3611582 minangkabau dan sistem kekerabatan

79
Minangkabau dan Sistim Kekerabatan Draft : Subangan Pikiran untuk Kompilasi ABSSBK, oleh BuyaHMA;-.[…] MINANGKABAU DAN SISTIM KEKERABATAN Hubungan Kekeluargaan Minangkabau, bersuku ke ibu, bersako ke mamak, dan bernasab ke ayah Oleh : H Mas’oed Abidin MINANGKABAU DALAM SEJARAH DAN TAMBO 1. Asal usul manusia Minangkabau Kata Minangkabau mengandung banyak pengertian. Minangkabau dipahamkan sebagai sebuah kawasan budaya, di mana penduduk dan masyarakatnya menganut budaya Minangkabau. Kawasan budaya Minangkabau mempunyai daerah yang luas. Batasan untuk kawasan budaya tidak dibatasi oleh batasan sebuah propinsi. Berarti kawasan budaya Minangkabau berbeda dengan kawasan administratif Sumatera Barat. Minangkabau dipahamkan pula sebagai sebuah nama dari sebuah suku bangsa, suku Minangkabau. Mempunyai daerah sendiri, bahasa sendiri dan penduduk sendiri. Minangkabau dipahamkan juga sebagai sebuah nama kerajaan masa lalu, Kerajaan Minangkabau yang berpusat di Pagaruyung. Sering disebut juga kerajaan Pagaruyung, yang mempunyai masa pemerintahan yang cukup lama, dan bahkan telah mengirim utusan- utusannya sampai ke negeri Cina. Banyaknya pengertian yang dikandung kata Minangkabau, maka tidak mungkin melihat Minangkabau dari satu pemahaman saja. 1 H Mas’oed Abidin

Upload: missfh

Post on 10-Aug-2015

193 views

Category:

Documents


15 download

DESCRIPTION

3611582 Minangkabau Dan Sistem Kekerabatan

TRANSCRIPT

Page 1: 3611582 Minangkabau Dan Sistem Kekerabatan

Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

Draft : Subangan Pikiran untuk Kompilasi ABSSBK, oleh BuyaHMA;-.[…]

MINANGKABAU DAN SISTIM KEKERABATAN Hubungan Kekeluargaan Minangkabau, bersuku ke ibu,

bersako ke mamak, dan bernasab ke ayah 

Oleh : H Mas’oed Abidin

MINANGKABAU DALAM SEJARAH DAN TAMBO

1. Asal usul manusia Minangkabau

Kata Minangkabau mengandung banyak pengertian. Minangkabau dipahamkan

sebagai sebuah kawasan budaya, di mana penduduk dan masyarakatnya menganut budaya

Minangkabau. Kawasan budaya Minangkabau mempunyai daerah yang luas. Batasan untuk

kawasan budaya tidak dibatasi oleh batasan sebuah propinsi. Berarti kawasan budaya

Minangkabau berbeda dengan kawasan administratif Sumatera Barat.

Minangkabau dipahamkan pula sebagai sebuah nama dari sebuah suku bangsa, suku

Minangkabau. Mempunyai daerah sendiri, bahasa sendiri dan penduduk sendiri.

Minangkabau dipahamkan juga sebagai sebuah nama kerajaan masa lalu, Kerajaan

Minangkabau yang berpusat di Pagaruyung. Sering disebut juga kerajaan Pagaruyung, yang

mempunyai masa pemerintahan yang cukup lama, dan bahkan telah mengirim utusan-

utusannya sampai ke negeri Cina. Banyaknya pengertian yang dikandung kata

Minangkabau, maka tidak mungkin melihat Minangkabau dari satu pemahaman saja.

Membicarakan Minangkabau secara umum mendalami sebuah suku bangsa dengan

latar belakang sejarah, adat, budaya, agama, dan segala aspek kehidupan masyarakatnya.

Mengingat hal seperti itu, ada dua sumber yang dapat dijadikan rujukan dalam mengkaji

Minangkabau, yaitu sumber dari sejarah dan sumber dari tambo. Kedua sumber ini sama

penting, walaupun di sana sini, pada keduanya ditemui kelebihan dan kekurangan, namun

dapat pula saling melengkapi.

Menelusuri sejarah tentang Minangkabau, sebagai satu cabang dari ilmu

pengetahuan, maka mesti didasarkan bukti-bukti yang jelas dan otentik. Dapat berupa

peninggalan-peninggalan masa lalu, prasasti-prasasti, batu tagak (menhir), batu bersurat,

naskah-naskah dan catatan tertulis lainnya. Dalam hal ini, ternyata bukti sejarah lokal

Minangkabau termasuk sedikit.

1 H Mas’oed Abidin

Page 2: 3611582 Minangkabau Dan Sistem Kekerabatan

Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

Banyak catatan dibuat oleh pemerintahan Hindia Belanda (Nederlandsche Indie),

tentang Minaangkabau atau Sumatera West Kunde, yang amat memerlukan kejelian di

dalam meneliti. Hal ini disebabkan, catatan-catatan dimaksud dibuat untuk kepentingan

pemerintahan Belanda, atau keperluan dagang oleh Maatschappij Koningkliyke VOC.

Tambo atau uraian mengenai asal usul orang Minangkabau dan menerakan hukum-

hukum adatnya, termasuk sumber yang mulai langka di wilayah Minangkabau sekarang.

Sungguhpun, penelusuran tambo sulit untuk dicarikan rujukan seperti sejarah, namun apa

yang disebut dalam tambo masih dapat dibuktikan ada dan bertemu di dalam kehidupan

masyarakat Minangkabau.

Tambo diyakini oleh orang Minangkabau sebagai peninggalan orang-orang tua. Bagi

orang Minangkabau, tambo dianggap sebagai sejarah kaum. Walaupun, di dalam catatan

dan penulisan sejarah sangat diperhatikan penanggalan atau tarikh dari sebuah peristiwa,

serta di mana kejadian, bagaimana terjadinya, bila masanya, dan siapa pelakunya,

menjadikan penulisan sejarah otentik. Sementara tambo tidak terlalu mengutamakan

penanggalan, akan tetapi menilik kepada peristiwanya. Tambo lebih bersifat sebuah kisah,

sesuatu yang pernah terjadi dan berlaku.

Tentu saja, bila kita mempelajari tambo kemudian mencoba mencari rujukannya

sebagaimana sejarah, kita akan mengalami kesulitan dan bahkan dapat membingungkan.

Sebagai contoh; dalam tambo Minangkabau tidak ditemukan secara jelas nama

Adhytiawarman, tetapi dalam sejarah nama itu adalah nama raja Minangkabau yang

pertama berdasarkan bukti-bukti prasasti.

Dalam hal ini sebaiknya sikap kita tidak memihak, artinya kita tidak menyalahkan

tambo atau sejarah. Sejarah adalah sesuatu yang dipercaya berdasarkan bukti-bukti yang

ada, sedangkan tambo adalah sesuatu yang diyakini berdasarkan ajaran-ajaran yang terus

diturunkan kepada anak kemenakan. 

Minangkabau menurut sejarah

Banyak ahli telah meniliti dan menulis tentang sejarah Minangkabau, dengan

pendapat, analisa dan pandangan yang berbeda. Tetapi pada umumnya mereka membagi

beberapa periode kesejarahan; Minangkabau zaman sebelum Masehi, zaman Minangkabau

Timur dan zaman kerajaan Pagaruyung. Seperti yang ditulis MD Mansur dkk dalam Sejarah

Minangkabau, bahwa zaman sejarah Minangkabau pada zaman sebelum Masehi dan pada

zaman Minangkabau Timur hanya dua persen saja yang punya nilai sejarah, selebihnya

adalah mitologi, cerita-cerita yang diyakini sebagai tambo.

2 H Mas’oed Abidin

Page 3: 3611582 Minangkabau Dan Sistem Kekerabatan

Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

Prof Slamet Mulyana dalam Kuntala, Swarnabhumi dan Sriwijaya mengatakan bahwa

kerajaan Minangkabau itu sudah ada sejak abad pertama Masehi.

Kerajaan itu muncul silih berganti dengan nama yang berbeda-beda. Pada mulanya

muncul kerjaan Kuntala dengan lokasi sekitar daerah Jambi pedalaman. Kerajaan ini hidup

sampai abad ke empat. Kerajaan ini kemudian berganti dengan kerajaan Swarnabhumi

pada abad ke lima sampai ke tujuh sebagai kelanjutan kerajaan sebelumnya. Setelah itu

berganti dengan kerajaan Sriwijaya abad ke tujuh sampai 14.

Mengenai lokasi kerajaan ini belum terdapat kesamaan pendapat para ahli. Ada yang

mengatakan sekitar Palembang sekarang, tetapi ada juga yang mengatakan antara Batang

Batang Hari dan Batang Kampar. Candi Muara Takus merupakan peninggalan kerajaan

Kuntala yang kemudian diperbaiki dan diperluas sampai masa kerajaan Sriwijaya. Setelah

itu muncul kerajaan Malayapura (kerajaan Melayu) di daerah yang bernama Darmasyraya

(daerah Sitiung dan sekitarnya sekarang). Kerajaan ini merupakan kelanjutan dari

kerajaan Sriwijaya. Kerajaan ini kemudian dipindahkan oleh Adhytiawarman ke

Pagaruyung. Sejak itulah kerajaan itu dikenal dengan kerajaan Pagaruyung.

Menurut Jean Drakar dari Monash University Australia mengatakan bahwa kerajaan

Pagaruyung adalah kerajaan yang besar, setaraf dengan kerajaan Mataram dan kerajaan

Melaka. Itu dibuktikannya dengan banyaknya negeri-negeri di Nusantara ini yang meminta

raja ke Pagaruyung, seperti Deli, Siak, Negeri Sembilan dan negeri-negeri lainnya. 

Minangkabau menurut tambo

Dalam bentuk lain, tambo menjelaskan pula tentang asal muasal orang Minangkabau.

Tambo adalah satu-satunya keterangan mengenai sejarah Minangkabau. Bagi masyarakat

Minangkabau, tambo mempunyai arti penting, karena di dalamtambo terdapat dua hal; (1)

Tambo alam, suatu kisah yang menerangkan asal usul orang Minangkabau semenjak raja

pertama datang sampai kepada masa kejayaan kerajaan Pagaruyung. (2) Tambo adat,

uraian tentang hukum-hukum adat Minangkabau. Dari sumber inilah hukum-hukum,

aturan-aturan adat, dan juga berawalnya sistem matrilineal dikembangkan.

Di dalam Tambo alam diterangkan bahwa raja pertama yang datang ke Minangkabau

bernama Suri Maharajo Dirajo. Anak bungsu dari Iskandar Zulkarnain. Sedangkan dua

saudaranya, Sultan Maharaja Alif menjadi raja di benua Rum dan Sultan Maharajo Dipang

menjadi raja di benua Cina. Secara tersirat tambo telah menempatkan kerajaan

Minangkabau setaraf dengan kerajaan di benua Eropa dan Cina. Suri Maharajo Dirajo

3 H Mas’oed Abidin

Page 4: 3611582 Minangkabau Dan Sistem Kekerabatan

Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

datang ke Minangkabau ini, di dalam Tambo disebut pulau paco lengkap dengan pengiring

yang yang disebut; Kucing Siam, Harimau Campo, Anjiang Mualim, Kambiang Hutan.

Masing-masing nama itu kemudian dijadikan “lambang” dari setiap luhak di

Minangkabau. Kucing Siam untuk lambang luhak Tanah Data, Harimau Campo untuk

lambang luhak Agam dan Kambiang hutan untuk lambang luhak Limo Puluah. Suri

Maharajo Dirajo mempunya seorang penasehat ahli yang bernama Cati Bilang Pandai.

Suri Maharajo Dirajo meninggalkan seorang putra bernama Sutan Maharajo Basa

yang kemudian dikenal dengan Datuk Katumanggungan pendiri sistem kelarasan Koto

Piliang. Puti Indo Jalito, isteri Suri Maharajo Dirajo sepeninggalnya kawin dengan Cati

Bilang Pandai dan melahirkan tiga orang anak, Sutan Balun, Sutan Bakilap Alam dan Puti

Jamilan. Sutan Balun kemudian dikenal dengan gelar Datuk Perpatih Nan Sabatang pendiri

kelarasan Bodi Caniago.

Datuk Katumanggungan meneruskan pemerintahannya berpusat di Pariangan

Padang Panjang kemudian mengalihkannya ke Bungo Sitangkai di Sungai Tarab sekarang,

dan menguasai daerah sampai ke Bukit Batu Patah dan terus ke Pagaruyung.

Maka urutan kerajaan di dalam Tambo Alam Minangkabau adalah;

(1) Kerajaan Pasumayan Koto Batu,

(2) Kerajaan Pariangan Padang Panjang

(3) Kerajaan Dusun Tuo yang dibangun oleh Datuk Perpatih Nan Sabatang

(4) Kerajaan Bungo Sitangkai

(5) Kerajaan Bukit Batu Patah dan terakhir

(6) Kerajaan Pagaruyung.

Menurut Tambo Minangkabau, kerajaan yang satu adalah kelanjutan dari kerajaan sebelumnya. Karena itu, setelah adanya kerajaan Pagaruyung, semuanya melebur diri menjadi kawasan kerajaan Pagaruyung.

Kerajaan Dusun Tuo yang didirikan oleh Datuk Perpatih Nan Sabatang, karena terjadi

perselisihan paham antara Datuk Ketumanggungan dengan Datuk Perpatih nan Sabatang,

maka kerajaan itu tidak diteruskan, sehingga hanya ada satu kerajaan saja yaitu kerajaan

Pagaruyung. Perbedaan paham antara kedua kakak beradik satu ibu ini yang menjadikan

sistem pemerintahan dan kemasyarakatan Minangkabau dibagi atas dua kelarasan, Koto

Piliang dan Bodi Caniago.

Dari uraian tambo dapat dilihat, bahwa awal dari sistem matrilineal telah dimulai

sejak awal, yaitu dari “induknya” Puti Indo Jalito. Dari Puti Indo Jalito inilah yang

4 H Mas’oed Abidin

Page 5: 3611582 Minangkabau Dan Sistem Kekerabatan

Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

melahirkan Datuk Ketumanggungan dan Datuk Perpatih Nan Sabatang. Namun, apa yang

diuraikan setiap tambo punya berbagai variasi, karena setiap nagari punya tambo.

Dr. Edward Jamaris yang membuat disertasinya tentang tambo, sangat sulit

menenyukan pilihan. Untuyk keperluan itu, dia harus memilih salah satu tambo dari 64

buah tambo yang diselidikinya. Namun pada umumnya tambo menguraikan tentang asal

usul orang Minangkabau sampai terbentuknya kerajaan Pagaruyung.  

ASAL KATA MINANGKABAU

Kata Minangkabau mempunyai banyak arti. Merujuk kepada penelitian kesejarahan,

beberapa ilmuan telah mengemukakan pendapatnya tentang asal kata Minangkabau.

a. Purbacaraka (dalam buku Riwayat Indonesia I) Minangkabau berasal dari kata Minanga

Kabawa atau Minanga Tamwan yang maksudnya adalah daerah-daerah disekitar

pertemuan dua sungai; Kampar Kiri dan Kampar Kanan. Hal ini dikaitkannya dengan

adanya candi Muara Takus yang didirikan abad ke 12.

b. Van der Tuuk mengatakan kata Minangkabau berasal dari kata Phinang Khabu yang

artinya tanah asal.

c. Sutan Mhd Zain mengatakan kata Minangkabau berasal dari Binanga Kamvar

maksudnya muara Batang Kampar.

d. M.Hussein Naimar mengatakan kata Minangkabau berasal dari kata Menon Khabu yang

artinya tanah pangkal, tanah yang mulya.

e. Slamet Mulyana mengatakan kata Minangkabau berasal dari kata Minang Kabau.

Artinya, daerah-daerah yang berada disekitar pinggiran sungai-sungai yang ditumbuhi

batang kabau (jengkol).

Dari berbagai pendapat itu dapat disimpulkan bahwa Minangkabau itu adalah suatu

wilayah yang berada di sekitar muara sungai yang didiami oleh orang Minangkabau.

Namun dari Tambo, kata Minangkabau berasal dari kata Manang Kabau. Menang

dalam adu kerbau antara kerbau yang dibawa oleh tentara Majapahit dari Jawa dengan

kerbau orang Minang.

5 H Mas’oed Abidin

Page 6: 3611582 Minangkabau Dan Sistem Kekerabatan

Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

WILAYAH ASAL MINANGKABAU

Membicarakan tentang wilayah Minangkabau, seperti yang dijelaskan di atas, harus dilihat

dalam dua pengertian yang masing-masingnya berbeda;

1. Pengertian budaya

2. Pengertian geografis

Dalam pengertian budaya, wilayah Minangkabau itu itu adalah suatu wilayah yang

didukung oleh suatu masyarakat yang kompleks, yang bersatu bersamaan persamaan asal

usul, adat, dan falsafah hidup.

Menurut tambo, wilayah Minangkabau disebutkan saedaran gunuang Marapi, salareh

batang Bangkaweh, sajak Sikilang Aie Bangih, lalu ka gunuang Mahalintang, sampai ka

Rokan Pandalian, sajak di Pintu Rayo Hilie, sampai Si Alang Balantak Basi, sajak Durian

Ditakuak Rajo, lalu ka Taratak Aie Hitam, sampai ka Ombak Nan Badabua.

Mengenai batas-batas yang disebutkan di atas, berbagai penafsiran terjadi. Ada yang

mengatakan bahwa batas-batas itu adalah simbol-simbol saja tetapi wilayah itu tidak ada

yang jelas dan tepat, tetapi ada juga yang berpendapat bahwa batas-batas itu adalah benar

dan nagari-nagari yang disebutkan itu ada sampai sekarang. Dalam hal ini tentu kita tidak

perlu melihat perbedaan-perbedaan pendapat tersebut, karena kedua-dua pendapat itu

ada benarnya.

Dalam pengertian geografis, wilayah Minangkabau terbagi atas wilayah inti yang disebut

darek dan wilayah perkembangannya yang disebut rantau dan pesisir.

a. Darek

Daerah dataran tinggi di antara pegunungan Bukit Barisan; di sekitar gunung Singgalan,

sekitar gunung Tandikek, sekitar gunung Merapi dan sekitar gunung Sago. Daerah darek

ini dibagi dalam tiga luhak; (1) Luhak Tanah Data sebagai luhak nan tuo, buminyo nyaman,

aienyo janiah ikannyo banyak, (2) Luhak Agam sebagai luhak nan tangah, buminyo anegk,

aienyo karuah, ikannyo lia, (3) dan Luhak Limo Puluah Koto sebagai luhak nan bongsu,

buminyo sajuak, aienyo janiah, ikannyo jinak.

Nagari-nagari yang termasuk ke dalam luhak Tanah Data adalah; Pagaruyung, Sungai

tarab, Limo Kaum, Sungayang, Saruaso, Sumanik, Padang Gantiang, Batusangka, Batipuh 10

6 H Mas’oed Abidin

Page 7: 3611582 Minangkabau Dan Sistem Kekerabatan

Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

koto, Lintau Buo, Sumpur Kuduih, Duo puluah koto, Koto Nan Sambilan, Kubuang

Tigobaleh, Koto Tujuah, Supayang, Alahan Panjang, Ranah Sungai Pagu.

Nagari-nagari yang termasuk ke dalam luhak Agam adalah; Agam tuo, Tujuah lurah

salapan koto, Maninjau, Lawang, Matua, Ampek Koto, Anam Koto, Bonjol, Kumpulan, Suliki.

Nagari-nagari yang termasuk ke dalam luhak Limo Puluah Koto adalah; luhak terdiri dari

Buaiyan Sungai Balantik, Sarik Jambu Ijuak, Koto Tangah, Batuhampa, Durian gadang,

Limbukan, Padang Karambie, Sicincin, Aur Kuniang, Tiakar, Payobasuang, Bukik Limbuku,

Batu Balang Payokumbuah, Koto Nan Gadang (dari Simalanggang sampai Taram); ranah

terdiri dari Gantiang, Koto Laweh, Sungai Rimbang, Tiakar, Balai Mansiro, Taeh

Simalanggang, Piobang, Sungai Baringin, Gurun, Lubuk Batingkok, Tarantang, Selo Padang

Laweh (Sajak dari Simalanggang sampai tebing Tinggi, Mungkar); lareh terdiri dari Gaduik,

Tebing Tinggi, Sitanang, Muaro Lakin, Halaban, Ampalu, Surau, Labuah Gurun ( dari taram

taruih ka Pauh Tinggi, Luhak 50, taruih ka Kuok, Bangkinang, Salo, Aie Tirih dan Rumbio)

b. Rantau.

Daerah pantai timur Sumatera. Ke utara luhak Agam; Pasaman, Lubuk Sikaping dan

Rao. Ke selatan dan tenggara luhak Tanah Data; Solok Silayo, Muaro Paneh, Alahan

Panjang, Muaro Labuah, Alam Surambi Sungai Pagu, Sawah lunto Sijunjung, sampai

perbatasan Riau dan Jambi. Daerah ini disebut sebagai ikue rantau.

Kemudian rantau sepanjang iliran sungai sungai besar; Rokan, Siak, Tapung, Kampar,

Kuantan/Indragiri dan Batang Hari. Daerah ini disebut Minangkabau Timur yang terdiri

dari;

a) Rantau 12 koto (sepanjang Batang Sangir); Nagari Cati nan Batigo (sepanjang

Batang Hari sampai ke Batas Jambi), Siguntue (Sungai Dareh), Sitiuang, Koto Basa.

b) Rantau Nan Kurang Aso Duopuluah (rantau Kuantan)

c) Rantau Bandaro nan 44 (sekitar Sungai Tapuang dengan Batang Kampar)

d) Rantau Juduhan (rantau Y.D.Rajo Bungsu anak Rajo Pagaruyung; Koto Ubi, Koto

Ilalang, Batu Tabaka)

e) NegeriSembilan

c. Pesisir

Daerah sepanjang pantai barat Sumatera. Dari utara ke selatan; Meulaboh, Tapak

Tuan, Singkil, Sibolga, Sikilang, Aie Bangih, Tiku, Pariaman, Padang, Bandar Sapuluah,

7 H Mas’oed Abidin

Page 8: 3611582 Minangkabau Dan Sistem Kekerabatan

Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

terdiri dari; Air Haji, Balai Salasa, Sungai Tunu, Punggasan, Lakitan, Kambang, Ampiang

Parak, Surantiah, Batang kapeh, Painan (Bungo Pasang), seterusnya Bayang nan Tujuah,

Indrapura,Kerinci,Muko-muko,Bengkulu. 

SISTIM KEMASAYARAKATAN/KELARASAN

Sistim kemasyarakatan atau yang dikenal sebagai sistem kelarasan merupakan dua instisusi adat yang dibentuk semenjak zaman kerajaan Minangkabau/Pagaruyung dalam mengatur pemerintahannya. Bahkan ada juga pendapat yang mengatakan, penyusunan itu dilakukan sebelum berdirinya kerajaan Pagaruyung.

Kedua institusi tersebut masih tetap dijalankan oleh masyarakat adat Minangkabau sampai sekarang. Keberadaan dan peranannya sudah menjadi bakuan sosial atau semacam tatanan budaya yang diakui dan menjadi rujukan dalam menjalankan dan membicarakan tatanan adat alam Minangkabau.

Kedua institusi itu tidak berdiri keduanya begitu saja. Dalam sebuah tatanan pemerintahan, kedua institusi tersebut berjalan searah dengan instisuti lainnya atau lembaga-lembaga lainnya. Lembaga-lembaga tersebut terdiri dari: Rajo Tigo Selo; yang terdiri dari Raja Alam, Raja Adat dan Raja Ibadat.

Rajo Tigo Selo berasal dari keturunan yang sama. Hanya penempatan, tugas serta kedudukannya yang berbeda.

KEDUDUKAN/TEMPAT TINGGAL

Raja Alam di Pagaruyung, Raja Adat di Buo dan Raja Ibadat di Sumpur Kudus.

Daerah-daerah rantau barat dan timur merupakan daerah yang berada langsung di bawah raja, dengan mengangkat “urang gadang” atau “rajo kaciak” pada setiap daerah. Mereka setiap tahun menyerahkan “ameh manah” kepada raja.

Daerah-daerah yang langsung berada di bawah pengawasan rajaDaerah-daerah rantau tersebut adalah:

Rantau pantai timur

1. Rantau nan kurang aso duo puluah (di sepanjang Batang Kuantan) disebut juga Rantau Tuan Gadih.

2. Rantau duo baleh koto (sepanjang batang Sangir) disebut juga Nagari Cati Nan Batigo.

8 H Mas’oed Abidin

Page 9: 3611582 Minangkabau Dan Sistem Kekerabatan

Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

3. Rantau Juduhan (kawasan Lubuk Gadang dan sekitarnya) disebut juga Rantau Yang Dipertuan Rajo Bungsu

4. Rantau Bandaro nan 44 (sekitar Sei.Tapung dan Kampar)

5. Negeri Sembilan

Rantau pantai barat:

1. Bayang nan 7, Tiku Pariaman, Singkil Tapak Tuan disebut juga Rantau Rajo

2. Bandar X disebut juga Rantau Rajo Alam Surambi Sungai Pagu.  

PERANGKAT RAJA

Basa Ampek Balai

Dalam menjalankan pemerintahan, raja dibantu oleh 4 orang menterinya yang disebut Basa Ampek Balai dan seorang Panglima Perang, Tuan Gadang Batipuh.

Datuk Nan Batujuh

Di daerah kedudukan (tempat raja menetap/tinggal), setiap raja mempunyai perangkat penghulu tersendiri untuk mengurus masalah masalah daerah kedudukan dan kerumah tangga. Datuk Nan Batujuh, yang mengurus segala hal tentang wilayah raja (Pagaruyung). Datuk Nan Barampek di Balai Janggo yang mengurus segala hal tentang kerumahtanggaan.

Pada mulanya, datuk-datuk ini diangkat oleh raja. Jadi, datuk-datuk ini berbeda dengan datuk-datuk di nagari-nagari lainnya. Datuk di nagari lainnya merupakan pimpinan kaum, sedangkan datuk-datuk ini perangkat raja. 

Datuk-datuk tepatan raja pada wilayah atau nagari-nagari tertentu ada datuk-datuk yang ditunjuk untuk perpanjangan tangan raja, tempat tepatan raja. 

SSISTEMISTEM K KELARASANELARASAN

1. Kelarasan Koto Piliang (yang menjalankan pemerintahan) yang dipimpin oleh Datuk bandaro Putih Pamuncak Koto Piliang berkedudukan di Sungai Tarab. Hirarki dalam kelarasan Koto Piliang mempunyai susunan seperti di atas yang disebut; bajanjang naiak batanggo turun, dengan prinsip pengangkatan penghulu-penghulunya; patah tumbuah. 

2. Kelarasan Bodi Caniago (yang menjalankan persidangan) yang dipimpin oleh Datuk Badaro Kuniang, Gajah Gadang Patah Gadiang berkedudukan di Limo Kaum.

9 H Mas’oed Abidin

Page 10: 3611582 Minangkabau Dan Sistem Kekerabatan

Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

Hirarki dalam kelarasan Bodi Caniago mempunyai susunan yang disebut; duduak samo randah tagak samo tinggi. 

Kedudukan raja terhadap kedua kelarasan

Kedudukan raja berada di atas dua kelarasan; Koto Piliang dan Bodi Caniago. Bagi kelarasan Koto Piliang, kedudukan raja di atas segalanya. Sedangkan bagi Kelarasan Bodi

Caniago kedudukan raja adalah symbolik sebagai pemersatu. 

TTEMPATEMPAT P PERSIDANGANERSIDANGAN

1. Balai Panjang. Tempat persidangan untuk semua lembaga; Raja, Koto Piliang, Bodi Caniago, Rajo-rajo di rantau berada di Balai Panjang, Tabek Sawah Tangah.

2. Balairung Tempat persidangan raja dengan basa-basa disebut Balairung

3. Medan nan bapaneh Tempat persidangan kelarasan koto piliang disebut Medan Nan Bapaneh dipimpin Pamuncak Koto Piliang, Datuk Bandaro Putih

4. Medan nan Balinduang Tempat persidangan kelarasan bodi caniago disebut Medan Nan Balinduang dipimpin oleh Pucuak Bulek Bodi Caniago, Datuk Bandaro Kuniang.

5. Balai Nan Saruang Tempat persidangan Datuk Badaro Kayo di Pariangan disebut Balai Nan Saruang 

LLAREHAREH NANNAN D DUOUO

Lareh atau sistem, di dalam adat dikenal dengan dua; Lareh Nan Bunta dan Lareh nan Panjang. Lareh nan Bunta lazim juga disebut Lareh Nan Duo, yang dimaksudkan adalah Kelarasan Koto Piliang yang disusun oleh Datuk Ketumanggungan dan Kelarasan Bodi Caniago oleh Datuk Perpatih Nan Sabatang.

Sedangkan Lareh nan Panjang di sebut; Bodi Caniago inyo bukan, Koto Piliang inyo antah disusun oleh Datuk Suri Nan Banego-nego.(disebut juga Datuk Sikalab Dunia Nan Banego-nego) Namun yang lazim dikenal hanyalah dua saja, Koto Piliang dan Bodi Caniago.

10 H Mas’oed Abidin

Page 11: 3611582 Minangkabau Dan Sistem Kekerabatan

Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

Kedua sistem (kelarasan) Koto Piliang dan Bodi Caniago adalah dua sistem yang saling melengkapi dan memperkuat. Hal ini sesuai dengan sejarah berdirinya kedua kelarasan itu. Datuk Ketumanggungan dan Datuk Perpatih Nan Sabatang kakak adik lain ayah, sedangkan Datuk Suri Nan Banego-nego adalah adik dari Datuk Perpatih Nan Sabatang.

Di dalam tambo disebutkan;Malu urang koto piliang, malu urang bodi caniago.

Di dalam mamangan lain dikatakan:Tanah sabingah lah bapunyo, rumpuik sahalai lah bauntuakMalu nan alun kababagi.  

A. KELARASAN KOTO PILIANG

Dipimpin oleh Datuk Bandaro Putiah

Roda pemerintahan dijalankan dalam sistem Koto Piliang, yang dalam hal ini dijalankan oleh Basa Ampek Balai:

1. Panitiahan – berkedudukan di Sungai Tarab – Pamuncak Koto Piliang

2. Makhudum – berkedudukan di Sumanik – Aluang bunian Koto Piliang

3. Indomo – berkedudukan di Saruaso – Payung Panji Koto Piliang

4. Tuan Khadi – berkedudukan di Padang Ganting – Suluah Bendang Koto Piliang

(Ditambah seorang lagi yang kedudukannya sama dengan Basa Ampek Balai)

5. Tuan Gadang – berkedudukan di Batipuh – Harimau Campo Koto Piliang 

Setiap Basa, mempunyai perangkat sendiri untuk mengurus masalah-masalahdaerah kedudukannya.

Setiap basa membawahi beberapa orang datuk di daerah tempat kedudukannya, tergantung kawasannya masing-masing. (Ada yang 9 datuk seperti Sungai Tarab, 7 datuk seperti di Saruaso dll).

Setiap Basa diberi wewenang oleh raja untuk mengurus wilayah-wilayah tertentu, untuk memungut ameh manah, cukai, pengaturan wilayah dan sebagainya. Misalnya;

a) Datuk Bandaro untuk daerah pesisir sampai ke Bengkulub) Makhudum untuk daerah pesisir timur sampai ke Negeri Sembilanc) Indomo untuk daerah pesisir barat utara.d) Tuan Kadi untuk daerah Minangkabau bagian selatan. 

11 H Mas’oed Abidin

Page 12: 3611582 Minangkabau Dan Sistem Kekerabatan

Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

Pada setiap nagari, ada beberapa penghulu yang berada di bawah setiap basa yang mengepalai nagari-nagari tersebut.1   

 

LANGGAM NAN TUJUAHLANGGAM NAN TUJUAH (7 daerah istimewa)

Di dalam sistem pemerintahan itu, ada daerah-daerah istimewa yang dipimpin oleh seorang penghulu yang langsung berada di bawah kuasa raja. Dia tidak berada di bawah Basa 4 Balai.

Daerah-daerah istimewa ini mempunyai fungsi dan kedudukan tersendiri dan sampai sekarang masih dijalankan.

Langgam nan tujuh itu terdiri dari tujuh daerah/wilayah dengan gelar kebesarannya masing-masing:1. Pamuncak Koto Piliang

Daerahnya Sungai Tarab salapan batu2. Gajah Tongga Koto Piliang

Daerahnya Silingkang & Padang Sibusuak  3. Camin Taruih Koto Piliang

Daerahnya Singkarak & Saningbaka  4. Cumati Koto Piliang

Daerahnya Sulik Aie & Tanjuang Balik

5. Perdamaian Koto Piliang

Daerahnya Simawang & Bukik Kanduang

6. Harimau Campo Koto Piliang

Daerahnya Batipuh 10 Koto

7. Pasak kungkuang Koto Piliang

Daerahnya Sungai Jambu & Labu Atan 

SSISTEMISTEM YANGYANG DIPAKAIDIPAKAI DALAMDALAM KELARASANKELARASAN K KOTOOTO P PILIANGILIANG

Memakai sistem cucua nan datang dari langik, kaputusan indak buliah dibandiang. Maksudnya; segala keputusan datang dari raja. Raja yang menentukan.

1 Masing-masing unsur (elemen) dari perangkat adat ini banyak diubah dan berubah akibat ekspansi pemerintahan Belanda dalam mencampuri urusan hukum adat. Namun “batang” dari sistem ini tetap diikuti sampai sekarang.

12 H Mas’oed Abidin

Page 13: 3611582 Minangkabau Dan Sistem Kekerabatan

Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

Bila persoalan timbul pada suatu kaum, kaum itu membawa persoalan kepada Basa Ampek Balai. Jika persoalan tidak putus oleh Basa Ampek Balai, diteruskan kepada Rajo Duo Selo. Urusan adat kepada Rajo Adat, dan urusan keagamaan kepada Rajo Ibadat.

Bila kedua rajo tidak dapat memutuskan, diteruskan kepada Rajo Alam. Rajo Alamlah yang memutuskan.

Karena itu dalam kelarasan ini hirarkinya adalag sebagai berikut; kamanakan barajo ka mamak, mamak barajo ka pangulu, pangulu barajo ka Basa Ampek Balai, Basa Ampek Balai ka Rajo Duo Selo. 

KELARASAN BODI CANIAGOKELARASAN BODI CANIAGO

Dipimpin oleh Datuk Bandaro Kuniang, Gajah Gadang Patah Gadiang di Limo Kaum.

Di bawahnya disebut Datuak Nan Batigo; Datuk nan di Dusun Tuo, Datuk nan di Paliang, Datuk nan Kubu Rajo. (Nama-nama Datuk tak disebutkan, karena mereka memakai sistem “gadang balega”, pimpinan dipilih berdasarkan kemufakatan (Hilang Baganti).

Kelarasan Bodi Caniago, juga mempunyai daerah setaraf Langgam Nan Tujuh dalam kelarasan Koto Piliang, yang disebut Tanjuang nan ampek, lubuak nan tigo (juga tujuh daerah khusus dengan tujuh penghulu/pucuak buleknyo)

a. Tanjuang Bingkuang (Limo kaum dan sekitarnya)

b. Tanjung Sungayang

c. Tanjuang Alam

d. Tanjuang Barulak

e. Lubuk Sikarah

f. Lubuk Sipunai g. Lubuk Simawang

SSISTEMISTEM YANGYANG DIPAKAIDIPAKAI DALAMDALAM KELARASANKELARASAN B BODIODI C CANIAGOANIAGO

Memakai sistem nan bambusek dari tanah, nan tumbuah dari bawah.

Kaputusan buliah dibandiang. Nan luruih buliah ditenok, nan bungkuak buliah dikadang. Maksudnya; segala keputusan ditentukan oleh sidang kerapatan para penghulu. Keputusan boleh dibanding, dipertanyakan dan diuji kebenarannya.

Bila persoalan timbul pada suatu kaum, kaum itu membawa persoalan kepada Datuak nan Batigo di Limo Kaum. Karena itu dalam kelarasan ini hirarkinya adalah sebagai berikut; kamanakan barajo ka mamak, mamak barajo ka pangulu, pangulu barajo ka mupakaik, nan bana badiri sandirinyo. 

13 H Mas’oed Abidin

Page 14: 3611582 Minangkabau Dan Sistem Kekerabatan

Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

LAREH NAN PANJANGLAREH NAN PANJANG

Dipimpin oleh Datuk Bandaro Kayo. Selain itu pula, ada satu lembaga lain yang dipimpin oleh Datuk Badaro Kayo yang berkedudukan di Pariangan Padang Panjang. Tugasnya menjadi juru damai sekiranya terjadi pertikaan antara Datuk Badaro Putiah di Sungai Tarab (Koto Piliang) dengan Datuk Bandaro Kuniang (Bodi Caniago). Dia bukan dari kelarasan Koto Piliang atau Bodi Caniago, tetapi berada antara keduanya. Di dalam pepatah adat disebutkan:

Pisang sikalek-kalek utanPisang simbatu nan bagatahBodi Caniago inyo bukanKoto piliang inyo antah

Daerah kawasannya disebut : 8 Koto Di ateh, 7 Koto Di bawah, batasan wilayahnya disebutkan Sajak dari guguak Sikaladi Hilie, sampai ka Bukik Tumasu Mudiak, Salilik Batang Bangkaweh.

8 Koto Di ateh terdiri dari; Guguak, Sikaladi, Pariangan, Pd.Panjang, Koto Baru, Sialahan, Koto Tuo, Batu Taba.

7 Koto Di bawah terdiri dari; Galogandang, Padang Lua, Turawan, Balimbiang, Kinawai, Sawah Laweh, Bukik Tumasu. 

Dengan demikian, ada tiga Datuk Bandaro di dalam daerah kerajaan itu. Kemudian disusul dengan adanya Datuk Bandaro Hitam yang juga punya fungsi sama seperti Datuk Bandaro Putiah, dengan kedudukan di wilayah Minangkabau bagian selatan (Jambu Limpo dllnya). 

PPENGHULUENGHULU

Penghulu pada setiap kaum yang ada naari-nagari masing-masingnya punya perangkat tersendiri pula dalam mengatur kaumnya. Perangkat itu terdiri dari: Manti, Malin, Dubalang. Mereka berempat disebut pula Urang nan ampek jinih.

Setiap rumah gadang, punya seorang mamak yang mengatur. Mamak yang mengatur rumah gadang tersebut Tungganai, atau mamak rumah. Dia juga bergelar datuk. 

Nama Gelar Penghulu.

Nama gelar penghulu yang mula-mula hanya terdiri satu kata; Bandaro misalnya. Datuk Bandaro.

Pada lapis kedua, atau sibaran baju, nama datuk menjadi dua kata, untuk memisahkan sibaran yang satu dengan sibaran yang lain; Datuk Bandaro Putih, Datuk Badaro Kuniang, Datuk Bandaro Kayo dan Datuk Bandaro Hitam.

14 H Mas’oed Abidin

Page 15: 3611582 Minangkabau Dan Sistem Kekerabatan

Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

Apabila kemenakan datuk Bandaro ini sudah semakin banyak, dan memerlukan seorang penghulu untuk mengatur mereka, maka mereka memecah lagi gelaran itu; Datuk Bandaro Lubuak Bonta misalnya, adalah sibaran pada peringkat ke empat dari gelar asalnya. Begitu seterusnya.

Semakin panjang gelar Datuk itu, itu pertanda bahwa gelar itu adalah sibaran dalam tingkat ke sekian.

 

SISTIM KEKELUARGAAN MATRILINEALSistem matrilineal adalah suatu sistem yang mengatur kehidupan dan ketertiban

suatu masyarakat yang terikat dalam suatu jalinan kekerabatan dalam garis ibu. Seorang

anak laki-laki atau perempuan merupakan klen dari perkauman ibu. Ayah tidak dapat

memasukkan anaknya ke dalam klen-nya sebagaimana yang berlaku dalam sistem

patrilineal. Oleh karena itu, waris dan pusaka diturunkan menurut garis ibu pula.

Menurut Muhammad Radjab (1969) sistem matrilineal mempunyai ciri-cirinya

sebagai berikut;

1. Keturunan dihitung menurut garis ibu.

2. Suku terbentuk menurut garis ibu

3. Tiap orang diharuskan kawin dengan orang luar sukunya (exogami)

4. Pembalasan dendam merupakan satu kewajiban bagi seluruh suku

5. Kekuasaan di dalam suku, menurut teori, terletak di tangan “ibu”, tetapi jarang sekali

dipergunakan, sedangkan

6. Yang sebenarnya berkuasa adalah saudara laki-lakinya

7. Perkawinan bersifat matrilokal, yaitu suami mengunjungi rumah istrinya

8. Hak-hak dan pusaka diwariskan oleh mamak kepada kemenakannya dan dari

saudara laki-laki ibu kepada anak dari saudara perempuan.

15 H Mas’oed Abidin

Page 16: 3611582 Minangkabau Dan Sistem Kekerabatan

Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

Sistem kekerabatan ini tetap dipertahankan masyarakat Minangkabau sampai

sekarang. Bahkan selalu disempurnakan sejalan dengan usaha menyempurnakan sistem

adatnya. Terutama dalam mekanisme penerapannya di dalam kehidupan sehari-hari. Oleh

karena itu peranan seorang penghulu ataupun ninik mamak dalam kaitan bermamak

berkemanakan sangatlah penting.

Bahkan peranan penghulu dan ninik mamak itu boleh dikatakan sebagai faktor

penentu dan juga sebagai indikator, apakah mekanisme sistem matrilineal itu berjalan

dengan semestinya atau tidak.

Jadi keberadaan sistem ini tidak hanya terletak pada kedudukan dan peranan kaum

perempuan saja, tetapi punya hubungkait yang sangat kuat dengan institusi ninik

mamaknya di dalam sebuah kaum, suku atau klen.

Sebagai sebuah sistem, matrilineal dijalankan berdasarkan kemampuan dan berbagai

penafsiran oleh pelakunya; ninik-mamak, kaum perempuan dan anak kemenakan. Akan

tetapi sebuah uraian atau perincian yang jelas dari pelaksanaan dari sistem ini, misalnya

ketentuan-ketentuan yang pasti dan jelas tentang peranan seorang perempuan dan sanksi

hukumnya kalau terjadi pelanggaran, ternyata sampai sekarang belum ada. Artinya tidak

dijelaskan secara tegas tentang hukuman jika seorang Minang tidak menjalankan sistem

matrilineal tersebut.

Sistem itu hanya diajarkan secara turun temurun kemudian disepakati dan dipatuhi,

tidak ada buku rujukan atau kitab undang-undangnya. Namun begitu, sejauh manapun

sebuah penafsiran dilakukan atasnya, pada hakekatnya tetap dan tidak beranjak dari

fungsi dan peranan perempuan itu sendiri. Hal seperti dapat dianggap sebagai sebuah

kekuatan sistem tersebut yang tetap terjaga sampai sekarang.

Pada dasarnya sistem matrilineal bukanlah untuk mengangkat atau memperkuat

peranan perempuan, tetapi sistem itu dikukuhkan untuk menjaga, melindungi harta

pusaka suatu kaum dari kepunahan, baik rumah gadang, tanah pusaka dan sawah ladang.

Bahkan dengan adanya hukum faraidh dalam pembagian harta menurut Islam,

harta pusaka kaum tetap dilindungi dengan istilah “pusako tinggi”, sedangkan harta yang

boleh dibagi dimasukkan sebagai “pusako randah”.

Dalam sistem matrilineal perempuan diposisikan sebagai pengikat, pemelihara dan

penyimpan, sebagaimana diungkapkan pepatah adatnya amban puruak atau tempat

penyimpanan. Itulah sebabnya dalam penentuan peraturan dan perundang-undangan

adat, perempuan tidak diikut sertakan. Perempuan menerima bersih tentang hak dan

kewajiban di dalam adat yang telah diputuskan sebelumnya oleh pihak ninik mamak.

16 H Mas’oed Abidin

Page 17: 3611582 Minangkabau Dan Sistem Kekerabatan

Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

Perempuan menerima hak dan kewajibannya tanpa harus melalui sebuah prosedur

apalagi bantahan. Hal ini disebabkan hak dan kewajiban perempuan itu begitu dapat

menjamin keselamatan hidup mereka dalam kondisi bagaimanapun juga. Semua harta

pusaka menjadi milik perempuan, sedangkan laki-laki diberi hak untuk mengatur dan

mempertahankannya.

Perempuan tidak perlu berperan aktif seperti ninik mamak. Perempuan

Minangkabau yang memahami konstelasi seperti ini tidak memerlukan lagi atau menuntut

lagi suatu prosedur lain atas hak-haknya. Mereka tidak memerlukan emansipasi lagi,

mereka tidak perlu dengan perjuangan gender, karena sistem matrilineal telah

menyediakan apa yang sesungguhnya diperlukan perempuan.

Para ninik-mamak telah membuatkan suatu “aturan permainan” antara laki-laki dan

perempuan dengan hak dan kewajiban yang berimbang antar sesamanya.

Oleh karena itulah institusi ninik-mamak menjadi penting dan bahkan sakral bagi

kemenakan dan sangat penting dalam menjaga hak dan kewajiban perempuan. Keadaan

seperti ini sudah berlangsung lama, dengan segala kelebihan dan kekurangannya, dengan

segala plus minusnya.

Keunggulan dari sistem ini adalah, dia tetap bertahan walau sistem patrilineal juga

diperkenalkan oleh Islam sebagai sebuah sistem kekerabatan yang lain pula. Sistim

matrilieal tidak hanya jadi sebuah “aturan” saja, tetapi telah menjadi semakin kuat menjadi

suatu budaya, way of live, kecenderungan yang paling dalam diri dari setiap orang

Minangkabau.

Sampai sekarang, pada setiap individu laki-laki Minang misalnya, kecenderungan

mereka menyerahkan harta pusaka, warisan dari hasil pencahariannya sendiri, yang

seharusnya dibagi menurut hukum faraidh kepada anak-anaknya, mereka lebih condong

untuk menyerahkannya kepada anak perempuannya.

Anak perempuan itu nanti menyerahkan pula kepada anak perempuannya pula.

Begitu seterusnya. Sehingga Tsuyoshi Kato dalam disertasinya menyebutkan bahwa sistem

matrilineal akan semakin menguat dalam diri orang-orang Minang walaupun mereka telah

menetap di kota-kota di luar Minang sekalipun. Sistem matrilineal tampaknya belum akan

meluntur sama sekali, walau kondisi-kondisi sosial lainnya sudah banyak yang berubah.

Untuk dapat menjalankan sistem itu dengan baik, maka mereka yang akan

menjalankan sistem itu haruslah orang Minangkakabu itu sendiri. Untuk dapat

menentukan seseorang itu orang Minangkabau atau tidak, ada beberapa ketentuannya,

atau syarat-syarat seseorang dapat dikatakan sebagai orang Minangkabau.

17 H Mas’oed Abidin

Page 18: 3611582 Minangkabau Dan Sistem Kekerabatan

Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

Syarat-syarat seseorang dapat dikatakan orang Minangkabau;

1. Basuku (bamamak bakamanakan)

2. Barumah gadang

3. Basasok bajarami

4. Basawah baladang

5. Bapandan pakuburan

6. Batapian tampek mandi

Seseorang yang tidak memenuhi ketentuan tersebut di dalam berkaum bernagari,

dianggap “orang kurang” atau tidak sempurna. Bagi seseorang yang ingin menjadi orang

Minang juga dibuka pintunya dengan memenuhi berbagai persyaratan pula.

Dalam istilah inggok mancangkam tabang basitumpu. Artinya orang itu harus

masuk ke dalam sebuah kaum atau suku, mengikuti seluruh aturan-aturannya.

Ada empat aspek penting yang diatur dalam sistem matrilienal;

A. PENGATURAN HARTA PUSAKA

Harta pusaka yang dalam terminologi Minangkabau disebut harato jo pusako. Harato

adalah sesuatu milik kaum yang tampak dan ujud secara material seperti sawah, ladang,

rumah gadang, ternak dan sebagainya.

Pusako adalah sesuatu milik kaum yang diwarisi turun temurun baik yang tampak

maupun yang tidak tampak. Oleh karena itu di Minangkabau dikenal pula dua kata kembar

yang artinya sangat jauh berbeda; sako dan pusako. 

1. Sako

Sako adalah milik kaum secara turun temurun menurut sistem matrilineal yang tidak

berbentuk material, seperti gelar penghulu, kebesaran kaum, tuah dan penghormatan yang

diberikan masyarakat kepadanya.

Sako merupakan hak bagi laki-laki di dalam kaumnya. Gelar demikian tidak dapat

diberikan kepada perempuan walau dalam keadaan apapun juga. Pengaturan pewarisan

gelar itu tertakluk kepada sistem kelarasan yang dianut suku atau kaum itu.

Jika menganut sistim kelarasan Koto Piliang, maka sistem pewarisan sakonya

berdasarkan; patah tumbuah. Artinya, gelar berikutnya harus diberikan kepada

kemenakan langsung dari si penghulu yang memegang gelar itu. Gelar demikian tidak

dapat diwariskan kepada orang lain dengan alasan papun juga.

18 H Mas’oed Abidin

Page 19: 3611582 Minangkabau Dan Sistem Kekerabatan

Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

Jika tidak ada laki-laki yang akan mewarisi, gelar itu digantuang atau dilipek atau

disimpan sampai nanti kaum itu mempunyai laki-laki pewaris.

Jika menganut sistem kelarasan Bodi Caniago, maka sistem pewarisan sakonya

berdasarkan hilang baganti. Artinya, jika seorang penghulu pemegang gelar kebesaran itu

meninggal, dia dapat diwariskan kepada lelaki di dalam kaum berdasarkan kesepakatan

bersama anggota kaum itu. Pergantian demikian disebut secara adatnya gadang balega.

Di dalam halnya gelar kehormatan atau gelar kepenghuluan (datuk) dapat diberikan

dalam tiga tingkatan:

a. Gelar yang diwariskan dari mamak ke kemenakan. Gelar ini merupakan gelar

pusaka kaum sebagaimana yang diterangkan di atas. Gelar ini disebut sebagai

gelar yang mengikuti kepada perkauman yang batali darah.

b. Gelar yang diberikan oleh pihak keluarga ayah (bako) kepada anak pisangnya,

karena anak pisang tersebut memerlukan gelar itu untuk menaikkan status

sosialnya atau untuk keperluan lainnya. Gelar ini hanya gelar panggilan, tetapi

tidak mempengaruhi konstelasi dan mekanisme kepenghuluan yang telah ada di

dalam kaum. Gelar ini hanya boleh dipakai untuk dirinya sendiri, seumur hidup

dan tidak boleh diwariskan kepada yang lain; anak apalagi kemenakan. Bila si

penerima gelar meninggal, gelar itu akan dijemput kembali oleh bako dalam

sebuah upacara adat. Gelar ini disebut sebagai gelar yang berdasarkan batali

adat.

c. Gelar yang diberikan oleh raja Pagaruyung kepada seseorang yang dianggap

telah berjasa menurut ukuran-ukuran tertentu. Gelar ini bukan gelar untuk

mengfungsinya sebagai penghulu di dalam kaumnya sendiri, karena gelar

penghulu sudah dipakai oleh pengulu kaum itu, tetapi gelaran itu adalah

merupakan balasan terhadap jasa-jasanya. Gelaran ini disebut secara adat

disebabkan karena batali suto. Gelar ini hanya boleh dipakai seumur hidupnya

dan tidak boleh diwariskan. Bila terjadi sesuatu yang luar biasa, yang dapat

merusakkan nama raja, kaum, dan nagari, maka gelaran itu dapat dicabut

kembali. 

2. Pusako

Pusako adalah milik kaum secara turun temurun menurut sistem matrilineal yang

berbentuk material, seperti sawah, ladang, rumah gadang dan lainnya.

Pusako dimanfaatkan oleh perempuan di dalam kaumnya.

19 H Mas’oed Abidin

Page 20: 3611582 Minangkabau Dan Sistem Kekerabatan

Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

Hasil sawah, ladang menjadi bekal hidup perempuan dengan anak-anaknya. Rumah

gadang menjadi tempat tinggalnya.

Laki-laki berhak mengatur tetapi tidak berhak untuk memiliki.

Karena itu di Minangkabau kata hak milik bukanlah merupakan kata kembar, tetapi

dua kata yang satu sama lain artinya tetapi berada dalam konteks yang sama. Hak dan

milik.

Laki-laki punya hak terhadap pusako kaum, tetapi dia bukan pemilik pusako

kaumnya.

Dalam pengaturan pewarisan pusako, semua harta yang akan diwariskan harus

ditentukan dulu kedudukannya.

Kedudukan harta pusaka itu terbagi dalam;

a. Pusako tinggi.

Harta pusaka kaum yang diwariskan secara turun temurun berdasarkan garis ibu.

Pusaka tinggi hanya boleh digadaikan bila keadaan sangat mendesak sekali hanya untuk

tiga hal saja; pertama, gadih gadang indak balaki, kedua, maik tabujua tangah rumah,

ketiga, rumah gadang katirisan. Selain dari ketiga hal di atas harta pusaka tidak boleh

digadaikan apalagi dijual.

b. Pusako randah.

Harta pusaka yang didapat selama perkawinan antara suami dan istri. Pusaka ini

disebut juga harta bawaan, artinya modal dasarnya berasal dari masing-masing kaum.

Pusako randah diwariskan kepada anak, istri dan saudara laki-laki berdasarkan hukum

faraidh, atau hukum Islam.

Namun dalam berbagai kasus di Minangkabau, umumnya, pusako randah ini juga

diserahkan oleh laki-laki pewaris kepada adik perempuannya. Tidak dibaginya menurut

hukum faraidh tersebut. Inilah mungkin yang dimaksudkan Tsuyoshi Kato bahwa sistem

matrilineal akan menguat dengan adanya keluarga batih. Karena setiap laki-laki pewaris

pusako randah akan selalu menyerahkan harta itu kepada saudara perempuannya.

Selanjutanya saudara perempuan itu mewariskan pula kepada anak perempuannya. Begitu

seterusnya. Akibatnya, pusako randah pada mulanya, dalam dua atau tiga generasi

berikutnya menjadi pusako tinggi pula. 

PERANAN LAKI-LAKI

20 H Mas’oed Abidin

Page 21: 3611582 Minangkabau Dan Sistem Kekerabatan

Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

Kedudukan laki-laki dan perempuan di dalam adat Minangkabau berada dalam posisi

seimbang. Laki-laki punya hak untuk mengatur segala yang ada di dalam perkauman, baik

pengaturan pemakaian, pembagian harta pusaka, perempuan sebagai pemilik dapat

mempergunakan semua hasil itu untuk keperluannya anak beranak.

Peranan laki-laki di dalam dan di luar kaumnya menjadi sesuatu yang harus

dijalankannya dengan seimbang dan sejalan.

1. SEBAGAI KEMENAKAN 

Di dalam kaumnya, seorang laki-laki bermula sebagai kemenakan (atau dalam

hubungan kekerabatan disebutkan; ketek anak urang, lah gadang kamanakan awak).

Sebagai kemenakan dia harus mematuhi segala aturan yang ada di dalam kaum. Belajar

untuk mengetahui semua aset kaumnya dan semua anggota keluarga kaumnya.

Oleh karena itu, ketika seseorang berstatus menjadi kemenakan, dia selalu disuruh

ke sana ke mari untuk mengetahui segala hal tentang adat dan perkaumannya.

Dalam kaitan ini, peranan Surau menjadi penting, karena Surau adalah sarana tempat

mempelajari semua hal itu baik dari mamaknya sendiri maupun dari orang lain yang

berada di surau tersebut.

Dalam menentukan status kemenakan sebagai pewaris sako dan pusako, anak

kemenakan dikelompokan menjadi tiga kelompok:

a. Kemenakan di bawah daguak

b. Kemenakan di bawah pusek

c. Kemenakan di bawah lutuik

Kemenakan di bawah daguak adalah penerima langsung waris sako dan pusako

dari mamaknya.

Kemenakan di bawah pusek adalah penerima waris apabila kemenakan di bawah

daguak tidak ada (punah).

Kemenakan di bawah lutuik, umumnya tidak diikutkan dalam pewarisan sako dan

pusako kaum.

2. SEBAGAI MAMAK

Pada giliran berikutnya, setelah dia dewasa, dia akan menjadi mamak dan

bertanggung jawab kepada kemenakannya. Mau tidak mau, suka tidak suka, tugas itu

harus dijalaninya. Dia bekerja di sawah kaumnya untuk saudara perempuannya anak-

beranak yang sekaligus itulah pula kemenakannya. Dia mulai ikut mengatur, walau

21 H Mas’oed Abidin

Page 22: 3611582 Minangkabau Dan Sistem Kekerabatan

Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

tanggung jawab sepenuhnya berada di tangan mamaknya yang lebih tinggi, yaitu penghulu

kaum.

3. SEBAGAI PENGHULU

Selanjutnya, dia akan memegang kendali kaumnya sebagai penghulu. Gelar

kebesaran diberikan kepadanya, dengan sebutan datuk. Seorang penghulu berkewajiban

menjaga keutuhan kaum, mengatur pemakaian harta pusaka. Dia juga bertindak terhadap

hal-hal yang berada di luar kaumnya untuk kepentingan kaumnya.

Setiap laki-laki terhadap kaumnya selalu diajarkan; kalau tidak dapat menambah

(maksudnya harta pusaka kaum), jangan mengurangi (maksudnya, menjual, menggadai

atau menjadikan milik sendiri).

Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa peranan seorang laki-laki di dalam kaum

disimpulkan dalam ajaran adatnya;

Tagak badunsanak mamaga dunsanakTagak basuku mamaga sukuTagak ba kampuang mamaga kampuangTagak ba nagari mamaga nagari 

4. PERANAN DI LUAR KAUM

Selain berperan di dalam kaum sebagai kemanakan, mamak atau penghulu, seorang

anak lelaki setelah dia kawin dan berumah tangga, dia mempunyai peranan lain sebagai

tamu atau pendatang di dalam kaum isterinya. Artinya di sini, dia sebagai duta pihak

kaumnya di dalam kaum istrinya, dan istri sebagai duta kaumnya pula di dalam kaum

suaminya. Satu sama lain harus menjaga kesimbangan dalam berbagai hal, termasuk

perlakuan-perlakuan terhadap anggota kaum kedua belah pihak.

Di dalam kaum istrinya, seorang laki-laki adalah sumando (semenda). Sumando ini di

dalam masyarakat Minangkabau dibuatkan pula beberapa kategori;

a. Sumando ninik mamak. Artinya, semenda yang dapat ikut memberikan

ketenteraman pada kedua kaum; kaum istrinya dan kaumnya sendiri. Mencarikan

jalan keluar terhadap sesuatu persoalan dengan sebijaksana mungkin. Dia lebih

berperan sebagai seorang yang arif dan bijaksana.

b. Sumando kacang miang. Artinya, sumando yang membuat kaum istrinya

menjadi gelisah karena dia memunculkan atau mempertajam persoalan-

persoalan yang seharusnya tidak dimunculkan. Sikap seperti ini tidak boleh

dipakai.

22 H Mas’oed Abidin

Page 23: 3611582 Minangkabau Dan Sistem Kekerabatan

Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

c. Sumando lapik buruk. Artinya, sumando yang hanya memikirkan anak istrinya

semata tanpa peduli dengan persoalan-persoalan lainnya. Dikatakan juga

sumando seperti seperti sumando apak paja, yang hanya berfungsi sebagai

tampang atau bibit semata. Sikap seperti ini juga tidak boleh dipakai dan

harus dijauhi.

Sumando tidak punya kekuasan apapun di rumah istrinya, sebagaimana yang selalu

diungkapkan dalam pepatah petitih;

Sadalam-dalam payoHinggo dado itiakSakuaso-kuaso urang sumandoHinggo pintu biliak

Sebaliknya, peranan sumando yang baik dikatakan;

Rancak rumah dek sumandoElok hukum dek mamaknyo 

KAUM DAN PESUKUAN

Orang Minangkabau yang berasal dari satu keturunan dalam garis matrilineal

merupakan anggota kaum dari keturunan tersebut.

Di dalam sebuah kaum, unit terkecil disebut samande. Yang berasal dari satu ibu

(mande). Unit yang lebih luas dari samande disebut saparuik. Maksudnya berasal dari

nenek yang sama.

Kemudian saniniak maksudnya adalah keturunan nenek dari nenek. Yang lebih luas

dari itu lagi disebut sakaum.

Kemudian dalam bentuknya yang lebih luas, disebut sasuku. Maksudnya, berasal dari

keturunan yang sama sejak dari nenek moyangnya.

Suku artinya seperempat atau kaki. Jadi, pengertian sasuku dalam sebuah nagari

adalah seperempat dari penduduk nagari tersebut. Karena, dalam sebuah nagari harus ada

empat suku besar.

Padamulanya suku-suku itu terdiri dari Koto, Piliang, Bodi dan Caniago. Dalam

perkembangannya, karena bertambahnya populasi masyarakat setiap suku, suku-suku

itupun dimekarkan.

Koto dan Piliang berkembang menjadi beberapa suku; Tanjuang, Sikumbang,

Kutianyir, Guci, Payobada, Jambak, Salo, Banuhampu, Damo, Tobo, Galumpang, Dalimo,

23 H Mas’oed Abidin

Page 24: 3611582 Minangkabau Dan Sistem Kekerabatan

Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

Pisang, Pagacancang, Patapang, Melayu, Bendang, Kampai, Panai, Sikujo, Mandahiliang, Bijo

dll.

Bodi dan Caniago berkembang menjadi beberapa suku; Sungai Napa, Singkuang,

Supayang, Lubuk Batang, Panyalai, Mandaliko, Sumagek dll.

Dalam majlis peradatan keempat pimpinan dari suku-suku ini disebut urang nan

ampek suku.

Dalam sebuah nagari ada yang tetap dengan memakai ampek suku tapi ada juga

memakai limo suku, maksudnya ada nama suku lain; Malayu yang dimasukkan ke sana.

Sebuah suku dengan suku yang lain, mungkin berdasarkan sejarah, keturunan atau

kepercayaan yang mereka yakini tentang asal sulu mereka, boleh jadi berasal dari

perempuan yang sama.

Suku-suku yang merasa punya kaitan keturunan ini disebut dengan sapayuang. Dari

beberapa payuang yang juga berasal sejarah yang sama, disebut sahindu. Namun, yang

lazim dikenal dalam berbagai aktivitas sosial masyarakat Minangkabau adalah; sasuku dan

sapayuang saja.

Sebuah kaum mempunyai keterkaitan dengan suku-suku lainnya, terutama

disebabkan oleh perkawinan. Oleh karena itu kaum punya struktur yang umumnya dipakai

oleh setiap suku;

(1) STRUKTUR DI DALAM KAUM

Di dalam sebuah kaum, strukturnya sebagai berikut;

a. Mamak yang dipercaya sebagai pimpinan kaum yang disebut Penghulu

bergelar datuk.

b. Mamak-mamak di bawah penghulu yang dipercayai memimpin setiap rumah

gadang, karena di dalam satu kaum kemungkinan rumah gadangnya banyak.

Mamak-mamak yang mempimpin setiap rumah gadang itu disebut;

tungganai.

Seorang laki-laki yang memikul tugas sebagai tungganai rumah pada beberapa suku

tertentu mereka juga diberi gelar datuk.

Di bawah tungganai ada laki-laki dewasa yang telah kawin juga, berstatus sebagai

mamak biasa.

Di bawah mamak itulah baru ada kemenakan.  

24 H Mas’oed Abidin

Page 25: 3611582 Minangkabau Dan Sistem Kekerabatan

Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

(2) STRUKTUR DALAM KAITANNYA DENGAN SUKU LAIN.

Akibat dari sistem matrilienal yang mengharuskan setiap anggota suku harus kawin

dengan anggota suku lain, maka keterkaitan akibat perkawinan melahirkan suatu struktur

yang lain, struktur yang mengatur hubungan anggota sebuah suku dengan suku lain yang

terikat dalam tali perkawinan tersebut.

a. Induk bako anak pisang

Induak bako anak pisang merupakan dua kata yang berbeda; induak bako dan anak

pisang. Induak bako adalah semua ibu dari keluarga pihak ayah.

Bako adalah semua anggota suku dari kaum pihak ayah.

Induak bako punya peranan dan posisi tersendiri di dalam sebuah kaum pihak si

anak.

b. Andan pasumandan

Andan pasumandan juga merupakan dua kata yang berbeda; andan dan pasumandan.

Pasumandan adalah pihak keluarga dari suami atau istri. Suami dari rumah gadang

A yang kawin dengan isteri dari rumah gadang B, maka pasumandan bagi isteri adalah

perempuan yang berada dalam kaum suami.

Sedangkan andan bagi kaum rumah gadang A adalah anggota kaum rumah gadang C

yang juga terikat perkawinan dengan salah seorang anggota rumah gadang B.  

c. Bundo Kanduang

Dalam masyarakat Minangkabau dewasa ini kata Bundo Kanduang mempunyai

banyak pengertian pula, antara lain;

a) Bundo kanduang sebagai perempuan utama di dalam kaum, sebagaimana

yang dijelaskan di atas.

b) Bundo Kanduang yang ada di dalam cerita rakyat atau kaba Cindua Mato.

Bundo Kanduang sebagai raja Minangkabau atau raja Pagaruyung.

c) Bundo kanduang sebagai ibu kanduang sendiri.

d) Bundo kanduang sebagai sebuah nama organisasi perempuan Minangkabau

yang berdampingan dengan LKAAM.

Bundo kanduang yang dimaksudkan di sini adalah, Bundo Kanduang sebagai

perempuan utama.

25 H Mas’oed Abidin

Page 26: 3611582 Minangkabau Dan Sistem Kekerabatan

Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

Bundo kanduang sebagai perempuan utama

Apabila ibu atau tingkatan ibu dari mamak yang jadi penghulu masih hidup, maka

dialah yang disebut Bundo Kanduang, atau mandeh atau niniek. Dialah perempuan utama

di dalam kaum itu.

Perempuan yang disebut bundo anduang dalam kaumnya, mempunyai kekuasaan

lebih tinggi dari seorang penghulu karena dia setingkat ibu, atau ibu penghulu itu betul.

Dia dapat menegur penghulu itu apabila si penghulu melakukan suatu kekeliruan.

Perempuan-perempuan setingkat mande di bawahnya, apabila dia dianggap lebih pandai,

bijak dan baik, diapun sering dijadikan perempuan utama di dalam kaum. Secara implisit

tampaknya, perempuan utama di dalam suatu kaum, adalah semacam badan pengawasan

atau lembaga kontrol dari apa yang dilakukan seorang penghulu. 

PEREMPUAN MINANGKABAU DI MASA DEPAN

Perempuan Minangkabau di masa depan, dapat dilihat dengan menjadikan 3 kurun

yang ditempuh dalam perjalanan masyarakat Minangkabau sebagai titik-titik untuk

membangun sebuah perspektif ke depan. Kurun waktu yang dimaksudkan adalah; masa

kehidupan masyarakat tradisional, masa transisi terutama dalam masa penjajahan dan

kemerdekaan dan pada zaman modern seperti saat ini.

Dalam kehidupan masyarakat tradisional, keberadaan perempuan Minangkabau

dapat dilihat dari dua sumber; teks kaba dan karya sastra. Sedikit sekali didapatkan

informasi lain selain kedua sumber tersebut.

Dalam masa transisi dan masa modern dalam dilihat dalam novel-novel modern,

kajian-kajian sejarah dan sosiologi. Dengan demikian, dari ketiga masa itu akan dapat

dibangun suatu ramalan atau perspektif perempuan Minangkabau di masa depan. 

Dalam masyarakat Minangkabau tradisional, pada hakekatnya peranan perempuan

itu sudah melebihi apa yang diperlukan perempuan itu sendiri sebagaimana yang mereka

perlukan dalam kehidupan masyarakat modern. Ketika itu tidak dipakai kata emansipasi,

26 H Mas’oed Abidin

Page 27: 3611582 Minangkabau Dan Sistem Kekerabatan

Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

persamaan hak, jender sebagaimana yang sering digembar-gemborkan oleh kaum wanita

barat.

Dalam berbagai kaba atau cerita rakyat, perempuan Minangkabau telah menduduki

tempat dari pucuk tertinggi sampai terbawah.

Dari menjadi seorang raja sampai menjadi seorang inang.

Dari perempuan perkasa yang berani membunuh laki-laki lawan ayahnya untuk

menegakkan suatu marwah, kehormatan kaumnya sampai kepada perempuan yang hanya

bersedia menjadi tempat tidur laki-laki saja.

Dari seorang pengayom, pengasuh dan penentu dalam kaumnya, sampai kepada

perempuan yang kecewa tak beriman dan bunuh diri.

Dari seorang perempuan yang lemah lembut, yang turun hanya sakali sajumaaik dan

setelah ditinggalkan suami merantau atau meninggal, langsung membanting tulang untuk

meneruskan kehidupan dan pendidikan anak-anaknya. Semua aspek yang digembar-

gemborkan oleh perempuan modern, telah tertulis jelas dan gamblang dalam kaba.

Hal sedemikian itu, memberikan arti bahwa masyarakat Minangkabau, terutama

pada keberadaan dan posisi perempuannya sudah menjadi modern sebelum kata modern

itu ada.

Dalam masyarakat Minangkabau yang transisi, melalui rujukan sejarah, kita juga

dapat melihat keberadaan kaum perempuan yang telah dapat meraih berbagai tingkat

dalam kegiatan sosial masyarakatnya. Mulai dari kesuksesan mereka menjadi tokoh

pendidik, tokoh politik, sampai kepada perempuan yang nekad, terutama dalam masa

penjajahan Belanda dan Jepang.

Dalam masa modern, apa yang dicapai perempuan Minangkabau tidak ada bedanya

lagi dengan apa yang dicapai perempuan suku lainnya. Mereka dapat menjadi apa saja,

siapa saja. Mereka dapat hidup di mana saja dan dalam kondisi apa saja. Mereka berani

untuk berpikir terbalik dari pikiran-pikiran lama dan berbagai kemungkinan lain. Di dalam

masyarakat modern, perempuan Minang sudah tidak ada bedanya lagi dengan perempuan

suku lain. Kita tidak dapat membedakan lagi, itu perempuan Minang, atau itu perempuan

bukan Minang. Tidak ada lagi faktor yang membedakan mereka secara fisik dengan

perempuan lain. Namun, perbedaan yang mungkin akan terasa adalah pada; sikap hidup

dan jalan pikiran. Sedangkan yang lain-lainnya sudah sama dengan yang lain.

Sikap hidup perempuan Minangkabau, bersikap terbuka dan selalu berusaha untuk

menjadi basis dari kaumnya. Perempuan Minang memerlukan dan diperlukan oleh suatu

27 H Mas’oed Abidin

Page 28: 3611582 Minangkabau Dan Sistem Kekerabatan

Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

perkauman. Perempuan Minang memerlukan pengakuan atas keberadaannya tidak pada

orang luar kaumnya, tetapi di dalam kaumnya sendiri. Di luar kaum dia dapat saja menjadi

orang modern sebagaimana perempuan lain, tetapi di dalam kaum, dia harus menjalankan

fungsinya dengan baik. Ini berarti, bahwa perempuan Minangkabau harus kembali kepada

“asal”, “fitrah”, dan “kodrat” nya agar tidak menjadi sesuatu yang tidak sumbang, sesuatu

yang seharusnya diwadahi oleh adat dan budaya Minangkabai itu sendiri.

Dapat dikatakan bahwa perempuan Minang pada hakekatnya tidak pernah peduli

apakah dia berada di dalam alam tradisional atau di dalam alam modern. Di dalam alam

tradisinya dia sudah hidup dalam sikap dan pandangan sebagaimana sikap dan padangan

perempuan yang dikatakan modern itu. Yang membedakan antara kedua alam itu

hanyalah tatacara dan citarasa. Sedangkan sikap hidup, pandangan hidup, dan cara

berpikir tetap akan berbeda dengan perempuan lain. Perempuan Minang akan tetap

memakai cara berpikir dan pandangan hidup yang berbeda dengan perempuan lainnya.

Banyak sekali contoh-contoh dapat disajikan terhadap hal ini.

Yang membedakan seseorang berasal dari suatu budaya tidak lagi dari segi bahasa,

tatacara dan cita rasa, tetapi adalah dari sikap hidup, cara berpikir dan tinggi rendahnya

kadar kepercayaan kepada agama yang dianutnya.

Cara berpikir dan sikap hidup perempuan Minang dengan perempuan lain pada

hakekatnya merupakan naluri yang universal. Karena posisi budaya dan bahkan agama

dalam pembentukan cara berfikir dan sikap hidup menjadi sangat penting. Semodern-

modernnya perempuan Minang, dia belum akan mau melebur dirinya menjadi perempuan

Jawa, perempuan Belanda, perempuan Jepang misalnya. Bahasa boleh sama, makanan

boleh serupa, citarasa boleh disesuaikan, tetapi sikap hidup dan cara berpikir tetap akan

berbeda.  

KARAKTERISTIK PEREMPUAN MINANGKABAU

Karakteristik perempuan Minangkabau dapat ditelusuri melalui beberapa aktifitas

masyarakat Minangkabau dalam berbagai aspeknya; (a) tingkah laku, bahasa dan sastra,

nilai-nilai yang dianut dan (b) dalam berbagai kurun waktu; masa lalu dan masa kini dan

untuk dapat memproyeksikannya ke masa depan. Kajian sosilogis historis ini mempunyai

risiko kesalahan yang tinggi terutama karena kurangnya data pendukung. Namun dalam

pembicaraan ini saya bertolak dari tiga aspek saja;

1. Bahasa dan sastra

2. Kesejarahan

3. Sistim nilai.

28 H Mas’oed Abidin

Page 29: 3611582 Minangkabau Dan Sistem Kekerabatan

Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

Dari aspek bahasa dan sastra; bahasa dan sastra telah melahirkan legenda, mitologi

dan cerita rakyat (kaba). Kemudian dalam bentuk-bentuk tertulis berupa novel, cerita

pendek dan puisi. Dalam cerita rakyat (kaba) pola pikir perempuan Minangkabau dapat

dilihat pada perilaku tokoh-tokoh perempuan yang bermain di dalam cerita itu. Mulai dari

Bundo Kanduang dalam kaba Cindua Mato, Gondan Gandoriah dalam kaba Anggun Nan

Tongga, Sabai Nan Aluih dalam kaba Sabai Nan Aluih, kaba Lareh Simawang dan banyak

lagi. Dari apa yang disampaikan di dalam kaba, karakteristik perempuan Minangkabau

dapat disimpulkan;

a. Mempertahankan warisan, kedudukan dan keturunan. Untuk semua itu, perangpun

akan ditempuhnya. (dalam kaba Cindua Mato)

b. Kesetiaan yang tidak dapat ditawar-tawar dan bila dimungkiri akan terjadi sesuatu

yang fatal (dalam kaba Anggun Nan Tongga dan Lareh Simawang)

c. Bila laki-laki tidak mampu berperan dan bertindak, perempuan akan segera

mengambil alih posisi itu (dalam kaba Sabai Nan Aluih)

Dalam sastra modern, atau kaba yang telah dituliskan seperti; Siti Nurbaya, Salah

Asuhan, Di Bawah Lindungan Ka’bah dan banyak lagi, pola pikir perempuan Minangkabau

tampak menjadi semakin maju, bahkan menjadi lebih agresif;

1. Menjaga kehormatan keluarga.

2. Menempatkan posisinya lebih kukuh lagi dalam keluarga kaum.

3. Terbuka menerima pikiran-pikiran baru dan modern

Dari aspek kesejarahan; karakteristik perempuan Minangkabau yang dapat ditelususi

dari tingkah laku tokoh-tokoh seperti; Yang Dipertuan Gadis Puti Reno Sumpu pewaris

kerajaan Pagaruyung setelah Sultan Alam Bagagar Syah ditangkap Belanda, yang

memberikan jaminan nyawanya pada Belanda agar beberapa beberapa penghulu Tanah

Datar terhindar dari hukuman gantung, Siti Manggopoh dengan gagah beraninya

membunuh tentara Belanda, Rahmah El-Yunusiah memilih bidang pendidikan bagi kaum

perempuan, Rasuna Said dalam dunia jurnalistik dan politik dan banyak lagi. Apa yang

telah dilakukan tokoh-tokoh sejarah itu dapat dilihat bahwa pola pikir perempuan

Minangkabau;

a. Bersedia berkorban apa saja untuk menjaga keturunan, kaum dan martabat

negerinya.

b. Melihat ke masa depan dengan segera mengambil posisi sebagai tokoh pendidikan

dan tokoh politik.

29 H Mas’oed Abidin

Page 30: 3611582 Minangkabau Dan Sistem Kekerabatan

Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

c. Menjadi pusat informasi (dengan terbitnya suratkabar perempuan Soenting

Melayoe)

 Dari aspek sistim nilai: karakteristik perempuan Minangkabau telah terpola dalam

suatu pembagian kerja yang seimbang antara laki-laki dan perempuan. Di dalam adat

Minangkabau, perempuan adalah owner (pemilik) sedangkan laki-laki manager

(pengurusan) terhadap semua aset kaumnya. Oleh karena itu sistem matrilineal telah

menempatkan perempuan pada suatu posisi yang mengharuskannya berpikir lebih luas,

bijaksana dan tegas terhadap putusan-putusan yang akan diambil.  

Tantangan ke depan

Berdasarkan kepada apa yang telah dicatat baik dalam bentuk bahasa dan sastra,

maupun dalam bentuk kesejarahan, pola pikir perempuan Minangkabau pada hakekatnya,

tidak mengandung unsur-unsur egoisme, rendah diri atau penghambaan.

Perempuan Minangkabau selalu berpikir bahwa dirinya adalah seorang mande, pusat

dari segala kelahiran dan keturunan, kepemilikan aset kaum (sako dan pusako) yang harus

dipertahankannya dengan cara apapun dan sampai kapanpun. Laki-laki atau suami

baginya bukan penjajah, tetapi partner, kawan berkongsi (dalam kehidupan perkawinan).

Oleh karenanya perempuan Minang tidak mengenal kata gender, dan tidak

memerlukan perjuangan gender. Dia punya posisi yang sama dengan laki-laki. Perempuan

Minang tidak rendah diri terhadap lakli-laki, suaminya atau hal-hal yang berada di luar

dirinya. Dia sedia untuk menjadi pedagang bakulan di pasar, sedia menjadi raja, sedia

menjadi tokoh pendidik, tokoh politik, bahkan sedia untuk nekad dan kalau perlu bunuh

diri dalam mempertahankan haknya atau sesuatu yang diyakininya, seperti dalam kaba

Lareh Simawang itu misalnya.

Jika bertolak dari karakteristik yang telah disebutkan di atas, tantangan ke depan

bagi perempuan Minangkabau pada hakekatnya tidak ada. Sudah sejak dulu mereka

terbuka menerima pikiran-pikiran ke depan. Mereka sangat selektif dan arif terhadap

pemikiran-pemikiran baru.

Jika ada suatu pemikiran muncul untuk mengubah sistem matrilineal dengan alasan

apapun, perempuan Minang akan bangkit mempertahankannya. Sistem kekerabatan itu

sangat menentukan dan prinsipil; bagi eksistensi dirinya, kaumnya, sukunya dan

seterusnya harta pusaka.

Bila laki-laki tidak mampu berperan lagi dalam konteks persoalan apapun,

perempuan Minang akan segera menggantikannya. Seorang suami, boleh pergi atau mati,

30 H Mas’oed Abidin

Page 31: 3611582 Minangkabau Dan Sistem Kekerabatan

Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

tapi dia dan anak-anaknya akan tetap menjaga diri dan kehormatannya untuk

melangsungkan kehidupan.

Namun bila disakiti, dianiaya, diterlantarkan, disia-siakan, dia akan segera bereaksi;

lunak ataupun keras, kalau perlu bunuh diri, sesuatu yang tidak mungkin dilakukan laki-

laki. Tindakan keras demikian mungkin mereka dapat dituduh sebagai seorang fatalis,

tetapi pada hakekatnya mereka tidak mau menerima perlakuan yang tidak adil, dari

siapapun juga.

Untuk menjelaskan lagi perbedaan karakteristik perempuan Minang adalah sebagai

berikut; Seorang perempuan Minang selalu bertanya kepada suaminya yang baru pulang;

“Baa kaba?” Bagaimana keadaan, apa yang telah terjadi di luar rumah? Dia ingin berbagi

sakit dan berbagi senang terhadap apa yang dialami suaminya. Soal suaminya mau makan

atau mau tidur adalah otomatis dan mutlak menjadi kewajiban seorang istri, perempuan

Minang tak perlu menanyakannya lagi. 

SUMBANG BAGI PEREMPUAN MINANGKABAU

Sesuatu perbuatan dapat dikatakan sumbang apabila tidak sesuai, tidak sejalan atau

bertentangan dengan etika, norma, tata nilai yang telah berlaku dalam masyarakat. Sesuatu

perbuatan atau perilaku perempuan Minangkabau dapat dikatakan sumbang apabila ada

hal-hal yang tidak bersesuaian dengan apa yang sudah dikenal oleh masyarakat. Sumbang

itu dapat terjadi dalam berbagai bentuk dan persoalan, terutama dalam masalah

kecantikan, penampilan diri, peranan dan tingkah lakunya dalam kehidupan sosial dalam

bermasyarakat atau bernagari dan hal lainnya.  Tentang kecantikan. 

Dalam kosa kata Minangkabau tidak ada kata cantik. Karena tidak ada kosa kata

demikian, secara hukum kebahasaan ataupun mengikut pada sosio-linguistik dapat

dikatakan bahwa orang Minang tidak kenal dengan cantik, atau tidak mempermasalahkan

benar akan hal kecantikan itu jika dibandingkan dengan masyarakat suku lainnya di

Indonesia. Di dalam masyarkat Jawa misalnya, ada pakem atau bakuan untuk seseorang

dapat dikatakan cantik. Dalam bahasa Minangkabau yang ada kata cantiak, atau contiak,

yang artinya jauh berbeda dengan kata cantik yang dimaksudkan dalam bahasa Indonesia.

Juga ada kata rancak, yang hampir mirip artinya dengan cantik. Tapi dalam kalimat mati

karancak an, arti kata rancak menjadi lain pula.

Di dalam pepatah-petitih, maupun mamangan adat Minang, tidak ada disebut kata

cantik, atau sebuah kata lain yang bermakna cantik. Kalaulah kata cantik dapat dipadankan

31 H Mas’oed Abidin

Page 32: 3611582 Minangkabau Dan Sistem Kekerabatan

Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

dengan kata rancak, maka ungkapan yang ada dalam mamangannya adalah; condong mato

ka nan rancak, condong salero ka nan lamak atau tampak rancak musajik urang, buruak

tampaknyo surau awak. Jadi, jika merujuk kepada aspek kebahasaan; mamangan atau

pepatah petitih adatnya, kecantikan bagi orang Minang bukan sesuatu yang

dipermasalahkan, bukan sesuatu yang penting benar, bukan sesuatu yang menentukan

apalagi peranannya dalam terbentuk suatu nagari.

Kecantikan, jelas ditujukan kepada kaum wanita. Ukurannya subjektif sekali. Ukuran

kecantikan juga mengikuti selera zaman, bangsa atau kaum tertentu.

Mungkin karena sifatnya yang temporer itu, maka adat Minangkabau tidak membuat

bakuan tentang sesuatu yang disebut cantik. Dia menjadi sesuatu yang sumbang bila

seorang perempuan lebih menampilkan kecantikannya dari tugas dan fungsinya sebagai

perempuan, terutama dalam konteks berkeluarga dan dalam perkauman. 

Tentang Penampilan Diri

Penampilan diri, atau keberadaan seseorang perempuan di tengah-tengah orang lain

adalah sesuatu yang selalu diperkatakan. Penampilan yang tidak sempurna akan dapat

merusak citra seseorang. Terutama bagi ibu-ibu atau perempuan Minang yang melakukan

aktivitas luar rumah.

Untuk kesempurnaan penampilan diri, berbagai cara dilakukan. Mulai dari nama

yang dipakai, jenis aktifitas yang dilakukan, posisinya dalam aktifitas tersebut, sampai

kepada pakaian. Nama misalnya, seseorang memerlukan legimitasi berupa nama, pangkat

dan gelar suami, gelar kesarjanaannya yang telah diraihnya sendiri, gelar hajjah dan

lainnya, agar dirinya terasa “berpenampilan” di antara yang lain.

Sumbang kiranya bagi perempuan Minang meletakkan nama suaminya di belakang

namanya sendiri, karena menurut ajaran adat dan agama selama ini tidak demikian.

Penampilan diri seorang perempuan Minang umumnya sangat menentukan dalam

aktivitasnya. Semua aktivitas tersebut tidak ada kaitannya dengan kecantikan.

Sumbang bagi perempuan Minang ikut dalam acara yang hanya untuk tampil begitu

saja tanpa ada keperluan, fungsi, tugas yang berkaitan dengan aktivitas tersebut.

Penampilan diri diperlukan oleh setiap orang yang akan menampilkan diri, di manapun,

dan dalam konteks apapun juga.

32 H Mas’oed Abidin

Page 33: 3611582 Minangkabau Dan Sistem Kekerabatan

Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

Di dalam adat Minang, masalah penampilan diri bagi perempuan tidak pula pernah

dijadikan suatu mamangan atau pepatah petitih. Sebab, perempuan tak dilazimkan untuk

menampilkan dirinya dalam acara-acara yang umum sifatnya.

Penampilan diri bagi perempuan terbatas pada acara-acara tertentu saja. Jadi, kalau

dibuat ukuran sumbang dalam hal ini, sulit dicarikan rujukannya, penampilan diri yang

bagaimana yang tidak sumbang, yang sesuai dengan adat Minangkabau.

Kalaupun ada yang mengatakan bahwa penampilan perempuan Minang itu seperti

mamangan; unduang-unduang ka sarugo, atau acang-acang dalam nagari atau langkahnyo

bak siganjua lalai, pado pai suruik nan labiah dan sebagainya, itu merupakan ungkapan

simbolik, bukan sebuah patron atau bakuan dalam adat.

Penampilan yang tidak sumbang itulah yang mungkin perlu dicari.

Jadi, suatu penampilan yang baik bagi seorang perempuan, tentulah memenuhi

kaidah-kaidah kesusilaan, kepantasan dan keindahan. 

Hal-hal yang ideal

Sungguhpun masalah cantik dan penampilan diri masih dilihat dalam kerangka

kepentingan laki-laki, namun bagi kaum perempuan yang tidak cantik tidak perlu pula

berkecil hati. Kecantikan fisik takkan bertahan lama.

Ada hal-hal ideal yang perlu dipahami oleh seluruh perempuan Minang lebih utama

terletak jiwa atau pribadi.

Seorang perempuan Minangkabau bagaimanapun cantiknya tetapi tidak dapat

menyesuaikan diri dengan masyarakat lingkungannya, tidak dapat mengimplementasikan

kecantikannya dengan baik, cantik fisiknya akan tertimbun oleh ketidakcantikan dalam

hubungan sosial.

Kecantikan fisikal jika tidak disertai oleh pribadi yang terpuji, kecantikan itu akan

menjadi kerabang saja, sama seperti orang memakai topeng. Sumbang.

Begitupun dengan penampilan diri. Penampilan diri seorang perempuan akan kukuh

bila didukung keyakinan akan kepercayaan pada kemampuan diri sendiri. Penampilan diri

datangnya dari dalam, dari pribadi diri seseorang.

Wibawa, kharisma, ditentukan oleh keyakinan dirinya terhadap kemampuannya,

bukan oleh faktor-faktor luar lainnya.

33 H Mas’oed Abidin

Page 34: 3611582 Minangkabau Dan Sistem Kekerabatan

Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

Oleh karena itu, agar tidak dikatakan sumbang, seorang perempuan Minangkabau

harus mengetahui dan menyadari betul bagaimana keberadaannya di tengah-tengah

masyarakatnya, apalagi kalau dia berada dalam sebuah nagari. 

KEKERABATANekerabatan; sebutan yang berakar pada kata karib; tepatnya qaf, ra dan ba; qaruba,

qurbaan - wa qurbaanan, dari bahasa Arab dengan makna dekat, hampir atau sesuatu

yang mendekatkan sesuatu pada lainnya. Dan telah jadi salah satu kosa-kata dalam bahasa

Minangkabau. Dalam pengucapan sehari-hari bisa juga jadi karik, misalnya nan ba karik (kaum

kerabat dekat). Atau dalam sebutan karik-ba 'ik2 (jauah - dakek; jauh dekat) ataupun karib kirabat

sebutan untuk kerabat campuran berbagai kelompok .

K

Pada masyarakat hukum adat Minangkabau, sebutan karib-ba 'id dipakai dalam himpunan

semua keluarga besar, Bukan saja se suku tetapi termasuk ipar besan (andan sumandan dan

ando sumando), anakpisang (anak pusako, anak mamak) atau induak bako (kaum ayah) - bako-

baki. Bila orang Minang berada di rantau —jauh atau dekat-, kadangkala sebutan karib-ba'id

diperluas menjadi orang yang seasal nagari, sekecamatan, sekabupaten, sesama Minang atau

malah asal ada bau-bau Minangnya.

2 karik - ba'ik; dua-duanya dari kata Arab; karib - ba'id (dekat dan jauh), dalam hubungan kerabat dekat dan kerabat jauh dalam banyak sisi dan arah..

34 H Mas’oed Abidin

Page 35: 3611582 Minangkabau Dan Sistem Kekerabatan

Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

Kekerabatan pada struktur masyarakat hukum adat Minangkabau akan terlihat berlapis-lapis

dan berbidang-bidang, yaitu: la bisa di ungkap dalam hubungan nasab (turunan) menurut struktur

budaya-adat Minangkabau yang matrilinel dengan sebutan nan batali darah dan dalam

lingkungan yang terbatas antara orang-orang yang sekaum atau sesuku (gambar B). Akan

terungkap dalam sebutan nan sajari, satampok, sajangka, sa eto dan seterusnya. Dan bias

meliputi wilayah yang luas di beberapa nagari malah antar beberapa kabupaten kini

dengan sebutan nan ba sapiah ba balahan, nan ba kuduang bakaratan; Pepatah

menyebut, dakok mancari indu, jauah mancari suku.

Ia bisa diungkap dalam kekerabatan yang terjadi karena sebab perkawinan

anggota kaum yang lelaki sebagai biang kelahiran disebut induak bako atau yang pihak

yang dilahirkan, disebut anak pisang.

Sebagai contoh tiga keluarga A, B dan C adalah berkerabat karena sebab perkawinan

dan masing-masing kelompok berkerabat karena turunan matrilineal.

Anak-anak kelompok keluarga B adalah anak pisang dari kelompok keluarga A

disebabkan terjadinya garis perkawinan antara perempuan keluarga B dengan lelaki dari

kelompok keluarga A.

Perempuan dalam kelompok keluarga A dari sisi pandang kelompok B akan disebut

pasumandan, kedua kelompok itu akan dihimbaukan sebagai andan sumandan, karena anak

lelaki mereka bersemenda ke kaum itu.

Pada saat yang sama seluruh warga dari kelompok B akan disebut induak bako oleh anak-

anak dari perempuan kelompok A dan juga akan disebut sebagai anak pisang oleh seluruh

anak-anak dari perempuan warga kelompok B.

Perkawinan antara lelaki ke perempuan dari kedua kelompok A dan B ini satu ketika akan

disebut pulang ka bako, karena masing-masing mereka menikah dengan kemenakan-

kemenakan ayahnya sendiri. Dari sisi pihak perempuan A dan B yang sudah terikat

pernikahan timbal balik ini akan disebut ma ambiak (pulang) anak pisang. Demikian juga

sebutan bagi hubungan lelaki kelompok A yang menikah dengan perempuan kelompok B akan

disebut pulang ka anak pisang, sedangkan dari isi perempuan B akan disebut ma ambiak induak

bako.

Dapat juga diungkap bentuk kekerabatan yang terjadi karena sebab perkawinan antar etnis,

dengan basaluak budi, ma angkek induak dan sebagainya.

Dari perkawinan antar etnis, budaya Minangkabau punya solusi penyelesaian. Yaitu dengan

memasukkan calon menantu (lelaki atau perempuan) ke kaum induak bako sebagai

kemanakan nan mancari induak. Bila lelaki akan juga diberi gelar secara Minangkabau.

35 H Mas’oed Abidin

Page 36: 3611582 Minangkabau Dan Sistem Kekerabatan

Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

Bila tidak demikian, menantu lelaki dari etnis lain akan berdiri sendiri dalam lingkungan

kerabat isterinya atau menantu perempuan akan dianggap orang tak berkerabat. Pergaulan

mereka hanya sebatas di dalam rumah tangga dan keluarga mertuanya.

Di masa sebelum 50-an sangat banyak ditemukan perantau lelaki etnis lain bahkan etnis

Cina yang diterima sebagai kemenakan dan diberi suku sepanjang yang bersangkutan beragama

agama Islam.

Hubungan baik dalam pergaulan bagi perantau etnis lain di Ranah Minang, secara bertahap

akan menumbuhkan hubungan yang akrab dan membaur dan diakui menjadi masyarakat

Minangkabau.3 Demikian, bila Minangkabau dilihat dari sudut kebudayaan, bukan genealogis.

Hubungan kekerabatan yang seluas dan sekompleks itu dalam budaya (adat) Minangkabau,

sangat dipelihara dan saling memelihara.

Terungkap dalam pepatah siang ba liek-liek -malam danga-dangakan atau dakek,

janguak bajanguak -jauah jalang manjalang.

Pepatah yang sifatnya membimbing semua anggota kaum, bukan saja agar tetap

berhubungan dalam suka dan duka, tapi juga menumbuhkan kewajiban dan rasa tanggung jawab

individu untuk saling menjaga atau mengontrol supaya jangan terjadi sesuatu yang dapat

membuat malu, bukan saja anggota kaum kerabat lainnya, tapi juga suku, kampung halaman

bahkan teman sepergaulan pun.

Dalam hal ini, kita melihat ada garis lurus dengan ajaran dan anjuran memelihara

silaturrahmi dalam Islam.

Selain itu, terungkap juga dalam pepatah pola memelihara silaturrahmi antara kerabat

(jauh dan atau dekat) salah basapo, sasek batunjuak-an; lupo bakanakan (ba ingek-an),

takalok bajagokan.

Sekaligus dapat disebut sebagai Kewajiban Azasi seperti yang diajarkan dalam Islam,

kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.( Q.S. 103-al'Ashr : 3)

Untuk selalu saling menasehati dalam menegakkan kebenaran dan saling tegur sapa

dengan dan dalam kesabaran.

3 Ini terlihat dari kedudukan Bustanil Arifin, SH, mantan Ka Bulog dan Menkop serta A.A. Navis di mata masyarakat Minangkabau sebagai sudah membaur.

36 H Mas’oed Abidin

Page 37: 3611582 Minangkabau Dan Sistem Kekerabatan

Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

Lalu dalam pergaulan terwujud pula nan mudo dikasihi - nan tuo dipamulia, samo

gadang lawan baiyo, dan selalu bersekadu berbuat kebaikan, mencegah hal-hal yang tak baik.

Sseperti yang diajarkan oleh Rasulullah saw. "Bukanlah dari golongan kami, mereka yang tidak menyayangi yang muda, menghormati yang tua, menyuruh berbuat baik, melarang berbuat kemungkaran ". (HR Turmudzi dan Ahmad).4

NILAI KEKERABATAN

ilai kekerabatan dalam budaya-adat Minangkabau dapat dan akan tumbuh menjadi

budaya (adat) Minangkabau yang kuat, karena adanya rasa malu dan kebersamaan

yang dituntun dengan ajaran Islam dan ditanamkan sejak dini oleh orang tua-tua di

lingkungan si anak bertumbuh. Sehingga seseorang akan merasa dirinya ada karena

diperlukan dan sebagai bagian dari serta dapat dibanggakan oleh kerabatnya.

Bila seorang lelaki (mamak) merasa gagal menjadi sosok yang diperlukan dalam kaumnya,

bukan tak ada yang dengan sukarela meninggalkan kampung halaman dalam sebutan ma

itaman korong jo kampuang sebagai tindakan baralah.

Dengan demikian paham individualistis (nafsi-nafsi) pada setiap orang Minangkabau akan

terdesak kebelakang bila orang sudah merasa bagian yang tak terpisahkan dari kelompoknya

dan iapun memerlukan kelompok tersebut, baik sebagai tempat berlindung atau tempat uji coba

kemampuan.

4 DR Sayyid M. Nuh; terjemahan jilid 2, halaman 267.

37 H Mas’oed Abidin

N

Page 38: 3611582 Minangkabau Dan Sistem Kekerabatan

Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

Ungkapan baralah atau mengalah dalam budaya Minangkabau bukanlah kata tanpa makna

sekaligus indikasinya. Setiap orang tua (termasuk mamak) akan menanamkan sifat baralah

atau mengalah pada anak-anak/kemenakannya bila masalahnya berhadapan dengan saudara-

saudaranya yang lebih muda atau yang belum memahami bagaimana mempergunakan hak-hak

individu dalam kelompoknya. Dan sering terjadi antara saudara lelaki menghadapi saudara

perempuannya.

Namun pada saat yang sama menanamkan juga pentingnya rasa kebersamaan di antara

mereka yang sekaum, sepusaka, sepandam sepekuburan tersebut. Bahwa seseorang adalah

bagian dari lainnya. Baik di dalam nan saparinduan, (yang sekaum sepusaka - sepandam

sepekuburan) atau yang sepesukuan (yang sepayung sepenghulu), yang se surau, se sasaran maupun

yang se korong se kampung – se tepian tempat mandi, yang se nagari dan seterusnya bisa meluas

ke yang ba kuduang - nan bakaratan, basapiah nan babalahan dalam kadar yang wajar.

Antara mereka yang berkerabat seperti itu, sudah ditanamkan juga sejak kecil apa itu nan

sa raso jo pareso, sa ino sa main.

Bahwa hanya saudara-saudaranya itulah sebagai kerabat, yang akan membela

kepentingannya bila berhadapan dengan pihak luar. Seperti terungkap tagak di korong

mamaga korong, tagak di suku ma maga suku, tagak di nagari mamaga nagari.

Pepatah yang sering juga di salah artikan, seolah memberikan pembelaan kepada saudara

atau kaum kerabat, meskipun yang bersangkutan ternyata salah menurut ukuran umum.

Sehingga masa kini pun masih kita saksikan terjadinya cakak ba kampuang atau cakak

banyak ba nagari hanya karena soal kecil. Rebutan sarang burung atau buah jengkol, pesepadan

dan sebagainya. Padahal untuk memahami adagium itu perlulah merujuk pada kaidah

induknya yaitu: syarak mangato - adat mamakai. Sesuai patron Adat Basandi Syarak - Syarak

Basandi Kitabullah.

Dan itu akan ditemukan dalam hadits Rasulullah saw.: "Bantulah saudaramu yang menganiaya maupun yang teraniaya"; Ditanyakan: "Wahai Rasulullah, aku -bisa- menolong yang teraniaya, lalu bagaimana aku -akan- menolong yang menganiaya ? ". Rasul menjelaskan: "Kamu mencegahnya dari perbuatan menganiaya, demikianlah bentukpertolongan kepadanya ".5

Hadits di atas dapat dibandingkan dengan lafaz berbeda karena langsung menyangkut masalah.

Sabda Nabi saw. "Tidak mengapa (saling bersorak, tapi) seseorang hendaklah menolong saudaranya yang

menganiaya maupun yang dianiaya". Dengan uraian penjelasan "Jika dia menganiaya, cegahlah dia; jika dia dianiaya

bantulah dia".6

5 Sunan Al Tiimidzi; Hadits No. 2356, dengan nilai sahih.6 Sahih Muslim; hadits no. 2213. teguran Nabi saw. dalam kasus perkelahian seorang pemuda Muhajirin dengan pemuda

Anshar, dan yang lainnya saling bersorak memberi semangat mendukung kelompoknya masing-masing seperti masa jahiliyah.

38 H Mas’oed Abidin

Page 39: 3611582 Minangkabau Dan Sistem Kekerabatan

Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

Dengan demikian, pengertian tagak di korong mamaga korong, tagak disuku mamaga suku

dstnya tersebut bukanlah dengan ikut masuk (terjun) dalam masalah yang sedang terjadi.

Akan tetapi dilakukan dengan berbagai cara. Antara lain dengan masing-masingnya

menjaga prilaku supaya tidak memalukan korong atau suku nya. Juga dengan memberi nasehat

pada sanak famili atau kaum kerabat supaya dalam bergaul dengan pihak lain akan selalu

memelihara tingkah laku, jauh dari hal-hal yang bisa mengundang masalah dan memalukan

korong kampung atau suku sebagai tindakan pencegahan.

Selain itu, tindakan berupa aksi langsung memberikan perlindungan (jika mampu dengan

kekuatan sendiri) atau memberikan pembelaan (dengan berbagai kemungkinan yang terbuka)

kepada korong, kampung, suku atau nagari, bila menghadapi perlakuan sewenang-wenang dari

pihak lain. Dan hadits: Siapa saja diantara kamu yang melihat terjadinya sesuatu yang tidak balk

(sebuah kemungkaran) hendaklah ia mengubahnya dengan kemampuan yang ada pada (tangan /

kekuasaan) nya.7 termasuk dalam pengertian ini.

Rasa malu sudah jadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan budaya orang Minangkabau.

Pas seperti yang diajarkan Islam, bahwa malu adalah bahagian -yang tak terpisahkan dari iman-.

Selain itu, budaya Minangkabau ditegakkan juga di atas fundasi raso jo pareso dan salang tenggang

dalam pergaulan.

Budaya Minangkabau telah mengidentikkan tidak bermalu sama dengan binatang. Ini dapat

dilacak dari sebutan "co kambiang mangawan"8 terhadap lelaki-perempuan yang bergaul

bebas secara terbuka di tempat umum.

Di masa lalu, bila orang melihat seseorang berperangai tak senonoh akan disebut indak

bataratik Lalu orang akan menanyakan kemenakan siapa, bukan anak siapa. Karena adalah tugas

mamak (kaum, korong, tungganai) untuk mendidik anak kemenakannya bataratik atau kenal

sopan santun. Dan 'rang semenda akan diberi teguran oleh mamak rumah9 nya secara kias, bila

anak-anaknya berperilaku tak keruan (apalagi di tempat umum, memberi malu mamak)

supaya mendidik anak-anaknya selaku urang sumando niniak mamak, bukan rang sumando

apak paja (sekedar penyebab kelahiran dalam korong orang).

7 Ibidem No. 1540.8 "co kambiang mangawan" (bagai kambing turut kawan, kejar-kejaran cari pasangan di manapun). 9 mamak rumah; sebutan terhadap saudara lelaki istcri dari sisi seorang suami (rang semenda) di suatu kaum, baik sekandung atau

hanya sepesukuan.

39 H Mas’oed Abidin

Page 40: 3611582 Minangkabau Dan Sistem Kekerabatan

Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

Nilai dan hubungan kekerabatan dapat juga dideteksi dari berbagai adagium (pribahasa;

pepatah; petitih; bidal), a.l: di cancang pua10 - ta garik andilau11; (di cencang puar, tergerak -

tergoyang, tersinggung- andilau).

Maksudnya adalah bila seorang anggota kaum dijadikan gunjiang (disebut-sebut secara

negatif; gosip) oleh pihak lain (misalnya dalam tingkat kecamatan), maka seluruh anggota

kaumnya, bahkan kaum ayahnya dan anak pisangnya, termasuk orang senagarinya akan merasa

digunjing dan beroleh malu. Orang dari suku lain pun sudah berhak memberikan teguran.

Bila digunjing dalam nagari, orang sesuku walau tidak sekaum dan sepusaka dengannya akan

tersinggung sehinga menumbuhkan hak melakukan teguran.

Radius atau lingkaran yang merasa tersinggung akan meluas atau menyempit, tergantung

tingkat apa sosok atau tokoh yang digunjing. Jika sudah jadi tokoh nasional, maka yang akan

merasa malu adalah semua orang Minang atau yang merasa turunan Minang. Kini bisa juga

orang se Sumatera Baratnya.

Ketika ada orang yang tiba-tiba menjadi buah mulut, idola dan tumpuan harapan banyak

orang, ternyata adalah orang Minang meskipun lahir di perantauan atau anak pisang dari

orang Minang yang sudah lama hilang menjadi Sutan Batawi, Rajo Medan atau Rajo Palembang

dsb.nya, akan menumbuhkan rasa bangga meskipun dalam kadar yang berbeda di antara

sesama orang Minang. Tergantung hubungan jauh dekatnya dengan sumber gunjingan.

Juga tergambar dalam pepatah: ilalang nan ta baka - si cerek12 ta bao rendong; (hilalang yang

terbakar, sicerek terbawa rendong);

Maksudnya, bila sesosok orang berbuat ulah. baik secara hukum nasional (melakukan

kejahatan) atau secara moral (melompat pagar, menempuh rusuk jalan), maka seluruh kerabat

atau sanak famili yang bersangkutan pun merasa mendapat hukuman, meskipun dalam

bentuk menanggung malu.

Perlu diungkap, bahwa maksud pepatah ini sama dan sebangun dengan Firman Allah Swt:

(Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak hanya secara khusus menimpa mereka yang zalim (pelaku kejahatan) saja dari kalangan (sekitar) kamu 13.

Nash yang menjadi dasar hukum untuk memberi kewajiban (hak) kepada teman atau

tetangga untuk melakukan nasehat, teguran bahkan pencegahan secara langsung.

10 pua; puar; sejenis kapulaga (banyak variasinya), dibeberapa nagari disebut salo.11 andilau atau endilau; pohon dengan nama tatinnya Commersonis bartramia MERR.12 sicerek (clausena cxavata); nama pohon kecil, daunnya biasanya dijadikan obat tradisional; 13 Q.S. 8-al Anfal/25

40 H Mas’oed Abidin

Page 41: 3611582 Minangkabau Dan Sistem Kekerabatan

Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

Prinsip ini juga terlihat dianut oleh Hukum Pidana14 yang berlaku di Indonesia, meskipun

warisan kolonialis Belanda. Akan dituduh dengan tindak pidana membiarkan, bagi siapa yang

melihat suatu kejahatan dilakukan tanpa mencegah atau melaporkan pada yang berwajib.

Kedua pepatah di atas secara jelas mengabarkan pada kita bahwa dalam hal dan kadar

tertentu kita sebagai anggota kaum, dalam suatu kekerabat yang luas atau sempit, bisa saja

memikul beban emosional, akibat suatu perbuatan pihak lain yang secara pribadi bahkan tidak

kita kenal pun. Dan kita bisa saja mendapat beban risiko pahitnya, hanya yang karena

yang menjadi sumber masalahnya adalah orang Minang, anak pisang, induak bako, atau mereka

yang bersamaan suku atau nagari dan sebagainya.

Oleh karena dampak masalahnya begitu luas, maka setiap individu orang Minang, baik

sebagai orang sesama Minang, se propinsi, se kabupaten, se kecamatan, se nagari, se suku dan

sebagainya beroleh hak penuh (secara moral dan alami) untuk menyampaikan teguran atau

nasehat supaya tidak mendatangkan rasa malu pada pihak lainnya. Demikian dapat kita simak

dari pepatah salah basapo, sasek batunjuak-an, takahk bajagokan, lupo manganakan dan

seterusnya.

Dari hal-hal yang dikemukakan tersebut, kita akan melihat adanya garis lurus

hubungan budaya Minangkabau tersebut dengan ajaran Islam sebagai sendi tempat

tegaknya yang menyebut bahwa pada diri kita ada hak orang lain.

dirimu sendiri punya hak atas tubuhmu, keluargamu punya hak atas dirimu. Maka tunaikanlah dengan benar -semua- hak-hak tersebut". (HR Bukhari)15

Atau dalam formula Minang akan disebut: "nagari ka samo kito uni, jalan ka samo kito

tampuah ". Maksudnya adalah untuk mengingatkan masing-masing kita agar saling menjaga diri

dan prilaku supaya pihak lain tidak dirugikan.

Untuk menjaga ada dan ujudnya nilai-nilai kekerabatan dimaksud, budaya Minangkabau

memperlihatkannya dalam berbagai lambang materi. Seperti rumah gadang (sebagai rumah tua

milik bersama, rumah asal, tidak hams beratap gonjong), pandam pakuburan, sasok, surau,

untuk kelompok kaum yang sepusaka atau sepesukuan, balai adat, tapian, masjid dan

sebagainya untuk kelompok yang lebih luas tanpa ikatan rurunan. Malah Singgalang, Merapi

dan Kode Plat mobil (BA) pun dijadikan lambang pengikat orang Minang secara keseluruhan.

14 Menurut catatan sejarah ilmu hukum, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia ini, semula adalah konkordans dari KUHP Negeri Belanda, bersumber dari Code Napoleon, sebelumnya di kutip dari Hukum-Hukum yang berlaku di Cordoba yang Islam.

15 Sayyid Muhammad Nuh; Aafaatvn 'Alath-Thariq; Darul Wafa, Mesir, Cet.V 1413 H/1993 M; sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul "Pcnyebab Gagalnya Dakwah"; lihat jilid 1 halaman 30.

41 H Mas’oed Abidin

Page 42: 3611582 Minangkabau Dan Sistem Kekerabatan

Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

ANCAMAN, TANTANGAN DAN PELUANG

1 . Ancaman Dan Tantangan.

ebelum ini, sudah dikemukakan bagaimana pola yang terbentuk dan cara orang tua-tua masa lalu memelihara hubungan kekerabatan menurut budaya - adat Minangkabau, yang dilandasi pada raso jo pareso, sa ino samalu. Atau dalam kalimat yang lebih lugas, tenggang-manenggang. Dimasa lalu, hubungan kekerabatan itu cukup dapat

dikawal oleh ninik mamak peraangku adat, melalui berbagai instrumen tradisional. Antara lain terpusatnya sumber mata pencaharian anggota kaum (berupa harta pusaka), tatacara mencarikan jodoh (suami) atau menerima lamaran (untuk isteri) bagi anak-kemenakan, sekaligus sebagai ipar besan bagi kaum ada pada kewenangan Mamak Kepala Wans. Dan hubungan kekerabatan yang dipelihara untuk membuat setiap individu dalam kerabat itu merasa, aman dan diperlukan. Selain untuk mempertahankan diri sendiri dalam kebersamaan, juga untuk melindungi serta keutuhan kebersamaan dalam kekerabatan tersebut.

Tuah manusia sepakat, pai sabondong, pulang satampuah, barek samo dipikua, ringan sanio dijinjiang. Begitu antara lain ungkapan yang sering kita ucapkan dan diyakini sebagai patron kekerabatan masyarakat Minangkabau. Dan nampaknya sejalan dengan ajaran Islam atau memang bersumber dari ajaran Islam yang mengajarkan betapa pentingnya kebersamaan umat.

Hadits Nabi saw menyebutkan, “Barang siapa yang memisahkan dirinya dari jama'ah -walau-satu jengkal, berarti dia sudah melepaskan ikatan Islam dari lehernya. (HR Bukhari)16.

Dan dalam konteks dengan kekerabatan dalam budaya-adat Minangkabau, mereka yang menyimpang dari kebersamaan yang telah dipolakan, akan terkena risiko dalam berbagai tingkatan. Sejak yang dikucil dari pergaulan sebelum membayar denda penyesalan pada nagari, sampai yang dikenai hukum buang sapanjang adat (buang sapah, buang habis). Bila terkena hukuman adat yang terakhir ini, maka segala hak-haknya yang tumbuh karena hubungan adat akan dicabut.

Akan tetapi, masuknya budaya luar (sistem pemerintahan dan usaha) tentang sumber mata pencaharian, yang memungkinkan anak kemenakan bekerja sebagai pegawai, (negeri atau swasta) atau usaha-usaha yang non agrarisch lainnya, telah sekaligus merobah, setidaknya mempengaruhi struktur tradisional kekeluargaan orang Minangkabau. Semula berdiam di rumah orang tua, akan berpindah ke rumah yang didirikan sendiri, juga bukan lagi di atas bagian tanah pusaka kaum, tetapi di atas tanah yang dibeli dengan hasil pendapatan sendiri. Ujung-ujungnya adalah kekuasaan Mamak Kepala Waris terhadap anggota kaumnya tidak sama lagi dengan sebelumnya.

16 Ibidem; lihat jilid 1 halaman23.

42 H Mas’oed Abidin

Page 43: 3611582 Minangkabau Dan Sistem Kekerabatan

Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

Selain itu, peranan dan tanggung jawab seorang suami pada anak-isterinya pun mengalami perubahan 180°. Semua suami, yang juga adalah mamak dalam kaumnya sudah akan (hampir) sepenuhnya mengurus kepentingan keluarganya, tidak lagi seperti masa lalu, sibuk mengurus sawah ladang kaum orang tuanya. Sedangkan harta pusaka (collectief bezit), hampir semuanya sudah habis terindividualisasikan kepada anggota kaum. Malah sudah dibuku tanahkan (sertifikat) atas nama mereka masing-masing.

Perubahan-perubahan demikian, sekaligus juga merombak beberapa sisi beban tanggung jawab yang selama ini berada pada kewenangan mamak, terutama dalam urusan kekerabatan. Sedikit atau banyak telah menggeser dan memberi peran kepada suami para kemenakan (urang sumando). Akan tetapi, sepanjang urang sumando (suami para kemenakan) masih merasa perlu dihormati atau disegani oleh urang sumando nya sendiri di kaumnya, jaringan kekerabatan seperti semula tidak akan mengalami gangguan, karena iapun masih harus bertenggang rasa dengan mamak-mamak dalam kaum isterinya.

Namun tatanan kekerabatan masa lalu akan berombak total, apabila turunan mereka tidak lagi dididik perlunya dalam kebersamaan, betapa pentingnya rasa malu, berbasa-basi, bertenggang rasa seperti yang sudah-sudah, apabila prilaku nafsi-nafsi (individualistis) dan nan ka lamak di awak surang secara materialisasi sudah pula mengedepan. Apalagi bila ditunjang oleh mapannya kehidupan keluarga inti dan sudah dirasa berat memberikan bantuan pada kaum.

Bila kita melihat perjalanan hukum, telah berkali-kali kasus perkawinan dari mereka yang ber-sanak ibu (ibu mereka bersaudara handling), meskipun kejadiannya di rantau. Agama Islam memang tidak melarang perkawinan demikian, akan tetapi tidak pula menyuruh untuk saling kawin mengawini diantara mereka yang sekaum sepusaka. Apalagi menyuruh sesuatu yang dampaknya akan berakibat pecah atau kacaunya kesatuan sebuah kaum.

Lalu ada lagi sebutan: kok indak ameh di pinggang –dunsanak jadi urang lain; adalah sepenggal pepatah bernuansa sarkatis, betapa akibatnya bila lelaki Minang dalam keadaan tidak punya emas (tidak berpunya). Seolah saudara-saudaranya akan menghindar darinya dan akan membiarkan diri melarat sendiri. Sebentuk sikap yang dimuat dalam pepatah tersebut, perlu ditempatkan pada posisi yang benar.

Secara prinsip, agama Islam pun menganut sikap demikian. Pelajari saja dengan tenang salah satu Rukun Islam adalah kemampuan membayar zakat. Kewajiban dan menjadi rukun sahnya seseorang menjadi muslim, tanpa embel-embel penjelasan seperti menunaikan haji ke Mekah dengan catatan tambahan sekali seumur hidup jika ada kemampuan internal, ada kesempatan dan ada kemungkinan secara internal dan ekstemal.

Bila hanya dipahamkan secara sepotong-sepotong, maka hanya mereka yang membayar zakat sajalah yang boleh disebut sebagai Muslim. Apakah dengan demikian, bagi yang masih belum mampu membayar zakat belum boleh disebut Muslim ?. Ada hal-hal yang perlu

43 H Mas’oed Abidin

Page 44: 3611582 Minangkabau Dan Sistem Kekerabatan

Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

disimak, yaitu adanya ketentuan rukhsah (dispensasi). Malah bagi yang belum mampu secara objektif, berhak menerima zakat sebagai fakir atau miskin.

Padahal semua kita tahu, baliwa Allah swt lebih menyukai Muslim yang kuat berbanding dengan Muslim yang lemah. Demikian, maka rukun zakat adalah rukun pendorong untuk membentuk sikap individu setiap Muslim supaya giat berusaha sampai mampu membayar zakat dan mencegahnya jadi pengemis.

Begitu jugalah dengan adagium Minangkabau diatas. Adat dan budaya Minangkabau menghendaki setiap lelaki Minangkabau, haruslah punya kemampuan, selain ilmu juga secara materi. Diperlukan untuk membantu dan menambah harta pusaka kaumnya, selain memenuhi kebutuhan keluarga dan dirinya sendiri. Malah mendorong mereka untuk merantau, dan silakan kembali- setelah dirasa berguna untuk kaum dan korong kampung.

Namun bagi yang belum terbuka kesempatan menjadi lelaki mampu, secara hukum adat pun terbuka peluang untuk menggarap harta pusaka kaumnya, bahkan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya pun. Harta kaum yang digarap untuk anak bini seperti itu, disebut arato bao (harta bawaan), yang tunduk pada ketentuan bao kumbali-dapatan tingga.

Peluang

Bagaimana pun bagi orang Minangkabau yang menyadari betapa nikmatnya hidup

berkerabat dan bermasyarakat serta betapa susahnya hidup sendiri, menyendiri dan dijauhi

seperti yang disindirkan gurindam lama nan ba taratak ba koto asiang - ba adat ba limbago

surang, ba banak di ampu kaki, ba kitab di buku tangan, tantangan keadaan akan

diolahnya menjadi peluang. Sa iriang anakjo panyakik - sa iriang padijo Siangan, sudah

diamati dan dialami. Penyakit di obat, Siangan di siangi. Masalah dihadapi dengan tenang dan

diselesaikan dengan baik, tak usah sesak nafas..

Orang baru akan menikmati hasil, bila ia mampu mengatasi rintangan. Orang baru akan

merasa betapa nikmatnya minuman, setelah mengalami betapa perihnya tenggorok dikala

haus. Ta lumbuak hiduak di kelok kan, ta tumlnuik kuto di pikiri, la liinihiuik ntndiang

dinuinuangkan.

KESIMPULANdapun kesimpulan dari pendapat yang dikemukakan di atas, bahwa yang disebut

Minangkabau adalah kebersamaan kita. Raso di bao naiak, pareso di bao turun.

Apakah sistem dan nilai kekerabatan menurut budaya - adat Minangkabau yang kita alami, kita

lihat dan kita dengar selama ini akan kita pelihara dengan revisi penyesuaian di sana-sini

(usang-usang di barui, lapuak-lapuak dikajang), atau akan kita biarkan saja perkembangannya

A

44 H Mas’oed Abidin

Page 45: 3611582 Minangkabau Dan Sistem Kekerabatan

Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

pada generasi mendatang tanpa bimbingan karena mereka yang akan memakai?. Lalu dianggap saja

sebagai kebebasan individu atau Hak Azasi Manusia ?.

Akan tetapi sedikit pesan ajaran agama yang sudah dipahami orang tua-tua masa lalu,

bahwa kita sebagai manusia adalah makhluk yang juga disebut khalifah.

Dalam kata lain adalah subjek yang membentuk, bukan objek yang dibentuk.

Generasi masa kini punya kewajiban untuk meninggalkan generasi penggantinya dalam

keadaan lebih baik, tetap kuat menghadapi dan mengolah tantangan menjadi peluang yang

menguntungkan. Bukankah Islam sendiri mengajarkan, malah memerintahkan umatnya:

Hendaklah takut pada azab dan kemurkaan Allah- semua mereka yang seandainya akan

meninggalkan anak cucu dibelakang mereka dalam keadaan yang serba lemah (baik ilmu,

pisik, kesehatan, kemampuan, kekuasaan dan politik.

ADAT BASANDI SYARAK (ABS), SYARAK BASANDI KITABULLAH (SBK)Mambangkik Batang Tarandam ABS-BSK Nan Batujuan Supayo Anak Nagari Minang

Naknyo Jadi Pandai Manapiak Mato Padang, Indak Takuik Manantang Matoari, Dapek Malawan Dunia Urang, Sarato Di Akhiraik Beko Masuak Sarugo

(Membangkitkan Kembali Kesadaran Kolektif Akan Nilai dan Norma DasarAdat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah Untuk Membangun Manusia dan

Masyarakat Minangkabau Yang Unggul Dan Tercerahkan)

Setitik Sumbangan Pikiran:

ABS SBK MERUPAKAN BATU POJOK BANGUNAN MASYARAKAT MINANGKABAU YANG (DULU PERNAH) UNGGUL DAN TERCERAHKAN

45 H Mas’oed Abidin

Page 46: 3611582 Minangkabau Dan Sistem Kekerabatan

Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah merupakan hasil kesepakatan (Piagam Sumpah Satie Bukik Marapalam di awal abad ke 19) dari dua arus besar (”main-streams”) Pandangan Dunia dan Pandangan Hidup (PDPH) Masyarakat Minangkabau yang sempat melewati konflik bersenjata yang melelahkan. Sejarah membuktikan, kesepakatan yang bijak itu telah memberikan peluang tumbuhnya beberapa angkatan ”generasi emas” selama selama lebih satu abad berikutnya. Dalam periode keemasan itu, Minangkabau dikenal sebagai lumbung penghasil tokoh dan pemimpin, baik dari kalangan alim ulama ”suluah bandang anak nagari” maupun ”cadiak pandai” (cendekiawan pemikir dan pemimpin sosial politik) yang berkiprah di tataran nusantara serta dunia internasional.

Mereka merupakan ujung tombak kebangkitan budaya dan politik bangsa Indonesia pada awal abad ke 20, serta dalam upaya memerdekakan bangsa ini di pertengahan abad 20. Sebagai kelompok etnis kecil yang hanya kurang dari 3% dari jumlah bangsa ini, peran kunci yang dilakukan oleh sejumlah tokoh besar dan elit pemimpin berbudaya asal Minangkabau telah membuat ”Urang Awak” terwakili-lebih (”over-represented”) di dalam kancah perjuangan dan kemerdekaan bangsa Indonesia ini. (Alhamdulillah, Minangkabau sebagai kelompok etnis kecil pernah berada di puncak piramida bangsa ini (”the pinnacle of the country’s culture, politics and economics”). Putera-puteri terbaik berasal dari budaya Minangkabau pernah menjadi pembawa obor peradaban (”suluah bandang”) bangsa Indonesia ini.

ABS-SBK merupakan landasan yang memberikan lingkungan sosial budaya yang melahirkan kelompok signifikan manusia unggul dan tercerahkan. ABS-SBK dapat diibaratkan ”Surau Kito” tempat pembinaan ”anak nagari” yang ditumbuh-kembangkan menjadi ”nan mambangkik batang tarandam, nan pandai manapiak mato padang, nan bagak manantang mato ari, jo nan abeh malawan dunia urang, dan di akhiraik beko masuak Sarugo ”.

Namun, ”kutiko jalan lah di ubah urang lalu” dan ”lupo kacang di kuliknyo”, maka robohlah ”Surau Kito”. Dan beginilah sekarang nasib atau bagian peran yang berada di tangan etnis Minangkabau yaitu hanyalah sekadar ”nan sayuik-sayuik sampai” atau nyaris tak terdengar. Baa ko kini Baliau Angku Pangulu? Baa ko kini Buya kami? Baa ko kini Cadiak Pandai kami?

MASYARAKAT MADANI MINANGKABAU ADALAH MASYARAKAT YANG BERADAT DAN BERADAB

Kegiatan hidup masyarakat dipengaruhi oleh berbagai lingkungan tatanan (”system”) pada berbagai tataran (”structural levels”). Yang paling mendasar adalah ”meta-environmental system” yaitu tatanan nilai dan norma dasar sosial budaya berupa Pandangan Dunia dan Pandangan Hidup (PDPH). PDPH ini memengaruhi seluruh aspek kehidupan masyarakat berupa sikap umum dan perilaku serta tata-cara pergaulan

46 H Mas’oed Abidin

Page 47: 3611582 Minangkabau Dan Sistem Kekerabatan

Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

masyarakat. PDPH ini merupakan landasan pembentukan pranata sosial budaya yang melahirkan berbagai lembaga formal maupun informal.

Pranata sosial budaya (”social and cultural institution”) adalah batasan-batasan perilaku manusia atas dasar kesepakatan bersama yang menjadi ”kesadaran kolektif” di dalam pergaulan masyarakat berupa seperangkat aturan main dalam menata kehidupan bersama. (“humanly devised constraints on actions; rules of the game.”). PDPH merupakan pedoman serta petunjuk perilaku bagi setiap dan masing-masing anggota masyarakat di dalam kehidupan sendiri-sendiri maupun bersama-sama. PDPH memberikan ruang (dan sekaligus batasan-batasan) yang merupakan ladang bagi pengembangan kreatif potensi manusiawi dalam menghasilkan buah karya sosial, budaya dan ekonomi serta karya-karya pemikiran intelektual yang merupakan mesin perkembangan dan pertumbuhan masyarakat di segala bidang kehidupan.

PDPH masyarakat Minangkabau yang dahulu itu (1800-1950) melahirkan angkatan-angkatan “generasi emas” adalah “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah”(ABS-SBK). ABS-SBK adalah PDPH yang menata seluruh kehidupan masyarakat Minangkabau dalam arti kata dan kenyataan yang sesungguhnya.

Meta-environment yang dibentuk ABS-SBK sebagai PDPH membentuk lembaga pemerintahan ”tigo tungku sajarangan” yang menata kebijakan “macro-level” (dalam hal ini “adat nan sabana adat, adat istiadat, dan adat nan taradat) bagi pengaturan kegiatan kehidupan masyarakat untuk kemaslahatan “anak nagari” Minangkabau. Dengan demikian setiap dan masing-masing anggota pelaku kegiatan sosial, budaya dan ekonomi pada tingkat sektoral (meso-level) maupun tingkat perorangan (micro-level) dapat mengembangkan seluruh potensi dan kreativitasnya sehingga terciptalah manusia dan masyarakat Minangkabau yang unggul dan tercerahkan. Maka dapat dinyatakan bahwa Masyarakat Minangkabau (dahulu itu, 1800-1950) merupakan salah contoh dari Masyarakat Madani Yang Beradat dan Beradab.

MASYARAKAT BER-ADAT YANG BERADAB HANYA MUNGKIN JIKA DILANDASI KITABULLAH

Pokok pikiran ”alam takambang jadi guru” menunjukkan bahwa para filsuf dan pemikir Adat Minangkabau (Datuk Perpatih Nan Sabatang dan Datuk Katumanggungan, menurut versi Tambo Alam Minangkabau) meletakkan landasan filosofis Adat Minangkabau atas dasar pemahaman yang mendalam tentang bagaimana bekerjanya alam semesta serta dunia ini termasuk manusia dan masyarakatnya. Mereka telah menjadikan alam semesta menjadi ”ayat dari Nan Bana”. Konsep ”Adaik basandi ka mupakaik, mupakaik basandi ka alua, alua basandi ka patuik, patuik basandi ka Nan Bana, Nan Bana Badiri Sandirinyo” menunjukkan bahwa sesungguhnya para filsuf dan pemikir yang merenda Adat Minangkabau telah mengakui keberadaan dan memahami ”Nan Bana, Nan Badiri Sandirinyo” .

47 H Mas’oed Abidin

Page 48: 3611582 Minangkabau Dan Sistem Kekerabatan

Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

Adat Minangkabau dibangun di atas ”Peta Realitas” yang dikonstruksikan secara kebahasaan (”linguistic construction of realities”) yang direkam terutama lewat bahasa lisan berupa pepatah, petatah petitih, mamang, bidal, pantun yang secara keseluruhan dikenal juga sebagai Kato Pusako. Lewat berbagai upacara Adat serta kehidupan masyarakat se-hari-hari, Kato Pusako menjadi rujukan di dalam penerapan PDPH di dalam kehidupan masyarakat Minangkabau. Dengan perkataan lain, Adat yang bersendi kepada “Nan Bana” adalah Peta Realitas sekaligus Pedoman serta Petunjuk Jalan Kehidupan Masyarakat Minangkabau.

Sangat sedikit catatan sejarah dengan bukti asli/otentik tentang bagaimana sesungguhnya bentuk dan keberhasilan masyarakat Minangkabau di dalam menjalankan Adat yang bersendikan Nan Bana itu. Sejarah yang dekat (dua tiga abad yang silam) menunjukkan bahwa di dalam kehidupan sehari-hari Masyarakat Minangkabau banyak ditemukan praktek-praktek yang kontra produktif bagi perkembangan masyarakat seperti judi, sabung ayam dan tuak dan lain-lain. Sejarah sebelum ABS-SBK juga belum mencatatkan peran signifikan tokoh-tokoh berasal budaya Minangkabau yang menjadi pembawa obor peradaban di kawasan ini.

Sebaliknya, sesudah ABS-SBK, terjadi semacam lompatan kuantum (”quantum leap”) di dalam budaya Minangkabau, dengan bertumbuh-kembangnya manusia-manusia unggul dan tercerahkan yang muncul menjadi tokoh-tokoh yang berperan penting dalam sejarah kawasan ini. Bagaimana gejala itu bisa diterangkan?. Masyarakat Minangkabau pra-ABS-SBK adalah Masyarakat Ber-Adat yang bersendikan Nan Bana, Nan Badiri Sandirinyo. Sebagai buah hasil dari konstruksi realitas lewat jalur kebahasaan, hasil penerapannya di dalam kehidupan masyarakat se-hari-hari tergantung kepada sejauh mana ”peta realitas” itu memiliki ”hubungan satu-satu” (”one-to-one relationship”) atau sama sebangun dengan Realitas yang sebenarnya (Nan Bana, Nan Badiri Sandirinyo itu).

Terterapkannya berbagai perilaku kontra-produktip oleh beberapa bagian masyarakat menunjukkan bahwa ada kekurangan serta kelemahan dari Adat Minangkakau Sebagai Peta Realitas serta Petunjuk Jalan Kehidupan Bermasyarakat itu. Kekurangan utama yang menjadi akar dari segenap kelemahan yang terperagakan itu adalah ada bagian dari Peta Realitas itu yang ternyata tidak sama sebangun dengan Nan Bana, Nan Badiri Sandirinyo itu.

Kekurangan utama (Peta yang tidak sama sebangun dengan Realitas) itu melahirkan beberapa kekurangan. Kekurangan turunan pertama adalah Adat Minangkabau Sebagai Peta Realitas tidak dilengkapi dengan Pedoman dan Petunjuk yang memadai tentang bagaimana ia seharusnya digunakan. Peta yang tidak dilengkapi dengan bagaimana menggunakannya secara memadai adalah tidak bermanfaat, malah dapat menyesatkan.

48 H Mas’oed Abidin

Page 49: 3611582 Minangkabau Dan Sistem Kekerabatan

Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

Kekurangan selanjutnya, tidak dilengkapinya Adat Minangkabau Sebagai Peta Realitas itu dengan Pedoman serta Petunjuk Jalan Kehidupan yang memadai. Peta tanpa petunjuk jalan yang memadai tidak akan membawa kita ke mana-mana. Kekurangan selanjutnya, Adat yang menjadi Pedoman serta Petunjuk Jalan Kehidupan itu tidak dilengkapi dengan pedoman teknis perekayasaan perilaku (”social and behavioral engineering techniques”) yang memadai sehingga rumus-rumus dan resep-resep pembentukan masyarakat sejahtera berkeadilan berdasar Adat Minangkabau tidak dapat diterapkan. Singkat kata, akar segala kekurangan serta sebab-musabab segala kelemahan berupa ketidak-lengkapan serta kurang-kememadai-an itu adalah ketiadaan “hubungan satu-satu” antara Peta Realitas dengan Realitas itu sendiri atau Nan Bana, Nan Badiri Sandirinyo itu.

Peristiwa sejarah yang menghasilkan Piagam Sumpah Satie Bukik Marapalam dapat diibaratkan bagaikan “siriah nan kambali ka gagangnyo, pinang nan kambali ka tampuaknyo”. Dari Adat yang pada akhirnya bersendikan kepada Nan Bana, Nan Badiri Sandirinyo, disepakati menjadi “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah”(ABS-SBK). Ketika Adat hanya bersendikan kepada Nan Bana, Nan Badiri Sandirinyo, ada yang kurang dan hilang dalam tali hubungan keduanya, yaitu antara Adat sebagai Pedoman serta Petunjuk Jalan Kehidupan dengan Nan Bana, Nan Badiri Sandirinyo itu yang kita urai-jelaskan tadi.

Dengan diproklamasikannya Adat Basandi Syarak Syarak, dan Syarak Bansandi Kitabullah (ABS-SBK) maka tali hubungan antara Adat Sebagai Pedoman serta Petunjuk Jalan Kehidupan itu dibuhul-eratkan kembali dengan Nan Bana, Nan Sabana-bana Nan Bana, Nan Sabana-bana Badiri Sandirinyo.

Kitabullah adalah Al-Quran. Al Qur’an mengurai-jelaskan segala sesuatu “tafshiila li kulli sya’iin” (Surat 12, Yusuf, ayat 111), atau dengan perkataan lain “Peta Realitas Lewat Kebahasaan” yang pasti memiliki hubungan satu-satu atau sama sebangun dengan Realitas itu (“al-haqqu min amri Rabbika”, Al Qur’an).

Al Quran adalah juga Petunjuk dan Pedoman Hidup Bagi Manusia Dan Penjabaran Rinci Dan Jelas Dari Petunjuk/Pedoman Serta Tolok Ukur Kebenaram. (“hudal linnaasi wa bayyinatin minal huda wal furqaan” Q.S 2, Al-Baqarah Ayat 184).

Penerapan Al-Qur’an yang merupakan Ajaran Allah menurut Teladan Nabi Muhammad s.a.w. (atau Sunnah Rasulullah) telah mentransformasikan masyarakat Jahiliyah empat belas abad yang lalu menjadi Pembawa Obor Peradaban. Selama tidak kurang tujuh dari

49 H Mas’oed Abidin

Page 50: 3611582 Minangkabau Dan Sistem Kekerabatan

Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

abad, kebudayaan dan peradaban yang ditegakkan atas Ajaran Al Quran telah mendominasi Dunia Beradab.

Kekalahan dan keterpinggiran yang terjadi sampai hari disebabkan berbagai faktor yang utamanya karena meninggalkan ke dua panduan hidup itu Al Quran dan Sunnah Rasulullah. (Taraktu fi kuum amraiin, Al Quran wa sunnaturarasuul,....... al hadith, ).

Itu pulalah yang tampaknya terjadi dengan Masyarakat Minangkabau ketika menerapkan ABS-SBK secara “murni dan konsekwen”. Walau berada dalam lingkungan nasional dan internasional yang sulit penuh tantangan, yaitu zaman kolonialisme dan perjuangan melawan penjajahan, budaya Minangkabau yang berazaskan ABS-SBK telah terbukti mampu menciptakan lingkungan yang menghasilkan jumlah yang signifikan tokoh-tokoh yang menjadi pembawa obor peradaban di kawasan ini.

Rentang sejarah itu membuktikan bahwa penerapan ABS-SBK telah memberikan lingkungan sosial budaya yang subur bagi seluruh anggota masyarakat dalam mengembangkan segenap potensi dan kreativitasnya sehingga terciptalah manusia dan masyarakat Minangkabau yang unggul dan tercerahkan.

KRISIS BUDAYA MINANGKABAU MERUPAKAN MINIATUR DARI KRISIS PERADABAN MANUSIA ABAD MUTAKKHIR

Budaya Minangkabau memang mengalami krisis, karena lebih dari setengah abad terakhir ini tidak melahirkan tokoh-tokoh yang memiliki peran sentral di dalam berbagai segi kehidupan di tataran nasional apatah lagi di tataran kawasan dan tataran global. Budaya Minangkabau selama setengah abad terakhir ini gagal membentuk lingkungan sosial ekonomi yang subur bagi persemaian manusia serta masyarakat unggul dan tercerahkan.

Dalam satu sudut pandang, krisis budaya Minangkabau menggambarkan krisis yang dihadapi Ummat Manusia pada Alaf atau Millennium ke Tiga ini. Salah satu isu yang menjadi kehebohan Dunia akhir-akhir ini adalah isu Perubahan Iklim (“Climate Change”).

Perubahan Iklim telah dirasakan sebagai ancaman serius bagi keberlangsungan / keberlanjutan keberadaan Umat Manusia di bumi yang hanya satu ini. Perubahan iklim disebabkan oleh berbagai kegiatan manusia yang memengaruhi lingkungan sedemikian rupa sehingga mengurangi daya-dukungya sebagai tempat hidup dan sumber kehidupan manusia.

Kemajuan ilmu yang dapat dianggap sebagai “Peta Alam Terkembang” telah menambah pemahaman manusia akan bagaimana bekerjanya alam semesta ini, sehingga

50 H Mas’oed Abidin

Page 51: 3611582 Minangkabau Dan Sistem Kekerabatan

Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

“manusia mampu menguasai alam”. Penerapan ilmu dalam berbagai teknologi telah meningkatkan kemampuan manusia untuk memanfaatkan alam sesuai berbagai keinginan manusia.

Terjadinya Perubahan Iklim menunjukkan bahwa “penguasaan manusia terhadap alam lingkungan” telah menyebabkan perubahan yang tidak dapat balik (“irreversible”) terhadap alam itu sendiri. Dan ternyata, Perubahan Iklim sangat mungkin mengancam keberadaan manusia di muka bumi ini.

Dari sisi kemanusiaan, ada beberapa kemungkinan penyebab. Kemungkinan pertama, mungkin Ilmu sebagai Peta Alam Terkembang tidak mampu memperkirakan terlebih dahulu apa yang sekarang telah menjadi Perubahan Iklim yang tidak dapat balik itu. Dengan perkataan lain Ilmu sebagai Peta Alam Terkembang ternyata tidak sama dengan Realitas Di Alam Nyata. (Artinya ada “batas Ilmu”, yaitu wilayah dimana “ignora mus et ignozabi mus”, kita manusia tidak tahu, dan tidak akan pernah tahu atau memiliki ilmu tentang itu.

Kemungkinan kedua, para ilmuwan telah “lebih dahulu memahami apa yang bakal terjadi”, namun tidak memiliki ilmu yang dapat diterapkan untuk merubah perilaku manusia dan masyarakat. Jadi, Peta Ilmuwan tentang Manusia dan Masyarakat tidak sama dengan Realitas Di Dalam Diri Manusia Dan Masyarakat. Singkat kata, apa yang ada dalam benak manusia moderen (baik ilmu maupun isme-isme) yang menjadi kesadaran kolektif yang secara keseluruhan membentuk Pandangan Dunia dan Pandang Hidup (PDPH) mereka ternyata tidak sama sebangun dengan Realitas. Dengan begitu, ketika PDHP itu menjadi acuan perilaku serta kegiatan perorangan dan bersama-sama, tentu saja dan pasti telah membawa kepada bencana, antara lain, berupa Perubahan Iklim yang kemungkinan besar tidak dapat balik itu.

Manusia moderen sangat berbangga dengan berbagai isme-isme yang dikembangkannya serta meyakini kebenarannya di dalam memahami manusia serta mengatur kehidupan bersama di dalam masyarakat. Kapitalisme, liberalisme dan isme-isme lain telah menjadi semacam berhala yang dipuja serta diterapkan dalam kehidupan masyarakat di kebanyakan belahan Dunia. Hasil penerapan isme-isme itulah yang sekarang memicu berbagai krisis global di Millennium atau Alaf Ketiga ini.

Jika kita merujuk kepada Kitabullah, yaitu Al-Qur’an, kita akan menemukan gejala dan sebab-sebab dari Perubahan Iklim yang mendera Umat Manusia. Salah satu ayat Al-Qur’an menyatakan: “.....Telah menyebar kerusakan di muka bumi akibat ulah manusia” .

Perilaku manusia-lah penyebab semua kerusakan itu.

Dan penyebab perilaku merusak manusia ialah penyembahan berhala, berupa ilmu ataupun isme-isme yang ternyata tidak memiliki hubungan satu-satu dengan

51 H Mas’oed Abidin

Page 52: 3611582 Minangkabau Dan Sistem Kekerabatan

Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

kenyataan di alam semesta termasuk di dalam diri manusia dan masyarakat. Salah satau ayat dalam Al-Qur’an Surat 12, Yusuf , Ayat 40, sebagai berikut

“Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun tentang nama-nama itu. Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”

Keyakinan, yang tidak berdasar, akan kebenaran isme-isme itulah yang dapat digolongkan sebagai berhala berupa semacam pemujaan oleh manusia moderen. Manusia memiliki kemampuan terbatas untuk menguji kesebangunan antara apa yang ada dalam pikirannya dengan apa yang sesungguhnya ada dalam Realitas.

Isme-isme itu serta keyakinan berlebihan akan keampuhan Ilmu hasil pemikiran manusia hanyalah sekadar ” nama-nama yang dibuat-buat saja” atau sama dengan khayalan manusia saja. Dan, disebutkan dalam Al-Quran bahwa jenis manusia yang demikian telah “mempertuhan diri dan hawa nafsunya”.

Dengan keterbatasan itu bagaimana manusia mungkin meneruka jalan keselamatan di alam semesta paling tidak dalam menjalani kehidupan di Dunia ini? Al-Qur’an menyebutkan bahwa manusia tidak ditinggalkan di dalam kebingungan. Diturunkanlah para Rasul dengan membawa Kitab Suci, yang paling terakhir Al Qur’an sebagai Peta Realitas serta Petunjuk dan Pedoman Hidup Bagi Manusia Dan Penjabaran Rinci Dan Jelas Dari Petunjuk/Pedoman Serta Tolok Ukur Kebenaram dalam menjalani hidup di bumi yang fana ini.

Simpulannya, krisis global yang dihadapi manusia moderen disebabkan karena kebanyakan mereka mempercayai apa yang tidak layak diyakini berupa isme-isme karena mereka telah menuhankan diri dan nafsu mereka sendiri. Kebanyakan manusia moderen telah menjauh dari agama langit, bahkan dari agama itu sendiri, dalam pikiran apalagi dalam perbuatan dan kegiatan mereka.

Jika dikaitkan dengan kondisi dan situasi masyarakat Minangkabau di abad ke 21 ini, mungkin telah ada jarak yang cukup jauh antara ABS-SBK sebagai konsep PDPH (Pandangan Dunia dan Pandangan Hidup) dengan kenyataan kehidupan sehari-hari. Asumsi atau dugaan ini menjadi penjelas serta alasan kenapa budaya Minangkabau selama setengah abad terakhir ini gagal membentuk lingkungan sosial ekonomi yang subur bagi persemaian manusia serta masyarakat unggul dan tercerahkan

MASYARAKAT UNGGUL DAN TERCERAHKAN MAMPU MENCETAK SDM UNGGUL YANG TERCERAHKAN YAITU PARA ULUL ALBAAB.

52 H Mas’oed Abidin

Page 53: 3611582 Minangkabau Dan Sistem Kekerabatan

Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

Siapakah manusia unggul yang tercerahkan itu. Barangkali konsep yang menyamai serta t digali dari Al-Qur’an adalah para “Ulul Albaab”. Dalam Surat Ali Imran, Surat ke 3, Ayat 190 s/d 194 , disebutkan sebagai berikut

"ن 'ق" ف"ي إ ل م(او(ات" خ( ض" الس ر') ف" و(األ' "ال( ت 'ل" و(اخ' (ات> و(الن ه(ار" الل ي ي ?ول"ي آل( (اب" أل" 'ب (ل (190) األ'

ون( ال ذ"ين( ?ر? (ذ'ك الل ه( ي (امIا "ه"م' و(ع(ل(ى و(ق?ع?ودIا ق"ي ?وب ن ون( ج? (ف(ك ر? (ت 'ق" ف"ي و(ي ل م(او(ات" خ( ض" الس ر'

) (ا و(األ' ب ن (ق'ت( م(ا ر( ل (اط"الI ه(ذ(ا خ( ب (ك( ان 'ح( ب (ا س? (ا(191) الن ار" ع(ذ(اب( ف(ق"ن ب ن "ن ك( ر( ?د'خ"ل" م(ن' إ (ه? ف(ق(د' الن ار( ت 'ت ي (خ'ز( "م"ين( و(م(ا أ "لظ ال 'ص(ار> م"ن' ل (ن (ا(192) أ ب ن ر(

(ا "ن ن (ا إ م"ع'ن Iا س( (اد"ي (اد"ي م?ن ?ن "يم(ان" ي "إل' (ن' ل ?وا أ ?م' آم"ن gك ب "ر( (ا ف(آم(ن ا ب ب ن (ا ف(اغ'ف"ر' ر( (ن (ا ل (ن ?وب (فgر' ذ?ن (ا ع(ن ا و(ك "ن (ات gئ ي (ا س( (و(ف ن م(ع( و(ت

ار" 'ر( ب) (ا(193) األ' ب ن (ا ر( "ن (ا م(ا و(آت (ن "ك( ع(ل(ى و(ع(د'ت ل س? (ا و(ال( ر? ?خ'ز"ن (و'م( ت (ام(ة" ي 'ق"ي "ن ك( ال ل"ف? ال( إ ?خ' 'م"يع(اد( ت (194) ال

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,(3:190).(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.(3:191).Ya Tuhan kami, sesungguhnya barangsiapa yang Engkau masukkan ke dalam neraka, maka sungguh telah Engkau hinakan ia, dan tidak ada seorang penolong pun bagi orang-orang yang zalim.(3:192).Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman, (yaitu): "Berimanlah kamu kepada Tuhanmu", maka kamipun beriman. Ya Tuhan kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang banyak berbakti.(3:193)Ya Tuhan kami, berilah kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami dengan perantaraan rasul-rasul Engkau. Dan janganlah Engkau hinakan kami di hari kiamat. Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji."(3:194)

Bagi para “uluul albaab” seluruh gejala di alam semesta ini merupakan tanda-tanda. Tanda-tanda merupakan sesuatu yang merujuk kepada yang lain di luar dirinya. Menjadikan gejala sebagai tanda berarti membuat makna yang berada disebalik tanda itu.

Misalnya, kalau kita memperhatikan bahwa bulan menyajikan berbagai bentuk di langit pada malam hari – mulai dari garis lengkung putih berangsur jadi bulan sabit, akhirnya jadi bulan purnama untuk kembali lagi mengecil – kita sebagai makhluk yang memiliki keingin-tahuan yang besar akan bertanya:”Kenapa demikian? Apa yang membuatnya demikian? Bagaimana prosesnya?”. Proses menjawab pertanyaan itu disebut berpikir yang terarah.

Hasil berpikir adalah pikiran tentang sebagian dari kenyataan. Dengan perkataan berpikir akan menghasilkan semacam “peta bagian kenyataan” yang dipikirkan. Hikmah yang dikandung Al-Qur’an hanya dipahami oleh “ulul albaab” yaitu mereka yang mau berpikir dan merenungkan secara meluas, mendalam tentang apa yang perlu dan patut dipahami dengan maksud agar mengerucut kepada beberapa simpulan kunci.

Para “ulul albaab” adalah mereka yang unggul dan tercerahkan, yang di dalam dirinya zikir dan fikir menyatu. Zikir disini bukan sekadar mengingat Allah s.w.t dengan segala Asmaul-Husna-Nya, tapi harus dipahami lebih luas sebagai hidup dengan penuh kesadaran akan keberadaan Allah s.w.t dengan segenap aspek hubungan-Nya dengan manusia dan segenap makhluk Ciptaan-Nya.

53 H Mas’oed Abidin

Page 54: 3611582 Minangkabau Dan Sistem Kekerabatan

Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

Fikir berarti membuat Peta Kenyataan sesuai dengan Petunjuk dan Ajaran Allah s.w.t. sebagaimana diurai-jelaskan oleh Al-Qur’an serta ditafsirkan dan diterapkan oleh Rasullullah lewat Sunnahnya sebagai Teladan Utama (Uswatun Hasanah).

Simpulannya, penerapan ABS-SBK mengharuskan kehidupan perorangan serta pergaulan masyarakat Minangkabau berakar dari dan berpedoman kepada Al-Quran serta Sunnah Rasullullah.

Hanya dengan demikianlah, ABS-SBK dapat membentuk lingkungan sosial-budaya yang akan mampu menghasilkan manusia dan masyarakat Minangkabau yang unggul dan tercerahkan yang berintikan para “ulul albaab” sebagai tokoh dan pimpinan masyarakat.

Manusia seperti itulah barangkali yang dimaksudkan oleh Kato Pusako “Nan Pandai Manapiak Mato Padang, Nan Indak Takuik Manantang Matoari, Nan Dapek Malawan Dunia Urang, Sarato Di Akhiraik Beko Masuak Sarugo“.

Wallahu’alaam bissawaab

Hanya dari Allah berasal semua kebenaran

GAMBARAN BUDAYA MINANGKABAUSEBELUM DAN SESUDAH ABS-SBK

Usulan bagi Satu Pendekatan

Sebelum peristiwa Piagam Sumpah SatieBukik Marapalam, budaya Minangkabau dapat digambarkan lewat diagram di bawah ini.

54 H Mas’oed Abidin

Page 55: 3611582 Minangkabau Dan Sistem Kekerabatan

Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

Animis, Hindu,Budha

GAMBARAN BUDAYA MINANG KETIKA ADAT BERSUMBER DARI NAN BANA, NAN BADIRI SANDIRINYO (SEBELUM ABS-SBK)

Adat Nan Sabana Adat(Pandangan Dunia &Pandangan Hidup)

SaranaPengungkapan

BahasaSeni Musik/Seni Tari/

Seni Beladir

Benda & Bangunan

(Rumah Bagonjong)

Filsafah berdasarlogika

Kato Pusako

Direkam lewat

Praktek-2penyembahan

Dilestarikan lewat

Memengaruhi

Sikap Umum

Tata-caraPergaulan

Masyarakat

•Nan Rancak dan Nan Elok•Tanah Ulayat•Harta milik kaum•Hukum/Cupak•Tigo Tungku Sajarangan•Balai Adat•Taratak, Nagari

•Adat istiadat•Musyawarah Muapakaik•Sistim kekeluargaan•Matrilinial•Pangulu•Mamak, Tungganai, •Pidato Adaik•Komunikasi informal•Komunikasi non-verbal

SasteraLisan

NAN-BANA,NAN BADIRISANDIRINYO

ALAMTAKAMBANG

Filsul dan pemikir yang merenda Adat Minangkabau telah mengakui dan memahami keberadaan Nan Bana, Nan Badiri Sandirinyo. Nan Bana, Nan Badiri Sandirinyo termasuk Alam Terkembang yang menjadi Guru. Dari pemahaman bagaimana Alam Terkembang bekerja, termasuk di dalam diri manusia dan masyarakatnya, direndalah Adat Minangkabau. Konsep dasar Adat Minangkabau (Adat Nan Sabana Adat) kemudian menjadi kesadaran kolektif berupa Pandangan Dunia dan Pandangan Hidup (PDPH) manusia dan masyarakat Minangkabau. Di samping itu, pengaruh kepercayaan lama serta Hindu dan Budha telah mewarnai tata-cara dan praktek penyembahan yang kita belum memiliki catatan yang lengkap tentang itu.

Konsep dasar PDPH (Adat Nan Sabana Adat) itu diungkapkan lewat Bahasa, terutama Bahasa Lisan (Sesungguhnya Minangkabau pernah memiliki tulisan berupa adaptasi dari Huruf Pallawa dari India (pengaruh agama Hindu/Budha). Keseluruhan pepatah, petatah petitih, mamang, bidal, pantun yang berisikan gagasan-gagasan bijak itu dikenal sebagai Kato Pusako. Kato Pusako itu yang kemudian dilestarikan secara formal lewat pidato-pidato Adat dalam berbagai upacara Adat. Sastera Lisan juga merekam Kato Pusako dala kemasan cerita-cerita rakyat, seperti Cindua Mato, dll.

PDPH Masyarakat Minangkabau juga diungkapkan seni musik (saluang, rabab), seni pertunjukan (randai), seni tari (tari piriang), dan seni bela diri (silek dan galombang). Benda-benda budaya (karih, pakaian pangulu, mawara dll), bangunan (rumah bagonjong)

55 H Mas’oed Abidin

Page 56: 3611582 Minangkabau Dan Sistem Kekerabatan

Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

serta artefak lain-lain mengungkapkan wakil fisik dari konsep PDPH Adat Minangkabau. sehingga masing-masing menjadi lambang dengan berbagai makna.

Konsep PDPH yang merupakan inti Adat Minangkabau (Adat Nan Sabana Adat) memengaurhi sikap umum dan tata-cara pergaulan, yang lebih dikenal sebagai Adat nan Diadatkan dan Adat nan Taradat.

Peristiwa yang menghasilkan Piagam Sumpah Satie Bukik Marapalam telah merubah konstruksi gagasan dasar dan penerapannya dalam Adat Minangkabau. Tampaknya dahulu itu tekah terjadi asimilasi (atau pemesraan) yang cukup padu antara Islam dengan Kitabullah serta Adat Nan Sabana Adat (Konsep Dasar Adat sebagai PDPH) yang selanjutnya memengaruhi Adat Nan Taradat dan Adat Istiadat.

GAMBARAN BUDAYA MINANG BERDASAR SUMPAH SATIE ABS-SBK

ABS-SBK SEBAGAIPANDANGAN DUNIA &PANDANGAN HIDUP

SaranaPengungkapan

BahasaSeni Musik/Seni Tari/

Seni Beladir

Benda & Bangunan

(Rumah Bagonjong)

Kato Pusako

Direkam lewat

Ibadah MahdahDi Masjid/Surau

Dilestarikan lewat

Memengaruhi

Sikap Umum

Tata-caraPergaulan

Masyarakat

•Nan Rancak dan Nan Elok•Tanah Ulayat•Harta milik kaum•Hukum/Cupak•Tigo Tungku Sajarangan•Balai Adat•Musajik/Surau•Taratak, Nagari

•Musyawarah/mupakaik•Adat istiadat•Sistim kekeluargaan•Matrilinial•Pangulu•Mamak, Tungganai, •Pidato Adaik•Komunikasi informal•Komunikasi non-verbal

SasteraLisan

ALLAH S.W.T

KITABULLAH(Al-Qu’an &

Sunnah Rasul

ALAM SEMESTAPeta Alam Semest&Petunjuk/PedomanHidup Manusia

ABS-SBK sekarang menjadi konsep dasar Adat (Adat Nan Sabana Adat) diungkapkan, antara lain lewat Bahasa, yang direkam sebagai Kato Pusako. ABS SBK memengaruhi sikap umum dan tata-cara pergaulan masyarakat.

Barangkali langkah yang perlu kita lalui adalah:1) Kompilasi2) Kategorisasi

56 H Mas’oed Abidin

Page 57: 3611582 Minangkabau Dan Sistem Kekerabatan

Minangkabau dan Sistim Kekerabatan

3) Kajian:1. Tema2. Aspek kehidupan perorangan3. Aspek-aspek kehidupan masyarakat 4. Simpulan: Pandangan Dunia dan Pandangan Hidup Dasar Masyarakat

(Bagaimana Adat Minangkabau menyatu-padukan aplikasinya dengan Kitabullah atau bagaimana Islam diamalkan dalam konteks budaya Minangkabau)

H Mas’oed Abidin, Padang , 7 April 2008

57 H Mas’oed Abidin