang tidak berdahak dan pilek yang dirasakan terutama

ketika serangan, akan tetapi ketika pemeriksaan pasien tidak mengeluhkan batuk dan pilek.

Keluhan demam, nyeri pada telinga, telinga terasa mendengung dan telinga tersa penuh,

disangkal oleh pasien.

10

Page 11: 55106256 Lapsus THT 1 Mita Tonsilofaringitis

Riwayat penyakit dahulu:

Pasien mengeluhkan penyakit serupa sejak 12 bulan yang lalu yang dirasakan hilang timbul.

Riwayat hipertensi dan penyakit kencing manis disangkal oleh pasien.

Riwayat penyakit keluarga:

Tidak ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit yang sama dengan pasien.

Riwayat alergi:

Pasien mengaku tidak memiliki riwayat alergi terhadap debu dan udara dingin. Alergi

makanan dan obat-obatan (-).

Riwayat pengobatan:

Selama sakit pasien tidak pernah meminum obat-obatan yang diberikan oleh dokter.

PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal: 4 April 2011)

Status Generalis

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Tanda vital

Tensi : 110/70 mmHg

Nadi : 80 x/menit

Respirasi : 20 x/menit

Suhu : 36,5 0C

Status Lokalis

Pemeriksaan telinga:

11

Page 12: 55106256 Lapsus THT 1 Mita Tonsilofaringitis

No. Pemeriksaan Telinga Telinga kanan Telinga kiri

1. Daun telinga Bentuk dan ukuran dalam

batas normal, nyeri tragus

(-), hematoma (-)

Bentuk dan ukuran dalam batas

normal, nyeri tragus (-),

hematoma (-)

2. Liang telinga luar Serumen (-)

Edema (-), hiperemi (-),

furunkel (-)

Serumen (-)

Edema (-), hiperemi (-),

furunkel (-)

3. Membran timpani Intak, retraksi (-), bulging

(-), warna membran timpani

suram, cone of light (-)

Intak, retraksi (-), bulging (-),

warna membran timpani suram,

cone of light (-)

.Pemeriksaan hidung:

Pemeriksaan Hidung Hidung kanan Hidung kiri

Hidung luar Bentuk (N), inflamasi (-), nyeri

tekan (-), deformitas (-)

Bentuk (N), inflamasi (-), nyeri

tekan (-), deformitas (-)

12

Page 13: 55106256 Lapsus THT 1 Mita Tonsilofaringitis

Rinoskopi anterior

Vestibulum nasi N, ulkus (-) N, ulkus (-)

Cavum nasi Bentuk (N), Sekret (-), mukosa

hiperemi (-)

Bentuk (N), Sekret (-), mukosa

hiperemi (-)

Meatus nasi media Mukosa hiperemi (-), secret (-),

massa (-)

Mukosa hiperemi (-), secret (-),

massa (-)

Konka nasi inferior Edema (-), mukosa hiperemia (-) Edema (-), mukosa hiperemi (-)

Septum nasi Deviasi (-), benda asing (-),

perdarahan (-), ulkus (-)

Deviasi (-), benda asing(-),

perdarahan (-), ulkus (-)

Pemeriksaan Tenggorokan:

Mukosa Bukal berwarna merah muda, hiperemia (-)

Lidah Normal

Uvula Normal

Palatum mole Ulkus (-), hiperemi (+)

Faring Mukosa hiperemi (+), edema (+), granul (+), ulkus (-),

neovaskularisasi (-)

13

Page 14: 55106256 Lapsus THT 1 Mita Tonsilofaringitis

Tonsila palatine Hiperemia (+), ukuran T2-T3, pada tonsila palatine kiri kripte

melebar (+), detritus (+), tampak bergranul.

Leher : simetris, limfonodi tidak teraba.

DIAGNOSIS

- Tonsilofaringitis kronik eksaserbasi akut.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

- Dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa kultur dan uji resistensi kuman dari

sediaan apusan tonsil untuk mengetahui bakteri penyebab.

RENCANA USULAN TERAPI

- Antibiotik : Amoxicilin tab 3 x 250 mg

- Analgetik dan anti-inflamasi : Asam mefenamat 3 x 1

- Obat kumur

- Vitamin : untuk menjaga daya tahan tubuh

- KIE untuk menjaga higienitas mulut, menghindari makanan pedas, makanan berminyak,

dan minuman dingin dan KIE untuk dilakukan tonsilektomi.

PROGNOSIS

- Bonam.

14

Page 15: 55106256 Lapsus THT 1 Mita Tonsilofaringitis

BAB III

PEMBAHASAN

Pada kasus ini, diagnosis tonsilofaringitis kronis eksaserbasi akut ditegakkan berdasarkan

hasil anamnesia dan pemeriksaan fisik. Dari keluhan pasien didapatkan bahwa pasien mengeluh

nyeri sewaktu menelan yang disertai rasa sakit pada tenggorokan yang timbul terutama setelah

mengkonsumsi gorengan, makanan pedas, atau minuman dingin. Pada pemeriksaan fisik

tenggorokan dengan spatula lidah didapatkan gambaran perjalanan kronis pada tonsil dan faring.

Pada tonsil didapatkan pembesaran pada tonsila (tonsila palatina), dengan permukaan yang tidak

hiperemi (kemerahan) dan tidak rata, ukuran pembesaran tonsil T2-T3 dan pada tonsila palatina

kiri tampak kripte melebar, terlihat adanya detritus, dan tampak bergranul. Sedangkan pada

pemeriksaan fisik pada daerah faring ditemukan mukosa dinding posterior faring hiperemis dan

tampak tidak rata yang disertai granul. Gambaran perjalanan kronis juga dapat dilihat dari gejala

yang berlangsung sejak ± 12 bulan dan baru dirasakan memberat 2 bulan terakhir. Eksaserbasi

akut ditandai dengan pada tonsil maupun faring didapatkan tanda-tanda inflamasi yaitu mukosa

faring dan tonsil Nampak edema dan hiperemi.

Faktor predisposisi timbulnya tonsillitis kronis juga menjadi perhatian yang sangat

penting seperti rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan (makanan panas,

pedas, berminyak, serta minuman dingin), hygiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan

fisik dan pengobatan tonsillitis akut yang tidak adekuat. Pada kasus ini faktor yang mendukung

adalah sering mengkonsimsi makanan pedas dan berminyak serta minuman dingin yang dapat

memicu timbulnya serangan.

15

Page 16: 55106256 Lapsus THT 1 Mita Tonsilofaringitis

Pada pasien didapatkan serangan berulang yang sangat sering yaitu lebih dari 6 kali

dalam setahun serta ukuran tonsil yang cukup membesar dan di khawatirkan dapat mengganggu

jalan napas maka pada pasien ini terdapat indikasii untuk dilakukannya Tonsilektomi.

Terapi untuk kasus ini antara lain berupa medikamentosa dan KIE:

Medikamentosa :

- Antibiotik : Amoxicilin tab 3 x 250 mg

- Analgetik dan anti-inflamasi : Asam mefenamat 3 x 1

- Obat kumur

- Vitamin : untuk menjaga daya tahan tubuh

KIE :

a. Kumur dengan air garam hangat

b. Banyak minum air putih sejuk

c. Selalu jaga higiene mulut

d. Perbanyak istirahat

e. Banyak makan makanan yang bergizi untuk meningkatkan daya tahan tubuh

f. KIE pasien untuk dilakukan Tonsilektomi

16

Page 17: 55106256 Lapsus THT 1 Mita Tonsilofaringitis

DAFTAR PUSTAKA

Adam Boies Higler. 1997. Penyakit Sinus Paranasalis dalam Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6.

Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta.

Amarudin, Tolkha et Anton Christanto, (2005), Kajian Manfaat Tonsilektomi, Available from :

http://www. cerminduniakedoteran .com, (Accessed : 6 April 2011).

Byron J., (2001), Head and Neck Surgery-Otolaryngology 3rd Edition, New York : Lippincott

Williams and Wilkins (CD-ROM).

Keith, L., Agur, A.M., (2007), Essential Clinical Anatomy 2nd Edition, New york : Lippincott

Williams and Wilkins..

Soepardi, Iskandar, N., Bashiruddin, J., et al. (eds)., (2007), Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga,

Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher Edisi Keenam, Jakarta : Gaya Baru.

Simon, K., (2009. December 10 – last updated), Pediatric, Pharyngitis, (Emedicine), Available

from : http://emedicine.medscape.com/article/803258-overview, (Accessed : 2011, April

6).

Ying, Ming-De, (1988), Immunological Basis of Indications for Tonsillectomy and

Adenoidectomy, Available from : http://informahealthcare.com, (Accessed : 6 April

2011).

17