2005 kardiotokografi, pit pogi di batam, rspad, jje

23
PEMERIKSAAN KARDIOTOKOGRAFI DALAM KEHAMILAN DAN PERSALINAN* Judi Januadi Endjun*, Bambang Karsono**, Sanny Santana* Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto* / RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo / FKUI**, Departemen Obstetri dan Ginekologi Divisi Feto Maternal Jakarta *) Disampaikan pada acara kursus dasar USG dan KTG PIT POGI di Batam, 2005 PENDAHULUAN Pemantauan kesejahteraan janin merupakan salah satu hal terpenting dalam pengawasan janin, terutama pada saat persalinan. Dukungan teknologi sangat berperan dalam kemajuan pemantauan janin, hal ini tampak nyata setelah era tahun 1960an. Sayangnya, data epidemiologis menunjukkan hanya sekitar 10% kasus serebral palsi disebabkan oleh gangguan intrapartum yang dapat dideteksi dengan pemantauan elektronik tersebut. Angka morbiditas dan mortalitas perinatal merupakan indikator kualitas pelayanan obstetri disuatu tempat atau negara. Angka mortalitas perinatal Indonesia masih jauh diatas rata-rata negara maju, yaitu 60 – 170 berbanding kurang dari 10 per 1.000 kelahiran hidup. Salah satu penyebab mortalitas perinatal yang menonjol adalah masalah hipoksia intra uterin. Kardiotokografi (KTG) merupakan peralatan elektronik yang dapat dipergunakan untuk mengidentifikasi janin yang mempunyai resiko mengalami hipoksia dan kematian intrauterin atau mengalami kerusakan neurologik, sehingga dapat dilakukan tindakan untuk memperbaiki nasib neonatus. Dalam tulisan ini, hanya akan dibahas metoda pemantauan kesejahteraan janin melalui pemeriksaan kardiotokografi (KTG). Dikenal dua jenis kardiotokografi, yaitu KTG konvensional dan KTG terkomputerisasi (Computerized cardiotocography). BATASAN Kardiotokografi. Adalah suatu metoda elektronik untuk memantau kesejahteraan janin dalam kehamilan dan atau dalam persalinan. Kardiotokografi konvensional. Adalah peralatan kardiotokografi yang hasil interpretasinya dilakukan oleh dokter pemeriksa. Kardiotokografi terkomputerisasi. Adalah peralatan kardiotokografi yang sebagian hasil interpretasi pemeriksaan KTG dilakukan oleh komputer yang ada didalam peralatan KTG tersebut berdasarkan suatu ”data-base”. Frekuensi dasar denyut jantung janin. Adalah nilai rata-rata DJJ diluar akselerasi dan deselerasi, dihitung selama lima atau sepuluh menit dalam satuan denyut per menit (dpm). Denyut jantung janin normal. Adalah frekuensi denyut jantung janin antara 120 – 160 kali denyut per menit.

Upload: judi-januadi-endjun-md-obsgyn

Post on 08-Jun-2015

2.699 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

Kardiotokografi merupakan bagian dari pemantauan kesejahteraan janin. Pemahaman anatomi, patologi, fisiologi dan perkembangan janin serta penyakit ibu merupakan pengetahuan dasar yang harus dipahami dalam melakukan interpretasi KTG. Makalah ini diajukan pada PIT POGI di P. Batam tahun 2005. Smoga dapat bermanfaat. Silakan kirim komentar Ts ke [email protected]. Terima kasih atas kesediaannya. www

TRANSCRIPT

Page 1: 2005 Kardiotokografi, PIT POGI di Batam, RSPAD, JJE

PEMERIKSAAN KARDIOTOKOGRAFI DALAM KEHAMILAN DAN PERSALINAN* Judi Januadi Endjun*, Bambang Karsono**, Sanny Santana* Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto* / RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo / FKUI**, Departemen Obstetri dan Ginekologi Divisi Feto Maternal Jakarta

*) Disampaikan pada acara kursus dasar USG dan KTG PIT POGI di Batam, 2005 PENDAHULUAN Pemantauan kesejahteraan janin merupakan salah satu hal terpenting dalam pengawasan janin, terutama pada saat persalinan. Dukungan teknologi sangat berperan dalam kemajuan pemantauan janin, hal ini tampak nyata setelah era tahun 1960an. Sayangnya, data epidemiologis menunjukkan hanya sekitar 10% kasus serebral palsi disebabkan oleh gangguan intrapartum yang dapat dideteksi dengan pemantauan elektronik tersebut. Angka morbiditas dan mortalitas perinatal merupakan indikator kualitas pelayanan obstetri disuatu tempat atau negara. Angka mortalitas perinatal Indonesia masih jauh diatas rata-rata negara maju, yaitu 60 – 170 berbanding kurang dari 10 per 1.000 kelahiran hidup. Salah satu penyebab mortalitas perinatal yang menonjol adalah masalah hipoksia intra uterin. Kardiotokografi (KTG) merupakan peralatan elektronik yang dapat dipergunakan untuk mengidentifikasi janin yang mempunyai resiko mengalami hipoksia dan kematian intrauterin atau mengalami kerusakan neurologik, sehingga dapat dilakukan tindakan untuk memperbaiki nasib neonatus. Dalam tulisan ini, hanya akan dibahas metoda pemantauan kesejahteraan janin melalui pemeriksaan kardiotokografi (KTG). Dikenal dua jenis kardiotokografi, yaitu KTG konvensional dan KTG terkomputerisasi (Computerized cardiotocography). BATASAN Kardiotokografi. Adalah suatu metoda elektronik untuk memantau kesejahteraan janin dalam kehamilan dan atau dalam persalinan. Kardiotokografi konvensional. Adalah peralatan kardiotokografi yang hasil interpretasinya dilakukan oleh dokter pemeriksa. Kardiotokografi terkomputerisasi. Adalah peralatan kardiotokografi yang sebagian hasil interpretasi pemeriksaan KTG dilakukan oleh komputer yang ada didalam peralatan KTG tersebut berdasarkan suatu ”data-base”. Frekuensi dasar denyut jantung janin. Adalah nilai rata-rata DJJ diluar akselerasi dan deselerasi, dihitung selama lima atau sepuluh menit dalam satuan denyut per menit (dpm). Denyut jantung janin normal. Adalah frekuensi denyut jantung janin antara 120 – 160 kali denyut per menit.

Page 2: 2005 Kardiotokografi, PIT POGI di Batam, RSPAD, JJE

Pemeriksaan Kardiotokografi 2

INDIKASI PEMERIKSAAN KTG Pemeriksaan KTG biasanya dilakukan pada kehamilan resiko tinggi, dan indikasinya terdiri dari : 1. IBU a. Pre-eklampsia-eklampsia b. Ketuban pecah c. Diabetes melitus d. Kehamilan ≥ 40 minggu e. Vitium cordis f. Asthma bronkhiale g. Inkompatibilitas Rhesus atau ABO h. Infeksi TORCH i. Bekas SC j. Induksi atau akselerasi persalinan k. Persalinan preterm l. Hipotensi m. Perdarahan antepartum n. Ibu perokok o. Ibu berusia lanjut p. Lain-lain : sickle cell, penyakit kolagen, anemia, penyakit ginjal, penyakit

paru, penyakit jantung, dan penyakit tiroid. 2. JANIN a. Pertumbuhan janin terhambat (PJT) b. Gerakan janin berkurang c. Suspek lilitan tali pusat d. Aritmia, bradikardi, atau takikardi janin e. Hidrops fetalis f. Kelainan presentasi, termasuk pasca versi luar. g. Mekoneum dalam cairan ketuban h. Riwayat lahir mati i. Kehamilan ganda j. Dan lain-lain SYARAT PEMERIKSAAN KTG 1. Usia kehamilan ≥ 28 minggu. 2. Ada persetujuan tindak medik dari pasien (secara lisan). 3. Punktum maksimum denyut jantung janin (DJJ) diketahui. 4. Prosedur pemasangan alat dan pengisian data pada komputer (pada KTG

terkomputerisasi) sesuai buku petunjuk dari pabrik. MEKANISME PENGATURAN DJJ Denyut jantung janin diatur oleh banyak faktor, yaitu : 1. Sistem Saraf Simpatis Distribusi saraf simpatis sebagian besar berada di dalam miokardium.

Stimulasi saraf simpatis, misalnya dengan obat beta-adrenergik, akan meningkatkan frekuensi DJJ, menambah kekuatan kontraksi jantung, dan meningkatkan volume curah jantung. Dalam keadaan stress, system saraf

Page 3: 2005 Kardiotokografi, PIT POGI di Batam, RSPAD, JJE

Pemeriksaan Kardiotokografi 3

simpatis berfungsi mempertahankan aktivitas pemompaan darah. Inhibisi saraf simpatis, misalnya dengan obat propranolol, akan menurunkan frekuensi DJJ dan sedikit mengurangi variabilitas DJJ.

2. Sistem saraf Parasimpatis Sistem saraf parasimpatis terutama terdiri dari serabut nervus vagus yang

berasal dari batang otak. Sistem saraf ini akan mengatur nodus SA, nodus VA, dan neuron yang terletak di antara atrium dan ventrikel jantung. Stimulasi nervus vagus, misalnya dengan asetil kolin akan menurunkan frekuensi DJJ; sedangkan inhibisi nervus vagus, misalnya dengan atropin, akan meningkatkan frekuensi DJJ.

3. Baroreseptor Reseptor ini letaknya pada arkus aorta dan sinus karotid. Bila tekanan

darah meningkat, baroreseptor akan merangsang nervus vagus dan nervus glosofaringeus pada batang otak. Akibatnya akan terjadi penekanan aktivitas jantung berupa penurunan frekuensi DJJ dan curah jantung.

Gambar 1. Baroreseptor dan kemoreseptor

4. Kemoreseptor Kemoreseptor terdiri dari dua bagian, yaitu bagian perifer yang terletak di

daerah karotid dan korpus aortik; dan bagian sentral yang terletak di batang otak. Reseptor ini berfungsi mengatur perubahan kadar oksigen dan karbondioksida dalam darah dan cairan serebro-spinal. Bila kadar oksigen menurun dan karbondioksida meningkat, akan terjadi refleks dari reseptor sentral berupa takikardia dan peningkatan tekanan darah. Hal ini akan memperlancar aliran darah, meningkatkan kadar oksigen, dan menurunkan kadar karbondioksida. Keadaan hipoksia atau hiperkapnia akan mempengaruhi reseptor perifer dan menimbulkan refleks bradikardia. Interaksi kedua macam reseptor tersebut akan menyebabkan bradikardi dan hipotensi.

Page 4: 2005 Kardiotokografi, PIT POGI di Batam, RSPAD, JJE

Pemeriksaan Kardiotokografi 4

5. Susunan Saraf Pusat Aktivitas otak meningkat sesuai dengan bertambahnya variabilitas DJJ

dan gerakan janin. Pada keadaan janin tidur, aktivitas otak menurun, dan variabilitas DJJ-pun akan berkurang.

6. Sistem Pengaturan Hormonal Pada keadaan stres, misalnya hipoksia intrauterin, medula adrenal akan

mengeluarkan epinefrin dan nor-epinefrin. Hal ini akan menyebabkan takikardia, peningkatan kekuatan kontraksi jantung dan hipertensi.

7. Sistem kompleks proprioseptor, serabut saraf nyeri, baroreseptor,

stretchreceptors dan pusat pengaturan (Lauren Ferrara, Frank Manning, 2005). Akselerasi DJJ dimulai bila ada sinyal aferen yang berasal dari salah satu tiga sumber, yaitu (1) priprioseptor dan ujung serabut saraf pada jaringan sendi; (2) serabut saraf nyeri yang terutama banyak terdapat di jaringan kulit; dan (3) baroreseptor di aorta askendens dan arteri karotis, dan stretch receptors di atrium kanan. Sinyal-sinyal tersebut diteruskan ke cardioregulatory center (CRC) kemudian ke cardiac vagus dan saraf simpatis, selanjutnya menuju nodus sinoatrial sehingga timbullah akselerasi DJJ (lihat gambar 2 dan 3)3.

Gambar 2. Faktor yang mempengaruhi DJJ (Lauren Ferrara, Frank Manning, 2005)3

Page 5: 2005 Kardiotokografi, PIT POGI di Batam, RSPAD, JJE

Pemeriksaan Kardiotokografi 5

Gambar 3. Hubungan gerak janin dengan akselerasi DJJ (Lauren Ferrara, Frank Manning, 2005)3

KARAKTERISTIK GAMBARAN DJJ Gambaran DJJ dalam pemeriksaan KTG dapat digolongkan ke dalam 2 bagian besar, yaitu: 1. Denyut jantung janin dasar (baseline fetal heart rate). Yang termasuk disini adalah frekuensi dasar dan variabilitas DJJ. 2. Perubahan periodik / episodik DJJ. Yang dimaksud dengan perubahan periodik djj adalah perubahan djj yang

terjadi akibat kontraksi uterus; sedangkan perubahan episodik djj adalah perubahan DJJj yang bukan disebabkan oleh kontraksi uterus (misalnya gerakan janin dan refleks tali pusat).

Frekuensi dasar DJJ Frekuensi dasar DJJ adalah frekuensi rata-rata DJJ yang terlihat selama periode 10 menit, tanpa disertai periode variabilitas DJJ yang berlebihan (lebih dari 25 dpm), tidak terdapat perubahan periodik atau episodik DJJ, dan tidak terdapat perubahan frekuensi dasar yang lebih dari 25 denyut per menit (dpm).

Dalam keadaan normal, frekuensi dasar DJJ berkisar antara 120 – 160 dpm (pendapat ini yang dianut di Indonesia)1. Frekuensi dasar DJJ yang lebih dari 160 dpm disebut takhikardia; bila kurang dari 120 dpm disebut bradikardia. Ada juga yang memakai batasan normal 115 – 160 dpm,2 atau 110 – 160 dpm (RCOG, National Institute for Clinical Excellence UK, 2001),3

Takhikardia dapat terjadi pada keadaan hipoksia janin, akan tetapi gambaran tersebut biasanya tidak berdiri sendiri. Bila takhikardia disertai

Page 6: 2005 Kardiotokografi, PIT POGI di Batam, RSPAD, JJE

Pemeriksaan Kardiotokografi 6

dengan variabilitas DJJ yang normal, biasanya janin masih dalam keadaan baik.

Takhikardia dapat juga terjadi oleh sebab lain yang bukan hipoksia, seperti:

1. Janin pada kehamilan kurang dari 30 minggu. 2. Infeksi pada ibu atau janin (khorioamnionitis). 3. Anemia janin. 4. Ibu gelisah. 5. Kontraksi uterus yang terlampau sering (takhisistolik). 6. Ibu hipertiroid. 7. Obat (atropin, skopolamin, ritrodrin, isoxsuprin, dsb). 8. Takhiaritmia janin (biasanya di atas 200 dpm).

Bradikardia dapat terjadi sebagai respons awal keadaan hipoksia akut. Pada hipoksia ringan frekuensi DJJ berkisar antara 100-120 dpm dan variabilitas DJJ masih normal. Hal ini menunjukkan bahwa janin masih mampu mengadakan kompensasi terhadap stres hipoksia. Bila hipoksia semakin berat janin akan mengalami dekompensasi terhadap stres tersebut. Pada keadaan ini akan terjadi bradikardia yang kurang dari 100 dpm, disertai dengan berkurang atau menghilangnya variabilitas DJJ. Bradikardia yang tidak disertai perubahan gambaran DJJ lainnya bukan petunjuk bahwa janin mengalami hipoksia. Bradikardia dapat juga disebabkan oleh keadaan lain yang bukan hipoksia, seperti:

1. Kehamilan postterm. 2. Hipotermia. 3. Janin dalam posisi oksiput posterior atau oksiput melintang. 4. Obat (propranolol, analgetika golongan –kain). 5. Bradiaritmia janin.

Variabilitas DJJ Variabilitas DJJ adalah gambaran osilasi ireguler yang terlihat pada rekaman DJJ. Fisiologi terjadinya variabilitas DJJ masih mengandung perdebatan, diduga akibat adanya keseimbangan interaksi sistem saraf simpatis (kardioakselerator) dan parasimpatis (kardiodeselerator). Tetapi ada bukti lain bahwa variabilitas DJJ terjadi akibat stimulus di daerah korteks serebri yang merangsang pusat pengatur denyut jantung di batang otak dengan perantaraan nervus vagus. Penilaian variabilitas DJJ yang paling mudah adalah dengan mengukur besarnya amplitudo dari variabilitas (long term variability). Berdasarkan besarnya amplitudo tersebut, variabilitas DJJ dapat dikategorikan sebagai berikut:

1. Variabilitas normal: amplitudo berkisar antara 5 – 25 dpm. 2. Variabilitas berkurang: amplitudo 2 – 5 dpm. 3. Variabilitas menghilang: amplitudo kurang dari 2 dpm. 4. Variabilitas berlebih (saltatory): amplitudo lebih dari 25 dpm.

Page 7: 2005 Kardiotokografi, PIT POGI di Batam, RSPAD, JJE

Pemeriksaan Kardiotokografi 7

Gambar 4. Variabilitas normal dan Variabilitas menghilang5

Pada hipoksia serebral, variabilitas DJJ akan menghilang apabila janin

tidak mampu mengadakan mekanisme kompensasi hemodinamik untuk mempertahankan oksigenasi serebral. Dapat disimpulkan bahwa variabilitas DJJ yang normal menunjukkan sistem persarafan janin mulai dari korteks serebri – batang otak – nervus vagus – dan sistem konduksi jantung dalam keadaan baik. Variabilitas DJJ akan menghilang pada janin yang mengalami asidosis metabolik.

Beberapa keadaan bukan hipoksia yang dapat menyebabkan variabilitas DJJ berkurang:

1. Janin tidur (suatu keadaan fisiologis dimana aktivitas otak berkurang). 2. Janin anensefalus (korteks serebri tidak terbentuk). 3. Janin preterm (sistem persarafan belum sempurna). 4. Obat (narkotik, diazepam, MgSO4, betametason). 5. Blokade vagal. 6. Defek jantung bawaan.

Beberapa perubahan periodik/episodik DJJ yang dapat dikenali pada

pemeriksaan KTG adalah: 1. Akselerasi. 2. Deselerasi dini. 3. Deselerasi lambat. 4. Deselerasi variabel.

Akselerasi (accelerations) Akselerasi adalah peningkatan djj sebesar 15 dpm atau lebih, berlangsung selama 15 detik atau lebih, yang terjadi akibat gerakan atau stimulasi janin. Akselerasi yang berlangsung selama 2 – 10 menit disebut akselerasi memanjang (prolonged acceleration). Penilaian akselerasi sering digunakan untuk menentukan kesejahteraan janin, dan merupakan dasar dari pemeriksaan non-stress test (NST). Janin yang tidak menunjukkan tanda akselerasi DJJ bukan berarti dalam keadaan bahaya, namun merupakan indikasi untuk pemeriksaan lebih lanjut, seperti contraction stress test (CST) atau penilaian profil biofisik janin.

Page 8: 2005 Kardiotokografi, PIT POGI di Batam, RSPAD, JJE

Pemeriksaan Kardiotokografi 8

Gambar 5. Akselerasi DJJ5

Gambaran akselerasi yang terlihat pada kontraksi uterus dan deselerasi variabel menunjukkan adanya kompresi parsial pada tali pusat. Gambaran akselerasi yang menghilang dapat menjadi pertanda adanya hipoksia janin, apalagi bila disertai dengan tanda-tanda lainnya, seperti variabilitas djj yang berkurang, takhikardia, atau bradikardia. Deselerasi dini (early decelerations) Deselerasi dini adalah penurunan djj sesaat yang terjadi bersamaan dengan timbulnya kontraksi. Gambaran penurunan djj pada deselerasi dini menyerupai bayangan cermin dari kontraksi, yaitu timbul dan berakhirnya deselerasi sesuai dengan saat timbul dan berakhirnya kontraksi. Nadir (bagian terendah) deselerasi terjadi pada saat puncak kontraksi. Penurunan djj pada deselerasi dini biasanya tidak mencapai 100 dpm. Deselerasi dini tidak mempunyai arti patologis jika tidak disertai kelainan pada gambaran djj lainnya.

Penekanan kepala janin

Perubahan aliran darah serebral

Stimulasi Vagus sentral

Deselerasi DJJ

Page 9: 2005 Kardiotokografi, PIT POGI di Batam, RSPAD, JJE

Pemeriksaan Kardiotokografi 9

Gambar 6. Patofisiologi deselerasi dini (Freeman RK et al, 2003; Bambang Karsono)5

Deselerasi lambat (late decelerations) Deselerasi lambat merupakan penurunan djj yang terjadi beberapa saat setelah kontraksi dimulai. Nadir deselerasi terjadi lebih lambat dari puncak kontraksi; dan deselerasi menghilang lebih lambat dari saat menghilangnya kontraksi.

Penurunan transfer oksigen uteroplasenter ke janin

Stimulasi kemoreseptor

Stimulasi alfa adrenergik

Hipertensi janin

Stimulasi baroreseptor

Respons parasimpatik

Depresi

miokardium

Deselerasi

Gambar 7. Patofisiologi deselerasi lambat (Freeman RK et al, 2003)

DISERTAI ANEMIA TIDAK

DISERTAI ANEMIA

Page 10: 2005 Kardiotokografi, PIT POGI di Batam, RSPAD, JJE

Pemeriksaan Kardiotokografi 10

Gambar 8. Deselerasi lambat (Bambang Karsono)5

Deselerasi lambat yang terjadi berulang seringkali dijumpai pada

keadaan insufisiensi plasenta dan hipoksia janin. Bila deselerasi lambat disertai variabilitas yang berkurang atau kelainan djj lainnya, keadaan tersebut menunjukkan suatu tanda gawat janin (fetal distress), sehingga perlu segera dilakukan evaluasi dan tindakan lebih lanjut. Gambaran deselerasi lambat yang “halus” (penurunan djj sangat sedikit) mungkin sulit dideteksi pada KTG, akan tetapi tetap mempunyai arti patologis (abnormal). Deselerasi variabel (variable decelerations) Deselerasi variabel mempunyai bentuk yang bervariasi, dan kaitan timbulnya deselerasi dengan kontraksi juga bervariasi. Deselerasi variabel paling sering terjadi akibat kontraksi uterus, terutama pada partus kala II; dan penyebabnya yang paling sering adalah kompresi tali pusat. Berbeda dengan deselerasi dini dan deselerasi lambat, gambaran desele-rasi variabel berbentuk runcing oleh karena timbul dan menghilangnya desele-rasi berlangsung cepat. Deselerasi variabel digolongkan ke dalam 3 kategori:

1. Deselerasi variabel ringan, apabila penurunan djj tidak mencapai 80 dpm dan lamanya kurang dari 30 detik.

2. Deselerasi variabel sedang (moderat), apabila penurunan djj mencapai 70-80 dpm dan lamanya antara 30-60 detik.

3. Deselerasi variabel berat, apabila djj menurun sampai di bawah 70 dpm dan lamanya lebih dari 60 detik. Istilah deselerasi variabel memanjang (prolonged variable

decelerations) digunakan untuk menyatakan penurunan djj lebih dari 30 dpm dan lamanya lebih dari 2,5 menit.

Page 11: 2005 Kardiotokografi, PIT POGI di Batam, RSPAD, JJE

Pemeriksaan Kardiotokografi 11

Oklusi arteri imbilikalis

Hipertensi Janin Hipoksemia Janin

Stimulasi baroreseptor Stimulasi kemoreseptor

Stimulasi Vagal Sentral

Depresi miokard

Hipoksemia

Deselerasi DJJ

Gambar 9. Patofisiologi deselerasi variable (Freeman RK et al, 2003; Bambang

Karsono)5

Deselerasi variabel digolongkan ke dalam 3 kategori:

1. Deselerasi variabel ringan, apabila penurunan djj tidak mencapai 80 dpm dan lamanya kurang dari 30 detik.

2. Deselerasi variabel sedang (moderat), apabila penurunan djj mencapai 70-80 dpm dan lamanya antara 30-60 detik.

3. Deselerasi variabel berat, apabila djj menurun sampai di bawah 70 dpm dan lamanya lebih dari 60 detik. Istilah deselerasi variabel memanjang (prolonged variable

decelerations) digunakan untuk menyatakan penurunan djj lebih dari 30 dpm dan lamanya lebih dari 2,5 menit.

Page 12: 2005 Kardiotokografi, PIT POGI di Batam, RSPAD, JJE

Pemeriksaan Kardiotokografi 12

Gambar 10. Deselerasi variabel berat5

Deselerasi variabel merupakan jenis deselerasi yang paling sering

dijumpai, yaitu pada sekitar 50% - 80% partus kala II; dan kebanyakan tidak berbahaya bagi janin. Tanda-tanda deselerasi variabel yang tidak berbahaya bagi janin adalah:

1. Timbul dan menghilangnya deselerasi berlangsung cepat. 2. Variabilitas djj masih normal. 3. Terdapat akselerasi djj pada saat kontraksi.

Tanda-tanda deselerasi variabel yang berbahaya bagi janin adalah:

1. Terjadinya lebih lambat dari saat timbulnya kontraksi. 2. Pemulihan (menghilangnya) deselerasi berlangsung lambat. 3. Variabilitas djj berkurang, atau meningkat secara berlebihan. 4. Menghilangnya akselerasi pra- dan pasca-deselerasi. 5. Semakin beratnya derajat deselerasi variabel.

Derajat beratnya deselerasi variabel ditentukan oleh amplitudo,

frekuensi, dan lamanya deselerasi. Deselerasi variabel yang terjadi hanya sekali tidak berarti abnormal, oleh karena mungkin terjadi akibat pemeriksaan dalam (PD), atau akibat perubahan posisi. INDIKASI KONTRA KTG Sampai saat ini belum ditemukan kontra-indikasi pemeriksaan KTG terhadap ibu maupun janin. PERSIAPAN PASIEN1

a. Persetujuan tindak medik (Informed Consent) : menjelaskan indikasi, cara pemeriksaan dan kemungkinan hasil yang akan didapat. Persetujuan tindak medik ini dilakukan oleh dokter penanggung jawab pasien (cukup persetujuan lisan).

b. Kosongkan kandung kencing. c. Periksa kesadaran dan tanda vital ibu. d. Ibu tidur terlentang, bila ada tanda-tanda insufisiensi utero-plasenter atau

gawat janin, ibu tidur miring ke kiri dan diberi oksigen 4 liter / menit. e. Lakukan pemeriksaan Leopold untuk menentukan letak, presentasi dan

punktum maksimum DJJ

Page 13: 2005 Kardiotokografi, PIT POGI di Batam, RSPAD, JJE

Pemeriksaan Kardiotokografi 13

f. Hitung DJJ selama satu menit; bila ada his, dihitung sebelum dan segera setelah kontraksi berakhir..

g. Pasang transduser untuk tokometri di daerah fundus uteri dan DJJ di daerah punktum maksimum.

h. Setelah transduser terpasang baik, beri tahu ibu bila janin terasa bergerak, pencet bel yang telah disediakan dan hitung berapa gerakan bayi yang dirasakan oleh ibu selama perekaman KTG.

i. Hidupkan komputer dan Kardiotokograf. j. Lama perekaman adalah 30 menit (tergantung keadaan janin dan hasil

yang ingin dicapai). k. Lakukan pencetakkan hasil rekaman KTG. l. Lakukan dokumentasi data pada disket komputer (data untuk rumah

sakit). m. Matikan komputer dan mesin kardiotokograf. Bersihkan dan rapikan

kembali alat pada tempatnya. n. Beri tahu pada pasien bahwa pemeriksaan telah selesai. o. Berikan hasil rekaman KTG kepada dokter penanggung jawab atau

paramedik membantu membacakan hasi interpretasi komputer secara lengkap kepada dokter. PARAMEDIK (BIDAN) DILARANG MEMBERIKAN INTERPRETASI HASIL CTG KEPADA PASIEN

KARDIOTOKOGRAFI TERKOMPUTERISASI

(Sonicaid system 8002)1

Saat ini sudah banyak Kardiotokografi (KTG) yang terkomputerisasi (computerized cardiotocography), misalnya Sonicaid System 8002 yang ada di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta. Sonicaid System 8002 adalah suatu kardiotokograf yang terkomputerisasi dimana sebagian besar interpretasi hasil rekaman penilaian kesejahteraan janin dilakukan oleh komputer yang terdapat di dalamnya. Data yang diperoleh dari pasien akan dibandingkan dengan “data-base” yang ada dikomputer, sehingga interpretasi hasil KTG tersebut diharapkan lebih mendekati kebebaran. Cara pembacaan hasil rekaman KTG ini ada perbedaan dengan KTG yang konvensional. Pada KTG Sonicaid System 8002, dokter pemeriksa akan memperoleh sejumlah hasil interpretasi komputer terhadap semua data rekaman aktivitas / kondisi janin dan ibu serta anjuran yang diperlukan. Keputusan akhir tetap ada pada tangan dokter yang bersangkutan setelah juga menilai keadaan klinis dan memberikan penjelasan pada pasien/keluarganya (informed consent). Pemeriksaan ini ditujukan untuk menilai kesejahteraan janin dan dapat dimulai sejak kehamilan ≥ 28 minggu (setelah fungsi sistem saraf otonom berfungsi sempurna). Bila kriteria ini sudah terpenuhi, maka pada layar monitor akan tampak tulisan “CRITERIA MET”. Frekuensi dasar DJJ yang dianggap normal pada KTG terkomputerisasi adalah 110 – 160 dpm. ANALISA Setelah perekaman data selama 10 menit, dan kemudian setiap dua menit berikutnya, komputer akan melakukan analisa terhadap data yang masuk, dan kemudian menampilkannya pada layar monitor. Bila rekaman normal, akan tampak kalimat “STOP”, sebaliknya akan tampak kalimat “CONTINUE”. Seteleh kriteria Dawes/Redman terpenuhi, komputer akan memberi tanda

Page 14: 2005 Kardiotokografi, PIT POGI di Batam, RSPAD, JJE

Pemeriksaan Kardiotokografi 14

berupa bunyi alarm sebanyak dua kali. Lama pemeriksaan maksimal adalah 60 menit. Adanya episoda variasi tinggi menunjukkan janin dalam keadaan normal dan merupakan petunjuk penting. Pada kehamilan 28-33 minggu, sebanyak 16,2% janin normal memiliki < 2 akselerasi per jam, dan pada kehamilan 34-41 minggu sebanyak 7,3%; tetapi hanya 0,7% janin normal memiliki episode variasi tinggi selama kurang dari 10 menit pada kehamilan ≥ 28 minggu. Oleh karena itu episode variasi tinggi merupakan indikator yang lebih baik terhadap kesejahteraan janin, dibanding dengan adanya akselerasi. Variasi tinggi terjadi pada saat janin dalam keadaan aktif, sedangkan variasi rendah terjadi pada saat janin tidur. a. Frekuensi Denyut Jantung Basal. Frekuensi denyut jantung basal adalah nilai rata-rata dari seluruh periode variasi rendah DJJ. Frekuensi DJJ basal tinggi (160-170 dpm) bukanlah keadaan yang membahayakan janin selama short term variability (STV) normal dan tidak ada deselerasi lambat. Frekuensi DJJ basal > 170 dpm menunjukkan kemungkinan adanya infeksi pada janin. Bila frekuensi basal DJJ < 105 dpm harus segera dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mencari penyebabnya dan melakukan tindakan yang tepat. Sangat jarang dijumpai pada janin normal usia 38-42 minggu terdapat frekuensi basal DJJ 110-115 dpm. Nilai batas normal DJJ adalah 115 dpm, bila nilai tersebut dicapai, maka alarm akan berbunyi. Pada hasil cetakan (print out) akan tertulis : “WARNING low basal FHR. Check that FHR does not continue to fall. Fetal movements present ? Sinusoidal rhythm ?”. b. Akselerasi Akselerasi adalah peningkatan frekuensi DJJ sebanyak 10 dpm diatas nilai dasar rata-rata (base-line) DJJ selama 15 detik ATAU peningkatan 15 dpm di atas baseline selama ≥ 15 detik.

c. Deselerasi Deselerasi adalah penurunan DJJ di bawah frekuensi dasar normal DJJ. Bila terdapat penurunan maksimal 10 dpm selama lebih dari 1 menit atau penurunan lebih dari 20 dpm selama lebih dari 30 detik disebut deselerasi. Deselerasi lebih dari 20 dpm akan tampak sebagai garis merah pada layar monitor. Setiap deselerasi harus segera dicari penyebabnya dan dilakukan penanganan segera. d. Variasi Tinggi dan Variasi Rendah. (High and Low Variation) Ambang batas variasi tinggi adalah 32 milidetik dan variasi rendah adalah 30 milidetik. Episode variasi tinggi dan variasi rendah akan tampak sebagai gambaran garis penuh berwarna hitam pada bagian atas rekaman KTG. Variasi tinggi akan tampak di atas garis batas, dan variasi rendah akan tampak di bawah garis batas. Variasi ini secara otomatis akan dikoreksi oleh komputer sesuai dengan usia gestasi. e. “Short Term Variation” (STV) Evaluasi STV merupakan parameter terpenting dan paling baik menggambarkan kesejahteraan janin. Rekaman ini dilakukan dari menit ke

Page 15: 2005 Kardiotokografi, PIT POGI di Batam, RSPAD, JJE

Pemeriksaan Kardiotokografi 15

menit dengan interval 1/16 menit . Pada penilaian STV dimana tidak ada gambaran variasi tinggi DJJ berkorelasi kuat dengan terjadinya asidosis metabolik dan kematian janin intra uterin sbb :

Tabel 1. Short term variation1

STV Persentase kemungkinan asidosis metabolik (milidetik) Atau kematian janin intra uterin (%). ≥ 4 0 3,5 - 4 8 3,0 - 3,5 29 2,5 - 3 33 < 2,5 72

f. Gerak Janin Selama perekaman KTG, pasien diminta menekan bel yang disediakan setiap ibu merasakan gerakan janinnya. Bila jumlah gerakan janin kurang, akan tampak tulisan “CHECK” pada layar monitor. Pada hasil rekaman KTG akan tertulis jumlah rata-rata gerakan janin per jam .

g. Puncak Kontraksi (Contraction Peaks). Kontraksi akan terekam apabila tekanan intra uterin meningkat melebihi 16% dari nilai dasar (baseline) dan lamanya ≥ 30 detik. Jumlah kontraksi akan tertulis pada hasil rekaman KTG.

h. Rekaman Tokometri Bila dalam 10 menit tidak ada perubahan tekanan intra uterin (tokometri) makan komputer akan memberikan tanda alarm dan tampak tulisan “CHECK TOCO”; lakukan pemeriksaan segera apakah pemasangan tokokometernya sudah tepat atau belum (terlalu longgar atau bergeser).

i. “Signal Loss” Selama perekaman KTG, komputer akan selalu memeriksa jumlah data yang hilang (signal loss). Persentasi kehilangan data pada perekaman 5 menit terakhir akan tampak pada kanan bawah layar monitor. Bila kehilangannya terlalu tinggi, akan terdengar alarm dari komputer dan tampak tulisan “CHECK TRANSDUCER” pada layar monitor. Lakukan perbaikan letak transduser seperlunya dan bila perlu pembatalan rekaman, tekan “C”. Signal loss < 10 % masih dapat di terima untuk pembacaan hasil rekaman KTG. Bila signal loss terlalu banyak rekaman harus diulangi. Bila signal loss yang terjadi pada keadaan deselerasi lebih dari 20 dpm < 25%, akan timbul tanda bintang (*). Bila signal loss antara 25-50% akan keluar tanda (?) menunjukkan keragu-raguan (dubious nature). Bila signal loss > 50% maka data tersebut tidak akan dihitung sebagai deselerasi (atau akselerasi). Bila signal loss > 80%, maka program akan berhenti dan harus dilakukan pemeriksaan baru dari awal lagi (new start).

Page 16: 2005 Kardiotokografi, PIT POGI di Batam, RSPAD, JJE

Pemeriksaan Kardiotokografi 16

j. Eror Bila rekaman DJJ terlalu tinggi atau rendah dibanding frekuensi dasar, mungkin akan memberikan data yang salah (eror), mungkin yang terekam adalah nadi ibu. Pada layar monitor akan tampak tulisan “CHECK TRANSDUCER” dan tulisan “ERROR” pada hasil rekaman KTG. Lakukan pemeriksaan letak transduser untuk memperbaiki rekaman KTG tersebut.

k. Tanda Bintang (Asteriks) Tanda bintang (*) akan selalu tampak pada sisi kanan parameter yang diukur. Tanda (*) tersebut menunjukkan adanya abnormalitas pada parameter yang dinilai. Pada kelainan yang lebih berat akan tampak dua buah tanda (**). SETIAP ADA TANDA BINTANG, SEGERA LAPOR PADA DOKTER PENANGGUNG JAWAB PASIEN TERSEBUT DAN CARI SERTA ATASI PENYEBABNYA. Keadaan-keadaan yang dapat menyebabkan terdapatnya dua buah tanda bintang (**) : 1. DJJ ≤ 115 dpm atau > 160 dpm selama kurang dari 30 menit. 2. Deselerasi > 100 dpm atau deselerasi selama < 30 menit. 3. Tidak ada gerakan janin dan akselerasi < 3. 4. Tidak ada variasi tinggi (high variation). 5. STV < 3 milidetik. 6. Tidak ada akselerasi dan terdapat gerak janin < 21 gerak/jam atau long

term variation (LTV) pada garis tinggi (HI) dibawah 10 persentil. 7. LTV pada garis tinggi (HI) dibawah 1 persentil. Keadaan-keadaan yang menyebabkan terdapatnya satu buah tanda bintang (*) : 1. STV < 4 milidetik tetapi ≥ 3 milidetik. 2. DJJ abnormal (diluar angka 116-160 dpm), tetapi lama rekaman ≥ 30

menit. 3. Terdapat deselerasi, tetapi lamanya tidak memenuhi kriteria perekaman

data. CARA MENGINTERPRETASI HASIL KTG Non-stress test (NST) Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai hubungan gambaran DJJ dan aktivitas janin. Cara pemeriksaan ini dikenal juga dengan nama aktokardiografi, atau fetal activity acceleration determination (FAD; FAAD). Penilaian dilakukan terhadap frekuensi dasar DJJ, variabilitas, dan timbulnya akselerasi yang menyertai gerakan janin. Tehnik pemeriksaan NST 1. Pasien berbaring dalam posisi semi-Fowler, atau sedikit miring ke kiri. Hal

ini berguna untuk memperbaiki sirkulasi darah ke janin dan mencegah terjadinya hipotensi.

2. Sebelum pemeriksaan dimulai, dilakukan pengukuran tensi, suhu, nadi, dan frekuensi pernafasan ibu. Kemudian selama pemeriksaan dilakukan, tensi diukur setiap 10-15 menit (hasilnya dicatat pada kertas KTG).

3. Aktivitas gerakan janin diperhatikan dengan cara:

Page 17: 2005 Kardiotokografi, PIT POGI di Batam, RSPAD, JJE

Pemeriksaan Kardiotokografi 17

• Menanyakan kepada pasien. • Melakukan palpasi abdomen. • Melihat gerakan tajam pada rekaman tokogram (kertas KTG).

4. Bila dalam beberapa menit pemeriksaan tidak terdapat gerakan janin,

dilakukan perangsangan janin, misalnya dengan menggoyang kepala atau bagian janin lainnya, atau dengan memberi rangsang vibro-akustik (dengan membunyikan bel, atau dengan menggunakan alat khusus untuk keperluan tersebut).

5. Perhatikan frekuensi dasar DJJ (normal antara 120 – 160 dpm). 6. Setiap terjadi gerakan janin diberikan tanda pada kertas KTG. Perhatikan apakah terjadi akselerasi DJJ (sediktinya 15 dpm). 7. Perhatikan variabilitas DJJ (normal antara 5 - 25 dpm). 8. Lama pemeriksaan sedikitnya 20 menit. Interpretasi NST

1. Reaktif: • Terdapat gerakan janin sedikitnya 2 kali dalam 20 menit, disertai

dengan akselerasi sedikitnya 15 dpm. • Frekuensi dasar djj di luar gerakan janin antara 120 – 160 dpm. • Variabilitas djj antara 5 – 25 dpm.

2. Non-reaktif:

• Tidak terdapat gerakan janin dalam 20 menit, atau tidak terdapat akselerasi pada gerakan janin.

• Frekuensi dasar djj abnormal (kurang dari 120 dpm, atau lebih dari 160 dpm).

• Variabilitas djj kurang dari 2 dpm.

3. Meragukan: • Gerakan janin kurang dari 2 kali dalam 20 menit, atau terdapat

akselerasi yang kurang dari 15 dpm. • Frekuensi dasar djj abnormal. • Variabilitas djj antara 2 – 5 dpm.

Hasil NST yang reaktif biasanya diikuti dengan keadaan janin yang

baik sampai 1 minggu kemudian (spesifisitas 95% - 99%). Hasil NST yang non-reaktif disertai dengan keadaan janin yang jelek (kematian perinatal, nilai Apgar rendah, adanya deselerasi lambat intrapartum), dengan sensitivitas sebesar 20%. Hasil NST yang meragukan harus diulang dalam waktu 24 jam.

Oleh karena rendahnya nilai sensitivitas NST, maka setiap hasil NST yang non-reaktif sebaiknya dievaluasi lebih lanjut dengan contraction stress test (CST), selama tidak ada kontraindikasi. Contraction stress test (CST) Pemeriksaan ini menilai hubungan gambaran djj dan kontraksi uterus. Dalam pemeriksaan ini dilakukan pengamatan terhadap frekuensi dasar DJJ, variabilitas, dan perubahan periodik djj akibat kontraksi uterus. Tehnik pemeriksaan CST 1. Pasien berbaring dalam posisi semi-Fowler, atau sedikit miring ke kiri.

Page 18: 2005 Kardiotokografi, PIT POGI di Batam, RSPAD, JJE

Pemeriksaan Kardiotokografi 18

2. Sebelum pemeriksaan dimulai, dilakukan pengukuran tensi, suhu, nadi, dan frekuensi pernafasan ibu. Kemudian selama pemeriksaan dilakukan, tensi diukur setiap 10-15 menit (dicatat pada kertas KTG).

3. Perhatikan timbulnya kontraksi uterus, yang dapat dilihat pada kertas KTG. Kontraksi uterus dianggap adekuat bila terjadi 3 kali dalam 10 menit.

4. Bila tidak terjadi kontraksi uterus setelah beberapa menit pemeriksaan, dilakukan stimulasi, misalnya dengan cara Pemberian oksitosin (inhalasi, sublingual, atau infusi). Stimulasi dilakukan sampai timbul kontraksi yang adekuat. Apabila selama stimulasi terjadi deselerasi lambat meskipun kontraksi belum adekuat, maka pemeriksaan harus segera dihentikan dan hasilnya dinyatakan positif.

5. Pengamatan dilakukan terhadap frekuensi dasar DJJ, variabilitas, dan perubahan periodik djj akibat kontraksi.

6. Pemeriksaan dianggap cukup bila didapatkan kontraksi yang adekuat selama 10 menit. Stimulasi oksitosin harus segera dihentikan, dan pasien diawasi terus sampai kontraksi menghilang.

Interpretasi CST

1. Negatif: • Frekuensi dasar djj normal. • Variabilitas DJJ normal. • Tidak terdapat deselerasi lambat.

2. Positif:

• Deselerasi lambat yang persisten pada setiap kontraksi. • Deselerasi lambat yang persisten meskipun kontraksi tidak

adekuat • Deselerasi variabel berat yang persisten pada setiap kontraksi. • Variabilitas DJJ berkurang atau menghilang.

3. Mencurigakan (suspicious):

• Deselerasi lambat yang intermiten pada kontraksi yang adekuat. • Deselerasi variabel (derajat ringan atau sedang). • Frekuensi dasar djj abnormal.

4. Tidak memuaskan (unsatisfactory):

• Hasil perekaman tidak baik, misalnya oleh karena ibu gemuk, atau gerakan janin yang berlebihan.

• Tidak terdapat kontraksi yang adekuat.

5. Hiperstimulasi: • Terdapat kontraksi 5 kali atau lebih dalam 10 menit; atau lama

kontraksi lebih dari 90 detik. • Seringkali disertai deselerasi lambat atau bradikardia.

Hasil CST negatif menggambarkan keadaan janin yang masih baik

sampai 1 minggu pasca pemeriksaan (spesifisitas 99%). Hasil CST positif disertai dengan nasib perinatal yang jelek pada 50% kasus.

Hasil CST yang mencurigakan harus terus diobservasi secara ketat (CST diulang setiap 30 – 60 menit); bila memungkinkan dilakukan pemeriksaan pH darah janin. Hasil CST yang tidak memuaskan harus diulang

Page 19: 2005 Kardiotokografi, PIT POGI di Batam, RSPAD, JJE

Pemeriksaan Kardiotokografi 19

dalam waktu 24 jam. Bila terdapat hiperstimulasi, kontraksi harus segera dihilangkan (tokolisis) dan kehamilan/persalinan diakhiri. Kontraindikasi CST

1. Mutlak: • Adanya risiko ruptura uteri: bekas seksio sesarea klasik, riwayat

miomektomi masif, dsb. • Perdarahan antepartum: plasenta previa, solusio plasenta. • Ketuban pecah dini. • Tali pusat terkemuka. • Vasa previa.

2. Relatif: • Persalinan preterm. • Kehamilan kembar (< 36 minggu). • Inkompetensia serviks.

Resusitasi intrauterin Tindakan resusitasi intrauterin dilakukan untuk memperbaiki sirkulasi dan oksigenasi pada janin yang mengalami hipoksia intrauterin. Beberapa tindakan yang bisa dikerjakan antara lain:

1. Perbaikan sirkulasi: • Pasien dibaringkan dalam posisi semi-Fowler atau sedikit miring

ke kiri. • Pemberian tokolisis bila terdapat kontraksi. • Menormalkan tekanan darah bila terdapat hipertensi atau

hipotensi • Amnioinfusi, bila terdapat oligohidramnion.

2. Perbaikan oksigenasi: • Pemberian oksigen. • Perbaikan anemia.

Pemeriksaan pH darah janin Pemeriksaan pH darah janin merupakan cara langsung yang digunakan untuk menilai derajat asfiksia/asidosis janin intrauterin. Berdasarkan pengalaman, pemeriksaan pH darah janin tidak ada manfaatnya dikerjakan pada keadaan dimana gambaran KTG normal, meskipun janin mempunyai potensi mengalami asfiksia (mekonium dalam cairan amnion, diabetes mellitus, riwayat deselerasi lambat atau deselerasi variabel yang berhasil diatasi). Indikasi pemeriksaan pH darah janin:

1. Terdapat variabilitas djj yang berkurang atau menghilang tanpa sebab yang jelas.

2. Terdapat variabilitas djj yang berkurang atau menghilang pada janin yang mempunyai potensi mengalami asfiksia.

3. Terdapat deselerasi lambat dengan variabilitas yang berkurang atau menghilang.

4. Terdapat deselerasi variabel dengan variabilitas yang berkurang atau menghilang.

5. Terdapat gambaran KTG yang “aneh” dan tidak diketahui sebabnya.

Page 20: 2005 Kardiotokografi, PIT POGI di Batam, RSPAD, JJE

Pemeriksaan Kardiotokografi 20

Pemeriksaan pH dilakukan terhadap sampel darah dari kulit kepala janin, dan hanya dapat dilakukan pada masa intrapartum dimana serviks uteri sudah terbuka 1 – 2 cm dan selaput ketuban sudah pecah. Pengambilan contoh darah tidak boleh dikerjakan apabila janin mempunyai gangguan pembekuan darah, atau terdapat amnionitis. Pengambilan contoh darah tidak boleh dilakukan terlalu sering, karena akan merusak jaringan kulit kepala. Interpretasi pemeriksaan pH darah janin Meskipun terdapat perbedaan dalam interpretasi pH darah janin berdasarkan hasil penelitian klinik, namun nilai pH yang saat ini banyak dipakai adalah:

• pH > 7,25 : normal. • pH < 7,20 : abnormal (janin mengalami asfiksia). • pH antara 7,20 – 7,25 harus dinilai hati-hati, bila perlu dilakukan

penilaian ulang beberapa waktu kemudian. PENATALAKSANAAN KEHAMILAN / PERSALINAN BERDASARKAN

PEMERIKSAAN KTG Indikasi Pemeriksaan KTG

Kehamilan Persalinan / OCT

Reaktif Non-reaktif Meragukan Negatif Positif Curiga Tidak memuaskan Hiperstimulasi

ANC Cari kausa

Cari kausa

Periksa ulang Ulangi Periksa ulang dalam 24 jam

dalam24 jam 1 minggu

Hasil masih TERMINASI HASIL ??

Meragukan ??

CST

Gambar 11. Penatalaksanaan kehamilan / persalinan berdasarkan KTG

Page 21: 2005 Kardiotokografi, PIT POGI di Batam, RSPAD, JJE

Pemeriksaan Kardiotokografi 21

KTG DALAM PERSALINAN Pemeriksaan KTG saat persalinan tidak perlu dilakukan secara rutin, pemeriksaan DJJ dengan stetoskop atau fetal Doppler secara berkala sudah memadai. Hanya pada kasus kehamilan resiko tinggi dan atau bila ditemukan abnormalitas DJJ, maka pemeriksaan KTG tersebut diperlukan. DOKUMENTASI Setiap rekaman KTG harus dibuat dokumentasi, bisa dalam bentuk hasil cetakan printer atau direkam dalam disket komputer. Sebaiknya kedua hal tersebut dilakukan bagi setiap pasien. Data dalam disket disimpan oleh rumah sakit, sedangkan hasil cetakan diberikan kepada pasien. RCOG menganjurkan penyimpanan data KTG hingga 25 tahun.

LAPORAN KARDIOTOKOGRAFI DATA PASIEN Nama Pasien : ……………………… No CM : ……………………......... Tanggal : …………………………Jam : ……………………......... Posisi pasien : …………………………Usia gestasi : ……………………. TD awal : …………………….......TD menit ke 15: …………………. Cara pantau : …………………………Kecepatan kertas : …..…cm/menit Periksa dalam : tidak dilakukan/dilakukan,dengan hasil :......………………… ……………………………………………………………………..…………………… Diagnosis ibu-janin : ..……………………………………………………………… …………………………………………….…………………………………………… Obat-obatan : ..………………………………………………………………. DENYUT JANTUNG JANIN : Frekuensi dasar :………… dpm, variabilitas : normal / berkurang / silent / tidak ada / saltatory, akselerasi : ada / tidak ada, deselerasi : tidak ada / ada, jenisnya : dini / lambat / variabel , beratnya : ringan / sedang / berat KONTRAKSI UTERUS : Tidak ada / ada kontraksi / ada his ; Frekuensi : ……/ 10 menit ; kekuatan : ……mmHg ; lamanya : …… menit ; relaksasi : ……………… ; konfigurasi : …………..…; tonus dasar : ……….mmHg GERAK JANIN : ……….. kali dalam : ………. menit DIAGNOSIS KTG : ………………………………………………………………..… SARAN : ……………………………………………………………………………… PPDS OBGIN / Bidan Jaga Dokter Penanggung Jawab (…………………………….) (………………………………….) CATATAN : Laporan harus ini harus segera dibuat setelah pemeriksaan selesai dan disimpan dalam status pasien. PPDS OBGIN atau Bidan jaga harus melaporkan dan mendiskusikan hasil pemeriksaan KTG tersebut dengan dokter SpOG yang bertanggung jawab.

Page 22: 2005 Kardiotokografi, PIT POGI di Batam, RSPAD, JJE

Pemeriksaan Kardiotokografi 22

A. CONTOH KASUS

Gambar 12. Hasil cetakan KTG terkomputerisasi Kasus di atas adalah primigravida aterm dan belum inpartu. Pada pemeriksaan KTG terkomputerisasi didapatkan enam buah tanda bintang dan STV dengan nilai dua (abnormally low), look for sinusoidal rhythm, dan tanda “warning : pre terminal”. Dilakukan operasi SC, air ketuban hijau tidak berbau, dan keadaan bayi baik. SIMPULAN Pemeriksaan KTG saja tidak cukup untuk menilai kesejahteraan janin. Penambahan pemeriksaan volume cairan amnion merupakan prasyarat minimal yang harus ditambahkan pada pemeriksaan KTG. Pemeriksaan profil biofisik telah terbukti meningkatkan ketepatan evaluasi kesejahteraan janin.

Page 23: 2005 Kardiotokografi, PIT POGI di Batam, RSPAD, JJE

Pemeriksaan Kardiotokografi 23

Mengingat dampak jangka panjang dari hipoksia intrauterin terhadap janin, maka hasil pemeriksaan KTG beserta interpretasinya disarankan untuk disimpan selama 25 tahun6. KEPUSTAKAAN 1. Oxford : User guide dan Operating handbook Sonicaid System 8002,

1994. 2. Parer JT. Handbook of fetal heart rate monitoring. Philadelphia:W.B

Saubders, 1993 3. Ferrara L, Manning F. Grand Rounds : Is the non-stress test still useful ?.

Contemporary Obgyn, February 2005. Di down-load dari http://www.contemporaryobgyn.net pada tanggal 30 Juni 2005.

4. National Institute for Clinical Excellence. The use of electronic fetal monitoring. UK, 2003. Di down-load dari http://www.nice.org.uk pada bulan Juni 2005.

5. Karsono B. Kardiotokografi : Pemantauan Elektronik Denyut Jantung Janin. Bagian Obstetri dan Ginekologi FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.

6. RCOG. The use of electronic fetal monitoring : The use and interpretation of cardiotocography in intrapartum fetal surveillance. Evidence-based Clinical Guideline Number 8. 2001. Di down-load dari http://www.rcog.org.uk pada bulan Juni 2005.

KORESPONDENSI Judi Januadi Endjun, dr, SpOG RSPAD Gatot Soebroto / FKUI Departemen Obstetri dan Ginekologi Divisi Fetomaternal. Jl. Abdurachman Saleh no 24 Jakarta 10410 Tel/Faks : 34833234 Email : [email protected]