(1357-h-2008) (1)
TRANSCRIPT
-
8/18/2019 (1357-H-2008) (1)
1/20
EFEK L-ORNITIN L-ASPARTAT
TERHADAP TEKANAN PARSIAL AMONIA PADA PENDERITA
SIROSIS HATI DENGAN ENSEFALOPATI HEPATIKUM
(TINJAUAN PUSTAKA DAN PROPOSAL PENELITIAN)Diajukan untuk memenuhi sebagian dari persyaratan mencapai derajat Sarjana S-2
Program Studi Ilmu Kedokteran Klinik
Minat Utama Ilmu Penyakit Dalam
Disusun Oleh :
Triharnoto
No. Mhs 03/1966/IV-SP/0285
Peserta PPDS I Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran UGM/RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
SEKOLAH PASCA SARJANA
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2008
-
8/18/2019 (1357-H-2008) (1)
2/20
-
8/18/2019 (1357-H-2008) (1)
3/20
-
8/18/2019 (1357-H-2008) (1)
4/20
iv
KATA PENGANTAR
Bersyukur adalah suatu ungkapan yang selalu menyertai setiap sebuah
karya yang telah terselesaikan. Puji Tuhan, penulisan tesis yang berjudul
“Efek L-Ornitin L-Aspartat terhadap Tekanan Parsial Amonia pada
Penderita Sirosis Hati dengan Ensefalopati Hepatikum” akhirnya telah
terlaksana. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk mencapai derajat sarjana
S-2 pada Program Studi Ilmu Kedokteran Klinik Minat Utama Ilmu Penyakit
Dalam Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Penulisan tesis ini tidak mungkin selesai tanpa bantuan berbagai pihak,
untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang
mendalam terutama kepada yang terhormat Prof. dr. Hj. Siti Nurdjanah, M. Kes.,
SpPD, KGEH selaku pembimbing materi dr. Putut Bayu Purnama, SpPD-
KGEH selaku pembimbing metodologi. Keilmuan, kebijaksanaan dan kesabaran
beliau berdua yang selalu diberikan selama membimbing telah mendorong
penulis untuk menyelesaikan penulisan ini dengan sebaik-baiknya.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada yang terhormat:
1.
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada dan jajarannya yang
telah memberi kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan Program
Pendidikan S-2,
2.
Ketua Pengelola Program Studi S-2 Ilmu Kedokteran Klinik Universitas
Gadjah Mada Yogyakarta dan jajarannya yang telah memberi kesempatan dan
dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan Program Pendidikan S-2,
3. Kepala Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah
Mada/ Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito Yogyakarta dan jajarannya
-
8/18/2019 (1357-H-2008) (1)
5/20
v
yang telah memberi kesempatan dan dorongan kepada penulis untuk
menyelesaikan Program Pendidikan S-2,
4.
Tim Penguji Tesis Program Studi S-2 Ilmu Kedokteran Klinik Universitas
Gadjah Mada Yogyakarta yang telah menguji penulis atas tesis yang diajukan
dan atas segala koreksi, saran, dan arahan guna perbaikan penulisan tesis ini,
5. Teman-teman sejawat dokter residen, paramedis, dan karyawan di Bagian
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/Rumah
Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito Yogyakarta atas bantuan dan dukungan
kepada penulis baik secara langsung maupun tidak langsung,
6.
Ayah, dan alm. Ibu yang dengan cintanya sepenuh hati telah menghantarkan
penulis pada kehidupan yang lebih baik. Istri tercinta dr. Gandes Retno
Rahayu, M Med. Ed., PhD yang dengan penuh kesetiaan mendampingi dalam
setiap kesulitan, dan kedua putra penulis, Wojtylla Danditya Geharnoto serta
Magnis Mahitala Geharnoto yang selalu memberi inspirasi dan harapan
penulis untuk tidak putus asa disetiap jalan perjuangan.
Akhirnya, penulis beterima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu penulisan tesis ini dan tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga
karya tulis ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan
medis dan praktek pelayanan perawatan pasien yang terkait.
Yogyakarta, Juni 2008
Triharnoto
-
8/18/2019 (1357-H-2008) (1)
6/20
vi
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul……………………………………………….....………….....…....i
Halaman Pengesahan...............................................................................................ii
Pernyataan...............................................................................................................iiiKata Pengantar........................................................................................................iv
Daftar Isi………………………………………………...……………………......vi
Daftar Gambar .................………………………………...……………………..vii
Daftar Tabel............................................................................................................ v
Daftar Singkatan………………………………………………………………….vi
Intisari…………………....……………………………………………………… xi
Abstact…………………………………………………………………………...xii
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang Penelitian.......................................................................1
B. Pertanyaan Penelitian..............................................................................3
C. Tujuan Penelitian……………........…………………….…...…………..4
D. Manfaat Penelitian……………………….......………………...……....4D. Keaslian Penelitian…………………………………………..………....4
Bab II Tinjauan Pustaka
A. Sirosis Hepatis ........................................................................................6
1. Definisi Sirosis Hepatis ......................................................................6
2. Epidemiologi Sirosis Sepatis..............................................................6
3. Diagnosis Sirosis Hepatis....................................................................8
B. Amonia dan Ensefalopati Hepatikum.....................................................8
1. Metabolisme Amonia ........................................................................8
2. Amonia dan tekanan parsial amonia (pNH3)....................................9
3. Ammonia Inter-organ Trafficking pada Gagal Hati ......................13
4. Faktor yang Menyebabkan Peningkatan Kadar Amonia Darah……15
5. Hubungan amonia dan Ensefalopati Hepatikum ……….……..….16
C. Diagnosis Ensefalopati Hepatikum……………………….………...20
D. Terapi Ensefaslopati Hepatikum……………………....…………...…22
1. Prinsip Terapi pada Ensefalopati Hepatikum……………….……...22
2. Bentuk Terapi Ensefalopati Hepatikum
Berdasarkan Hipotesis Amonia………………………………....….22
3. L-Ornitin L-Aspartat (Ornitin-Aspartat)...........................................25
4. Efek L-Ornitin L-Aspartat Terhadap EH…………………....……..28
E. Landasan Teori.....................................................................................28
F. KerangkaKonsep..................................................................................30
G. Hipotesis...............................................................................................30
Bab III Metode Dan Cara PenelitianA. Rancangan Penelitian..........................................................................31
B. Tempat dan Waktu Penelitian.............................................................32
C.
Populasi dan Subyek Penelitian.........................................................32
D. Definisi Operasional............................................................................32
E. Identifikasi Variabel dan Pengukuran.................................................34
F. Cara Penelitian.....................................................................................34
G. Estimasi Besar Sampel............................... ........................................36
-
8/18/2019 (1357-H-2008) (1)
7/20
vii
H. Rencana Analisis Statistik..................................................................37
I. Pertimbangan Etik……………………………….....………………….40
Daftar Pustaka........................................................................................................41
-
8/18/2019 (1357-H-2008) (1)
8/20
viii
DAFTAR GAMBAR.
1. Gambar 1. Siklus ammonia dalam tubuh……………………………………………9
2. Gambar 2. Ammonia inter -organ trafficking...................................................14.
3. Gambar 3. Struktur kimia ornitin ……………………...……………………. 26
4. Gambar 4. Struktur kimia aspartat ………………………...…………………265. Gambar 5.Efek LOLA pada sintesis urea dan glutamat ……………………...27
6. Gambar 6. Kerangka konsep penelitian………..…….……………………….30
7. Gambar 7. Alur Penelitian………………...………………………………….31
-
8/18/2019 (1357-H-2008) (1)
9/20
ix
DAFTAR TABEL
1. Tabel 1. Rujukan Penelitian Pemberian LOLA Pada Pasien Sirosis Hati......................5
2. Tabel 2. Klasifikasi Ensefalopati Hepatikum Menurut Kriteria West
Haven Untuk Gradasi Status Mental..................................................................19
3. Tabel 3. Dummy table karakteristik dasar subjek penelitian…….....……….…374. Tabel 4. Dummy table karakteristik dasar laboratorium subjek penelitian……37
5. Tabel 5. Dummy table penurunan pNH3 pada LOLA dan plasebo………….38
6. Tabel 6. Dummy table efek LOLA terhadap derajat enseflopati…………….38
7. Tabel 7. Dummy table efek samping obat studi………………………………38
-
8/18/2019 (1357-H-2008) (1)
10/20
x
DAFTAR SINGKATAN
ATP : adenosine triphosphate
BUN : blood urea nitrogen
Cl : lambang kimia untuk zat klorida
CT-scan : computed tomography scanEH : ensefalopati hepatikum
GABA : gamma-amino butyric acid
GDR : gula darah random
Hb : hemoglobin
K : lambang kimia untuk zat kalium
LOLA : L-ornitin L-aspartat
Na : lambang kimia untuk zat natrium
NaCl : lambang kimia untuk zat natrium klorida
NH3 : lambang kimia untuk zat amonia (partikel netral)
NH4+ : lambang kimia untuk ion amonium (partikel bermuatan listrik)
pNH3 : lambing untuk tekanan parsial amonia
NMDA : N-metil-D-aspartat pH : lambang untuk tingkat keasaman
PTBR : peripheral-type benzodiazepine receptors
PROBE : prospective randomized open end blinded evaluation
RCT : randomized controlled trial
RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat
RSUD : rumah sakit umum daerah
USG : ultrasonografi
-
8/18/2019 (1357-H-2008) (1)
11/20
xi
INTISARI
Penderita sirosis hati sering mengalami ensefalopati hepatikum (EH).
Ensefalopati yang berat dapat menyebabkan penurunan kesadaran hingga koma.
Teori utama yang menjelaskan kejadian EH adalah kenaikan kadar amonia darah.Amonia dalam cairan biologis berada dalam dua bentuk yaitu bentuk ion (NH4+)
dan dalam bentuk non ion atau gas (NH3). Pada membrana biologis, amonia yang
bebentuk gas dapat secara bebas menembus sawar darah otak . Tekanan parsial
amonia (pNH3) yang berbentuk gas memiliki korelasi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kadar total amonia darah. Bentuk terapi utama adalah
penurunan kadar amonia darah. Terapi dengan L-ornitin L-aspartat (LOLA)
diketahui aman, dapat menurunkan kadar amonia darah, dan memberikan
perbaikan ensefalopati hepatikum. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
efek pemberian LOLA intra vena dibanding plasebo dalam menurunkan tekanan
parsial ammonia pada pasien sirosis hati dengan ensefalopati hepatikum.
Penelitian ini merupakan uji klinis acak terkontrol tersamar ganda,
membandingkan LOLA intravena dengan plasebo pada pasien sirosis hatidengan ensefalopati hepatikum yang dirawat inap di Rumah Sakit Umum Pusat
Dr. Sardjito Yogyakarta. Dari perhitungan besar sampel didapatkan masing–
masing kelompok 19 pasien. Kelompok terapi mendapat terapi standar ditambah
LOLA intravena 20 gram dicampur dengan glukosa 5% 250 ml diberikan dalam 4
jam pada hari pertama dan kedua, serta 10 gram pada hari ketiga. Kelompok
plasebo mendapat terapi standar ditambah plasebo (250 ml glukosa 5%) diberikan
dalam 4 jam selama tiga hari berturutan. Luaran utama adalah tekanan parsial
amonia pada dua kelompok. Uji independent t digunakan untuk menilai perbedaan
penurunan tekanan parsial amonia dan Chi square untuk proporsi perbaikan
ensefalopati. Nilai p=0,05 ditetapkan untuk menilai kemaknaan statistik, dan
dihitung dengan interval kepercayaan 95%.
Simpulan dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi
klinisi dalam menangani pasien sirosis hati dengan ensefalopati hepatikum.
Kata kunci: amonia, sirosis hati, ensefalopati hepatikum, L-ornitin L-aspartat,
LOLA, tekanan parsial amonia, uji klinis acak terkontrol tersamar ganda.
-
8/18/2019 (1357-H-2008) (1)
12/20
xii
ABSTRACT
Liver cirrhosis patient frequently develops to hepatic encephalopathy
(HE). Severe encephalopathy can decrease consciousness and even worse
becomes comma. The main theory explaining HE is the increase of bloodammonia level. In biologic fluid, ammonia exists in two forms that is ionized
ammonia (NH4+) and non-ionized or gaseous form (NH3). In biologic
membrane the gaseous form can freely penetrate blood brain barrier. The
ammonia partial pressure (pNH3) of non-ionized ammonia has better correlation
compared to total blood ammonia. One of the important treatment of HE is to
reduce blood ammonia level. The treatment of LOLA is known to be save, can
reduce blood ammonia level and improve HE. The aim of this study is to assess
the effect of intra venous LOLA compared to placebo in reducing ammonia
partial pressure in liver cirrhosis patients with HE.
The study is double blind randomized controlled trial. The subjects were
liver cirrhosis patients with HE who were hospitalized in RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta. The calculated sample size is 19 patients in each arm. The treatmentarm received standard treatment plus 20 gram intravenous LOLA mixed with 250
ml glucose 5% given for 4 hours in the first and second day, and 10 gram in the
third day. The placebo arm received 250 ml glucose 5% given for 4 hours on the
top of standard treatment for three days consecutively. The primary outcome is
the decrease of ammonia partial pressure in both groups. The statistic test used is
independent t test, p value = 0,05 was established to assess statistical significance,
with 95% confidence interval.
Conclusion from this study is expected to be an input for clinicians in
managing liver cirrhotic patients with HE.
Key words: ammonia partial pressure,L-ornithine L-aspartate, LOLA, liver
cirrhosis hepatic encephalopathy, randomized controlled trial double blind .
-
8/18/2019 (1357-H-2008) (1)
13/20
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Penderita sirosis hepatis sering mengalami ensefalopati hepatikum. Ensefalopati
hepatikum (EH) adalah suatu sindroma neuropsikiatrik yang disebabkan oleh disfungsi
hati dan portosistemik shunting dan darah intestinal, dan merupakan komplikasi
neuropsikiatrik utama dan tetap menjadi masalah klinik utama pada sirosis hepatis
(Butterworth, 2000; Shawcross & Jalan, 2005; Mas, 2006). Ensefalopati hepatikum tetap
merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada penyakit hati kronik dan
manifestasinya berpengaruh buruk terhadap kualitas hidup penderita (Rees et al., 2000;
Shawcross & Jalan, 2005).
Ensefalopati yang berat dapat menyebabkan penurunan kesadaran hingga koma.
Sampai saat ini suatu zat yang diangap berpengaruh terhadap kejadian EH adalah amonia
dan beberapa neurotoksin lain seperti manganese dan sistem GABA-bensodiasepine
(Wright & Jalan, 2007).
Amonia di dalam tubuh terutama dihasilkan oleh flora usus. Hepar yang normal
mampu melakukan metabolisme 90% amonia, dan mengubahnya dalam bentuk urea yang
selanjutnya di keluarkan melalui urin. Pada kondisi sirosis hepatis, kegagalan
metabolisme amonia dapat menyebabkan hiperamonemia (Shawcross & Jalan, 2005).
Amonia yang tinggi dapat menyebabkan perubahan fungsi otak terutama terkait dengan
kegagalan energi serebral dan perubahan neurotransmisi melalui beberapa mekanisme
termasuk efek agonis transmisi GABA-ergik sehingga menyebabkan inhibisi
neurotransmisi (Mas, 2006). Pada penderita gagal hati akut diketahui bahwa amonia
dapat menyebabkan peningkatan glutamin otak dan cairan otak sehingga meningkatkan
-
8/18/2019 (1357-H-2008) (1)
14/20
2
aliran darah ke otak dan selanjutnya meningkatkan tekanan intra kranial. Peranan
amonia terhadap kejadian EH telah diteliti sejak 100 tahun lalu dan lebih dari 1200 paper
dipublikasikan yang mendukung fenomena ini (Jalan, 2005; Shawcross & Jalan, 2005).
Amonia dalam cairan biologis berada dalam dua bentuk yaitu bentuk ion (NH4+)
dan dalam bentuk non ion atau gas (NH3). Pada kondisi fisiologis yaitu pada pH 7,4, 98%
amonia berbentuk ion amonia dan 2 % sisanya berbentuk gas. Pada membrana biologis,
amonia yang bebentuk gas dapat secara bebas menembus sawar darah otak (Kramer et al.,
2000). Tekanan parsial amonia (pNH3) yang berbentuk gas ini dapat diukur dengan rumus
berdasarkan amonia total dan meningkat bersamaan dengan perubahan pHnya. Kramer et
al. (2000) membuktikan bahwa tekanan parsial amonia (pNH3) memiliki korelasi yang
lebih tinggi dibandingkan dengan kadar total amonia darah.
Meskipun amonia bukanlah satu-satunya penyebab terjadinya EH, namun
penanganan penderita EH lebih banyak mendasarkan pada patologenesis amonia. Di
samping itu juga perlu menangani sebab-sebab lain yang turut memperberat derajat EH
seperti infeksi, gangguan elektrolit dan asam basa (Shwacross, 2005; Mas,2006).
Berdasarkan teori amonia, pengobatan EH ditujukan terutama untuk menurunkan kadar
amonia. Menurunkan amonia dapat dilakukan antara lain dengan pemberian antibiotika
non absorable, laktulosa, dan pembatasan diet protein. Hal ini berdasarkan pada
patologenesis di mana sumber amonia adalah flora usus dan asupan protein.
Saat ini diketahui bahwa amonia darah dapat diturunkan dengan pemberian asam
amino L-ornitin L-aspartat (LOLA). L-ornitin L-aspartat berperan sebagai substrat
perantara metabolisme amonia menjadi glutamin dalam otot, di mana dalam metabolisme
tersebut dibutuhkan substrat glutamat yang berasal dari asam amino LOLA, yang
terdapat dalam bentuk sediaan oral dan injeksi intravena (Kircheis et al., 1997; Stauch et
al., 1998).
-
8/18/2019 (1357-H-2008) (1)
15/20
3
Pemberian LOLA akan meningkatkan kadar glutamin dalam darah perifer
namun tidak demikian halnya didalam otak. Sebaliknya glutamin yang terbentuk dalam
otak hanya sedikit dan oleh karena itu hanya sedikit pula amonia yang dapat mencapai
astrocyte, yang selanjutnya akan memperbaiki sindrom EH.
Kircheis et al. (1997), dalam suatu penelitian randomized controlled trial (RCT)
telah membuktikan bahwa pemberian LOLA intravena 20 gram per hari selama 7 hari
berturut turut mampu menurunkan amonia sebesar 30% dibandingkan pada kelompok
plasebo yaitu sebesar 9%. Pada penelitian tersebut pemberian LOLA telah menunjukkan
perbedaan kadar amonia yang bermakna dibanding dengan plasebo yang diukur pada
pada hari ke-2 dan ke-4 setelah pemberian LOLA. Sementara itu pada penelitian Chen et
al.(2005) didapatkan bahwa pemberian LOLA dapat memberikan perbaikan kesadaran
dalam waktu 7 sampai 24 jam, dengan rata-rata 15,2 jam pada kelompok terapai dan
perbaikan kesadaran pada kelompok palsebo dalam waktu 24-120 jam dengan rata-rata 56
jam, yang berbeda secara (p
-
8/18/2019 (1357-H-2008) (1)
16/20
4
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh L-ornitin L-aspartat intravena 20
gram perhari berturut-turut selama 3 hari terhadap tekanan parsial amonia (pNH3) pada
pasien sirosis hepatis dengan EH.
D. Manfaat Penelitian
Bagi pasien sirosis hepatis dengan EH, penelitian ini bermanfaat bahwa terapi
aktif dengan LOLA dapat memberikan keuntungan berupa penurunan amonia partial
pressure (pNH3) sehingga memperbaiki derajad EH yang dideritanya dibandingkan
dengan terapi standar. Bagi dokter yang merawat atau penyedia pelayanan medis, manfaat
penelitian ini adalah dapat memberikan pilihan terapi dengan LOLA pada pasien sirosis
hepatis dengan EH yang dirawatnya.
Bagi institusi pendidikan dan peneliti, penelitian ini dapat menambah pengetahuan
tentang manfaat LOLA dalam memperbaiki gejala-gejala EH pada pasien sirosis hepatis
melalui mekanisme tekanan parsial amonia khususnya dan dapat melakukan penelitian
lain yang terkait di bidang tersebut.
E. Keaslian Penelitian
Suatu penelitian RCT telah di lakukan oleh Kircheis et al.(1997) pada126 pasien
sirosis hepatis, dengan hiperamonemia, EH kronik/persisten, muncul spontan tanpa faktor
pencetus yang teridentifikasi, terdiri dari EH subklinik dan EH nyata . Penelitian tersebut
masing-masing terdiri 63 pasien mendapat L-ornitin L-aspartat 20 gram/hari infus drip
intravena dalam larutan fruktosa 5% selama 4 jam, diberikan selama 7 hari berturut-turut,
dan 63 pasien mendapat plasebo. Hasilnya menunjukkan bahwa pemberian infus drip L-
ornitin L-aspartat adalah aman (efek samping 5%, tidak berat, menyebabkan penghentian
pengobatan), memberikan penurunan kadar amonia darah vena, perbaikan waktu uji
psikometrik, dan perbaikan gradasi status mental dibandingkan plasebo. Penelitian Chen
-
8/18/2019 (1357-H-2008) (1)
17/20
5
et al.(2005) yang membandingkan terapi LOLA dengan palsebo (kelompok terapi n= 45,
kelompok kontrol n=40) menunjukan bahwa pemberian LOLA 20 gram/hari selama 7
hari berturut-turut menunjukkan hasil perbaikan HE yang signifikan, dan tidak didapatkan
efek samping yang nyata.
Namun tidak dilakukan penilaian bagaimana pengaruhnya terhadap tekanan
parsial amonia. Sejauh pengetahuan peneliti, dengan melakukan penelusuaran literatur
melalui perpustakaan elektronik data base PubMed, Ebsco, Medscape, dengan kata kunci
: amonia partial pressure, L-ornithin L-Aspartat trial, belum pernah dilaporkan pengaruh
LOLA pada amonia partial pressure (pNH3). Tabel 1 menununjukkan beberapa rujukan
sebelumnya yang menggunakan terapi LOLA.
Tabel 1. Rujukan penelitian pemberian LOLA pada pasien sirosis hati
No. Peneliti Kircheis et al . (1997) Chen, et al . (2005)
1. rancangan uji klinis acak terkontrol
tersamar ganda
uji klinis acak terkontrol
tersamar ganda
2. subyek pasien CH Child A, B, C;
hiper-amonemia, EH persisten derajat 0, I, II
pasien CH dengan EH
grade I,II, III dan IV
3. setting rawat inap (termasuk yang
sukarela) di rumah sakit
rawat inap
4. alokasi perlakuan LOLA (n=63), plasebo
(n=63)
LOLA (n=45), placebo
(n=40)
5. pemberian LOLA infus drip iv 20 g dalamlarutan fruktosa 5% 250 ml
selama 4 jam, per hari,
selama 7 hari
LOLA infus 20 gramdalam glukosa 10% selama
7 hari
6. Pemeriksaan amonia Ya Ya
7. efek LOLA terhadap
amonia dan EH
dibandingkan plasebo
menurunkan amonia darah
dan memperbaiki EH ( p<
0,05)
menurunkan amonia darah
dan memperbaiki EH
( p< 0,05)
Keterangan : LOLA: L-ornitin L-aspartat, iv: intravena, td, EH : Ensepalopati Hepatikum,
CH: Cirrhosis Hepatis
-
8/18/2019 (1357-H-2008) (1)
18/20
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sirosis Hepatis
1. Definisi Sirosis Hepatis
Sirosis hepatis merupakan entitas penyakit yang didefinisikan secara patogenesisk
berkaitan dengan spektrum manifestasi klinis yang khas. Ciri-ciri patogenesisk kardinal
mencerminkan cedera parenkim hati kronik yang ireversibel meliputi fibrosis luas
berkaitan dengan pembentukan nodul-nodul regeneratif. Gambaran tersebut akibat dari
nekrosis hepatosit, kolaps jaringan retikulin penyokong yang kemudian diikuti dengan
deposisi jaringan ikat, distorsi anyaman vaskuler, dan regenerasi noduler dari parenkim
hati yang tersisa. Sirosis hepatis mewakili stadium akhir dari fibrosis hati progresif.
Secara umum dianggap ireversibel pada stadium lanjut tersebut (Goldberg & Chopra,
2005).
Pola morfologik tunggal pada sirosis hepatis dapat sebagai akibat dari banyak tipe
kelainan, sementara tipe kelainan yang sama dapat menyebabkan beberapa pola
morfologik. Klasifikasi tipe sirosis hepatis berdasarkan etiologi dan morfologi menjadi
entitas sebagai berikut: a) sirosis alkoholik, b) sirosis posthepatitik atau postnekrotik dan
kriptogenik, c) sirosis bilier (primer dan sekunder), d) sirosis kardiak, e) lain-lain
(metabolik, herediter, terkait obat) (Chung & Podolsky, 2005).
2. Epidemiologi Sirosis Hepatis
Di Amerika Serikat pada tahun 1998 menurut laporan The National Center for
Health Statistic, sirosis hepatis dan penyakit hati kronik menyebabkan 25.000 kematian
dan 373.000 hospital discharges (Goldberg & Chopra, 2005). Sirosis alkoholik
merupakan tipe sirosis hepatis yang terbanyak di wilayah Amerika Utara & beberapa
-
8/18/2019 (1357-H-2008) (1)
19/20
7
bagian di Eropa Barat & Amerika Selatan (Chung & Podolsky, 2005). Studi pada 121
pasien sirosis hepatis didapatkan 37% terkait alkohol, 17% terkait alkohol dan sebab lain,
14% terkait hepatitis C, 4% terkait hepatitis B (Ong et al., 2003). Studi pada 15 pasien
sirosis hepatis, 14-nya disebabkan alkohol (Rees et al., 2000). Studi pada 40 pasien
sirosis hepatis di India, 70% terkait alkohol, 15% terkait hepatitis C, 5% terkait hepatitis
B, dan 10% idiopatik (Singh et al., 2006).
Sirosis posthepatitik pada pemeriksaan serologik didapatkan ¼ sampai ¾ kasus
positif infeksi virus hepatitis B atau C. Di Asia Tenggara dan Afrika Subsahara, infeksi
virus hepatitis B adalah endemik. Sampai 15% populasi mungkin terinfeksi virus hepatitis
B masa kanak-kanak, sirosis hepatis dapat berkembang pada ¼ dari pembawa kronik
(Chung & Podolsky, 2005). Di Amerika, insidensi dan prevalensi pastinya belum
tersedia saat ini dan secara internasional, insidensi dan prevalensi juga belum jelas
(Sood, 2006).
Belum banyak data tentang insidensi sirosis hepatis di Indonesia yang dilaporkan.
Di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. M. Djamil Padang selama periode 5 tahun
(Januari 1991 – Desember 1995) terdapat 8.223 pasien yang dirawat inap di bangsal
penyakit dalam, 968 (11,8%) adalah penderita CH. Prekoma hepatikum terjadi pada
30,3% penderita CH, 10,3% dari penderita CH meninggal karena koma hepatikum
(Decroli dan Zubir, 1996). Di RSUD dr. Sutomo Surabaya selama periode 6 bulan
(Agustus 1993 – Januari 1994) terdapat 161 penderita CH yang dirawat inap, 39 (24,2%)
diantaranya meninggal, kematian terkait dengan koma hepatikum terjadi pada 33,3%
penderita yang meninggal (Sujaya et al., 1996)..
Penelitian yang dilakukan di rumah sakit Dr. Sardjito Yogyakarta selama
periode 5 tahun (Januari 1990 – Desember 1994), dari 892 pasien sirosis hepatis yang
dirawat inap di bagian penyakit dalam, 104 orang (11,7%) dengan EH, dan 22 dari 104
-
8/18/2019 (1357-H-2008) (1)
20/20
orang (21,2%) dengan keluhan utama penurunan kesadaran pada saat datang (Adenan et
al., 1995). Di tempat yang sama pada periode 3 tahun (Januari 2000 – Desember 2002)
dari 301 pasien sirosis hepatis yang dirawat inap, 50 orang diantaranya (16,6%)
meninggal, 14 dari 50 orang (28%) meninggal karena EH (Nurdjanah et al., 2003).
3. Diagnosis Sirosis Hepatis
Diagnosis pasti sirosis hepatis adalah dengan biopsi hati secara perkutan,
transjuguler, laparoskopik, atau dipandu secara radiologik tergantung setting klinis.
Tetapi biopsi hati tidak selalu diperlukan jika data klinis, laboratorik, dan radiologik
menyokong kuat untuk sirosis hepatis. Contohnya pasien dengan asites, gangguan
koagulasi, dan pada ultrasonografi hati tampak mengecil dan noduler (Goldberg &
Chopra, 2005). Dengan ultrasonografi, sirosis hepatis dicirikan oleh nodularitas
permukaan hati, lobus kaudatus membesar relatif terhadap lobus kanan hati. Sensitivitas
ultrasonografi untuk diagnosis sirosis hepatis adalah 87% (Sherlock & Dooley, 2002).
Ong et al. (2003) pada studi dengan subyek 121 pasien sirosis hepatis, 41% pasien
diagnosis dengan biopsi, sisanya 59% pasien diagnosis sirosis hepatis melalui tanda klinis
hipertensi portal, seperti asites, varises gastroesofagus, atau perdarahan variseal
sebelumnya. Singh et al. (2006) pada studi dengan subyek 43 pasien sirosis hepatis,
diagnosis sirosis hepatis berdasar penemuan klinis, laboratorik, dan ultrasonografik
dengan atau tanpa biopsi hati.
B. AMONIA DAN ENSEFALO PATI HEPATIKUM
1. Metabolisme amonia.
Ada beberapa faktor yang berperan dalam patofisiologi EH, antara lain adalah
interaksi antara amonia, respon inflamasi dan auto-regulasi hemodinamik serebral.
Interaksi ketiga hal tersebut merupakan hal yang paling penting dalam patofisiologi EH.