181691420 wrap up sk1 ginjal docx

41
WRAP UP SKENARIO 1 URIN SEPERTI AIR CUCIAN DAGING BLOK GINJAL DAN SISTEM SALURAN KEMIH Kelompok A-12 Ketua : M. Agsar Andriawan (1102011150) Sekretaris : Fatima Zahra (1102011101) Anggota : Ajeng Astrini Nur Kannia (1102010012) Amanda Azizha Hakim (1102010016) Ahmad Junaidi (1102011014) Arief Rahman (1102011044) Cattleya Ananda Vilda (1102011063) Erina Imronikha (1102011069) Laila Mayangsari (1102011139) Lindah Syafastuti (1102011141)

Upload: reni-permana

Post on 25-Nov-2015

39 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

WRAP UPSKENARIO 1URIN SEPERTI AIR CUCIAN DAGINGBLOK GINJAL DAN SISTEM SALURAN KEMIH

Kelompok A-12Ketua: M. Agsar Andriawan(1102011150)Sekretaris: Fatima Zahra(1102011101)Anggota: Ajeng Astrini Nur Kannia(1102010012) Amanda Azizha Hakim(1102010016) Ahmad Junaidi(1102011014) Arief Rahman(1102011044) Cattleya Ananda Vilda(1102011063) Erina Imronikha (1102011069) Laila Mayangsari(1102011139) Lindah Syafastuti(1102011141)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI2012 2013Urin Seperti Air Cucian DagingSeorang anak laki-laki, usia 8 tahun dibawa ibunya ke dokter karena air kencingnya berwarna kemerahan. Riwayat trauma sebelumnya disangkal. Penderita mengalami radang tenggorok 2 minggu yang lalu, sudah berobat ke dokter dan dinyatakan sembuh.Pada pemeriksaan didapatkan bengkak pada kelopak mata dan didapatkan tekanan darah 130/90 mmHg. Pemeriksaan urinalisis didapatkan proteinuria dan hematuria.

Sasaran BelajarL.I 1 Mempelajari Anatomi GinjalL.O 1.1 Memahami dan menjelaskan anatomi makroskopis ginjalL.O 1.2 Memahami dan menjelaskan anatomi mikroskopis ginjal

L.I 2 Mempelajari Faal GinjalL.O 2.1 Memahami dan menjelaskan pembentukan urinL.O 2.2 Memahami dan menjelaskan aspek biokimiaL.O 2.3 Memahami dan menjelaskan keseimbangan cairan

L.I 3 Mempelajari GlomerulonefritisL.O 3.1 Memahami dan menjelaskan definisi glomerulonefritisL.O 3.2 Memahami dan menjelaskan etiologi dan klasifikasi glomerulonefritisL.O 3.3 Memahami dan menjelaskan patofisiologi dan patogenesis glomerulonefritisL.O 3.4 Memahami dan menjelaskan manifestasi klinis glomerulonefritisL.O 3.5 Memahami dan menjelaskan diagnosis dan diagnosis banding glomerulonefritisL.O 3.6 Memahami dan menjelaskan tatalaksana glomerulonefritisL.O 3.7 Memahami dan menjelaskan komplikasi glomerulonefritisL.O 3.8 Memahami dan menjelaskan pencegahan glomerulonefritisL.O 3.9 Memahami dan menjelaskan proglomerulonefritisosis glomerulonephritis

L.I 1 Mempelajari Anatomi GinjalL.O 1.1 Memahami dan menjelaskan anatomi makroskopis ginjal

Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang tanah, terdapat sepasang dan posisinya retroperitoneal. Ginjal terletak di bagian belakang abdomen atas pada dua costa terakhir yaitu costa 11 dan 12. Ukuran normal ginjal : 12x6x2 cm dengan berat 130 gram. Posisi ginjal kanan lebih rendah daripada ginjal kiri karena ada hati yang mendesak ginjal kanan. Ginjal kanan terletak pada tepi atas vertebra thoracal 12 sampai tepi atas vertebra lumbal 4, sedangkan ginjal kiri terletak pada pertengahan vertebra thoracal 11 sampai pertengahan vertebra lumbal 3. Perbedaan panjang kedua ginjal adalah 1,5cm.Bagian-bagian ginjal antara lain: ektremitas superior/polus cranial, extremitas inferior/polus caudalis, margo medialis (menuju ke belakang )dan margo lateralis (menuju kedepan). Pada margo medialis terdapat hilum renalis yang merupakan tempat keluar-masuknya ureter, arteri&vena renalis, nervus dan vasa limphatica. Pada bagian atas ginjal terdapat topi yang disebut grandula suprarenal. Ginjal kanan berbentuk pyramid dan kiri berbentuk bulan sabit.Ginjal dilapisi oleh capsula fibrosa yang berikatan longgar dengan jaringan dibawahnya yaitu fascies renalis. Fascies renalis terbagi dua yaitu: lamina anterior didepan dan lamina posterior dibelakang. Bagian kanan dan kiri menyatu dengan fascies transversus abdominalis membentuk rongga yang dilapisi lemak disebut corpus adiposum. Lemak-lemak itu sendiri dibungkus oleh capsula adipose.Vaskularisasi Ginjal

Ciri khas vascularisasi ginjal : Dalam vas afferens, mempunyai myoepitel (pada capsula bawmani) yang berfungsi sebagai otot kontraksi. Terdapat arterio venosa anastomosis Ada end artery yaitu pembuluh nadi yang buntu yang tidak mempunyai sambungan dengan kapiler.

Persyarafan Ginjal N. Subcostalis XII N. Illiohypogastricus N. Illioinguinalis.

L.O 1.2 Memahami dan menjelaskan anatomi mikroskopis ginjal GlomerulusGlomerulus adalah massa kapiler yang berbelit-belit terdapat sepanjang perjalanan arteriol, dengan sebuah arteriol aferen memasuki glomerulus dan sebuah arteriol eferen meninggalkan glomerulus. Epitel parietal, yaitu podosit, mengelilingi sekelompok kecil kapiler dan di antara ansa kapiler dekat arteriol aferen dan eferen terdapat tangkai dengan daerah bersisian dengan lamina basal kapiler yang tidak dilapisi endotel. Dalam daerah seperti itu terletak sel mesengial. Sel mesangial ini dapat berkerut jika dirangsang oleh angiotensin, dengan akibat berkurangnya aliran darah dalam kapiler glomerulus. Selain itu, sel mesangial dianggap bersifat fagositik dan akan bermitosis untuk proliferasi pada beberapa penyakit ginjal. Berdekatan dengan glomerulus, sel-sel otot polos dalam tunika media arteriol aferen bersifat epiteloid. Intinya bulat dan sitoplasmanya mengandung granula. Sel-sel ini adalah sel Juksta-glomerular (JG). Sel jukstaglomerular berespons terhadap peregangan di dinding arteriol afferen, suatu baroreseptor. Pada penurunan tekanan darah, sel jukstaglomerular melepaskan enzim renin. Makula densa, suatu bagian khusus tubulus kontortus distal yang terdapat di antara arteriol aferen dan eferen. Makula densa tidak mempunyai lamina basal. Makula densa berespons pada perubahan NaCl di filtrat glomerular. Gambar 1-6. Glomerulus: arteri aferen (AA), sel Juxtaglomerulus (JC), makula densa (MD), tanda panah menunjukkan granula yang mungkin merupakan renin yang dihasilkan oleh JC. Tanda bintang merupakan nulcei dari sel-sel endotelial arteriole aferen glomerulus

Apparatus Juksta Glomerularis Apparatus juksta glomerularis berfungsi mengatur sekresi renin dan terletak di polus vascularis. Apparatus juksta glomerularis terdiri dari:Macula DensaSel dinding tubulus distal yang berada dekat dengan glomerulus berubah menjadi lebih tinggi dan tersusun lebih rapat. Fungsi: atur kecepatan filtrasi glomerulus

Sel Juksta GlomerularisMerupakan perubahan sel otot polos tunika media dinding arteriol afferen menjadi sel sekretorik besar bergranula. Granula sel ini berisikan rennin

Sel Polkissen/Lacis/Mesangial Extra Glomerularisa) Terdapat diantara makula densa, vas afferen dan vas efferentb) Bentuk gepeng, panjang, banyak prosesus sitoplasma halus dengan jalinan mesangial.c) Berasal dari mesenchyme, mempunyai kemampuan fagositosis

Kapsul BowmanKapsul Bowman, pelebaran nefron yang dibatasi epitel, diinvaginasi oleh jumbai kapiler glomerulus sampai mendapatkan bentuk seperti cangkir yang berdinding ganda. Terdapat rongga berupa celah yang sempit, rongga kapsula, di antara lapisan luar atau parietal (epitel selapis gepeng) dan lapisan dalam atau viseral (sel besar yaitu podosit) yang melekat erat pada jumbai kapiler. Podosit memiliki pedicle /foot processes. Di anatara pedikit terdapat flitration slit membrane. Sel endotelial kapiler memiliki fenstra pada sitoplasma. Berguna untuk hasil fenestrasi. Tubulus Proksimal

Tubulus proksimal di korteks ginjal mempunyai bagian berkelok-kelok (pars contortus) dan bagian yang lurus (pars rectus), sedangakan di medulla menjadi ansa henle segmen tebal pars descendens. Tubulus proksimal berfungsi untuk reabsorbsi. Semua glukosa, protein, dan asam amino, hampir semua karbohidrat dan 75-85% air di reabsorbsi disini. Dinding tubulus proksimal disusun oleh epitel selapis kuboid, sitoplasma bersifat asidofili, batas antar sel tidak jelas,terdapat mikrofili yang membentuk gambaran brush border.

Tubulus DistalTubulus proksimal di korteks ginjal mempunyai bagian berkelok-kelok (pars contortus) dan bagian yang lurus (pars rectus), sedangakan di medulla menjadi ansa henle segmen tebal pars ascendens. Tubulus kontortus distal lebih pendek dibandingkan dengan tubulus kontortus proksimal. Dinding tubulus dilapisi epitel selapis kuboid, sitoplasma bersifat basofilik, inti gelap, dan tidak ada brush border. Tubulus kontortus distal mengabsorpsi NaCl dengan air, meningkatkan volume dan tekanan darah.

Ansa HenleSegmen tipis. Peralihan dari pars descendens yang tebal (tubulus proximal pars rekta) ke segmen tipis biasanya mendadak, berselang beberapa sel dengan perubahan epitel kuboid dan torak rendah ke gepeng. Diameter luar segmen tipis hanya 12-15 m, dengan diameter lumen relatif besar, sedangkan tinggi epitel hanya 1-2 m.Segmen tebal. Pars descendens segmen tebal dindingnya mirip tubulus kontortus proksimal tetapi lebih kecil. Sedangkan, pars ascendens segmen tebal mirip dengan tubulus kontortus distal.

Duktus KoligenDuktus koligen atau duktus eksretorius bukan merupakan bagian dari nefron. Setiap tubulus kontortus distal berhubungan dengan duktus koligens melalui sebuah cabang sampai duktus koligen yang pendek yang terdapat dalam berkas medular; terdapat beberapa cabang seperti itu. Duktus koligen berjalan dalam berkas medula menuju medula. Di bagian medula yang lebih ke tengah, beberapa duktus koligens bersatu untuk membentuk duktus yang besar yang bermuara ke apeks papila. Saluran ini disebut duktus papilaris (Bellini) dengan diameter 100-200 m atau lebih. Muara ke permukaan papila sangat besar, sangat banyak dan sangat rapat, sehingga papila tampak seperti sebuah tapisan (area cribrosa).Sel-sel yang yang melapisi saluran ekskretorius ini bervariasi ukurannya, mulai dari kuboid rendah di bagian proximal sampai silindris tinggi di duktus papilaris utama. Batas sel teratur dengan sedikit interdigitasi dan umumnya sel tampak pucat dengan beberapa organel. Duktus koligen menyalurkan kemih dari nefron ke pelvis ureter dengan sedikit absorpsi air yang dipengaruhi oleh hormon anti-diuretik (ADH).

L.I 2 Mempelajari Faal GinjalL.O 2.1 Memahami dan menjelaskan pembentukan urinA. Filtrasi GlomerulusFiltrasi glomelural adalah perpindahan cairan dan zat terlarut dari kapiler glomerular, dan dalam tekanan tertentu kedalam kapsul bowman. Filtrasi ini dibantu oleh beberapa faktor : Membran kapiler glomerular lebih permeable dibanding kapiler lain dalam tubuh sehingga filtrasi berjalan dengan sangat cepat. Tekanan darah dalam kapiler glomerular lebih tinggi dibandingkan tekanan darah dalam kapiler lain karena diameter arteriol aferen lebih besar dari diameter arteriol eferen.

Faktor yang mempengaruhi filtrasi glomelural, yaitu :LFG = Kf x (PKG + KpB) (PKpB + KG)

Kf = koefisien filtrasi = permeabilitas x luas permukaan filtrasiPKG = tekanan hidrostatik kapiler glomerulusPKpB = tekanan hidrostatik kapsula BowmanKpB = tekanan onkotik di kapsula Bowman = 0 KG = tekanan onkotik kapiler glomerulus Keadaan normal Kf jarang berubah berubah dalam keadaan patologis. Dapat berubah karena kontraksi atau relaksasi sel mesangial yang terdapat antara ansa-ansa kapiler glomerulus. Kontraksi mengurangi permukaan kapiler dan dilatasi menambah luas permukaan glomerulus Radang glomerulus dapat merusak glomerulus tidak berfungsi mengurangi luas permukaan filtrasi.(PKG - PKpB - KG) = tekanan filtrasi bersih

Laju Filtrasi GlomerulusLaju filtrasi glomerular adalah jumlah filtrat yang terbentuk permenit pada semua nefron dari kedua ginjal. Pada laki-laki, laju filtrasi ini sekitar 125 ml/menit atau 180 liter dalam 24 jam. Pada perempuan sekitar 110 ml/menit. Faktor yang mempengaruhi GFR (Glomerular Filtration Rate), yaitu :1) Tekanan filtrasi efektifGFR berbanding lurus dengan EFP dan perubahan tekanan yang terjadi akan mempengaruhi GFR. Derajat konstriksi arteriol aferen dan eferen menentukan aliran darah ginjal, dan juga tekanan hidrostatik glomerular. Konstriksi arteriol aferen menurunkan aliran darah dan mengurangi laju filtrasi glomerulus. Konstriksi arteriol eferen menyebabkan terjadinya tekanan darah tambahan dalam glomerulus dan meningkatkan GFR.

2) Autoregulasi Ginjal Mekanisme autoregulasi intrinsic ginjal mencegah perubahan aliran darah ginjal dan GFR akibat variasi fisiologis rerata tekanan darah arteri. Autoregulasi seperti ini berlangsung pada rentang tekanan darah yang lebar (anatara 80 mmHg dan 180 mmHg). Jika rerata tekanan arteri darah meningkat,arteriol aferen berkonstriksi untuk menurunkan aliran darah ginjal dan mengurangi GFR. Jika rerata tekanan dara arteri menurun, terjadi vasidilatasi arteriol aferen untuk meningkatkan GFR. Dengan demikian perubahan pada GFR dapat dicegah. Autoregulasi melibatkan mekanisme umpan balik dari reseptor-reseptor peregang dalam dinding arteriol dan dari apparatus jukstaglomerular. Peningkatan tekanan arteri dapat sedikit meningkatkan GFR.

3) Stimulasi SimpatisSuatu peningkatan implus simpatis, seperti yang terjadi pada saat stress, akan menyebabkan konstriksi arteriol aferen. Menurunkan aliran darah kedalam glomerulus, dan menyebabkan penurunan GFR.4) Obstruksi Aliran UrinariaOleh batu ginjal dan batu dalam ureter akan meningkatkan tekanan hidrostatik dalam kapsul bowman dan menurunkan GFR.5) Kelaparan, Diet rendah protein, atau Penyakit lainAkan menurunkan tekanan osmotic koloid darah sehingga meningkatkan GFR.6) Berbagai penyakit ginjalDapat meningkatkan permeabilitas kapiler glomerular dan meningkatkan GFR.Komposisi Filtrat Glomerular, yaitu ;a) Filtrate dalam kapsul bowman identik dengan filtrat plasma dalam hal air dan zat terlarut dengan berat molekul rendah, seperti glukosa, klorida, natrium, kalium, fosfat, asamurat, urea, dan kreatinin.b) Sejumlah kecil albumin plasma dapat terfiltrasi, tetapi sebagian besar diabsorbsi kembali dan secara normal tidak tampak pada urine.c) Sel darah dan urine tidak difiltrasi. Penampakannya dalam urine menendakan suatu abnormalitas. Penampakan sel darah putih biasanya menendakan adanya infeksi bakteri pada traktus urinaria bagian bawah.B. Reabsorbsi TubulusSebagian besar filtrate (99%) secara selektif direabsorbsi dalam tubulus ginjal menalui difus paif gradient kimia atau listrik.Reabsorbsi Ion Natrium Ion-ion natrium ditranspor secara pasif melalui difus terfasilitasi (dengan carier) dari lumen tubulus kontortus proksimal kedalam sel-sel epitel tubulus yang konsentrasi ion natriumnya lebih rendah. Ion-ion Natrium yang ditranspor secara aktif dengan pompa natrium-kalium, akan keluar dari sel-sel epitel untuk masuk ke cairan interstitial didekat kapiler peritubular.Reabsobsi Ion Klor dan Ion Negatif Lain Karena ion natrium positif bergerak secara pasif dari cairan tubulus ke sel dan secara aktif dari sel ke cairan interstitial peritubular, akan terbentuk kesetimbangan listrik yang justru membantu pergerakan pasif ion-ion negative. Dengan demikian, ion klor dan bikarbonat negative secara pasif berdisfusi kedalam sel-sel epitel dari lumen dan mengikuti pergerakan natrium yang keluar menuju cairan peritubular dan kapiler peritubular

Reabsorbsi Glukosa, Fruktosa, dan Asam Amino Carrier glukosa dan asam amino sama dengan carrier ion natrium dan digerakan melalui kontranspor. Maksimum transport. Carrier pada membrane sel tubulus memiliki kapasitas reabsorsi maksimum untuk glokosa, berbagai jenis asam amino, dan beberapa zat terreabsorbsi lainnya. Jumlah ini dinyatakan dalam maksimum transpor (transport maximum(Tm)). Maksimum transport untuk glukosa adalah jumlah maksimum yang ditranspor permenit, yaitu sekitar 200 mg glukosa/ 100 ml plasma. Jika kadar glukosa melebihi kadar tm nya, beearti melewati ambang plasma ginjal sehingga glukosa muncul di urin (glikosuria).Reabsorbsi AirAir bergerak bersama ion natrium melalui osmosis. Ion natrium berpindah dari area berkonsentrasi air tinggi didalam lumen tubulus kontortus proksimal ke area berkonsentrasi air rendah dalam cairan interstitial dan kapiler peritubular.Reabsorbsi UreaSeluruh urea yang terbentuk setiap hari difiltrasi oleh glomerulus. Sekitar 50% urea secara pasif direabsorbsi akibat gradient difusi yang terbentuk saat air direabsorbsi. Dengan demikian 50% urea yang difiltrasi akan diekskresi dalam urine.Reabsorbsi Ion AnorganikSeperti kalium, kalsium, fosfat, dan sulfat, serta sejumlah ion organic adalah melalui transport aktif.

C. Mekanisme Sekresi TubularAdalah proses aktif yang menindahkan zat keluar dari darah dalam kapiler peritubular melewati sel-sel tubular menuju cairan tubular untuk dikeluarkan dalam urin. Zat-zat seperti ion hydrogen, kalium, dan ammonium, produk akhir metabolic kreatinin dan asam hipurat serta obat-obatan tertentu (penisilin) secara aktif disekresi kedalam tubulus. Ion hydrogen dan ammonium diganti dengan ion natrium dalam tubulus kontortus distal dan tubulus pengumpul. Sekresi tubular yang selektif terhadap ion hydrogen dan ammonium membantu dalam pengaturan pH plasma dan kesimbangan asam basa cairan tubuh. Sekresi tubular merupakan suatu mekanisme yang penting untuk mengeluarkan zat-zat kimia asing yang tidak diinginkan.Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Urine adalah :Hormon ADHHormon ini memiliki peran dalam meningkatkan reabsorpsi air sehingga dapat mengendalikan keseimbangan air dalam tubuh. Hormon ini dibentuk oleh hipotalamus yang ada di hipofisis posterior yang mensekresi ADH dengan meningkatkan osmolaritas dan menurunkan cairan ekstrasel AldosteronHormon ini berfungsi pada absorbsi natrium yang disekresi oleh kelenjar adrenal di tubulus ginjal. Proses pengeluaran aldosteron ini diatur oleh adanya perubahan konsentrasi kalium, natrium, dan sistem angiotensin renninProstaglandinProstagladin merupakan asam lemak yang ada pada jaringan yang berlungsi merespons radang, pengendalian tekanan darah, kontraksi uterus, dan pengaturan pergerakan gastrointestinal. Pada ginjal, asam lemak ini berperan dalam mengatur sirkulasi ginjalGukokortikoidHormon ini berfungsi mengatur peningkatan reabsorpsi natrium dan air yang menyebabkan volume darah meningkat sehingga terjadi retensi natriumReninSelain itu ginjal menghasilkan Renin; yang dihasilkan oleh sel-sel apparatus jukstaglomerularis pada :1. Konstriksi arteria renalis ( iskhemia ginjal )2. Terdapat perdarahan ( iskhemia ginjal )3. Uncapsulated ren (ginjal dibungkus dengan karet atau sutra )4. Innervasi ginjal dihilangkan5. Transplantasi ginjal ( iskhemia ginjal )Sel aparatus juxtaglomerularis merupakan regangan yang apabila regangannya turun akan mengeluarkan renin. Renin mengakibatkan hipertensi ginjal, sebab renin mengakibatkan aktifnya angiotensinogen menjadi angiotensin I, yg oleh enzim lain diubah menjadi angiotensin II; dan ini efeknya menaikkan tekanan darah. Zat - zat diuretikBanyak terdapat pada kopi, teh, alkohol. Akibatnya jika banyak mengkonsumsi zat diuretik ini maka akan menghambat proses reabsorpsi, sehingga volume urin bertambah.Suhu internal atau eksternalJika suhu naik di atas normal, maka kecepatan respirasi meningkat dan mengurangi volume urin.Konsentrasi DarahJika kita tidak minum air seharian, maka konsentrasi air dalam darah rendah.Reabsorpsi air di ginjal mengingkat, volume urin menurun.

L.O 2.2 Memahami dan menjelaskan aspek biokimiaFungsi ginjal merupakan merupakan organ tubuh yang memiliki arti penting dalam tubuh:1. Berlangsungnya proses filtrasi darah didalam glomerulusDimana semua darah ikut tersaring kecuali benda-benda darah dan protein yang dalam keadaan normal tidak ada dalam urine.2. Mereabsorbsi komponen darah yang masih diperlukan tubuh ditubulus ginjalDan dikembalikan kedalam arah untuk didistribusikan kembali ke jaringan-jaringan yang masih memerlukan.3. Mengeluarkan zat-zat tertentuYang mungkin dapat membahayakan.

Sifat Fisik Urine VolumeFaktor-faktor yang mempengaruhi volume urine ; suhu, jenis makanan dan minuman dan kondisi mental.

Berat Jenis. Berat jenis urine bervariasi, terutama dipengaruhi oleh kepekatan urine seseorang. Normalnya, berat jenis dewasa berkisar anatara 1.03 1.030.

PH. Normal PH urine seseorang berkisar antara 4,7 8,0 (rata-rata 6). Salah satu factor yang mempengaruhi adalah intake protein yang tinggi menyebabkan peningkatan keasaman urine.

Warna. Normalnya, urine seseorang berwarna kuning amabar dan transparan, warna tersebut karena adanya urokhrom dalam urine.

Bau. Urine segar biasanya beraroma, dan bau ini biasanya sangat tergantung pada jenis makanan seseorang.

Komponen Urine Normal Urea, menempati 50% zat padat total urine Nacl menempati 25% zat padat total urine Sulfat berasal terutama dari komponen asam amino yang mengandung belerang dari protein yaitu sistein dan metionin.

Komponen Urine Abnormal ProteinDalam keadaan normal, urine mengandung tidak lebih dari 30-200mg protein , sehingga bila dilakukan test kwalitatif terhadap protein memberikan hasil yang negatif GlukosaDalam keadaan normal, tidak lebih dari 1 gram glukosa diekskresi kedalam urine selama 24 jam, tetapi bila diekskresi lebih banyak sehingga test benedict kwalitatif hasinya positif. Benda ketonUrin normal mengandung benda keton dalam jumlah kecil. Bila jumlah meningkat dalam urine sehingga tea rothera hasilnya positif, keadaan normal ini dinamakan ketonuria. BilirubinMerupakan produk katabolisme heme, jumlahnya tidak terlalu besar didalam urine normal, tetapi bila perombakan sel darah merah meningkat didalam tubuh menyebabkan bilirubin dalam urine meningkat bilirubinuria. DarahSel darah merah dan sel darah putih sangat terbatas sekali dijumpai dalam urine normal. Bila jumlah darah dalam urine cukup banyak, disebut hematuria.

L.O 2.3 Memahami dan menjelaskan keseimbangan cairanKeseimbangan cairan tubuh dipertahankan melalui pengaturan volume CES & osmolaritas CES Volume CES mempertahankan tek. darah Mempertahankan keseimbangan garam pengaturan jangka panjang volume CES Osmolaritas CES diatur ketat mencegah kembung / mengkerutnya sel-sel tubuh Mempertahankan keseimbangan air penting untuk pengaturan osmolaritas CES Kontrol volume CES penting dalam pengaturan tekanan darah jangka panjang, 2 usaha kompensasi untuk sementara tek. darah vol. CES kembali normal Refleks baroreseptor melalui sistem saraf otonom merubah cardiac output dan tahanan perifer Pemindahan sementara cairan secara otomatis antara plasma & cairan interstisiil Membantu sementara mengembalikan tek. darah ke normal kemampuan terbatas

L.I 3 Mempelajari Glomerulonefritis AkutL.O 3.1 Memahami dan menjelaskan definisi glomerulonefritis akutGlomerulonefritis merupakan penyakit ginjal dengan suatu inflamasi dan proliferasi sel glomerulus. Peradangan tersebut terutama disebabkan mekanisme imunologis yang menimbulkan kelainan patologis glomerulus dengan mekanisme yang masih belum jelas. Pada anak kebanyakan kasus glomerulonefritis akut adalah pasca infeksi, paling sering infeksi streptokokus beta hemolitikus grup A. Glomerulonefritis akut pasca infeksi streptokokus dapat terjadi secara epidemik atau sporadik, paling sering pada anak usia sekolah yang lebih muda, antara 5-8 tahun. Perbandingan anak laki-laki dan anakperempuan 2 : 1.

L.O 3.2 Memahami dan menjelaskan etiologi dan klasifikasi glomerulonefritis akutTimbulnya didahului infeksi ekstrarenal, terutama di traktus respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman streptococcus beta haemolyticus golongan A tipe 12, 4, 16, 25 dan 49. Antara infeksi bakteri dan timbulnya GN terdapat masa laten selama 10 hari. GN juga dapat disebabkan oleh sifilis, keracunan (timah hitam, tridion), amiloidosis, trombosis vena renalis, penyakit kolagen, purpura anafilaktoid, dan lupus eritematosis.

Hubungan antara GN dan infeksi streptococcus ini ditemukan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan bahwa :1. Timbulnya GN setelah terjadinya infeksi skarlatina.2. Diisolasinya kuman streptococcus beta hemolyticus golongan A.3. Meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum pasien.Pada anak GNAPS paling sering disebabkan oleh Streptococcus beta hemolyticus group A tipe nefritogenik. Tipe antigen protein M berkaitan erat dengan tipe nefritogenik. Serotipe streptokokus beta hemolitik yang paling sering dihubungkan dengan glomerulonefritis akut (GNA) yang didahului faringitis adalah tipe 12, tetapi kadang-kadang juga tipe 1,4 ,6 dan 25. Tipe 49 paling sering dijumpai pada glomerulonefritis yang didahului infeksi kulit / pioderma. Protein streptokokus galur nefritogenik yang merupakan antigen antara lain endostreptosin, antigen presorbing (PA-Ag), nephritic strain-associated protein (NSAP) yang dikenal sebagai streptokinase dan nephritic plasmin binding protein (NPBP).Klasifikasi 1. DifusMengenai semua glomerulus, bentuk yang paling sering ditemui timbul akibat gagal ginjal kronik. Bentuk klinisnya ada 3 : Akut : Jenis gangguan yang klasik dan jinak, yang selalu diawali oleh infeksi stroptococcus dan disertai endapan kompleks imun pada membrana basalis glomerulus dan perubahan proliferasif seluler. Sub akut : Bentuk glomerulonefritis yang progresif cepat, ditandai dengan perubahan-perubahan proliferatif seluler nyata yang merusak glomerulus sehingga dapat mengakibatkan kematian akibat uremia. Kronik : Glomerulonefritis progresif lambat yang berjalan menuju perubahan sklerotik dan abliteratif pada glomerulus, ginjal mengisut dan kecil, kematian akibat uremia.2. FokalHanya sebagian glomerulus yang abnormal.3. LokalHanya sebagian rumbai glomerulus yang abnomral misalnya satu sampai kapiler.

A. Congenital (herediter) Sindrom Alport Suatu penyakit herediter yang ditandai oleh adanya glomerulonefritis progresif familial yang sering disertai tuli syaraf dan kelainan mata seperti lentikonus anterior.Diperkirakan sindrom Alport merupakan penyebab dari 3% anak dengan gagal ginjal kronik dan 2,3% dari semua pasien yang mendapatkan cangkok ginjal.Dalam suatu penelitian terhadap anak dengan hematuria yang dilakukan pemeriksaan biopsy ginjal, 11% diantaranya menderita sindrom Alport.Gejala klinis yang utama adalah hematuria, umumnya berupa hematuria mikroskopik dengan eksaserbasi hematuria nyata timbul pada saat menderita infeksi saluran napas atas. Hilangnya pendengaran secara bilateral dari sensorineural, dan biasanya tidak terdeteksi pada saat lahir, umumnya baru tampak pada awal umur 10 tahunan. Sindrom Nefrotik Kongenital Sindrom nefrotik yang telah terlihat sejak atau bahkan sebelum lahir. Gejala proteinuria masif, sembab, hipoalbuminemia kadang kala baru terdeteksi beberapa minggu sampai beberapa bulan kemudian

B. Glomerulonefritis Primer Glomerulonefritis membranoproliferatifSuatu glomerulonfritis kronik yang tidak diketahui etiologinya dengan gejala yang tidak spesifik, bervariasi dari hematuria asimptomatik sampai glomerulonefritis progresif. 20-30% pasien menunjukan hematuria mikroskopik dan proteinuria, 30% berikutnya menunjukan gejala glomerulonefritis akut dengan hematuria nyata, sedangkan sisanya 40-45% menunjukan gejala-gejala sindrom nefrotik.Tidak jarang ditemukan 25-45% mempunyai riwayat infeksi saluran pernapasan bagian atas sehingga penyakit tersebut dikira glomeruloneritis akut pasca streptococcus atau nefropati IgA. Pada pemeriksaan mikroskopis tampak poliferasi sel mesengial dan infiltrasi sel leukosit.

Glomerulonefritis membranosa Sering terjadi pada keadaan tertentu atau setelah pengobatan seperti preparat emas, penisilinamin, obat anti inflamasi non steroid. Glomerulopati membranosa paling sering dijumpai pada hepatitis B dan lupus eritematosus sistemik. Glomerulopati membranosa jarang dijumpai pada anak, didapat insiden 2-6% pada anak sengan sindrom nefrotik.Umur rata-rata pasien pada berbagai penelitian berkisar antara 10-12 tahun, meskipun pernah dilaporkan awitan pada anak dengan umur kurang dari 1 tahun. Proteinuria didapatkan pada semua pasien. Pada pemeriksaam mikroskop imunofluoresen ditemukan deposit IgG dan komplemen C3 berbentuk granular pada kapiler glomerulus.

Nefropati IgABiasanya dijumpai pada pasien dengan glomerulonefritis akut, sindroma nefrotik, hipertensi, gagal ginjal kronik.Nefropati IA juga sering dijumpai pada kasus gangguan hepar, saluran cerna atau gangguan sendi.Gejala nefropati IgA asimptomatik dan terdiagnosis karena kebetulan ditemukan hematuria mikroskopik.Adanya episode hematuria makroskopik biasanya didahului infeksi saluran napas atas atau infeksi lain atau non infeksi misalnya olahraga dan imunisasi.

A. B. C. Glomerulonefritis SekunderGlomerulonefritis Sekunder yang banyak ditemukan dalam klinik yaitu glomerulonefritis pasca streptococcus, dimana kuman penyebab tersering adalah streptococcus beta hemolyticus grup A yang nefritogenik terutama menyerang pada anak pada awal masa sekolah.Glomerulonfritis pasca streptococcus dating dengan keluhan hematuria nyata, kadang-kadang disertai sembab mata dan hipertensi.

L.O 3.3 Memahami dan menjelaskan patofisiologi dan patogenesis glomerulonefritis akutPatogenesisInfeksi streptococcus hemolitikus grup AAb langsung berikatan dengan Ag komponen glomerulus

Antigen dari streptococcuskompleks Ag dan Ab

Respon tubuh mengeluarkan antibodi

Kompleks antigen antibodi di sirkulasi

Aktivasi sistem komplemen

Kompleks mengendap di subendotel dan mesangium pada glomerulus

Aktivasi komplemen tetap berjalanAktivasi sel inflamasi

kerusakan glomerulus

Secara garis besar terdapat dua mekanisme terjadinya glomerulonefritis yaitu:a. circulating immune complex b. terbentuknya deposit kompleks imun secara in situ.

Pada kebanyakan kasus glomerulonefritis akut diawali dengan infeksi saluran napas atas yang disebabkan oleh streptococcus hemolitikus grup A yang memiliki antigen seperti protein M, neuraminidase, endostreptosin (preabsorbing antigen), protein kationik (cationic proteins), streptococcal pyogenic exotoxin B, streptokinase, dan nephritis associated plasmin receptor. Contoh neuraminidase yang dihasilkan oleh streptokokus akan mengubah IgG endogen menjadi autoantigen. Terbentuknya autoantibodi terhadap IgG yang telah berubah tersebut, mengakibatkan pembentukan komplek imun yang bersirkulasi, kemudian mengendap dalam ginjal Pada mekanisme yang kedua terjadi akibat antigen dari membran basal glomerulus sendiri atau substansi yang dari luar yang terjebak pada glomerulus. Kerusakan glomerulus akibat sistem komplemen dengan atau tanpa sel inflamasi. Kerusakan akibat proses inflamasi :Melibatkan : Sel inflamasi (PMN , monosit/makrofag dan trombosit) Molekul adesi Kemokin

Endapan kompleks imun akan memicu proses inflamasi yang menyebabkan proliferasi sel. Proses inflamasi diawali dengan melekat dan bergulirnya sel inflamasi pada permukaan sel endotel. Proses ini dimediasi molekul adesi selektin. Sel endotel melepaskam molekul CD31 atau PECAM 1 (platelet endotelial cell adhesion molecule-1) yang merangsang aktivasi sel inflamasi. Reaksi ini menimbulkan peningkatan pengeluaran adesi integrin (reseptor di permukaan sel) pada sel inflamasi dan semakin eratnya penempelan sel inflamasi dengan sel endotel. Perlekatan ini dimediasi oleh VLA-4 (vascullar cell adhesion) dan VCAM-1 (vascular cell adhesiom molecule-1). Proses selanjutnya yaitu migrasi sel inflamsi melalui celah antar sel. Sel inflamasi keluar dengan efek kemotaktik yritu perpindahan dari pembuluh darah ke jaringan.

Kerusakan akibat sistem komplemen :Pada glomerulonefritis komplemen berperan mencegah masuknya Ag dan dapat pula menginduksi reaksi inflamasi. Endapan kompleks imun sub epitel akan mengaktivasi jalur klasik dan menghasilkan membrana attack complex. Kerusakan glomerulonefritis terjadi akibat terbentuknya fragmen komplemen aktif. Fragmen komplemen C3a, C4a,C5abersifat anafiloktasin yang menyebakan permeabilitas kapiler meningkat dan C5a memounyai efek kemotaktik terhadap leukosit.

Mediator inflamasi pada kerusakan glomerulus :Netrofil mengeluarkan enzim lisosom dan protease yang menyebabkan kerusakan. Granul spesifik yang membentuk laktoferin membentuk oksigen radikal.

L.O 3.4 Memahami dan menjelaskan manifestasi klinis glomerulonefritis akutKasus klasik atau tipikal diawali dengan infeksi saluran napas atas dengan nyeri tenggorok dua minggu mendahului timbulnya sembab. Periode laten ratarata 10 atau 21 hari setelah infeksi tenggorok atau kulit. Hematuria dapat timbul berupa gross hematuriamaupun mikroskopik. Variasi lain yang tidak spesifik bisa dijumpai seperti demam, malaise, nyeri, nafsu makan menurun, nyeri kepala, atau lesu. Pada pemeriksaan fisis dijumpai hipertensi pada hampir semua pasien GNAPS, biasanya ringan atau sedang. Hipertensi pada GNAPS dapat mendadak tinggi selama 3-5 hari. Setelah itu tekanan darah menurun perlahan-lahan dalam waktu 1-2 minggu. Edema bisa berupa wajah sembab, edem pretibial atau berupa gambaran sindrom nefrotik. Asites dijumpai pada sekitar 35% pasien dengan edem. Bendungan sirkulasi secara klinis bisa nyata dengan takipne dan dispne. Gejala gejala tersebut dapat disertai oliguria sampai anuria karena penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG).

L.O 3.5 Memahami dan menjelaskan diagnosis dan diagnosis banding glomerulonefritis akutAnamnesis Apakah ada riwayat glomerulonefritis dalam keluarga pasien? Apakah pasien dalam riwayat sebelumnya pernah mengalami infeksi bakteri, khususnya streptococcus? Apakah sebelumnya pasien pernah mengkonsumsi OAINS, preparat emas, heroin, ataupun imunosupresif? Apakah pasien sedang menderita kasus-kasus keganasan, seperti karsinoma paru, gastrointestinal, ginjal, ataupun limfoma? Apakah pasien pernah mengalami penyakit multisistem? Apakah terdapat edema tungkai atau pun kelopak mata?(IPD-UI)

Pemeriksaan FisikPada pasien glomerulonefritis akut sangat dianjurkan untuk melakukan pengukuran berat dan tinggi badan, tekanan darah, adanya sembab atau asites. Melakukan pemeriksaan kemungkinan adanya penyakit sistemik yang berhubungan dengan kelainan ginjal seperti atritis, ruam kulit, gangguan kardiovaskular, paru dan system syaraf pusat.Selama fase akut terdapat vasokonstriksi arteriola glomerulus yang mengakibatkan tekanan filtrasi menjadi kurang dan karena hal ini kecepatan filtrasi glomerulus juga berkurang. Filtrasi air, garam, ureum dan zat-zat lainnya berkurang dan sebagai akibatnya kadar ureum dan kreatinin dalam darah meningkat. Fungsi tubulus relative kurang terganggu, ion natrium dan air diresorbsi kembali sehingga diuresis berkurang (timbul oliguria dan anuria) dan ekskresi natrium juga berkurang. Ureum diresorbsi kembali lebih dari pada biasanya, sehingga terjadi insufiensi ginjal akut dengan uremia, hiperfosfatemia, hidrema dan asidosis metabolik.(Price et.al, 1995; IKA-UI, 1997; IPD-UI, 2007; Donna J.Lager, 2009).

Pemeriksaan Laboratoriuma. ImunologiKomplomen hemolitik total serum (total hemolytic comploment) dan C3 rendah pada hampir semua pasien dalam minggu pertama, tetapi C4 normal atau hanya menurun sedikit, sedangkan kadar properdin menurun pada 50% pasien. Keadaan tersebut menunjukkan aktivasi jalur alternatif komplomen.Penurunan C3 sangat mencolok pada pasien glomerulonefritis akut pascastreptokokus dengan kadar antara 20-40 mg/dl (harga normal 50-140 mg.dl). Penurunan C3 tidak berhubungan dengann parahnya penyakit dan kesembuhan. Kadar komplomen akan mencapai kadar normal kembali dalam waktu 6-8 minggu. Pengamatan itu memastikan diagnosa, karena pada glomerulonefritis yang lain yang juga menunjukkan penuruanan kadar C3, ternyata berlangsung lebih lama.b. UrinalisaUrinalisa menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai +4), hematuria makroskopik ditemukan hampir pada 50% penderita, kelainan sedimen urine dengan eritrosit disformik, leukosituria serta torak selulet, granular, eritrosit (++), albumin (+), silinder lekosit (+) dan lain-lain. c. Fungsi GinjalKadang-kadang kadar ureum dan kreatinin serum meningkat dengan tanda gagal ginjal seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan hipokalsemia. Kadang-kadang tampak adanya proteinuria masif dengan gejala sindroma nefrotik.d. Tes serologiBeberapa uji serologis terhadap antigen sterptokokus dapat dipakai untuk membuktikan adanya infeksi, antara lain antisterptozim, ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining antisterptozim cukup bermanfaat oleh karena mampu mengukur antibodi terhadap beberapa antigen sterptokokus. Titer anti sterptolisin O mungkin meningkat pada 75-80% pasien dengan GNAPS dengan faringitis. Streptokokus grup A menghasilkan enzim streptolisin O yang dapat merusak sel darah merah. Oleh karena streptolisin O bersifat antigenik, maka tubuh memproduksi antistreptolisin O yang merupakan antibodi netralisasi. Antibodi ASO akan terdapat dalam darah satu minggu hingga dua bulan setelah awitan infeksi. Titer ASO yang tinggi tidak spesifik terhadap setiap penyakit infeksi streptokokus.Pemeriksaan Patologi AnatomiMakroskopis ginjal tampak agak membesar, pucat dan terdapat titik-titik perdarahan pada korteks. Mikroskopis tampak hampir semua glomerulus terkena, sehingga dapat disebut glomerulonefritis difus.Tampak proliferasi sel endotel glomerulus yang keras sehingga mengakibatkan lumen kapiler dan ruang simpai Bowman menutup. Di samping itu terdapat pula infiltrasi sel epitel kapsul, infiltrasi sel polimorfonukleus dan monosit. Pada pemeriksaan mikroskop elektron akan tampak membrana basalis menebal tidak teratur. Terdapat gumpalan humps di subepitelium yang mungkin dibentuk oleh globulin-gama, komplemen dan antigen Streptococcus.

Histopatologi gelomerulonefritis dengan mikroskop cahaya pembesaran 20xKeterangan Gambar:Gambar diambil dengan menggunakan mikroskop cahaya (hematosylin dan eosin dengan pembesaran 25x). Gambar menunjukkan pembearan glomerular yang membuat pembesaran ruang urinary dan hiperselluler. Hiperselluler terjadi karnea proliferasi dari sel endogen dan infiltasi lekosit PMN.

Histopatologi glomerulonefritis dengan mikroskop cahaya pembesaran 40x

Histopatologi glomerulonefritis dengan mikroskop elektronKeterangan Gambar:Gambar diambil dengan menggunakan mikroskop electron. Gambar menunjukjan proliferadi dari sel endothel dan sel mesangial juga infiltrasi lekosit yang bergabung dnegan deposit electron di subephitelia.(lihat tanda panah)

Histopatologi glomerulonefritis dengan immunofluoresensiKeterangan Gambar:Gambar diambil dengan menggunakan mikroskop immunofluoresensi dengan pembesaran 25x. Gambar menunjukkan adanya deposit immunoglobulin G (IgG) sepanjang membran basalis dan mesangium dengan gambaran starry sky appearence.(Price et.al, 1995)Pemeriksaan Lain-lain USG ginjal Biopsi, tidak diperlukan apabila ukuran ginjal < 9 cm(IPD-UI, 2007)Diagnosis Bandinga) MPGN Glomerulonefritis Mesangiocapillary atau membranoproliferatif (MPGN) mungkin memiliki penyajian yang hampir identik dengan glomerulonefritis akut poststreptococcal.Manifestasi awal seringkali lebih serius pada orang dengan MPGN dibandingkan pada mereka dengan nefropati IgA, fungsi ginjal berkurang secara nyata (yaitu, ketinggian besar kreatinin serum)b) Berger disease( IgA nefropati)Berger disease atau IgA nefropati biasanya muncul sebagai sebuah episode dari gross hematuria yang terjadi selama tahap awal penyakit pernapasan, tidak ada periode laten terjadi, dan hipertensi atau edema jarang terjadi.Episode berulang gross hematuria, terkait dengan penyakit pernapasan, diikuti dengan hematuria mikroskopis gigih, sangat sugestif nefropati IgA.Sebaliknya, glomerulonefritis akut poststreptococcal biasanya tidak kambuh, dan episode kedua jarang terjadi.c) IgA associated glomerulonephritis (Henoch-Schnlein purpura nephritis)Dalam kasus atipikal ditemukan banyak kesamaan denga APSGN. Semua manifestasi klinis APSGN telah dilaporkan pada orang dengan Henoch Schonlein-nefritis purpura, meskipun hipertensi dan edema yang signifikan ditemukan kurang umum pada individu dengan Henoch Schonlein purpura-dibandingkan pada mereka dengan APSGN.Selain itu, bukti dari penyakit streptokokus sebelumnya biasanya kurang pada individu dengan Henoch Schonlein-nefritis purpura, dan nilai-nilai komplemen (C3 dan / atau C4) biasanya normal.DiagnosisClinical Manifestations

Poststreptococcal glomerulonephritisMicroscopic or gross hematuria, proteinuria, hypertension, and edema

Hemolytic-uremic syndromeMicroscopic hematuria, hypertension, gastroenteritis (bloody diarrhea), oliguria, and petechiae

Henoch-Schnlein purpura nephritisMicroscopic hematuria, palpable purpura, abdominal pain, tender subcutaneous edema, arthralgias sometimes present

Immunoglobulin A nephropathyMicroscopic hematuria proteinuria; intermittent gross hematuria with viral infections

Systemic lupus erythematosusGross hematuria microscopic, rash (malar, discoid, vasculitic) and arthralgias or arthritis

Alport syndromeMicroscopic or gross hematuria, sensorineural hearing loss, family history of renal failure, cataracts

L.O 3.6 Memahami dan menjelaskan tatalaksana glomerulonefritis akutTidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di glomerulus. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlak selama 6-8 minggu untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk sembuh. Tetapi penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu dari mulai timbulnya penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi Streptococcus yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10 hari, sedangkan pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap. Secara teoritis seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain, tetapi kemungkinan ini sangat kecil sekali. Pemberian penisilin dapat dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis. Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan rendah garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedativa untuk menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi dengan gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan reserpin sebanyak 0,07 mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian, maka selanjutnya reserpin diberikan peroral dengan dosis rumat, 0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi efek toksis. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam darah dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis, bilasan lambung dan usus (tindakan ini kurang efektif, tranfusi tukar). Bila prosedur di atas tidak dapat dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka pengeluaran darah vena pun dapat dikerjakan dan adakalanya menolong juga. Diuretik dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi akhir-akhir ini pemberian furosemid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-10 menit tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus (Repetto dkk, 1972). Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan oksigen.

Imunosupresan KortikosteroidSebagai obat tunggal/ dalam kombinasi dengan imunosupresan lain untuk mencegah reaksi penolakan transplantasi dan untuk mengatasi penyakit autoimun.Mekanisme kerja : menurunkan jumlah limfosit secara cepat bila diberikan dosis besar. Setelah 24 jam diberikan jumlah limfosit dalam sirkulasi biasanya kembali ke nilai sebelumnya serta menghambat proliferasi sel limfosit T, imunitas seluler dan ekspresi gen yang menyandi berbagai sitokin.Penggunaan klinik : Mencegah penolakan transplantasi ginjal, untuk mengurangi reaksi alergi yang biasa timbul pada pemberian antibodi monoklonal/ antibodi antilimfosik.Efek samping : Meningkatkan resiko infeksi, ulkus lambung, hiperglikemia, osteoporosis.

SiklosporinAbsorpsi oral lambat dan tidak lengkap dengan bioavailabilitas 20-50%. Pemberian per oral, kadar puncak tercapai setelah 1,3 sampai 4 jam. Adanya makanan berlemak sangat mengurangi absorpsi siklosporin kapsul lunakPenggunaan klinik : Transplantasi ginjal, jantung, hati, SSTL, paru, pankreas. Pemberian oral dimulai 4-24 jam sebelum transplantasi dengan dosis 15mg/kgBB, satu kali sehari dan dilanjutkan 1-2 minggu pascatransplantasi. Selanjutnya dosis diturunkan tiap minggu sampai mencapai dosis 3-10mg/kgBBEfek samping : Hipertensi, hepatotoksisitas, nerotoksisitas, hirsutisme, hiperplasia gingtiva, toksisitas gastrointestinal.

TakrolimusPenggunaan klinis : transplantasi hati, ginjal, jantung.Efek samping : Nefrotoksisitas, SSP (sakit kepala, tremor, insomnia), mual, diare, hipertensi, hiperkalemia, hipomagnesemia, hiperglikemia

SirolimusMekanisme kerja : Tidak menghambat produksi interleukin oleh sel CD4, menghambat respon CD4 terhadap sitokin, menghambat proliferasi sel B dan produksi immunoglobulin, menghambat respon sel mononuklear terhadap rangsangan colony stimulating factorPenggunaan klinik : mencegah penolakan transplantasiEfek samping : trombositopenia, hepatotoksisitas, diare, hipertrigliseridemia, sakit kepala.L.O 3.7 Memahami dan menjelaskan komplikasi glomerulonefritis akut Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau aliguria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum kadang-kadang di perlukan. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Ini disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah, pembesaran jantung dan meningginya tekanand arah yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat memberas dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik yang menurun.(Price et.al, 1995; IKA-UI, 1997; IPD-UI, 2007; Donna J.Lager, 2009)

L.O 3.8 Memahami dan menjelaskan pencegahan glomerulonefritis akutPencegahan primer Pencegahan sebelum terinfeksi kuman streptococcus yaitu dengan tidak kontak secara inhalasi dengan penderita yang sudah terinfeksi, menjaga pola makan dengan tidak jajan sembarangan.Pencegahan sekunderPencegahan pasien yang sudah terinfeksi tetapi belum timbul gejala klinis yaitu dengan pengobatan antibiotik untuk kuman streptococcus yaitu benzatine penisilin. Pencegahan tersierPencegahan untuk menghindari komplikasi yaitu memakai pengobatan simptomatik glomerulonefritis.

L.O 3.9 Memahami dan menjelaskan prognosis glomerulonefritis akutSebagian besar pasien akan sembuh, tetapi 5% diantaranya mengalami perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat. Diuresis akan menjadi normal kembali pada hari ke 7-10 setelah awal penyakit dengan menghilangnya sembab dan secara bertahap tekanan darah menjadi normal kembali. Fungsi ginjal(ureum dan kreatinin) membaik dalam 1 minggu dan menjadi normal dalam waktu 3-4 minggu.Gejala fisis menghilang dalam minggu ke 2 atau ke 3, kimia darah menjadi normal pada minggu ke 2 dan hematuria mikroskopik atau makroskopik dapat menetap selama 4-6 minggu. LED meninggi terus sampai kira-kira 3 bulan, protein sedikit dalam urine dan dapat menetap untuk beberapa bulan.Eksaserbasi kadang-kadang terjadi akibat infeksi akut selama fase penyembuhan, tetapi umumnya tidak mengubah proses penyakitnya. Penderita yang tetap menunjukkan kelainan urine selama 1 tahun dianggap menderita penyakit glomerulonefritis kronik, walaupun dapat terjadi penyembuhan sempurna. LED digunakan untuk mengukur progresivitas penyakit ini, karena umumnya tetap tinggi pada kasus-kasus yang menjadi kronis. Diperkirakan 95 % akan sembuh sempurna, 2% meninggal selama fase akut dari penyakit ini dan 2% menjadi glomerulonefritis kronis.(IPD-UI, 2007; IKA-UI, 1997)

Daftar Pustaka

Dorland, W. A. Newman. 2006. Kamus Kedokteran Dorland, Edisi 29. Jakarta: EGC

Ganong, William F. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 20. Jakarta: EGC

Gartner, Leslie P. & James L. Hiatt. 2007. Color Atlas of Histology, Fourth Edition. Baltimore, Maryland: Lippincott Williams & Wilkins

Idrus, Alwi dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI

Leeson, C. Roland. 1996. Buku Ajar Histologi, Edisi V. Jakarta: EGC

Mayo Clinic Staff. 2009. Glomerulonephritis. http://www.mayoclinic.com/health/glomerulonephritis/DS00503

Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Volume 2 Edisi 6. Jakarta: EGC

Putz, Reinhard & Reinhard Pabst. 2006. Atlas Anatomi Manusia Sobotta, Jilid 2 Edisi 22. Jakarta: EGC

Robbins, Stanley L. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins, Volume 2 Edisi 7. Jakarta: EGC

Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, Edisi 2. Jakarta: EGC

Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC

Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: EGC

Syam, Edward & Inmar Raden. 2009. Bahan Kuliah Anatomi Sistem Urinarius. Jakarta: FK YARSI