195402700 pneumothorax

60
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pernafasan merupakan hal yang penting bagi semua kehidupan termasuk manusia. Pernafasan diartikan sebagai kemampuan individu untuk menghirup udara dan juga mengeluarkannya kembali. Dengan pernafasan yang baik maka dapat diartikan bahwa orang tersebut memiliki fungsi pernafasan tubuh yang baik dan juga memiliki kesehatan yang baik. Di dalam melakukan pernafasan manusia juga sering mempunyai masalah kesehatan yang berhubungan dengan pernafasan, mulai dari permasalahan yang sederhana seperti kesulitan bernafas karena suatu penyakit sampai ke permasalahan yang berat seperti pneumothorax. Pneumothorax itu sendiri merupakan keadaan terdapatnya udara atau gas dalam cavum atau rongga pleura. Dengan adanya udara dalam rongga pleura tersebut, maka akan menimbulkan penekanan terhadap paru-paru sehingga paru-paru tidak dapat mengembang dengan maksimal sebagaimana biasanya ketika bernapas. Pneumothorax itu sendiri merupakan suatu penyakit yang berbahaya dikarenakan langsung berhubungan dengan organ utama pernafasan yaitu

Upload: herigunawan

Post on 31-Dec-2015

84 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

thorax

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pernafasan merupakan hal yang penting bagi semua kehidupan

termasuk manusia. Pernafasan diartikan sebagai kemampuan individu untuk

menghirup udara dan juga mengeluarkannya kembali. Dengan pernafasan

yang baik maka dapat diartikan bahwa orang tersebut memiliki fungsi

pernafasan tubuh yang baik dan juga memiliki kesehatan yang baik.

Di dalam melakukan pernafasan manusia juga sering mempunyai

masalah kesehatan yang berhubungan dengan pernafasan, mulai dari

permasalahan yang sederhana seperti kesulitan bernafas karena suatu penyakit

sampai ke permasalahan yang berat seperti pneumothorax.

Pneumothorax itu sendiri merupakan keadaan terdapatnya udara atau

gas dalam cavum atau rongga pleura. Dengan adanya udara dalam rongga

pleura tersebut, maka akan menimbulkan penekanan terhadap paru-paru

sehingga paru-paru tidak dapat mengembang dengan maksimal sebagaimana

biasanya ketika bernapas.

Pneumothorax itu sendiri merupakan suatu penyakit yang berbahaya

dikarenakan langsung berhubungan dengan organ utama pernafasan yaitu

paru-paru. Selain itu pneumothorax juga merupakan faktor resiko akhir dari

beberapa penyakit seperti tuberkulosis dan Penyakit Paru Obstruksi Kronik

(PPOK).

1.2 Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini untuk memberi wawasan kepada

pembaca mengenai segala sesuatu tentang pneumothorax, membagi

pengetahuan kepada pembaca agar terjadi peningkatan pengetahuan pada diri

pembaca dan diharapkan juga terjadi peningkatan status kesehatan terhadap

masyarakat umum maupun penderita pneumothorax untuk mencegah dan

merawat pneumothorax.

2

1.3 Manfaat

Manfaat dari penulisan makalah ini adalah memberikan pemahaman

kepada penulis dan pembaca mengenai konsep pneumothorax, dan diharapkan

masyarakat dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata. Makalah ini

juga dapat dijadikan sumber informasi dalam memberikan asuhan

keperawatan pada klien dengan pneumothorax.

3

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pneumothorax

Pneumothorakx adalah adanya udara dalam rongga pleura.

Pneumothorax dapat terjadi secara spontan atau karena trauma (British

Thoracic Society 2003). arrest.

Pneumothorax ialah didapatkannya udara didalam kavum pleura

(Hendra Arif, 2000)

Pneumothorax adalah suatu kondisi adanya udara dalam rongga pleura

akibat robeknya pleura (Price & Willson, 2003).

Pneumothorax terjadi ketika pleura parietal ataupun visceral tertembus

(robek) dan rongga pleura terpapar dengan tekanan udara positif (Smeltzer et

al,2008).

Pneumothorax adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam cavum

atau rongga pleura. Dengan adanya udara dalam rongga pleura tersebut, maka

akan menimbulkan penekanan terhadap paru-paru sehingga paru-paru tidak

dapat mengembang dengan maksimal sebagaimana biasanya ketika bernapas.

Pada kondisi normal, rongga pleura tidak terisi udara sehingga paru-paru

dapat leluasa mengembang terhadap rongga dada. Tekanan di rongga pleura

pada orang sehat selalu negatif untuk dapat mempertahankan paru dalam

keadaan berkembang (inflasi). Tekanan pada rongga pleura pada akhir

inspirasi - 4 s/d 8 cm H2O dan pada akhir ekspirasi - 2 s/d 4 cm H2O.

Rongga pleura adalah rongga yang terletak diantara selaput yang

melapisi paru-paru dan rongga dada. Selaput yang melapisi paru-paru yang

di kenal sebagai pleura ini ada dua, yaitu pleura parietalis dan pleura viseral.

Pleura visceral meliputi paru-paru termasuk permukaannya dalam fisura

sementara pleura parietalis melekat pada dinding thorax (dada), mediastinum

dan diafragma. Kerusakan pada pleura parietal dan/atau pleura viseral dapat

menyebabkan udara luar masuk ke dalam rongga pleura, Sehingga paru akan

kolaps atau runtuh.

4

Udara dalam kavum atau rongga pleura yaitu rongga terbentuk diantara

lapisan pleura parietalis dan pleura visceral, hal ini dapat ditimbulkan oleh:

a. Robeknya pleura visceralis

Hal ini menyebabkan pada saat inspirasi udara yang berasal dari

alveolus akan memasuki kavum pleura. Pneumothorax jenis ini disebut

sebagai closed pneumothorax. Apabila kebocoran pleura visceralis

berfungsi sebagai katup, maka udara yang masuk saat inspirasi tak akan

dapat keluar dari kavum pleura pada saat ekspirasi. Akibatnya, udara

semakin lama semakin banyak sehingga mendorong mediastinum kearah

kontralateral dan menyebabkan terjadinya tension pneumothorax.

b. Robeknya dinding dada dan pleura parietalis

Hal ini menyebabkan terjadinya hubungan antara kavum pleura

dengan dunia luar. Apabila lubang yang terjadi lebih besar dari 2/3

diameter trakea, maka udara cenderung lebih melewati lubang tersebut

dibanding traktus respiratorius yang seharusnya. Pada saat inspirasi,

tekanan dalam rongga dada menurun sehingga udara dari luar masuk ke

kavum pleura lewat lubang tadi dan menyebabkan kolaps pada paru

ipsilateral. Saat ekspirasi, tekanan rongga dada meningkat, akibatnya udara

dari kavum pleura keluar melalui lubang tersebut. Kondisi ini disebut

sebagai open pneumothorax .

c. Pembentukan gas dalam rongga pleura oleh mikroorganisme pembentuk

gas misalnya pada penyakit empiema.

2.2 Etiologi Pneumothorax

Pneumothorax disebabkan karena robekan pleura atau terbukanya

dinding dada. Dapat berupa pneumothorax yang tertutup dan terbuka atau

menegang, kurang lebih 75% trauma tusuk pneumothorak disertai hemotorak.

Pneumothorax menyebabkan paru kollaps, baik sebagian maupun

keseluruhan yang menyebabkan tergesernya isi rongga dada ke sisi lain.

Gejala sesak nafas progressif sampai sianosis gejala syok. Pneumothorax

paling sering terjadi spontan tanpa ada riwayat trauma, dapat pula sebagai

akibat trauma toraks dan karena berbagai prosedur diagnostik maupun

terapeutik.

5

Pneumothorax juga dapat terjadi setelah cedera pada dinding dada

seperti tulang rusuk patah, cedera penetrasi (tembakan senjata atau menusuk),

invasi bedah dada, atau mungkin sengaja diinduksi untuk runtuh paru-paru,

atau akibat tindakan Cardio Pulmonary Resuscitation (CPR) yang terlalu

kuat, tindakan biopsi paru melalui dinding dada.

Pneumothorax juga dapat berkembang sebagai akibat dari penyakit paru

yang mendasari, termasuk fibrosis kistik, penyakit paru obstruktif kronik

(PPOK), kanker paru-paru ,asma ,dan infeksi paru-paru

seperti empisema, tuberkulosis, pneumonia, sarkoidosis dan batuk rejan.

Pneumothorax juga dapat terjadi akibat penggunaan ventilasi mekanis,

pada orang yang membutuhkan bantuan mekanik untuk bernapas. Tindakan

dari ventilator yang mendorong dan menarik udara masuk dan keluar dari

paru-paru dapat membuat ketidakseimbangan tekanan udara di dalam dada.

Paru-paru akan runtuh juga lengkap dengan jantung yang mungkin dapat

diperas ke titik yang tidak dapat bekerja dengan baik. Keadaan ini akan

menimbulkan pneumothorax yang parah dan merupakan keadaan darurat

medis dan dapat berakibat fatal.

Untuk jenis tertentu seperti pneumothorax spontan, disebabkan oleh

pecahnya kista atau kantung kecil (lepuh) pada permukaan paru-paru. Adanya

bula atau lepuh pada permukaan paru-paru ini tidak di ketahui penyebabnya

tetapi biasanya di hubungkan dengan orang yang kurus dan tinggi. Pecahnya

bula ini akan menyebabkan pneumothorax.

Selain penyebab diatas terdapat juga faktor predisposisi pada

pneumothorax. Faktor-faktor tersebut antara lain:

a. Jenis kelamin

Secara umum, pria jauh lebih mungkin untuk memiliki

pneumotoraks daripada wanita.

b. Merokok

Risiko meningkat dengan lamanya waktu dan jumlah rokok yang

dihisap, bahkan tanpa emfisema.

6

c. Umur

Jenis pneumothorax disebabkan oleh lecet udara pecah kista atau

bula (lepuh) kemungkinan besar terjadi pada orang antara 20 dan 40 tahun,

terutama jika orang tersebut adalah orang yang sangat tinggi dan kurus.

d. Genetika

Beberapa jenis pneumothorax tampaknya dalam keluarga.

e. Penyakit paru-paru

Memiliki penyakit paru yang mendasarinya - terutama emphysema,

fibrosis paru, sarkoidosis dan cystic fibrosis - membuat paru-paru lebih

mungkin runtuh atau kolaps.

f. Ventilasi mekanis

Orang-orang yang membutuhkan ventilasi mekanik untuk bernapas

secara efektif berada pada risiko tinggi pneumothorax

g. Riwayat pneumothorax

Siapapun yang telah mengalami pneumothorax akan beresiko

kembali mengalami pneumothorax dalam waktu satu sampai dua tahun

dari episode pertama. Ini dapat terjadi di paru-paru yang sama atau paru-

paru yang berlawanan.

h. Keadaan dan Aktivitas tertentu

Walaupun timbulnya bula atau lepuh pada permukaan paru-paru

tidak di ketahui dengan jelas penyebabnya dan juga pecahnya bula

tersebutpun tidak di ketahui penyebab pastinya, namun di duga adanya

perubahan tekanan udara akan memicu pecahnya bula, beberapa aktivitas

yang dianggap beresiko pecahnya bula adalah melakukan Scuba diving

(menyelam), Penerbangan, Mendaki gunung di dataran tinggi akan

memicu pecahnya bula atau lepuh.

2.3 WOC Pneumothorax

Secara umum WOC pneumothorax adalah sebagai berikut:

Alveoli disangga oleh kapiler yang lemah

Lemahnya dinding alveoli

Alveoli melebar

Tekanan di dalam alveoli meningkat

Udara menuju ke jaringan peribronkovaskuler

Udara mengoyak jaringan fibrotik peribronkovaskular

Robekan pleura yang tidak Robekan pleura yang

searah dengan jaringan hilus searah dengan jaringan hilus

Pneumothorax Pneumomediastinum

Udara mencari jalan ke jaringan

ikat yang longgar

Udara menyebar rata ke leher

dan dada

Emfisema subkutis

Keterangan:

Alveoli disangga oleh kapiler yang mempunyai dinding lemah dan

mudah robek, apabila alveoli tersebut melebar dan tekanan di dalam alveoli

meningkat maka udara dengan mudah menuju ke jaringan

peribronkovaskular. Gerakan nafas yang kuat, infeksi dan obstruksi

endobronkial merupakan beberapa faktor presipitasi yang memudahkan

terjadinya robekan. Selanjutnya udara yang terbebas dari alveoli dapat

mengoyak jaringan fibrotik peribronkovaskular. Robekan pleura ke arah yang

berlawanan dengan hilus akan menimbulkan pneumothorax sedangkan

robekan yang mengarah ke hilus dapat menimbulkan pneumomediastinum.

Dari mediastinum udara mencari jalan menuju ke atas ke jaringan ikat yang

longgar sehingga mudah ditembus oleh udara. Dari leher udara menyebar

merata ke bawah kulit leher dan dada yang akhirnya menimbulkan emfisema

subkutis. Emfisema subkutis dapat meluas ke arah perut hingga mencapai

skrotum.

Tekanan intrabronkial akan meningkat apabila ada tahanan pada saluran

pernafasan dan akan meningkat lebih besar lagi pada permulaan batuk, bersin

dan mengejan. Peningkatan tekanan intrabronkial akan mencapai puncak

sesaat sebelum batuk, bersin, mengejan, pada keadaan ini, glotis tertutup.

Apabila di bagian perifer bronki atau alveol ada bagian yang lemah, maka

kemungkinan terjadi robekan bronki atau alveol akan sangat mudah.

Selain patofisiologi umum diatas, terdapat juga patofisiologi pada jenis-

jenis pneumothorax tertentu, diantaranya:

Pneumothorax spontan

Terjadi karena lemahnya dinding alveolus dan pleura visceralis.

Apabila dinding alveolus dan pleura viceralis yang lemah ini pecah, maka

akan ada fistel yang menyebabkan udara masuk ke dalam cavum pleura.

Mekanismenya pada saat inspirasi rongga dada mengembang, disertai

pengembangan cavum pleura yang kemudian menyebabkan paru dipaksa

ikut mengembang, seperti balon yang dihisap. Pengembangan paru

menyebabkan tekanan intraalveolar menjadi negatif sehingga udara luar

masuk.

Pada pneumothorax spontan, paru-paru kolaps, udara inspirasi ini

bocor masuk ke cavum pleura sehingga tekanan intrapleura tidak negatif.

Pada saat inspirasi akan terjadi hiperekspansi cavum pleura akibatnya

menekan mediastinal ke sisi yang sehat. Pada saat ekspirasi mediastinal

kembali lagi ke posisi semula. Proses yang terjadi ini dikenal dengan

mediastinal flutter. Pneumothorax ini terjadi biasanya pada satu sisi,

sehingga respirasi paru sisi sebaliknya masih bisa menerima udara secara

maksimal dan bekerja dengan sempurna.

Closed pneumothorax

Berkumpulnya udara pada cavum pleura dengan tidak adanya

hubungan dengan lingkungan luar dikenal dengan closed pneumothorax.

Pada saat ekspirasi, udara juga tidak dipompakan balik secara maksimal

karena elastic recoil dari kerja alveoli tidak bekerja sempurna. Akibatnya

bilamana proses ini semakin berlanjut, hiperekspansi cavum pleura pada

saat inspirasi menekan mediastinal ke sisi yang sehat dan saat ekspirasi

udara terjebak pada paru dan cavum pleura karena luka yang bersifat katup

tertutup terjadilah penekanan vena cava, shunting udara ke paru yang

sehat, dan obstruksi jalan napas. Akibatnya dapat timbulah gejala pre-

shock atau shock oleh karena penekanan vena cava. Kejadian ini dikenal

dengan tension pneumothorax.

Open pneumothorax

Pada open pneumothorax terdapat hubungan antara cavum pleura

dengan lingkunga luar. Open pneumothorax dikarenakan trauma penetrasi.

Perlukaan dapat inkomplit (sebatas pleura parietalis) atau komplit (pleura

parietalis dan visceralis). Bilamana terjadi open pneumothorax inkomplit

pada saat inspirasi udara luar akan masuk kedalam cavum pleura.

Akibatnya paru tidak dapat mengembang karena tekanan intrapleura tidak

negatif. Efeknya akan terjadi hiperekspansi cavum pleura yang menekan

mediastinal ke sisi paru yang sehat.

Saat ekspirasi mediastinal bergeser ke mediastinal yang sehat

terjadilah mediastinal flutter. Apabila terjadi open pneumothorax komplit

maka saat inspirasi dapat terjadi hiperekspansi cavum pleura mendesak

mediastinal ke sisi paru yang sehat dan saat ekspirasi udara terjebak pada

cavum pleura dan paru karena luka yang bersifat katup tertutup.

Selanjutnya terjadilah penekanan vena cava, shunting udara ke paru yang

sehat, dan obstruksi jalan napas. Akibatnya dapat timbulah gejala pre-

shock atau shock oleh karena penekanan vena cava. Kejadian ini dikenal

dengan tension pneumothorax

2.4 Klasifikasi Pneumothorax

Pneumothorax lebih sering terjadi pada penderita dewasa yag berumur

sekitar 40 tahun. Laki-laki lebih sering dari pada wanita. Pneumothorax

sering dijumpai pada musim penyakit batuk. Terdapat beberapa jenis

pneumothorax yaitu:

Berdasarkan penyebabnya:

1. Pneumothorax spontan

Pneumothorax spontan yaitu setiap pneumothorax yang terjadi

secara tiba-tiba dan terjadi tanpa penyebab yang jelas. Pneumothorax

tipe ini dapat diklasifikasikan lagi kedalam dua jenis, yaitu:

a. Pneumothorax spontan primer

Pneumothorax spontan primer yaitu pneumothorax yang terjadi

secara tiba-tiba tanpa diketahui sebabnya atau tanpa penyakit dasar

yang jelas pneumothorax ini juga terjadi pada penderita yang tidak

ditemukan penyakit paru-paru. Pneumothorax ini diduga disebabkan

oleh pecahnya kantung kecil berisi udara di dalam paru-paru yang

disebut bleb atau bulla.

Penyakit ini paling sering menyerang pria berpostur tinggi-

kurus, usia 20-40 tahun, lebih sering pada laki-laki muda sehat

dibandingkan wanita. Pneumothorax tipe ini terjadi akibat ruptur

bulla kecil (12 cm) subpleural, terutama di bagian puncak paru.

Faktor predisposisinya adalah merokok sigaret dan riwayat keluarga

dengan penyakit yang sama.

b. Pneumothorax spontan sekunder

Pnemothorax spontan sekunder yaitu pneumothorax yang

terjadi dengan didasari oleh riwayat penyakit paru yang telah

dimiliki sebelumnya. Pneumothorax spontan sekunder merupakan

komplikasi dari penyakit paru-paru misalnya penyakit paru

obstruktif menahun, asma, fibrosis kistik, tuberculosis, batuk rejan,

penyakit ini juga paling sering terjadi pada pasien bronkitis dan

emfisema yang mengalami ruptur emfisema subpleura atau bulla.

Penyakit dasar lain yang dapat menyebabkan pneumothorax

ialah pneumonia, abses paru atau Ca paru, penyakit paru obstruksi

kronis (PPOK), dan infeksi paru.

2. Pneumothorax traumatik

Pneumothorax traumatik ialah pneumothorax yang terjadi akibat

adanya suatu trauma, akibat cedera traumatik pada dada, baik trauma

penetrasi maupun bukan, traumanya bisa bersifat menembus (luka

tusuk, peluru) atau tumpul (benturan pada kecelakaan kendaraan

bermotor) yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun

paru. Pneumothorax traumatik ini juga bisa merupakan komplikasi dari

tindakan medis tertentu (misalnya torakosentesis)

Pneumothorax tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua

jenis, yaitu :

a. Pneumothorax traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumothorax yang

terjadi karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada,

barotrauma.

b. Pneumothorax traumatik iatrogenik, yaitu pneumothorax yang terjadi

akibat komplikasi dari tindakan medis. Pneumothorax jenis ini pun

masih dibedakan menjadi dua, yaitu :

a) Pneumothorax traumatik iatrogenik aksidental

Ialah suatu pneumothorax yang terjadi akibat tindakan medis

karena kesalahan atau komplikasi dari tindakan tersebut, misalnya

pada parasentesis dada, biopsipleura.

b) Pneumothorax traumatik iatrogenik artifisial (deliberate) adalah

suatu pneumothorax yang sengaja dilakukan dengan cara

mengisikan udara ke dalam rongga pleura. Biasanya tindakan ini

dilakukan untuk tujuan pengobatan, misalnya pada pengobatan

tuberkulosis sebelum era antibiotik, maupun untuk menilai

permukaan paru.

3. Pneumothorax karena tekanan

Terjadi jika paru-paru mendapatkan tekanan berlebihan sehingga

paru-paru mengalami kolaps. Tekanan yang berlebihan juga bisa

menghalangi pemompaan darah oleh jantung secara efektif sehingga

terjadi syok.

Berdasarkan jenis fistulanya:

1. Pneumothorax tertutup (Simple Pneumothorax)

Pneumothorax tertutup terjadi bila tidak ada pergerakan udara

pada pernafasan. Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada

jejas terbuka pada dinding dada), sehingga tidak ada hubungan dengan

dunia luar.

Tekanan di dalam rongga pleura awalnya mungkin positif, namun

lambat laun berubah menjadi negatif karena diserap oleh jaringan paru

disekitarnya. Pada kondisi tersebut paru belum mengalami reekspansi,

sehingga masih ada rongga pleura, meskipun tekanan di dalamnya

sudah kembali negatif. Pada waktu terjadi gerakan pernapasan, tekanan

udara di rongga pleura tetap negatif.

2. Pneumothorax terbuka (Open Pneumothorax)

Pneumothorax terbuka yaitu pneumothorax dimana terdapat

hubungan antara rongga pleura dengan bronkus yang merupakan bagian

dari dunia luar (terdapat luka terbuka pada dada).

Pneumothorax terbuka, bila udara dapat keluar masuk ke dalam

rongga pleura pada pernapasan (respirasi).

Dalam keadaan ini tekanan intrapleura sama dengan tekanan

udara luar. Pada pneumothorax terbuka tekanan intrapleura sekitar nol.

Perubahan tekanan ini sesuai dengan perubahan tekanan yang

disebabkan oleh gerakan pernapasan.

Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu

ekspirasi tekanan menjadi positif. Selain itu, pada saat inspirasi

mediastinum dalam keadaan normal, tetapi pada saat ekspirasi

mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang terluka (sucking

wound)

3. Pneumothorax Ventil (Tension Pneumothorax)

Pneumothorax dalah pneumothorax dengan tekanan intrapleura

yang positif dan makin lama makin bertambah besar karena ada fistel di

pleura viseralis yang bersifat ventil. Pneumothorax ventil atau valvular

terjadi bila udara hanya dapat masuk ke rongga pleura pada inspirasi

dan tidak dapat keluar pada ekspirasi.

Pada waktu inspirasi udara masuk melalui trakea, bronkus serta

percabangannya dan selanjutnya terus menuju pleura melalui fistel yang

terbuka. Waktu ekspirasi udara di dalam rongga pleura tidak dapat

keluar .Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura makin lama makin

tinggi dan melebihi tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul dalam

rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan

gagal napas

Pada pneumothorax ventil ini udara yang terperangkap dalam

rongga pleura bertambah dengan cepat yang menyebabkan rongga

pleura tersebut makin membesar, sehingga mendesak mediastinum dan

struktur-struktur dada serta pembuluh-pembuluh darah di situ yang

mengembalikan darah ke jantung sehingga akibatnya terjadi gangguan

sirkulasi dimana terjadi penghambatan pengembalian darah vena ke

jantung (venous return). Hal ini akan dapat menjadi fatal jika tidak

segera dirawat.

Penyebab tersering dari tension pneumothorax adalah komplikasi

penggunaan ventilasi mekanik (ventilator) dengan ventilasi tekanan

positif pada penderita dengan kerusakan pada pleura viseral. Tension

pneumothorax dapat timbul sebagai komplikasi dari pneumothorax

sederhana akibat trauma toraks tembus atau tajam dengan perlukaan

parenkim paru tanpa robekan atau setelah salah arah pada pemasangan

kateter subklavia atau vena jugularis internal..

Kadangkala defek atau perlukaan pada dinding dada juga dapat

menyebabkan pneumothorax ventil, jika salah cara menutup defek atau

luka tersebut dengan pembalut (occhusive dressings) yang kemudian

akan menimbulkan mekanisme flap-valve. Pneumothorax ventil juga

dapat terjadi pada fraktur tulang belakang toraks yang mengalami

pergeseran (displaced thoracic spine fractures).

Pneumothorax ventil juga ditandai dengan gejala nyeri dada,

sesak, distress pernafasan, takikardi, hipotensi, deviasi trakes, hilangnya

suara nafas pada satu sisi dan distensi vena leher. Sianosis merupakan

manifestasi lanjut. Karena ada kesamaan gejala antara pneumothorax

ventil dan tamponade jantung maka sering membingungkan pada

awalnya tetapi perkusi yang hipersonor dan hilangnya suara nafas pada

hemitoraks yang terkena pada tension pneumothorax dapat

membedakan keduanya

Berdasarkan luasnya paru yang mengalami kolaps

1. Pneumothorax parsialis, yaitu pneumothorax yang menekan pada

sebagian kecil paru (kurang dari 50% volume paru).

2. Pneumothorax totalis, yaitu pneumothorax yang mengenai sebagian

besar paru (lebih dari 50% volume paru)

2.5 Manifestasi Klinis Pneumothorax

Gejala pneumothorax sangat bervariasi, tergantung kepada jumlah

udara yang masuk ke dalam rongga pleura dan luasnya paru-paru yang

mengalami kolaps (mengempis). Gejalanya bisa berupa:

Nyeri dada tajam yang timbul secara tiba-tiba, dan semakin nyeri jika

penderita menarik nafas dalam atau terbatuk

Sesak nafas

Dada terasa sempit

Mudah lelah

Denyut jantung yang cepat

Warna kulit menjadi kebiruan akibat kekurangan oksigen.

Gejala-gejala tersebut mungkin timbul pada saat istirahat atau tidur.

Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:

Hidung tampak kemerahan

Cemas, stres, tegang

Tekanan darah rendah (hipotensi)

2.6 Penatalaksanaan Pneumothorax

Penatalaksanaan pneumothorax tergantung dari jenis pneumothorax.

Dasar pengobatan pneumothorax tergantung pada berat dan lamanya keluhan

atau gejala, adanya riwayat pneumothorax sebelumnya, jenis pekerjaan

penderita. Sasaran pengobatan adalah secepatnya mengembangkan paru yang

sakit sehingga keluhan- keluhan juga berkurang dan mencegah pneumothorax

kambuh kembali. Pneumothorax mula-mula diatasi dengan pengamatan

konservatif bila kolaps paru-paru 20% atau kurang. Udara sedikit demi sedikit

diabsorbsi melalui permukaan pleura yang bertindak sebagai membran basah,

yang memungkinkan difusi oksigen dan karbondioksida. Pemilihan

penatalaksanaan tergantung pada :

Tipe pneumothorax yang diderita

Luas pneumothorax

Gejala klinis, terjadinya kebocoran udara yang menetap (persistent air

leak)

Faktor risiko lain: jenis kelamin, pekerjaan, kebiasaan merokok, dll

Penatalaksanaan (terapi) yang dapat dilakukan ialah

1. Tindakan medis

Tindakan yang dilakukan disini berupa tindakan observasi, yaitu

dengan mengukur tekanan intra pleura menghisap udara dan

mengembangkan paru. Tindakan ini terutama ditunjukan pada

pneumothorax tertutup atau terbuka, sedangkan untuk pneumothorax ventil

tindakan utama yang harus dilakukan dekompresi tehadap tekanan intra

pleura yang tinggi yaitu dengan cara membuat hubungan udara ke luar.

Observasi ini merupakan prosedur non-invasif. Bila hubungan antara

alveoli dan rongga pleura dihilangkan, maka udara di dalam rongga pleura

akan diabsorbsi secara betahap. Kecepatan absorpsi antara berkisar 1,25 %

dari volume hemitoraks setiap 24 jam. ACCP (American College of Chest

Physicians) membagi klinis penderita atas penderita dalam kondisi stabil,

jika :

Laju napas < 24 x/menit

Denyut jantung 60-120 x/menit

Tekanan darah normal

Saturasi oksigen > 90 % (tanpa asupan oksigen)

Setelah observasi penderita dapat dipulangkan dan datang kembali

ke rumah sakit bila terdapat gejala klinik yang memberat. Observasi tidak

dilakukan pada penderita dengan pekerjaan atau kondisi yang mengandung

resiko tinggi terjadinya rekurensi. Tindakan fisioterapi dengan pemberian

penyinaran gelombang pendek pada pneumothorax spontan kurang dari 30

%, secara bemakna meningkatkan absorbsi udara dibandingkan dengan

hanya observasi saja.

2. Tindakan dekompresi

Tindakan dekompresi ini dilakukan dengan cara membuat

hubungan rongga pleura dengan dunia luar dengan cara :

a. Menusukan jarum melalui dinding dada terus masuk ke rongga pleura

dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan

berubah menjadi negatif kerena udara yang positif di rongga pleura

akan berubah menjadi negatif karena udara yang keluar melalui jarum

tersebut.

b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra venil. Cara yang

dapat dilakukan antara lain:

a) Dapat memakai infus set

b) Jarum abbocath

c) Pipa WSD (Water Sealed Drainage)

Pipa khusus (thoraks kateter) steril, dimasukkan ke rongga

pleura dengan perantara thorak atau dengan bantuan klem penjepit

(pean). Pemasukan pipa plastik (thoraks kateter) dapat juga

dilakukan melalui celah yang telah dibuat dengan insisi kulit dari

sela iga ke 4 pada baris aksila tengah atau pada garis aksila belakang.

Selain itu dapat pula melalui sela iga ke 2 dari garis klavikula

tengah. Selanjutnya ujung sela plastik di dada dan pipa kaca WSD

dihubungkan melalui pipa plastik lainnya, posisi ujung pipa kaca

yang berada dibotol sebaiknya berada 2 cm di bawah permukaan air

supaya gelembung udara dapat dengan mudah keluar melalui

tekanan tersebut.

d) Penghisapan terus – menerus ( continous suction )

Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan intra

pleura tetap positif, penghisapan ini dilakukan dengan memberi

tekanan negatif sebesar 10 – 20 cm H2O dengan tujuan agar paru

cepat mengembang dan segera terjadi perlekatan antara pleura

viseralis dan pleura parentalis. Apabila paru telah mengembang

maksimal dan tekanan intrapleura sudah negatif lagi, drain-drain

dapat dicabut, sebelum dicabut drain ditutup dengan cara dijepit atau

ditekuk selama 24 jam. Apabila paru tetap mengembang penuh,

maka drain dicabut.

3. Tindakan bedah

a. Dengan pembukaan dinding thoraks melalui operasi, dan dicari lubang

yang menyebabkan pneumothorax dan dijahit.

b. Pada pembedahan, apabila dijumpai adanya penebalan pleura yang

menyebabkan paru tidak dapat mengembang, maka dilakukan

pengelupasan atau dekortisasi.

c. Dilakukan reseksi bila ada bagian paru yang mengalami robekan atau

ada fistel dari paru yang rusak, sehingga paru tersebut tidak berfungsi

dan tidak dapat dipertahankan kembali.

d. Pilihan terakhir dilakukan pleurodesis dan perlekatan antara kedua

pleura ditempat fistel.Pleurodesis Dilakukan terutama untuk mencegah

rekurensi terutama penderita dengan risiko tinggi untuk terjadinya

rekurensi.

ialah:

Tindakan bedah yang dapat dilakukan untuk menangani pneumothorax

a. Torakoskopi

Tindakan torakoskopi untuk masih menjadi perdebatan, karena

pada dasarnya sekitar 64 % dari tindakan torakoskopi tidak terjadi

rekurensi pada pemasangan. Tindakan yang dilakukan adalah reseksi

bula dan pleurodesis. Torakoskopi harus dilakukan bila paru tidak

mengembang setelah 48-72 jam.

b. Torakotomi

Merupakan tindakan akhir apabila tindakan yang lain gagal.

Tindakan ini memiliki angka rekurensi terendah yaitu kurang dari 1 %

bila dilakukan pleurektomi dan 2-5 % bila dilakukan pleurodesis

dengan abrasi mekanik.

2.7 Pencegahan Pneumothorax

Pencegahan pneumothorax dapat dilakukan dengan cara:

a. Pada penderita PPOM, berikanlah pengobatan dengan sebaik-baiknya,

terutama bila penderita batuk, pemberian bronkodilator anti tusif ringan

sering-seringlah dilakukan dan penderita dianjurkan kalau batuk jangan

keras-keras. Juga penderita tidak boleh mengangkat benda-benda berat

atau mengejan terlalu kuat.

b. Penderita TB paru, harus diobati dengan baik sampai tuntas. Lebih baik

lagi bila penderita TB masih dalam tahap lesi minimal, sehingga

penyembuhan dapat sempurna tanpa meninggalkan cacat yang berarti.

Selain pencegahan diatas dapat juga dilakukan pencegahan dengan cara

rehabilitasi yang dilakukan dengan cara:

a. Penderita yang telah sembuh dari pneumothoraks harus dilakukan

pengobatan secara baik untuk penyakit dasar

b. Untuk sementara waktu ( dalam beberapa minggu ), penderita dilarang

mengejan, mengangkat barang berat, batuk atau bersin yang terlalu keras.

c. Kontrol penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan batuk

atau sesak nafas.

2.8 Pengobatan Pneumothorax

Tujuan pengobatan adalah mengeluarkan udara dari rongga pleura,

sehingga paru-paru bisa kembali mengembang. Pada pneumothorax yang

kecil biasanya tidak perlu dilakukan pengobatan, karena tidak menyebabkan

masalah pernafasan yang serius dan dalam beberapa hari udara akan diserap.

Penyerapan total dari pneumothorax yang besar memerlukan waktu

sekitar 2-4 minggu. Jika pneumothoraxnya sangat besar sehingga menggangu

pernafasan, maka dilakukan pemasangan sebuah selang kecil pada sela iga

yang memungkinkan pengeluaran udara dari rongga pleura. Selang dipasang

selama beberapa hari agar paru-paru bisa kembali mengembang. Untuk

menjamin perawatan selang tersebut, sebaiknya penderita dirawat di rumah

sakit.

Pengobatan tambahan yang dapat kita lakukan antara lain:

1. Apabila terdapat proses lain diparu, maka pengobatan tambahan ditujukan

terhadap penyebabnya, yang difokuskan pada:

Apabila terjadinya proses tuberkolosis paru, diberi obat anti

tuberkolosis

Untuk mencegah obstipasi dan memperlancar defekasi, penderita diberi

pengobatan ringan dengan tujuan supaya saat defekasi, penderita tidak

dapat perlu mengejan terlalu keras.

2. Istirahat total

Penderita dilarang melakukan kerja keras (mengangkat barang

berat), batuk, bersin terlalu keras, mengejan.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

PNEUMOTHORAX

3.1 Pengkajian

Secara umum pengkajian dimulai dengan mengumpulkan data tentang:

1) Identitas pasien

Identitas yang kita kaji disini ialah identitas pasien dan identitas

penanggung jawab. Identitas pasien berisi tentang nama, umur, jenis

kelamin, alamat, agama, pendidikan, pekerjaan, status, suku bangsa,

nomor rekam medis, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian,

diagnosa medis. Umur pasien dapat menunjukkan tahap perkembangan

pasien baik secara fisik maupun psikologis. Jenis kelamin dan pekerjaan

perlu dikaji untuk mengetahui hubungan dan pengaruhnya terhadap

terjadinya masalah atau penyakit, dan tingkat pendidikan dapat

berpengaruh terhadap pengetahuan klien tentang masalah atau

penyakitnya. Selain identitas pasien hal yang perlu dikaji ialah identitas

penanggung jawab pasien. Identitas penanggung jawab setidaknya berisi

tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, dan hubungan

dengan pasien. Identitas penanggung jawab perlu untuk dikaji untuk

mendapatkan kemudahan baik terhadap perawat maupun pasien.

Dengan mengkaji identitas penanggung jawab maka perawat dapat

dengan mudah memberitahukan segala informasi yang berhubungan

dengan pasien, sementara manfaat bagi pasien ialah pasien dapat

mengetahui dengan pasti siapa yang bertanggung jawab terhadap dirinya

dan dapat bertanya segala sesuatu yang berhubungan dengan

perawatannya kepada si pasien.

2) Riwayat Kesehatan

a. Keluhan utama

Keluhan utama yang biasa dirasakan pasien ialah nyeri

pleuritik hebat, nyeri pada dada kiri luar dan nyeri tersebut terasa

seperti cekit-cekit pada lokasi tersebut dan nyeri tersebut dirasakan

bertambah bila pasien bergerak. Nyeri yang dirasakan pasien disini

bersifat kronis. Keluhan lain yang dirasakan pasien ialah dispnea

(apabila pneumothorax tersebut sudah luas). Waktu sesak dan nyeri

yang dirasakan ialah kadang-kadang atau sesaat. Pasien juga

mengeluh batuk, keluhan batuk yang dirasakan pasien disini ialah

masih terjadinya batuk kering. Klien juga merasa sesak. Keluhan

yang berhubungan dengan gangguan aktivitas klien ialah klien

mengeluh terjadinya gangguan kebutuhan istirahat dan tidur

dikarenakan penyakit yang diderita.

b. Riwayat penyakit sekarang

Adanya nyeri dada yang disertai sesak nafas mendadak dan

makin lama makin berat. Nyeri dada unilateral meningkat karena

pernapasan timbul gejala batuk, nyeri menjalar ke paru atau lengan

pada bagia yang sakit, oksprea dengan aktifitas ataupun istirahat

sampai pada kesulitan bernafas, takikardi, gelisah. sesak nafas yang

dirasakan semakin lama semakin berat. Sesak nafas dirasakan tiba-

tiba. Adanya sesak di daerah dada sebelah kiri.

c. Riwayat penyakit dahulu

Klien yang mempunyai riwayat TBC paru, Bronkitis kronis,

emfisema, Asma Bronkiale, kanker paru lebih beresiko terkena

pneumothorax. Kaji pula apakah klien memiliki penyakit lain yang

berhubungan dengan saluran pernafasan dan dapat mengakibatkan

pneumothorax. Kaji pula apakah pasien memiliki riwayat

pengobatan ataupun pembedahan yang berhubungan dengan

pneumothorax.

3) Riwayat Psikososial

a. Konsep Diri

Hal yang perlu dikaji ialah identitas pasien yang terdiri dari

status pasien dalam keluarga, apakah ia puas dan dapat menerima

status dan posisinya di dalam keluarga dan apakah pasien puas

terhadap jenis kelaminnya. Kaji apakah pasien senang terhadap

peran yang ia miliki di dalam keluarga dan masyarakat.

Kaji harapan pasien mengenai penyakit yang dideritanya,

apakah dia berharap cepat sembuh dan dapat kembali menjalani

peran dan fungsi yang ia miliki atau sebaliknya. Kaji sosial dan

interaksi pasien, apakh pasien mendapatkan dukungan dari keluarga

dan lingkungan sosialnya.

b. Spiritual

Kaji tentang pandangan pasien terhadap pemilik kehidupan ini

dan kepada siapa ia menggantungkan harapannya, serta kaji pula

kegiatan keagamaan apa yang bermakna, nerarti, dan diharapkan saat

ini.

4) Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan pasien disini meliputi inspeksi, palpasi, perkusi, dan

auskultasi. Pemeriksaan yang dilakukan berupa:

a. Pada Inspeksi: akan terlihat terjadinya pencembungan pada sisi

yang sakit (hiper ekspansi dinding dada)pada waktu respirasi,

bagian yang sakit gerakannya tertinggal, trakea dan jantung

terdorong ke sisi yang sehat , deviasi trakhea, ruang interkostal

melebar.

b. Pada Palpasi: Pada sisi yang sakit ruang antar iga dapat normal

atau melebar, iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat,

fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit.

Jika ada Tension pneumothorax maka akan teraba adanya

detensi dari vena jugularis di sekitar leher.

c. Perkusi: Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani

dan tidak menggetar, batas jantung terdorong ke arah toraks

yang sehat apabila tekanan intrapleura tinggi, pada tingkat yang

berat terdapat gangguan respirasi/sianosis dan gangguan

vaskuler/syok.

d. Auskultasi : Pada bagian yang sakit suara napas melemah

sampai menghilang, suara vokal melemah dan tidak menggetar

serta bronkofoni negative

Selain pemeriksaan diatas kita juga melakukan pemeriksaan

persistem yaitu sebagai berikut:

a. Sistem Pernafasan

Sesak napas

Nyeri

Batuk-batuk

Terdapat retraksi klavikula/dada

Pengambangan paru tidak simetris

Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain

Pada asukultasi suara nafas menurun, bising napas yang

berkurang/menghilang

Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas

Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat

Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat

b. Sistem Kardiovaskuler

Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk

Takikardi, lemah

Pucat, Hb turun /normal.

Hipotensi

c. Sistem Persarafan

Tidak ada kelainan

d. Sistem Perkemihan

Tidak ada kelainan

e. Sistem Pencernaan

Tidak ada kelainan

f. Sistem Muskuloskeletal dan Integumen

Kemampuan sendi terbatas

Ada luka bekas tusukan benda tajam

Terdapat kelemahan

Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub

kutan

g. Sistem Endokrin

Terjadi peningkatan metabolisme

Kelemahan

5) Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan terdiri dari:

a. Foto Rontgen

Gambaran radiologis yang tampak pada fotoröntgen kasus

pneumothorax antara lain:

Bagian pneumothorax akan tampak lusen, rata dan paru

yang kolaps akan tampak garis yang merupakan tepi paru.

Kadang-kadang paru yang kolaps tidak membentuk garis,

akan tetapi berbentuk lobuler sesuai dengan lobus paru.

Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti

massaradio opaque yang berada di daerah hilus. Keadaan

ini menunjukkan kolaps paru yang luas sekali. Besar kolaps

paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak napas

yang dikeluhkan.

Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat,

spatium intercostae melebar, diafragma mendatar dan

tertekan ke bawah. Apabila ada pendorongan jantung atau

trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah

terjadi pneumothorax ventil dengan tekanan intra pleura

yangtinggi.

b. Analisa Gas Darah

Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran

hipoksemi meskipun pada kebanyakan pasien sering tidak

diperlukan. Pada pasien dengan gagal napas yang berat secara

signifikan meningkatkan mortalitas sebesar 10%.

c. CT-Scan Toraks

CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara

emfisema bullosa dengan pneumothorax, batas antara udara

dengan cairan intra dan ekstrapulmoner dan untuk membedakan

antara pneumothorax spontan primer dan sekunder.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa yang dapat muncul pada pasien dengan pneumothorax adalah:

1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekspansi paru

yang tidak maksimal karena trauma

2. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi

sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan

3. Perubahan kenyamanan berhubungan dengan nyeri akut trauma

jaringan dan reflek spasme otot sekunder

4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan paparan, tidak

mengenal penyakit dengan sumber informasi

3. Intervensi

Intervensi keperawatan pada diagnosa keperawatan 1

“Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekspansi paru

yang tidak maksimal karena trauma”

Tujuan: Pola pernapasan efektif

Kriteria Hasil Intervensi Rasional

1. Memperlihatkan

frekuensi nafas

yang efektif

2. Mengalami

perbaikan

pertukaran gas

pada paru-paru

3. Adaptif mengatasi

faktor-faktor

penyebab

1. Berikan posisi yang

nyaman, biasanya dengan

peninggian kepala tempat

tidur. Balik ke sisi yang

sakit. Dorong klien untuk

duduk sebanyak mungkin.

1. Meningkatkan inspirasi

maksimal, meningkatkan

ekpansi paru dan ventilasi

pada sisi yang tidak sakit.

2. Observasi fungsi

pernapasan, catat

frekuensi pernapasan,

dispnea atau perubahan

tanda-tanda vital

2. Distress pernapasan dan

perubahan pada tanda vital

dapat terjadi sebgai akibat

stress fifiologi dan nyeri

atau dapat menunjukkan

terjadinya syock

sehubungan dengan

hipoksia

3. Jelaskan pada klien bahwa

tindakan tersebut

dilakukan untuk menjamin

keamanan

3. Pengetahuan apa yang

diharapkan dapat

mengurangi ansietas dan

mengembangkan kepatuhan

klien terhadap rencana

teraupetik

4. Jelaskan pada klien

tentang etiologi/faktor

pencetus adanya sesak

atau kolaps paru-paru

4. Pengetahuan apa yang

diharapkan dapat

mengembangkan kepatuhan

klien terhadap rencana

teraupetik

5. Pertahankan perilaku

tenang, bantu pasien untuk

kontrol diri dengan

menggunakan pernapasan

lebih lambat dan dalam

5. Membantu klien mengalami

efek fisiologi hipoksia,

yang dapat

dimanifestasikan sebagai

ketakutan/ansietas

6. Perhatikan alat bullow

drainase berfungsi baik,

cek setiap 1 - 2 jam

6. Untuk mengontrol keadaan

pasien

7. Kolaborasi dengan tim

kesehatan lainnya. Dengan

dokter, radiologi dan

fisioterapi dalam

pemberian antibiotika,

analgetika, fisioterapi

dada, konsul foto toraks

7. Kolaborasi dengan tim

kesehatan lain unutk

engevaluasi perbaikan

kondisi klien atas

pengembangan parunya

Intervensi keperawatan pada diagnosa keperawatan 2

“Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi

sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan”

Tujuan: Jalan nafas lancar/normal

Kriteria Hasil Intervensi Rasional

1. Klien

menunjukkan

batuk yang efektif

2. Tidak ada lagi

penumpukan sekret

di saluran

pernafasan

3. Klien nyaman

1. Jelaskan klien tentang

kegunaan batuk yang

efektif dan mengapa

terdapat penumpukan

sekret di saluran

pernapasan

1. Pengetahuan yang

diharapkan akan membantu

mengembangkan kepatuhan

klien terhadap rencana

teraupetik.

2. Ajarkan klien tentang

metode yang tepat

pengontrolan batuk

2. Batuk yang tidak terkontrol

adalah melelahkan dan

tidak efektif, menyebabkan

frustasi

3. Nafas dalam dan perlahan

saat duduk setegak

mungkin

3. Memungkinkan ekspansi

paru lebih luas

4. Lakukan pernapasan

diafragma

4. Pernapasan diafragma

menurunkan frekuensi nafas

dan meningkatkan ventilasi

alveolar

5. Tahan nafas selama 3 - 5

detik kemudian secara

perlahan-lahan, keluarkan

sebanyak mungkin

melalui mulut.

5. Meningkatkan volume

udara dalam paru

mempermudah pengeluaran

sekresi sekret.

6. Lakukan nafas ke dua,

tahan dan batukkan dari

dada dengan melakukan 2

batuk pendek dan kuat.

6. Pengkajian ini membantu

mengevaluasi keefektifan

upaya batuk klien.

7. Auskultasi paru sebelum

dan sesudah klien batuk.

7. Sekresi kental sulit untuk

diencerkan dan dapat

menyebabkan sumbatan

mukus, yang mengarah

pada atelektasis

27

8. Ajarkan klien tindakan

untuk menurunkan

viskositas sekresi :

mempertahankan hidrasi

yang adekuat;

meningkatkan masukan

cairan 1000 sampai 1500

cc/hari bila tidak

kontraindikasi.

8. Untuk menghindari

pengentalan dari sekret atau

mosa pada saluran nafas

bagian atas.

9. Dorong atau berikan

perawatan mulut yang

baik setelah batuk.

9. Hiegene mulut yang baik

meningkatkan rasa

kesejahteraan dan

mencegah bau mulut

10. Kolaborasi dengan tim

kesehatan lain. Dengan

dokter, radiologi dan

fisioterapi dalam

pemberian expectoran,

pemberian antibiotika,

fisioterapi dada, konsul

foto toraks

10. Expextorant untuk

memudahkan mengeluarkan

lendir dan menevaluasi

perbaikan kondisi klien atas

pengembangan parunya.

Intervensi keperawatan pada diagnosa keperawatan 3

“Perubahan kenyamanan berhubungan dengan nyeri akut trauma jaringan

dan reflek spasme otot sekunder”

Tujuan: Nyeri berkurang/hilang

Kriteria Hasil Intervensi Rasional

1. Nyeri berkurang/

dapat diadaptasi

Pasien tidak

gelisah

1. Jelaskan dan bantu klien

dengan tindakan pereda

nyeri nonfarmakologi dan

non invasif.

1. Pendekatan denganmenggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri.

28

2. Dapat

mengindentifikasi

aktivitas yang

meningkatkan/men

urunkan nyeri

3. Pasien tidak

gelisah

2. Ajarkan Relaksasi:

Tehnik-tehnik untuk

menurunkan ketegangan

otot rangka, yang dapat

menurunkan intensitas

nyeri dan juga tingkatkan

relaksasi masase.

2. Akan melancarkan

peredaran darah, sehingga

kebutuhan O2 oleh jaringan

akan terpenuhi, sehingga

akan mengurangi nyerinya.

3. Ajarkan metode distraksi

selama nyeri akut

3. Mengalihkan perhatian

nyerinya ke hal-hal yang

menyenangkan

4. Berikan kesempatan

waktu istirahat bila terasa

nyeri dan berikan posisi

yang nyaman; misal waktu

tidur, belakangnya

dipasang bantal kecil

4. Istirahat akan merelaksasi

semua jaringan sehingga

akan meningkatkan

kenyamanan

5. Tingkatkan pengetahuan

tentang: sebab-sebab

nyeri, dan

menghubungkan berapa

lama nyeri akan

berlangsung

5. Pengetahuan yang akan

dirasakan membantu

mengurangi nyerinya. Dan

dapat membantu

mengembangkan kepatuhan

klien terhadap rencana

teraupetik.

6. Kolaborasi denmgan

dokter, pemberian

analgetik

6. Analgetik memblok lintasan

nyeri, sehingga nyeri akan

berkurang.

7. Observasi tingkat nyeri,

dan respon motorik klien,

30 menit setelah

pemberian obat analgetik

untuk mengkaji

efektivitasnya.

Pengkajian yang optimal akan

memberikan perawat data

yang obyektif untuk

mencegah kemungkinan

komplikasi dan melakukan

intervensi yang tepat..

29

30

Intervensi keperawatan pada diagnosa keperawatan 4

“Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan paparan, tidak

mengenal penyakit dengan sumber informasi”

Tujuan: Setelah tindakan keperawatan dilakukan diharapkan pengetahuan

pasien bertambah

Kriteria Hasil Intervensi Rasional

1. Klien bisa

menjelaskan

pengertian

penyakit

2. Klien bisa

menjelaskan

penyebab

penyakit

3. Klien bisa

menjelaskan

tanda dan

gejala penyakit

4. Klien bisa

menjelaskan

perawatan

penyakit

5. Klien bisa

menjelaskan

pencegahan

penyakit

1. Kontrak waktu dengan

pasien

1. Menetapkan waktu

untuk pendidikan

kesehatan

2. Berikan pendidikan

kesehatan

2. Meningkatkan

pengetahuan pasien

3. Evaluasi pengetahuan

pasien

3. Mengetahui

keberhasilan

pendidikan kesehatan

4. Anjurkan kepada klien

untuk melakukan apa

yang telah

disampaikan dalam

pendidikan kesehatan

4. Mengingatkan kembali

pada pasien

4. Implementasi

Implementasi yang dilakukan sesuai intervensi

5. Evaluasi

Evaluasi yang dilakukan sesuai tujuan dan kriteria hasil. Termasuk di

dalamnya evaluasi proses.

31

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Paru-paru adalah organ yang penting bagi manusia karena digunakan

untuk bernafas. Paru-paru tersusun dari beberapa bagian diantaranya pleura,

mediastenum, lobus, bronkus, bronkiolus, dan alveoli. Pada paru-paru juga

terdapat gangguan yang dapat menyebabkan gangguan fungsi paru, salah

satunya pneumothorax.

Pneumothorax adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam cavum

atau rongga pleura. Dengan adanya udara dalam rongga pleura tersebut, maka

akan menimbulkan penekanan terhadap paru-paru sehingga paru-paru tidak

dapat mengembang dengan maksimal sebagaimana biasanya ketika bernapas

Pneumothorax disebabkan karena robekan pleura atau terbukanya

dinding dada. Pneumothorax menyebabkan paru kollaps, baik sebagian

maupun keseluruhan. Faktor predisposisi pada pneumothorax antara lain jenis

kelamin, merokok, umur, genetika, penyakit paru-paru, ventilasi mekanis,

riwayat pneumothorax, keadaan dan aktivitas tertentu. Pneumothorax dibagi

ke dalam beberapa jenis yaitu berdasarkan penyebabnya (pneumothorax

spontan, pneumothorax traumatik, pneumothorax karena tekanan),

berdasarkan jenis fistulanya (pneumothorax tertutup, pneumothorax terbuka,

pneumothorax ventil), berdasarkan luasnya paru yang mengalami kolaps

(pneumothorax parsialis dan pneumothorax totalis).

3.2 Saran

Pneumothorax merupakan salah satu penyakit pernafasan yang berbahaya.

Untuk itu hal yang perlu dilakukan agar menghindari penyakit ini ialah

dengan memiliki pengetahuan yang baik mengenai pneumothorax kemudian

mengaplikasikan segala pengetahuan yang dimiliki di kehidupan nyata. Selain

itu kita juga harus menjaga pola hidup kita agar segala sesuatu yang buruk

pada saluran pernafasan kita seperti pneumothorax dapat dicegah.

32

DAFTAR PUSTAKA

Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.

Ed.6. Jakarta : EGC, 2005

Carpenito, Lynda Juall. Diagnosa Keperawatan : Aplikasi Pada Praktik Klinis.

Ed.6 Jakarta : EGC, 1998

Smeltzer, Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Ed.8. Jakarta :

EGC, 2001

Doenges,Marilyn E. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan

dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Ed.3. Jakarta : EGC, 1999

Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed.2. Jakarta : EGC,2004

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed.3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 200

American College of Chest Physicians. Management of spontaneous

pneumothorax: An

American College of Chest Physicians Delphi Consensus Ststement. Chest 2001 ;

119: 590-602

ii33

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................

i DAFTAR ISI..........................................................................................................

ii BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2 Tujuan....................................................................................................... 1

1.3 Manfaat ..................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pneumothorax......................................................................... 3

2.2 Etiologi Pneumothorax ............................................................................. 4

2.3 WOC Pneumothorax ................................................................................ 7

2.4 Klasifikasi Pneumothorax ...................................................................... 10

2.5 Manifestasi Klinis Pneumothorax .......................................................... 14

2.6 Penatalaksanaan Pneumothorax ............................................................. 15

2.7 Pencegahan Pneumothorax..................................................................... 18

2.8 Pengobatan Pneumothorax ..................................................................... 19

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PNEUMOTHORAX

3.1 Pengkajian .............................................................................................. 20

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan............................................................................................. 31

3.2 Saran ....................................................................................................... 31

DAFTAR PUSTAKA