10. pendekatan interdisipliner-pengembangan paradigma integratif-interkonektif

29
 0 MAKALAH PENDEKATAN INTERDISPLINER DALAM STUDI ISLAM: PENGEMBANGAN PARADIGMA INTEGRATIF-INTERKONEKTIF Disusun Untuk Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Pendekatan dalam Pengkajian Islam Yang Dibimbing Oleh Bapak Dr. Karwadi, M.Ag Oleh: Intan Nuyulis Naeni Puspitasari NIM. 1120411033 KONSENTRASI MANAJEMEN KEBIJAKAN PENDIDIKAN ISLAM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2012

Upload: indhra-musthofa

Post on 15-Oct-2015

489 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

  • 5/25/2018 10. Pendekatan Interdisipliner-Pengembangan Paradigma Integratif-Interk...

    http:///reader/full/10-pendekatan-interdisipliner-pengembangan-paradigma-integratif0

    MAKALAH

    PENDEKATAN INTERDISPLINER DALAM STUDI ISLAM:

    PENGEMBANGAN PARADIGMA INTEGRATIF-INTERKONEKTIF

    Disusun Untuk Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester

    Mata Kuliah Pendekatan dalam Pengkajian Islam

    Yang Dibimbing Oleh Bapak Dr. Karwadi, M.Ag

    Oleh:

    Intan Nuyulis Naeni Puspitasari

    NIM. 1120411033

    KONSENTRASI MANAJEMEN KEBIJAKAN PENDIDIKAN ISLAM

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM

    PROGRAM PASCASARJANA

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA

    YOGYAKARTA

    2012

  • 5/25/2018 10. Pendekatan Interdisipliner-Pengembangan Paradigma Integratif-Interk...

    http:///reader/full/10-pendekatan-interdisipliner-pengembangan-paradigma-integratif1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Keberadaan Islam bukan hanya sebagai agama monodimensi. Islam bukan hanya

    agama yang didasarkan pada intuisi mistis manusia dan terbatas hanya pada hubungan

    antara manusia dengan Tuhan. Ini hanyalah satu dari sekian banyak dimensi agama

    Islam1. Untuk mempelajari aspek multidimensional dari Islam, metode filosofis niscaya

    dipergunakan untuk menemukan sisi-sisi terdalam dari hubungan manusia dengan

    Tuhan dengan segenap pemikiran metafisikanya yang umum dan bebas.2Dimensi lain

    dari agama Islam adalah masalah kehidupan manusia di bumi ini. Untuk mempelajari

    dimensi ini harus dipergunakan metode-metode yang selama ini dipergunakan dalam

    ilmu manusia.3 Agama (baca: Islam), dengan cara pandang seperti ini, tidak lagi

    berwajah tunggal (single face) melainkan memiliki banyak wajah (multiface).4

    Keragaman dimensi Islam mengindikasikan bahwa memahami Islam tidak

    cukup dengan satu pendekatan atau keilmua tertentu saja, akan tetapi membutuhkan

    banyak pendekatan yang didasarkan pada berbagai disiplin ilmu. Dengan kata lain,

    perlu pengkajian secara interdisipliner yang berparadigma integratif-interkonektif

    dengan menggunakan berbagai perspektif, tidak hanya secara normatif-teologis. Dalam

    hal ini pendekatan-pendekatan keilmuan yang telah dibahas sebelumnya seperti historis,

    filosofis, sosiologi, antropologi, psikologi, filologi, fenomenologi, hermeneutik, dan

    seterusnya sangat diperlukan.

    Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa dalam masyarakat luas masih kuat

    beranggapan bahwa agama dan ilmu adalah dua entitas yang tidak bisa

    dipertemukan. Keduanya mempunyai wilayah sendiri-sendiri, terpisah antara satu dan

    lainnya, baik dari segi objek formal-material, metode penelitian, kriteria kebenaran,peran yang dimainkan oleh ilmuwan maupun status teori masing-masing bahkan sampai

    1Nasr Hamid Abu Zayd mengelompokkan dimensi ajaran Islam menjadi tiga wilayah; 1) teks

    asli Islam (al-Quran dan Sunnah); 2) pemikiran Islam yang ditemukan dalam empat pokok cabang, yaitu

    hokum, teologi, filsafat, dan tasawuf/mistik; 3) praktek yang dilakukan kaum muslimin kehidupan dengan

    berbagai macam latar belakang sosial2Lihat pengantar Lukman S. Thahir, Studi Islam Interdisipliner, (Yogyakarta: Qirtas, 2004)

    3Mukti Ali, Metodologi Ilmu Agama Islam, dalam Taufik Abdullah dan M. Rusli Karim (Ed.),

    Metodologi Penelitian Agama Sebuah Pengantar, (Yogyakarta: Tiara Wacana 1991), hal. 474M. Amin Abdullah, Rekonstruksi Metodologi Studi Agama dalam Masyarakat Multikultural

    dan Multireligius, dalam M. Amin Abdullah, dkk. (Ed.), Antologi Studi Islam Teori dan Metodologi,(Yogyakarta: Sunan Kalijaga Press, 2000), hal. 5

  • 5/25/2018 10. Pendekatan Interdisipliner-Pengembangan Paradigma Integratif-Interk...

    http:///reader/full/10-pendekatan-interdisipliner-pengembangan-paradigma-integratif2

    ke institusi penyelenggaranya. Dengan lain ungkapan, ilmu tidak memperdulikan agama

    dan agama tidak memperdulikan ilmu. Begitulah sebuah gambaran praktik

    kependidikan dan aktivitas keilmuan di tanah air sekarang ini dengan berbagai dampak

    negatif yang ditimbulkan dan dirasakan oleh masyarakat luas. Oleh karenanya,

    anggapan yang tidak tepat tersebut perlu dikoreksi dan diluruskan.5

    Tantangan di era globalisasi menuntut respon tepat dan cepat dari sistem

    pendidikan Islam secara keseluruhan. Jika kaum muslimin tidak hanya ingin sekedar

    survivedi tengah persaingan global yang semakin tajam dan ketat, tetapi juga berharap

    mampu tampil di depan, maka re-orientasi pemikiran mengenai pendidikan Islam dan

    re-konstruksi system kelembagaan merupakan keniscayaan. Pemikiran inilah yang

    kemudian mendorong adanya gagasan pengembangan IAIN sebagai pilot project

    menjadi UIN yang mencakup bukan hanya fakultas-fakultas agama tetapi juga fakultas

    umum dengan corak epistemologi dan etika moral keagamaan yang integralistik.6

    Demikianlah, maka pembahasan dalam makalah ini ingin menegaskan perlunya

    pengembangan studi Islam dalam segala aspek kehidupan, dikaji secara interdisipliner

    dengan paradigma integratif-interkonektif, sekaligus ingin menggambarkan betapa

    kajian tentang Islam membuka kemungkinan-kemungkinan baru bagi aplikasi

    metodologi dari disiplin keilmuan lain, utamanya pendekatan secara humanities dan

    social sciences.

    5M. Amin Abdullah, Islamic Studies di Perguruan Tinggi, Pendekatan Integratif-Interkonektif,

    Cet. II (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal. 92-936

    M. Amin Adullah, dkk, Menyatukan Kembali Ilmu-Ilmu Agama dan Umum (Upayamempertemukan epistemology Islam dan umum), (Yogyakarta: UIN SUKA Press, 2003), hal. 7

  • 5/25/2018 10. Pendekatan Interdisipliner-Pengembangan Paradigma Integratif-Interk...

    http:///reader/full/10-pendekatan-interdisipliner-pengembangan-paradigma-integratif

  • 5/25/2018 10. Pendekatan Interdisipliner-Pengembangan Paradigma Integratif-Interk...

    http:///reader/full/10-pendekatan-interdisipliner-pengembangan-paradigma-integratif4

    Tradisi keilmuan positivisme logis tersebut semakin memperkuat anggapan

    dalam masyarakat bahwa agama dan ilmu adalah merupakan dua entitas terpisah

    dan tidak dapat dipertemukan. Keduanya mempunyai wilayah sendiri-sendiri,

    terpisah antara satu dan lainnya, baik dari segi objek formal-material, metode

    penelitian, kriteria kebenaran, maupun peran yang dimainkan oleh ilmuwan.9

    Sementara itu di dunia Timur dalam hubungan ini dunia Islam,

    pengembangan ilmu agama Islam bersifat normatif-tekstual terlepas dari

    perkembangan iptek seperti ilmu sosial, politik, ekonomi, hukum dan humaniora

    pada umumnya. Akibatnya tidak membawa ke arah kesejahteraan hidup manusia,

    karena pola pikir yang serba bipolar-dikotomis ini menjadikan manusia terasing

    dari nilai-nilai spiritualitas-moralitas, dirinya sendiri, masyarakat, lingkungan dan

    dinamika sosial budaya di sekitarnya. Dengan kata lain, terjadi proses dehumanisasi

    secara massif baik pada tataran kehidupan keilmuan maupun keagamaan.

    Atas dasar realitas perkembangan ilmu dan agama di atas, akibatnya tidak

    membawa ke arah kesejahteraan kehidupan umat manusia. Ilmu-ilmu positif yang

    dikembangkan secara sekuler yang berpaham value free, tidak membawa kehidupan

    manusia ke arah kesejahteraan yang berperadaban dan berkeadilan, melainkan

    dikembangkan demi kepentingan-kepentingan besar, bahkan dalam praktek

    kehidupan global ilmu pengetahuan semakin membawa kepincangan dalam

    kehidupan manusia, karena jauh dari nilai moralitas religius.10

    Oleh karena itu dalam kehidupan pascamodern ini, dikotomi ilmu dan

    agama secara objektif harus diakhiri. Secara objektif kehidupan manusia di dunia

    ini tidak bisa dilepaskan dengan nilai-nilai religius dan nilai-nilai kebudayaan (yaitu

    seluruh hasil cipta, rasa, dan karsa manusia dalam kehidupan di dunia sebagai

    khalifatu Allah fi-al-ardh). Manusia dalam menjalankan ibadah kepada Allahsenantiasa membutuhkan sarana ibadah sebagai hasil budaya manusia, misalnya

    bangunan, rumah ibadah maupun alat atau sarana lainnya. Dalam kehidupan

    bermasyarakat berkembanglah berbagai budaya yang dilandasi dengan nilai-nilai

    agama, seperti pendidikan, upacara-upacara, tradisi, pertanian, politik, ekonomi,

    hukum, dan bidang lainnya.

    9M. Amin Abdullah,Islamichal. 93

    10

    Kaelan, Metode Penelitian Agama Kualitatif Interdisipliner, (Yogyakarta: Paradigma, 2010),hal. 22-23

  • 5/25/2018 10. Pendekatan Interdisipliner-Pengembangan Paradigma Integratif-Interk...

    http:///reader/full/10-pendekatan-interdisipliner-pengembangan-paradigma-integratif5

    3. Hubungan interdisipliner antara ilmu dan agamaBidang keilmuan secara filosofis landasan fundamental ilmu adalah dasar

    ontologis, epistemologis, dan aksiologis. Dalam hubungan dengan agama dasar

    filosofis tersebut memiliki perbedaan, karena secara ontologis agama berhubungan

    dengan hakikat hidup manusia dalam hubungannya dengan Tuhan. Agama dalam

    arti luas merupakan wahyu Tuhan, yang mengatur hubungan manusia dengan

    Tuhan, diri sendiri, manusia lain, lingkungan hidup baik fisik, sosial maupun

    budaya secara global.11

    Oleh karena itu dalam berbagai kehidupan manusia dapat diteliti dan

    ditemukan nilai-nilai yang berasal dari agama. Misalnya dalam kehidupan budaya

    seperti bangunan, hasil kesenian, pakaian, benda budaya, adat istiadat, folklore,

    sastra, filsafat, bahasa, dan aspek budaya lainnya. Demikian pula dalam bidang

    sosial, ekonomi, hukum, pendidikan dapat diteliti dan ditemukan nilai-nilai religius

    yang berasal dari agama, seperti hukum Islam, politik Islam, pendidikan Islam,

    sistem sosial yang dipengaruhi oleh Islam, kelompok sosial yang mendasarkan

    etika Islam dan fenomena realitas sosial, politik, hukum, pendidikan yang lainnya.

    Berdasarkan realitas tersebut maka dalam suatu penelitian tidak dibangun

    secara antardisiplin, melainkan secara interdisipliner yang pada gilirannya di

    kemudian dapat dikembangkan bidang-bidang kajian keilmuan yang memiliki

    karakteristik interdisipliner. Misalnya suatu objek kajian budaya yang memiliki

    nilai-nilai religius seperti Nyadran, Sekaten, Khitanan, Pendidikan Islam,

    Perkawinan, Hukum waris, dan lain sebagainya tidak mungkin hanya dikaji dari

    sudut pandang tertentu, oleh karena itu harus dikaji secara interdisipliner yaitu

    agama dan bidang ilmu tertentu seperti Islam dan ilmu kebudayaan, ilmu ekonomi,

    ilmu hokum, ilmu sosial politik, dan ilmu filsafat.

    4. Objek penelitian agama interdisiplinerKeberadaan Islam sebagai gejala budaya dan sosial dapat dijadikan sebagai

    sasaran penelitian dalam berbagai aspek dan bentuknya, baik agama Islam sebagai

    wahyu maupun produk sejarah. Islam adalah wahyu yang diturunkan kepada Nabi

    Muhammad SAW sebagai pedoman untuk kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

    11Ibid, hal. 23

  • 5/25/2018 10. Pendekatan Interdisipliner-Pengembangan Paradigma Integratif-Interk...

    http:///reader/full/10-pendekatan-interdisipliner-pengembangan-paradigma-integratif6

    Kita percaya bahwa wahyu itu terdiri atas dua macam: wahyu yang berbentuk al-

    Quran dan hadis.12

    Persoalan-persoalan di sekitar al-Quran yang dapat dijadikan sasaran

    penelitian itu banyak sekali. Banyak topik yang bisa dikaji baik studi secara tekstual

    maupun kontekstual. Namun satu hal yang patut diperhatikan dalam studi al-Quran

    juga membutuhkan studi interdisipliner. Sebab al-Quran selain berbicara mengenai

    keimanan, ibadah, aturan-aturan, juga berbicara tentang isyarat-isyarat ilmu

    pengetahuan. Maka ilmu-ilmu seperti sosiologi, botani, dan semacamnya perlu

    dipelajari untuk memahami ayat-ayat al-Quran. Persoalan utamanya adalah

    bagaimana kaitan antara ilmu al-Quran dengan ilmu-ilmu lain, disinilah dibutuhkan

    studi interdisipliner.Sama seperti kajian terhadap al-Quran yang membutuhkan

    studi interdisipliner, dalam hadis pun usaha ini perlu dilakukan. 13

    Selain itu, ternyata ada bagian dari Islam yang merupakan produk sejarah.

    Seperti adanya konsepKhulafa al-Rasyidin; seluruh bangunan sejarah Islam klasik,

    tengah, dan modern; kitab-kitab kumpulan hadis; kebudayaan Islam klasik, tengah,

    modern, arsitetuk Islam, seni lukis, seni musik, dan bentuk masjid; sejarah politik,

    ekonomi, dan sosial Islam; filsafat Islam, kalam, fikih, tasawuf, akhlak; demikian

    juga naskah-naskah Islam seperti undang-undang Malaka, serat keagamaan di

    berbagai tempat, dan lain-lainnya, kesemuanya itu adalah merupakan produk

    sejarah, sehingga dapat dan perlu dijadikan sasaran penelitian.14

    Seluruh ilmu pengetahuan bidang apapun agar diakui di kalangan

    masyarakat ilmiah harus memiliki syarat-syarat ilmiah, antara lain adalah memiliki

    objek. Objek penelitian dalam ilmu dapat dibedakan atas objek formal15dan objek

    material 16 . Dalam kehidupan manusia praktek kehidupan keagamaan dalam

    keilmuan terdapat empat kluster, yaitu kalam (teologi), fiqh, tasawuf dan filsafat.Keempat kluster keilmuan Islam tersebut jika dikelompokkan karakteristiknya dapat

    ditemukan dua tipe epistemologis, yaitu bidang kalam (teologi), dalam penelitian

    bersifat monodisipliner yaitu dari ilmu agama. Secara metodologis bidang ini

    12M. Atho Mudzhar, Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek, cet. V (Yogyakarta:

    Pustaka Pelajar, 2004), hal. 1913

    Ibid, hal. 2014

    Ibid, hal. 2315

    Objek yang menyangkut sudut pandang, yaitu dari sudut pandang apa objek material kajian

    ilmu itu dibahas atau dikaji16Objek yang merupakan fokus kajian dari suatu ilmu pengetahuan tertentu

  • 5/25/2018 10. Pendekatan Interdisipliner-Pengembangan Paradigma Integratif-Interk...

    http:///reader/full/10-pendekatan-interdisipliner-pengembangan-paradigma-integratif7

    memiliki ciri deduktif, karena berupaya untuk menggali makna berdasarkan wahyu

    Allah dan Sunnah, dan kebenarannya bersifat tautologis 17mutlak, karena wahyu

    tidak dapat dijustifikasi berdasarkan rasio.18

    Berbeda dengan kluster kalam tersebut, ketiga kluster yaitu fiqh, tasawuf,

    dan filsafat berinterkoneksi dengan kebudayaan manusia. Dalam model keilmuan

    interdisipliner Islam, ilmu-ilmu Islam berintegrasi dengan ilmu-ilmu yang lainnya,

    yaitu budaya, hukum, ekonomi, sosial, psikologi, pendidikan, filsafat, seni, dan

    ilmu lainnya.

    Objek material penelitian agama interdisipliner senantiasa merupakan suatu

    integrasi antara agama dan budaya, karena objek material itu telah merupakan

    aspek praksis dalam kehidupan keagamaan manusia, sehingga senantiasa

    berakulturasi dengan budaya manusia dalam arti luas. Dalam konteks penelitian

    interdisipliner seperti ini, jika hanya dilakukan secara monodisipliner maka secara

    epistemologis hasil penelitian tidak akan optimal.

    a. Objek formal penelitian agama interdisiplinerPenelitian agama interdisipliner merupakan langkah untuk mewujudkan

    the body of knowledge dari Islam sebagai suatu ilmu. Menurut Fazlur Rahman

    dalam karyanya Islam and Modernity: Transformation of an Intellectual

    Tradition (1982), ditinjau dari filsafat ilmu kiranya sudah saatnya studi Islam

    dapat dikategorikan science dengan cara menerapkan metode keilmuan pada

    Islam misalnya metode ilmu sosial. Sejalan dengan pemikiran Rahman, Charles

    J. Adams tentang pentingnya untuk menerapkan metode ilmu lain dalam studi

    Islam untuk membangun science of religion (ilmu agama). Pengembangan itu

    dilakukan dengan jalan menerapkan metode-metode dan kaidah-kaidah yang ada

    dalam ilmu-ilmu lain terutama sosial-humaniora pada ilmu agama.

    19

    Agama Islam dalam realitas kehidupan manusia senantiasa telah

    berintegrasi secara interdisipliner dengan budaya dalam arti luas, dan secara

    rinci unsur-unsurnya meliputi sosial, hukum, ekonomi, filsafat, pendidikan,

    bahasa, seni, dan bidang lainnya. Oleh karena itu dalam penelitian secara

    epistemologis yang relevan untuk dikembangkan dalam penelitian adalah kajian

    17Dalam logika modern, berarti suatu pernyataan yang mesti benar

    18

    Kaelan,Metode,,,hal. 40-4119Ibid, hal. 42-44

  • 5/25/2018 10. Pendekatan Interdisipliner-Pengembangan Paradigma Integratif-Interk...

    http:///reader/full/10-pendekatan-interdisipliner-pengembangan-paradigma-integratif8

    berdasarkan objek formal interdisipliner, yaitu antara agama dengan budaya

    yang meliputi sosial, hukum, antropologi, ekonomi, filsafat, pendidikan, bahasa

    dan bidang lainnya serta seni.

    b. Objek material penelitian agama interdisiplinerSebagaimana dibahas sebelumnya, bahwa realitas budaya karya manusia

    dalam masyarakat religius, senantiasa merupakan suatu objek kajian penelitian

    yang sifatnya interdisipliner. Jadi seluruh realitas kehidupan manusia itu

    senantiasa merupakan proses integrasi antara nilai-nilai esensial Islam (core

    values) Islam dengan kebudayaan manusia, yang realisasinya meliputi berbagai

    bidang kehidupan.20

    Sebagai suatu produk manusia, kebudayaan pada hakikatnya adalah

    merupakan ekspresi eksistensi manusia sebagai makhluk historis. Maka

    kebudayaanpun terwujud sesuai dengan corak dasar keberadaan manusia. Dari

    wujud eksistensinya, manusia adalah kesatuan substansial antara prinsip material

    dan spiritual. Oleh karena dalam ekspresi kebudayaanpun senantiasa memiliki

    hakikat wujud sesuai dengan prinsip tersebut. Maka kedua wujud eksistensi

    tersebut terjelma pula dalam wujud kebudayaan material dan spiritual.

    Menurut Koentjaningrat wujud kebudayaan meliputi tiga hal:

    1) Wujud ideal kebudayaan, yaitu sebagai suatu kompleks ide-ide, gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan yang terkandung

    dalam kebudayaan. Wujud ini disebut ideal karena memang sifatnya yang

    abstrak, tidak dapat diindra, hakikatnya hanya dapat dipahami, dipikirkan,

    diketahui, dan dihayati oleh manusia. Namun wujud ide-ide tersebut dapat

    diderivasikan manusia dalam kehidupan yang bersifat praksis.

    2)

    Wujud kebudayaan yang merupakan suatu sistem sosial, yaitu merupakansuatu kompleks aktivitas, berupa aktivitas manusia yang saling berinteraksi,

    bersifat kongkret, dapat diamati dengan indera manusia.

    3) Wujud kebudayaan fisik, yaitu wujud kebudayaan secara fisik yang meliputisemua benda, objek fisik hasil karya manusia, misalnya tempat ibadah,

    sarana ibadah, rumah, gedung-gedung, bangunan-bangunan, prasasti, tugu

    peringatan, senjata, dan lain-lain. Kebudayaan fisik tersebut sebagai suatu

    20Ibid, hal. 44-49

  • 5/25/2018 10. Pendekatan Interdisipliner-Pengembangan Paradigma Integratif-Interk...

    http:///reader/full/10-pendekatan-interdisipliner-pengembangan-paradigma-integratif-

    9

    sarana, peralatan dalam komunikasi manusia dalam rangka untuk mencapai

    tujuannya.

    Ketiga wujud kebudayaan tersebut, memang kebudayaan yang berupa

    nilai atau wujud ideal sebagai sumber dari wujud budaya sistem sosial dan

    kebudayaan fisik. Namun dalam proses perkembangan kebudayaan yang

    sesungguhnya terjadi adalah adanya pengaruh timbale balik di antara ketiga

    wujud kebudayaan tersebut.

    Berdasarkan hakikat wujud kebudayaan tersebut dalam hubungannya

    dengan penelitian agama interdisipliner, realitas objek peneitian itu tidak

    hanya wahyu Allah yang bersifat metafisis dan merupakan suatu nilai.

    Demikian pula objek penelitian juga tidak pernah hanya merupakan sistem

    sosial dan kebudayaan fisik saja yang realitasnya bersifat empiris, namun

    objek penelitian senantiasa merupakan suatu sintesis antara nilai-nilai religius,

    sistem sosial, dan kebudayaan fisik.

    Berdasarkan pembahasan secara ontologis tersebut, maka objek

    penelitian agama interdisipliner adalah sebagai berikut:

    1) Karya para tokoh agama, tokoh masyarakat maupun para filsuf Islam, ataufilsuf lain namun mengangkat nilai-nilai Islam. Misalnya penelitian

    tentang karya tokoh agama seperti karya hasil fiqh, ijtihad, ijma, qiyas,

    tafsir. Dapat pula merupakan hasil pemikiran tokoh pemikir Islam modern.

    2) Nilai-nilai Islam yang telah dipraktekkan dalam kehidupan masyarakatbudaya, sehingga telah menyatu dengan kehidupan masyarakat tertentu,

    baik berupa suatu aturan-aturan yang telah menjadi perundang-undangan,

    tradisi yang merupakan adat-istiadat dalam masyarakat, sistem

    pencaharian/ekonomi yang telah melembaga, sistem pendidikan yangberkembang, dan sistem sosial lainnya yang telah berinterkoneksi dengan

    nilai-nilai dari Islam.

    3) Hasil-hasil budaya-keagamaan fisik yang telah menjadi kekayaan milikmasyarakat seperti bangunan tempat ibadah, pendidikan, bangunan

    bersejarah, tugu peringatan, prasasti, karya pustaka seperti kitab kuning,

    serat suluk, serat wirid, karya sastra, karya lukis, karya seni, serta karya

    budaya fisik lainnya.

  • 5/25/2018 10. Pendekatan Interdisipliner-Pengembangan Paradigma Integratif-Interk...

    http:///reader/full/10-pendekatan-interdisipliner-pengembangan-paradigma-integratif-

    10

    B. Pengembangan Paradigma Integratif-Interkonektif1. Pengertian dan implementasinya

    Integrasi dan interkoneksi merupakan dua kata berbeda, tapi mempunyai

    maksud dan tujuan sama yaitu menggabungkan dan mengkaitkan dua persoalan

    yang terpisah. Dalam hal ini, mengkaji atau mempelajari tentang satu bidang

    tertentu dengan tetap melihat bidang keilmuan lain itulah integrasi; sedangkan

    melihat kesalingterkaitan dengan berbagai disiplin keilmuan adalah interkoneksi.21

    Kata integrasi di dalam kamus ilmiah popular bermakna penyatuan,

    penggabungan, dan penyatuan menjadi satu kesatuan yang utuh. Jadi pada

    hakikatnya paradigma integrasi-interkoneksi ingin menunjukkan bahwa

    antarberbagai keilmuan tersebut sebenarnya saling memiliki keterkaitan, karena

    memang yang dibidik oleh seluruh disiplin keilmuan tersebut adalah realitas alam

    semesta yang sama, hanya saja dimensi dan fokus perhatian yang dilihat oleh

    masing-masing disiplin berbeda. Oleh karena itu rasa superior, ekslusifitas,

    pemilahan secara dikotomis terhadap bidang-bidang keilmuan yang dimaksud hanya

    akan merugikan diri sendiri, baik secara psikologis maupun secara ilmiah-akademis.

    Betapapun setiap orang ingin memiliki pemahaman yang lebih utuh dan

    komprehensif, bukannya parsial dan reduktif. Maka dengan menimbang asumsi ini

    seorang ilmuan perlu memiliki paradigma integrasi-interkoneksi.

    Dirkursus ilmu pengetahuan modern, bidang-bidang keilmuan terpisah

    secara tegas dan jelas. Biologi, Fisika, Psikologi, Sosiologi, Geografi, dan lain

    sebagainya. Setiap bidang mewakili dimensi kehidupan tertentu dan para ilmuwan

    dari masing-masing bidang hanya fokus kepada bidang yang digelutinya. Dengan

    kata lain, para ilmuwan ini mereduksi realitas hanya sebatas bidang yang menjadi

    lahannya. Sebenarnya bukan masalah besar, karena kenyataan realitas hidupmemang multi-dimensi dan multi-aspek. Kiranya mustahil bagi seseorang untuk

    mampu menguasai seluruh bidang keilmuan tersebut secara mendalam. Dalam

    konteks ilmu-ilmu agama pun hal yang sama terjadi, misalnya bidang hukum

    agama, teologi, mistik, dan sebagainya.22

    21Rifda Elfiah, Integrasi-Interkoneksi keilmuan ala Abdul Malik Fadjar, (refleksi wacana dan

    konstruk sejarah pemikiran), dalam e-jurnal, hal. 322-32322

    M. Amin Abdullah, dkk. Islamic Studies dalam Paradigma Integrasi-Interkoneksi (SebuahAntologi), (Yogyakarta: SUKA Press, 2007), hal. vii

  • 5/25/2018 10. Pendekatan Interdisipliner-Pengembangan Paradigma Integratif-Interk...

    http:///reader/full/10-pendekatan-interdisipliner-pengembangan-paradigma-integratif-

    11

    Meskipun sebenarnya kenyataan spesialisasi dan reduksi ini dapat dikatakan

    niscaya karena keterbatasan manusiawi, namun dampak negatif dari kenyataan tidak

    terlalu menyenangkan. Dikotomi ilmu umum-ilmu agama, hegemoni bidang ilmu

    tertentu, superior-inferior feeling dari masing-masing bidang ilmu, hirarki ilmu

    utama-ilmu komplementer, adalah akibat laten yang harus ditanggung dari

    kenyataan spesialisasi di atas. Lebih jauh dampak ini merambah ke dunia sosial,

    pendidikan, politik, dan sebagainya, sehingga tidak jarang muncul konflik di ranah

    sosial maupun politik akibat adanya ekslusifisme dari masing-masing bidang ilmu.

    Sebagai contoh dalam dataran ilmu-ilmu keislaman sering terjadi takfir

    (pengkafiran) antarsesama muslin hanya karena disiplin keilmuannya berbeda.

    Pada akhirnya secara psikologis banyak orang yang mengalami kegelisahan

    luar biasa karena antara dunia yang dia alami, yang multi-dimensi, dengan keilmuan

    yang dia hayati, yang hanya satu dimensi dan yang satu-satunya dia pahami,

    ternyata tidaks sejalan. Orang yang menghayati ilmu fiqih saja pasti gelisah ketika

    berhadapan dengan kenyataan sosial yang berbeda dengan isi ilmunya. Orang yang

    menghayati ilmu ekonomi saja pasti gelisah ketika berhadapan dengan logika zakat

    dan sedekah ala fiqih. Orang yang menghayati ilmu geografi saja pasti gelisah

    dengan adanya ruang baru yang disebut dunia virtual atau dunia maya.23

    Lebih konkrit paradigma integrasi-interkoneksi menghendaki kajian yang

    menggunakan cara pandang dan/atau cara analisis yang menyatu dan terpadu.

    Analisis integratif dapat dikelompokkan menjadi dua. Pertama, integratif antar

    seluruh nashyang terkait dengan masalah yang sedang dikupas atau dibahas. Kedua,

    integratif antara nash dengan ilmu lain yang terkait dengan masalah yang sedang

    dibahas. Integratif jenis yang kedua ini identik dengan pendekatan interdisipliner.

    Secara singkat pendekatan integratif antara nashsama dengan pendekatan atau salahsatu model dalam tafsir, yang disebut model tafsir maudhu>i> (tafsir tematik).

    24

    Lalu, paradigma keilmuan integrasi-interkoneksi dapat diimplementasikan

    dalam empat level berikut:25

    a. Level filosofis, berupa suatu penyadaran eksistensial bahwa suatu disiplin ilmuselalu bergantung pada disiplin ilmu lain.

    23Ibid, hal. viii

    24

    Khoiruddin Nasution,Pengantar...hal. 23025Rifdah elfiah,Integrasi,,,hal. 323

  • 5/25/2018 10. Pendekatan Interdisipliner-Pengembangan Paradigma Integratif-Interk...

    http:///reader/full/10-pendekatan-interdisipliner-pengembangan-paradigma-integratif-

    12

    b. Level materi, integrasi-interkoneksi merupakan proses pengintegrasian nilai-nilai kebenaran universal dan kebenaran keislaman ke dalam pengajaran.

    c. Level metodologi, dilakukan dengan menerapkan metodologi keilmuan Islampada keilmuan umum, begitu sebaliknya.

    d. Level strategi, dilakukan dalam proses pembelajaran.Implementasi paradigma pada keempat level di atas dapat dikembangkan

    dengan enam model, yaitu:

    a. Similarisasi, menyamakan begitu saja konsep-konsep ilmu umum dengankonsep yang berasal dari ilmu agama (Islam).

    b. Paralelisasi, menganggap paralel konsep yang berasal dari ilmu agama dengankonsep ilmu umum karena kemiripan konotasinya tanpa menyamakan keduanya.

    c. Komplementasi, antara ilmu agama dan ilmu umum saling mengisi danmemperkuat satu sama lain, tetapi tetap mempertahankan eksistensi masing-

    masing.

    d. Komparasi, membangdingkan kosep/teori ilmu agama mengenai gejala-gejalayang sama.

    e. Induktifikasi, asumsi-asumsi dasar dari teori-teori ilmu umum yang didukungoleh temuan empirik dilanjutkan pemikirannya secara teoritis ke arah pemikiran

    metafisik/ghaib, kemudian dihubungkan dengan prinsip-prinsip ilmu agama

    mengenai hal tersebut.

    f. Verifikasi, mengungkapkan hasil-hasil penelitian imiah dari ilmu umum yangmenunjang dan membuktikan kebenaran-kebenaran ilmu agama.

    Selain itu ada tiga model kajian lagi dalam implementasi integrasi-

    interkoneksi, yaitu:

    a.

    Informatif, hal ini berarti disiplin ilmu perlu diperkaya dengan informasi yangdimiliki oleh disiplin ilmu lain.

    b. Konfirmatif, suatu disiplin ilmu tertentu perlu untuk membangun teori yangkokoh perlu memperoleh penegasan dari disiplin ilmu yang lain.

    c. Korektif, suatu teori ilmu tertentu perlu dipertemukan dengan ilmu agama atausebaliknya, sehingga yang satu dapat mengoreksi yang lain, dengan demikian

    perkembangan disiplin ilmu akan semakin dinamis.

  • 5/25/2018 10. Pendekatan Interdisipliner-Pengembangan Paradigma Integratif-Interk...

    http:///reader/full/10-pendekatan-interdisipliner-pengembangan-paradigma-integratif-

  • 5/25/2018 10. Pendekatan Interdisipliner-Pengembangan Paradigma Integratif-Interk...

    http:///reader/full/10-pendekatan-interdisipliner-pengembangan-paradigma-integratif-

    14

    yang tidak penting, baik ilmu agama maupun ilmu umum, semuanya memiliki

    urgensitas untuk ditelaah dan dipelajari.

    3. Ragam Integrasi-interkoneksi: beberapa ilustrasiWacana tentang integrasi ilmu dan agama telah muncul cukup lama. Meski

    tak selalu menggunakan kata integrasi secara eksplisit, di kalangan muslim

    gagasan perlunya pemaduan ilmu dan agama, atau akal dan wahyu, telah cukup

    lama beredar. Dalam konteks Indonesia, secara lebih khusus ini tampak dalam

    wacana mengenai transformasi dari IAIN/STAIN menjadi UIN, dan karenanya

    istilah yang digunakan adalah reintegrasi.

    Dalam konteks Kristen kontemporer, pendekatan integrasi dipopulerkan

    Ian G. Barbour, yang menyebut salah satu dari empat tipologi hubungan sains-

    agama dengan integrasi. Empat pandangan dalam tipologi yang dibuat Barbour

    meliputi konflik, independensi, dialog, dan integrasi. 27 Agaknya Barbour lebih

    bersimpati pada dua pandangan terakhir, khusunya integrasi. Lebih khusus lagi

    integrasi Barbour adalah integrasi teologis. Teori-teori ilmiah mutakhir dicari

    implikasi teologisnya, lalu teologi baru dibangun dengan juga memperhatikan

    teologi tradisional sebagai salah satu sumbernya. Integrasi ala Barbour memiliki

    makna spesifik bertujuan menghasilkan suatu reformasi teologi dalam bentuk

    theology of nature, yang tujuan utamanya untuk membuktikan kebenaran-kebenaran

    agama berdasarkan temuan-temuan ilmiah.28

    Satu kritik yang kerap diajukan pada pendekatan ini, misalnya oleh Huston

    Smith dan Seyyed Hossein Nasr adalah bahwa disini teologi tampak seperti

    ditaklukan oleh sains; teologi diubah demi mempertimbangkan hasil-hasil

    pengkajian sains. Menurut Smith dan Nasr, yang keduanya adalah pendukung

    filsafat perenial, sebaliknyalah yang harus terjadi: teologi-tepatnya tradisi- menjaditolok ukur teori-teori ilmiah.29

    Pandangan yang mirip tetapi tak sama dengan Barbour diajukan oleh John F.

    Haught, yang membagi pendekatan ilmu dan agama menjadi konflik, kontras,

    27Armahedi Mahzar, Merumuskan Paradigma Sains dan Teknologi Islami, Revolusi

    Integralisme Islam, (Bandung: Mizan, 2004 ), hal. 212, selengkapnya lihat Ian Barbour, When Science

    Meet Religion, Harper San Frasisco, 200028

    Zainal Abidin Bagir, dkk.Integrasi Ilmu dan Agama, Interpretasi dan Aksi, (Bandung: Mizan,2005), hal. 20-21

    29

    Tradisi bisa juga disebut filsafat perennial atau scientica sacra. Bagi pendukung paham ini,kebenaran-kebenaran yang dikandung tradisi diteguhkan dalam agama-agama besar dunia

  • 5/25/2018 10. Pendekatan Interdisipliner-Pengembangan Paradigma Integratif-Interk...

    http:///reader/full/10-pendekatan-interdisipliner-pengembangan-paradigma-integratif-

    15

    kontak, dan konfirmasi. Disini implikasi teologis teori ilmiah ditarik ke wilayah

    teologis, bukan untuk membuktikan doktrin keagamaan, melainkan sekedar

    menafsirkan temuan ilmiah dalam kerangka makna keagamaan demi memahami

    teologi dengan lebih baik. Dasarnya adalah keyakinan bahwa apa yang dikatakan

    sains mengenai alam punya relevansi dengan pemahaman keagamaan kita. Intinya

    Haught berupaya untuk mengakarkan sains pada pandangan agama mengenai

    realitas.30

    Mehdi Golshani juga menjelaskan, seperti juga Haught, sains tak mau mesti

    berasumsi bahwa alam yang menjadi objek kajiannya adalah alam yang rasional:

    teratur dan memiliki hukum-hukum. Pada dirinya sendiri sains tak dapat

    memberikan asumsi ini. Dalam sains sekuler, ini menjadi semacam iman yang tak

    perlu dibuktikan meskipun (mau tak mau) diyakini. Tanpa keyakinan bahwa ada

    hukum yang berlaku secara teratur, tak ada dasar konseptual pengembangan teori-

    teori ilmiah. Di sinilah, menurut Golshani, senada dengan Haught, agama dapat

    menjadi dasar untuk kerja sains. Ia mencoba mengaitkan al-Quran dengan bahasa-

    bahasa kealaman sehingga alam pun (baca: sains) turut serta bisa mengantarkan

    manusia menuju Tuhannya, sebagaimana telah disebutkan dalam al-Quran kurang

    lebih 750 ayat yang menunjukkan fenomena alam dalam ayat tersebut. Sehingga al-

    Quran juga bisa disebut dengangrand theory of science.31

    Pada tahun 1970-an hingga pertengahan 1990-an dalam wacana mutakhir

    Islam dan sains, nama-nama yang kerap muncul seperti Syed M. Naquib al-Attas,

    Seyyed Hossein Nasr, Ismail al-Faruqi, dan Ziauddin Sardar. Al-Attas menyebut

    gagasan awalnya sebagai dewesternisasi ilmu; Ismail al-Faruqi berbicara tentang

    Islamisasi ilmu; sedangkan Sardar tentang penciptaan suatu sains Islam

    kontemporer. Gagasan para pemikir itu tentu berbeda-beda dan terkadangberseberangan, meskipun kadang secara kurang cermat dilabeli sama sebagai

    Islamisasi ilmu.

    Dalam spektrum pandangan mengenai Islam dan sains, sebuah posisi lain

    ditempati oleh pemikir besar muslim seperti Fazlur Rahman, yang tak menyepakati

    gagasan Islamisasi ilmu. Pandangan rahman didasari oleh keyakinannya bahwa

    30Zainal Abidin Bagir, dkk,Integrasi,,,hal. 22-24

    31

    Hasan Baharun, dkk. Metodologi Studi Islam Percikan Pemikiran Tokoh dalam MembumikanAgama, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), hal. 69

  • 5/25/2018 10. Pendekatan Interdisipliner-Pengembangan Paradigma Integratif-Interk...

    http:///reader/full/10-pendekatan-interdisipliner-pengembangan-paradigma-integratif-

    16

    ilmu kurang lebih bebas nilai. 32 Selanjutnya Kuntowijoyo juga mengemukakan

    perlunya pengilmuan Islam, yang mana orang Islam harus melihat realitas melalui

    Islam, dan eksistensi humaniora dalam al-Quran. Dalam artikelnya demistifikasi

    Islam dikemukakan perlunya Islam sebagai teks (al-Quran dan as-Sunnah) untuk

    dihadapkan pada realitas (sehari-hari dan ilmiah). Dengan kata lain, dari teks ke

    konteks. Dalam ilmu berarti, bahwa gerakan intelektual Islam harus melangkah ke

    arah pengilmuan Islam bukan Islamisasi pengetahuan yang bergerak dari

    konteks ke teks.33

    Orang Islam harus meihat realitas melalui Islam, menurut ilmu budaya dan

    sosiologi pengetahuan, realitas itu tidak dilihat secara langsung oleh orang, tetapi

    melalui tabir (kata, konsep, symbol, budaya, persetujuan masyarakat). Orang

    melihat realitas tidak seperti anjing melihat tulang; animals faith tidak pernah

    terjadi pada bangsa manusia. Di daerah Kejawen (dulu) orang melihat raja melalui

    symbol-simbol: mitos Nyi Lara Kidul, upacara labuhan, sastra babad tanah jawi

    (raja adalah keturunan para Nabi dan para Dewa), tata cara sembah, dan lain-lain.

    Demikianlah, sejauh ini beberapa bentuk integrasi yang telah disinggung.

    Tampak bahwa ada beragam model integrasi yang bisa dilakukan. Perhatian yang

    berbeda pada bagian-bagian tertentu ilmu akan memunculkan jenis integrasi yang

    berbeda; demikian pula perhatian pada aspek-aspek agama (teologi, metafisika,

    etika, atau hukum) menunjukkan adanya persoalan yang berbeda. Tiap-tiap posisi

    dibangun atas dasar perhatian pada aspek tertentu ilmu/agama, dan atas dasar

    pandangan yang berbeda mengenai aspek-aspek itu.

    4. Ilmu, agama, dan persentuhan keduanyaPertama, mengenai agama. Agama mencakup banyak hal. Jika kita mau

    sistematis, dalam bidang kajian agama (religious studies) ada banyak cara yang

    digunakan orang untuk mengurai dimensi-dimensi agama. Ninian Smart

    menggunakan analisis pandangan dunia untuk menggali dimensi-dimensi agama,

    yang dipandang sebagai pandangan dunia. Ada enam dimensi pandangan dunia: (1)

    dimensi doktrinal atau filosofis, (2) naratif atau mistis, (3) etis atau legal, (4) praktis

    32Ibid, hal. 25

    33

    Kuntowijoyo, Islam Sebagai Ilmu, Epistemologi, Metodologi, dan Etika,cet. II (Yogyakarta:Tiara Wacana, 2007), hal. 1

  • 5/25/2018 10. Pendekatan Interdisipliner-Pengembangan Paradigma Integratif-Interk...

    http:///reader/full/10-pendekatan-interdisipliner-pengembangan-paradigma-integratif

    17

    atau ritual, (5) eksperiensial atau emosional, dan (6) dimensi sosial atau

    organisasional. Sedangkan dalam teori ilmu (theory of knowledge), satu pembagian

    yang amat populer untuk memahami ilmu adalah pembagian menjadi tiga bidang

    bahasan: ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Ketika kita berbicara mengenai

    integrasi ilmu dan agama, sebenarnya dimensi manakah yang menjadi pusat

    perhatian kita?34

    Antara ilmu dan agama ada perbedaan cukup mendasar yang perlu

    dipertimbangkan, yaitu:35

    a.Mind set dasarnya berbeda. Ilmu bersandar pada etos otonomi pemahaman,sedangkan agama sikap dasarnya adalah percaya dan kepasrahan pada kehendak

    otoritas lain, terutama otoritas Tuhan. Jadi jika dalam dunia keilmuan

    ketidakpercayaan (sebelum terbukti) adalah sebuah keutamaan, dalam dunia

    keagamaan kepercayaanlah keutamaannya.

    b. Ilmu relatif terbuka pada pandangan-pandangan baru asalkan masuk akal danditunjang data faktual yang memadai. Agama sebaliknya, meski umumnya

    diyakini bahwa manusia wajib menggunakan akalnya untuk memahami wahyu,

    dalam kenyataannya agama cenderung sangat defensif terhadap pemahaman-

    pemahaman baru.

    c. Sebenarnya ranah utama wacana agama adalah ranah misteri-misteri terdalamkehidupan beserta makna-makna pengalaman, yang sesungguhnya di luar batas

    jangkauan ilmu empirik.

    d. Bahasa-bahasa agama lebih berupa bahasa mitos, penuh metafora, ataupunretorika, sementara bahasa ilmu adalah bahasa faktual, lugas, dan literal.

    Meskipun demikian, selain memperhatikan berbagai perbedaan mendasar

    itu, tentu bisa pula kita melihat berbagai kemungkinan korelasi antar keduanya.Sebelumnya perlu dilihat dahulu persoalan-persoalan zaman yang dihadapi oleh

    ilmu maupun agama.

    Ada banyak perkembangan yang terjadi pada zaman abad ke-21 ini,

    sehingga memaksa ulang ilmu maupun agama untuk melihat dirinya kembali secara

    34

    Zainal Abidin Bagir, dkk,Integrasi,,,hal. 2735Ibid, hal. 41-42

  • 5/25/2018 10. Pendekatan Interdisipliner-Pengembangan Paradigma Integratif-Interk...

    http:///reader/full/10-pendekatan-interdisipliner-pengembangan-paradigma-integratif-

    18

    baru. Dalam wilayah keilmuan misalnya bisa disebutkan berbagai persoalan

    seperti:36

    a. Berbagai kritik mendasar terhadap dunia ilmu, terutama dari sudut filsafat ilmu,telah kian tegas memperihatkan bahwa ilmu sesungguhnya mengandung

    persoalan-persoalan serius, baik pada tingkat asumsi dasar metodologis maupun

    implikasi epistemologis dan ontologisnya.

    b. Hasil-hasil ilmu pengetahuan dan teknologi ternyata juga bisa sanga ambivalen.Di satu pihak ia makin mampu merekayasa realitas menjadi semakin sesuai

    dengan ambisi manusia, dipihak lain efek sampingnya pun bisa sangat destruktif

    dan menimbulkan persoalan etis serius. Seperti adanay rekayasa biologis telah

    mengakibatkan begitu banyak makanan yang kita konsumsi mengandung zat-zat

    beracun,efek dari penggunaan berbagai jenis gas dalam peralatan mengakibatkan

    meningkatnya pemanasan bumi secara tak wajar, dan sebagainya.

    c. Perjalanan ilmu hingga kini ternyata sampai pada wilayah-wilayah spiritual,entah dalam bentuk Spiritual Quotient (SQ) dalam psikologi, Quantum Self

    dalam fisika baru, ataupun pola yang autopoetik dalam cognitive science, dan

    seterusnya. Sehingga kini wilayah ilmu dimungkinkan untuk berdialog dengan

    khasanah agama, setelah antara keduanya sulit berinteraksi secara memadai.

    d. Dominasi imu pengetahuan dan teknologi kini telah pula mengakibatkankecenderungan dominannya pola berpikir instrumental-pragmatis dalam

    kenyataan sehari-hari. Bahkan, orientasi itu telah cukup merasuki lembaga-

    lembaga pendidikan saat ini.

    Di sisi lain, kehidupan beragama pun mengalami banyak persoalan seperti:37

    a. Tendensi-tendensi destruktif kini banyak bermunculan dalam kehidupanberagama, entah dalam bentuk eksklusivisme kelompok, sikap moralitiesberlebihan, konsumerisme symbol yang picik dan dangkal, ataupun ritualisme

    fanatik yang menakutkan.

    b. Secara intern agama-agama pun kini mengalami kebingungan dogmatis akibatmakin suburnya kecenderungan multitafsir.

    36

    Ibid, hal. 42-4337Ibid, hal. 44

  • 5/25/2018 10. Pendekatan Interdisipliner-Pengembangan Paradigma Integratif-Interk...

    http:///reader/full/10-pendekatan-interdisipliner-pengembangan-paradigma-integratif-

    19

    c. Mentalitas superior (suprematisme) masih demikian kuat bercokol di kalanganorang beragama sehingga tendensi hendak saling menaklukkan ataupun merasa

    saling terancam masih demikian kukuh.

    d.De facto agama terasa tak lagi membawa efek signifikan dalam memperbaikikehidupan modern sehar-hari. Seringkali hanya menjadi semacam slogan yang

    dirayakan penuh antusiasme, tetapi sebenarnya tak banyak berkaitan dengan

    kehidupan konkret.

    Selain menghadapi persoalan-persoalan internnya sebagaimana di atas, ilmu

    dan agama pun mesti menghadapi persoalan global bersama yang ditandai dengan

    permisivisme pasar yang makin mencemaskan (apapun boleh dijalankan asal secara

    ekonomis menguntungkan); ketidakadilan structural pada tingkat global yang

    makin menimbulkan gejolak-gejolak konkret berupa terorisme ataupun gelagat-

    gelagat peperangan; prinsip survival of the fittest yang kian menguat pada tataran

    praktis; dan berbagai kecenderungan penghancuran diri entah dalam rupa perusakan

    ekologis, pengembangbiakan rekayasa genetis yang membawa racun kimiawi, junk

    food, ataupun tendensi bunuh diri.Setelah melihat perbedaan mendasar antara ilmu dan agama, serta berbagai

    persoalan zaman, kini kemungkinan persentuhan keduanya memungkinkan ilmu

    mampu membantu agama merevitaslisasi diri dengan beberapa cara berikut:38a. Kesadaran kritis dan sikap realistis yang dibentuk oleh ilmu sangatlah berguna

    untuk mengelupaskan sisi-sisi ilusoris agama, bukan untuk menghancurkan

    agama, melainkan menemukan hal-hal yang lebih esensial dari agama.

    b. Kemampuan logis dan kehati-hatian mengambil kesimpulan yang dipupukdalam dunia ilmiah menjadikan kita mampu menilai secara kritis segala bentuk

    tafsir baru yang kini makin hiruk pikuk dan membingungkan.c. Lewat temuan-temuan terbarunya, ilmu dapat merangsang agama untuk

    senantiasa tanggap memikirkan ulang keyakinan-keyakinannya secara baru dan

    dengan begitu menghindarkan agama dari bahaya stagnasi dan pengaratan.

    d. Temuan-temuan ilmu pengetahuan dan teknologi pun dapat memberi peluang-peluang baru bagi agama untuk makin mewujudkan idealism-idealismenya

    secara konkret, terutama uang menyangkut kemanusiaan umum.

    38Ibid, hal. 45-47

  • 5/25/2018 10. Pendekatan Interdisipliner-Pengembangan Paradigma Integratif-Interk...

    http:///reader/full/10-pendekatan-interdisipliner-pengembangan-paradigma-integratif-

    20

    Sebaliknya, agama pun sebetulnya dapat membantu ilmu agar tetap

    manusiawi, dan selalu menyadari persoalan-persoalan konkret yang mesti

    dihadapinya, yaitu:

    a. Agama bisa selalu mengingatkan ilmu bahwa ilmu bukanlah satu-satunya jalanmenuju kebenaran dan makna terdalam kehidupan manusia, karena dalam dunia

    manusia ada realitas pengalaman batin yang membentuk makna dan nilai.

    b. Agama bisa juga selalu mengingatkan ilmu dan teknologi untuk senantiasamembela nilai kehidupan dan kemanusiaan bahkan di atas kemajuan

    pengetahuan itu sendiri.

    c. Agama dapat membantu ilmu memperdalam penjelajahan di wilayah-wilayahkemungkinan-kemungkinan adikodrati atau supranatural.

    d. Agama pun dapat selalu menjaga sikap mental manusia agar tidak mudahterjerumus ke dalam mentalitas pragmatis-instrumental, yang menganggap

    bahwa sesuatu dianggap bernilai sejauh jelas manfaatnya dan bisa diperalat

    untuk kepentingan kita.

    Interaksi antara agama dan ilmu paling realistis dilakukan sekedar memberi

    peluang-peluang yang memungkinkan terjadinya interaksi itu. Interaksi itu bisa

    berupa saling mengkritik ataupun saling mendekonstruksi, tetapi ini semata-mata

    agar ilmu dan agama mampu untuk selalu mentransendensi dirinya sendiri, dengan

    cara mendobrak ketertutupan atau stagnasi masing-masing.

    Khususnya dalam perguruan tinggi, itu semua perlu dilakukan semata-mata

    agar para sarjana yang dihasilkannya tidak sekedar berketerampilan pertukangan

    dan berpengetahuan, melainkan manusia-manusia yang lebih peka tehadap

    kompleksitas kehidupan, berkomitmen realistis terhadap nilai-nilai kemanusiaan

    bersama, serta mampu melihat apa yang esensial dan yang tidak esensial dalamperadaban kita.

    Prof. Dr. Noeng Muhadjir juga berupaya bagaimana agar tumbuh kesatuan

    integratif antara ajaran wahyu dan ajaran ilmu. Studi Islam yang interdisipliner dan

    multidisipliner dapat menyatu dengan studi Islam teologik menjadi studi Islam

    transdisipliner. Tiga tonggak utama Islam, yaitu: aqidah, muamalah, dan akhlak.

  • 5/25/2018 10. Pendekatan Interdisipliner-Pengembangan Paradigma Integratif-Interk...

    http:///reader/full/10-pendekatan-interdisipliner-pengembangan-paradigma-integratif-

    21

    Aqidah perlu menjadi fokus kajian ushuluddin, sedangkan muamalah menjadi fokus

    studi fakultas syariah, dan akhlak setepatnya menjadi fokus studi tarbiyah.39

    Ushuluddin perlu mengembangkan peranannya sebagai feedingsschool,

    sehingga di fakultas ushuluddin perlu diekstensikan ilmunya agar mampu memberi

    acuan aqidah pada ilmu-ilmu humaniora. Soal bayi tabung, soal bioteknologi, dan

    banyak soal lain yang terkait ke pengembangan rekayasa teknologik, sebagian

    berada pada tatanan teknis operasional eksperimental, tetapi ada pula yang berada

    pada tataran moral etik, di mana fakultas syariah perlu mampu menjadi

    feedingsschool bagi semua studi teknologi. Soal moralitas dalam berekonomi,

    berpolitik, dan berilmu sosial lainnya perlu ada bahan acuannya. Dengan

    memfokuskan telaah tarbiyah dengan sentralnya akhlak, diharapkan fakultas

    tarbiyah mampu menjadi feedingsschool semua ilmu sosial. Banyak ahli

    mengidentifikasi bahwa ilmu-ilmu sosial sekarang ini mulai mencari paradigma

    humaniora. Bila demikian, ilmu sosial pada dataran pertamanya mengacu ke

    akhlaqul karimah selanjutnya mengacu ke aqidah.

    Dilangkahkan lebih jauh pemikirannya, semua ilmu masa depan perlu

    mengacu pada paradigma humaniora dan secara vertikal mengacu pada aqidah ke

    pemeliharaan keimanan. Dengan paradigma integrasi disiplin ilmu dengan tiang

    utama Islam maka pembekalan interdisipliner di fakultas ushuluddin, syariah, dan

    tarbiyah dengan mengekstensikan pengenalan pokok-pokok materi perkuliahan

    dengan hukum perdata umum, ilmu sosial politik, dan ilmu lainnya menjadi sangan

    urgen. Ajaran Islam jangan ditampilkan sepotong-potong dalam waris, zakat,

    sodaqoh, dan harta rampasan secara terpisah-pisah. Keseluruhan semangat ajaran

    al-Quran dan sunnaturrasul hendaknya melandasi semua studi.

    C. Gagasan Konsep Integrasi-Interkoneksi di IndonesiaSebagaimana Transformasi IAIN menjadi UIN, diantaranya terjadi pada

    beberapa UIN di Indonesia seperti UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, UIN Maulana

    Malik Ibrahim Malang dan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Namun, dalam

    makalah ini akan banyak menyinggung UIN Sunan Kalijaga yang mengusung

    39Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, Pendekatan Positivistik, Rasionalistik,

    Phenomenologik, dan Realisme Metaphisik Telaah Studi Teks dan Penelitian Agama, edisi III,(Yogyakarta: Rake Sarasin, 1998), hal. 182-183

  • 5/25/2018 10. Pendekatan Interdisipliner-Pengembangan Paradigma Integratif-Interk...

    http:///reader/full/10-pendekatan-interdisipliner-pengembangan-paradigma-integratif-

    22

    paradigma keilmuan baru yaitu integrasi interkoneksi. Seluruh program keilmuan di

    bawah payung universitas ini harus mengembangkan keilmuan yang berparadigma

    integratif-interkonektif. Secara pasti, paradigma ini dapat ditegaskan sebagai

    sebuah proses penyatuan antara ilmu dengan agama (Islam). Agama tidak dapat

    dipungkiri mempunyai pengaruh dominan dalam setiap aspek kemanusiaan

    seseorang. Sementara itu, di dalam sumber-sumber ajaran Islam sebenarnya banyak

    potensi-potensi keilmuan yang dapat digali dan selanjutnya diobjektivikasi menjadi

    produk-produk keilmuan (scientific products) yang diakui.40

    Selama ini, ilmu-ilmu agama berkembang sebagai entitas tunggal (single

    entity) yang dapat dikatakan mengabaikan entitas keilmuan lain terutama ilmu-ilmu

    sosial dan kealaman. Ajaran-ajaran agama yang ditelorkan oleh sarjana-sarjana

    muslim IAIN lebih banyak hanya berdasarkan teks keagamaan (scriptural entity,

    hadharah an nash) saja dan tidak mempertimbangkan hasil-hasil penelitian ilmu-

    ilmu sosial-humaniora dan kealaman. Ilmu-ilmu sosial humaniora dan kealaman

    bagaimanapun selalu mencoba menjelaskan fenomena-fenomena individual dan

    kemasyarakatan serta fenomena alam yang selalu up to date dan cukup membumi.

    Tanpa sumbangan dari itu semua, ilmu-ilmu agama yang ada mengukuhkan diri

    berada di menara gading dan tidak mencoba arif dengan perkembangan zaman

    sehingga menghasilkan fanatisme dan bahkan nir-toleransi. Diyakini, bahwa hal

    inilah yang seringkali mengakibatkan banyak orang merasa tidak nyaman dengan

    agama formalnya sendiri bahkan konflik intern dan antarumat beragama. Dalam

    sebuah skema bangunan keilmuan yang dikotomistik-atomistik tersebut

    sebagaimana berikut:

    Skema keilmuan IAIN: pendekatan dikotomis-atomistik41

    Sumber ilmu

    pengetahuan

    Gugus

    paradigmatik

    Metodologi

    (process &

    procedure)

    Tipe

    argument

    Tujuan

    pembelajaran

    Sifat dasar

    keilmuan

    Pembidang

    an ilmu

    Akal (aql) Tajridiyyah(abstraktif)

    Bahtsiyyah Demonstratif Idrak al sababwa al musabbab

    Silogistik(mantiqiyyah)

    Al ilm alhusuly

    Wahyu (nash) Lughawiyah

    (kalam, word)

    Istintajiyyah-

    ijtihadiyyah

    Jadaliyyah (al

    uqul al

    mutanafisah)

    Muqarabah al

    nash al waqi

    Justifikatif

    repetitif (al

    taqlidiyyah)

    Al ilm al

    taufiqy

    Intuisi

    (dhamir)

    Dzauqiyyah Tajribah

    batiniyyah

    (experience)

    Al-la-

    aqliyyah

    (preverbal)

    Universal

    reciprocity

    Partisipatif-

    intersubyektif

    Al ilm

    hudhury

    40Maya Fitria, review Psikologi Interaksi-Interkoneksi, Pendahuluan: Sekilas Paradigma

    Integrasi-Interkoneksi, dalam Syamsul Anwar, dkk, Keilmuan Integrasi dan Interkoneksi Bidang Agama

    dan Sosial, (Yogyakarta: Lemlit UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2007), hal. 369-37041M. Amin Abdullah,Islamic,,,hal. 24

  • 5/25/2018 10. Pendekatan Interdisipliner-Pengembangan Paradigma Integratif-Interk...

    http:///reader/full/10-pendekatan-interdisipliner-pengembangan-paradigma-integratif-

    23

    Selanjutnya untuk meretas jalan baru proyek integrasi epistemologi

    keilmuan era UIN, kemudian terjadi pengembangan wawasan keilmuan dan

    perubahan tata pikir keilmuan yang bernafaskan transformatif. Bukan asal berubah,

    ikut-ikutan, atau sekedar proyek fisik. Tapi konversi IAIN ke UIN adalah

    momentum untuk membenahi dan menyembuhkan luka-luka dikotomi keilmuan

    umum dan agama yang makin hari makin menyakitkan. Hal ini mengandung

    perlunya dialog dan kerja sama antara disiplin ilmu umum dan agama yang erat di

    masa datang. Pendekatan interdisiplinary dikedepankan, interkoneksitas dan

    sensivitas diprioritaskan dan dikembangkan terus menerus. 42

    Dalam penyusunan kurikulum, silabi serta mata kuliah dibuat dengan etos

    dan nafas reintegrasi epistemologi, yang mempertimbangkan keseimbangan antara

    tiga bagian wilayah studi keislaman.

    Tiga wilayah atau prinsip dasar tersebut adalah:43

    a. Hadarah al-nash (penyangga teks bayani), yakni kemajuan ilmu yangbersumber dari nash (agama). Maksudnya kesediaan untuk menimbang

    kandungan isi teks keagamaan sebagai wujud komitmen

    keagamaan/keislaman.

    b. Hadarah al-ilm (budaya ilmu), yakni kemajuan ilmu kealaman dankemasyarakatan. Maksudnya kesediaan untuk professional-obyektif-

    inovatif dalam bidang keilmuan yang digeluti.

    c. Hadarah al-falsafah (budaya etik-emansipatoris), yakni kemajuan ilmuetika dan falsafah. Maksudnya kesediaan untuk mengaitkan muatan

    keilmuan yang didapat dariHadarah al-ilm dan telah berdialog dengan

    Hadarah al-nash dengan tanggungjawab moral etik dalam praksis

    kehidupan riil di tengah masyarakat.

    42Ibid, hal. 33

    43

    M. Amin Abdullah, dkk, Kerangka Dasar Keilmuan dan Pengembangan Kurikulum UINSunan Kalijaga Yogyakarta, (Yogyakarta: Pokja Akademik UIN, 2006), hal. 8

  • 5/25/2018 10. Pendekatan Interdisipliner-Pengembangan Paradigma Integratif-Interk...

    http:///reader/full/10-pendekatan-interdisipliner-pengembangan-paradigma-integratif-

  • 5/25/2018 10. Pendekatan Interdisipliner-Pengembangan Paradigma Integratif-Interk...

    http:///reader/full/10-pendekatan-interdisipliner-pengembangan-paradigma-integratif-

    25

    Melalui integrasi dan interkoneksi, para ilmuwan juga sadar bahwa setiap

    ilmu pengetahuan memiliki karakteristik yang unik dan tidak selalu bersifat

    universal. Setiap ilmu apalagi ilmu-ilmu sosial dan humaniora tidak dapat

    dilepaskan dari apa yang dikenal dengan lingkaran konsentris (concentric circle),

    pengalaman pribumi atau lokal, pengalaman agama atau budaya dan pengalaman

    relasional. Sintesis dapat terjadi antara etika dan pengetahuan, agama dan sains, dan

    antarabudaya satu dengan yang lainnya. Lingkaran konsentris tersebut juga sebagai

    petunjuk bahwa ilmu itu bersifat tentatif dan akan terus berproses. Karena itu tidak

    boleh adanya pemaksaan-pemaksaan ideologi ilmu tertentu atas ilmu lainnya.

    Pada sisi lain, integrasi dan interkoneksi bukan hanya dalam kaitannya

    dengan antardisiplin sebagaimana dikemukakan sebelumnya, namun juga

    antartradisi, antarbudaya, dan antarperadaban. Buku karangan Nurcholis Madjid

    yang berjudulIslam Kemodernan dan Keindonesiaan dapat dijadikan contoh model

    integrasi dan interkoneksi tersebut. Indonesia sebagai Negara dan bangsa yang kaya

    dan mewarisi banyak tradisi (multiple heritage) dapat dijadikan modal utama dalam

    upaya tersebut. Pada akhirnya, seorang akademisi dan intelektual Muslim

    hendaknya mampu mengintegrasikan atau menginterkoneksikan antara

    intelektualisme dan aktivisme, agar jangan sampai pengetahuan hanya untuk

    pengetahuan, namun juga untuk kemaslahatan umat manusia. Apalah artinya

    integrasi dan interkoneksi kalau hanya menjadi menara gading.

  • 5/25/2018 10. Pendekatan Interdisipliner-Pengembangan Paradigma Integratif-Interk...

    http:///reader/full/10-pendekatan-interdisipliner-pengembangan-paradigma-integratif-

  • 5/25/2018 10. Pendekatan Interdisipliner-Pengembangan Paradigma Integratif-Interk...

    http:///reader/full/10-pendekatan-interdisipliner-pengembangan-paradigma-integratif

    27

    DAFTAR PUSTAKA

    Abdullah, Amin. 2000. Rekonstruksi Metodologi Studi Agama dalam Masyarakat

    Multikultural dan Multireligius.Yogyakarta: UIN SUKA Press.

    ______________. 2000. Mencari Islam Studi Islam dengan Berbagai Pendekatan.

    Yogyakarta: Tiara Wacana.

    ______________. 2003. Menyatukan Kembali Ilmu-Ilmu Agama dan Umum (Upaya

    Mempertemukan Epistemologi Islam dan Umum). Yogyakarta: UIN SUKA

    Press.

    ______________. 2004. Studi Agama Normativitas atau Historitas.Yogyakarta:

    Pustaka Pelajar.

    ______________. 2007. Re-strukturisasi Metodologi Islamic Studies Mazhab

    Yogyakarta. Yogyakarta: UIN SUKA Press.

    ______________. 2010. Islamic Studies di Perguruan Tinggi, Pendekatan Integratif-

    Interkonektif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

    Abdullah, Amin, dkk. 2007. Islamic Studies dalam Paradigma Integrasi-Interkoneksi

    (Sebuah Antologi). Yogyakarta: UIN SUKA Press.

    __________________. 2006. Kerangka Dasar Keilmuan dan Pengembangan

    Kurikulum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Yogyakarta: Pokja Akademik UIN.

    Abdullah, Taufik dan Karim, Rusli. 1991. Metodologi Penelitian Agama Sebuah

    Pengantar. Yogyakarta: Tiara Wacana.

    Aliade, Mircea, et al. 2000.Metodologi Studi Agama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

    Anwar, Syamsul, dkk. 2007. Keilmuan Integrasi dan Interkoneksi Bidang Agama dan

    Sosial. Yogyakarta: Lembaga Penelitian UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

    Bagir, Zainal Abidin, dkk. 2005. Integrasi Ilmu dan Agama Interpretasi dan Aksi.Bandung: Mizan.

    Baharun, Hasan, dkk. 2011.Metodologi Studi Islam. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

    Barboue, Ian G. 2006.Isu dalam Sains dan Agama. Yogyakarta: UIN SUKA Press.

    Elfiah, Rifdah. Integrasi-Interkoneksi Keilmuan ala Abdul Malik Fadjar. (Refleksi

    wacana dan konstruk sejarah pemikiran), dalam e-Jurnal.

    Kaelan. 2010. Metode Penelitian Agama Kualitatif Interdisipliner. Yogyakarta:

    Paradigma.

  • 5/25/2018 10. Pendekatan Interdisipliner-Pengembangan Paradigma Integratif-Interk...

    http:///reader/full/10-pendekatan-interdisipliner-pengembangan-paradigma-integratif-

    28

    Kuntowijoyo. 2006. Islam sebagai Ilmu Epistemologi, metodologi, dan Etika.

    Yogyakarta: Tiara Wacana.

    Mahzar, Arhamedi. 2004. Revolusi Integralisme Islam: Merumuskan Paradigma Sains

    dan Teknologi Isslami. Bandung: Mizan.

    Mudzhar, Atho. 2004. Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek. Yogyakarta:

    Pustaka Pelajar.

    Muliadi, Erlan. Makalah Epistemologi Keilmuan Integratif-Interkonektif M. Amin

    Abdullah dan Relevansinya bagi Ilmu Pendidikan (Islam).

    Muhadjir, Noeng. 1998. Metodologi Penelitian Kualitatif Pendekatan Positivistik,

    Rasionalistik, Phenomenologik, dan Realisme Methaphisik Telaah Studi Teks

    dan Penelitian Agama. Yogyakarta: Rake Sarasin.

    Nasution, Khoiruddin. 2009.Pengantar Studi Islam.Yogyakarta: ACAdeMIA.

    Nata, Abuddin. 2010.Metodologi Studi Islam. Jakarta: Rajawali Press.

    Roston, Holmes. 2006.Ilmu dan Agama Sebuah Survai Kritis. Yogyakarta: UIN SUKA

    Press.

    Thahir, Lukman S. 2004. Studi Islam Interdisipliner. Yogyakarta: Qirtas.