11. bab ii tinjauan teoritis

27
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Demam Berdarah Dengue (DBD) 2.1.1 Defenisi Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa yang disebabakan oleh gigitan nyamuk aedes aegypti betina dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi yang biasanya memburuk setelah dua hari pertama (Kapita Selekta Kedokteran, 2000, edisi ke 3). Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit infeksi virus Dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Virus Dengue termasuk genus Flavivirus, famili Flaviviridae, yang dibedakan menjadi 4 serotipe yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4. Keempat serotipe virus ini terdapat di Indonesia dan dilaporkan bahwa serotipe virus DEN 3 sering menimbulkan wabah. (Syahrurahman A et al., 1995) 10

Upload: -aghfa-light-u-

Post on 26-Jun-2015

349 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 11. BAB II Tinjauan Teoritis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Demam Berdarah Dengue (DBD)

2.1.1 Defenisi

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang terdapat pada

anak dan dewasa yang disebabakan oleh gigitan nyamuk aedes aegypti

betina dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi yang biasanya

memburuk setelah dua hari pertama (Kapita Selekta Kedokteran, 2000,

edisi ke 3).

Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit infeksi virus

Dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Virus Dengue

termasuk genus Flavivirus, famili Flaviviridae, yang dibedakan menjadi 4

serotipe yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4. Keempat serotipe virus

ini terdapat di Indonesia dan dilaporkan bahwa serotipe virus DEN 3 sering

menimbulkan wabah. (Syahrurahman A et al., 1995)

Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi

virus dengue, yaitu manusia, virus dan vektor perantara. Virus dengue di

tularkan pada manusia melalui gigitian nyamuk aedes aegypti. Nyamuk

aedes tersebut mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia

yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar

liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period)

10

Page 2: 11. BAB II Tinjauan Teoritis

sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan

berikutnya. (Tata Laksana DBD di Indonesia, Depkes 2005).

2.1.2 Etiologi

Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue yang termsuk kelompok

B Arthropod Borne (Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai genus

Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe yaitu DEN-

1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan

menimbulkan antibodi terhadap serotipe virus yang bersangkutan,

sedangkan antibodi yang berbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang,

sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap

serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue

dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe

virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. (Tata

Laksana DBD di Indonesia, Depkes 2005)

2.1.3 Tanda dan Gejala

Masa tunas berkisar antara 3-15 hari, pada umumnya 5-8 hari.

Permulaan penyakit biasanya mendadak. Gejala yang timbul meliputi

mendadak suhu tubuh tinggi, nyeri pada otot seluruh tubuh, suara serak,

batuk, epitaksis disertai gejala lain seperti lemah, nafsu makan berkurang

dan muntah. Penyakit ini biasanya akan sembuh sendiri dalam 5 hari

dengan penurun suhu secara lisis. Pada hari ke-2 dan ke-3 demam muncul

bentuk perdarahan di bawah kulit (petekie/ekimosis), perdarahan gusi,

11

Page 3: 11. BAB II Tinjauan Teoritis

epistaksis sampai perdarahan yang hebat berupa muntah darah akibat

perdarahan lambung, melena dan juga hematuria masif. (Ngastiyah, 2005)

Dignosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut

WHO tahun 1997 terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris. Penggunaan

kriteria ini dimaksudkan untuk mengurangi diagnosis yang berlbihan

(overdiagnosis).

Kriteria klinis sebagai berikut:

a. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus menerus

selama 2-7 hari.

b. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan:

1) Uji touniquet positif.

2) Petekie, ekimosis, purpura

3) Perdarahan mukosa, epistaksis dan perdaran gusi

4) Hematemisis dan melena.

c. Hepatomegali

d. Syok ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi,

hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan pasien tampak

gelisah.

Kriteria Laboratoris yaitu:

a. Trombositopenia (100.000/ul atau kurang)

b. Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20% atau

lebih.

12

Page 4: 11. BAB II Tinjauan Teoritis

WHO membagi derajat DBD dalam 4 derajat yaitu sebagai berikut:

1. Derajat I: demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya

manifestasi perdarahan ialah uji tourniquet.

2. Derajat II: seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit atau

perdarahan lain.

3. Derjat III: didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat,

tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis

di sekitar mulut, kulit dingin, lembab dan anak tampak gelisah

4. Derajat IV: syok berat (Profound), nadi tidak teraba dan tekanan darah

tidak terukur.

Adanya trombositopenia disertai hemokonsetrasi membedakan

DBD derajat I atau II. Pembagian derajat penyakit dapat juga

dipergunakan untuk kasus dewasa (Tata Laksana Demam Berdarah di

Indonesia, Depkes 2005).

1.1.4 Penatalaksanaan

Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif yaitu mengatasi

kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler

dan sebagai akibat perdarahan. Untuk merawat pasien DBD dengan baik,

diperlukan dokter dan perawat yang terampil, sarana laboratorium yang

memadai, cairan kristaloid dan koloid serta bank darah yang senantiasa

13

Page 5: 11. BAB II Tinjauan Teoritis

siap bila diperlukan. (Tata Laksana Demam Berdarah di Indonesia, Depkes

2005).

Pada pasien Demam berdarah dengue dapat dianjurkan:

1. Tirah baring, selama masih demam.

2. Obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila perlu.

3. Untuk menurunkan suhu menjadi < 39 C, dianjurkan pemberian

paracetamol, asetosal/salisilat tidak dianjurkan (indikator kontra)

karena dapat menyebabkan gastritis, perdarahan, atau asiodosis.

4. Dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah, sirop,

susu, disamping air putih, dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2

hari.

5. Monitor suhu, jumlah trombosit dan hematokrit sampai fase

konvalesen.

Jenis pemberian cairan menurut rekomendasi WHO:

1. Kristaloid

Larutan ringer laktat (RL), larutan ringer asetat (RA), larutan garam faali

(GF), Dektrosa 5 % dalam larutan ringer laktat (D5/RL), dektrose 5%

dalam larutan ringer asetat (D5/RA), dektrose 5% dalam ½ larutan garam

faali (D5/1/21-GF). Untuk resusitasi syok dipergunakan larutan RL atau

RA tidak boleh larutan yang mengandung dekstran.

2. Koloid

Dekstran 40, plasma dan albumin

14

Page 6: 11. BAB II Tinjauan Teoritis

2.1.5. Pencegahan dan pemberantasan

Pemberantasan DBD seperti juga penyakit menular lain, didasarkan

atas pemutusan rantai penularan. Dalam hal DBD, komponen penularan

terdiri dari Virus ae. Aegypti dan manusia. Karena sampai saat ini belum

terdapat vaksin yang efektif terhadap virus ae. Aegypti maka pemberantasan

ditujukan pada manusia dan terutama pada vektornya (Ilmu Kesehatan Anak,

2005, edisi ke 2).

Prinsip yang tepat dalam pencegahan DBD ada beberapa cara yaitu:

1. Memanfaatkan perubahan keadaan nyamuk akibat pengaruh alamiah

dengan melaksanakan pemberantasan vektor pada saat sedikit terdapatnya

kasus DBD.

2. Memutuskan lingkaran penularan dengan menahan kepadatan vektor pada

tingkat sangat rendah untuk memberikan kesempatan penderita viremia

sembuh secara spontan.

3. Mengusahakan pemberantasan vektor di semua daerah berpotensi

penularan tinggi.

Seperti telah diterangkan, pemberantasan DBD didasarkan atas

pemutusan rantai penularan yang dapat dilaksanakan dengan cara sebagai

berikut:

1. Perlindungan perorangan untuk mencegah gigitan Ae aegypti yang dapat

dilakukan dengan jalan meniadakan sarang nyamuk dalam rumah dengan

15

Page 7: 11. BAB II Tinjauan Teoritis

cara menggunakan mosquito repellent dan insektisida dalam bentuk

semprotan.

2. Pembentasan vektor jangka panjang dan harus dilakukan secara terus

menerus seperti yang kita kenal 3M Plus yaitu:

a. Menguras

Menguras tempat-tempat penampungan air seperti : bak mandi/ WC,

tempanyan, ember, vas bunga, tempat minum burung dan lain-lain

seminggu sekali.

b. Menutup

Menutup rapat semua tempat penampungan air seperti ember, gentong,

drum dan lain-lain

c. Mengubur

Mengubur semua barang-barang bekas yang ada disekitar / di luas

rumah yang dapat menampung air hujan

Plus tindakan memberantas jentik dan menghindari gigitan nyamuk

a. Membunuh jentik nyamuk Demam Berdarah ditempat air yang sulit

dikuras atau sulit air dengan menaburkan bubuk Temephos ( abate )

atau Altosoid 2-3 bulan sekali dengan takaran 1 gram abate untuk 10

liter air atau 2,5 gram Altosid untuk 100 litter air. Abate dapat

diperoleh / dibeli di Puskesmas atau di apotik.

b. Memelihara ikan pemakan jentik nyamuk.

c. Mengusir nyamuk dengan menggunakan obat nyamuk.

16

Page 8: 11. BAB II Tinjauan Teoritis

d. Mencegah Gigitan nyamuk dengan memakai obat nyamuk gosok.

e. Memasang kawat kassa jendela dan ventilasi.

f. Tidak membiasakan menggantung pakaian di dalam kamar.

g. Gunakkan sarung klambu waktu tidur.

h. Pemberantasan nyamuk dengan fogging maupun penyemprotan hanya

mengusir nyamuk untuk sementara, dan terkadang kurang sehat bagi

mereka yang alergi pada asap fogging ini. (Prilaku Hidup Bersih dan

Sehat, Depkes 2008).

2.2. Faktor- faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit DBD

2.2.1. Pengetahuan

Menurut Bloom dalam Notoatmodjo, S. (2005). pengatahuan

(knowledge) adalah hasil pengindraan manusia atau hasil tahu seseorang

terhadap objek melalui indera yang dimiliki (mata, hidung, telinga, dan

sebagainya). Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui

indera pendengaran dan indra penglihatan. Pengetahuan seseorang

terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda.

Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengatahuan, yaitu:

1. Tahu (know)

Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang

telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Misalnya penyakit

demam berdarah ditularkan oleh gigitan nyamuk aedes aegypti.

Untuk mengatahui atau mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat

17

Page 9: 11. BAB II Tinjauan Teoritis

menggunakan pertanyaan-pertanyaan seperti bagaimana cara

melakukan PSN (Pemberantasan sarang nyamuk).

2. Memahami (comprehension)

Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek

tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut

harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang

diketahui. Misalnya orang yang memahami cara pemberantasan

penyakit demam berdarah, bukan hanya sekedar menyebutkan 3M

(mengubur, menguras dan menutup), tetapi harus dapat menjelaskan

mengapa harus mengubur, menguras dan menutup tempat-tempat

penampungan air tersebut.

3. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek

yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip

yang diketahui tersebut pada situasi yang lain. Misalnya, seseorang

yang telah paham tentang metodologi penelitian, ia akan mudah

membuat proposal penelitian dimana saja.

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan

memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-

komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang

diketahui. Indikasi bahwa pengatahuan seseorang itu sudah sampai

pada tingkat analisis apabila bisa membedakan, memisahkan dan

18

Page 10: 11. BAB II Tinjauan Teoritis

mengelompokkan objek tersebut. Misalnya bisa membedakan

nyamuk aedes aegypti dengan nyamuk biasa.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk

merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari

komponen-komponen pengatahuan yang dimiliki. Dengan kata lain

sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru

dari formulasi yang telah ada.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu.

Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang

ditentukan sendiri atau norma yang berlaku di masyarakat.

Pengetahuan kesehatan ( health knowledge) adalah mencakup

apa yang diketahui oleh seseorang terhadap cara-cara memelihara

kesehatan. Pengatahuan tentang cara-cara memelihara kesehatan

meliputi:

1. Pengetahuan tentang penyakit menular dan tidak menular (jenis

penyakit, cara penularannya, tanda-tandanya, gejala-gejalanya,

penyebab, cara pencegahan, cara mengatasi atau menangani

sementara).

19

Page 11: 11. BAB II Tinjauan Teoritis

2. Pengetahuan tentang faktor-faktor yang terkait atau

mempengaruhi kesehatan antara lain: gizi makanan, sarana air

bersih, pembuangan sampah, perumahan sehat dan sebagainya.

3. Pengetahauan tentang fasilitas pelayanan kesehatan yang

profesional maupun yang tradisional.

4. Pengetahuan untuk menghindari kecelakaan baik kecelakaan

rumah tangga, maupun kecelakaan lalu lintas.

Pengatahuan kesehatan dapat diukur degan mengajukan

pertanyaan-pertanyaan secara langsung (wawancara) atau melalui

pertanyaan tertulis (angket). Indikator pengatahuan kesehatan adalah

tingginya pengatahuan responden tentang kesehatan atau besarnya

persentase sampel responden tentang variabel kesehatan. Misalnya

berapa % responden yang tahu tentang cara-cara mencegah penyakit

demam berdarah. (Notoatmodjo, 2005).

2.2.2. Perilaku Manusia

Dari aspek biologis menurut Notoatmodjo, S (2005) perilaku adalah

suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau aktivitas organisme atau

makhluk hidup yang bersangkutan. Manusia sebagai makhluk hidup

mempunyai bentangan aktivitas yang sangat luas. Secara singkat,

aktivitas manusia dikelompokkan menjadi 2 yaitu:

20

Page 12: 11. BAB II Tinjauan Teoritis

1. Aktivitas-aktivitas yang dapat diamati oleh orang lain, misalnya:

membuang sampah sembarangan, menguras bak mandi dan

sebagainya.

2. Aktivitas yang tidak dapat diamati oleh orang lain seperti berfikir,

berfantasi dan sebagainya.

Menurut Skiner (1983) seorang ahli psikologi dalam Notoatmodjo, S

(2005), merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi

seseoarang terhadap stimulus (rangsangan dari luar) dengan demikian,

perilaku manusia terajadi melalu proses: stimulus-----> organisme ----->

respons.

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, Skiner (1938)

dalam Notoatmodjo (2007) membedakan perilaku menjadi dua yaitu:

1) Perilaku tertutup (cover behaviour) adalah respon seseorang terhadap

stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respon atau

reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi,

pengetahuan, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus

tersebut, dan belum dapat diamati oleh orang lain secara jelas.

2) Perilaku terbuka (overt behaviour) adalah respon seseorang terhadap

stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap

stimulus tersebut sudah nyata jelas dalam bentuk tindakan atau pratik

(practice), yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.

Ada dua faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku manusia yaitu:

21

Page 13: 11. BAB II Tinjauan Teoritis

1. Faktor intern yaitu faktor yang berasal dari dalam individu mencakup

pengatahuan, keceradasan, emosi, dan sebagaianya.

2. Faktor ekstern yaitu faktor yang berasal dari luar diri individu

meliputi lingkungan sekitar, baik fisik maupun non fisik seperti iklim,

manusia, sosial dan budaya.

Seperti telah diuraikan di atas tentang faktor yang mempengaruhi

prilaku, bahwa prilaku adalah hasil atau resultan antara stimulus (faktor

ekstern) dengan respons (faktor intern) dalam subjek atau orang yang

berprilaku tersebut. (Notoatmodjo, S 2005) .

Lawrence Green dalam Notoatmodjo, S (2005) mencoba

menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan

seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yakni

faktor perilaku (behaviour causes) dan faktor di luar perilaku (non-

behaviour causes).

Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3

faktor yaitu :

1. Faktor-faktor predisposisi, yang terwujud dalam pengetahuan,

sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya,

2. Faktor-faktor pendukung, yang terwujud dalam lingkungan fisik,

tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana

22

Page 14: 11. BAB II Tinjauan Teoritis

kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi,

jamban dan sebagainya.

3. Faktor-faktor pendorong, yang terwujud dalam sikap dan perilaku

petugas kesehatan atau petugas yang lain, yang merupakan

kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

Dapat disimpulkan bahwa perilaku keseahatan (healthy behavior)

adalah respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan

dengan sehat sakit, penyakit, dan faktor-faktor yang mempengaruhi

sehat-sakit (kesehatan) seperti lingkungan, nutrisi dan pelayanan

kesehatan. Dengan kata lain perilaku kesehatan adalah semua aktivitas

atau kegiatan seseorang, baik yang diamatai (observable) maupun yang

tidak dapat diamati (unobservable) yang berkaitan dengan pemeliharaan

dan peningkatan kesehatan. (Notoatmodjo, S. 2005)

Perilaku kesehatan pada garis besarnya dikelompokkan menjadi

dua, yaitu:

1. Perilaku orang yang sehat agar tetap sehat dan meningkatkan

kesehatan.

Perilaku ini disebut perilaku sehat (healthy behavior), yang

mencakup perilaku-perilaku (overt dan covert behavior) dalam

mencegah atau menghindar dari penyakit dan penyebab penyakit

(perilaku preventif), dan perilakudalam mengupayakan meningkatnya

kesehatan (perilaku promotif). Seperti menggunakan mosquito

repellent untuk menghindari gigitan nyamuk aedes aegypti.

23

Page 15: 11. BAB II Tinjauan Teoritis

2. Perilaku orang yang sakit.

Perilaku orang yang telah terkena masalah kesehatan untuk

memperoleh penyembuhan dan pemecahan masalah kesehatannya.

Perilaku ini disebut perilaku pencarian pelayanan kesehatan (health

seeking behavior).

2.2.3. Lingkungan

Menurut Sartaian seorang ahli psikologi Amerika dalam Ngalim,

M.P. (1996) mengatakan bahwa lingkungan (environment) ialah meliputi

semua kondisi-kondisi dalam dunia ini yang dalam cara-cara tertentu

mempengaruhi perilaku kita, pertumbuhan, perkembangan, atau life

processes kita kecuali gen-gen. Sedangkan menurut UU. RI. No.23 tahun

1997 dalam Suryani, D (2007) lingkungan adalah kesatuan ruang dengan

semua benda, daya, keadaan makhluk hidup termasuk manusia dan

perilakunya yang mempengaruhi perikehidupan dan kesejahteraaan

manusia dan makhluk hidup lainnya.

Menurut definisi yang luas ini ternyata bahwa di dalam lingkungan

kita tidak hanya terdapat sejumlah besar faktor-faktor pada suatu saat,

tetapi terdapat pula faktor-faktor lain yang banyak sekali, yang secara

potensial sanggup dapat mempengaruhi kita. Menurut Sartain lingkungan

itu dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu:

24

Page 16: 11. BAB II Tinjauan Teoritis

1. Lingkungan alam/luar (external or physical environment)

Lingkungan alam atau luar ialah segala sesuatu yang ada dalam

dunia ini yang bukan manusia seperti: rumah, tumbuh-tumbuhan, air,

iklim, hewan dan sebagainya.

2. Lingkungan dalam (internal environment)

Lingkungan dalam yaitu segala sesuatu yang termasuk

lingkungan luar/alam. Akan tetapi makanan yang sudah dalam perut

mengalami proses penceranaan dan perserapan ke dalam pembuluh-

pembuluh darah dan mempengaruhi tiap-tiap sel di dalam tubuh

merupakan termasuk lingkungan dalam.

3. Lingkungan sosial/masyarakat (social environment)

Lingkungan sosial yaitu semua orang atau manusia yang

mempengaruhi kita.

Perkembangan epidemiologi menggambarkan secara spesifik

peran lingkungan terhadap status kesehatan yang menyebabkan

terjadinya penyakit dan wabah. Bahwasanya lingkungan berpengaruh

terjadinya penyakit sudah sejak lama diperkirakan orang. (Soemirat, J.S.

2007). Melalui faktor lingkungan, seseorang yang keadaan fisik atau

daya tahannya terhadap penyakit kurang, akan mudah terserang penyakit.

(Sukarni, M. 1994).

Menurut Manssjoer (2001) dalam Kristina (2004) Secara umum

lingkungan dibedakan atas lingkungan fisik dan lingkungan non fisik.

25

Page 17: 11. BAB II Tinjauan Teoritis

Lingkungan fisik adalah lingkungan alamiah yang terdapat di sekitar

manusia, sedangkan lingkungan non fisik ialah lingkungan yang muncul

akibat adanya interaksi antar manusia. Faktor lingkungan fisik yang

berperan terhadap timbulnya penyakit DBD meliputi kelembaban nisbi,

cuaca, kepadatan larva dan nyamuk dewasa, lingkungan di dalam rumah,

lingkungan di luar rumah dan ketinggian tempat tinggal. Unsur-unsur

tersebut saling berperan dan terkait pada kejadian infeksi Virus Dengue

(Soegijanto S., 2003).

Kesehatan lingkungan merupakan pengndalian penyakit menular,

pendidikan hygiene perorangan, mengorganisir pelayanan medis dan

perawatan dan membangun mekanisme sosial menikmati hidup (Suryani,

D 2007). Depkes (2004) dalam Kristina (2004) menyatakan bahwa faktor

lingkungan yang berperan terhadap timbulnya penyakit DBD diantaranya

lingkungan pekarangan yang tidak bersih, seperti bak mandi yang jarang

dikuras, pot bunga, genangan air di berbagai tempat, ban bekas, batok

kelapa, potongan bambu, drum, kaleng-kaleng bekas serta botol-botol

yang dapat menampung air dalam jangka waktu yang lama. Lingkungan

non fisik yang berperan dalam penyebaran DBD adalah kebiasaan

menyimpan air serta mobilitas masyarakat yang semakin meningkat.

26