4. morfometrik dan meristik

17
57 IV. MORFOMETRIK DAN MERISTIK A. Sasaran Pembelajaran 1. Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pengertian morfometrik 2. Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pengertian meristik B. Morfometrik Setiap ikan mempunyai ukuran yang berbeda-beda, tergantung pada umur, jenis kelamin, dan keadaan lingkungan hidupnya. Faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi kehidupan ikan di antaranya adalah makanan, derajat keasaman (pH) air, suhu, dan salinitas. Faktor-faktor tersebut, baik secara sendiri- sendiri maupun secara bersama-sama, mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap pertumbuhan ikan. Dengan demikian, walaupun dua ekor ikan mempunyai umur yang sama namun ukuran mutlak di antara keduanya dapat saling berbeda. Morfometrik adalah ukuran bagian-bagian tertentu dari struktur tubuh ikan (measuring methods). Ukuran ikan adalah jarak antara satu bagian tubuh ke bagian tubuh yang lain. Karakter morfometrik yang sering digunakan untuk diukur antara lain panjang total, panjang baku, panjang cagak, tinggi dan lebar badan, tinggi dan panjang sirip, dan diameter mata (Hubbs dan Lagler, 1958; Parin, 1999). Satuan ukuran yang digunakan di dalam morfometrik sangat bervariasi. Di Indonesia, satuan ukuran yang umum digunakan adalah sentimeter (cm) atau milimeter (mm), tergantung kepada keinginan peneliti. Ukuran-ukuran ini disebut ukuran mutlak. Untuk memperoleh pengukuran yang lebih teliti, sebaiknya menggunakan jangka sorong (calipper). Adalah suatu hal yang tidak mungkin untuk memberikan ukuran bagian-bagian ikan dalam ukuran mutlak (misalnya cm) pada saat melakukan identifikasi. Ukuran yang digunakan untuk identifikasi hanyalah merupakan ukuran perbandingan. Seekor ikan yang memiliki panjang total 25 cm dan panjang kepala 5 cm, maka perbandingan yang dinyatakan di dalam buku-buku identifikasi adalah panjang kepala sama dengan seperlima panjang total tubuhnya.

Upload: gigass78

Post on 28-Nov-2015

917 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

sdvsds

TRANSCRIPT

Page 1: 4. Morfometrik Dan Meristik

57

IV. MORFOMETRIK DAN MERISTIK

A. Sasaran Pembelajaran

1. Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pengertian

morfometrik

2. Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pengertian meristik

B. Morfometrik

Setiap ikan mempunyai ukuran yang berbeda-beda, tergantung pada umur,

jenis kelamin, dan keadaan lingkungan hidupnya. Faktor-faktor lingkungan yang

dapat mempengaruhi kehidupan ikan di antaranya adalah makanan, derajat

keasaman (pH) air, suhu, dan salinitas. Faktor-faktor tersebut, baik secara sendiri-

sendiri maupun secara bersama-sama, mempunyai pengaruh yang sangat besar

terhadap pertumbuhan ikan. Dengan demikian, walaupun dua ekor ikan

mempunyai umur yang sama namun ukuran mutlak di antara keduanya dapat

saling berbeda.

Morfometrik adalah ukuran bagian-bagian tertentu dari struktur tubuh ikan

(measuring methods). Ukuran ikan adalah jarak antara satu bagian tubuh ke

bagian tubuh yang lain. Karakter morfometrik yang sering digunakan untuk diukur

antara lain panjang total, panjang baku, panjang cagak, tinggi dan lebar badan,

tinggi dan panjang sirip, dan diameter mata (Hubbs dan Lagler, 1958; Parin,

1999).

Satuan ukuran yang digunakan di dalam morfometrik sangat bervariasi. Di

Indonesia, satuan ukuran yang umum digunakan adalah sentimeter (cm) atau

milimeter (mm), tergantung kepada keinginan peneliti. Ukuran-ukuran ini disebut

ukuran mutlak. Untuk memperoleh pengukuran yang lebih teliti, sebaiknya

menggunakan jangka sorong (calipper). Adalah suatu hal yang tidak mungkin

untuk memberikan ukuran bagian-bagian ikan dalam ukuran mutlak (misalnya cm)

pada saat melakukan identifikasi. Ukuran yang digunakan untuk identifikasi

hanyalah merupakan ukuran perbandingan. Seekor ikan yang memiliki panjang

total 25 cm dan panjang kepala 5 cm, maka perbandingan yang dinyatakan di

dalam buku-buku identifikasi adalah panjang kepala sama dengan seperlima

panjang total tubuhnya.

Page 2: 4. Morfometrik Dan Meristik

58

Berbagai ukuran bagian tubuh ikan yang sering digunakan di dalam

identifikasi ikan adalah (Gambar 21 dan 22):

a. Panjang baku (panjang biasa), yaitu jarak garis lurus antara ujung bagian

kepala yang paling depan (biasanya ujung salah satu dari rahang yang

terdepan) sampai ke pelipatan pangkal sirip ekor.

b. Panjang cagak (fork length), adalah panjang ikan yang diukur dari ujung

kepala yang terdepan sampai ujung bagian luar lekukan cabang sirip ekor.

c. Panjang total, adalah jarak garis lurus antara ujung kepala yang terdepan

dengan ujung sirip ekor yang paling belakang.

d. Tinggi badan, diukur pada tempat yang tertinggi antara bagian dorsal

dengan ventral, dimana bagian dari dasar sirip yang melewati garis

punggung tidak ikut diukur.

e. Tinggi batang ekor, diukur pada batang ekor di tempat yang mempunyai

tinggi terkecil.

f. Panjang batang ekor, merupakan jarak miring antara ujung dasar sirip

dubur dengan pangkal jari-jari tengah sirip ekor.

g. Panjang dasar sirip punggung dan sirip dubur, merupakan jarak antara

pangkal jari-jari pertama dengan tempat selaput sirip di belakang jari-jari

terakhir bertemu dengan badan. Jarak ini diukur melalui dasar sirip.

h. Panjang di bagian depan sirip punggung, merupakan jarak antara ujung

kepala terdepan sampai ke pangkal jari-jari pertama sirip punggung.

i. Tinggi sirip punggung dan sirip dubur, diukur dari pangkal keping pertama

sirip sampai ke bagian puncaknya.

j. Panjang sirip dada dan sirip perut, adalah panjang terbesar menurut arah

jari-jari dan diukur dari bagian dasar sirip yang paling depan atau terjauh

dari puncak sirip sampai ke puncak sirip ini. Sambungan sirip berupa

rambut atau benang halus, oleh beberapa ahli juga ikut diukur, sehingga

harus lebih waspada. Pengukuran panjang sirip dada hanya dilakukan jika

bentuk sirip dada itu tidak simetris.

k. Panjang jari-jari sirip dada yang terpanjang, pengukuran ini hanya

dilakukan jika jari-jari yang terpanjang terletak di tengah-tengah atau di

bagian tengah sirip. Pengukuran dilakukan mulai dari pertengahan dasar

sirip sampai ke ujung jari-jari tersebut. Jika jari-jari lain yang dimaksudkan

dan bukan jari-jari tengah maka hal ini harus dinyatakan.

Page 3: 4. Morfometrik Dan Meristik

59

l. Panjang jari-jari keras dan jari-jari lemah. Panjang jari-jari keras adalah

panjang pangkal yang sebenarnya sampai ke ujung bagian yang keras,

walaupun ujung ini masih disambung oleh bagian yang lemah atau

sambungan seperti rambut. Panjang jari-jari lemah diukur dari pangkal

sampai ke ujungnya.

m. Panjang kepala, adalah jarak antara ujung termuka dari kepala hingga

ujung terbelakang dari keping tutup insang. Beberapa peneliti melakukan

pengukuran sampai ke pinggiran terbelakang selaput yang melekat pada

tutup insang (membrana branchiostega) sehingga diperoleh panjang kepala

yang lebih besar.

n. Tinggi kepala, merupkan panjang garis tegak antara pertengahan pangkal

kepala dan pertengahan kepala di sebelah bawah.

o. Lebar kepala, merupakan jarak lurus terbesar antara kedua keping tutup

insang pada kedua sisi kepala.

p. Lebar / tebal badan, adalah jarak lurus terbesar antara kedua sisi badan.

q. Panjang hidung, merupakan jarak antara pinggiran terdepan dari hidung

atau bibir dan pinggiran rongga mata sebelah ke depan.

r. Panjang ruang antar mata, merupakan jarak antara pinggiran atas dari

kedua rongga mata (orbita).

s. Panjang bagian kepala di belakang mata, adalah jarak antara pinggiran

belakang dari orbita sampai pinggir belakang selaput keping tutup insang

(membrana branchiostega).

t. Tinggi bawah mata, merupakan jarak kecil antara pinggiran bawah orbita

dan rahang atas.

u. Tinggi pipi, merupakan jarak tegak antara orbita dan pinggiran bagian

depan keping tutup insang depan (os preoperculare).

v. Panjang antara mata dan sudut keping tutup insang depan (os

preoperculare), adalah panjang antara sisi rongga mata dengan sudut os

preoperculare. Pada saat pengukuran, senantiasa juga turut diukur panjang

duri yang mungkin ada pada sudut os preoperculare tersebut.

w. Panjang atau lebar mata, adalah panjang garis menengah orbita (rongga

mata).

x. Panjang rahang atas, adalah panjang tulang rahang atas yang diukur mulai

dari ujung terdepan sampai ujung terbelakang tulang rahang atas.

Page 4: 4. Morfometrik Dan Meristik

60

Gambar 21. Berbagai ukuran pada tubuh ikan. PT. Panjang total; PB. Panjang baku; PC. Panjang cagak; PK. Panjang kepala; A. Sirip dubur; C. Sirip ekor; D1. Sirip punggung depan; D2. Sirip punggung belakang; P. Sirip dada; V. Sirip perut; 1. Moncong; 2. Sungut; 3. Tutup insang; 4. Sisik pada linea lateralis; 5. Scute batang ekor; 6. Sisik di atas linea lateralis; 7. Sisik di bawah linea lateralis; 8. Sisik tambahan (auxillary scales); 9. Scute pada bagian perut; 10. Filamen (rambut) yang dapat bergerak sendiri; 11. Kell; 12. Sirip lemak; 13. Filamen (Affandi et al., 1992)

Page 5: 4. Morfometrik Dan Meristik

61

Gambar 22. Berbagai ukuran pada kepala ikan. a. Panjang hidung; b. Panjang kepala di belakang mata; c. Panjang antara mata dengan sudut os preoperculare; d. Tinggi pipi; e. Tinggi di bawah mata; f. Lebar mata; g. Panjang rahang atas; h. Panjang rahang bawah; i. Panjang di depan mata; j. Tinggi kepala; 1. Maxilla; 2. Premaxilla; 3. Dentary; 4. Hidung; 5. Os interoperculare; 6. Os preoperculare; 7. Os operculare; 8. Os suboperculare; 9. Membrana branchiostega (Affandi et al., 1992)

Page 6: 4. Morfometrik Dan Meristik

62

y. Panjang rahang bawah, adalah panjang tulang rahang bawah yang diukur

mulai dari ujung terdepan sampai pinggiran terbelakang pelipatan rahang.

z. Lebar bukaan mulut, merupakan jarak antara kedua sudut mulut jika mulut

dibuka selebar-lebarnya.

Selain pengukuran secara langsung, juga dilakukan nisbah atau

pembandingan beberapa ukuran tubuh seperti tersebut di bawah ini dan hasilnya

ditabulasikan seperti terlihat pada Tabel 5.

(a) Indeks panjang kepala, yaitu perbandingan antara panjang total dan

panjang kepala

(b) Indeks panjang bahu, yaitu perbandingan antara panjang total dan panjang

bahu

(c) Indeks tinggi badan, yaitu perbandingan antara panjang total dan tinggi

badan

(d) Indeks sirip punggung, yaitu perbandingan antara panjang total dan

panjang dasar sirip punggung

(e) Indeks sirip dubur, yaitu perbandingan antara panjang total dan panjang

dasar sirip dubur

(f) Indeks batang ekor (1), yaitu perbandingan antara panjang total dan

panjang batang ekor

(g) Indeks batang ekor (2), yaitu perbandingan antara panjang batang ekor dan

tinggi batang ekor

(h) Indeks tinggi kepala, yaitu perbandingan antara panjang kepala dan tinggi

kepala

(i) Indeks lebar mata, yaitu perbandingan antara panjang kepala dan lebar

mata

(j) Indeks rahang atas, yaitu perbandingan antara panjang kepala dan panjang

rahang atas

Page 7: 4. Morfometrik Dan Meristik

63

Tabel 5. Hasil pengukuran dan perbandingan berbagai ukuran pada tubuh ikan

No. Variabel Ukuran (mm) 1 Panjang total 2 Panjang baku 3 Panjang cagak 4 Tinggi badan 5 Tinggi batang ekor 6 Panjang batang ekor 7 Panjang dasar sirip punggung 8 Panjang dasar sirip dubur 9 Panjang di bagian muka sirip punggung 10 Tinggi sirip punggung 11 Tinggi sirip dubur 12 Panjang sirip dada 13 Panjang sirip perut 14 Panjang jari-jari sirip dada yang terpanjang 15 Panjang jari-jari keras 16 Panjang jari-jari lemah 17 Panjang kepala 18 Tinggi kepala 19 Lebar kepala 20 Lebar / tebal badan 21 Panjang hidung 22 Panjang ruang antar mata 23 Panjang bagian kepal di belakang mata

24 Tinggi bawah mata 25 Tinggi pipi 26 Panjang antara mata dan sudut preoperculare 27 Panjang / lebar mata 28 Panjang rahang atas 29 Panjang rahang bawah

30 Lebar bukaan mulut

No. Variabel Nisbah 1 Indeks panjang kepala 2 Indeks panjang bahu 3 Indeks tinggi badan 4 Indeks sirip punggung

5 Indeks sirip dubur 6 Indeks batang ekor (1) 7 Indeks batang ekor (2) 8 Indeks tinggi kepala 9 Indeks lebar mata 10 Indeks rahang atas

Page 8: 4. Morfometrik Dan Meristik

64

C. Meristik

Berbeda dengan karakter morfometrik yang menekankan pada pengukuran

bagian-bagian tertentu tubuh ikan, karakter meristik berkaitan dengan

penghitungan jumlah bagian-bagian tubuh ikan (counting methods). Variabel yang

termasuk dalam karakter meristik antara lain jumlah jari-jari sirip, jumlah sisik,

jumlah gigi, jumlah tapis insang, jumlah kelenjar buntu (pyloric caeca), jumlah

vertebra, dan jumlah gelembung renang (Hubbs dan Lagler, 1958; Parin, 1999).

1. Menghitung jari-jari sirip

Untuk menentukan rumus suatu sirip tertentu, terlebih dahulu harus

dicantumkan huruf kapital yang menentukan sirip yang dimaksud. Sirip punggung

disingkat dengan D, sirip ekor dengan C, sirip dubur dengan A, sirip perut dengan

V, dan sirip dada dengan P.

Menghitung jari-jari sirip yang berpasangan dilakukan pada sirip yang

terletak pada sisi sebelah kiri, kecuali jika ada ketentuan khusus. Pada saat

melakukan pemeriksaan, harus diingat bahwa ikan diletakkan dengan kepala

menghadap ke sebelah kiri dan perut mengarah ke bawah.

Jari-jari sirip dapat dibedakan atas dua macam, yaitu jari-jari keras dan jari-

jari lemah. Jari-jari keras tidak berbuku-buku, pejal (tidak berlubang), keras, dan

tidak dapat dibengkokkan. Jari-jari keras ini biasanya berupa duri, cucuk, atau

patil, dan berfungsi sebagai alat untuk mempertahankan diri.

Jari-jari lemah bersifat agak cerah, seperti tulang rawan, mudah

dibengkokkan, dan berbuku-buku atau beruas-ruas. Bentuknya berbeda-beda

tergantung pada jenis ikannya. Jari-jari lemah ini mungkin sebagian keras atau

mengeras, pada salah satu sisinya bergigi-gigi, bercabang, atau satu sama lain

saling berlekatan.

Perumusan jari-jari keras digambarkan dengan angka Romawi, walaupun

jari-jari itu pendek sekali atau rudimenter. Sirip punggung ikan yang terdiri dari 10

jari-jari keras maka rumusnya ditulis D.X.

Untuk jari-jari lemah, perumusan digambarkan dengan memakai angka

Arab (angka biasa). Jari-jari lemah yang mengeras, seperti yang terdapat pada

ikan mas (Cyprinus carpio carpio Linnaeus, 1758), harus digambarkan tersendiri

(Gambar 23-A). Jika pada ikan mas terdapat 4 jari-jari lemah yang mengeras dan

sekitar 16 – 22 jari-jari lemah, maka rumusnya harus ditulis D. 4.16 – 22.

Page 9: 4. Morfometrik Dan Meristik

65

Gambar 23. Jari-jari sirip (Andy Omar, 1987)

Page 10: 4. Morfometrik Dan Meristik

66

Cara perumusan semacam ini juga dipergunakan untuk menggambarkan

jumlah cabang jari-jari yang bersatu menjadi satu “jari-jari keras”. Jari-jari seperti

ini misalnya ditemukan pada ikan baung (Hemibagrus nemurus (Valenciennes,

1840)), ikan lundu (Mystus gulio (Hamilton, 1822)), dan sebagainya.

Jika pada satu sirip terdapat jari-jari keras dan jari-jari lemah maka jumlah

tiap-tiap jenis jari-jari harus digambarkan berdampingan. Pada Gambar 23-B

terlihat sirip punggung yang disusun oleh 10 – 12 jari-jari keras dan 12 – 15 jari-

jari lemah, maka rumusnya adalah D.X-XII.12-15.

Seandainya bagian sirip punggung pertama yang berjari-jari keras jelas

sekali terpisah dari bagian sirip punggung kedua yang berjari-jari lemah, atau

dengan kata lain terdapat dua buah sirip punggung, maka untuk ikan tersebut di

atas mempunyai rumus D1.X-XII. D2.12-15.

Pada Gambar 24 terlihat perbedaan antara jari-jari pokok dan jari-jari

cabang. Biasanya yang umum digambarkan adalah hanya jumlah pangkal jari-jari

yang nyata terlihat. Hal ini penting dilakukan karena cabang jari-jari tidak mudah

ditentukan dan jumlahnya pun berbeda-beda.

Untuk ikan-ikan dari famili Cyprinidae, jumlah jari-jari pokok senantiasa

sama dengan jumlah jari-jari bercabang ditambah dengan satu jari-jari tidak

bercabang, karena hanya satu jari-jari tidak bercabang yang begitu panjangnya

sehingga mencapai pinggiran atas dari keping sirip (Gambar 25). Jika yang

dimaksudkan hanya jumlah jari-jari yang bercabang saja, maka hal ini harus

dinyatakan pula.

Pada saat menghitung jumlah jari-jari yang tidak bercabang, harus selalu

diingat untuk menganggap satu jari-jari lemah yang secara morfologi agak

mengeras. Jari-jari bercabang adalah semua jari-jari yang mempunyai cabang,

walaupun terlihat kurang begitu jelas (Gambar 26).

Dua jari-jari yang terakhir pada sirip punggung dan sirip dubur dihitung

sebagai satu jari-jari pokok. Jari-jari pokok yang terakhir ini sering tampak sebagai

dua duri yang berdekatan. Cara menghitung seperti ini biasa dilakukan pada

penghitungan jari-jari yang nyata bercabang. Sebaliknya cara ini tidak dapat

dipakai pada ikan yang berjari-jari tidak bercabang.

Rumus sirip ekor biasanya menggambarkan jumlah jari-jari pokok. Pada

ikan yang sirip ekornya berjari-jari yang bercabang maka jumlah jari-jari sirip ini

ditetapkan sebanyak jumlah jari-jari yang bercabang ditambah dua.

Page 11: 4. Morfometrik Dan Meristik

67

Gambar 24. Jari-jari pokok dan jari-jari cabang (Andy Omar, 1987)

Gambar 25. Jumlah jari-jari pokok (Andy Omar, 1987)

Gambar 26. Perbedaan jari-jari pada sirip ikan (Andy Omar, 1987)

Page 12: 4. Morfometrik Dan Meristik

68

Pada sirip yang berpasangan, semua jari-jari dihitung, termasuk yang

terkecil dan terletak pada sisi paling bawah atau paling sebelah dalam dari

pangkal sirip. Kadang-kadang untuk keperluan ini digunakan sebuah kaca

pembesar. Seringkali jari-jari yang kecil kadang-kadang merapat pada jari-jari

yang besar, sehingga harus dipisahkan terlebih dahulu sebelum menghitung

jumlah jari-jari. Jari-jari kecil ini ikut dihitung jika kita menghitung jumlah jari-jari

sirip dada, tetapi untuk sirip perut tidak perlu.

Jika kedua sirip perut bertaut menjadi satu sirip perut maka biasanya hal ini

dapat diketahui. Kedua sirip asal masih terlihat jelas karena bersatu kurang

lengkap atau kelihatan simetri pada kedua bagian yang membentuknya. Pada

keadaan tersebut di atas ini, jumlah jari-jari sirip hanya dihitung pada salah satu

bagian saja.

Pada ikan-ikan yang bersirip perut kurang sempurna, kadang-kadang satu

jari-jari mengeras hanya ada sebagai suatu penunjang yang terletak di bawah

selaput pembungkus dari jari-jari lemah pertama. Dengan menggunakan kaca

pembesar, hal ini dapat diketahui karena adanya buku-buku pada jari-jari tersebut

dan struktur kembar secara keseluruhan.

2. Menghitung jumlah sisik

Garis rusuk dibentuk oleh sisik-sisik yang berlubang atau berpori. Di bawah

sisik ini terletak seutas urat syaraf yang disebut neuromast. Jika garis rusuk tidak

ada maka dihitung jumlah sisik pada garis dimana biasa garis rusuk berada.

Penghitungan berakhir pada permulaan pangkal ekor, atau pada ruas tulang

belakang bagian ekor yang terakhir. Tempat ini dengan mudah dapat ditetapkan

yaitu dengan cara menggoyang-goyangkan sirip ekor, dan pada pelipatan pangkal

sirip ekor itu terletak ruas tulang belakang yang dimaksud. Sisik yang berada di

atas pelipatan ini tidak ikut dihitung, demikian juga sisik pada pangkal sirip ekor,

walaupun sisik-sisik ini berlubang. Sisik garis rusuk yang paling depan ialah sisik

di belakang lengkung bahu yang sama sekali tidak menyentuh lagi lengkung bahu

ini.

Ada tiga cara yang dapat digunakan untuk menghitung sisik-sisik di atas

dan di bawah garis rusuk, yaitu:

- dengan cara menjatuhkan garis tegak dari permulaan sirip punggung

pertama (D1) sampai ke pertengahan dasar sirip perut, kemudian

Page 13: 4. Morfometrik Dan Meristik

69

menghitung jumlah sisik-sisik yang dilalui oleh garis tersebut (lihat

Gambar 27-A).

- jika cara di atas tidak mungkin dilakukan karena garis tersebut melalui

dasar sirip perut, maka harus diambil garis tegak dari ujung dasar sirip

perut sampai ke punggung dan kemudian menghitung jumlah sisik-sisik

yang dilalui oleh garis ini (lihat Gambar 27-B).

- cara yang lain yaitu jumlah sisik di atas garis rusuk dihitung mulai dari

permulaan sirip punggung pertama terus ke bawah dan ke belakang,

sedangkan untuk jumlah sisik di bawah garis rusuk dimulai pada

permulaan sirip dubur dan dihitung miring naik ke atas dan ke muka

(Gambar 27-C).

Pada penghitungan jumlah sisik-sisik seperti tersebut di atas ini, jumlah

sisik pada garis rusuk sendiri tidak ikut dihitung.

Jumlah sisik di muka sirip punggung adalah jumlah semua sisik yang

dikenai oleh garis yang ditarik dari permulaan sirip punggung sampai ke belakang

kepala. Biasanya sisik ini dihitung pada ikan yang garis pangkal kepalanya

merupakan garis perbatasan antara kuduk yang bersisik dan kepala yang tidak

bersisik. Jumlah baris sisik di muka sirip punggung (biasanya lebih kecil daripada

jumlah sisik di muka sirip punggung) adalah jumlah baris sisik pada suatu sisi dari

garis antara permulaan sirip punggung dengan kuduk.

Untuk mengetahui jumlah sisik pipi, terlebih dahulu dibuat sayatan garis

yang ditarik dari mata ke sudut keping tulang insang depan atau os preoperculare.

Selanjutnya, jumlah sisik pipi adalah jumlah baris sisik yang melewati garis

sayatan tersebut (Gambar 28).

Jumlah sisik di sekeliling badan dapat diketahui dengan cara menghitung

jumlah semua sisik yang dikenai oleh suatu garis yang mengelilingi badan dan

terletak di muka sirip punggung. Jumlah sisik ini sangat penting untuk digunakan

dalam mengidentifikasi famili Cyprinidae.

Jumlah sisik batang ekor adalah jumlah sisik yang dikenai oleh suatu garis

yang mengelilingi batang ekor.

Page 14: 4. Morfometrik Dan Meristik

70

Gambar 27. Sisik di atas dan di bawah garis rusuk (Andy Omar, 1987)

Gambar 28. Sisik pada pipi (Andy Omar, 1987)

Page 15: 4. Morfometrik Dan Meristik

71

3. Jumlah finlet

Finlet merupakan sirip-sirip tambahan rudimenter yang terpisah-pisah dan

terletak di belakang sirip punggung dan sirip dubur. Contoh ikan yang mempunyai

finlet di antaranya adalah ikan tenggiri (Scomberomorus commerson (Lacepède,

1800)) dan ikan layang (Decapterus russeli (Rüppel, 1830)). Jumlah finlet perlu

diketahui karena sangat penting untuk identifikasi.

4. Insang

Insang terdiri dari tapis insang, tulang lengkung insang, dan lembaran atau

daun insang. Lengkung insang terdiri dari lengkung atas dan lengkung bawah.

Untuk identifikasi biasanya digunakan jumlah tapis insang pada lengkung insang

yang pertama pada satu sisi badan, kecuali jika ada ketentuan lain. Jumlah tapis

insang ialah jumlah seluruh tapis insang pada lengkung insang pertama pada satu

sisi badan, termasuk yang rudimenter.

5. Organ-organ Dalam

Beberapa organ dalam sebagai ciri taksonomis dapat dijadikan pegangan

untuk kepentingan identifikasi. Organ-organ dalam tersebut di antaranya adalah

jumlah vertebra, jumlah pilorik kaeka (pyloric caeca), bentuk gelembung renang

(vesica natatoria), dan posisi gelembung renang.

D. Soal-soal Latihan

Setelah membaca materi di atas, bentuklah kelompok diskusi (5 orang per

kelompok), kemudian masing-masing kelompok mempresentasikan selama 10

menit tugas di bawah ini.

1. Deskripsi ikan betok (Anabas testudineus (Bloch, 1792)) adalah sebagai

berikut: jari-jari keras sirip punggung: 16 - 20; jari-jari lemah sirip punggung:

7-10; jari-jari keras sirip dubur 9 - 11; dan jari-jari lemah sirip dubur: 8 - 11.

Setiap kelompok membuat rumus jari-jari sirip ikan tersebut.

2. Rumus jari-jari sirip ikan Eleutheronema tetradactylum (Shaw, 1804) berikut

ini: D. VIII; I-II, 13-15 A. I-II, 15-17 TL 2000. Jelaskan kesimpulan kelompok

masing-masing

Page 16: 4. Morfometrik Dan Meristik

72

E. Daftar Pustaka

Affandi, R., D.S. Sjafei, M.F. Rahardjo, dan Sulistiono. 1992. Iktiologi. Suatu

Pedoman Kerja Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Alamsjah, Z. 1974. Ichthyologi I. Departemen Biologi Perairan. Fakultas

Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Alamsjah, Z. dan M.F. Rahardjo. 1977. Penuntun Untuk Identifikasi Ikan.

Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Allen, G.R. 1985. FAO Species Catalogue. Volume 6. Snappers of the World. An

Annotated and Illustrated Catalogue of Lutjanid Species Known to Date. FAO Fisheries Synopsis No. 125, Volume 6. Food and Agriculture Organization of the United Nations. Rome.

Andy Omar, S. Bin. 1987. Penuntun Praktikum Sistematika Dasar. Jurusan

Perikanan Universitas Hasanuddin, Ujungpandang. Bond, C.E. 1979. Biology of Fishes. W.B. Saunders Company, Philadelphia. Carpenter, K.E. and V.H. 1998. FAO Species Identification Guide for Fishery

Purposes. The Living Marine Resources of the Western Central Pacific. Volume 2. Cephalopods, Crustaceans, Holothurians and Sharks. Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome.

Carpenter, K.E. and V.H. 1999. FAO Species Identification Guide for Fishery

Purposes. The Living Marine Resources of the Western Central Pacific. Volume 3. Batoid Fishes, Chimaeras and Bony Fishes Part 1 (Elopidae to Linophrynidae). Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome.

Carpenter, K.E. and V.H. 1999. FAO Species Identification Guide for Fishery

Purposes. The Living Marine Resources of the Western Central Pacific. Volume 4. Bony Fishes Part 2 (Mugilidae to Carangidae). Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome.

Carpenter, K.E. and V.H. 2001. FAO Species Identification Guide for Fishery

Purposes. The Living Marine Resources of the Western Central Pacific. Volume 5. Bony Fishes Part 3 (Menidae to Pomacentridae). Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome.

Carpenter, K.E. and V.H. 2001. FAO Species Identification Guide for Fishery

Purposes. The Living Marine Resources of the Western Central Pacific. Volume 6. Bony Fishes Part 4 (Labridae to Latimeriidae). Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome.

Page 17: 4. Morfometrik Dan Meristik

73

Direktorat Jenderal Perikanan. 1979. Buku Pedoman Pengenalan Sumber Perikanan Laut. Bagian I (Jenis-jenis Ikan Ekonomis Penting). Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian, Jakarta.

Hubbs, C.L. and K.F. Lagler. 1958. Fishes of the Great Lakes Region. University

of Michigan Press, Ann Arbor, Michigan. Kent, G.G. 1954. Comparative Anatomy of the Vertebrates. McGraw Hill Book

Company, Inc., New York. Kottelat, M., A.J. Whitten, S.N. Kartikasari, and S. Wirjoatmodjo. 1993. Freshwater

Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Periplus Editions Limited, Hong Kong.

Lagler, K.F., J.E. Bardach, R.R. Miller, and D.R.M. Passino. 1977. Ichthyology.

Second edition. John Wiley and Sons, Inc., New York. Moyle, P.B. and J.J. Cech, Jr. 1988. Fishes. An Introduction to Ichthyology.

Second edition. Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey. Nikolsky, C.V. 1963. The Ecology of Fishes. Academic Press, London. Parin, N.V. 1999. Exocoetidae, pp. 2162-2179. In Carpenter, K.E. and V.H. 1999.

FAO Species Identification Guide for Fishery Purposes. The Living Marine Resources of the Western Central Pacific. Volume 4. Bony Fishes Part 2 (Mugilidae to Carangidae). Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome.

Rahardjo, M.F. 1980. Ichthyologi. Departemen Biologi Perairan. Fakultas

Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Jilid 1 dan 2. Bina Cipta,

Jakarta. Scott, J.S. 1959. An Introduction to the Sea Fishes of Malaya. Ministry of

Agriculture, Federation of Malaya. Sjafei, D.S., M.F. Rahardjo, R. Affandi, dan M. Brodjo. 1989. Bahan Pengajaran

Sistematika Ikan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor, Bogor.