5 bab ii studi literatur 2.1 peramalan permintaan 2.1.1
TRANSCRIPT
5
BAB II
STUDI LITERATUR
2.1 Peramalan Permintaan
2.1.1 Definisi Peramalan Permintaan
Menurut Biegel [1999], peramalan adalah suatu perkiraan tingkat permintaan yang diharapkan
untuk suatu produk atau beberapa produk dalam periode waktu tertentu di masa yang akan
datang. Menurut Gaspersz [2004], aktivitas peramalan merupakan suatu fungsi bisnis yang
berusaha memperkirakan permintaan dan penggunaan produk sehingga produk-produk itu dapat
dibuat dalam kuantitas yang tepat. Dengan demikian peramalan merupakan suatu dugaan
terhadap permintaan yang akan datang berdasarkan pada beberapa variabel peramal, sering
berdasarkan data deret waktu historis.
Menurut Supranto [1984], forecasting atau peramalan adalah memperkirakan sesuatu pada
waktu-waktu yang akan datang berdasarkan data masa lampau yang dianalisis secara ilmiah,
khususnya menggunakan metode statistika. Menurut Assauri [1993], peramalan merupakan seni
dan ilmu dalam memprediksikan kejadian yang mungkin dihadapi pada masa yang akan datang.
Dengan digunakannya peralatan metode-metode peramalan maka akan memberikan hasil
peramalan yang lebih dapat dipercaya ketetapannya. Oleh karena masing-masing metode
peramalan berbeda-beda, maka penggunaannya harus hati-hati terutama dalam pemilihan metode
untuk penggunaan dalam kasus tertentu.
2.1.2 Kegunaan Peramalan Permintaan
Peramalan dibutuhkan karena adanya perbedaan waktu antara kesadaran dibutuhkannya suatu
kebijakan baru dengan waktu kebijakan tersebut. Maka dalam menentukan kebijaksanaan, perlu
diperkirakan kesempatan ataupun peluang yang ada, dan ancaman yang mungkin menghalang.
6
Bila ramalan telah dibuat, suatu manfaat dan tujuan harus dapat diperoleh dan dipersiapkan,
sehingga dapat mempengaruhi sifat ramalan. Dalam hal ini terdapat 3 kegunaan dari peramalan
menurut Biegel [1999], yakni:
1. Menentukan apa yang dibutuhkan untuk perluasan pabrik.
2. Menentukan perencanaan lanjutan bagi produk-produk yang ada untuk dikerjakan dengan
fasilitas-fasilitas yang ada.
3. Menentukan penjadwalan jangka pendek produk-produk yang ada untuk dikerjakan
berdasarkan peralatan yang ada.
Prinsip peramalan adalah peramalan akan selalu mengandung eror, kesalahan harus terukur,
ramalan suatu famili produk lebih teliti daripada end item, dan peramalan jangka pendek lebih
teliti daripada peramalan jangka panjang (Render dan Heizer, [2001]).
2.1.3 Teknik dan Metode Peramalan
Dalam memilih teknik dan metode peramalan, peneliti atau analisa harus memilih teknik dan
metode peramalan yang tepat untuk suatu masalah dan keadaan tertentu yang mereka hadapi.
Menurut Sodikin [2012], ada enam faktor yang dapat mengidentifikasi sebagai teknik dan metode
peramalan, yaitu:
1. horizon waktu
2. pola dari data
3. jenis dari mode
4. biaya
5. ketepatan
6. mudah dan tidaknya aplikasi
Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam memilih metode peramalan adalah : item yang
akan diramalkan, interaksi situasi, dan waktu persiapan.
7
Sistem peramalan memiliki sembilan langkah yang harus diperhatikan untuk menjamin efektifitas
dan efisiensi. Langkah-langkah tersebut termasuk dalam manajemen permintaan yang disebut
juga sebagai konsep dasar sistem peramalan menurut Gaspersz [2004], yaitu:
a. Menentukan tujuan dari peramalan.
b. Memilih item independent demand yang akan diramalkan.
c. Menentukan horison waktu dari peramalan (jangka pendek, menengah, dan panjang).
d. Memilih model-model peramalan.
e. Memperoleh data yang dibutuhkan untuk melakukan peramalan.
f. Validasi model peramalan.
g. Membuat peramalan.
h. Implementasi hasil-hasil peramalan.
i. Memantau keandalan hasil peramalan.
Ditinjau dari segi proyeksi, menurut Sodikin [2012] peramalan secara teknis dikualifikasikan
dalam dua cara yaitu peramalan kualitatif dan kuantitatif.
1. Teknik Peramalan dengan Metode Kuantitatif
Metode kuantitatif dapat digunakan jika tersedia data kuantitatif masa lalu
Dari data tersebut dicari pola hubungan yang ada
Berangkat dari asumsi bahwa pola hubungan berlanjut terus pada masa yang akan dating
Metode kuantitatif ini cocok dipakai pada kondisi yang stastis, jelas dan tidak
memerlukan human mind
Dengan metode kuantitatif ini, ketelitian ramalan dapat diprediksi sejak awal sebagai
bahan pengambilan keputusan
Atas dasar hal tersebut diatas, metode kuantitatif ini lebih disukai
2. Teknik Peramalan dengan Metode Kualitatif
Menurut Sodikin [2012], teknik peramalan dengan metode kualitatif digunakan jika tidak
tersedia data kuantitatif masa lalu karena alasan:
Data tidak tercatat
8
Yang diramallkan adalah hal baru
Situasi telah berubah
Situasi terbulen dan memerlukan human mind
Kesalahan peramalan tidak dapat diprediksi
Metode kuantitatif secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi 2 menurut Sodikin [2012],
yaitu:
1. Metode Time Series
Digunakan untuk kondisi dimana kita tidak bias menjelaskan faktor apa yang akan dapat
meneybabkan terjadinya event yang diramalkan (Black Box), sehingga waktu yang
dianggap sebagai variabel penyebab terjadinya event tersebut.
Menurut Sodikin [2012] secara garis besar, Metode Time Series dapat dikelompokkan menjadi:
2. Metode Averaging
Dipakai untuk kondisi dimana setiap data pada waktu yang berbeda mempunyai
bobot yang sama sehingga fluktuasi random data dapat diredam dengan rata-ratanya.
Biasa dipakai untuk peramalan jangka pendek.
Adapun metode-metode yang termasuk dalam metode averaging ini, antara lain :
Single Moving Average
Double Moving Average
2.1.4 Metode Regresi Linier
Metode regresi linier sering sekali dipakai untuk memecahkan masalah-masalah dalam
penaksiran tentunya hal ini berlaku juga dalam peramalan sehingga metode regresi linier menjadi
suatu metode yang mempunyai taksiran terbaik diantara metode-metode yang lain. Metode
regresi linier dipergunakan sebagai metode peramalan apabila pola historis dari data aktual
permintaan menunjukkan adanya suatu kecenderungan menaik dari waktu ke waktu. Istilah
regresi linier berarti, bahwa rataan (µy|x) berkaitan linier dengan x dalam bentuk persamaan linier
populasi (Hasan, [1999]).
9
Ditinjau secara teori:
Y= a + bx…………………………………………………………………………………........(2.1)
Keterangan
Y : nilai ramalan permintaan pada peiode ke-t
a : intersept
b :slope dari garis kecenderungan,merupakan tingkat perubahan dalam permintaan.
x : indeks waktu ( t = 1,2,3,...,n) ; n adalah banyaknya periode waktu
Dimana a dan b adalah parameter – parameter tetap (tetapi tidak diketahui), x diasumsikan
sebagai suatu ukuran kesalahan.
Ditinjau secara praktek:
Y= a + b푥 + ei………………………………………………………………………………...(2.2)
untuk i= 1, 2, ….n
Dimana a dan b adalah penaksir dan keduanya sekarang merupakan variable random, x tidak
mungkin diukur tanpa kesalahan, ei adalah kesalahan taksiran untuk observasi ke i dan
merupakan variable random.
푏 =푛∑푋푌 − (∑푋)(∑푌)푛∑푋 − (∑푋) … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (ퟐ.ퟑ)
푎 =∑푌푛 − 푏
∑푋푛 … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . (ퟐ.ퟒ)
Keterangan
b : slope dari persamaan garis lurus
a : intersept dari persamaan garis lurus
x : index waktu
x-bar : nilai rata-rata dari x
y : variabel permintaan (data aktual permintaan)
y-bar : nilai rata-rata permintaan per periode waktu, rata-rata dari y
10
2.1.5 Metode Double Moving Average
Menurut Aribowo [2008] secara umum prosedur metode rata-rata bergerak linier, secara umum
dapat diterangkan melalui persamaan berikut:
푆 ′ =푋 + 푋 + 푋 + ⋯+ 푋
푁 … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (ퟐ.ퟓ)
푆 ′′ =푆 ′ + 푆 ′ + 푆 ′ + ⋯+ 푆
푁 … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . … … (ퟐ.ퟔ)
푎 = 푆 ′ + 푆 ′ − 푆 ′′ … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . . (ퟐ.ퟕ)
푏 =2
푁 − 1 푆 ′ − 푆 ′′ … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . … . . (ퟐ.ퟖ)
퐹 = 푎 + 푏 .푚… … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . . … . (ퟐ.ퟗ)
Keterangan
N : jumlah periode dalam moving average
퐹 : nilai sebenarnya pada periode t ditambah jumlah periode kedepan yang akan diramal
푆 : rata-rata bergerak pada periode t
m : periode kedepan yang akan diramal
푎 : nilai rata-rata yang disesuaikan untuk periode t
푏 : nilai kecenderungan
2.1.6 Ukuran Akurasi Peramalan
Validasi metode peramalan terutama dengan menggunakan metode-metode di atas tidak dapat
lepas dari indikator-indikator dalam pengukuran akurasi peramalan. Bagaimanapun juga menurut
Sodikin [2012] ukuran kesalahan (error) adalah besarnya penyimpangan antar actual demand
dengan hasil ramalan, secara umum dapat diterangkan melalui persamaan berikut:
푒 = 푑 − 퐹 … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . (ퟐ.ퟏퟎ)
│푒 │… … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . . (ퟐ.ퟏퟏ)
푒 … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . . (ퟐ.ퟏퟐ)
11
푃 =푒푑 × 100% … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . (ퟐ.ퟏퟑ)
│푃 │… … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . (ퟐ.ퟏퟒ)
푀퐸 =∑푒푛 … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (ퟐ.ퟏퟓ)
푀퐴푆퐸 =∑│푒 │푛 … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . (ퟐ.ퟏퟔ)
푆푆퐸 =∑푒푛 − 1 … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . (ퟐ.ퟏퟕ)
푀푆퐸 =∑푒푛 … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (ퟐ.ퟏퟖ)
푀푃퐸 =∑ P푛 … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . (ퟐ.ퟏퟗ)
푀퐴푃퐸 =∑│푃 │
푛 … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (ퟐ.ퟐퟎ)
Keterangan :
푒 : error ramalan pada periode waktu t
ME (Mean Error) : rata-rata kesalahan peramalan.
MASE (Mean Absolute Scaled Error) : rata-rata kesalahan peramalan absolute.
SSE (Sum of Squared Error): akar dari jumlah rata-rata kesalahan peramalan.
MSE (Mean Square Error) : pendekatan ini mengatur kesalahan peramalan yang besar karena
kesalahan-kesalahan itu dikuadratkan.
MPE (Mean Percentage Error) : dihitung dengan mencari kesalahan pada tiap periode dibagi
dengan nilai nyata untuk periode itu.
MAPE (Mean Absolute Percentage Error) : pengukuran ketelitian dengan cara persentase
kesalahan absolute.
12
2.2 Perencanaan Produksi
2.2.1 Definisi Perencanaan Produksi
Menurut Buffa & Khanna [1996], perencanaan produksi merupakan perencanaan tentang produk
apa dan berapa yang akan diproduksi oleh perusahaan yang bersangkutan dalam satu periode
yang akan datang. Perencanaan produksi merupakan bagian dari perencanaan operasional di
dalam perusahaan. Dalam penyusunan perencanaan produksi, hal yang perlu dipertimbangkan
adalah adanya optimasi produksi sehingga akan dapat dicapai tingkat biaya yang paling rendah
untuk pelaksanaan proses produksi tersebut.
Perencanaan produksi juga dapat didefinisikan sebagai proses untuk memproduksi barang-barang
pada suatu periode tertentu sesuai dengan yang diramalkan atau dijadwalkan melalui
pengorganisasian sumber daya seperti tenaga kerja, bahan baku, mesin dan peralatan lainnya.
Perencanaan produksi menuntut penaksir atas permintaan produk atau jasa yang diharapkan akan
disediakan perusahaan di masa yang akan datang. Dengan demikian, peramalan merupakan
bagian integral dari perencanaan produksi.
2.2.2 Tujuan Perencanaan Produksi
Tujuan perencanaan produksi menurut Ishak [1967] adalah:
1. Sebagai langkah awal untuk menentukan aktivitas produksi yaitu sebagai referensi
perencanaan lebih rinci dari rencana agregat menjadi item dalam jadwal induk produksi.
2. Sebagai masukkan rencana sumber daya sehingga perencanaan sumber daya dapat
dikembangkan untuk mendukung perencanaan produksi.
3. Meredam ( stabilisasi ) produksi dan tenaga kerja terhadap fluktuasi permintaan.
2.2.3 Fungsi Perencanaan Produksi
Fungsi perencanaan produksi dalam aktivitas produksi menurut Kusuma [2002] fungsi dasar
dalam aktivitas perencanaan produksi adalah:
1. Meramalkan permintaan produk yang dinyatakan dalam jumlah produk
sebagai fungsi dari waktu.
13
2. Menetapkan jumlah dan saat pemesanan bahan baku serta komponen secara
ekonomis dan terpadu.
3. Menetapkan keseimbangan antara tingkat kebutuhan produksi, teknik
pemenuhan pesanan, serta memonitor tingkat persediaan produk jadi setiap saat,
membandingkannya dengan rencana persediaan, dan melakukan revisi atas rencana
produksi pada saat yang ditentukan.
4. Membuat jadwal produksi, penugasan, pembebanan mesin dan tenaga kerja
yang terperinci sesuai dengan ketersediaan kapasitas dan fluktuasi permintaan
pada suatu periode.
2.2.4. Faktor Perencanaan Produksi
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan produksi menurut Biegel [1999]
adalah sebagai berikut:
1. Kapasitas
2. Jenis perusahaan
3. Sumberdaya
4. Jenis produksi yang dikerjakan
2.2.5. Perencanaan Agregat
Menurut Biegel [1999] perencanaan agregat secara organisasi merupakan tanggung jawab
manager operasi dalam kegiatannya menentukan strategi untuk memenuhi perubahan permintaan,
sehingga dapat meminimasi ongkos dan tujuan perusahaan dapat terpenuhi.
Pengertian agregat tersebut dapat dijelaskan dengan contoh pada gambar 2.1. dibawah ini sebagai
berikut :
14
Gambar 2.1 Pengertian Perencanaan Agregat Melalui Produk Sumber: Manajemen Operasi, Ishak, [1967]
Jadi di dalam perencanaan agregat, tidak dihasilkan rencana dalam bentuk individual produk
melainkan dalam betuk agregat produk. Menurut Ishak [1967], penggunaan satuan agregat ini
dilakukan mengingat keuntungan – keuntungan yang dapat diperoleh antara lain:
a. Kemudahan dalam pengolahan data
Dengan menggunakan satuan agregat maka pengolahan data tidak dilakukan untuk setiap
individual produk. Keuntungan ini akan semakin terasa jika pabrik tempat perencanaan
dilakukan memproduksi banyak jenis produk.
b. Ketelitian hasil yang didapatkan
Dengan hanya mengolah satu jenis data produk maka kemungkinan untuk menerapkan
metode yang canggih semakin besar sehingga ketelitian hasil yang didapatkan semakin
baik.
c. Kemudahan untuk melihat dan memahami mekanisme sistem produksi yang terjadi dalam
implementasi rencana.
2.2.6 Tipe Perusahaan Menufaktur
Pada umumnya perusahaan terdiri dari 4 tipe menurut Sodikin [2012], yaitu:
1. Make To Stock
Make to stock adalah tipe industri yang membuat produk akhir untuk disimpan dimana kebutuhan
konsumen diambil dari persediaan di gudang.
15
Karakteristik make to stock adalah :
Standard item, high volume
Terus-menerus dibuat lalu disimpan
Harga wajar
Pengiriman dapat dilakukan segera
Customer tidak mau menunggu
Perlu adanya safety stock untuk mengatasi fluktuasi permintaan
2. Make To Order
Make to order adalah tipe industri yang membuat produk hanya untuk memenuhi pesanan.
Rencana produksi disusun berdasarkan jumlah peramalan untuk horizon waktu yang
direncanakan dikurangi selisih antara target backlog akhir dan backlog awal.
Karakteristik make to order adalah :
Inputnya bahan baku
Biasanya untuk supply item dengan banyak jenis
Harga cukup mahal
Perlu keahlian khusus
Komponen biasanya dibeli untuk persediaan
3. Assembly To Order
Assembly to order adalah tipe industri yang membuat produk dengan cara assembling hanya
untuk memenuhi pesanan.
Karakteristik assembly to order adalah :
Inputnya komponen
Untuk supply item dengan banyak jenis
Harganya cukup mahal
Lead time ditetapkan oleh konsumen
16
4. Engineer To Order
Engineer to order adalah tipe industri yang membuat produk untuk memenuhi pesanan khusus
dimulai dari perancangan produk sampai pengiriman produk.
Karakteristik engineer to order adalah :
Produk sangat spesifik
Lead time panjang
Harganya mahal
2.2.7 Metode-Metode Perencanaan Agregat
Menurut Ishak [1967], banyak metode yang telah dikembangkan untuk perencanaan agregat ini
tetapi pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu ():
a. Dengan pendekatan Optimasi :
– Progamma Linier
– Aturan HMMS (Linier Decision Rule)
– Search Decision Rule, dll
b. Dengan pendekatan Heuristik :
– Metode Grafik
– Metode Koefisien Manajemen
– Metode Parametrik, dll
2.2.8 Ongkos pada Rencana Produksi
Dalam rencana produksi agregat terdapat ongkos-ongkos yang dibebankan dari proses
perencanaan produksi menurut Ahlan [2011], yaitu:
1. Ongkos penambahan tenaga kerja (hiring cost)
2. Ongkos pengurangan tenaga kerja (layoff cost)
3. Ongkos lembur dan pengurangan waktu kerja (overtime cost)
4. Ongkos persediaan (inventory cost)
5. Ongkos sub kontrak
17
2.2.9 Perencanaan Agregat Metode Transportasi
Metode transportasi digunakan untuk model program linier. Berikut ini akan dibahas suatu kasus
menggunakan model transportasi dengan data-data (Ishak, [1967]):
Permintaan Tabel 2.1 Tabel Permintaan Metode Transportasi (Contoh)
Periode 1 2 3 4 Permintaan 500 800 1700 900
Sumber: Manajemen Operasi, Ishak, [1967]
Kapasitas Tabel 2.2 Tabel Kapasitas Metode Transportasi (Contoh)
Periode Jam Normal
Jam Lembur Subkontrak
1 700 250 500 2 800 250 500 3 900 250 500 4 500 250 500
Sumber: Manajemen Operasi, Ishak, [1967]
Persediaan awal : 100 unit
Persediaan akhir yang diinginkan : 150 unit
Biaya jam normal : Rp 100/unit
Biaya jam lembur : Rp 125/unit
Biaya Subkontrak : Rp 150/unit
Biaya Persediaan : Rp 20/unit/periode
18
Penyelesaian masalah menggunakan metode transportasi menghasilkan perencanaan produksi
dengan biaya total Rp 445.750. Tabel perhitungan dapat dilihat pada tabel 2.3, dibawah ini
(Ishak, [1967]):
Tabel 2.3 Tabel Perencanaan Produksi Metode Transportasi (Contoh)
Sumber: Manajemen Operasi, Ishak, [1967]
Keterangan :
1. Total Cost : RT (RT Cost) + OT (OT Cost) + SK (SK Cost)………………………...(2.21)
Total Cost : 400 (100) + 300 (140) + 800 (100) + 250 (145) + 900 (100) + 250 (125) +
500 (100) + 350 (125) = Rp 445.750
19
2. Yang diproduksi adalah :
Tabel 2.4 Tabel Yang Diproduksi (Contoh)
Periode Rencana Produksi Permintaan
1 700 500 2 1050 800 3 1150 1700 4 1250 900
Sumber: Manajemen Operasi, Ishak, [1967]
Berarti yang diproduksi ≠ ∑ Permintaan. Sistem produksi tidak Back Order sehingga kebutuhan
pada periode I tidak mungkin dipenuhi oleh periode 2. Jadwal Produksi induksinya adalah :
Kwartal I → 700 unit
II → 1050 unit
III → 1150 unit
IV → 1250 unit
Menurut Biegel [1999] dalam perencanaan produksi agregat dibutuhkan proses penghitungan kebutuhan
fasilitas dengan menggunakan persamaan:
Kebutuhan fasilitas =∑Waktu dibutuhkan / bulan
∑ Jumlah waktu kerja … … … … … … … … … … … … … … … . (ퟐ.ퟐퟐ)
2.3 Lini Produksi
2.3.1 Definisi Lini Produksi
Lini produksi adalah penempatan area-area kerja dimana operasi-operasi diatur secara berturut-
turut dan material bergerak secara kontinu melalui operasi yang terangkai seimbang. Menurut
karakteristiknya proses produksinya, lini produksi dibagi menjadi dua (Saputra, dkk, [2010]):
1. Lini fabrikasi, merupakan lintasan produksi yang terdiri atas sejumlah operasi
pekerjaan yang bersifat membentuk atau mengubah bentuk benda kerja.
20
2. Lini perakitan, merupakan lintasan produksi yang terdiri atas sejumlah operasi
perakitan yang dikerjakan pada beberapa stasiun kerja dan digabungkan menjadi
benda assembly atau subassembly.
2.3.2 Keuntungan Lini Produksi
Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari perencanaan lini produksi yang baik menurut
Saputra, dkk [2010] sebagai berikut:
1. Jarak perpindahan material yang minim diperoleh dengan mengatur susunan dan
tempat kerja.
2. Aliran benda kerja (material), mencakup gerakan dari benda kerja yang kontinu.
Alirannya diukur dengan kecepatan produksi dan bukan oleh jumlah spesifik.
3. Pembagian tugas terbagi secara merata yang disesuaikan dengan keahlian masing-
masing pekerjaan sehingga pemanfaatan tenaga kerja lebih efisiensi.
4. Pengerjaan operasi yang serentak yaitu setiap operasi dikerjakan pada saat yang sama
di seluruh lintasan produksi.
5. Operasi unit.
6. Gerakan benda kerja tetap sesuai dengan set-up dari lintasan dan bersifat tetap.
7. Proses memerlukan waktu yang minimum.
2.3.3 Persyaratan Lini Produksi
Persyaratan yang harus diperhatikan untuk menunjang kelangsungan lintasan produksi menurut
Saputra, dkk [2010] antara lain:
1. Pemerataan distribusi kerja yang seimbang di setiap stasiun kerja yang terdapat di
dalam suatu lintasan produksi fabrikasi atau lintasan perakitan yang bersifat manual.
2. Pergerakan aliran benda kerja yang kontinu pada kecepat yang seragam. Alirannya
tergantung pada waktu operasi.
3. Arah aliran material harus tetap sehingga memperkecil daerah penyebaran dan
mencegah timbulnya atau setidak-tidaknya mengurangi waktu menunggu karena
keterlambatan benda kerja.
21
4. Produksi yang kontinu guna menghindari adanya penumpukan benda kerja di lain
tempat sehingga diperlukan aliran benda kerja pada lintasan produksi secara kontinu.
5. Keseimbangan lintasan, proses penyusunannya bersifat teoritis. Dalam praktik
persyaratan di atas mutlak untuk dijadikan dasar pertimbangan.
2.4 Peta Kerja
Peta kerja adalah suatu alat yang sistematis dan jelas untuk berkomunikasi secara luas dan
sekaligus bisa mendapatkan informasi – informasi yang diperlukan untuk memperbaiki suatu
metoda kerja. Peta kerja dapat menggambarkan kegiatan kerja secara sistematis dan jelas.
Dengan peta kerja, kita dapat melihat semua langkah atau kejadian yang dialami oleh suatu benda
kerja mulai dari masuk pabrik (berbentuk bahan baku) dan semua langkah yang dialami benda
kerja tersebut (transportasi, operasi, mesin, pemeriksaan, perakitan, dll.) sampai akhirnya menjadi
produk jadi (Sutalaksana, dkk, [2006]).
2.4.1 Lambang yang Digunakan
Lambang peta – peta yang digunakan saat ini dikembangkan oleh Gilberth. Untuk membuat suatu
peta kerja awalnya diusulkan 40 lambang, kemudian disederhanakan menjadi 4 lambang menurut
Sutalaksana, dkk [2006], yaitu:
Deskripsi Lambang
Operasi
Transportasi
Pemeriksaan
Penyimpanan/Menunggu
Gambar 2.2 Gambar Lambang Peta Kerja Gilberth Sumber : Teknik Perancangan Sistem Kerja, Sutalaksana, dkk, [2006]
Pada tahun 1947, American Society of Mechanical Engineers (ASME) membuat standar lambang
– lambang yang terdiri dari 5 macam lambing. Lambang – lambang yang di usulkan merupakan
22
hasil modifikasi yang di gunakan oleh Gilberth. Lambang – lambang tersebut adalah sebagai
berikut (Sutalaksana, dkk, [2006]):
Deskripsi Lambang
Operasi
Transportasi
Pemeriksaan
Menunggu
Penyimpanan
Aktivitas Gabungan
Gambar 2.3 Gambar Lambang Peta Kerja American Society of Mechanical Enginers (ASME) Sumber : Teknik Perancangan Sistem Kerja, Sutalaksana, dkk, [2006]
Operasi
Terjadi apabila benda kerja mengalami perubahan sifat, baik fisik maupun kimiawi. Mengambil /
menerima informasi maupun memberikan informasi pada suatu kejadian juga merupakan operasi.
Contoh aktivitas operasi : menyerut kayu dengan mesin serut, menggerakkan logam, merakit
mengebor benda kerja, mengetik, dll.
Pemeriksaan
Terjadi apabila benda kerja atau peralatan mengalami pemeriksaan baik kualitas maupun
kuantitas. Pemeriksaan biasanya dilakukan terhadap suatu obyek dengan cara membandingkan
obyek tersebut dengan suatu standar tertentu. Contoh aktivitas pemeriksaan : mengukur dimensi
benda, memeriksa warna benda, menguji kualitas bahan dan produk, memeriksa jumlah bahan
baku dan produk yang dipesan, membaca skala pengukur temperatur.
23
Transportasi
Terjadi apabila benda kerja, pekerja atau pelengkapan mengalami perpindahan tempat yang
bukan merupakan bagian dari suatu proses operasi. Suatu pergerakan yang merupakan bagian
dari proses operasi bukanlah merupakan transportasi, contoh : keramik yang mengalami operasi
pemanasan sambil bergerak diatas ban berjalan, merupakan kegiatan operasi, walaupun keramik
tersebut mengalami perpindahan tempat. Contoh aktivitas transportasi benda kerja diangkat dari
mesin bubut ke tempat mesin skrap untuk mengalami operasi berikutnya atau saat suatu
objek/bahan di pindahkan dari lantai bawah ke lantai atas dengan menggunakan elevator.
Menunggu (delay)
Terjadi apabila benda kerja, pekerja atau perlengkapan tidak mengalami kegiatan apa – apa selain
menuggu (biasanya sebentar). Suatu objek/benda kerja/bahan ditinggalkan untuk sementara tanpa
pencatatan sampai diperlukan kembali. Contoh aktivitas menunggu objek menunggu diproses
untuk di periksa, peti barang menunggu untuk dibongkar, bahan menunggu untuk didistribusikan
ke tempat lain, pekerja elevator sampai membawa objek/benda kerja.
Penyimpanan (Storage)
Terjadi apabila benda benda kerja disimpan untuk jangka waktu yang cukup lama. Jika benda
kerja tersebut akan diambil kemballi, biasanya memerlukan suatu prosedur perizinan tertentu.
Prosedur perizinan dan lamanya waktu adalah 2 hal yang membedakan antara kegiatan
menunggu dan penyimpanan. Contoh aktivitas penyimpanan : dokumen – dokumen/catatan –
catatan disimpan dalam brankas, bahan baku disimpan dalam gudang (receiving), barang jadi
disimpan digudang (shipping)
Aktivitas gabungan
Terjadi apabila antara aktivitas operasi dan pemeriksaan dilakukan bersamaan atau dilakukan
pada suatu tempat kerja.
24
2.4.2 Macam-Macam Peta Kerja
Pada dasarnya peta kerja dapat dibagi dalam 2 kelompok besar berdasarkan kegiatannya, yaitu:
Peta kerja yang digunakan untuk mengakses kegiatan
Kerja keseluruhan : apabila kegiatan kerja melibatkan sebagian besar atau semua fasilitas yang
diperlukan untuk membuat produk yang bersangkutan. Yang termasuk kelompok kegiatan kerja
keseluruhan adalah (Sutalaksana, dkk, [2006]):
Peta Proses Operasi
Peta Aliran Proses
Peta Proses
Diagram Aliran
Peta kerja yang di gunakan untuk menganalisis kegiatan kerja setempat : apabila kegiatan
tersebut terjadi dalam suatu stasiun kerja yang biasanya hanya melibatkan orang dan fasilitas
dalam jumlah terbatas. Yang termasuk kelompok kegiatan kerja setempat (Sutalaksana, dkk,
[2006]):
Peta Pekerja dan Mesin
Peta Tangan Kanan dan Kiri
A. Peta Proses Operasi (Operation Process Chart – OPC)
Merupakan suatu diagram yang menggambarkan langkah – langkah proses (operasi
dan pemeriksaan) yang akan dialami bahan baku. Dalam peta proses operasi yang
dicatat hanyalah kegiatan – kegiatan operasi dan pemeriksaan saja, biasanya pada akhir
proses terdapat penyimpanan (storage).
Kegunaan peta proses operasi menurut Sutalaksana, dkk [2006], yaitu:
Bisa mengetahui kebutuhan akan mesin dan penganggarannya.
Bisa memperkirakan kebutuhan akan bahan baku.
Sebagai alat untuk menentukan tata letak pabrik.
Sebagai alat untuk melakukan perbaikan cara kerja yang sedang dipakai.
Sebagai alat untuk latihan kerja
25
Prinsip pembuatan peta proses operasi menurut Sutalaksana, dkk [2006], yaitu:
Pada baris paling atas dinyatakan kepalanya “Peta Proses Operasi” diikuti oleh
identifikasi lain, seperti nama objek, nama pembuat peta, tanggal dipetakan,
sebagai usulan atau sekarang, nomor peta.
Material yang akan diproses di letakkan diatas garis horizontal, yang menunjukkan
bahwa material tersebut masuk kedalam proses.
Lambang – lambang ditempatkan dalam arah vertikal, yang menunjukkan
terjadinya perubahan proses. Penomoran terhadap suatu kegiatan pemeriksaan
diberikan secara tersendiri dan prinsipnya sama dengan penomoran untuk kegiatan
operasi.
Untuk memperoleh peta proses operasi yang baik, produk yang biasanya paling
banyak memrlukan operasi, harus dipetakan terlebih dahulu. Dipetakan dengan
garis vertikal sebelah kanan halaman atas.
26
Bentuk standar Peta Proses Operasi (Operation Process Chart – OPC)
Gambar 2.4 Gambar Operation Process Chart (OPC) Sumber : Teknik Perancangan Sistem Kerja, Sutalaksana, dkk, [2006]
B. Peta Aliran Proses
Suatu diagram yang menunjukkan urutan – urutan dari operasi pemeriksaan,
transportasi, menunggu (delay) dan penyimpanan (storage) yang terjadi selama satu
proses. Dalam peta aliran proses terdapat informasi – informasi yang diperlukan untuk
bahan analisis perbaikan sistem kerja. Informasi yang dapat diperoleh adalah : waktu
yang di butuhkan dalam suatu proses (jam) dan jarak perpindahan (meter) dalam suatu
proses (Sutalaksana, dkk, [2006]).
27
Perbedaan Peta Aliran Proses dan Peta Proses Operasi (PPO)
Tabel 2.5 Tabel Perbedaan Peta Aliran Proses & Peta Proses Operasi (PPO) Peta Aliran Proses Peta Proses Operasi
Memperlihatkan semua aktivitas
dasar
Terbatas pada operasi dan
pemeriksaan saja
Menganalisis setiap komponen yang
dip roses secara lebih lengkap (apa,
dimana, kapan, siapa, dan bagaimana)
Analisis (informasi) yang
ditampilkan kurang lengkap
(apa dan bagaimana)
Digunakan untuk menganalisis salah
satu komponen dari produk yang
dirakit/dibuat
Digunakan untuk menganalisis
semua komponen dari produk
yang dirakit/dibuat
Sumber : Teknik Perancangan Sistem Kerja, Sutalaksana, dkk, [2006]
Macam – Macam Peta Aliran Proses
Peta Aliran Proses pada umumnya terbagi dalam 2 tipe menurut Sutalaksana, dkk
[2006],yaitu:
Peta Aliran Proses tipe BAHAN ; suatu peta yang menggambarkan kejadian yang
dialami bahan dalam suatu proses operasi.
Peta Aliran Proses tipe ORANG ; suatu peta yang menggambarkan suatu proses
dalam bentuk aktivitas – aktivitas manusiannya. Peta ini metupakan gambar
simbolis dan sistematis dari suatu metoda kerja yang dijalani oleh seseorang atau
sekelompok pekerja ketika pekerjaannya membutuhkan pergerakan dari suatu
tempat ke tempat lain.
Kegunaan peta aliran proses menurut Sutalaksana,dkk [2006], yaitu:
Bisa digunakan untuk mengetahui aliran bahan atau aktivitas orang. Mulai dari
awal sampai akhir proses.
Memberikan informasi mengenai waktu penyelesaian suatu proses.
Bisa digunakan untuk mengetahui jumlah kegiatan yang dialami bahan atau
dilakukan oleh orang selama proses berlangsung.
Sebagai alat untuk melakukan perbaikan – perbaikan proses atau metoda kerja.
28
Prinsip pembuatan peta aliran proses menurut Sutalaksana, dkk [2006], yaitu:
Pada bagian paling atas ditulis kepala peta dengan judul ”Peta Aliran Proses”,
diikuti dengan pencatatan beberapa identifikasi lain seperti: nomor / nama
komponen, nomor peta, peta orang atau bahan / sekarang atau usulan, tanggal
pembuatan, nama pembuat peta (dicatat disebelah kanan atas kertas).
Disebelah kiri atas, dicatat mengenai ringkasan yang memuat jumlah total dan
waktu total dan setiap kegiatan, dan total jarak perpindahan yang dialami bahan
atau orang selama proses berlangsung.
Dibagian badan diuraikan proses yang terjadi lengkap beserta lambang dan
informasi mengenai jarak perpindahan, jumlah yang dilayani, waktu yang
dibutuhkan. Juga ditambahkan dengan kolom analisa, catatan dan tindakan yang
diambil berdasarkan analisa tersebut.
Cara Analisis Peta Aliran Proses
Cara yang cukup efektif untuk menganalisis Peta Aliran Proses adalah dengan
menggunakan ”Dot and Check Technique” sebagai berikut:
Tabel 2.6 Tabel Cara Analisa Peta Aliran Proses
No Pertanyaan Berikutnya Tindakan yang Mungkin Dilakukan
1 Apa tujuannya? Mengapa? Menghilangkan aktivitas yang tidak perlu.
2 Dikerjakan
dimana?
Mengapa? Menggabungkan atau merubah tempat
kerja.
3 Dikerjakan
kapa?
Mengapa? Menggabungkan / merubah waktu atau
urutan proses
4 Siapa yang
mengerjakan?
Mengapa? Menggabungkan atau merubah orang.
5 Bagaimana
mengerjakannya
Mengapa? Menyederhanakan atau memperbaiki
metoda. Sumber : Teknik Perancangan Sistem Kerja, Sutalaksana, dkk, [2006]
29
2.4.3 Teknik Pengukuran Waktu Kerja
Dalam melakukan analisis terhadap suatu sistem kerja, maka akan timbul sejumlah alternatif
metode kerja. Proses pemilihan alternatif metode kerja dapat didasarkan pada sejumlah kriteria,
yaitu: waktu, ongkos, beban fisiologi dan sebagainya. Karena waktu sebagai salah satu kriteria
yang memiliki sejumlah kelebihan dibandingkan kriteria-kriteria lainya, maka pengukuran waktu
kerja dan pembakuan waktu kerja cenderung sering digunakan dalam memilih alternatif kerja di
atas (Barnes, [1968]).
A. Time Study
Time study adalah suatu usaha untuk menentukan lamanya waktu kerja yang dibutuhkan
oleh seorang operator untuk menyelesaikan suatu pekerjaan pada tingkat kecepatan kerja
yang normal, serta lengkungan kerja yang trbaik pada saat itu. Metode ini dicetuskan oleh
Frederick Winslow Taylor semasa dia bekerja sebagai mandor di Midvalse Steel
Industries. Tujuan dia mengembangkan teknik ini adalah mencari pegangan untuk
mengukur prestasi kerja seorang pekerja yang melkukan pekerjaan pemindahan bijih besi
dari lapangan ke atas lori dengan emnggunakan singkup. Adapun manfaat dari
pengukuran waktu kerja ini antara lain (Barnes, [1968]):
Melakukan penjadwalan dan perancangan kerja.
Menetukan besar ongkos produksi.
Menentukan jumlah atau kebutuhan operator.
B. Teknik Pengukuran Waktu Proses
Pada garis besarnya teknik-teknik pengukuran waktu proses dibagi dalam dua bagian
menurut Barnes [1968], yaitu:
1. Secara langsung, pengukuran dilakukan secar langsung yaitu ditempat dimana
pekerjaan tersebut dilaksanakan. Beberapa cara yang termasuk kedalam tekik ini
adalah:
Jam henti (stop-watch).
Sampling pekerjaan.
30
2. Cara tidak langsung, proses pengukuran waktu dilakukan tanpa harus berada ditempat
pekerjaan berlangsung, melainkan dengan cara membaca tabel yang tersedia asalkan
mengetahui jalannya pekerjaan melalui elemen-elemen pekerjaan atau elemen-elemen
gerakan. Beberapa cara yang termasuk kedalam teknik ini adalah Barnes [1968]:
Pengukuran dengan menggunakan data waktu baku.
Pengukuran dengan menggunakan data waktu gerakan
C. Pengukuran Waktu Jam Henti
Pengukuran waktu ini dilakukan dengan cara ,menggunakan stop-watch sebagai alat
utamanya. Terdapat beberapa aturan pengukuran yang perlu dijalankan untuk
mendapatkan hasil pengukuran yang baik, aturan tersebut diuraikan dalam langkah-
langkah berikut (Sutalaksana, dkk, [2006]):
Penetapan Tujuan Pengukuran
Dalam pengukuran waktu, hal penting yang harus diketahui dan ditetapkan adalah yang
diinginkan dari hasil pengukuran tersebut.
1. Melakukan Penelitian Pendahuluan
Yang dicari dari pengukuran waktu adalah waktu yang pantas diberikan kepada
pekerja untuk menyesuiakan suatu pekerjaan. Waktu kerja yang pantas adalah
merupakan waktu kerja yang diperoleh dari kondisi kerja yang baik.
2. Memilih Operator
Operator yang akan melakukan pekerjaan yang diukur adalah operator yang
berkemampuan normal dan dapat diajak bekerja sama, agar pengukuran dapat
berjalan baik dan dapat diandalkan hasilnya.
3. Melatih Operator
Operator harus dilatih terlebih dahulu agar operatar terbiasa dengan kondisi dan cara
kerja yang telah ditetapkan.
4. Mengurai pekerjaan atas elemen pekerjaan
Pekerjaan dipecah menjadi elemen-elemen pekerjaan yang merupakan gerakan
bagian dari pekerjaan yang bersangkutan. Elemen-elemn inilah yang diukur waktunya.
5. Menyiapkan alat-alat pengukuran
31
Alat-alat yang dioperlukan untuk melakukan pengukuran waktu proses tersebut
adalah:
Jam henti (stop-watch).
Lembaran pengamatan.
Alat tulis
2.5 Line Balancing
2.5.1 Definisi Line Balancing
Line balancing merupakan metode penugasan sejumlah pekerjaan ke dalam stasiun-stasiun kerja
yang saling berkaitan/berhubungan dalam suatu lintasan atau lini produksi sehingga setiap stasiun
kerja memiliki waktu yang tidak melebihi waktu siklus dari stasiun kerja tersebut. Menurut
Gasperz [2004], line balancing merupakan penyeimbangan penugasan elemen-elemen tugas dari
suatu assembly line ke workstations untuk meminimumkan banyaknya workstation dan
meminimumkan total harga idle time pada semua stasiun untuk tingkat output tertentu, yang
dalam penyeimbangan tugas ini, kebutuhan waktu per unit produk yang di spesifikasikan untuk
setiap tugas dan hubungan sekuensial harus dipertimbangkan. Selain itu dapat pula dikatakan
bahwa line balancing sebagai suatu teknik untuk menentukan product mix yang dapat dijalankan
oleh suatu assembly line untuk memberikan fairly consistent flow of work melalui assembly line
itu pada tingkat yang direncanakan (Saputra, dkk, [2010]).
Assembly line itu sendiri adalah suatu pendekatan yang menempatkan fabricated parts secara
bersama pada serangkaian workstations yang digunakan dalam lingkungan repetitive
manufacturing atau dengan pengertian yang lain adalah sekelompok orang dan mesin yang
melakukan tugas-tugas sekuensial dalam merakit suatu produk. Sedangkan idle time adalah
waktu dimana operator/sumber-sumber daya seperti mesin, tidak menghasilkan produk karena:
setup, perawatan (maintenance), kekurangan material, kekurangan perawatan, atau tidak
dijadwalkan (Saputra, dkk, [2010]).
32
2.5.2 Tujuan Line Balancing
Tujuan line balancing adalah untuk memperoleh suatu arus produksi yang lancar dalam rangka
memperoleh utilisasi yang tinggi atas fasilitas, tenaga kerja, dan peralatan melalui
penyeimbangan waktu kerja antar workstation, dimana setiap elemen tugas dalam suatu kegiatan
produk dikelompokkan sedemikian rupa dalam beberapa stasiun kerja yang telah ditentukan
sehingga diperoleh keseimbangan waktu kerja yang baik. Permulaan munculnya persoalan line
balancing berasal dari ketidak seimbangan lintasan produksi yang berupa adanya work in process
pada beberapa workstation (Saputra, dkk, [2010]).
2.5.3 Persyaratan Line Balancing
Persyaratan umum yang harus digunakan dalam suatu keseimbangan lintasan produksi adalah
dengan meminimumkan waktu menganggur (idle time) dan meminimumkan pula keseimbangan
waktu senggang (balance delay). Sedangkan tujuan dari lintasan produksi yang seimbang adalah
sebagai berikut (Saputra, dkk, [2010]):
1. Menyeimbangkan beban kerja yang dialokasikan pada setiap workstation sehingga
setiap workstation selesai pada waktu yang seimbang dan mencegah terjadinya
bottleneck. Bottleneck adalah suatu operasi yang membatasi output dan frekuensi
produksi.
2. Menjaga agar pelintasan perakitan tetap lancar.
3. Meningkatkan efisiensi atau produktifitas.
Penyeimbangan lintasan memerlukan metode tertentu yang sistematis. Metode penyeimbngan lini
rakit yang biasa digunakan antara lain menurut Saputra, dkk [2010], yaitu:
1. Metode formulasi dengan program sistematis
2. Metode Kilbridge-Wester Heruistic
3. Metode Helgeson-Birnie
4. Metode Moodie Young
5. Metode Immediate Update First-Fit Heruistic
6. Metode Rank And Assign Heruistic
33
Syarat dalam pengelompokan stasiun kerja menurut Saputra, dkk [2010], yaitu:
1. Hubungan dengan proses terdahulu
2. Jumlah stasiun kerja tidak boleh melebihi jumlah elemn kerja
3. Waktu siklus lebih dari atau sama dengan waktu maksimum dari tiap waktu di stasiun
kerja dari tiap elemn pengerjaan
2.5.4 Istilah-istilah dalam Line Balancing
Precedence diagram
Merupakan gambaran secara grafis dari urutan kerja operasi kerja, serta
ketergantungan pada operasi kerja lainnya yang tujuannya untuk memudahkan
pengontrolan dan perencanaan kegiatan yang terkait di dalamnya. Adapun tanda-
tanda yang dipakai sebagai berikut:
Simbol lingkaran dengan huruf atau nomor di dalamnya untuk mempermudah
identifikasi dari suatu proses operasi
Tanda panah menunjukkan ketergantungan dan urutan proses operasi. Dalam
hal ini, operasi yang berada pada pangkal panah berarti mendahului operasi
kerja yang ada pada ujung anak panah
Angka di atas simbol lingkaran adalah waktu standar yang diperlukan untuk
menyelesaikan setiap operasi
Gambar 2.5 Contoh Precedence Diagram Pada Line Balancing Sumber: Analysis and Control of Production System, Elsayed dan Bouncher, [1985]
34
Asssamble product
Adalah produk yang melewati urutan workstation di mana tiap workstation (WS)
memberikan proses tertentu hingga selesai menjadi produk akhir pada perakitan
akhir.
Work element
Elemen operasi merupakan bagian dari seluruh proses perakitan yang dilakukan.
Waktu operasi (푡 )
Adalah waktu standar untuk menyelesaikan suatu operasi.
Workstation (WS)
Adalah tempat pada lini perakitan di mana proses perakitan dilakukan. Setelah
menentukan interval waktu siklus, maka jumlah stasiun kerja efisien dapat ditetapkan
dengan rumus berikut (Baroto, [2002]):
퐾 =∑ 푡퐶 … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (ퟐ.ퟐퟑ)
Di mana:
푡 : waktu operasi/elemen ( i=1,2,3,…,n)
C :waktu siklus stasiun kerja
N : jumlah elemen
Kmin : jumlah stasiun kerja minimal
Cycle time (CT)
Merupakan waktu yang diperlukan untuk membuat satu unit produk satu stasiun.
Apabila waktu produksi dan target produksi telah ditentukan, maka waktu siklus
dapat diketahui dari hasil bagi waktu produksi dan target produksi. Dalam mendesain
keseimbangan lintasan produksi untuk sejumlah produksi tertentu, waktu siklus harus
sama atau lebih besar dari waktu operasi terbesar yang merupakan penyebab
terjadinya bottleneck (kemacetan) dan waktu siklus juga harus sama atau lebih kecil
dari jam kerja efektif per hari dibagi dari jumlah produksi per hari, yang secara
matematis dinyatakan sebagi berikut (Baroto, [2002]):
푡 푚푎푥 ≤ 퐶푇 ≤푃푄… … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . (ퟐ.ퟐퟒ)
35
Di mana:
푡 max : waktu operasi terbesar pada lintasan
CT : waktu siklus (cycle time)
P : jam kerja efektif per hari
Q : jumlah produksi per hari
Station time (ST)
Jumlah waktu dari elemen kerja yang dilakukan pada suatu stasiun kerja yang sama
Idle time (I)
Merupakan selisih (perbedaan) antara cycle time (CT) dan station time (ST) atau CT
dikurangi ST
Balance delay (D)
Sering disebut balancing loss, adalah ukuran dari ketidakefisiensinan lintasan yang
dihasilkan dari waktu menganggur sebenarnya yang disebabkan karena pengalokasian
yang kurang sempurna di antara stasiun-stasiun kerja. Balance delay ini dinyatakan
dalam persentase. Balance delay dapat dirumuskan (Baroto, [2002]):
퐷 =(푛 푥 퐶 )– ∑ 푡
( 푛 푥 퐶 ) 푥 100% … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . (ퟐ.ퟐퟓ)
Di mana:
n : jumlah stasiun kerja
C : waktu siklus terbesar dalam stasiun kerja
∑ 푡푖 : jumlah waktu operasi dari semua operasi
푡 : waktu operasi
퐷 : balance delay (%)
Line efficiency (LE)
Adalah rasio dari total waktu di stasiun kerja dibagi dengan waktu siklus dikalikan
jumlah stasiun kerja (Baroto, [2002]).
퐿퐸 =∑ 푆푇(퐾)(퐶푇) 푥100% … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . . (ퟐ.ퟐퟔ)
Di mana:
푆푇 : waktu stasiun dari stasiun ke-i
36
K : jumlah (banyaknya) stasiun kerja
CT : waktu siklus
Smoothes index (SI)
Adalah suatu indeks yang mengukur tingkat waktu tunggu relatif dari suatu lini
perakitan (Baroto, [2002]).
SI= ∑ (푆푇푖 − 푆푇 ) … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (ퟐ.ퟐퟕ)
Di mana:
푆푇푖 : maksimum waktu di stasiun
푆푇 : waktu stasiun di stasiun kerja ke-i
Output production (Q)
Adalah jumlah waktu efektif yang tersedia dalam suatu periode dibagi dengan cycle
time (Baroto, [2002]).
푄 =푇퐶푇… … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . (ퟐ.ퟐퟖ)
Di mana:
T : jam kerja efektif penyelesaiaan produk
CT : waktu siklus terbesar
2.5.5 Metode Assembly Line Balancing
Dalam penyelesaian soal dengan menggunakan line balancing, dikenal 3 metode menurut
Gaspersz [2004], yaitu:
1. Metode Heuristic, yaitu suatu metode yang berdasarkan pengalaman, intuisi atau aturan-
aturan empiris untuk memperoleh solusi yang lebih baik daripada solusi yang telah
dicapai sebelumnya, yang terdiri atas:
a. Ranked Positional Weight/Hegelson and Birnie
b. Kilbridge`s and Waste/Region Approach
c. Large Candidate Rule
d. Al Arcu`s
37
2. Metode Analitik atau matematis, yaitu metode penggambaran dunia nyata melalui simbol-
simbol matematis berupa persamaan dan pertidaksamaan. Yang termasuk metode ini
adalah Branch and Bound.
3. Metode Simulasi, yaitu metode yang meniru tingkah laku sistem dengan mempelajari
interaksi komponen-komponennya. Karena tidak memerlukan fungsi-fungsi matematis
secara eksplisit untuk merelasikan variabel-variabel sistem, maka model-model simulasi
ini dapat digunakan untuk memecahkan sistem kompleks yang tidak dapat diselesaikan
secara matematis.
a. CALB (Computer Assembly Line Balancing or Computer Aided Line Balancing)
b. ALBACA (Assembly Line Balancing and Control Activity)
c. COMSOAL (Computer Method or Saumming Operation for Assemble)
2.5.6 Metode Moodie-Young
Metode Moodie-Young memiliki dua tahap analisis. Fase (tahap) satu adalah membuat
pengelompokan stasiun kerja berdasarkan matriks hubungan antar-task, tidak dirangking seperti
metode Helgeson-Birnie. Fase dua, dilakukan revisi pada hasil fase satu (Elsayed dan Bouncher,
[1985]).
Fase satu: Elemen pengerjaan ditempatkan pada stasiun kerja yang berurutan dalam lini
perakitan dengan menggunakan aturan largest-candidate. Aturan largest-candidate terdiri atas
penempatan elemen-elemen yang ada untuk tujuan penurunan waktu. Dari sini, bila dua elemen
pengerjaan cukup untuk ditempatkan di stasiun, salah satu yang mempunyai waktu yang lebih
besar ditempatkan pertama. Setelah masing-masing elemen ditempatkan, ketersediaan elemen
dipertimbangkan untuk tujuan pengurangan nilai waktu untuk penugasan selanjutnya. Sebagai
pemisalan, matriks P menunjukkan pengerjaan pendahulu masing-masing elemen dan matriks F
pengerjaan pengikut untuk tiap elemen untuk tiap prosedur penugasan (Elsayed dan Bouncher,
[1985]).
38
Fase dua: Pada fase dua ini mencoba untuk mendistribusikan waktu nganggur (idle) secara
merata (sama) untuk tiap-tiap stasiun melalui mekanisme jual dan transfer elemen antarstasiun.
Langkah-langkah pada step dua ini adalah sebagai berikut (Elsayed dan Bouncher, [1985]):
1. Menentukan dua elemen terpendek dan terpanjang dari waktu stasiun dari penyeimbangan
fase satu.
2. Tentukan setengah dari perbedaan kedua nilai tujuan (GOAL).
GOAL = (푆푇 – 푆푇 ) / 2……………………………………………………..….(2.29)
3. Menentukan elemen tunggal dalam STmax yang lebih kecil dari kedua nilai GOAL dan
yang tidak melampaui elemen pengerjaan terdahulu.
4. Menentukan semua penukaran yang mungkin dari 푆푇 dengan elemen tunggal dari
푆푇 yang mereduksi 푆푇 dan mendapatkan 푆푇 akan lebih kecil dari 2 x GOAL.
5. Lakukan penukaran yang ditunjukkan oleh kandidat dengan perbedaan mutlak terkecil
antara kandidat tersebut dengan GOAL.
6. Bila tidak ada penukaran atau transfer yang dimungkinkan antara stasiun terbesar dan
terkecil, mengusahakan penukaran antara rank pada pengerjaan berikut: N (stasiun
ranking ke N memiliki jumlah waktu idle terbesar), N-1, N-2, N-3, …, 3, 2, 1.
7. Bila penukaran masih tidak mungkin, lakukan pembatasan dengan nilai GOAL dan ulangi
langkah satu hingga enam.
39
2.6 Master Production Schedule (MPS)
2.6.1 Definisi Master Production Schedule (MPS)
Master Production Schedule atau Jadwal Induk Produksi menurut Gaspersz [2004] adalah suatu
set perencanaan yang menggambarkan beberapa jumlah yang akan dibuat untuk setiap end item
pada periode tertentu.
Implementasi dan disagregasi rencana produksi dilakukan dalam jadwal prduksi induk (Master
Production Schedule = MPS). Pada dasarnya jadwal produksi induk merupakan suatu pernyataan
tentang produk akhir (termasuk parts pengganti dan suku cadang) dari suatu pernyataan industri
manufaktur yang merencanakan produksi output berkaitan dengan kuantitas dan periode waktu.
Apabila rencana produksi yang merupakan hasil dari proses perencanaan produksi (aktivitas pada
level 1 dalam hierarki perencanaan prioritas) dinyatakan dalam bentuk agregat, maka jadwal
produksi induk (MPS) yang merupakan hasil dari proses penjadwalan produksi induk dinyatakan
dalam konfigurasi spesifik dengan nomor-nomor item yang ada dalam Item Master and BOM
(Bill of Material) files. Namun langkah agregat dilakukan hanya untuk perusahaan yang bersifat
make to stock. Bila perusahaan make to order, maka peramalan tidak perlu dilakukan (cukup
dengan daftar order pelanggan saja). (Baroto, [2002]).
Aktivitas penjadwalan produksi induk pada dasarnya berkaitan dengan proses penyusunan dan
perbaharuan jadwal produksi induk (MPS), memproses transaksi dari MPS, memelihara catatan-
catatan MPS, mengevaluasi efektivitas dari MPS, dan memberikan laporan evaluasi dalam
periode waktu yang teratur untuk keperluan umpan balik dan tinjauan ulang. Berdasarkan uraian
tersebut, diketahui bahwa MPS berkaitan dengan pernyataan tentang produksi, dan bukan
pernyataan tentang permintaan pasar. MPS sering didefinisikan sebagai anticipated build
schedule untuk item-item yang disusun oleh perencana jadwal produksi induk (master scheduler).
MPS membentuk jalinan komunikasi antara bagian pemasaran dan bagian manufakturing,
sehingga bagian pemasaran juga harus mengetahui informasi yang ada dalam MPS terutama
berkaitan dengan ATP (Available To Promise) agar dapat memberikan janji yang akurat kepada
pelanggan.
40
2.6.2 Fungsi Master Production Schedule (MPS)
Adapun fungsi MPS menurut Winata [2007] adalah:
1. Menjadwalkan jumlah tiap end item pada periode tertentu.
2. Memberikan input dasar bagi sistem MRP (Material Requirement Planning).
3. Merupakan dasar untuk menetapkan janji pengiriman kepada konsumen.
2.6.3. Tujuan Master Production Schedule (MPS)
Tujuan MPS menurut Winata [2007], yaitu:
- Memenuhi target tingkat pelayanan terhadap konsumen (Customer Service Level).
- Efisiensi penggunaan sumber daya produksi.
- Mencapai target tingkat produksi.
2.6.4. Istilah yang Sering Digunakan dalam Master Production Schedule (MPS)
Istilah yang sering digunakan menurut Sodikin [2012], yaitu:
Time Bucket : pembagian planning periode yang digunakan dalam MPS/MRP
Time Phase Plan : penyajian perencanaan, dimana semua (demand, order, inventory)
disajikan dalam time bucket.
Time Fences : batas waktu penyesuaian pesanan.
Menurut Sodikin [2012] time fences terdiri dari:
a. Demand Time Fences (DTF), adalah periode mendatang dari MPS dimana dalam periode ini
perubahan-perubahan terhadap MPS tidak diijinkan atau tidak diterima karena akan
menimbulkan kerugian biaya yang besar akibat ketidaksesuaian atau kekacauan jadwal.
b. Planning Time Fences (PTF), adalah periode mendatang dari MPS dimana dalam periode ini
perubahan-perubahan terhadap MPS dievaluasi guna mencegah ketidaksesuaian atau
kekacauan jadwal yang akan menimbulkan kerugian.
41
Gambar 2.6 MPS Time Fences Sumber: Production Planning and Inventory Control, Gasperz, [2004]
c. Planning Horizon : Jangka waktu perencanaan yang digunakan.
Gambar 2.7 MPS Planning Horizon Sumber: Production Planning and Inventory Control, Gasperz, [2004]
Dalam MPS terdapat tiga jenis order menurut Sodikin [2012], yaitu :
Tabel 2.7 Jenis Order MPS
Planned Order Merupakan order yang rencananya akan di-realised dan
dibuat setelah mempertimbangkan demand-supply,
Firm Planned
Order
Merupakan order yang direncanakan akan dibuat di
perusahaan ini tapi belum di-released (masih perkiraan),
Orders Merupakan order yang sudah dibuat dan diperkirakan untuk
dibuat atau dikerjakan. Sumber : Perancangan Kapasitas Produksi Dengan Menggunakan Metode Rought Cut Capacity Planning
(RCCP) Terhadap Donat Di UD. Ali Bakri Sukabumi, Sodikin, [2012]
42
Dalam penampilannya format MPS terdiri dari :
Tabel 2.8 Format MPS
Nama dan Nomor
Item
Periode
Ramalan
Kebutuhan
(Forecast)
Informasi datang dari bagian pemasaran, berupa estimasi
terhadap kuantitas end item yang akan terjual pada setiap
periode.
Pesanan
Konsumen (Actual
Demand)
Pesanan-pesanan yang diterima dan bersifat pasti
Proyeksi
Persediaan
(Onhand/PAB)
Posisi inventori awal yang secara fisik tersedia dalam stock,
yang merupakan kuantitas dari item yang ada dalam stock
Jadwal Produksi
(Master Schedule)
Jadwal produksi atau manufacturing yang diantisipasi untuk
item tertentu Sumber : Perancangan Kapasitas Produksi Dengan Menggunakan Metode Rought Cut Capacity Planning
(RCCP) Terhadap Donat Di UD. Ali Bakri Sukabumi, Sodikin, [2012]
43
Contoh format dari master production schedule 1 induk produk menurut Biegel [1999] yaitu:
Tabel 2.9 Contoh Format dari MPS 1 Induk Produk
Periode Ramalan Permintaan
Rencana Produksi Rencana
Persediaan Akhir
Waktu Kerja Biasa
Waktu Kerja
Lembur Persediaan
Total Sumber : Pengendalian Produksi Suatu Pendekatan Kuantitatif, Biegel., [1999]
Adapun cara pengisian format MPS 1 induk produk menurut Biegel [1999] :
Rencana Persediaan Akhir =
Waktu Kerja Biasa + Waktu Kerja Lembur + Rencana Persediaan Akhir −
Ramalan Permintaan ……………………………………………………………………….(2.30)
Dimana waktu kerja biasa, waktu kerja lembur, dan ramalan permintaan diperoleh dari hasil
perencanaan produksi agregat.