2015 artikel snti muas m pnup

10
Teknik Mesin SIFAT MEKANIK BAJA AISI 1045 MELALUI PROSES HARDENING- TEMPERING Muas M, Syaharuddin Rasyid 2) Dosen Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Ujung Pandang Jl. Perintis Kemerdekaan Km.10, Tamalanrea Makassar. Abstrak Baja AISI 1045 merupakan salah satu produk jenis baja karbon sedang dengan komposisi kandungan (% berat) C 0,48%, Si 0,30%, dan Mn 0,70%. Baja ini umumnya dipakai sebagai komponen automotif misalnya untuk komponen roda gigi pada kendaraan bermotor yang pada aplikasinya sering mengalami gesekan dan tekanan maka ketahanan terhadap aus dan kekerasan sangat diperlukan sekali. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui sejauhmana perubahan waktu tempering mempengaruhi sifat mekanik dan struktur mikro baja karbon sedang jenis AISI 1045 yang telah diquenching pada media pendingin air dan garam serta variasi suhu media pendinginSpecimen pengujian yang digunakan adalah specimen yang telah diquenching dengan variasi jenis media dan suhu media pendingin. Selanjutnya specimen ini dipanaskan lagi dalam tungku temper pada suhu 200 O C pada tungku temper dengan waktu penahanan temperature selama 30, 60, dan 90 menit. Peralatan penelitian yang digunakan pada tahun kedua adalah tungku temper,mesin uji kekerasan, dan mesin uji impak. Dari hasil penelitian ini dapat ditarik simpulan bahwa proses penemperan baja AISI 1045 pada suhu 200 O C dan waktu pemanasan selama 30, 60, dan 90 menit, menurunkan kekerasan sebesar 1 – 2 HRC, namun disisi lain kekuatan impak baja AISI 1045 meningkat. Kata kunci; Baja AISI 1045, sifat mekanik, quenching, tempering BAB I. PENDAHULUAN Baja AISI 1045 merupakan salah satu produk jenis baja karbon sedang dengan komposisi kandungan (% berat) C 0,48%, Si 0,30%, dan Mn 0,70%. Baja ini umumnya dipakai sebagai komponen automotif misalnya untuk komponen roda gigi pada kendaraan bermotor yang pada aplikasinya sering mengalami gesekan dan tekanan maka ketahanan terhadap aus dan kekerasan sangat diperlukan sekali [KS Review, 2004]. Untuk mendapatkan kekerasan, ketahanan terhadap aus, dan keuletan dari bahan tersebut dapat dilakukan melalui perlakuan panas dengan cara hardening yang dilanjutkan dengan proses quenching dan tempering. Tujuannya untuk mendapatkan struktur martensit yang keras dan memiliki ketahanan aus yang baik. Dari proses quenching tersebut spesimen sering sekali mengalami cracking, distorsi dan ketidakseragaman kekerasan yang diakibatkan oleh tidak seragamnya temperatur larutan pendingin [Totten, 1993]. Pada proses quenching terjadi perpindahan panas dari spesimen baja kelarutan pendingin yang ditandai dengan terjadinya pembentukan gelembung-gelembung udara yang kemudian berlanjut dengan terbentuknya selubung udara pada permukaan

Upload: herd-iman

Post on 13-Jul-2016

243 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

muas

TRANSCRIPT

Page 1: 2015 Artikel Snti Muas m Pnup

Teknik Mesin

SIFAT MEKANIK BAJA AISI 1045 MELALUI PROSES HARDENING-TEMPERINGMuas M, Syaharuddin Rasyid 2)

Dosen Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Ujung PandangJl. Perintis Kemerdekaan Km.10, Tamalanrea Makassar.

AbstrakBaja AISI 1045 merupakan salah satu produk jenis baja karbon sedang dengan komposisi kandungan (%

berat) C 0,48%, Si 0,30%, dan Mn 0,70%. Baja ini umumnya dipakai sebagai komponen automotif misalnya untuk komponen roda gigi pada kendaraan bermotor yang pada aplikasinya sering mengalami gesekan dan tekanan maka ketahanan terhadap aus dan kekerasan sangat diperlukan sekali . Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui sejauhmana perubahan waktu tempering mempengaruhi sifat mekanik dan struktur mikro baja karbon sedang jenis AISI 1045 yang telah diquenching pada media pendingin air dan garam serta variasi suhu media pendinginSpecimen pengujian yang digunakan adalah specimen yang telah diquenching dengan variasi jenis media dan suhu media pendingin. Selanjutnya specimen ini dipanaskan lagi dalam tungku temper pada suhu 200 OC pada tungku temper dengan waktu penahanan temperature selama 30, 60, dan 90 menit. Peralatan penelitian yang digunakan pada tahun kedua adalah tungku temper,mesin uji kekerasan, dan mesin uji impak. Dari hasil penelitian ini dapat ditarik simpulan bahwa proses penemperan baja AISI 1045 pada suhu 200OC dan waktu pemanasan selama 30, 60, dan 90 menit, menurunkan kekerasan sebesar 1 – 2 HRC, namun disisi lain kekuatan impak baja AISI 1045 meningkat.

Kata kunci; Baja AISI 1045, sifat mekanik, quenching, tempering

BAB I. PENDAHULUANBaja AISI 1045 merupakan salah satu produk jenis baja karbon sedang dengan komposisi

kandungan (% berat) C 0,48%, Si 0,30%, dan Mn 0,70%. Baja ini umumnya dipakai sebagai komponen automotif misalnya untuk komponen roda gigi pada kendaraan bermotor yang pada aplikasinya sering mengalami gesekan dan tekanan maka ketahanan terhadap aus dan kekerasan sangat diperlukan sekali [KS Review, 2004].

Untuk mendapatkan kekerasan, ketahanan terhadap aus, dan keuletan dari bahan tersebut dapat dilakukan melalui perlakuan panas dengan cara hardening yang dilanjutkan dengan proses quenching dan tempering. Tujuannya untuk mendapatkan struktur martensit yang keras dan memiliki ketahanan aus yang baik. Dari proses quenching tersebut spesimen sering sekali mengalami cracking, distorsi dan ketidakseragaman kekerasan yang diakibatkan oleh tidak seragamnya temperatur larutan pendingin [Totten, 1993]. Pada proses quenching terjadi perpindahan panas dari spesimen baja kelarutan pendingin yang ditandai dengan terjadinya pembentukan gelembung-gelembung udara yang kemudian berlanjut dengan terbentuknya selubung udara pada permukaan spesimen tersebut. Adanya selubung udara ini dapat membuat laju pendinginan menjadi lebih kecil dari pada laju pendinginan kritis [Totten, 1993]. Turunnya laju pendinginan ini dapat menyebabkan tidak tercapainya pembentukan fasa martensit. Oleh karena itu, untuk mempersingkat waktu terbentuknya selubung udara atau meningkatkan laju pendinginan, maka diperlukan suatu media pendingin dengan kecepatan pendinginan yang tinggi.

Kekerasan yang dapat dicapai Baja AISI 1045 bila diquenching pada media pendingin air (suhu kamar) adalah 54-57 HRC. Kekerasan ini masih dapat ditingkatkan dengan menurunkan suhu media quenching atau menggunakan alat quenching sirkulasi.

Baja AISI 1045 dengan kandungan karbon 0,48% akan terbentuk struktur martensit pada saat dicapainya kecepatan pendinginan kritis. Akan tetapi jika kecepatan pendinginan itu lebih rendah, dapat terbentuk perlit bergaris sangat halus. Dengan pendinginan yang lebih cepat, kelambanan atom mengakibatkan bergesernya titik-titik trasformasi Ar3 dan Ar1 kesuhu yang lebih rendah, demikian juga karena pengaruh elemen-elemen paduan. Pada baja dengan kandungan 0,4 persen, martensit terbentuk antara 360 OC dan 180 OC.

Hubungan antara karbon dan besi sebagian besar tergantung pada dua faktor utama, yaitu: 1) Karbon dan besi secara kimiawi membentuk lapisan semen (Cementite), tetapi ini akan keluar sebagai

Page 2: 2015 Artikel Snti Muas m Pnup

bahan yang terpisah diantara struktur dan dikenal sebagai satu fasa, yang sedikit berbeda dari fasa besi, 2) Besi adalah elemen allotropik, yaitu bisa keluar lebih dari satu bentuk kristal.

Cementite bisa tampak dalam baja dalam dua bentuk, yaitu: campuran yang baik sekali dengan ferrite dan membentuk pearlite yang mengandung kira-kira 13% cementite dan 8 % ferrite, atau tampil sendiri sebagai cementite. Kehadiran cementite bebas akan tergantung pada jumlah karbon di dalam baja dan bisa dilihat pengaruh karbon terhadap unsur-unsur pokok, Pertama pada baja karbon rendah, sebagai contoh baja akan lunak dengan 0,3%C.

Pada temperatur di atas titik kritis atas bentuk campurannya dikenal dengan nama austenite. Bila kadar karbon hanya 0,85%,perubahan dari besi γ ke α menyebabkan semua cementite dikeluarkan dari semua larutan sekaligus dan membentuk pearlite. Perubahan dari γ ke α terjadi di sekitar daerah temperatur yang ditunjukan dengan jarakvertikal antara titik-titik kritis atas dan bawah pada diagram.

Dengan kandungan karbon kurang dari 0,85%, ferrite nampak pertama kali waktu pendinginan dan ketika besi γ diperkaya menjadi0,85%, ini akan berubah menjadi pearlite. Dengan kandungan karbon lebih dari 0,85%, cementite nampak pertama kali waktu pendinginan dan ketika besi γ yang tersisa dikurangi menjadi 0,85% C akan berubah menjadi pearlite. Ferrite itu lunak dan kenyal, oleh karena itu bajakarbon rendah akan menunjukan sifat-sifat yang serupa sesuai dengan jumlah kandungan ferritenya. Pearlite sangat keras dan akan memberikansifatnya ini kepada baja sehingga menjadi keras. Peningkatan proporsi pearlite membuat logam tersebut kekenyalannya berkurang danketahanan terhadap deformasi meningkat, cementite sangat keras dan getas.

Proses pengerasan baja dilakukan melalui dua tahap, yaitu pemanasan dan pendinginan. Pada saat pemanasan menuju suhu pengerasan harus dilakukan secara bertahap, yakni pemanasan pendahuluan dan pemanasan akhir, agar tegangan akibat pemanasan sedapat mungkin tetap rendah. Benda kerja harus dilakukan pemanasan pendahuluan secara perlahan-lahan hingga menuju ke intinya. Melalui perlakuan panas struktur baja dapat berubah. Setelah benda kerja memperoleh suhu pengerasan yang merata hingga ke intinya, maka benda kerja segera didinginkan dengan cepat (dikejutkan). Akibatnya keadaan austenite tetap dipertahankan hingga mencapai suhu yang rendah dan membentuk martensit. Jika dilakukan pengejutan menuju suhu yang lebih rendah pada kecepatan yang sama, maka pada sekitar 180oC mulai berlangsung peralihan wujud menjadi martensit.

Kekerasan maksimum yang dapat dicapai tergantung pada kadar karbon. Kekerasan maksimum dapat dicapai bila austenit seluruhnya berubah menjadi martensit dan nilai kekerasannya dapat mencapai 66 sampai 67 Rockwell C. Untuk mencapai hal ini maka kadar kadar karbon harus sama atau lebih dari 0,60 %. Untuk mencapai kekerasan maksimum karbon harus larut sempurna dalam austenit. Laju pendinginan maksimal yang dapat menghasilkan 100% martensit disebut kecepatan pendinginan atau pencelupan kritis. Selain itu harus diusahakan agar jumlah austenit sisa dapat ditekan seminimal mungkinkarena austenit sisa akan melunakkan sturktur (Amstead, 1993).Untuk menyepuh keras atau hardening kita memanaskan benda padasuhu 800OC sampai 900OC tergantung pada kadar zat arang dan selanjutnyadapat didinginkan dengan cepat. Pada saat penyepuhan keras banyak terjadi tegangan yang dapat menjurus pada perubahan bentuk dan retakan benda kerja.

Tujuan dari proses quenching adalah untuk mendapatkan kekerasan yang optimal. Kekerasan (hardness) adalah sifat mekanik yang berhubungan dengan kekuatan dan merupakan fungsi dari kadar karbon dalam baja. Air adalah suatu jenis zat yang dalam kondisi tertentu bisa berbentuk padat, cair dan gas dengan rumus kimia H2O. Air membeku pada suhu 273OK = 0OC, dan menguap di bawah tekanan normal pada373oK = 100oC, air memiliki berat jenis pada suhu 277OK = 4OC. Air mempunyai sifat pendinginan yang baik sehingga dalam proses pengerasan logam banyak dipakai sebagai media pendingin. Pada baja dengan kadar karbon rendah dan sedang sangat cocok dilakukan dengan pendinginan air. Garam dapur berupa bahan padat putih, memiliki bentuk kristal kubus yang transparan, tidak dapat terbakar serta mempunyai titik leleh 801OC (Effendie: 1989). Apabila baja (Fe3C) dicelupkan dalam medium pendingin larutan air garam akan terjadi pendinginan yang cepat karena apabila airnya telah menguap akan terjadi selubung uap air tetapi ada bintik-bintik ion Na+(Aq) + Cl-(Aq) pada seluruh permukaan benda kerja, maka selubung uap air tersebut diceraikan oleh bintik-bintik ion Na+ dan ionCl-. Keadaan yang demikian itu

2

Page 3: 2015 Artikel Snti Muas m Pnup

berlangsung terus menerus dan mengakibatkan pendinginan tidak terhambat, sehingga benda kerja akan cepat dingin dan hasil kekerasan akan tinggi.

Setelah proses hardening biasanya baja akan sangat keras dan bersifat rapuh, untuk itu perlu proses lanjutan yaitu proses tempering. Tempering ini bertujuan untuk mengurangi kekerasan, mengurangi tegangan dalam, dan memperbaiki susunan struktur Baja. Prinsip dari tempering adalah baja dikeraskan sampai temperature dibawah A1(diagram FeC) ditahan selama 1 jam/ 25 mm tebal baja, lalu didinginkan di udara dan pada suhu 300-400 ºC dapat di quenching dengan media oli atau dapat juga didinginkan di udara.

Sifat mekanik suatu logam adalah kemampuan atau kelakuan logam untuk menahan beban yang diberikan baik bebas statis atau dinamis pada suhu kamar, suhu tinggi maupun di bawah suhu 0 OC. Beban statis adalah beban yang tetap besar dan arahnya setiap saat. Sedangkan beban dinamis adalah beban yang besar dan arahnya bisa berubah meurut waktu. Sifat mekanik logam meliputi : kekuatan, kekerasan, kegetasan, keuletan, aus dan lain-lain.

Kekerasan adalah ketahanan bahan terhadap deformasi plastis, karena pembebanan setempat pada permukaan berupa goresan atau penekanan. Sifat ini banyak berhubungan dengan kekuatan, daya tahan aus dan kemampuan dikerjakan dengan mesin (mampu mesin). Cara pengujian kekerasan ada tiga yaitu dengan menggores, menjatuhkan dan dengan melakukan penekanan (uji tekan).

Kekuatan impak merupakan sifat mekanik yang sangat penting dari suatu logam, terutama untuk perhitungan beban kejut konstruksi. Untuk memperoleh informasi tentang kekuatan impak dilakukan pengujian impak. Dalam pengujian impak, batang uji dikenai beban pukul tiba-tiba. Setelah pengujian dilakukan pengukuran sudut akhir untuk menghitung tinggi akhir pendulum yang selanjutnya digunakan untuk menghitung usaha impak dan kekuatan impak. Jika usaha yang dilakukan untuk mematahkan batang uji dibagi dengan luas batang di bawah takikan, maka diperoleh kerja patah persatuan luas yang disebut nilai pukulan takik.

BAB II. METODOLOGI PENELITIANPenelitian ini dilakukan di Laboratorium Mekanik Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Ujung

Pandang dan di Laboratorium Metalurgi Jurusan Teknik Mesin. Penelitian dilakukan secara bertahap mulai dari persiapan material pengujian sampai uji sifat mekanik setelah proses quenching dan tempering. Bahan yang digunakan adalah baja AISI-1045 Baja ini mempunyai kadar(% berat) C 0,48%, Si 0,30%, dan Mn 0,70%.. Jumlah spesimen yang dipersiapkan dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut;

Tabel 2.1. Spesimen Pengujian

No Jenis Pengujian

Sblm HT

Sesudah HT pada suhu media quenching (OC)Jml

0 510 15

20

25

30 35

40

45

50

2 Uji Kekerasan 4 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 70 3 Uji Impak 4 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 70 Jumlah 140

Specimen pengujian yang digunakan adalah specimen yang telah diquenching dengan variasi jenis media dan suhu media pendingin. Selanjutnya specimen ini dipanaskan lagi dalam tungku temper pada suhu 200OC pada tungku temper dengan waktu penahanan temperature selama 30, 60, dan 90 menit. Peralatan penelitian yang digunakan pada tahun kedua adalah tungku Temper,mesin uji kekerasan, dan mesin uji impak.

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: variabel bebas yaitu jenis media pendingin (Air, dan Air garam), suhu media pendingin mulai dari 0OC s.d 50OC dengan kenaikan temperatur 5OC, waktu proses tempering (30, 60, dan 90 menit dengan suhu pemanasan 200OC). Variabel terikat; yaitu nilai kekerasan bahan yang diuji dengan Rockwell dan nilai kekuatan impak setelah dilakukan proses hardening. Variabel kontrol; yaitu semua faktor yang mempengaruhi hasil Hardening yaitu: dapur pemanas, temperatur pemanasan,waktu pemanasan serta alat uji kekerasan. Pengumpulan data dalam penelitian ini

3

Page 4: 2015 Artikel Snti Muas m Pnup

diperoleh dari hasil pengujian tarik, pengujian kekerasan, dan pengujian impak dari masing-masing perlakuan kemudian dicatat secara lengkap.Teknik analisis data yang dipakai dalam penelitian ini menggunakan statistik deskriptif yang dilakukan dengan cara melukiskan dan merangkum pengamatan dari penelitian yang telah dilakukan.

BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN Spesimen yang telah diquenching pada jenis media pendingin dan suhu media pendingin yang

berbeda dipanaskan lagi pada tungku temper dengan suhu pemanasan 200OC dengan variasi waktu pemanasan 30, 60, dan 90 menit.

Hasil pengujian kekerasan pada baja AISI 1045 dengan variasi jenis dan suhu media pendingin dapat dilihat pada gambar 3.1.

Gambar 3.1. Nilai kekerasan baja AISI 1045 pada proses quenching

Hasil pengujian kekerasan pada baja AISI 1045 yang telah ditemper pada suhu 200OC dengan variasi waktu pemanasan 30, 60, dan 90 untuk media pendingin air dapat dilihat pada gambar 3.2.

Gambar 3.2. Perbandingan nilai kekerasan baja AISI 1045 dengan waktu temper 30, 60, dan 90 menit dari media pendingin air.

Hasil pengujian kekerasan pada baja AISI 1045 yang telah ditemper pada suhu 200OC dengan variasi waktu pemanasan 30, 60, dan 90 untuk media pendingin air garam dapat dilihat pada gambar 3.3.

4

Page 5: 2015 Artikel Snti Muas m Pnup

Gambar 3.3. Perbandingan nilai kekerasan baja AISI 1045 dengan waktu temper 30, 60, dan 90 menit dari media pendingin air garam.

Hasil pengujian kekuatan impak pada baja AISI 1045 yang telah ditemper pada suhu 200 OC dengan variasi

waktu pemanasan 30, 60, dan 90 dapat dilihat pada gambar 3.4 dan gambar 3.5.

Gambar 3.4. Perbandingan nilai kekuatan impak baja AISI 1045 dengan waktu temper 30, 60, dan 90 menit dari media pendingin air.

5

Page 6: 2015 Artikel Snti Muas m Pnup

Gambar 3.5. Perbandingan nilai kekuatan impak baja AISI 1045 dengan waktu temper 30, 60,

dan 90 menit dari media pendingin air garam.

Gambar 3.6 Contoh patahan spesimen baja AISI 1045 yang telah diimpak pada proses quenching

Gambar 3.7 Contoh patahan spesimen baja AISI 1045 yang telah diimpak pada proses temper

Pada penelitian sebelumnya telah diperoleh nilai kekerasan tertinggi pada media pendingin air garam terjadi pada suhu media pendingin 0OC sebesar 62,56 HRC, dan pada media pendingin air kekerasan tertinggi terjadi pada suhu media pendingin terjadi 0OC sebesar 61,15 HRC. Hal ini menunjukkan bahwa suhu awal media pendingin memiliki pengaruh yang cukup berarti dalam mempercepat laju pendinginan baja dari suhu 860OC ke suhu 200OC. Dengan pendinginan yang cepat, larutan padat dihalangi untuk menguraikan kristal ferrit atau sementit dan untuk beralih wujud menjadi perlit. Kisi gamma terpusat bidang memang menjelma menjadi kisi alfa terpusat ruang, namun bagi atom zat arang tidak cukup tersedia waktu untuk meninggalkan pusat dadu. Akan tetapi pada saat

6

Page 7: 2015 Artikel Snti Muas m Pnup

yang sama, atom besi menempati pusat dadu alfa. Oleh karena tidak cukup tempat untuk dua atom, maka kisi alfa mengalami suatu keadaan paksaan yang menimbulkan tegangan-tegangan. Tegangan ini mengakibatkan suatu struktur keras dan getas yang pada suhu 180…220O C tetap berdaulat (Amanto, 1999).

Pada penelitian selanjutnya baja AISI 1045 yang telah dikeraskan dilakukan proses tempering pada suhu 200OC selama 30, 60, dan 90 menit. Pada gambar 3.1 dan gambar 3.2 ditunjukan nilai kekerasan baja AISI 1045 yang telah distemper, dimana kekerasan baja AISI 1045 menurun seiring dengan bertambahnya waktu penemperan. Dimana rata-rata penurunan tingkat kekerasan baja sebesar 1 – 2 HRC. Hal ini terjadi karena secara kimia selama tempering yang terjadi adalah atom C yang setelah proses hardening terperangkap pada jaringan besi Alfa dan pada proses pemanasan tempering atom C mendapat kesempatan untuk melakukan diffuse yaitu pemerataan kadar C tanpa adanya halangan dan kembali menjadi Zementit. Proses ini berlangsung terus sehingga diperoleh struktur ferrite yang bercampur dengan zementit, dan diperoleh struktur yang ulet.

Penurunan nilai kekerasan baja AISI 1045 setelah proses tempering diperkuat dengan meningkatnya nilai kekuatan impak seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.4 untuk media pendingin air dan gambar 3.5 untuk media pendingin air garam.

Sifat patahan yang terjadi pada pengujian impak setelah baja AISI 1045 ditemper adalah patahan campuran yaitu perpaduan antara patahan getas dan patahan liat. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan gambar 3.6 dan gambar 3.7. Dimana pada gambar 3.6 patahan specimen setelah disambung tetap lurus yang menunjukkan bahwa spesimen bersifat sangat keras sedangkan pada gambar 3.7 spesiman mengalami deformasi (bengkok) sebelum patah yang menunjukkan bahwa specimen memiliki sifat yang keras tetapi tangguh.

BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil penelitian ini dapat ditarik simpulan bahwa proses penemperan baja AISI 1045 pada suhu 200OC dan waktu pemanasan selama 30, 60, dan 90 menit, menurunkan kekerasan sebesar 1 – 2 HRC, namun disisi lain kekuatan impak baja AISI 1045 meningkat.DAFTAR PUSTAKAAmanto, Hari. I999. Ilmu Bahan. Bumi Aksara, Jakarta.Amstead. B. H, Sriati Djaprie. 1997. Teknologi Mekanik Jilid 1. Penerbit Erlangga, Jakarta.Bohler. 2005. Baja dan Spesifikasi Baja Paduan Produk Bohler. Jakarta, Indonesia.Bradbury, EJ. 1990. Dasar Metalurgi untuk Rekayasawan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.Callister, William D. 1994. Materials Science and Engineering. John Willey & Sons,Inc. USA. Pramono, Agus. 2011. Karakterisrik Mekanik Proses Hardening Baja Aisi 1045 Media Quenching Untuk

Aplikasi Sprochet Rantai. Jurnal Ilmiah Teknik Mesin “Cakra M” Vol. 5 No.1. April 2011 (32-38). Diakses pada Tanggal 7 Pebruari 2013.

Purnomo, Syahrir Dian. 2009. Pengaruh Medium Quenching Air Tersirkulasi terhadap Nilai Kekerasan dan Struktur Mikro Baja AISI 4337.

Rajan, TJ, Sharma, 1997. Heat Treatment Principlea and Techniques. Prentice Hall of India Private Limited,New Delhi.

Rasyid, Syaharuddin dkk. 2012. Pengaruh Variabel Temperatur Media Pendingin Air Pada Proses Quenching Terhadap Nilai Kekerasan dan Kekuatan Impak Baja EMS-45. Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Ujung Pandang.

Mouhtar, Muas dan Rasyid, Syaharuddin. 2014. Karakteristik Sifat Mekanik Dan Mikrostruktur Baja Aisi 1045 Melalui Variasi Temperatur Dan Media Pendingin Pada Proses Quenching-Tempering. Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Ujung Pandang.

Schonmetz, Alois. 1990. Pengetahuan bahan dalam Pengerjaan Logam. Penerbit Angkasa Bandung.Sumanto. 1996. Pengetahuan Bahan Untuk Mesin dan Listrik . Andi Offset, Yogyakarta.Totten, GE, Bates, CE, Clinton, NA. 1993. Handbook of Quenchant and Quenching Technology.ASM

International,USA.

7