4 isolasi sosial

46
LAPORAN PENDAHULUAN ISOLASI SOSIAL 1.1. Diagnosa Menarik diri : Isolasi Sosial 1.2. Tinjauan Teori 1.2.1. Pengertian Isolasi sosial merupakan kondisi ketika individu atau kelompok mengalami, atau merasakan kebutuhan, atau keinginan untuk lebih terlibat dalam aktivitas bersama orang lain, tetapi tidak mampu mewujudkannya (Carpenito, 2009). Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Individu mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 2006). 1.2.2. Rentang Respon Marah Adapun rentang sosial dari adaptif sampai terjadi respon yang maladaptif (Stuart & Sundeen, 2006), yaitu : Respon Adaptif Respon Maladaptif 1

Upload: dhya-calonnurseprofesional

Post on 23-Jan-2016

43 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

isos

TRANSCRIPT

Page 1: 4 isolasi sosial

LAPORAN PENDAHULUAN

ISOLASI SOSIAL

1.1. Diagnosa

Menarik diri : Isolasi Sosial

1.2. Tinjauan Teori

1.2.1. Pengertian

Isolasi sosial merupakan kondisi ketika individu atau kelompok

mengalami, atau merasakan kebutuhan, atau keinginan untuk lebih terlibat

dalam aktivitas bersama orang lain, tetapi tidak mampu mewujudkannya

(Carpenito, 2009).

Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami

penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan

orang lain disekitarnya. Individu mungkin merasa ditolak, tidak diterima,

kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang

lain (Stuart & Sundeen, 2006).

1.2.2. Rentang Respon Marah

Adapun rentang sosial dari adaptif sampai terjadi respon yang maladaptif

(Stuart & Sundeen, 2006), yaitu :

Respon Adaptif Respon

Maladaptif

Menyendiri Merasa sendiri Manipulasi

Otonomi Menarik diri Impulsif

Bekerjasama Tergantung Narcissisme

Saling tergantung

Gambar 1. Rentang respon sosial

1

Page 2: 4 isolasi sosial

1.2.3. Perilaku Yang Berhubungan Dengan Diagnosis

Respon adaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan dengan cara

yang dapat diterima oleh norma-norma masyarakat. Menurut Sujono &

Teguh (2009) respon adaptif meliputi :

a. Solitude atau menyendiri

Respon yang dilakukan individu untuk merenungkan apa yang

telah terjadi atau dilakukan dan suatu cara mengevaluasi diri dalam

menentukan rencana-rencana.

b. Autonomy atau otonomi

Kemampuan individu dalam menentukan dan menyampaikan

ide, pikiran, perasaan dalam hubungan sosial. Individu mampu

menetapkan untuk interdependen dan pengaturan diri.

c. Mutuality atau kebersamaan

Kemampuan individu untuk saling pengertian, saling memberi,

dan menerima dalam hubungan interpersonal.

d. Interdependen atau saling ketergantungan

Suatu hubungan saling ketergantungan saling tergantung antar

individu dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal.

Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan

masalah dengan cara-cara yang bertentangan dengan norma-norma agama

dan masyarakat. Menurut Sujono & Teguh (2009) respon maladaptif

tersebut adalah :

a. Manipulasi

Gangguan sosial dimana individu memperlakukan orang lain

sebagai obyek, hubungan terpusat pada masalah mengendalikan orang

lain dan individu cenderung berorientasi pada diri sendiri. Tingkah laku

mengontrol digunakan sebagai pertahanan terhadap kegagalan atau

frustasi dan dapat menjadi alat untuk berkuasa pada orang lain.

b. Impulsif

Respon sosial yang ditandai dengan individu sebagai subyek

yang tidak dapat diduga, tidak dapat dipercaya, tidak mampu

merencanakan, tidak mampu untuk belajar dari pengalaman dan miskin

penilaian.

Page 3: 4 isolasi sosial

c. Narkisisme

Respon sosial ditandai dengan individu memiliki tingkah laku

egosentris, harga diri yang rapuh, terus menerus berusaha mendapatkan

penghargaan dan mudah marah jika tidak mendapat dukungan dari

orang lain.

Sedangkan gangguan hubungan sosial yang sering terjadi pada

rentang respon maladaptif (Stuart & Sundeen, 2006), yaitu :

a. Menarik diri ; individu menemukan kesulitan dalam

membina hubungan dengan orang lain.

b. Tergantung (dependen) ; individu sangat tergantung

dengan orang lain, individu gagal mengembangkan rasa percaya diri.

c. Manipulasi ; Individu tidak dapat dekat dengan orang

lain, orang lain hanya sebagai objek.

d. Curiga ; tertanam rasa tidak percaya terhadap orang lain

dan lingkungan.

1.2.4. Faktor predisposisi dan faktor prespitasi

Menurut Stuart dan Sundeen, perilaku menarik diri dipengaruhi

oleh faktor predisposisi atau faktor yang mungkin mempengaruhi

terjadinya gangguan jiwa.

a. Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi yaitu faktor yang bisa menimbulkan respon sosial

yang maladaptif. Faktor yang mungkin mempengaruhi termasuk :

1). Perkembangan

Tiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan

mencetuskan seseorang akan mempunyai masalah respon

maladaptif.

2. biologik

Adanya keterlibatan faktor genetik, status gizi, kesehatan umum

yang lalu dan sekarang.Ada bukti terdahulu tentang terlibatnya

neurotransmiter dalam perkembangan gangguan ini, tetepi masih

perlu penelitian.

Page 4: 4 isolasi sosial

3. Sosiokultural

Isolasi karena mengadopsi norma, prilaku dan sistem nilai yang

berbeda dari kelompok budaya mayoritas, seperti tingkat

perkembangan usia, kecacatan, penyakit kronik, pendidikan,

pekerjaan dan lain-lain.

b. Faktor Presipitasi

Stressor pencetus pada umumnya mencakup kejadian kehidupan yang

penuh stress yang mempengaruhi kemampuan individu untuk

berhubungan dengan orang lain dan menyebabkan ansietas.

Stressor pencetus dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu :

1). Stressor sosiokultural

Menurunnya stabilitas keluarga dan berpisah dari orang yang

berarti, misalnya perceraian, kematian, perpisahan kemiskinan,

konflik sosial budaya (peperangan, kerusuhan, kerawanan) dan

sebagainya.

2). Stressor Psikologik

Ansietas berat yang berkepanjangan dan bersamaan dengan

keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya, misalnya perasaan

cemas yang mengambang, merasa terancam.

Page 5: 4 isolasi sosial

1.3. Patofisiologi

Pohon masalah pada klien dengan Isolasi sosial : menarik diri, yaitu:

Akibat

Penyebab

Penyebab

Gambar 2. Pohon masalah isolasi sosial : menarik diri (Keliat, B. A., 2005)

1.4. Data Yang Perlu Di Kaji

1. Pengkajian

a. Identitas klien

1) Perawat yang merawat melakukan kontak dengan klien

tentang : nama klien, nama panggilan klien, nama perawat,

Ketidakefektifan koping keluarga: ketidakmampuan

keluarga merawat klien di rumah

Gangguan konsep diri:Harga diri rendah kronis

Isolasi sosial: menarik diriMasalah utama

Defisit perawatan diri: Mandi dan

berhias

Gangguan pemeliharaan

kesehatan

Gangguan sensori/persepsi:

halusinasi pendengaran

Ketidakefektifan penatalaksanaan

program terapeutik

Risiko perilaku kekerasan terhadap

diri sendiri

Page 6: 4 isolasi sosial

panggilan perawat, tujuan, waktu, tempat pertemuan, topik

pembicaraan.

2) Usia

3) Nomor rekam medik

4) Perawat menuliskan sumber data yang didapat

b. Keluhan

utama/alasan masuk

Menanyakan pada klien atau keluarga penyebab klien datang ke rumah

sakit saat ini dan bagaimana koping keluarga yang sudah dilakukan

untuk mengatasi masalah ini dan bagaimana hasilnya.

c. Faktor predisposisi

Tanyakan pada klien / keluarga, apakah klien pernah mengalami

gangguan jiwa di masa lalu, pernah melakukan, mengalami,

menyaksikan penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan,

kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal, baik itu yang

dilakukan, dialami , disaksikan oleh orang lain, apakah ada anggota

keluarga yang mengalami gangguan jiwa, pengalaman yang tidak

menyenangkan.

d. Aspek fisik

Meliputi pengukuran tanda vital, tinggi badan, berat badan dan adanya

keluhan fisik, misalnya tampak lemah, letih dan sebagainya.

e. Aspek psikososial

1). Membuat genogram yang memuat minimal 3 generasi yang

menggambarkan hubungan klien dengan keluarganya yang terkait

dengan komunikasi, pengambilan keputusan, pola asuh,

pertumbuhan individu dan keluarga.

2). Konsep diri, meliputi :

Kaji lebih dalam secara bertahap dengan komunikasi yang sering

dan singkat, meliputi :

a). Citra tubuh

Tanyakan dan observasi persepsi pasien terhadap tubuhnya,

bagian tubuh yang disukai dan tidak disukai.

b). Identitas diri

Page 7: 4 isolasi sosial

Tanyakan dan observasi tentang status dan posisi klien

sebelum dirawat, kepuasan klien terhadap status dan

posisinya (sekolah, tempat kerja, kelompok), kepuasan klien

sebagai perempuan atau laki-laki.

c). Peran

Tanyakan tentang tugas / peran yang diemban dalam

keluarga/kelompok, kemampuan klien dalam melaksanakan

tugas / peran.

d). Ideal diri

Tanyakan tentang harapan terhadap tubuh; posisi, status,

tugas/peran dan harapan klien terhadap lingkungan (keluarga,

sekolah, tempat kerja, masyarakat).

e). Harga diri.

Tanyakan dan nilai melalui observasi lingkungan hubungan

klien dengan orang lain sesuai dengan kondisi no. 2). (a), (b),

(c) dan penilaian/penghargaan orang lain terhadap diri dan

kehidupannya.

3). Hubungan sosial (di rumah dan di rumah sakit)

a). Tanyakan pada klien / keluarga siapa orang yang

paling berarti dalam kehidupannya, tempat mengadu, tempat

bicara, minta bantuan atau sokongan.

b). Tanyakan pada klien / keluarga, kelompok apa saja

yang diikuti dalam masyarakat.

c). Tanyakan pada klien / keluarga pada klien sejauh

mana klien terlibat dalam kelompok di masyarakat.

4). Spiritual, meliputi pandangan, nilai dan keyakinan klien terhadap

gangguan jiwa sesuai dengan agama yang dianut, kegiatan ibadah

yang biasa dilakukan di rumah.

f. Status mental

Nilai aspek-aspek meliputi :

1). Penampilan (rapi / tidak) , penggunaan dan cara berpakaian.

2). Pembicaraan; cepat, keras, gagap, membisu, apatis, lambat,

inkoheren, atau tidak dapat memulai pembicaraan.

Page 8: 4 isolasi sosial

3). Aktifitas motorik; tampak adanya kelesuan, ketegangan,

kegelisahan, agitasi, tik (gerakan involunter pada otot), grimasen

(gerakan otot muka yang berubah-ubah yang tidak dapat dikontrol

klien), tremor atau kompulsif.

4). Alam perasaan; sedih, gembira, putus asa, ketakutan, atau

khawatir.

5). Afek; datar, tumpul, labil, tidak sesuai.

6). Interaksi selama wawancara; bermusuhan, tidak kooperatif,

kontak mata kurang, defensif, curiga atau mudah tersinggung.

7). Persepsi; menentukan adanya halusinasi dan jenisnya.

8). Proses pikir; sirkumstansial (pembicaraan berbelit-belit, tapi

sampai pada tujuan pembicaraan), tangensial (pembicaraan

berbelit-belit tidak sampai pada tujuan pembicaraan), kehilangan

asosiasi (pembicaraan yang tidak ada hubungan satu dengan yang

lainnya), flight of ideas (pembicaraan yang meloncat-loncat),

blocking (pembicaraan terhenti sejenak tanpa gangguan eksternal,

kemudian dilanjutkan kembali), perseverasi (pembicaraan yang

diulang berkali-kali).

9). Isi pikir; obsesi (pikiran yang selalu muncul walaupun klien

berusaha menghilangkannya), phobia (ketakutan patologis pada

objek / situasi tertentu), hipokondria (keyakinan terhadap adanya

gangguan organ di dalam tubuh yang sebenarnya tidak ada),

depersonalisasi (merasa asing terhadap diri sendiri, orang lain atau

lingkungan), ide yang terkait (keyakinan klien terhadap kejadian

yang banyak di lingkungan yang bermakna dan terkait pada

dirinya), pikiran magis dan waham.

10).Tingkat kesadaran; bingung, sedasi, stupor, orientasi waktu,

tempat dan orang.

11).Memori; adanya gangguan daya ingat jangka panjang, gangguan

daya ingat jangka pendek, gangguan daya ingat saat ini,

konfabulasi.

12).Tingkat konsentrasi dan berhitung; perhatian klien yang mudah

dialihkan, tidak mampu memperbaiki, tidak mampu berhitung.

Page 9: 4 isolasi sosial

13).Kemampuan penilaian; gangguan penilaian ringan dan gangguan

kemampuan penilaian bermakna.

14).Daya tilik diri; pengingkaran terhadap penyakit yang diderita,

menyalahkan hal-hal di luar dirinya.

g. Kebutuhan persiapan pulang

Observasi kemampuan klien akan; makan, BAB/BAK, mandi,

berpakaian, istirahat dan tidur, penggunaan obat, pemeliharaan

kesehatan, aktifitas di dalam dan di luar rumah

h. Mekanisme koping

Kaji koping adaptif ataupun maladaptif yang biasa digunakan

klien dengan menarik diri, seperti regresi (kemunduran ke tingkat

perkembangan yang lebih rendah dengan respon yang kurang matang),

represi (koping yang menekan keadaan yang tidak menyenangkan ke

alam bawah sadar), isolasi (respon memisahkan diri dari lingkungan

sosial).

i. Aspek medik

Jenis obat-obatan klien saat ini, baik obat fisik, psikofarmaka dan

terapi lainnya.

Data yang didapat dapat dikelompokkan menjadi 2 macam, yaitu

data objektif dan subjektif. Data objektif ditemukan secara nyata dan

didapatkan melalui observasi atau pemeriksaan langsung, sedangkan

data subjektif merupakan data yang disampaikan oleh klien secara lisan

dan keluarga yang didapat melalui wawancara perawat kepada klien

dan keluarga.

1.5. Penentuan Diagnosis Keperawatan

1.5.1. Batasan karakteristik

1. Aspek fisik, antara lain tekanan darah meningkat kulit

muka merah, pandangan mata tajam, otot tegang, denyut nadi

meningkat, pupil dilatasi, frekuensi BAK meningkat.

2. Aspek emosi, antara lain emosi labil, tak sabar, ekspresi

muka tampak tegang, bicara dengan nada suara tinggi, suka

berdebat, klien memaksanakan kehendak.

Page 10: 4 isolasi sosial

3. Aspek perubahan perilaku, antara lain agresif menarik

diri, bermusuhan sinis, curiga, psikomotor meningkat, nada bicara

keras dan kasar .

1.5.2. Tanda mayor

1. Tidak mau bergaul

2. Tidak mau merawat diri

3. Curiga

1.5.3. Tanda minor

1. Simptomatologi psikotik (halusinasi : auditori, visual, perintah,

paranoid, delusi, kehilangan, rambling atau proses pikir tak logis)

2. Riwayat penyalah gunaan obat/alcohol

3. Bahasa tubuh (acuh tak acuh pada lingkungan sekitar)

4. Kerusakan kognisi (tidak mampu belajar, gangguan penurunan

perhatian, penurunan fungsi intelektual)

1.6. Rencana Tindakan Keperawatan

Keliat, B. A. (2005) merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan

gangguan isolasi sosial : menarik diri, mencakup beberapa aspek,sebagai

berikut :

a. Isolasi sosial

b. Gangguan konsep diri : harga diri rendah

c. Perubahan persepsi sensori : halusinasi

d. Koping individu tidak efektif

e. Defisit perawatan diri

f. Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan

1.6.1. Tujuan dan tindakan keperawatan pada klien

Menurut (Workshop Standar Asuhan & Bimbingan Keperawatan

Jiwa RSJ Prof. Dr. Soeroyo Magelang, 2007) strategi pelaksanaan

tindakan keperawatan menggunakan SP, yaitu :

a. Diagnosa 1. Isolasi Sosial

Tujuan:

Dapat berinteraksi dengan orang lain secara bertahap

Page 11: 4 isolasi sosial

I. Pasien

SP 1 (pasien) :

1.1. Membina hubungan saling percaya

1.2. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosia pasien.

1.3. Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi

dengan orang lain.

1.4. Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian tidak berinteraksi

dengan orang lain.

1.5. Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan satu orang.

1.6. Menganjurkan pasien memasukan kegiatan latihan berbincang-

bincang dengan orang lain dalam kegiatan harian.

SP 2 (pasien) :

2.1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.

2.2. Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekan cara

berkenalan dengan dua orang.

2.3. Membantu pasien memasukan kegiatan berbincang-bincang

dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan harian.

SP 3 (pasien) :

3.1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.

3.2. Memberikan kesempatan kepada pasien berkenalan dengan

dua orang atau lebih.

3.3. Menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal kegiatan

harian.

II. Keluarga

SP 1 (keluarga) :

1.1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam

merawat pasien.

1.2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial yang

dialami pasien beserta proses terjadinya.

1.3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien isolasi sosial

SP 2 (keluarga) :

2.1. Melatih keluarga mempraktekan cara merawat pasien dengan

isolasi sosial.

Page 12: 4 isolasi sosial

2.2. Melatih keluarga cara merawat langsung kepada pasien isolasi

sosial.

SP 3 (keluarga) :

3.1. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah

termasuk minum obat (discharge planning).

3.2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang.

b. Diagnosa 2. Perubahan konsep diri :

harga diri rendah

Tujuan:

Pasien mempunyai konsep diri yang positif

I. Pasien

SP 1 (Pasien)

1.1. Mengidenfikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki

pasien.

1.2. Membantu pasien menilai kemampuan pasien yang masih

dapat digunakan.

1.3. Membantu pasien memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai

dengan kemampuan pasien.

1.4. Melatih pasien kegiatan yang dipilih sesuai kemampuan.

1.5. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan

harian.

SP 2 (Pasien)

2.1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.

2.2. Melatih kegiatan kedua (atau selanjutnya) yang dipilih sesuai

kemampuan

2.3. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan

harian.

II. Keluarga

SP 1 (Keluarga)

1.1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam

merawat pasien

Page 13: 4 isolasi sosial

1.2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala harga diri rendah

yang dialami pasien beserta proses terjadinya

1.3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien harga diri rendah

SP 2 (Keluarga)

2.1. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan

harga diri rendah

2.2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada

pasien harga diri rendah

SP 3 (Keluarga)

3.1. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah

termasuk minum obat (Discharge planning)

3.2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang

c. Diagnosa 3. Perubahan persepsi sensori :

halusinasi

Tujuan :

Pasien dapat mengontrol halusinasinya.

I. Pasien

SP 1 (Pasien)

1.1. Mengidentifikasi jenis halusinasi pasien

1.2. Mengidentifikasi isi halusinasi pasien

1.3. Mengidentifikasi waktu halusinasi pasien

1.4. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi pasien

1.5. Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi

1.6. Mengidentifikasi respons pasien terhadap halusinasi

1.7. Melatih pasien cara kontrol halusinasi dengan menghardik

1.8. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan

harian

SP 2 (Pasien)

2.1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.

2.2. Melatih pasien cara kontrol halusinasi dengan berbincang

dengan orang lain

2.3. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan

Page 14: 4 isolasi sosial

harian

SP 3 (Pasien)

3.1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.

3.2. Melatih pasien cara kontrol halusinasi dengan kegiatan (yang

biasa dilakukan pasien).

3.3. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan

harian.

SP IV (Pasien)

4.1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.

4.2. Menjelaskan cara kontrol halusinasi dengan teratur minum

obat (prinsip 5 benar minum obat)

4.3. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan

harian

II. Keluarga

SP 1 (Keluarga)

1.1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam

merawat pasien

1.2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala halusinasi, dan jenis

halusinasi yang dialami pasien beserta proses terjadinya

1.3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien halusinasi

SP 2 (Keluarga)

2.1. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan

halusinasi

2.2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada

pasien halusinasi

SP 3 (Keluarga)

3.1. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah

termasuk minum obat (discharge planning)

3.2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang

d. Diagnosa 4. Koping individu tidak efektif

Tujuan :

Koping individu kembali efektif

I. Pasien

Page 15: 4 isolasi sosial

SP 1 (Pasien)

1.1. Identifikasi koping yang selama ini digunakan.

1.2. Membantu menilai koping yang biasa digunakan.

1.3. Mengidentifikasi cita-cita atau tujuan yang realistis.

1.4. Melatih koping: berbincang / assertif technics (meminta,

menolak, dan mengungkapkan / membicarakan masalah secara

baik).

1.5. Membimbing memasukkan dalam jadwal kegiatan.

SP 2 (Pasien)

2.1. Validasi masalah dan latihan sebelumnya.

2.2. Melatih koping: beraktivitas.

2.3. Membimbing memasukkan dalam jadwal kegiatan.

SP 3 (Pasien)

3.1. Validasi masalah dan latihan sebelumnya.

3.2. Melatih koping: olah raga.

3.3. Membimbing memasukkan dalam jadwal kegiatan.

SP 4 (Pasien)

4.1. Validasi masalah dan latihan sebelumnya.

4.2. Melatih koping: relaksasi.

4.3. Membimbing memasukkan dalam jadwal kegiatan.

II. Keluarga

SP 1 (Keluarga)

1.1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam

merawat pasien

1.2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala koping individu

inefektif yang dialami pasien beserta proses terjadinya

1.3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien koping individu

inefektif

SP 2 (Keluarga)

2.1. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien koping

individu inefektif

2.2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung pasien

koping individu inefektif

Page 16: 4 isolasi sosial

SP 3 (Keluarga)

3.1. Membantu keluarga membuat jadual aktivitas di rumah

termasuk minum obat

3.2. Mendiskusikan sumber rujukan yang bisa dijangkau oleh

keluarga.

e. Diagnosa 5. Defisit perawatan diri

Tujuan:

Pasien dapat mandiri melakukan perawatan diri

I. Pasien

SP 1 (Pasien)

1.1. Menjelaskan pentingnya kebersihan diri

1.2. Menjelaskan cara menjaga kebersihan diri

1.3. Melatih pasien cara menjaga kebersihan diri

1.4. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan

harian

SP 2 (Pasien)

2.1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.

2.2. Menjelaskan cara makan yang baik

2.3. Melatih pasien cara makan yang baik

2.4. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan

harian.

SP 3 (Pasien)

3.1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.

3.2. Menjelaskan cara eliminasi yang baik

3.3. Melatih cara eliminasi yang baik.

3.4. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan

harian.

SP 4 (Pasien)

4.1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.

4.2. Menjelaskan cara berdandan

4.3. Melatih pasien cara berdandan

Page 17: 4 isolasi sosial

4.4. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan

harian.

II. Keluarga

SP 1 (Keluarga)

1.1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam

merawat pasien

1.2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala defisit perawatan diri

dan jenis defisit perawatan diri yang dialami pasien beserta

proses terjadinya

1.3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien defisit perawatan diri

SP 2 (Keluarga)

2.1. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan

defisit perawatan diri

2.2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada

pasien defisit perawatan diri

SP 3 (Keluarga)

3.1. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah

termasuk minum obat (Discharge planning)

3.2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang

f. Diagnosa 6. Resiko tinggi mencederai diri, orang lain

dan lingkungan

Tujuan:

Pasien dapat mengontrol resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan

lingkungan.

I. Pasien

SP 1 (Pasien)

1.1. Mengidentifikasi penyebab PK

1.2. Mengidentifikasi tanda dan gejala PK

1.3. Mengidentifikasi PK yang dilakukan

1.4. Mengidentifikasi akibat PK

1.5. Mengajarkan cara mengontrol PK

Page 18: 4 isolasi sosial

1.6. Melatih pasien cara kontrol PK fisik I (nafas dalam).

1.7. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan

harian.

SP 2 (Pasien)

2.1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.

2.2. Melatih pasien cara kontrol PK fisik II (memukul bantal /

kasur / konversi energi).

2.3. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan

harian.

SP 3 (Pasien)

3.1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.

3.2. Melatih pasien cara kontrol PK secara verbal (meminta,

menolak dan mengungkapkan marah secara baik).

3.3. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan

harian.

SP 4 (Pasien)

4.1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.

4.2. Melatih pasien cara kontrol PK secara spiritual (berdoa,

berwudhu, sholat).

4.3. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan

harian.

SP 5 (Pasien)

5.1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.

5.2. Menjelaskan cara kontrol PK dengan minum obat (prinsip 5

benar minum obat).

5.3. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan

harian

II. Keluarga

SP 1 (Keluarga)

1.1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam

merawat pasien.

Page 19: 4 isolasi sosial

1.2. Menjelaskan pengertian PK, tanda dan gejala, serta proses

terjadinya PK.

1.3. Menjelaskan cara merawat pasien dengan PK.

SP 2 (Keluarga)

2.1. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan

PK.

2.2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada

pasien PK.

SP 3 (Keluarga)

3.1. Membantu keluarga membuat jadual aktivitas di rumah

termasuk minum obat (discharge planning).

3.2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang.

1.6.2. Tujuan dan tindakan keperawatan pada keluarga

TUK : Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol

perasaan menarik diri. Kriteria Evaluasi : Keluarga dapat menyebutkan cara

merawat klien yang menarik diri, mengungkapkan rasa puas dalam

merawat klien.

Intervensi yang ditetapkan : Buat kontrak dengan klien pada saat

membawa klien untuk dirawat di rumah sakit, pertemuan rutin dengan

perawat, bantu klien mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki, pertemuan

keluarga-keluarga, siapa yang dapat merawat klien, fasilitas yang dimiliki

keluarga di rumah, jelaskan cara merawat klien pada keluarga, latihan

keluarga cara-cara merawat klien di rumah.

1.6.3. Terapi aktivitas kelompok (TAK)

TERAPI AKTIFITAS KELOMPOK (TAK)

ISOLASI SOSIAL : MENARIK DIRI

A. TOPIK

Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)Isolasi sosial:

Page 20: 4 isolasi sosial

Sesi I : Mengenal isolasi sosial menarik diri

B. TUJUAN

1. Klien dapat menyebutkan stimulasi penyebab menarik diri

2. Klien dapat menyebutkan respon yang dirasakan (tanda dan gejala)

3. Klien dapat menyebutkan reaksi yang dilakukan saat menarik diri

4. Klien dapat menyebutkan akibat menarik diri

5. Klien dapat menyebutkan kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien

C. LANDASAN TEORI

1. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)

Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) adalah terapi yang dirancang

untuk meningkatkan kesehatan psikologis dan emosional pasien dengan

masalah keperawatan jiwa dan bertujuan membantu anggota dalam

meningkatkan koping dalam mengatasi stressor dalam kehidupan. TAK

memiliki tujuan terapeutik dan tujuan rehabilitatif.

Terapi aktivitas kelompok dibagi empat, yaitu terapi aktivitas

kelompok stimulasi kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi

sensori, terapi aktivitas stimulasi realita, dan terapi aktivitas kelompok

sosialisasi. Pada kesempatan ini perawat akan berfokus pada TAK

stimulasi persepsi.

Terapi aktivitas kelompok berdasarkan masalah keperawatan

jiwa yang paling banyak ditemukan dikelompokkan sebagai berikut :

TAK sosialisasi (untuk klien dengan menarik diri yang sudah sampai

pada tahap mampu berinteraksi dalam kelompok kecil dan sehat secara

fisik

TAK stimusi sensori (untuk klien yang mengalami gangguan sensori)

TAK orientasi realita (untuk klien halusinasi yang telah dapat mengontrol

halusinasinya, klien paham yang telah dapat berorientasi kepada realita

dan sehat secara fisik)

TAK stimulasi persepsi: halusinasi (untuk klien dengan halusinasi)

TAK stimulasi persepsi adalah TAK yang menstimulasi pasien untuk

mengolah pikiran sesuai dengan stimulasi yang diberikan (berpersepsi).

Page 21: 4 isolasi sosial

TAK jenis ini diindikasikan untuk pasien yang mengalami koping yang

tidak efektif dalam bentuk terjadinya harga diri rendah, halusinasi,

perilaku kekerasan,ansietas, defisit perawatan diri dan sebaginya. Bentuk

kegiatannya adalah diskusi dan latihan bersama keterampilan koping untuk

mengatasi masalah masing-masing.

TAK peningkatan harga diri (untuk klien dengan harga diri rendah)

TAK penyaluran energy ( untuk klien perilaku kekerasan yang telah

dapat mengekspresikan marahnya secara konstruktif, klien menarik diri

yang telah dapat berhubungan dengan orang lain secara bertahap dan

sehatsecara fisik).

2. Isolasi Sosial : Menarik Diri

A. Pengertian

Isolasi sosial merupakan kondisi ketika individu atau kelompok

mengalami, atau merasakan kebutuhan, atau keinginan untuk lebih

terlibat dalam aktivitas bersama orang lain, tetapi tidak mampu

mewujudkannya (Carpenito, 2009).

Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami

penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan

orang lain disekitarnya. Individu mungkin merasa ditolak, tidak

diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti

dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 2006).

B. Etiologi

Menurut Budi Anna Keliat (2009), salah satu penyebab dari

menarik diri adalah harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian

individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh

perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat

digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang

kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.

Terjadinya gangguan ini dipengaruhi oleh faktor predisposisi

diantaranya perkembangan dan sosial budaya. Kegagalan dapat

mengakibatkan individu tidak percaya pada diri, tidak percaya pada

Page 22: 4 isolasi sosial

orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap orang lain,

tidak mampu merumuskan keinginan, dan merasa tertekan. Keadaan ini

dapat menimbulkan perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang

lain, lebih menyukai berdiam diri, menghindar dari orang lain, dan

kegiatan sehari-hari terabaikan (Farida Kusumawati dan Yudi Hartono,

2012).

C. Faktor-Faktor yang Menyebabkan isolasi sosial

Menurut Stuart dan Sundeen, perilaku menarik diri dipengaruhi

oleh faktor predisposisi atau faktor yang mungkin mempengaruhi

terjadinya gangguan jiwa.

c. Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi yaitu faktor yang bisa menimbulkan respon sosial

yang maladaptif. Faktor yang mungkin mempengaruhi termasuk :

1). Perkembangan

Tiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan

mencetuskan seseorang akan mempunyai masalah respon

maladaptif.

2. biologik

Adanya keterlibatan faktor genetik, status gizi, kesehatan umum

yang lalu dan sekarang. Ada bukti terdahulu tentang terlibatnya

neurotransmiter dalam perkembangan gangguan ini, tetepi masih

perlu penelitian.

3. Sosiokultural

Isolasi karena mengadopsi norma, prilaku dan sistem nilai yang

berbeda dari kelompok budaya mayoritas, seperti tingkat

perkembangan usia, kecacatan, penyakit kronik, pendidikan,

pekerjaan dan lain-lain.

d. Faktor Presipitasi

Stressor pencetus pada umumnya mencakup kejadian kehidupan yang

penuh stress yang mempengaruhi kemampuan individu untuk

berhubungan dengan orang lain dan menyebabkan ansietas.

Stressor pencetus dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu :

Page 23: 4 isolasi sosial

1). Stressor sosiokultural

Menurunnya stabilitas keluarga dan berpisah dari orang yang

berarti, misalnya perceraian, kematian, perpisahan kemiskinan,

konflik sosial budaya (peperangan, kerusuhan, kerawanan) dan

sebagainya.

2). Stressor Psikologik

Ansietas berat yang berkepanjangan dan bersamaan dengan

keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya, misalnya perasaan

cemas yang mengambang, merasa terancam.

D. Tanda dan Gejala

Observasi yang ditemukan pada klien dengan perilaku menarik diri akan

ditemukan (data objektif), yaitu apatis, ekspresi sedih, afeks tumpul,

menghindari dari orang lain (menyendiri), klien tampak memisahkan diri

dari orang lain, misalnya pada saat makan, komunikasi kurang/tidak ada,

klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien atau perawat, tidak ada

kontak mata, klien lebih suka menunduk, berdiam diri di kamar/tempat

terpisah, klien kurang mobilitas, menolak berhubungan dengan orang lain,

klien memutuskan percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap, tidak

melakukan kegiatan sehari-hari, artinya perawatan diri dan kegiatan rumah

tangga sehari-hari tidak dilakukan, posisi janin pada saat tidur. Data

subjektif sukar didapat jika klien menolak berkomunikasi. Beberapa data

subjektif adalah menjawab dengan kata-kata singkat dengan kata-kata

“tidak”, “ya”, atau “tidak tahu”.

Menurut buku panduan diagnosa keperawatan NANDA (2005)

isolasi sosial memiliki batasan karakteristik meliputi:

Data Obyektif :

1) Tidak ada dukungan dari orang yang penting (keluarga, teman,

kelompok)

2) Perilaku permusuhan

3) Menarik diri

4) Tidak komunikatif

5) Menunjukan perilaku tidak diterima oleh kelompok kultural dominant

Page 24: 4 isolasi sosial

6) Mencari kesendirian atau merasa diakui di dalam sub kultur

7) Senang dengan pikirannya sendiri

8) Aktivitas berulang atau aktivitas yang kurang berarti

9) Kontak mata tidak ada

10) Aktivitas tidak sesuai dengan umur perkembangan

11) Keterbatasan mental/fisik/perubahan keadaan sejahtera

12) Sedih, afek tumpul

Data Subyektif:

1) Mengekpresikan perasaan kesendirian

2) Mengekpresikan perasaan penolakan

3) Minat tidak sesuai dengan umur perkembangan

4) Tujuan hidup tidak ada atau tidak adekuat

5) Tidak mampu memenuhi harapan orang lain

6) Ekspresi nilai sesuai dengan sub kultur tetapi tidak sesuai dengan

kelompok kultur dominant

7) Ekspresi peminatan tidak sesuai dengan umur perkembangan

8) Mengekpresikan perasaan berbeda dari orang lain

9) Tidak merasa aman di masyarakat

Sesi-sesi TAK stimulasi persepsi: Isolasi Sosial

Dalam Terapi Aktifitas Kelompok Isolasi sosial dibagi dalam 5 sesi, yaitu:

1.      Sesi 1 : Mengenal Isolasi sosial : Menarik Diri yang Biasa Dilakukan

2.      Sesi 2: Mencegah Isolasi sosial : Menarik Diri secaraFisik

3.      Sesi 3: Mencegah Isolasi sosial : Menarik Diri secaraSosial

4.      Sesi 4: Mencegah Isolasi sosial : Menarik Diri secara Spiritual

5.     Sesi 5: Mencegah Isolasi sosial : Menarik Diri dengan Patuh

Mengkonsumsi Obat Klien

D. KLIEN

Kriteria klien

a.    Klien Isolasi sosial : Menarik Diri yang sudah mulai mampu bekerja

sama dengan perawat.

Page 25: 4 isolasi sosial

b.    Klien Isolasi sosial : Menarik Diri yang dapat berkomunikasi dengan

perawat.

Proses seleksi

a.     Mengobservasi klien yang masuk kriteria.

b.     Mengidentifikasi klien yang masuk kriteria.

c. Mengumpulkan klien yng masuk kriteria.

d.    Membuat kontrak dengan klien yang setuju ikut TAK PK, meliputi:

menjelaskan tujuan TAK PK pada klien, rencana kegiatan kelompok,

dan aturan main dalam kelompok.

Jumlah peserta TAK

a Perawat yang terdiri dari :

Leader :

Co leader :

Fasilitator :

Observer :

b Klien terdiri dari :

E. PENGORGANISASIAN

1. Waktu

- Hari/tanggal :

- Waktu : 10.00 s.d 10.40 WIB (40 menit)

- Tempat :

2. Tim terapis

- Setting: peserta dan terapis duduk di kursi melingkar

- Ruangan nyaman dan tenang

L CL

F/O

K

K K

K

K K

F

Page 26: 4 isolasi sosial

Keterangan:

K : Klien L : Leader CL : Co Leader

F : Fasilitator O : Observer

- Tim terapis dan uraian tugas

Leader:

Uraian tugas:

a. Menyusun proposal kegiatan TAK

b. Menjelaskan tujuan pelaksanaan TAK

c. Menjelaskan peraturan kegiatan TAK sebelum kegiatan dimulai

d. Mampu memotivasi anggota untuk aktif dalam kelompok

e. Mampu memimpin TAK dengan baik

Co Leader:

Uraian tugas:

a. Menyampaikan informasi dari fasilitator ke leader tentang aktifitas

klien

b. Mengingatkan leader jika kegiatan menyimpang

c. Mengingatkan leader tentang waktu

Fasilitator:

a. Memfasilitasi klien yang kurang aktif

b. Berperan sebagai role model bagi klien selama kegiatan

berlangsung

c. Mempertahankan kehadiran peserta

d. Memotivasi peserta dalam aktivitas kelompok

e. Memotivasi anggota dalam ekspresi perasaan setelah kegiatan.

f. Mengatur posisi kelompok dalam lingkungan untuk melaksanakan

kegiatan.

g. Membimbing kelompok selama permainan diskusi

h. Membantu leader dalam melaksanankan kegiatan

K

Page 27: 4 isolasi sosial

i. Bertanggung jawab terhadap program antisipasi masalah.

Observer:

Uraian tugas:

a. Mengobservasi jalannya/proses kegiatan

b. Mencatat perilaku verbal dan nonverbal klien selama kegiatan

Berlangsung

3. Metode dan media

a. Metode yang digunakan, antara lain:

- Dinamika kelompok

- Diskusi dan tanya jawab

- Bermain peran/simulasi

b. Media dan alat

- Nametag (Papan nama)

- Spidol (alat tulis)

- Botol berisi manik-manik

- Speaker

- laptop

F. PROSES PELAKSANAAN

1. Persiapan

a. Memilih klien Isolasi sosial : Menarik Diri yang sudah kooperatif

b. Membuat kontrak dengan klien

c. Mempersiapkan media, alat dan tempat pertemuan

2. Orientasi

Dilaksanakan selama 5 menit, terdiri dari:

a. Salam terapeutik

1) Salam dari terapis

2) Perkenalkan nama dan panggilan

3) Menanyakan nama dan panggilan semua klien (beri papan nama)

b. Evaluasi/validasi: Menanyakan perasaan klien saat ini

c. Kontrak

Page 28: 4 isolasi sosial

- Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu mengenal Isolasi sosial :

Menarik Diri

- Menjelaskan aturan main

Jika ada klien yang akan meninggalkan kelompok, harus

meminta ijin kepada terapis

Lama kegiatan 40 menit

Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir

Setiap klien yang telah memberikan penjelasan atau pendapat

akan diberikan pujian dan tepuk tangan.

2. Tahap kerja

Tahap kerja dilaksanakan selama 40 menit, terdiri dari:

a. Hidupkan lagu pada laptop dan edarkan botol berlawanan dengan

arah jarum jam.

b. Pada saat lagu dimatikan, anggota kelompok yang memegang botol

mendapat giliran untuk:

Mendiskusikan penyebab Isolasi sosial : Menarik Diri (Tanyakan

tiap klien)

Mendiskusikan tanda dan gejala yang dirasakan klien saat terpapar

oleh penyebab Isolasi sosial : Menarik Diri

Mendiskusikan Isolasi sosial : Menarik Diri yang pernah dilakukan

klien

Mendiskusikan dampak/akibat Isolasi sosial : Menarik Diri

Mendiskusikan kegiatan fisik yang biasa dilakukan oleh klien

c. Ulang a dan b sampai semua anggota kelompok mendapat giliran.

d. Beri pujian untuk tiap keberhasilan anggota kelompok dengan

memberi tepuk tangan.

3. Tahap terminasi

Tahap terminasi dilaksanakan selama 5 menit, terdiri dari:

a. Evaluasi

- Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK

- Terapis memberikan preinforcement positif (pujian) atas

keberhasilan klien

Page 29: 4 isolasi sosial

b. Rencana tindak lanjut

- Menganjurkan klien menggunakan cara yang biasa dilakukan jika

stimulus Isolasi sosial : Menarik Diri

- Menganjurkan klien melatih secara teratur cara yang telah dipelajari

- Memasukkan pada jadwal kegiatan harian klien

c. Kontrak yang akan datang

- Menyepakati kegiatan berikutnya ,yaitu mengontrol dengan latihan

fisik 1 dan 2 (tarik nafas dalam dan tepuk bantal)

- Menyepakati waktu dan tempat.

3. EVALUASI

1. 100% klien mengikuti TAK dari awal sampai akhir

2. 80% kegiatan dilakukan sesuai dengan jadual kegiatan yang telah

dibuat

3. Klien dapat menyebutkan stimulasi penyebab Isolasi sosial : Menarik

Diri

4. Klien dapat menyebutkan respon yang dirasakan saat menarik diri

(tanda dan gejala)

5. Klien dapat menyebutkan reaksi yang dilakukan saat Isolasi sosial :

Menarik Diri

6. Klien dapat menyebutkan akibat Isolasi sosial : Menarik Diri

7. Klien dapat menyebutkan kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien

4. FORMAT EVALUASI

Stimulasi Persepsi : Isolasi sosial : Menarik Diri Sesi I

Mengenal Prilaku dan Kemampuan Mencegah Isolasi sosial : Menarik Diri

No Aspek yang dinilaiNama Klien

1Klien dapat menyebutkan stimulasi

penyebab Isolasi sosial : Menarik Diri

2 Klien dapat menyebutkan respon yang

Page 30: 4 isolasi sosial

dirasakan saat Menarik Diri (tanda dan

gejala)

3Klien dapat menyebutkan reaksi yang

dilakukan saat menarik diri

4Klien dapat menyebutkan akibat menarik

diri

5Klien dapat menyebutkan kegiatan fisik

yang biasa dilakukan klien

6Klien mengikuti kegiatan TAK dari awal

sampai akhir

Jumlah

1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien

2. Untuk tiap klien, beri penilaian tentang kemampuan klien mengikuti,

peran klien (aktif), mengekspresikan perasaannya dan mampu

mendemonstrasikan cara mencegah Isolasi sosial : Menarik Diri .Beri

tanda jika klien mampu dan tanda jika klien tidak mampu.

Keterangan:

√ = Bisa

X = Tidak bisa

Penilaian: Rekomendasi

Klien dikatakan mampu : 6-8 Lanjutkan

Klien dikatakan cukup mampu : 4-5 Lanjutkan

Klien dikatakan kurang mampu : 2-3 Ulangi

Klien dikatakan gagal : 0-1 Mundur

Page 31: 4 isolasi sosial

DAFTAR PUSTAKA

Stuart GW, Sundeen, Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th ed.).

St.Louis Mosby Year Book, 1995

Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC,

1999

Keliat Budi Ana, Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999

Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino

Gonohutomo, 2003

Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung,

RSJP Bandung, 2000

Carpenito, L.J.2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 8. Jakarta : EGC

Keliat, B.A.1998. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC

Rasmun.2001. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri terintegrasi dengan

Keluarga. Jakarta : Fajar Inter Pratama

Stuart dan Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3 (diterjemahkan

oleh Yuni A). Jakarta : EGC

Tim Pengembangan Model Praktek Keperawatan RS Jiwa Marzuki Mahdi,

Bogor. 1997. SOP dengan II Masalah Keperawatan. Bogor ; tidak

dipublikasikan

Townsend, MC. 1998. Buku saku diagnosa keperawatan psikiatri Edisi 3. Jakarta

: EGC.