126657568-tetanus

Upload: p17420208026

Post on 03-Apr-2018

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/28/2019 126657568-Tetanus

    1/13

    Tetanus merupakan penyakit yang akut dan seringkali fatal, penyakit ini disebabkan oleh

    eksotoksin yuang dihasilkan oleh Clostridium tetani. Kata tetanus berasal dari bahasa Yunani

    tetanos, yang diambil dari kata teinein yang berarti teregang. Tetanus dikarakteristikan

    dengan kekakuan umum dan kejang kompulsif pada otot-otot rangka. Kekakuan otot biasanya

    dimulai pada rahang ( lockjaw ) dan leher dan kemudian menjadi umum. Penyakit ini

    merupakan penyakit yang serius namun dapat dicegah kejadiannya pada manusia.

    II. DEFINISI

    Penyakit yang timbul karena sistem saraf pusat terintoksikasi oleh Clostridium tetani, suatu

    kuman basil gram positif yang memproduksi neurotoksin spesifik.

    III. EPIDEMIOLOGI

    Tetanus terjadi secara luas di seluruh dunia namun paling sering pada daerah dengan populasi

    padat, pada iklim hangat dan lembab. Organisme penyebab ditemukan secara primer pada

    tanah dan saluran cerna hewan dan manusia. Transmisi secara primer terjadi melalui luka

    yang terkontaminasi. Luka dapat berukuran besar atau kecil. Pada tahun-tahun terakhir ini,

    tatanus sering terjadi melalui luka- luka yang kecil. Tetanus juga dapat menyertai setelah luka

    operasi elektif, luka bakar, luka tusuk yang dalam, luka robek, otitis media, infeksi gigi,

    gigitan binatang, aborsi dan kehamilan.

    Di Amerika Serikat, insidensi tetanus telah berhasil diturunkan sejak pertengahan tahun 1940,

    sejalan degan penggunaan imunisasi tetanus secara luas. Pelaporan kasus pada tahun 1981

    1991 oleh CDC di Amerika menunjukkan bahwa angka kematian pasien dengan tetanus

    hanya sekitar 40%. Dari tahun 1991 -1994 telah dilaporkan bahwa 60% pasien berusia 20 -59

    tahun dan 35% >60tahun.

    Secara internasional pada tahun 1992 terhitung sekitar 578.000 bayi mengalami kematian

    karena tetanus neonatorum. Pada tahun 2000, dengan data dari WHO menghitung insidensi

    secara global kejadian tetanus di dunia secara kasar berkisar antara 0,5 1 juta kasus dan

    tetanus neonatorum terhitung sekitar 50% dari kematian akibat tetanus di negara negara

    berkembang. Perkiraan insidensi tetanus secara global adalah 18 per 100.000 populasi per

    tahun. Di negara berkembang, tetanus lebih sering mengenai lakilaki dibanding perempuan

    dengan perbandingan 3 : 1 atau 4 :1

  • 7/28/2019 126657568-Tetanus

    2/13

    Secara epidemiologi, angka kematian tetanus sekitar 45% dan 6 % diketahui mendapatkan 1 -

    2 dosis tetanus toksoid, dan 15% pada individu yang tidak divaksin. Angka kematian

    tertinggi diketahui pada penderita dengan usia >60 tahun (18%).

    IV. ETIOLOGI

    Penayakit tetanus ini disebabkan karena Clostridium tetani yang merupakan basil gram

    positif obligat anaerobik yang dapat ditemukan pada permukaan tanah yang gembur dan

    lembab dan pada usus halus dan feses hewan. Mempunyai spora yang mudah bergerak dan

    spora ini merupkan bentuk vegetatif. Kuman ini bisa masuk melalui luka di kulit. Spora yang

    ada tersebar secara luas pada tanah dan karpet, serta dapat diisolasi pada banyak feses

    binatang pada kuda, domba, sapi, anjing, kucing, marmot dan ayam. Tanah yang dipupukdengan pupuk kandang mungkin mengandung sejumlah besar spora. Di daerah pertanian,

    jumlah yang signifikan pada manusia dewasa mungkin mengandung organisma ini. Spora

    juga dapat ditemukan pada permukaan kulit dan heroin yang terkontaminasi. Spora ini akan

    menjadi bentuk aktif kembali ketika masuk ke dalam luka dan kemudian berproliferasi jika

    potensial reduksi jaringan rendah. Spora ini sulit diwarnai dengan pewarnaan gram, dan dapat

    bertahan hidup bertahun tahun jika tidak terkena sinar matahari. Bentuk vegetatif ini akan

    mudah mati dengan pemanasan 120oC selama 15 20 menit tapi dapat betahan hidup

    terhadap antiseptik fenol, kresol.

    Kuman ini juga menghasilkan 2 macam eksotoksin yaitu tetanolisin dan tetanospasmin.

    Fungsi tetanolisin belum diketahui secara pasti, namun diketahui dapat menyebabkan

    kerusakan jaringan yang sehat pada luka terinfeksi, menurunkan potensial reduksi dan

    meningkatkan pertumbuhan organisme anaerob. Tetanolisin ini diketahui dapat merusak

    membran sel lebih dari satu mekanisme. Tetanospasmin (toksin spasmogenik) ini merupakan

    neurotoksin potensial yang menyebabkan penyakit. Tetanospasmin merupakan suatu toksin

    yang poten yang dikenal berdasarkan beratnya. Toksin ini disintesis sebagai suatu rantai

    tunggal asam amino polipeptida 151-kD 1315 yang dikodekan pada plsmid 75 kb.

    Tetanospasmin ini mempengaruhi pembentukan dan pengeluaran neurotransmiter glisin dan

    GABA pada terminal inhibisi daerah presinaps sehingga pelepasan neurotransmiter inhibisi

    dihambat dan menyebabkan relaksasi otot terhambat. Batas dosis terkecil tetanospasmin yang

    dapat menyebabkan kematian pada manusia adalah 2,5 nanogram per kilogram berat badan

    atau 175 nanogram untuk manusia dengan berat badan 75 kg.

  • 7/28/2019 126657568-Tetanus

    3/13

    V. PATOGENESIS

    C.tetani biasa memasuki tubuh melalui luka. Pada keadaan yang anaerobik, spora

    dapat tumbuh. Jaringan nekrosis, benda asing atau infeksi aktif juga merupakan tempat yang

    baik untuk perkembangan spora dan pelepasan toksin. Tetanospasmin merupakan suatu zinc

    metalloprotease, suatu substansi amino acid polyperptide chain yang dilepaskan di dalam

    luka. Toksin kemudian dapat menyebar melalui otot yang terkena kepada otot di sekitarnya,

    dan terikat pada ujung terminal motor neuron perifer, kemudian memasuki akson dan

    ditransport secara retrograd mealui intraneuronal. Toksin ini bekerja pada sistem saraf

    simpatis. Selain itu toksin juga dapat menyebar melalui sistem predaran darah dan limfatik.

    Toksin tetanus ini memblokade pelepasan neurotransmitter dengan membelahpermukaan protein dari vesikel sinaps, hal ini mencegah eksositosis normal dari

    neurotransmiter. Toksin ini menginterfensi fungsi arkus refleks dengan memblokade

    transmiter inhibisi, terutama GABA, pada daerah presinaps pada medula spinalis dan

    brainstem. Elisitasi dari gerakan rahang, secara normal akan diikuti dengan supresi dari

    aktivitas motor neuron, manifestasi pada elektromiogram sebagai silent period. Pada pasien

    dengan tetanus, terdapat kegagalan dari mekanisme inhibisi, yang menghasilkan peningkatan

    pada aktivasi saraf-saraf yang menginervasi muskulus maseter (trismus or lockjaw). Dari

    semua sistem neuromuskular, persarafan maseter merupakan yang paling sensitif terhadap

    toksin. Stiulus yang berbeda ini bukan hanya menghasilkan efek yang berlebihan, tetapi juga

    menghilangkan inervasi resiprokal; kontraksi agonis dan antagonis, meningkatkan spasme

    muskular. Selain terjadi efek generalisata pada saraf-saraf motorik di medula spinalis dan

    brainstem, toksin ini juga beraksi langsung pada otot skeletal pada titik akson membentuk

    end plate (muingkin terjadi pada tetanus terlokalisasi) dan pada korteks serebral dan sistem

    saraf simpatis, pada hipotalamus.

    Efek tetanospasmin terhadap pelepasan neurotransmiter

    Pengaruh tetanospasmin terhadap pelepasan neurotransmiter dapat terjadi melalui invasi saraf

    terminal, aksi potensial dependent calcium entry, dan peranan kalsium itu sendiri terhadap

    pelepasan transmiter. Terdapatnya hambatan aliran kalsium oleh toksin juga dapat

    menghambat pelepasan eurotransmiter, selain itu pelepasan transmiter dari saraf terminal

    presinaps juga tergantung pada kalsium. Toksin diketahui dapat memodifikasi proses

    mekanisme perubahan 4 Ca dependent menajadi 1 Ca dependent, bersamaan dengan

  • 7/28/2019 126657568-Tetanus

    4/13

    meningkatnya daya ikat kalsium. Vesikel sinaptik memerlukan 4 kalsium untuk dapat

    berataut pada membran presinaps bagian dalam, untuk mkemudian bergabung dna

    melepaskan transmiter. Tetanospasmin ini merupah keadaan tadi menjadi 1 ca dependent,

    bersamaan dengna menurunnya afinirtas terhadap kalsium. Dnenga demikian vesikel sinaps

    menjauhi membran presinaps yang aktif dan neurotransmiter yang gagal dilepaskan.

    Hipotesa lain oleh Gambale dan Montal, yang menyebutkan bahwa setelah toksin

    masuk ke dalam sel, meniumbulkan passive cation channel yang menyebabkan sel tetap

    berdepolarisasi sehingga mencegah pelepasan transmiter. Sedangkan Sanberg dkk

    mengemukakan sehingga mencegah pelepasan transmiter. Sedangkan Sanberg dkk

    mengemukakan bahwa tetanospasmin dapat menginhibisi pelepasan asetilkolin dari sel

    faeokromositoma adrenal tikus dan mencegah akumulasi cGMP (cyclic guanosin

    monophosphate).

    VI. GAMBARAN KLINIS

    Tetanus biasanya mengikuti luka-luka yang dikenali. Kontaminasi benda tajam

    dengan tanah, pupuk atau besi yang berkarat dapat menyebabkan tetanus. Penyakit ini juga

    dapat sebagai komplikasi dari luka bakar, ulkus, gangren, gigitan ular yang telah nekrotik,

    infeksi telinga tengah, aborsi, kelahiran, injeksi intramuskular dan pembedahan.

    Ada trias gejala yaitu rigiditas atau kekauan, spasme dari otot, jika parah maka bisa disfungsi

    otonom. Kekakuan otot leher, nyeri tenggorokan, dan kesulitan membuka mulut sering

    merupakan gejala awal. Spasme otot masseter bisa menyebabkan trismus atau lockjaw.

    Spasme yang prosesif meluas dari otot muka menyebabkan ekspresi khusus yang disebut

    Risus Sardonicus dan pada otot menelan menyebabkan disfagia. Kekakuan dari otot leher

    menyebabkan retraksi kepala. Kekauan otot-otot rangka tubuh menyebabkan opisthotonusdan kesulitan bernafas dengan complience dinding dada yang menurun.

    Untuk meningkatkan tonus otot, ada episode spasme otot. Kontraksi tonik ini seperti konvulsi

    yang mempengaruhi agonis dan antagonis dari sekelompok otot. Bisa spontan atau

    dipengaruhi oleh sentuhan, visual, suara, atau emosi. Spasme bervariasi untuk kekuatannya

    dan frekuensi tapi cukup kuat menyebabkan patah tulang dan robeknya suatu jaringan

    (avulsi). Spasme bisa terjadi terus-menerus yang bisa mengakibatkan gagal nafas. Spasme

  • 7/28/2019 126657568-Tetanus

    5/13

    faring sering diikuti spasme laring dan berhubungan dengan aspirasi dan obstruksi jalan

    nafas.

    Masa inkubasi bervariasi antara 3 sampai 21 hari, biasanya sekitar 8 hari. Pada umumnya

    tergantung pada lokasi dan jarak antara luka dengan system saraf pusat, sehingga lokasi luka

    yang jauh dapat menyebabkan masa inkubasi yang lebih lama. Masa inkubasi yang pendek

    mempunyai angka kematian yang cukup tinggi. Pada tetanus neonatorum gejala biasanya

    muncul antara 4 sampai 14 hari setelah lahir dengan rata-rata 7 hari.

    Karakteristik Dari Tetanus:

    1. Kejang bertambah berat selama 3 hari

    pertama , dan menetap selama 5-7 hari.

    2. Setelah 10 hari kejang mulai berkurang

    frekuensinya.

    3. Setelah 2 minggu kejang mulai hilang.

    4. Biasanya didahului dengan ketegangan otot

    terutama pada rahang dan leher.

    5. Kemudian timbul kesukaran membuka mulut

    ( trismus / lockjaw) karena spasme otot masseter.

    6. Kejang otot berlanjut ke kaku kuduk ( nuchal

    rigidity)

    7. Risus Sardonicus karena spasme otot muka

    dengan gambaran alis tertarik ke atas, sudut mulut tertarik keluar dan kebawah,

    bibir tertekan kuat.

    8. Gambaran umum yang khas berupa badan

    kaku dengan opistotonus, tungkai dengan eksistensi, lengan kaku dengan

    mengepal, biasanya kesadaran tetap baik.

  • 7/28/2019 126657568-Tetanus

    6/13

    9. Karena kontraksi otot yang sangat kuat, dapat

    terjadi asfiksia dan sianosis, retensi urin, bahkan dapat terjadi fraktur collumna

    vertebralis (pada anak).

    Berdasarkan pada temuan klinis terdapat 4 bentuk tetanus yang telah dideskripsikan yaitu:

    1. Tetanus lokal, merupakan bentuk yang tidak umum dimana pasien mengalamikontraksi otot yang persisten pada daerah luka yang terjadi ( agonis, antagonis, dan

    fixator). Hal inilah merupakan tanda dari tetanus likal. Kontraksi otot biasanya ringan,

    bisa bertahan dalam beberapa bulan tanpa progresif dan biasanya menghilang secara

    bertahap. Tetanus lokal dapat mendahului tetanus umum namun dalam bentuk yang

    relatif lebih ringan dan jarang menimbulkan kematian.. Prognosis pada pasien dengan

    tetanus lokal ini sangat baik, hanya berkisar 1% dari kasus yang mengalami kematian.

    2. Tetanus sefalik, merupakan bentuk tetanus yang jarang terjadi, bisanya terjadimenyertai otitis media dimana C. tetani ditemukan sebgai flora pada telinga tengahatau menyertai trauma kepala. Tetanus bentuk ini dapat mengenai nervus kranialis,

    khususnya pada daerah wajah. Bentuk tetanus ini merupakan bentuk yang tidak biasa

    dengan masa inkubasi 1-2 hari.

    3. Tetanus Umum, merupakan bentuk yang paling sering terjadi (sekitar 80%). Penyakitini biasanya muncul dalam bentukdescending. Gejala pertama yang muncul adalah

    trismus dan lockjaw, kemudian diikuti dengan kekakuan leher, kesulitan menelan, dan

    rigiditas abdomen. Gejala lain berupa Risus sardonicus, (Sardonic grin) yakni spasme

    otot-otot muka, opistotonus (kekakuan otot punggung), kejang dinding punggung.

    Spasme dari laring dan otot-otot pernafasan bisa menimbulkan sumbatan saluran

    nafas, sianose asfiksia. Gejala lainnya adalah suhu tubuh yang meningkat 2-4 C di

    atas suhu normal, berkeringat, peningkatan tekanan darah, dan denyut jantung yang

    cepat secara episodik. Spasme dapat terjadi secara berkala selama beberapa menit.

    Spasme dapat berkelanjutan selama 3-4 minggu. Penyembuhan secara komplit dapat

    memakan waktu selama beberapa bulan.

    4. Tetanus neonatorum, merupakan bentuk tetanus umum yang terjadi pada bayi barulahir. Tetanus neonatorum terjadi pada bayi yang tidak mendapatkan perlindungan

    imunisasi pasif, karena ibu yang tidak diimunisasi. Infeksi biasanya terjadi melalui

    umbilikus yang dipotong dengan perangkat yang tidak steril. Tetunus neonatorum

    sering terjadi di negara-negara berkembang (terhitung sekitar lebih dari 215.000

    kematian di dunia pada tahun 1998), namun sangat jarang terjadi di Amerika Serikat.

    VII. DIAGNOSIS

    Diagnosis tetanus mutlak didasarkan pada gejala klinis dan anamnesa. Tetanus tidaklah

    mungkin apabila terdapat riwayat serial vaksinasi yang telah diberikan secara lengkap dan

    vaksin ulangan yang sesuai telah diberikan. Pemeriksaan laboratorium hanya dipakai untuk

    eksklusi diagnosa-diagnosa yang lain.

    Biakan anaerob dari jaringan luka yang terkontaminasi didapat organisme Clostridium tetani,

    dan elektromiogram mungkin menunjukkan impuls unit-unit motorik dan pemendekan atau

  • 7/28/2019 126657568-Tetanus

    7/13

    tidak adanya interval tenang yang secara normal dijumpai setelah potensial aksi. Perubahan

    non-spesifik dapat dijumpai pada elektrokardiogram, dan enzim otot (CPK) mungkin

    meningkat.

    VIII. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

    Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang karakteristik untuk tetanus. Pada pemeriksaan

    darah, jumlah lekosit mungkin meningkat, laju endap darah sedikit meningkat. Pemeriksaan

    cairan serebrospinal masih dalam batas normal. Tingkat serum enzim otot mungkin

    meningkat. Diagnosis ditegakkan secara klinis dari anamnesa dan pemeriksaan fisik dan tidak

    tergantung pada konfirmasi bakteriologis. C. Tetani hanya ditemukan pada 30% pada luka

    pasien dengan kasus tetanus, dan dapat diisolasi dari pasien yang tidak memberikan gejalatetanus.

    IX. KLASIFIKASI

    Berdasarkan gambaran klinis yang telah dideskripsikan, maka tingkatan penyakit tetanus

    dapat dibuat dalam suatu kriteria/derajat beratringannya penyakit.

    Menurut abletts, kriteria tetanus ini dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu :

    I. (ringan) : kasus tanpa disfagia dan gangguan

    respirasi

    II. (sedang) : kasus dengan spastisitas nyata,

    gangguan menelan (disfagia) dan gangguan respirasi

    IIIa. (berat) : kasus dengan spastisitas berat disertai spasme berat

    IIIb (sangat berat) : sama dengan tingkat IIIa disertai adanya aktivitas simpatis

    berlebihan (disotonomia)

    Modifikasi Abletts :

    I : trismus ringan dan sedang dengan kekakuan umum. Tidak disertai dengan kejang,

    gangguan respirasi dengan sedikit atau tanpa gangguan menelan

  • 7/28/2019 126657568-Tetanus

    8/13

    II : trismus sedang, kaku disertai spasme kejang ringan sampai sedang yang berlangsung

    singkat disertai disfagia ringan dan takipnea > 3035 x/ menit

    III : trismus berat, kekakuan umum, spasme dan kejang spontan yang berlangsung lama.

    Gangguan pernapasan dengan takipnea > 40 x/menit, kadang apnea, disfagioa berat dan

    takikardia > 120x/menit. Terdapat peningkatan aktivitas saraf otonom yang moderat dan

    menetap.

    IV : gambaran tingkat III disertai gangguan saraf otonom berat dimana dijumpai hipertensi

    berat dengan takikardi berselang dengan hipotensi relatif dan bradikardia atau hipertensi

    diastolik yang berat dan menetap (tekanan diastolik >110 mmHg) atau hipotensi sistolik yang

    menetap (tekanan sistolik

  • 7/28/2019 126657568-Tetanus

    9/13

    Tingkat IV : Sangat berat, minimal ada 4 kriteria dengan mortalitas 60%

    Tingat V : Biasanya mortalitas 84 % dengan 5 kriteria, termasuk di dalamnya adalah tetanus

    neonatorum maupun puerpurium

    X. PENATALAKSANAAN

    Prinsip :

    1. Mengeliminasi bakteri dalam tubuh untuk mencegah pengeluaran tetanospasmin lebih

    lanjut

    2. Menetralisir tetanospasmin yang beredar bebasdalam sirkulasi (belum terikat dengan sistem saraf pusat)

    3. Meminimalisasi gejala yang timbul akibat ikatan

    tetanospasmin dengan sistem saraf pusat

    Terapi umum :

    1. Semua pasien disarankan untuk menjalani

    perawatan di ruang ICU yang tenang supaya bisa dimonitor terus-menerus fungsivitalnya. Pasien dengan tetanus tingkat II, III, IV sebaiknya dirawat di ruang khusus

    dengan peralatan intensif yang memadai serta perawat yang terlatih untuk memantau

    fungsi vital dan mengenali tanda aritmia. Hendaknya pasien berada di ruangan yang

    tenang dengan maksud untuk meminimalisasi stimulus yang dapat memicu terjadinya

    spasme.

    2. Berikan cairan infus D5 untuk mencegah

    dehidrasi dan hipoglikemi

    3. Debridement luka. Semua luka harus dibersihkan.

    Jaringan nekrotik dan benda-benda asing harus dikeluarkan. Semua luka yangberpotensial harus didebridement, abses harus diinsisi dan didrainase. Selama

    dilakukannya manipulasi terhadap luka yang diduga menjadi sumber inkubasi tetanus

    ini, harus diberikan hTIG dan terapi antibiotika. Juga penting diberikan obat-obatan

    pengontrol spasme otot selama manipulasi luka.

    Terapi khusus :

    1. Human Tetanus Imunoglobulin (hTIG 3000-6000

    IU i.m) : untuk menetralisir tetanospasmin bebas. Antitoksin ini tidak mempuny6aiefek pada toksin yang telah terikat pada jaringan saraf pada susunan saraf pusat

  • 7/28/2019 126657568-Tetanus

    10/13

    ataupun sistem otonom. Toksin bebas mungkin terdapat pada sekeliling luka tempat

    pertumbuhan C. tetani. Diberikan secepat mungkin setelah diagnosis klinis tetanus

    ditegakkan. Dosis efektif yang direkomendasikan adalah 3000-10.000 IT iv/im,

    dengan kadar puncak dalam darah dicapai dalam 48-72 jam. Sebagai pengobatan

    secara aktif 1500-3000 IU diinfiltrasikan pada sekeliling luka. Di Indonesia umumnya

    masih memakai Anti Tetanus Serum, termasuk juga di RSHS.

    2. Antibiotik : untuk menghilangkan sumber

    tetanospasmin

    DOC : Metronidazole 500 mg p.o tiap 6 jam atau 1gr tiap 12 jam selama 10-14 hari, aktif

    menghambat pertumbuhan bakteri anaerob dan protozoa.

    3. Benzodiazepine : untuk meminimalisasi spasme otot dan

    rigiditas karena bersifat GABA enhancer.

    DOC : Diazepam karena dapat mengurangi ansietas, menyebabkan sedasi dan relaksasi otot.

    Dosis pemberian berdasarkan derajat keparahan spasme otot.

    Pada orang dewasa :

    Spasme ringan : 5-10 mg p.o tiap 4-6 jam

    Spasme sedang : 5-10 mg i.v

    Spasme berat : 50-100 mg dalam 500 ml D5, infuskan dengan kecepatan 10-

    15 mg/jam

    Bila refrakter terhadap benzodiazepine, berikan neuromuscular blocking agents (vecuronium)

    4. Tetanus Toxoid (Td 0,5 ml i.m) : untuk merangsang

    dibentuknya antibodi terhadap eksotoksin bakteri. Td ini merupakan suatu eksotoksin yang

    telah didetoksikasi dengan formaldehid dan diabsorbsi ke dalam garam aluminium. Antigen

    ini akan menginduksi produksi antibody yang melawan eksotoksin.

    5. -adrenergik blocking agents (Labetolol 0,25-1

    mg/menit melalui infus i.v setelah dititrasi) untuk mengontrol disfungsi otonom yang

    didominasi aktivitas simpatis, yakni menurunkan tekanan darah tanpa memperberat takikardi

    6. Intubasi endotrakeal atau trakeostomi pada tetanus berat

    (stadium III-IV) untuk atasi gangguan napas. Hendaknya trakeostomi dilakukan pada pasien

    yang memerlukan intubasi lebih dari 10 hari, disamping itu trakeostomi juga

    direkomendasikan setelah onset kejang umum yang pertama.

    7. Walaupun imunisasi aktif tidak 100% efektif mencegahtetanus, namun imunisasi tetanus telah memperlihatkan sebagai salah satu yang paling efektif

  • 7/28/2019 126657568-Tetanus

    11/13

    sebagai pencegahan terhadap kejadian tetanus. Pemberian imunisasi dan penanganan luka

    yang baik diketahui merupakan komponen yang penting dalam mencegah penyakit ini. Pada

    pasien dengan tetanus, imunisasi aktif dengan Td harus mulai diberikan atau dilanjutkan

    sesegera mungkin setelah kondisi pasien stabil.

    XI. KOMPLIKASI

    1. Kematian (sudden cardiac death)

    Kasus fatal sering terjadi terutamanya pada pasien yang berusia lebih dari 60 tahun (18%)

    dan pasien yang tidak mendapat vaksinasi (22%). Kematian sering diakibatkan oleh

    adanya produksi katekolamin yang berlebihan dan adanya efek langsung tetanospasmin

    atau tetanolisin pada miokardium.

    2. Obstruksi jalan napas

    Pasien tetanus sering merasa nyeri hebat waktu mengalami kejang (spasme) hingga

    terjadinya laringospasme (spasme pita suara) hingga menyebabkan obstruksi dan

    gangguan pada jalan napas.

    3. Fraktur

    Fraktur pada tulang vertebra atau tulang panjang bisa terjadi karena kontraksi yang

    berlebih atau kejang yang kuat.

    4. Hiperaktifitas sistem saraf otonomik

    Efek samping yang terjadi pada keadaan ini adalah dengan meningkatnya tekanan darah

    (hipertensi) dan denyut jantung yang tidak normal.

    5. Infeksi nosokomial

    Infeksi nosokomial sering terjadi karena perawatan di rumah sakit yang lama.

    6. Infeksi sekunder

    Infeksi sekunder dapat berupa sepsis akibat pemasangan kateter, hospital-acquired

    pneumonias dan ulkus dekubitus.

    7. Hypoxic injury, aspirasi pneumonia dan emboli paru

  • 7/28/2019 126657568-Tetanus

    12/13

    Emboli paru adalah masalah yang sering ditemukan pada pasien lanjut usia dan pasien

    dengan penggunaan obat-obatan. Aspirasi pneumonia adalah komplikasi lanjut pada

    tetanus dan sering ditemukan pada 50 -70% pasien yang diotopsi.

    8. Ileus paralitik, luka akibat tekanan, retensi urin dan

    konstipasi

    9. Malnutrisi dan stress ulcers

    10. Koma

    11. Neuropati

    12. Kelainan psikis

    13. Kontraktur otot

    14. Dislokasi sendi glenohumeral dan

    temporomandibular

    XII. PROGNOSIS

    Prognosis tergantung pada masa inkubasi, waktu dari inokulasi spora sampai timbul

    gejala awal dan waktu dari timbulnya gejala awal sampai spasme tetanik awal. Secara umum,

    interval yang lebih pendek menunjukkan tetanus yang lebih berat dan prognosis yang lebih

    buruk. Kebanyakan pasienyang bertahan dari tetanus ini biasanya akan kembali pada kondisi

    kesehatan sebelumnya walau pun perbaikan berjalan secara lambat (sekitar 2 hingga 4 bulan)

    dan pasien seringkali tetap menjadi hipotonus. Pasien yang sembuh harus mendapatkan

    imunisasi aktif dengan tetanus toksoid untuk mengelakkan dari terjadinya rekurensi. Selainitu, prognosis dan angka kematian pasien dengan tetanus juga dipengaruhi oleh factor usia,

    gizi yang buruk serta penangan terhadap komplikasi yang mungkin terjadi. Dari data terkini

    yang diperolehi, kadar kematian pada penderita tetanus ringan dan sedang adalah 6% dan

    pada penderita tetanus berat bisa mencapai 60%. Meningkatnya kadar kematian pada

    penderita tetanus adalah berhubung dengan faktorfaktor berikut:

    a. Masa inkubasi yang pendekb. Onset kejang yang dini (early onset)c. Penanganan yang lambat

  • 7/28/2019 126657568-Tetanus

    13/13

    d. Apabila terdapat lesi di kepala dan muka yang terkontaminasie. Tetanus neonatorum

    Berdasarkan 5 kriteria menurut Patel dan Joag, dibuat 5 tingkatan yaitu:

    a. Tingkat 1 (ringan): minimal 1 kriteria (K1 atau K2), mortalitas 0%b. Tingkat 2 (sedang): minimal 2 kriteria (K1atau K2) dengan masa inkubasi > 7 hari

    dan awitan > 2 hari, mortalitas 10%

    c. Tingkat 3 (berat): minimal 3 kriteria (K1atau K2) dengan masa inkubasi < 7 hari danawitan < 2 hari, mortalitas 32%

    d. Tingkat 4 (sangat berat): minimal 4 kriteria, mortalitas 60%e. Tingkat 5: minimal 5 kriteria termasuk tetanus neonatorum maupun puerperium,

    mortalitas 80%.